Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEGAWAT DARURATAN

AVULSI GIGI

Nama : Ahmad Arsyad


Nim : PO.71.4.261.1.51.052
Tingkat : II B
Prodi : DIV

POLITEKNIK KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

walaupun secara sederhana, baik bentuknya maupun isinya.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas avulse gigi yang mungkin

dapat membantu teman-teman dalam mempelajari hal-hal penting dalam pelajaran

tersebut . Karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Makassar,16 Juli 2017

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi

2. Penyebab Gigi Avulsi

3. Perawatan Gawat Darurat Gigi Avulsi

4. Tindakan darurat di tempat kejadian

5. Tindakan yang dilakukan di klinik gigi

6. Replantasi setelah periode ekstraoral

7. Perawatan endodontik pada gigi avulsi

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN

B.SARAN
BAB I

PENDAHULUAN

Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang

banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian baik

dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi.Cedera traumatik pada anak

dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi dan wajah

pada saat bermain, berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang melibatkan

gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun. Penyebab trauma

pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu lintas

dan olahraga.

Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut

mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen

periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa.Periksa pula

adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang lawannya.

Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh bagian gigi

dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi.Untuk menanganinya, dokter

gigi perlu melakukan suatu tindakan untuk mengembalikan gigi ke dalam soketnya

semula, tindakan ini disebut replantasi gigi.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi

Ellis dan Davey (1970) mengkategorikan cedera traumatik gigi depan ke

dalam 9 klasifikasi. Kelas 1 sampai 8 merupakan bentuk trauma untuk gigi depan

tetap,sedangkan kelas 9 khusus untuk gigi depan sulung. Avulsi didefinisikan

sebagai keluarnya seluruh gigi dari soket akibat trauma. Secara klinik dan foto

ronsen, gigi tidak ada di dalam soket (Dalimunte,2003). Tulang alveolar,

sementum, ligament periodontal, gingiva, dan pulpa akan mengalami kerusakan

pada saat gigi secara total keluar dari soketnya (Jacobsen, 2003). Tercabutnya gigi

dari soketnya akibat trauma menyebabkan terputusnya ligament-ligamen

periodontal dan suplai darah ke jaringan pulpa.Sebagai akibatnya pulpa gigi

mengalami nekrosis dan periodonsium rusak parah (Ram D, 2004).

Kehilangan gigi tersebut signifikan dan dapat menimbulkan dampak

negatif. Selain mengalami gangguan fungsi dan estetis, psikologis juga dapat

terganggu karena akan merasa tidak percaya diri akibat hilangnya gigi

(Dalimunte,2003).

2. Penyebab Gigi Avulsi

Avulsi pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak lelaki usia 7-10

tahun. Penyebab yang khas biasanya karena kecelakaan bersepeda, bermain


skateboard dan olahraga-olahraga lain. Pada usia 7-10 tahun, akar pada gigi

permanen belum sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar

dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar

relatif lunak. Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki akar yang sudah matur,

jaringan periodontal yang kuat, serta tulang alveolar yang kuat sehingga lebih

cenderung mengalami fraktur gigi daripada avulse (King dan Henretig,

2008).Gutmann dan Gutmann (1995) memaparkan penyebab gigi avulse adalah:

(1) Kecelakaan lalu lintas; (2) Perkelahian; (3) Jatuh; (4) Kecelakaan olahraga; (5)

Kerusakan jaringan periodontal; dan (6) Penyakit sistemik, seperti diabetes melitus

3. Perawatan Gawat Darurat Gigi Avulsi

Perawatan yang disarankan untuk gigi avulsi menurut Weine (2004) dibagi

menjadi tiga tahap, yaitu perawatan darurat pada daerah yang terkena trauma,

perawat darurat di tempat praktek dokter gigi, dan penyelesaian perawatan

endodontic.

4. Tindakan darurat di tempat kejadian

Kerusakan yang terjadi pada attachment apparatus akibat trauma tidak

dapat dicegah, tetapi dapat diminimalisasi.Tindakan utama yang dilakukan

dimaksudkan untuk meminimalkan nekrosis yang terjadi di ligamentum

periodontal, sementara gigi lepas dari rongga mulut.Gigi yang mengalami avulsi

harus cepat dikembalikan pada soketnya atau yang sering disebut dengan istilah

replantasi.Faktor yang paling penting untuk memastikan keberhasilan dari


replantasi adalah kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam soketnya.Sangat

penting untuk mencegah agar gigi yang avulsi tidak kering. Kondisi gigi yang

kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal dan morfologi

sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang diperlukan untuk

mengembalikan gigi pada soketnya tidak boleh lebih dari 15-20 menit.Apabila

dalam jangka waktu tersebut gigi tidak dapat dikembalikan pada soketnya, maka

gigi harus cepat disimpan dalam media yang sesuai sampai pasien bisa ke klinik

gigi untuk replantasi.(Trope, 2002).

Perawatan gawat darurat pada daerah yang terkena trauma ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan, yaitu:

1. Hasil yang bagus diperoleh bila gigi di replantasi segera setelah terjadi

avulsi. Gigi yang mengalami avulsi harus cepat dikembalikan pada

soketnya atau yang sering disebut dengan istilah replantasi. Faktor yang

paling penting untuk memastikan keberhasilan dari replantasi adalah

kecepatan gigi tersebut dikembalikan ke dalam soketnya. Sangat penting

untuk mencegah agar gigi yang avulsi tidak kering. Kondisi gigi yang

kering akan menyebabkan hilangnya metabolisme fisiologis normal dan

morfologi sel-sel ligamentum periodontal. Oleh karena itu waktu yang

diperlukan untuk mengembalikan gigi pada soketnya tidak boleh lebih dari

15-20 menit. (Trope, 2002).

Orang tua, guru, atau orang dewasa lain yang bertanggungjawab sebaiknya

secepat mungkin menempatkan kembali gigi yang mengalami avulsi ke


soketnya. Pengembalian ini sangat membantu proses penyembuhan pasien.

Apabila seseorang menelpon anda dan mengatakan bahwa ada seseorang

yang giginya luksasi, cobalah meminta orang dewasa di sana untuk

mengembalikan gigi ke soketnya. Bahkan bila gigi tersebut sudah

terkontaminasi, karena tercampur lumpur atau terkena kotoran hewan,

cobalah meminta orang dewasa untuk mengembalikan gigi tersebut ke

soket, tanpa disterilisasi terlebih dahulu, tidak boleh dibersihkan dengan

sabun atau detergen.Gigi harus dibersihkan di bawah air yang mengalir

sehingga kotoran hilang, tetapi tidak boleh ada jaringan gigi yang hilang

2. Setelah dibersihkan, jika dibutuhkan, gigi dengan lembut dan cepat

dikembalikan ke dalam soketnya dengan memegang hanya pada bagian

mahkotanya saja. Dokter gigi harus segera dihubungi dan pasien harus

datang ke tempat praktek dokter gigi secepat mungkin. Handuk kecil atau

sesuatu yang lembut bisa diletakkan pada bagian oklusal atau incisal gigi

yang telah di replantasi dan ditahan supaya gigi tetap pada soketnya selama

perjalanan menuju tempat praktek dokter gigi

3. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan replantasi, sebaiknya gigi

diletakkan pada suatu media untuk menyimpan gigi atau transport medium

dan di bawa ke tempat praktek dokter gigi. Media yang bisa digunakan

adalah Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS), Via span, saliva, susu, dan

air.

1. HBSS merupakan media yang paling sering digunakan. 85,3% gigi

yang avulse berhasil dilakukan replantasi dengan menyimpan gigi pada


media tersebut. HBSS terdiri dari sodium klorid, glukosa, potassium

klorida, sodium bikarbonat, sodium fosfat, kalsium klorid, magnesium

klorid, dan magnesium sulfat. HBSS mampu menjaga dan

mempertahankan sel-sel jaringan perodiontal yang menempel pada gigi.

2. Via span digunakan karena mampu menjaga vitalitas fibroblas.

3. Saliva digunakan sebagai media, sebab saliva merupakan cairan yang

kerap berkontak dengan gigi dan bagian dari rongga mulut. Gigi yang

avulse dapat diletakan di dalam rongga mulut atau di dasar lidah. Tetapi

teknik ini sebaiknya digunakan pada orang dewasa atau remaja, sebab

jika dilakukan pada anak-anak dikhawatirkan gigi tersebut akan

tertelan.

4. Susu terdiri dari berbagai macam antigen yang dapat melawan reaksi

negatif ..

5. Air adalah media yang dapat digunakan kapan pun dan di mana pun.

Air mampu menurunkan kecepatan kematian jaringan periodontal.

5. Tindakan yang dilakukan di klinik gigi

 Emergency visit

Tujuan dari emergency visit (tindakan darurat) adalah untuk

mereplantasi gigi dengan kerusakan sel yang seminimal mungkin

karena akan menyebabkan inflamasi dan memaksimalkan jumlah sel

ligamen periodontal yang memiliki potensi untuk meregenerasi dan

memperbaiki kerusakan pada permukaan akar (Trope, 2002).


 Diagnosis and Treatment Planning

o Pemeriksaan gigi yang avulsi

Suatu media khusus yang dapat digunakan untuk menyimpan gigi

sebelum direplantasi adalah Hank’s Balanced Salt Solution (HBSS).

Media ini terbukti dapat mempertahankan vialbilitas serabut

periodontal dalam jangka waktu yang lama. Selain itu dapat juga

digunakan susu atau salin fisiologis (Trope, 2002).

o Pemeriksaan Soket dan Tulang Alveolar

Pemeriksaan soket dilakukan untuk meyakinkan bahwa kondisinya

masih bagus dan memungkinkan untuk dilakukan replantasi.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menekan (palpasi) pada

permukaan fasial dan palatal dari soket. Selanjutnya, soket

dibersihkan dengan larutan salin dan ketika gumpalan darah dan

debris yang berada di dalamnya sudah bersih, periksa dinding soket

apakah terjadi abses atau kolaps.Penting juga dilakukan

pemeriksaan tulang alveolar untuk mengetahui apakah terjadi

fraktur atau tidak Dianjurkan pula untuk melakukan pemeriksaan

radiografis pada soket dan daerah sekitarnya, termasuk jaringan

lunak.Three vertical angulation diperlukan untuk mendiagnosis

fraktur horizontal pada akar gigi.


Tahap kedua adalah perawatan gawat darurat saat pasien sudah di

tempat praktek dokter gigi. Pada tahap ini hal-hal yang perlu

diperhatikan adalah:

1. Ketika pasien sampai di tempat praktek, gigi diletakkan di gelas

yang berisi larutan saline (sedikit garam dimasukkan pada air akan

menghasilkan salinitas sekitar 0,7%). Seperti prosedur pada

umumnya, perlu dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat

kesehatan psien, periksa area gigi dan lakukan rontgen gigi secepat

mungkin. Apabila gigi sudah dikembalikan ke soketnya, dan

tempatnya sudah sesuai, nyaman, maka gigi tersebut tinggal di

splinting saja (Weine, 2004).

2. Apabila gigi belum direplantasi, dokter gigi tidak boleh

mengkuretase gigi atau mensterilisasi bagian akar atau soket gigi.

Gigi dipegang sepanjang waktu pada bagian mahkotanya saja

dengan sponge yang telah diberi saline. Buang dengan lembut

debris pada permukaan akar dengan sponge basah. Irigasi soket

dengan saline dan jangan membuat akses untuk kavitas, jangan

memotong bagian akar serta jangan sampai terjadi apikal

penestrasi (Weine, 2004).

3. Secepat mungkin, gigi avulsi direplantasi pada soket dengan

sponge. Cek gigi tesebut dengan rontgen. Lakukan splinting

dengan soft arch wire dan dengan etsa asam. Pasien diberi

informasi untuk mengkonsumsi makanan lunak dahulu (tidak boleh


makan makanan seperti apel, cangkang udang/kepiting, sandwich

tertentu). Makanan yang dianjurkan seperti ice cream, ice milk,

hamburger yang lunak (Weine, 2004). Teknik splinting

memungkinkan gerakan fisologis gigi selama selama

penyembuhan dan akan mengurangi insidensi ankylosis. Teknik

splinting yang direkomendasikan adalah fiksasi semi-rigid selama

7-10 hari (Trope 2002)

Gigi yang mengalami avulsi perlu dilakukan perawatan endodontik.

Penyelesaian perawatan endodontic tersebut meliputi:

1. Satu minggu setelah replantasi, siapkan akses kavitas, lakukan

saluran akar debridement dan preparasi berdasarkan panjang akar

dari foto rontgen yang telah dilakukan sebelumnya, lalu tumpat

dengan tumpatan sementara seperti ZOE. Pada gigi dengan apikal

yang belum tertutup sempurna, maka tidak dilakukan ekstirpasi

karena pulpa tersebut akan mengalami revitalisasi untuk

melanjutkan perkembangan apikal. Bila pulpa tersebut kemudian

menjadi nekrosis, maka canal debridement dan prosedur

apeksifikasi dapat dilakukan. Untuk mencegah ankilosis, ambil

splin pada akhir perawatan.

2. Dua minggu setelah replantasi, tempatkan pasta kalsium hidroksida

pada saluran akar untuk mencegah dan mengurangi eksternal

resorpsi. Bila pasta kalsium hidroksida ditempatkan terlalu cepat,


sebelum ligamen periodontal mengalami regenerasi, hal ini dapat

meningkatkan resorpsi.

3. Setelah ligamen periodontal dan apek terlihat terbentuk kembali

pada pemeriksaan radiograf, di mana biasanya memakan waktu 3-6

bulan, buka kembali gigi tersebut. Bersihkan kembali dinding

saluran akar dengan sedikit preparasi dan isi dengan gutta-percha

dan sealer. Inisial kontrol pada bulan pertama, kemudian

dilanjutkan setiap tiga bulan. Eksternal resorpsi biasanya terjadi

pada tahun pertama.

6. Replantasi setelah periode ekstraoral

Pada beberapa kasus, terkadang memang sulit untuk menempatkan

kembali secara cepat gigi yang avulsi. Seringkali gigi tidak ditemukan

hingga beberapa jam atau beberapa hari kemudian. Kemungkinan karena

kecelakaan yang terjadi berada jauh dari tempat praktek gigi terdekat.Bila

gigi tidak dapat ditemukan dalam beberapa jam, maka treatment

endodontik dapat dilakukan sebelum replantasi. Namun, ada juga yang

berpendapat bahwa semakin cepat gigi dikembalikan ke tempat asalnya, itu

akan lebih baik. Jaringan pulpa mungkin akan hilang dan hal ini dapat

ditanggulangi dengan treatment seperti yang telah dijelaskan pada awal

tahap ke-3, yaitu dengan menyimpan gigi yang avulsi pada suatu media.

7. Perawatan endodontik pada gigi avulsi


1. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama kurang

dari 2 jam

 Replantasi dilakukan dalam usaha untuk merevitaslisasi pulpa

 Kontrol tiap 3-4 minggu untuk mendeteksi adanya keganasan

 Jika terdapat keganasan, bersihkan saluran akar dan isi dengan

kalsium hidroksida (apeksifikasi)

2. Gigi dengan apeks terbuka dan telah berada di luat mulut selama lebih

dari 2 jam

 Bersihkan saluran akar dan isi dengan kalsium hidroksida

 Kontrol dalam 6-8 minggu

3. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar

mulut kurang dari 2 jam

 Ambil jaringan pulpa dalam 7-14 hari

 Medikasi saluran akar dengan kalsium hidroksida

 Obturasi dengan gutta percha dan sealer setelah 7-14 hari medikasi

4. Gigi dengan apeks tertutup sempurna atau sebagian dan berada di luar

mulut lebih dari 2 jam

 Perawatan saluran akar baik intraoral maupun ekstraoral

 Jika dilakukan secara ekstraoral, hindari cedera kimiawi maupun

mekanis pada permukaan akar


MENGAPA HARUS DIPERTAHANKAN?

Beberapa hal yg harus anda pahami adalah keberadaan gigi dalam rongga

mulut merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup kita.Bagaimana jika

gigi kita tidak lengkap karena trauma/kecelakaan? Pastinya tidak nyaman kan?

Untuk makan, minum, makan keripik singkong, bahkan dalam hal penampilan

akan sangat mengganggu.

Ingat, gigi kita memiliki 2 fase saja, pertama adalah fase gigi susu/sulung

yang berlangsung hingga kira-kira 12-15 tahun, lalu akan digantikan dengan gigi

permanen yang akan kita gunakan hingga kita meninggal. Jadi, menjaga

keberadaan gigi itu sangatlah penting. Kalaupun gigi yang lepas tersebut tidak bisa

dipertahankan, ada opsi lain seperti menggunakan gigi palsu, bahkan sampai

implan gigi. Namun ingat, biaya untuk pembuatan kedua benda tersebut tidaklah

murah, prosesnya cukup panjang, dan angka keberhasilannya sangat bergantung

dari kondisi kita, sepintar & sehebat apapun skill dari dokter gigi yang merawat

anda.Lagipula, gigi ciptaan Tuhan adalah yg terbaik bukan?

Nah, sekarang apa yang harus dilakukan setelah usaha untuk menyelamatkan sang

gigi yang terlepas dan datang ke dokter gigi?

PENANGANAN AWAL GIGI AVULSI

Jika anda menghadapi kondisi seperti ini, jangan panik, segera ambil gigi

yang terlepas, cuci dengan air mengalir (TANPA DISIKAT, agar tidak merusak

struktur yang masih melekat pada gigi, cukup bersihkan dengan air mengalir), lalu

anda bisa melakukan beberapa hal seperti yg disebut dibawah ini:


1. Masukkan gigi ke dalam botol berisi susu, lalu segera menuju ke dokter gigi/

puskesmas/ rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

2. Masukkan gigi ke dalam mulut kembali (dikulum), kandungan saliva/air liur dan

suhu tubuh dapat membantu mempertahankan kondisi gigi yang terlepas supaya

bisa ditanamkan kembali pada soketnya.

Dari kedua langkah di atas, segera datang untuk melakukan perawatan pada

dokter gigi.Kondisi dimana gigi yang terlepas dapat dikembalikan pada soketnya

memiliki waktu yang tidak panjang.Golden period (waktu emas/waktu terbaik)

untuk gigi yang terlepas agar dapat dikembalikan pada soketnya hanya berkisar 20-

30 menit (menurut jurnal marino et al. pada tahun 2000 yang berjudul

Determination of periodontal ligament cell viability in long shelf-life milk),

sedangkan menurut pendapat dari beberapa dokter di fakultas saya, golden period

bisa mencapai 2 jam pasca trauma terjadi. Semakin cepat dibawa ke dokter, ada

kemungkinan untuk bisa dipertahankan.

A. TRAUMA ANAK

Akan ada tahap yang dinamakan REPLANTASI , dimana gigi

yang terlepas akan ditanamkan kembali ke dalam soketnya. lalu akan

dilakukan SPLINTING , atau mengikat, memfiksasi, merekatkan sementara

gigi yang terlepas tersebut ke gigi-gigi sebelahnya. SPLINTING gigi ini

dilakukan hingga gigi stabil, jaringan periodontal mulai terbentuk kembali

(dalam waktu +- 2 Minggu). Setelah gigi mencapai kestabilan, dokter gigi


akan melakukan perawatan saluran akar, mengapa perawatan saluran akar?

karena gigi yang ditanam kembali kondisinya sudah mati, sehingga harus

dilakukan perawatan saluran akar untuk menghindari gigi menjadi berubah

warna menjadi kehitaman karena kematian tersebut, atau terjadinya infeksi di

jaringan sekitarnya. Setelah dilakukan perawatan saluran akar, akan ada tindak

lanjut yang bertahap dari dokter gigi anda, pemeriksaan berkala (3/6/12 bulan

sekali) untuk melihat adakah kelainan jaringan sekitar gigi yang ditanam

kembali, hal ini bisa dilakukan hingga 2-5 tahun setelah perawatan.

Insidensi trauma dental tertinggi terjadi pada anak berusia 7 tahun


dengan 30% terjadi pada gigi desidui dan sekitar 20% terjadi pada gigi
permanen. terjadinya trauma dental selalu mengalami peningkatan sebesar 5%
dalam setiap tahunnya dan terlihat meningkat pada anak berusia 1 tahun , 3
tahun, dan peningkatan paling tinggi biasanya pada anak yang baru dapat
berjalan.insidensi trauma pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak
berusia sekita 8 – 10 tahun (Andreasen, J.O. 1981).
Trauma pada gigi permanen biasanya melibatkan gigi insisivus sentral
rahang atas.Identifikasi besar dan letak trauma yang terjadi memerlukan
pemeriksaan radiografi intra oral sebelum dilakukan sebuah perawatan.
Perawatan yang dilakukan untuk trauma pada anak biasanya tidak dapat
dilakukan perawatan yang sama dengan pasien dewasa
Distribusi trauma dental berdasarkan jenis kelamin, menunjukan
bahwa insidensi trauma dental yang terjadi pada anak laki-laki lebih besar dari
pada anak perempuan, baik pada periode gigi desidui maupun permanen.
Rasio insidensi trauma pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 2
(Children Dental Health in United Kingdom . 1993). Berdasarkan data hasil
penelitian yang dilakukan ekaneyake dan parendra, 2006 diterangkan bahwa
sekitar 68% dari seluruh pasien trauma pada grup usia 6- 10 tahun adalah anak
laki-laki, dan 55% adalah anak perempuanGigi yang sering mengalami
kerusakan akibat trauma adalah gigi insisivus sentral rahang atas yaitu sekitar
73% , Sedangkan pada gigi insisivus sentral rahang bawah memiliki
persentase sebesar 18%, 6% pada insisivus lateral rahang bawah, dan 3 %
pada insisivus lateral rahang atas. Gigi lain seperti gigi kaninus rahang atas
amaupun kaninus rahang bawah memiliki persentase insidensi yang kecil.
Insidensi trauma pada gigi insisivus sentralis rahang atas merupakan salah
satu penyebab bertambanya besar overjet pada gigi permanen anak
Berdasarkan data dari sebual penelitian dilaporkan hampir 51% dan 46%
trauma melibatkan satu atau dua gigi, trauma yang melibatkan jaringan lunak
dilaporkan terjadi sekitar 14% dari kasus yang diteliti. Pada gigi permanen
insidensi trauma pada insisivus sentral kiri rahang atas sekitar 48%, diikuti
dengan insisivus sentral kanan rahang atas yaitu sekitar 44%. Fraktur mahkota
merupakan trauma dental yang paling sering terjadi baik pada gigi permanen
maupun trauma pada gigi desidui. Dari 248 kasus trauma gigi permanen,
hanya 2,1% yang melibatkan emeil saja, 49,3% fraktur melibatkan kerusakan
enamel – dentin. sekitar 34,5% dari fraktur enamel-dentin melibatkan pulpa,
25% fraktur enamel dentin yang tidak melibatkan pulpa. Sedangkan pada gigi
desidui sangat jarang fraktur hanya melibat email saja, 25% terjadi dengan
melibatkan kerusakan pada enamel dan dentin, 35% kerusakan yang
melibatkan email , dentin , dan pulpa. Frajtur akar sangat jarang terjadi baik
pada periode gigi desidui maupun permanen, namun terlihat lebih besar terjadi
pada periode gigi permanen dengan persentase 2,5%. Sedangkan, terjadinya
subluksasi, luksasi maupun gigi avuvlsi karena trauma insidensinya terlihat
lebih besar pada peiriode gigi desidui jika dibandikan dengan periode gigi
permanen.

B. Etologi Trauma Pada Anak


Etiologi terjadinya trauma pada anak sangat beragam. Trauma yang
terjadi pada anak berusia prasekolah yaitu 0-4 tahun biasanya disebabkan
karena anak sedang dalam proses perkembangana secara motorik. Trauma
yang terjadi sering terjadi ketika anak sedang belajar berjalan, berlari.
Insidensi banyak terjadi pada anak usia 2-3 tahun. Pada anak usia sekolah
yaitu 5 – 11 tahun, trauma seringkali terjadi akibat jatuh ketika bermain,
berlari terlalu cepat, berkelahi dengan teman, atau belajar bersepeda. Trauma
yang terjadi seringkali melibatkan kerusakan pada gigi yang disertai dengan
luka pada dagu maupun bibir. Trauma pada periode usia anak sekolah
seringkali terjadi pada gigi yang masih belum mengalami maturasi secara
sempurna, sehingga keruskan struktur gigi yang tejadi dapat menimbulkan
gangguan pada pertumbuhan gigi selanjutnya. Pada anak yang berusia 11-18
tahun, terjadinya trauma biasanya diakibatkan karena aktivitas olahraga
sedangkang masa orang dewasa trauma dental biasanya terjadi akibat faktor
kecelakaan (Ellis.R.G . 1960). berdasarkan data sebuah penelitian yang
dilakukan oleh ekaneyake dan parera, bahwa terjatuh merupakan penyebab
utama terjadinya fraktur pada anak, berdasarkan penelitiannya pada tahun
2008 ditegaskan bahwa insidensi trauma pada anak 89,4% disebabkan oleh
karena terjatuh

C. Pemeriksaan Trauma
Perawatan diberikan kepada pasien berdasarkan kepadan keakuratan
dan kelengkapan jalan terjadinya suatu penyakit atau jejas, yang dapat
diperoleh melalui proses anamnesis dan pemeriksaan secara klinis. Anamsenis
dan pemeriksaan klinik yang baik dapat mendukung dalam keberanan
penegakan diagnosis suatu penyakit sehingga dengan adanya diagnosis yang
tepat dapat melakukan perawatan yang tepat untuk menangani pasien. Hal-hal
penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan perawatan adala kondisi
sistemik, kondisi pasien secara klinis , pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang biasa digunakan untuk melihat keparahan dan pola fraktur
adalah pemeriksaan radiografi. Kondisi umum pasien haruslah diperhatikan
sebelum melakukan perawatan trauma dental pada pasien. Hal-hal penting
yang harus diketahui dari kondisi sistemik pasien adalah ada atau tidaknya
anomali pada jantung, hepatitis B, dan lesi trauma yang spesifik. Riwayat
pernah melakukan tindakan profilaksis untuk tetanuspun penting untuk
diketahui. Selain riwayat umum, riwayat dental, sosial dan riwayat
keluargapun harus diketahui, hal ini untuk menjadi penunjuk bagi operator
untuk mengetahui kemampuan pasien untuk bersikap kooperatif dengan
operator. Riwayat keluarga dan sosial, biasanya dapat menggambarkan suatu
informasi mengenai kebiasaan pasien dan perawatan kedepannya.
Riwayat terjadinya trauma harus diketahui secara jelas dan pasti
mengenai kapan waktu terjadinya trauma, dimana pada saat terjadinya trauma,
bagaimana trauma itu bisa terjadi, dan sudah dilakukan perawatan untuk
trauma tersebut atau belum. Waktu terjadinya trauma penting untuk diketahui
terutama bagi fraktur dental yang melibatkan kerusakan pada daerah pulpa.
Interval waktu yang panjang dapat menyebabkan trauma permanen pada
jaringan pulpa. Lokasi terjadinya trauma menjadi hal penting untuk
pertibangan diperlukannya tindakan profilaksis untuk tetanus atau tidak.
Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan cara memeriksa
daerah intraoral dan daerah ektraoral. pemeriksaan ekstraoral adalah untuk
mengetahui luka, lesi abrasif maupun pembengkakan pada daerah ekstraoral.
Kerusakan tulang maksila dan mendibulapun dapat teraba jika dilakukan
palpasi pada daerah ekstraoral. Pemeriksaan intraoal adalah pemeriksaan pada
seluruh jaringan yang ada dirongga mulut, seperti jaringan lunak dilihat dan
diamati adanya kemerahan, abrasi atau robek . selain jaringan lunak, tahap
perkembangan dan kelainan oklusipun harus diperhatikan terutama yang
berhubungan dengan trauma. Tes-tes khusus yang perlu dilakukan pada
pasien yang mengalami trauma dental adalah :
5. tes vitalitas pulpa
dapat dilakukan dengan menggunakan CE dan di aplikasikan pada
permukaan gigi selama beberapa detik. Tes vitalitas pulpa dengan
menggunakan CE merupakan tes yang paling mudah untuk digunakan
6. pemeriksaan radiografi
pemeriksaan radiografi dapat dilihat dengan menggunakan
radiografi OPG. Gambaran pada radiografi OPG dapat memperlihatkan
secara jelas daerah yang mengalami frakur dan juga untuk mengetahui
seberapa luas trauma fraktur mencederai rongga mulut. Selain itu juga
dapat menggunakan radiografi intraoral seperti radiografi periapikal,
gambaran pada radiografi periapikal menunjukan kerusakan struktur
dental yang lebih detail. Distorsi yang minimal pada radiografi periapikal
dapat membantu penegakan diagnosis yang tepat.
Klasifikasi Trauma Dental
1. Fraktur Mahkota
Fraktur mahkota gigi merupakan fraktur yang sering terjadi dengan
insdensi yang mencapai 75% dan secara umum prognosis dari perawatan
yang diberikan untuk fraktur mahkota relatif baik. Farktur mahkota
biasanya melibatkan kondisi-kondisi tertentu seperti :
1. frkatur yang hanya melibatkan email
2. fraktur email – dentin
3. fraktur email , dentin , dan sementum
4. fraktur email , dentin, sementum, dan pulpa.
Fraktur enamel secara umum hanya melibatkan suatu kerusakan
jaringan yang ringan sampai kehilangan seluruh struktur email. Perawtan
yang diberiakan biasanya dnegan cara menghilangkan bagian yang rusak
dan menghaluskan permukaan enamel. Apabila kerusakan email yang
terjadi melibatkan area yang luas, perawatan yang diberikan dapat dengan
cara melakukan penambalan dengan menggunakan bahan resin komposit
yang bertujuan untuk memepertahankan estetika dan mencegah hilngnya
ruang.
Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa melibatkan
pulpa memiliki persentase insidensi sekitar 17% .apabila trauma dentin
tidak segera dilindungi dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada
jaringan pulpa , selain itu dapat mempermudah bakteri untuk berpenetrasi
kedalam tubuli dentinalis. Efek yang lebih lanjutnya dapat menyebabkan
pulpa menjadi nekrosis.Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengatakan
bahwa pada daerah yang mengalami fraktur email-dentin yang tidak
terawat dapat memudahkan untuk retensi bakteri yang secara klinis terlihat
adanya pertumbungan plak yang sangat cepat pada daerah yang
mengalami trauma. Perawatan yang biasanya dilakukan pada fraktur
mahkota yang melibatkan email dan dentin memiliki tujuan untuk :
1. melindungi pulpa dengan aplikasi bahan kalsium hidroksia setelah itu
dilakukan penumpatan dengan menggunakan resin komposit .
2. melindungi rasa sakit pada pulpa akibat stimulus yang ada pada rongga
mulut.
3. Untuk mencegah gigi menjadi tilting
4. Untuk memperbaiki tampilan dan fungsi dari gigi yang mengalami
trauma.
Fraktur yang melibatkan email, dentin , dan pulpa hanya memiliki
persentase insidensi 5% dari keseluruhan kasus trauma dental.
Keberhasilan perawatan tergantung pada manajemen pembersihan bakteri
pada daerah fraktur. Pulpa yang terbuka akibat trauma biasanya diikuti
dengan terjadinya perdarahan. Kolonisasi bakteri akan terbentuk pada
daerah superfisial jaringan pulpa yang terbuka. Pulpa yang terbuka sangat
jarang sembuh dengan sendirinya, jika terlambat dilakukan perawatan
dapat mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis dan terinfeksi. Fase akut
yang dialami jaringan pulpa setelah terjadi trauma biasanya diikuti dengan
adanya pembentukan lapisan fibrin dan jendalan darah pada jaringan pulpa
dapat memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri disekitar jaringan pulpa
yang mengalami jejas.
Perawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan kondisi fraktur
yang melibatkan pulpa adalah pulpa kaping direk, partial pulpotomy,
cervical pulpotomy, dan pulpectomi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan pada
jaringan pulpa adalah ukuran besarnya daerah yang mengalami trauma,
waktu setelah kejadian, kontaminasi bakteri, ada atau tidaknya jendalan
darah, fase inflamasi, teknik operatif, banyaknya jaringan pulpa yang
dipotong, dan pemilihan medikamen yang tepat untuk perawatan jejas.
2. Trauma Luksasi Gigi
Trauma yang melibatkan luksasi gigi biasanya terjadi sekira 16 –
60% insidensi terutama pada gigi permanen. Ada enam tipe trauma luksasi
yaitu :
1. concussion yaitu keadaan tidak ada kelainan atau perubahan namun
ditandain dengan reaksi positif pada saat tes perkusi
2. Subluxation yaitu kondisi terdapat suatu keadaan kegoyahan yang
abnormal namun tidak terdapat keadaan abnormal pada gambaran
radiografi
3. Lateral Luxation yaitu kegoyahan gigi terjadi pada arah lateral
4. Intrusive Luxation yaitu perubahan pada daerah apikal gigi kedalam
tulang alveolar
5. Extrusive luxation yaitu perubahan pada bagian koronal gigi sebagian
keluar dari soket
6. Total luxation seluruh bagian gigi lepas dari soketnya
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Avulsi pada gigi permanen biasanya terjadi pada anak lelaki usia 7-10

tahun. Penyebab yang khas biasanya karena kecelakaan bersepeda, bermain

skateboard dan olahraga-olahraga lain. Pada usia 7-10 tahun, akar pada gigi

permanen belum sepenuhnya matur, struktur jaringan periodontal masih longgar

dan hubungan akar dengan tulang alveolar masih lemah, serta tulang alveolar

relatif lunak. Berbeda dengan orang dewasa yang memiliki akar yang sudah matur,

jaringan periodontal yang kuat, serta tulang alveolar yang kuat sehingga lebih

cenderung mengalami fraktur gigi daripada avulse

B.SARAN

Semoga makalah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua dalam

melakukan penanganan avulse gigi.Sya sebagai penulis dalam penulisan makalah

ini jauh dari kata kesempurnaan,oleh karena itu sya sebagai penulis membutuhkan

saran maupun kritikan untuk penulisan makalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai