Anda di halaman 1dari 4

PROGRAM STUDI MAGISTER MENEJEMEN

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

UJIAN AKHIR SEMESTER

Hari/Tanggal Ujian : Sabtu, 15 Oktober 2016


Waktu Ujian : Pukul 13.00 s.d 14.30 Wib
Mata Kuliah : Hukum Bisnis
Kelas : Eksekutif
Dosen Pengampu : Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum

Soal-Soal

1. Jelaskan apakah korporasi dapat melakukan kejahatan pencucian uang dan


bagaimana kejahatan pencucian uang tersebut dapat dilakukan oleh korporasi !

2. Tindakan korporasi (corporate action) melakukan restrukturisasi perusahaan dalam


bentuk merger, akuisisi dan konsolidasi dapat bersentuhan dengan larangan hukum
mengenai praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Jelaskan keterkaitan restrukturisasi perusahaan dimaksud dengan pelanggaran
terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ! dan hal apa yang
harus diperhatikan perusahaan agar tidak melanggar hukum dalam melakukan
restrukturisasi dimaksud !

3. Jelaskan tentang sengketa konsumen dan mekanisme penyelesaian sengketa antara


pelaku usaha dengan konsumen menurut undang-undang perlindungan konsumen
di Indonesia !

4. Dalam kegiatan bisnis, pelaku usaha (perusahaan) tertentu selalu melakukan


kontrak baku (standard contract). Jelaskan apakah hal tersebut dibenarkan dalam
hukum di Indonesia dan hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam kontrak baku
(standard contract) tersebut agar tidak melanggar hukum !

5. Jelaskan prinsip-prinsip hukum dalam kontrak bisnis berikut ini :


a. Hardship
b. Forcemajeure
c. Contra properentem
d. Wanprestasi
e. Pacta sunservanda

= Selamat Ujian =

Dosen Penanggungjawab

Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum


PROGRAM STUDI MAGISTER MENEJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

5. Jelaskan prinsip-prinsip hukum dalam kontrak bisnis berikut ini :

a. Hardship, apabila pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi salah satu pihak, pihak
tersebut bagaimanapun juga terikat untuk melaksanakan perikatannya dengan tunduk pada
ketentuan tentang kesulitan (hardship). Prinsip mengikatnya kontrak bukan sesuatu yang
absolut, apabila terjadi keadaan yang menyebabkan perubahan yang sangat fundamental
atas keseimbangan dari kontrak tersebut, keadaan tersebut menjadi situasi yang
dikecualikan.

b. Forcemajure, Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat dimaafkan apabila
pihak tersebut dapat membuktikan bahwa wanprestasinya disebabkan oleh suatu rintangan di
luar pengawasannya, dan hal tersebut secara wajar tidak diharapkan akan terjadi. Apabila
rintangan bersifat sementara, maka pemberian maaf akan berakibat hukum atas jangka
waktu dengan memperhatikan akibat dari tintangan pelaksanaan kontrak tersebut.
Pihak yang gagal melaksanakan kontrak tersebut harus menyampaikan pemberitahuan
kepada pihak lain tentang rintangan dan akibat terhafap kemampuannya untuk
melaksanakan kontrak. Jika pemberitahuan itu tidak diterima oleh pihak lain dalam
jangka waktu yang wajar, ia bertanggungjawab atas kerugian akibat tidak diterimanya
pemberitahuan tersebut.

c. Contra Properentem, Pihak yang menggunakan syarat baku yang dipersiapkan terlebih dahulu
bertanggungjawab atas risiko ketidakjelasan rumusan yang dibuatnya. Jika syarat kontrak
yang diajukan oleh salah satu pihak tidak jelas, maka diberikan preferensi penafsiran yang
berlawanan dengan pihak pembuat syarat baku tersebut.

d. Wanprestasi, Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
menurut selayaknya (M. Yahya Harahap). Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak
dalam perjanjian tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan prestasi (kewajiban)
yang menjadi objek perikatan antara mereka (Subekti)

e. Pacta sunservanda, hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang
dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas
pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yang berbunyi: "Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang."

4. Hukum indonesia membolehkan hal tersebut terjadi , hal tersebut dapat ditemukan pada
Ketentuan pencantuman klausula baku ditentukan dlm Pasal 18 UUPK. Ketentuan yang membatasi
kewenangan pembuatan perjanjian baku baru ditemukan dalam UUPK, tetapi memang dpt ditunjuk
salah satu pasal dlm KUHPerdata yaitu Pasal 1337 KUHPerdata.

hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam kontrak baku (standard contract) tersebut agar
tidak melanggar hukum !

1. Sebagai pengusaha kita dilarang untuk menyatakan pengalihan tanggung jawab kepada
konsumen. Pengusaha tidak bisa menyatakan bahwa segala kerusakan atau kehilangan
ditanggung oleh konsumen. Pengusaha tetap harus bertanggungjawab terhadap barang dan
jasa yang dijual.

2. Pengusaha juga dilarang untuk menolak kembali penyerahan barang dari konsumen. Jika
barang yang baru dibeli oleh konsumen ternyata cacat atau rusak pengusaha harus
PROGRAM STUDI MAGISTER MENEJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

bertanggungjawab. Tentu saja sebelum bertanggungjawab, ditelusuri terlebih dahulu


penggunaan barang tersebut oleh konsumen, sudah sesuai aturan atau belum sesuai.

3. Pengusaha dilarang menyatakan bahwa mereka yang menolak pemberian uang kembali atas
barang yang dibayarkan konsumen. Jika terbukti barang yang dijual berkualitas rendah,
pengusaha harus mau mengembalikan uang yang dibayarkan konsumen.

4. Dilarang membuat klausul yang menyatakan penyerahan kuasa dari konsumen kepada
pelaku usaha untuk melakukan tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran.

5. Dilarang membuat klausul yang mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen. Jika terjadi kehilangan atau
kerusakan maka penjual tidak boleh lepas tangan.

6. Dilarang membuat klausul yang memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi
manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.

7. Pengusaha dilarang membuat klausul yang menyatakan tunduknya konsumen kepada


peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya. Saat melakukan transaksi, semua syarat dan ketentuan harus diberitahukan
kepada konsumen.

8. Sebuah klausul baku perjanjian dilarang memuat poin yang menyatakan bahwa konsumen
memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau
hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Tidak boleh ada
ketentuan dalam jual beli angsuran bahwa barang yang belum lunas dijadikan jaminan
terhadap utang pengusaha.

9. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

10. Setiap klausul baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang tidak sesuai ketentuan undang-undang akan batal demi hukum.

Ketentuan pencantuman klausula baku ditentukan dlm Pasal 18 UUPK yang menegaskan :

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan


dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas
3. Setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum
4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-
undang ini.
PROGRAM STUDI MAGISTER MENEJEMEN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

Anda mungkin juga menyukai