ULAMA JAWA
DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
Ahmad Adaby Darban*
ABSTRAK
Ulama Jawa di samping berperan sebagai pemuka agama Islam juga memiliki
fungsi sebagai informal leaders, dan juga sebagai key person dalam perjuangan
bangsa Indonesia melawan Kolonial Belanda. Fungsi itu berlaku karena sebagai
besar masyarakat adalah pemeluk Islam, dan kehidupan ulama sebagai religious
elite dekat dengan rakyat (merakyat).
Keberpihakan kaum birokrat tradisional kepada pemerintah kolonial menyebabkan
masyarakat mencari kepemimpinan baru yaitu para ulama sebagai pengayom dan pemuka
dalam perlawanan terhadap pemerintah kolonial.
* Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
27
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
agama).” (H.R. Abu Dawud dari Tirmidzi). nya berubah, hanya karena pengaruh materi
Diharapkan hidupnya seperti halnya para dan ambisinya. Ulama semacam ini biasanya
nabi yang telah lalu, sebagai penyampai akan menyimpang jauh dari nilai keulamaan-
risalah, penyebar dan pemelihara ajaran nya dan biasanya akan membingungkan dan
agama Islam, memimpin umat dan berani ber merusak umat yang dipimpinnya. Oleh
amar ma’ruf nahi munkar, memperbaiki dan karena itu, nama bagi ulama yang menyim-
meluruskan yang salah. Oleh karena itu, pang dari nilai keulamaannya, disebut ulama
ulama tidak hanya sekedar mempunyai ‘usu’, atau ulama yang sudah rusak,5 dalam
sebutan Al Mukarom atau yang mulia, tetapi bahasa sekarang lebih halus disebut sebagai
juga harus berani berjuang menegakkan “mantan Ulama”.
ajaran Islam dan mengayomi umat/rakyat-
nya, meskipun risiko penjara dan nyawa ULAMA PADA AWAL PENGEMBANGAN
harus dikorbankan. Seperti halnya Nabi ISLAM DI JAWA
Muhammad saw., berani menanggung risiko
Ulama pengembang Islam di Jawa
dikucilkan, disiksa, difitnah dianggap gila, dan
dinamai para Wali. Oleh karena jumlahnya
sebagainya. Ia juga ditawari iming-iming
sembilan, dinamai wali sanga. Termasuk
wanita, harta, dan tahta, asal mau meninggal-
dalam wali sanga itu ialah Maulana Malik
kan prinsipnya menyebarkan Islam, tetapi
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan
nabi menolak demi mempertahankan kebe-
Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus,
naran agamanya. Di samping itu, nabi lebih
Sunan Gunung Jati, Sunan Muria, dan Sunan
berani menjalani risiko pahit dalam perjuang- Drajat. Meskipun para sunan itu tidak hidup
annya.3 sezaman, secara berkesinambungan mereka
Begitulah nilai hakiki seorang ulama. menanamkan Islam di hati rakyat tanah Jawa
Oleh karena itu, ulama yang ideal adalah ini. Dalam menyebaran Islam mereka meng-
ulama yang masih mempertahankan dirinya gunakan pendekatan sinkretis dan juga
sebagai Warosatul Anbiya’, pewaris para akulturatif, yaitu dengan menggunakan
nabi. Dengan demikian, ulama yang sesu- lambang-lambang dan lembaga-lembaga
ngguhnya akan selalu berpihak kepada kebe- budaya yang telah ada kemudian diisi
naran berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah dengan ajaran Islam sehingga mudah dicerna
nabi, membela kaum yang lemah, kaum yang dan sampai pada masyarakat awam.6
ditindas atau dizalimi, meskipun risiko pahit Model da’wah semacam ini ialah sekaten
menimpanya. 4 Selain itu para ulama juga (Syahadatain), yang lahir di desa Glagah
dapat bekerja sama baik dengan aparatur Wangi Demak. Sekaten merupakan game-
pemerintah, maupun dengan sultan, sunan lan yang gendingnya dicipta oleh Sunan
dan sebagainya, asalkan pihak aparatur Kalijaga dengan nafas Islami, seperti Rabul-
pemerintah itu tidak bertentangan dengan ngalamina, Salatun, Solawatan dan sebagai-
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, serta menga- nya. Gamelan Sekaten merupakan da’wah
yomi rakyatnya dengan baik. Biasanya para melalui kesenian.7
ulama diberi tempat khusus sebagai Di samping sekaten juga dipakai
penasihat raja/sultan dan berfungsi pula pada lambang ketan, kolak, apem. Makanan ini
upacara keagamaan. dibuat dan diedarkan setiap bulan Ruwah
Meskipun idealnya ulama itu sebagai (Sya’ban). Secara etimologis, ketan berasal
pewaris nabi, perlu diperhatikan bahwa ulama dari kata Khotoan yang berarti kelemahan/
itu bukan nabi. Ulama tidak memiliki sifat kesalahan, kolak dari kata qola (mengucap-
makshum, sebagaimana utusan Allah SWT. kan), dan apem dari kata afuwun (mohon
yang dijaga-Nya. Oleh karena itu, kehidupan- ampun), Dengan demikian, makna ketan,
nya juga memiliki keterbatasan, misalnya kolak, dan apem secara keseluruhan adalah
sering tergoda oleh kemilaunya materi dan bila merasa bersalah cepat-cepatlah berkata
ambisi. Dengan demikian, dapat dipahami, mohon ampun.8 Da’wah menggunakan lam-
apabila ada orang yang sudah dikenal seba- bang-lambang budaya ini masih banyak lagi
gai ulama, kemudian tindakan dalam hidup- jenisnya.
28
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
29
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
30
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
seorang pengulu. Sultan Agung juga mem- kan munculnya prahara di Mataram, yaitu
berikan tanah perdikan kepada kaum ulama Raja dikalahkan rakyat yang dipimpin oleh
atau kyai yang mengasuh pondok pesantren, ulama (Kyai Kajoran) dan Trunojoyo.
dalam rangka pengembangan Islam di Bercermin pada pengalaman ini, para
wilayah Mataram. penerus raja-raja Mataram mengambil
Pesantren-pesantren desa dikembang- pelajaran bahwa bagaimanapun juga sebagai
kan di daerah-daerah kabupaten. Di samping pewaris kerajaan Islam dan berdiri di atas
itu, oleh para ulama juga didirikan pesantren rakyat yang beragama Islam mereka harus
besar, pesantren takhasus (keahlian khusus) berjalan menurut kaidah Islam. Di samping
dan perguruan tariqat.19 Menurut perkiraan itu kerajaan juga harus memberikan tempat
jumlah pesantren pada masa pemerintahan kepada kaum ulama untuk melaksanakan
Sultan Agung berjumlah 300 pesantren.20 upacara dan mengembangkan Islam di
Pada maa pemerintahan Sultan Agung wilayahnya. Pendekatan antara raja dan
hubungan raja dengan ulama berjalan harmo- ulama harus dipelihara baik dalam keten-
nis. Sultan Agung menghormati ulama (para teraman kerajaan dan rakyatnya. Oleh
kyai) sebagai tokoh yang bermoral dan ber- karena itu, tradisi kerajaan dengan struktur
ilmu pengetahuan tinggi. Sebaliknya, kaum resmi menempatkan ulama sebagai anggota
ulama menunjukkan loyalitasnya yang baik birokrasi merupakan keharusan bagi
terhadap raja.21 Para ulama diangkat sebagai kerajaan-kerajaan pewaris Mataram Islam.
penasihat tidak hanya dalam bidang agama,
tetapi juga dalam bidang politik pemerintahan TIPOLOGI ULAMA JAWA
dan militer. Pesantren-pesantren diizinkan
mengadakan latihan beladiri (pencak), dan Dari pertumbuhan dan pengembangan-
berlatih perang. Kegiatan ini dijadikan se- nya, ulama di Jawa dapat dikategorikan
bagai pertahanan rakyat yang akan digunakan menjadi 4 tipe ulama,24
untuk mobilisasi umum. Pada saat Sultan Tipe yang pertama, adalah golongan
Agung membutuhkan prajurit perang yang ulama yang merangkap sebagai penguasa
banyak para ulama tampil memimpin kaum pusat pemerintahan. Termasuk golongan ini
santri dan rakyat desa yang sudah terpilih ialah Sunan Giri dengan keturunannya dan
untuk membantu kerajaan. Pada tahun 1924, Sunan Gunung Jati di Cirebon. Pemimpin
Sultan Agung mengerahkan 30.000 tentara agama itu mempunyai reputasi tinggi dalam
yang terdiri atas prajurit kraton dan Wiratani bidang keagamaan, politik kenegaraan, dan
dengan 7.000 pendekar yang kebal. 22 otoritas sebagai pentahbis para sultan di
Pasukan Wiratani itu biasanya adalah hasil Jawa sebelum Mataram.
binaan kaum ulama pedesaan. Tipe yang kedua, adalah golongan ulama
Hubungan harmonis antara kaum ulama yang masih berdarah bangsawan. Hal ini
dengan Sultan Agung, hal itu terjadi karena dapat terjadi, karena sering para bangsawan
penguasa tidak menyimpang dari nilai-nilai ataupun raja mengawinkan puteranya de-
Islami, dan justru mengembangkannya. ngan ulama, atau keluarga ulama. Ulama
Namun, apabila raja yang sedang memerin- yang golongan kedua ini antara lain Ki Ageng
tah menyimpang dari nilai-nilai Islami, Pandan Arang, Sayid Kalkum, dan Panem-
hubungan itu akan retak.23 Hal ini terjadi pada bahan Rama atau Kyai Kajoran. Yang disebut
saat Mataram diperintah oleh Amangkurat I, terakhir ini (Kajoran) justru masih keturunan
setelah Sultan Agung wafat. Panembahan Senopati, raja Mataram perta-
Oleh karena Amangkurat bersahabat ma (pendiri dinasti Mataram).25
dengan VOC (Belanda 1646), pengaruh Tipe yang ketiga, adalah golongan ulama
sekulerisme masuk di dalam Kerajaan sebagai alat birokrasi kerajaan/tradisional.
Mataram. Upacara dengan minuman keras Ulama birokrat bertugas pada upacara ke-
dibudayakan di keraton, raja lebih menghargai agamaan kraton, pernikahan keluarga raja,
orang Belanda dari pada Dewan Parampara. urusan tempat ibadah, dan makam. Di
Raja berlaku otoriter sehingga mengakibat- samping itu ulama kelompok ini juga ber-
31
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
peran sebagai pemberi fatwa tentang hukum- nya, ulama dijadikan sebagai tokoh yang
hukum agama. Ulama golongan ini sering memimpin politik, memimpin gerakan sosial,
disebut sebagai Abdi Dalem Pamethakan, dan juga memimpin gerakan melawan
Abdi Dalem Kaji, Abdi Dalem Suronoto, dan penjajah. Dapat dikatakan pula ulama adalah
sebagainya. Mereka berada di bawah kepe- informal leaders sebagai key person yang
mimpinan Penghulu Kraton. ditaati oleh masyarakat di lingkungan yang
Tipe keempat, adalah golongan ulama dipimpinnya.
pedesaan yang hidup di desa-desa dan tidak Idealnya ulama itu berkarakter sebagai
memiliki hubungan dengan birokrasi. Kaum pewaris para nabi, yang tampil untuk men-
ulama desa ini bekerja independen menurut sosialisasikan ajaran Islam di tengah-tengah
kemauannya sendiri untuk mengembangkan masyarakat, dengan mengedepankan pe-
agama Islam di daerahnya. Ulama desa ini nyampaian ajaran (tablig), kejujuran (siddiq),
lebih akrab dan dekat dengan rakyat. Oleh dapat dipercaya/bertanggung jawab (ama-
rakyat desanya, mereka dihormati sebagai nah),dan dengan kecerdasan (fathanah).
elite religius dan tempat bertanya. Termasuk Tingkah laku ulama akan membawa keten-
dalam Tipe ini juga kaum ulama pengembara, teraman (sakinah), kesejahteraan di alam
dan ulama yang menetap di daerah perdikan. semesta (rakhmat lil ‘alamin), kesejukan,
Dari keempat tipologi ulama diatas, dan kedamaian (islah), sehingga akan
dapat dilihat bahwa tipe pertama pada saat menjadi tumpuan hati umat. Namun, ulama
ini sudah tidak ada lagi, sedangkan tipe tidak dapat se-sempurna nabi karena nabi
kedua dan keempat merupakan ulama yang di-ma’shum-kan (dijaga dari perbuatan
di dalam sejarah lebih independen, dan berani tercela) oleh Allah SWT., sedangkan ulama
menyampaikan secara tegas kebenaran Is- adalah manusia biasa, yang dapat tergoda
lam, meskipun harus bertentangan dengan oleh gemerlapnya dunia. Oleh karena itu,
penguasa. Ulama tipe ketiga, yaitu ulama terdapat pula istilah “ulama ‘usu’ “ (ulama yang
birokrat, biasanya merupakan alat upacara rusak) karena dikendalikan oleh hawa
kraton, hidupnya sangat bergantung pada nafsunya sehingga kehilangan karakter
maisah dari kraton. Oleh karena itu, lebih keulamaannya.
terikat pada penguasa. Dalam perkembangan awal Islam di
Walaupun dapat digolongkan dalam tipe- Jawa terdapat beberapa ulama yang men-
tipe diatas, para ulama itu tidak menyendiri. dapatkan julukan “wali”, tugasnya menyebar-
Mereka sering berhubungan dengan yang kan dan mempertahankan Islam dengan
lain terutama dalam masalah dakwah dan menggunakan pendekatan kultural. Pen-
pengembangan agama. Dialog antarulama dekatan kultural ini lebih cocok bagi masya-
dari berbagai tipe ini dilakukan untuk saling rakat Jawa sehingga penyebaran dan pe-
mengisi kekurangan yang ada dalam ngembangan Islam di Jawa dapat berjalan
memimpin umat. Adapun yang menyatukan cepat dan mengakar meskipun intensitas
mereka adalah mereka sama-sama masih keislamannya bervariasi. Pada awalnya
merasa menjadi Warosatul Anbiya’, dengan ulama di Jawa memiliki kedudukan yang
segala konsekuensinya. tinggi, dan yang memberikan gelar serta
sebagai penasihat bagi para raja di Jawa.
SIMPULAN Namun, semenjak Sultan Agung Hanyakra-
kusuma, kedudukan para ulama dijadikan
Nama “Ulama” merupakan jamak dari pembantu raja dalam urusan keagamaan
kata bahasa Arab “Alim”, yang artinya orang (semacam depertemen agama), dan masuk
berilmu atau ilmuwan. Setelah masuk dalam dalam dewan parampara (penasehat raja).
masyarakat Jawa, kata ulama mempunyai Di samping para ulama yang ada di birokrasi,
arti yang lebih luas, yaitu sebagai ahli agama terdapat pula para ulama yang berada di pede-
Islam sekaligus sebagai tokoh dan pemimpin saan dengan aktivitas mengelola pondok
keagamaan. Dalam perkembangan selanjut- pesantren, madrasah, serta menjadi guru
32
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
33
Ahmad Adaby Darban, Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah
Jonge, J.K.J. 1873. de De Opkomst ….,djilidVII. Mataram“. Bacaan Sejarah No. 9. Maret
Muhammad Husain Haekal. 1992. Sejarah Hidup 1980, hlm. 3.
Muhammad. Terjemahan Ali Audah, Jakarta: F.A. Sutjipto. 1980. “Pengaruh Ulama Dalam
Litera Antar Nusa. Bidang Politik Dan Militer Di Kerajaan
___________. 1973. ResearchPertamaSejarah Mataram“. Bacaan Sejarah No. 9. Maret
dan Da’wah Islamiyah Sunan Giri, Gresik: 1980.
Lembaga Research Pesantren Luhur Islam. ___________. 1971. Pemimpin-pemimpinAgama
Sartono Kartodirdjo. 1974. Kepemimpinan Di Wilayah Keradjaan Mataram Sekitar Abad
Sejarah Indonesia, Yogyakarta: BPA-UGM. 18. Tidak diterbitkan.
Schriche, B. 1959. Indonesia Sociological Studies, _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ .1886. TijdschriftBataviaasch
II, Bandung: W. van Hoeve Ltd. Genootschap, No. 31/Th 1886.
Sri Sutjiantiningsih dan Sutrisno Kuntoyo. Titi Asri. 1978. Buku Bacaan dan Sastra Indone-
1980/1981. Sejarah Pendidikan Daerah sia serta Daerah. Jakarta : Proyek Penerbitan
Istimewa Yogyakarta, Jakarta: Proyek IDKD Buku Dep. P&K.
Dep. P & K. Wiji Saksana. 1996. Mengislamkan Tanah Jawa.
Sutjipto, F.A. 1969. “Panembahan dalam Sistem Jakarta : Mizan.
TitularTradisional“. Buletin Fakultas Sastra Zamakhsyari Dhofir. 1982. Tradisi Pesantren.
& Kebudayaan UGM,No.1. Jakarta : LP3ES.
___________. 1980. “Pengaruh Ulama Dalam
Bidang Politik dan Militer di Kerajaan
34