Anda di halaman 1dari 7

6 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.

1, Maret 2007; hal 6-12


PENELITIAN

PENGALAMAN PASIEN PERTAMA KALI TERDIAGNOSIS


HIV/AIDS: STUDI FENOMENOLOGI DALAM PERSPEKTIF
KEPERAWATAN
Welly Vitriawan*, Ratna Sitorus**, Yati Afiyanti ***

Abstrak

Suatu studi fenomenologi telah dilakukan untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS
termasuk pengalaman menerima pelayanan kesehatan dari para praktisi kesehatan. Data studi ini diperoleh dari 6 partisipan,
dikumpulkan melalui wawancara formal tidak berstruktur yang mendalam sebanyak dua kali di ruang rawat khusus HIV/AIDS RS X
di Jakarta. Wawancara direkam kemudian dibuat dalam bentuk transkrip wawancara. Hasil penelitian mengungkapkan variasi berbagai
pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS. Setiap pasien dalam studi ini saat pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS
mengalami stress. Pasien juga mengalami proses berduka. Berbagai mekanisme koping dan adaptasi telah dilakukan pasien. Selain
itu setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya terutama dari keluarga,
pasangan, teman terdekat, dan petugas kesehatan. Pasien juga membutuhkan pelayanan keperawatan termasuk membutuhan
perawat yang bersikap baik dan komunikatif. Hasil studi ini diharapkan perawat medikal bedah akan lebih memahami harapan pasien
HIV/AIDS untuk dapat meningkatkan kualitas hidup.

Kata kunci: berduka, HIV/AIDS, pengalaman pertama kali terdiagnosis, stress.

Abstract

This a phenomenology study which aims to understand the diverse of patients’ first time experiences when they were diagnosed with
HIV/AIDS included experience accepted of health care. The data collection from six participants with deep interviewed in the X
Hospital in Jakarta. Interview recorded thus transcripted. The findings showed that the patients’ first time experiences when
diagnosed with HIV/AIDS were depicted emotionally and filled with thematic expressions. It was concluded from this study that the
physical, psychological and social stress were considered as the first time experiences of patients when diagnosed with HIV/AIDS.
Whilst the first grieving process experienced by the patients. The coping mechanisms identified as the first time experiences were the
openness to others, self motivated, and struggled to adapt to the any circumstances. The research findings suggested that the first
time experiences of every patient when diagnosed with HIV/AIDS required supports primarily from relatives, spouse, significant
friends and health care providers. The needs to the nursing care and good behaviors and communication of nurses were also
included as the first needs and expectations of the patients to the nurses. Furthermore, the study also made suggestions that
supports, recognition and improvement of the nursing service provided for the first time experience of patients being diagnosed with
HIV/AIDS, in turn, would lead to the better patients’ live and reassure the quality of nursing care

Key words: first time experience were diagnosed, grieving, HIV/AIDS, stress.

Pasien diperkirakan mengawali proses berduka


LATAR BELAKANG saat mendap at kan info r masi p ert ama kali
terdiagnosis HIV/AIDS. Hal ini menyebabkan
Aquired Immune Defficiency Syndrome (AIDS) stress fisik, psikologis, dan sosial. Keterlibatan
merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan emosi membangkitkan penolakan (denial) terhadap
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang diagnosis, kemarahan (anger), penawaran (bar-
menyerang sistem kekebalan tubuh (Noer, 1996). gaining), dan depresi (depression) namun pada
Penyakit ini menjadi ancaman bagi individu, keluarga, akhirnya pasien harus menerima kenyataan (accep-
dan masyarakat karena dampak yang ditimbulkannya. tance). Selain itu pasien merasa tidak nyaman dan
Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS: Studi fenomenologi (Welly Vitriawan, Ratna Sitorus, Yati Afiyanti) 7

beranggapan bahwa mengidap HIV adalah HIV/AIDS di Indo nesia yang mencerit akan
memalukan dan sebagai akibatnya mereka khawatir pengalamannya saat pertama kali terdiagnosis. Selain
dipermalukan, dihindari, didiskreditkan, dan ditolak itu, belum banyak informasi yang menyatakan
(O’Neill et al., 2003). bahwa pasien HIV/AIDS di Indonesia dapat
mengalami stress fisik, psikologis dan sosial akibat
Elemen pendukung yang dibutuhkan dalam informasi medis yang didapat dan selama mereka
penanganan HIV/AIDS adalah tersedianya tenaga menjalani sakit.
kesehatan terlatih. WHO mengatakan bahwa
diperlukan upaya untuk menjamin tenaga kesehatan Dalam studi ini, peneliti menggunakan berbagai
yang memad ai d alam member ik an akses penjelasan yang diungkapkan oleh sejumlah pasien
menyeluruh bagi pencegahan, pengobat an, HIV/AIDS di RS X Jakarta yang mengekspresikan
perawatan, dan dukungan pada pasien HIV/AIDS berbagai perasaan, pikiran, dan pengalaman mereka
hingga tahun 2010 (WHO, 2006; Depkes RI, saat pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS.
2006). Salah satu elemen pendukung tersebut
perawat yang cakap dan mampu mengelola pasien METODOLOGI
HIV/AIDS secara ko mprehensif. Menurut
Studi ini mempelajari pengalaman pasien
Nurachmah (2004), perawat merupakan bagian
pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS dengan
dari tim pelayanan kesehatan yang memberikan
menitikberatkan pada arti atau makna hidup pasien
asuhan keperawatan secara holistik.
d alam menjalani sak it . Feno mena yang
Untuk meningkatkan keahlian dan pencapaian mendasarinya adalah respon fisik, psikologis, dan
kompetensi profesi perawat pada pelayanan sosial yang terjadi saat pertama kali terdiagnosis.
keperawat an di Indo nesia, dik embangk an Dengan fokus penelitian kualitatif pada kedalaman
pendidikan keperawatan yang lebih tinggi yang dan proses, penelitian ini hanya melibatkan 6
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelayanan partisipan (Poerwandari, 2005).
profesional dengan diselenggarakannya Program
Data studi ini dikumpulkan melalui wawancara
Magister Keperawatan dan Program Ners Spesialis
f ormal t idak berst ruk tur ( unstructured formal
untuk dapat melaksanakan tugas-tugas berdasarkan
interviews) yang mendalam sebanyak dua kali
peran mandiri sebagai Ners Spesialis, antara lain:
dengan para partisipan. Peneliti juga membuat
1) sebagai pemberi asuhan keperawatan; 2) sebagai
catatan lapangan (field notes) untuk lebih menjamin
peneliti, dan; 3) sebagai pendidik. Peran ini
percapaian hasil deskripsi yang komprehensif dan
merupakan perwujudan menjunjung tinggi harkat
keakuratan hasil deskripsi tersebut (Streubert &
manusia dan meningkatkan derajat kesehatan,
Carperter, 1999).
k et ig anya mer u p ak an p er an yang har u s
dipertanggungjawabkan kepada profesi, keilmuan, Analisis d at a dilaku k an set iap selesai
bangsa, dan kepada Tuhan YME. mengumpulkan data dari satu partisipan. Transkrip-
transkrip dari hasil wawancara dan catatan lapangan
Sejumlah penelitian yang dilakukan di Amerika
(field notes) yang telah dibuat peneliti secara
Serikat, Afrika Selatan, Uganda dan Puerto Rico
bersamaan dianalisis dengan teknik analisis spesifik
telah melaporkan tentang pengalaman pasien HIV/
dengan menggunakan pendekatan analisis selektif
AIDS, stigma, dukungan dan peran perawat dalam
dan focusing (The selective or high lighting
mengelola pasien HIV/AIDS di rumah sakit maupun
approach) untuk mengungkap dan mengisolasikan
di masyarakat (Holzemer, 1998; Sherman, 2000;
berbagai aspek tematik dari fenomena-fenomena
Carter, 2002; Ciambrone, 2002; Mallory, 2002;
yang disoroti dalam studi ini.
Diaz & Alfonso, 2003; Vosvick, 2003). Sementara
itu masih sangat sedikit informasi tentang pasien
8 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 6-12

HASIL PENELITIAN 2. B erdu ka d i al ami pa sien perta ma kal i


terdiagnosis HIV/AIDS.
Karakteristik Partisipan
Semua partisipan dalam studi ini mengawali
Usia partisipan 24–40 tahun dan tinggal di DKI berduka dengan penolakan terhadap diagnosis
Jakarta. Latar belakang pendidikan mereka yaitu HIV. Berikut ini adalah ungkapan partisipan
4 tamat SMU dan 2 sarjana. Pekerjaan partisipan tersebut:
bervariasi yaitu 1 karyawan, 1 sales freelance, 1
mahasiswa, dan 3 orang tidak bekerja. Agama yang ... yang saya ingat saya sulit menerima,
dianut partisipan adalah 3 Islam dan 3 Kristen. Sta- ra sanya saya ing in meledak. Sa ya
tus perkawinan partisipan yaitu 5 belum kawin dan t i d a k ya k i n d a n g i ma n a … b e n a r
1 sudah berkeluarga selama 1 bulan. Ketika nggak sih hasil itu. Apa mungkin benar
diwawancarai, seorang partisipan mengakui hasil saya bukan punya orang lain.
memiliki pasangan homoseksual dengan orang Saya baca nama saya, hasil test, saya
asing, sedangkan 5 orang lainnya mengakui baca nama saya lagi dan berulang-
menggunakan NAPZA dengan alat suntik. Hasil ulang. Sampai saya perhatikan semua
wawancara lainnya yaitu 3 partisipan telah sudut surat kalau-kalau test ini bukan
terdiagnosis HIV sekitar 4 bulan yang lalu dan 3 milik saya.
orang lainnya sekitar 5 bulan yang lalu dengan S elain it u kebanyak an p art isip an
tempat pemeriksaan HIV di beberapa rumah sakit mengungkapkan kemarahan dan menyalahkan
di Jakarta dan Bandung. o rang lain. Ter d apat 2 p art isip an
GAMBARAN BERBAGAI PENGALAMAN mengungkapkan pengalamannya pada fase
PARTIS IPAN PERTAM A K ALI penawaran. Selanjutnya semua partisipan
TERDIAGNOSIS HIV/ AIDS masuk dalam fase depresi yang diasosiasikan
dengan frustasi, bersedih, bingung, ketakutan,
Analisis Tematis
dan menyalahkan diri sendiri. Para partisipan
1. Setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/ menganggap sedang menghadapi kematian
AIDS mengalami stress. mereka sendiri atau ketidakmampuan menjalani
Seorang partisipan mengungkapkan stress saat kehidupan selanjutnya. Berikut petikan
pertama kali dirinya terdiagnosis HIV/AIDS ungkapan salah satu partisipan:
yang menyebabkan ket idakseimbangan,
Ya ... saya merasa saya sudah tidak
gangguan fungsi dan ketidaknyaman fisik saat
berguna nggak ada yang bisa saya
pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS. Seperti
lakukan. Habis sudah harapan saya
ungkapan salah satu partisipan:
kedepannya. Takut sekali, ga bisa
Secara fisik saya sehat waktu itu tapi dibayangkan. Takut mati. Pasti saya akan
pas tahu saya dideteksi HIV ... lemes menderita kalo belum mati. Jadi saya
mas, keluar keringet dingin, jantung menunggu ajal saja.
saya deg-degan sakit rasanya, saya
Menurut salah satu partisipan, tidak ada lagi
seperti lumpuh, kakiku dingin.
yang dapat dilakukan karena sudah tidak
Selain itu 2 partisipan yang mengalami stress mempunyai harapan sehingga pada akhirnya
psikologis yaitu merasa tertekan dan merasa semua partisipan menerima kenyataan hidupnya
buruk. Sedangkan stress sosial yang terjadi dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan
pada sebagian besar partisipan adalah merasa YME.
t id ak nyaman dan berang gapan bahwa
mengidap HIV adalah memalukan.
Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS: Studi fenomenologi (Welly Vitriawan, Ratna Sitorus, Yati Afiyanti) 9

3. Berbagai mekanisme koping dan adaptasi dukungan teman terdekat seperti teman kantor,
pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS. bersosialisasi dan teman sesama pengidap HIV/
Beberapa partisipan berupaya terbuka dengan AIDS merupakan kelompok berikutnya yang
orang lain mengenai kondisinya dan berusaha dibutuhkan. Sama halnya dengan yang di atas,
u nt u k mensemang at i dir i send ir i dar i kebutuhan dukungan dari petugas kesehatan
keterpurukan dan dari masalah yang dihadapi. merupakan salah satu kelompok yang dicari
Berikut ungkapan partisipan tersebut: oleh partisipan untuk mendapatkan pengobatan
terbaik.
Saya kan nggak bisa saya pendam 5. Berbagai kebutuhan pelayanan keperawatan
sendiri karena masalah ini kan cukup d a n h a ra p a n p a si en pert ama ka l i
besar karena nanti efeknya nggak cuma terdiagnosis HIV/AIDS.
ke saya sendiri tapi dampaknya kan
kekeluarga. Jadi saya harus ngomong Semua partisipan mengungkapkan penerimaan
ke orangtua ... waktu itu saya cerita yang cukup baik pada pelayanan keperawatan,
sama ibu ... waktu itu saya deketi ibu namun partisipan menaruh harapan kepada
pas saya sudah agak tenang mas, saya perawat unt uk lebih menghargai pasien
co ba ceri t a sa ma i bu kal o sa ya sebagaimana manusia seutuhnya. Seperti
sebenarnya seperti ini ... ungkapan berikut:
Saya perlu dirawat mas ... ya saya pikir
Ungkapan lain yang partisipan sampaikan semuanya sudah baik menurut saya
adalah mencoba menyesuaikan diri dengan mun g kin n gg a k t a h u ya a ku si h
lingkungan. menjalaninya sesuai apa yang mereka
4. Setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/ katakan aja ... Ya kalau ada ... seperti
A I DS memb u tu h kan d uku n ga n da ri pemeriksaan ... maksud saya, saya cuma
lingkungan sekitarnya. nunggu aja diperiksa dan minum obat.
Semua partisipan mengungkapkan pentingnya Selain itu setiap partisipan mengungkapkan
dukungan keluarga dan merupakan kelompok kebutuhannya terhadap perawat yang bersikap
pertama yang dihubungi partisipan saat pertama baik dan komunikatif pada saat pertama kali
kali t erdiagno sis HIV/AIDS, ungkapan t er d iag no sis. Kemud ian p art isip an
partisipan sebagai berikut: mengharapkan perlunya meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan ke depannya lebih baik.
... mereka bener-bener mencintai saya
... saya yakin mereka sedih, saya bilang PEMBAHASAN
kalau mereka harapan satu-satunya
sa ya . .. saya mo h o n b a n tu saya . Stress merupakan respon tubuh yang tidak
Sebenernya mas saya takut kalau saya spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu,
men in g ga l t ib a -t ib a d an kel ua rg a suatu fenomena universal yang terjadi dalam
b ert a n ya - t an ya ken a pa p erl a ku a n kehidupan yang tidak dapat dihindari, kemungkinan
jenasah saya berbeda dengan jenasah besar setiap pasien HIV/AIDS mengalaminya, stress
lainnya. Jadi mereka harus tahu segera memberi dampak secara total pada partisipan yaitu
... ya mas saya harus siap-siap mati kalo terhadap fisik, psikologis, dan sosial. Semua pasien
saya mati kan mereka yang mengurus. mengalami ketegangan hidup, yang diakibatkan
adanya tuntutan dan tantangan, kesulitan, ancaman
Selain itu, para partisipan membutuhkan
ataupun ketakutan terhadap bahaya kehidupan yang
dukungan dari pasangannya sebagai orang yang
semakin sulit dipecahkan.
dapat dipercaya selama ini. Selanjutnya
10 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 6-12

Stress yang berlarut-larut dan dalam intensitas Hasil studi ini juga didukung oleh penemuan
yang tinggi dapat memperberat penyakit fisik dan Carter (2002), dalam penelitiannya melaporkan
mental pasien, yang akhirnya dapat menurunkan bahwa depresi dan kegelisahan dialami oleh
produktifitas kerja dan hubungan interpersonal sebagian yang sangat besar pada pasien HIV/AIDS.
(Hubbard, 2006c). Selain itu pasien pertama kali Sekitar 72% mengatakan mereka mengalami
terdiagnosis HIV/AIDS juga mengalami berduka. depresi, 65% mengalami kegelisahan, dan 48%
Berdasarkan kerangka k erja stages of dying oleh insomnia. Selain itu pada fase penerimaan, sikap
Kubbler-Ross (1969), proses berduka itu sendiri penerimaan telah tercapai. Reaksi fisiologis menurun
melalui 5 tahap. Ditinjau dari hasil studi ini, pada dan interaksi sosial dimulai lagi. Sikap ini ada bila
fase penolakan, pasien menolak untuk percaya seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada
bahwa sebuah kehilangan telah terjadi. Ungkapan hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak
partisipan tersebut didukung oleh penelitian Mallory ada harapan.
(2002), tentang pengisolasian wanita Afrika
Berbagai mekanisme koping dan adaptasi
Amerika yang mengidap HIV. Hasil penelitian ini
terhadap lingkungan telah dicoba pasien saat
melaporkan bahwa telah terjadi penolakan terhadap
pertama kali terdiagnosis. Dari temuan studi ini,
diagnosis, depresi wanita Afrika Amerika pengidap
beberapa pasien menangis dan melamunkan
HIV dan k et idak nyamanan menyampaikan
kehidupannya ke depan. Setelah mulai pada fase
pendapat bila menderita HIV. Wanita-wanita
penerimaan, pasien mencoba berbicara dan terbuka
tersebut mengungkapkan pentingnya memahami
dengan orang lain seperti keluarga dan orang lain.
perasaan dan keinginan wanita Afrika Amerika
Yang perlu diperhatikan beberapa pasien mengalami
pengidap HIV.
kesulitan dengan keterbukaan tentang status
Pada fase kemarahan, pasien mempertahankan terinfeksi HIV-nya terhadap keluarga, komunitas/
kehilangan dan mungkin bertindak lebih pada setiap masyarakat atau pun tempat kerja (Murni, 2003).
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
lingkungan. Pada fase ini pasien lebih sensitif Sebuah penelitian yang dapat dipertimbangkan
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal dengan hasil studi ini yang berkaitan dengan
ini merupakan koping individu untuk menutupi penggunaan koping dan adaptasi adalah penelitian
perasaaan kecewa dan merupakan manifestasi dari tentang hubungan fungsional kualitas hidup,
kecemasannya menghadapi kehilangan. Sedangkan strategi koping dengan stress pada pasien HIV/
pada fase penawaran ada semacam penundaan AIDS. Penelit i menguji fakto r-fakt o r yang
tentang kenyataan kehilangan. berhubungan dengan 4 dimensi fungsional kualitas
hidup (fungsi fisik, energi/ kelelahan, fungsi sosial,
Seseorang mungkin berusaha untuk membuat dan fungsi peran). Hasil penelitian ini melaporkan
cara yang sama untuk mencegah kehilangan. Pasien bahwa sebagian besar menggunakan strategi
mencari cara untuk mencoba membandingkan suatu koping maladaptif dihubungkan dengan tingkat
kondisi selama fase ini. Tujuan pembandingan ini energi yang rendah dan fungsi sosial yang rusak.
adalah untuk mencoba mencari pembenaran atas Harapan intervensi dikembangkan berdasarkan
alasan perasaannya. Salah satu pasien pada studi strategi koping adaptif yang didasarkan pada aspek
ini sering kali mengungkapkan kata-kata penawaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS (APA, 1993;
d alam mencer it akan p engalamannya yang Vosvick, 2003).
menunjukkan pasien telah melalui fase ini. Pada fase
Selanjutnya dalam studi ini, pasien berusaha
depresi terjadi ketika kehilangan diketahui dan
menyemangati diri sendiri dan berupaya untuk dapat
hubungan signifikannya menjadi lebih jelas. Fase ini
melanjutkan hidupnya dengan lebih bermakna
mungkin dikaitkan dengan kesendirian dan
berdasarkan kejadian-kejadian yang telah dilaluinya
penarikan diri secara keseluruhan.
Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS: Studi fenomenologi (Welly Vitriawan, Ratna Sitorus, Yati Afiyanti) 11

sebelum, selama dan setelah terdiagnosis HIV positif. petugas kesehatan (dokter, perawat, tenaga
Semangat hidup ini timbul bersamaan dengan pulihnya laborat, dan ahli gizi) yang menangani masalah infeksi
kesadaran terhadap diri sendiri, kebutuhan dan peran HIV/AIDS. Kemudian hasil penelitian ini melaporan
lingkungan yang membentuk serta proses menerima tentang pemilihan jenis dan cara penyampaian
kenyataan hidup. Selanjutnya peneliti juga menemukan informasi yang tepat pada pasien HIV/AIDS.
beragam penyesuaian diri pasien terhadap lingkungan. Berdasarkan hasil temuan dalam studi ini perawat
bersikap baik dan komunikatif terhadap pasien. Hal
Dukungan yang diharapkan pasien setelah ini dapat diluruskan bahwa perawat selalu mencari
terdiagnosis HIV/AIDS berasal dari keluarga, bent u k yang t ep at ag ar info r masi yang
pasangan, teman terdekat dan petugas kesehatan. d imilikit ent ang k esehat an pasien d ap at
Sebagian besar pasien berkeinginan untuk membagi tersampaikan (Feris, 2001).
kabar ini dengan seseorang yang dekat dengannya.
Setelah memberi tahu orang lain, beberapa pasien
KESIMPULAN
mendapatkan reaksi yang positif dan bermanfaat,
tetapi ada juga yang mendapatkan kekecewaan atau Pengalaman pasien pertama kali terdiagnosis
lebih buruk dari itu. Menurut penuturan beberapa HIV/AIDS berdampak pada aspek fisik, psikologis
pasien, harus benar-benar yakin bahwa orang yang dan sosial, antara lain setiap pasien saat pertama
akan diberi tahu dapat dipercaya. kali terdiagnosis HIV/AIDS mengalami stress dan
berduka pada saat itu. Setiap pasien menggunakan
Hasil studi ini ternyata sesuai dengan penelitian
berbagai mekanisme koping dan adaptasi. Selain
yang dilakukan oleh Ciambrone (2002), dalam
itu setiap pasien pertama kali terdiagnosis HIV/
studinya peneliti menekankan pada pentingnya
AIDS membutuhkan dukungan dari lingkungan
pemberian dukungan informal pada pasien yang
sekitarnya. Berbagai kebutuhan dan harapan pasien
menderita penyakit kronik, penting sekali untuk
pertama kali terdiagnosis HIV/AIDS terhadap
memahami secara mendalam kebutuhan dan
pelayanan keperawatan yang selanjutnya dapat
dampak pada wanita dengan HIV/AIDS yang
membantu pasien dengan HIV/AIDS meningkatkan
dikemas melalui sebuah jaringan kerja informal.
kualitas hidupnya (HH).
Hasil penelitian ini melaporkan bahwa partisipan
memiliki seorang pendukung selama mengidap HIV/
AIDS, biasanya keluarga dekat atau seseorang yang * Welly Vitriawan, S.Kep. SH., M.Kep.: Staf
memiliki ikatan emosional. Kelompok pendukung Akademik Poltekes Malang, Jawa Timur
lain yang dicari oleh pasien saat pertama kali ** Dr. Ratna Sitorus, SKp. M.App.Sc.: Staf
terdiagnosis HIV/AIDS adalah petugas kesehatan Akademik Kelompok Keilmuan Keperawatan
untuk menentukan pengobatan, status kesehatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan
dan apa yang harus dilakukan pasien dalam Universitas Indonesia
menjalani sakit . Selanjut nya set iap pasien
membutuhkan pelayanan keperawatan yang *** YatiAfiyanti, SKp. MN: StafAkademik Kelompok
komprehensif dan holistik baik dalam memberikan Keilmuan Keperawatan Maternitas Fakultas Ilmu
pelayanan maupun sikap yang ditunjukan perawat Keperawatan Universitas Indonesia
dan berharap mutu pelayanan keperawatan dapat
ditingkatkan dalam menangani HIV/AIDS.
Hal ini didukung pula oleh penelitian Smith &
Debus tahun 1993 dalam Aulia (1994), tentang
peranan penelitian kualitatif dalam pencegahan
AIDS yang membahas reaksi emosional para
12 Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 6-12

KEPUSTAKAAN Mallory, C. Miles, M.S. Davis, D.H. (2002).Reciprocity


and retaining African-American women with
American Psychiatric Association (APA). (1993). HIV in research. W.B. Saunders Company
Coping with HIV and AIDS. http://
Noer, S. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid
www.thebody.com/sitemap.html, December 1993.
I. (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Diperoleh 1 September 2006.
Nurachmah, E. (2004). Perawat, professionalisme,
Aulia, H. (1994). Pencegahan AIDS melalui promosi
dan peluang kerja. Jakarta: Program Pascasarjana
kesehatan: Masalah yang sensitive. Bandung:
Fakultas Ilmu Keperawatan Univesitas Indonesia.
Penerbit ITB.
Makalah tidak dipublikasikan.
Carter, M. (2002). Depression and HIV/AIDS.
O’Neill et al. (2003). A clinical guide to supportive
Journal of Advanced Nursing. 30 (4), 825-834.
and palliative care for HIV/AIDS. USA:
Ciambrone, D. (2002). Informal networks among Department of Health and Human Services
women with HIV/AIDS: Present spport and
Poerwandari, E.K. (2005). Pendekatan kualitatif
future prospects. Qualitative health research,
dalam penelitian psikologi. Jakarta: LPSP3 UI.
Vol.12 No. 7, September 2002, 876-896.
Sherman D.W. (2000). Experiences of AIDS-
Ferris, FD., Flannery, JS., McNeal, HB., Morisette,
dedicated nurses in alleviating the stress of AIDS
MR., Cameron, R., & Bally, GA. (2001).
caregiving. Journal of Advanced Nursing, 31(6),
A comprehensive guide for the care of persons
1501-1508.
with HIV disease. Modul 4: Palliative Care.
Toronto, Ontario: Mount Sinai Hospital and Casey Streubert, HJ. Carpenter, DR. (1999). Qualitative
House Hospice. research in nursing: Advancing the humanistic
imperative. (2nd Edition). Philadelphia: Lippincott
Hubbard, MJ. (2006c). Nursing care of the HIV-
Williams & Wilkin.
infected inmate: Mental health issues in HIV-
infected inmates. Module 7. New York: Albany Vosvick, M. et al. (2003). Relationship of functional
Medical College quality of life to strategies for coping with the stress
of living with HIV/AIDS. Journal Psichosomatic
44:51-58, February 2003. Academy of
Psichosomatic Medicine.

Anda mungkin juga menyukai