Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Spondylitis Tuberkulosis atau yang dikenal dengan sebagai Pott’s Disease,


merupakan suatu infeksi pada tulang belakang atau vertebra beserta dengan diskus
intervertebralis yang disebabkan oleh suatu bakteri aerob, yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Lebih dari 5.8 juta kasus TB baru (dalam segala bentuk, pulmoner
maupun extra-pulmoner) dilaporkan kepada World Health Organisation (WHO)
pada tahun 2009.1 Di Amerika Serikat, tuberkulosis pada tulang dan sendi
diperhitungkan sebanyak 10% dari total kasus-kasus infeksi bakteri
M.tuberkulosis.1 Tulang yang sering terinfeksi adalah tulang-tulang yang pada
umumnya menjadi tumpuan berat (Weight-bearing), antara lain tulang belakang
(pada 40% kasus), tulang pinggul (pada 13% kasus), dan tulang patella (pada 10%
kasus). 1

Penyebaran infeksi TB ektrapulmoner pada tulang paling sering


ditemukan pada tulang vertebra, dimana sebanyak 50% kasus di antara regio
tulang lainnya.2 Regio vertebra yang sering terkena infeksi pada anak-anak adalah
regio thoracalis atas, sedangkan pada orang dewasa, infeksi paling sering
ditemukan pada regio thoracalis bawah dan lumbalis atas (thoraco-lumbalis).1
Infeksi TB pada vertebra dapat menganggu fungsi dasar dari vertebra yaitu
sebagai suatu pilar dalam menopang postur tubuh dan tempat berjalannya medulla
spinalis. Gejala klinis khas yang paling sering tampak jelas terlihat adalah postur
tubuh dengan struktural kyphosis (gibbus) dengan “cold abcess” paravertebra
disertai dengan nyeri pinggang dan paraplegi.1

Seringkali, foto x-ray thorax pada 2/3 pasien dengan Spondylitis TB


menunjukkan adanya kelainan yang cenderung membuktikan bahwa terdapat
infeksi primer TB paru.2 Pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
memiliki resiko tinggi untuk terkena spondylitis TB oleh karena sistem imun yang
rendah.
Penanganan infeksi Spondylitis TB dapat mencangkup terapi non-operatif
atau terapi operatif. Pemilihan terapi ditentukan dari pemeriksaan fisik kondisi
pasien saat datang dan hasil pemeriksaan penunjang. Semakin berat kondisi
deformitas dari vertebra, maka dibutuhkan terapi operatif, akan tetapi jika belum
ditemukan tanda-tanda kolaps pada tulang vertebra, maka pasien dapat diberikan
terapi secara non-operatif.

2
BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. KJ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Palembang
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 1104895

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal
8Februari 2019.

Keluhan Utama : lemas pada kedua tunggal sejak ± 1 bulan smrs.


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan kedua tungkai kaki lemas sejak ± 1 bulan
smrs. Awalnya pasien merasa pegal pada punggung, yaitu sekitar bulan Juni.
Menurut pasien rasa pegal tersebut dirasakan terus menerus tetapi
intensitasnya tidak sampai menganggu aktivitas. Pegal pada punggung
tersebut dirasakan pada bagian tengah punggung dan terkadang dibagian
samping punggung. Menurut pasien tidak ada yang memperingan atau
memperburuk keadaannya tersebut. Pasien kemudian berobat ke dokter
umum untuk keluhan pegal punggungnya tersebut dan sudah diberi obat
tetapi rasa pegal tersebut tidak hilang.

Setelah ± 2 minggu setelah keluhan pegal pada punggung tersebut, pasien


tiba-tiba terjatuh ketika sedang berjalan. Menurut pasien kedua tungkai
kakinya tiba-tiba terasa lemas sehingga pasien tidak kuat untuk berdiri.
Setelah terjatuh pasien masih dapat bediri kembali tetapi sambil dibantu.

3
Kemudian menurut pasien ia berobat ke dokter umum dan diberikan vitamin
saraf. Rasa lemas pada kedua tungkai masih terasa tetapi pasien masih dapat
berjalan perlahan-lahan dan beraktivitas, hanya menurut pasien bagian lutut
hingga telapak kakinya mulai terasa sedikit baal.

Kemudian 1 minggu setelah kejadian itu, pasien jatuh untuk kedua kalinya
ketika sedang berjalan ke kamar mandi. Menurut ibu pasien jatuh kedua kali
ini lebih parah keadaannya dibandingkan yang pertama. Pasien tidak dapat
bangun untuk berdiri. Menurut pasien rasa lemas pada kedua tungkainya
semakin terasa dan pasien mulai merasa baal dari pinggang hingga ke tungkai
bawah. Menurut ibu pasien, 1 minggu sebelum pasien jatuh, ibu pasien
memperhatikan bahwa pundak pasien terlihat miring ke kanan ketika pasien
berjalan. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat batuk lama disertai demam dan penurunan berat badan (-)
Riwayat dengan keluhan yang sama (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat anggota keluarga pasien yang mengalami gejala yang serupa (-)

Riwayat anggota keluarga TB (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku sudah berobat untuk keluhannya ini selama 1 bulan


terakhir ke dokter umum, tetapi keluhan yang dirasakan menetap dan tidak
membaik. Menurut riwayat perjalanan pernyakit yang diceritakan, keadaan
pasien menjadi bertambah buruh. Menurut ibu pasien, dokter hanya
memberikan vitamin saraf dan obat anti nyeri. Pasien juga sudah berobat
untuk TB paru dan sudah minum OAT secara rutin.

Obat yang sudah dikonsumsi sebelum masuk ke RS:

4
 Streptomisin 1gr 1x1
 INH 300mg 1x1
 Rimactame 600mg 1x1
 Ethambutol 500mg 2x1
 Pyramizide 500mg 3x1
 Pehadoxin Forte 1 tab 1x1
 Methylcobalamin 500mg 3x1
 Curcuma 500 mg 3x1
 Cavit 500mg 1x1

III. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALISATA

Kesadaran : Compos Mentis


GCS : E4 M6 V5
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 88x/mnt
Suhu : 36.5C
Pernafasan : 19x/mnt

 Kepala dan Leher : dalam batas normal


 Mata
 Konjungtiva anemis (-/-)
 Pupil isokor 2mm/2mm
 Refleks cahaya direk/indirek (+/+)
 Thorax : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Punggung :
LOOK
 Postur : kyphosis
 Gibbus :-
 Luka operasi :+

5
 Luka :-
 Abses :-

FEEL

 Nyeri tekan :-
 Temperatur : afebrile

MOVE

 Range of Movement : Terbatas karena nyeri pada punggung yang


dirasakan

STATUS NEUROLOGIS

1.) MOTORIK

 Inspeksi: Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

 Palpasi: Tonus
Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

 Kekuatan Motorik: 5555 5555

3333 3333

Kanan Kiri

6
Biceps +2 +2  Refleks Fisiologis:

Triceps +2 +2

KPR +2 +2

APR +2 +2

 Refleks Patologis:

Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaffer - -

Rossolimo - -

2.) SENSORIK

 Ekstrimitas superior dextra dan sinistra : dalam batas normal


 Ekstrimitas inferior dextra dan sinistra : parahipestesi
setinggi T7

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Complete Blood Count Hematology

Hemoglobin 10.50 g/dL  Prothrombin Time

Hematocrit 31.40 %  Control 11.40 sec

RBC 3,55 10^6/μL  Patient 10.60 sec

WBC 21.97 10^3/μL  INR 1.02 sec

Platelet 166 10^3/μL Activated Partial Thromboplastin Time

MCV 88.5 fL Control 33.30 sec

MCH 29.60 pg Patient 38.80 sec

MCHC 33.40 g/dL

8
a) Foto Rontgen Thorax AP/PA dilakukan pada tanggal 5 Februari 2019.

Kedua Sinus costophrenicus dan diafragma normal


COR : CTR <50%
Aorta : Baik
Kedua Hillus : Kasar
Pulmo : Tampak infiltrat pada kedua perihiller dan paracardial kanan
Tulang-tulang dada baik

*Kesan : Infiltrat pada kedua perhiller dan paracardial kanan

b) Foto MRI Thoracolumbal dilakukan pada tanggal 8 Februari 2019.

Telah dilakukan pemeriksaan MRI Thoracolumbal potongan sagital T1 dan


T2, axial T1 dan T2, serta MR-myelografi tanpa kontras. Dilanjutkan
pemberian kontras Gadolinium Gadovist 1.0 mmol/mL sebanyak 5 mL
potongan sagital dan koronal T1FatSup. Hasil sebagai berikut:

 Tampak destruksi corpus-lamina-pedikel bilateral Th4-Th7 dengan


fraktur kompresi corpus vertebra Th5, disertai infiltrat paravertebra
yang menonjol ke anterior setinggi Th4-Th6 dan posterior setinggi
Th4-Th7 mengakibatkan penekanan terhadap thoracal sac/medulla

31
sepinalis dan struktur radix di dalamnya, selanjutknya tampak
myelopati pada medulla spinalis setinggi Th5. Setelah pemberian
kontras tampak penyangatan pada infiltrat tersebut.
 Tampak pula lesi destruktif pada corpus Th11 dan lamina-pedikel
bilateral Th11-12, disertai abses pada pedikel kiri TH11.
 Struktur tulang lainnya masih tampak baik.
 Discus intervertebralis normal dengan intensitas yang normal.
 Tidak tampak herniasi discus intervertebralis/
 Conus medullaris setinggi L1.

*Kesan:

 Destruksi corpus-lamina-pedikel bilateral Th4-7 dengan fraktur


kompresi corpus vertebra Th5, disertai infiltrat paravertebra
menyangkat kontras yang menonjol ke anterior setinggi TH4-Th6
dan posterior setinggi Th4-Th7 mengakibatkan penekanan terhadap
thoracal sac/medulla spinalis dan struktur radis di dalamnya,
selanjutnya tampak myelopati pada medulla spinalis setinggi Th5.
 Lesi destruktif corpus Th1 dan lamina-pedikel bilateral Th11-12,
disertai abses pedikel kiri Th11.  Sugestif Spondylitis TB
 Tidak tampak herniasi discus intervertebralis.

31
31
31
DIAGNOSIS

Spondilitis Tuberkulosis Torakal post Dekompresi + Stabilisasi Posterior

V. TATA LAKSANA
 Pro Operasi Debridement

31
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Spondylitis Tuberkulosis merupakan suatu infeksi yang kronis dan progresif


dan selalu bersifat sekunder dari infeksi primer tuberkulosis pada bagian tubuh
yang lain. Infeksi ini mendestruksi tulang vertebra pada bagian anterior yang
kemudian disertai dengan osteoporosis regional. Dengan meluasnya infeksi,
regenerasi dari tulang baru tidak dapat terjadi dan pada saat yang bersamaan
menyebabkan avaskularisasi dari tulang, sehingga membentuk tuberculous
sequestrae khususnya pada segmen vertebra yang sering terkena, yaitu segmen
torakal.3

2. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab kematian yang sering ditemukan


menurut penelitian Global TB Report 2010, yang diteliti oleh World Health
Organization pada 2009. Sebanyak 55% kasus tuberkulosis ditemukan di Asia,
30% di Afrika, 7% di Mediterania timur, 4% di Eropa dan 3% di Amerika. Dari
9.4 juta kasus pada 2009, sekitar 11-13% adalah HIV positif. Penyakit tersebut
sering ditemukan pada negara berkembang oleh karena kemiskinan, nutrisi dan
tempat tinggal yang buruk. Kondisi akan diperburuk dengan M. tuberculosis yang
bersifat multidrug-resistant, HIV dan usia tua. Usia rata-rata penderita spondylitis
tuberkulosis adalah usia 30-40 dan lebih sering ditemukan pada usia dibawah 40
tahun dibanding diatas 40 tahun. Faktor resiko yang ditemukan pada penyakit
spndylitis tuberkulosis adalah diabetes melitus (5-25%), gagal ginjal (2-31%) dan
penggunaan kortikosteroid jangka (3-13%).4

3. ETIOLOGI

Spondylitis Tuberkulosis merupakan suatu infeksi sekunder dari infeksi


tuberculosis di tempat lain, dimana asal infeksi primer paling sering yaitu dari
infeksi Tuberkulosis pada paru-paru, yang disebabkan oleh Mycobacterium

31
Tuberculosis. Infeksi tuberculosis dapat juga terjadi pada traktus urinaria
sehingga menyebabkan infeksi sekunder pada tulang vertebra segmen torako-
lumbalis. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga
disebut juga sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai
dengan cara pewarnaan yang konvensional.

4. ANATOMI
Tulang belakang manusia berfungsi sebagai pilar untuk menopang berat tubuh
dan tempat dimana terletaknya medulla spinalis. Tulang belakang juga berfunsi
untuk menyangga kepala dan sebagai titik sambungan terhadap tulang iga, pelivs
dan otot-otot punggung. Susunan tulang belakang manusia terdiri dari tulang
vertebra dan discus intervertebralis. Fungsi dari discus intervertebralis di antara
tulang vertebra adalah sebagai bantalan untuk memberikan sifat fleksibel
terhadap pergerakkan tubuh, baik ke arah anterior, posterior, lateral maupun
rotasi dan juga berfungsi agar tulang vertebra tidak bertabrakkan satu dengan
yang lainnya.

Gambar 1. Gambaran segmen normal tulang belakang

Terdapat 33 tulang vertebra yang dibagi menjadi 5 segmen berdasarkan


morfologi dan lokasi, antara lain:

31
 7 vertebra servikalis yang terletak di antara thorax dan tengkorak,
dengan karakteristik bentuk yang kecil, prosesus spinosus yang terbagi
dua, dan foramen pada prosesus tranversus;
 12 vertebra torakalis;
 5 vertebra lumbalis yang terletak dibawah vertebra thorakalis, dimana
berfungsi sebagai penyanga bagian posterior dari dinding abdomen dan
dengan karkteristik bentuk yang besar;
 5 vertebra sakrum yang tergabung menjadi 1 tulang sakrum;
 4 vertebra coccygeal yang tergabung menjadi 1 tulang coccyx yang
terbentuk seperti segitiga kecil.

Gambar 2. Susunan tulang vertebra

Tulang vertebra pada segmen cervikalis, torakalis maupun lumbalis memiliki


strutur dasar yang sama satu dengan yang lainnya. Pada sisi anterior terdapat
tubuh dari tulang vertebra (vertebrae body) yang berfungsi untuk menahan berat
yang paling banyak. Pada bagian posterior terdapat 3 prosesus, antara lain 1
procesus spinosus pada bagian medial dan 2 prosesus transversus pada bagian
lateral. Bagian anterior dan posterior dari tulang vertebra digabungkan kaki-kaki
yang disebut dengan pedicle. Pada vertebra torakalis, terdapat yang disebut
dengan facet dimana titik pertemuan vertebra torakalis dengan tulang iga.

31
Foramen vertebralis terletak di tengah-tengah antara bagian anterior dan
posterior dari tulang vertebra. Foramen vertebralis berfungsi sebagai tempat
letaknya medulla spinalis yang dimulai dari dasar basis cranii hingga vertebra
lumbalis 1, yang kemudian diakhiri pada bagian distal dengan kumpulan ujung
saraf spinalis yang disebut dengan cauda equina.

Kolum vertebralis memiliki 2 kurvatur normal, antara lain:

 Kurvatur Primer  melengkung ke arah anterior (concave anteriorly):


Segmen Torakalis & Sakral
 Kurvatur Sekunder  melengkung ke arah posterior (concave
posteriorly): Segmen
Servikalis & Lumbalis

Segmen servikalis dan lumbalis


merupakan titik tumpuan garis

Gambar 3. Struktur tulang vertebra (a)vertebra cervicalis (b)vertebra torakalis (c) vertebra lumbalis

gravitasi (weight-bearing point)


agar tubuh manusia dapat terletak pada satu garis vertikal.

31
Pembulu darah yang memperdarahi tulang-tulang vertebralis berasal dari
Aorta asenden yang memperdarahi vertebra servikalis dan desenden yang
memperdarahi sisa vertebra lainnya. Aorta asenden akan bercabang menjadi
Brachiocephalic trunk, common carotid dan arteri subklavian. Brachiocephalic
trunk akan terbagi menjadi arteri subklavian dan common carotid. Aorta
desenden berjalan bersamaan dengan kolum vertebralis, dimana pada setiap
vertebralis akan terdapat percabangan dari Aorta desenden, seperti Thoracic
segmental arteries dan Lumbal segmental arteries yang juga memperdarahi
medula spinalis dan tulang iga.5

Gambar 4. Arteri yang memperdarahi tulang vertebra

Vena yang memperdarahi tulang vertebra servikalis adalah vena Jugularis


interna dan externa yang merupakan percabangan dari Vena Cava Superior.
Sedangkan vena yang memperdarahi tulang vertebra lainnya berasal dari Vena
Cava Inferior. Selain itu, vena azigos berkomunikasi dengan plexus Batson yang
befungsi sebagai jalur alternatif ketika Vena Cava Superior teroklusi, maupun
secara parsial ataupun total. Batson plexus berjalan pada foramen vertebralis.
Batson plexus merupakan vena yang tidak memiliki katup.5

31
Gambar 5. Vena yang memperdarahi tulang vertebra

Gambar 6. Batson
Plexus pada vertebra

5. PATOFISIOLOGI
Infeksi tuberkulosis pada tulang vertebra terjadi akibat infeksi sekunder dari
infeksi primer di bagian tubuh lainnya. Cara penyebaran utama bakteri ke bagian
tulang vertebra adalah melalui aliran darah pada arteri maupun vena. Oleh sebab
itu spondylitis TB disebut sebagai blood-borne disease dimana penyebaran
terjadi secara hematogen. Sumber infeksi primer paling sering terjadi pada organ
paru dan traktus urinaria. Jika infeksi menyerang segmen torakalis atas maka
sumber infeksi primer cenderung berasal dari infeksi TB paru, sedangkan jika

31
infeksi terjadi pada segmen torako-lumbal maka sumber infeksi primer cenderung
lebih berasal dari infeksi pada traktus urinaria.
Pada awal infeksi, akan terjadi destruksi tulang vertebra bagian anterior atau
korpus vertebra yang disebut dengan proses osteolysis lokal dan disertai dengan
osteoporosis regional. Kemudian infeksi akan menyebar dan terjadi
avaskularisasi sehingga pada saat yang bersamaan produksi tulang baru
terhambat. Tuberculous sequestra akhirnya terbentuk pada segmen tulang
vertebra yang terinfeksi. Secara perlahan jaringan tuberculous sequestra ini akan
mulai mempenetrasi dinding tipis dari bagian tulang vertebra sehingga terbentuk
yang disebut dengan abses paravertebra. Abses paravetebra akan menyebar ke
arah muskulus psoas. Akan tetapi, abses ini akan menunjukkan tanda-tanda
inflamasi yang minimal, oleh sebab itu abses ini sering dikenal sebagai “cold
abcess”.
Infeksi tersebut kemudian akan menjalar ke tulang vertebra lainnya secara
anterior maupun posterior melalui ligamen longitudinal. Diskus intervertebralis
tidak dapat terinfeksi sebab tidak ada aliran vaskular yang melaluinya. Akan
tetapi diskus intervertebralis secara perlahan akan terdesak oleh jaringan
granulasi tuberkulosis dan menjadi hancur. Pada anak-anak, diskus
intervertebralis dapat terinfeksi oleh sebab masih adanya aliran vaskular yang
melalui diskus intervertebralis. Ketika infeksi menyerang tulang vertebra beserta
dengan diskus intervertebralis, maka penyakit tersebut bukan disebut sebagai
spondylitis, akan tetapi disebut sebagai spondylodiscitis.
Oleh karena destruksi tulang terjadi pada bagian anterior tulang vertebra,
maka secara progresif terjadi kolaps dari tulang vertebra pada regio anterior
sehingga membuat postur tidak normal pada penderitanya, dimana wedging pada
tulang vertebra sisi anterior terjadi dan membentuk angulasi dan gibbus. Maka
secara klinis, pasien akan datang dengan postur bungkuk atau yang dikenal
sebagai postur kyphosis.
Ketika terjadi kolaps pada tulang vertebra dan penjepitan diskus
intervertebralis, maka struktur yang berada di dalam foramen vertebralis, yaitu
medulla spinalis akan tertekan sehingga akan tampak keluhan neurologis.
Keluhan neurologis oleh karena penekanan mekanik terhadap medulla spinalis
yang paling sering ditemukan pada penderita spondylitis TB adalah paraplegia.

31
6. MANEFESTASI KLINIS

Gambaran klinis
Pasien dengan Spondilitis TB sering kali adalah anak kecil yang datang
dengan keluhan utama nyeri hebat pada punggung yang disertai kaku dan
demam. Nyeri yang dirasakan dapat berupa nyeri dalam yang bersifat lokal
dimana hanya sekitar lesi atau nyeri yang menjalar sesuai dermatom saraf yang
teriritasi. Spasme otot punggung dirasakan sebagai suatu mekanisme dimana
tubuh menghindari pergerakan pada tulang vertebra yang terinfeksi agar tidak
menimbulkan nyeri yang hebat. Spasme otot akan menghilang ketika anak sedang
berbaring atau tertidur, maka dari itu gejala ini disebut sebagai “night cry”,
dikarenakan ketika terbangun spasme otot terjadi lagi dan menyebabkan sakit
yang tidak tertahankan.
Keluhan neurologis yang paling sering ditemukan adalah paraplegia, dimana
kedua tungkai bawah penderita spondylitis TB menjadi lemah dan tidak dapat
berjalan. Pada anak, paralisis umumnya timbul kira-kira dalam waktu 3 tahun.
Tampak juga deformitas dari tulang belakang yang disebut dengan kyphosis,
dimana penderita spondylitis TB akan membungkuk.

Uraian mengenai gejala-gejala yang sering ditemukan pada penderita


spondylitis tuberkulosis, antara lain:
 Nyeri punggung  bersifat kronik progresif, terlokalisir, diperburuk
dengan gerakan atau batuk, disertai kaku dan spasme pada otot
punggung (“night cry”)
 Deformitas pada tulang punggung  postur tubuh kyphosis yang
tampak seperti orang bungkuk atau tampak gibbus.
 Gejala neurologis  paraplegia, paraparesis, gejala LMN, cauda
equina syndrome
 Gejala khas tuberkulosis non-spesifik  malaise, anorexia, demam,
keringat malam, berat badan turun, lemas, nyeri di seluruh tubuh
 Abses  abses pada penderita spondylitis TB sangat khas oleh karena
tanda-tanda inflamasi pada abses akan tampak sangat minimal. Abses
terbentuk secara perlahan tanpa disadari penderita sampai mulai
terlihat jelas atau memberikan keluhan yang signifikan.

31
o Pada daerah cervical akan terbentuk abses retropharyngeal
sehingga menimbulkan gejala disfagia, sesak atau perubahan
suara.
o Pada daerah torakal dan lumbalis akan tampak benjolan di
regio paravertebral atau jika abses pada daerah torakal
terbentuk ke arah anterior, akan terbentuk abses di daerah
mediastinal.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan laboratorium :
a. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
b. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein
Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi
pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium.
Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi,
kemerahan dengan diameter ³ 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam
setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus dengan
tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas
selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai
penyakit lain)
c. Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis
tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan
kemungkinan infeksi TBC. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial
akan memberikan hasil yang lebih baik.
 Pemeriksaan gambaran radiologis.
o Foto polos thorax dilakukan pada seluruh penderita yang dicurigai
terkena infeksi tuberculosis untuk mencari bukti infeksi primer
tuberkulosa pada paru .
o Foto polos seluruh vertebra diperlukan untuk menguatkan bukti
terdapat kelainan pada struktur vertebra dan sekitarnya yang mengarah
pada infeksi tuberkulosa pada vertebra. Tanda-tanda radiologis baru
dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit. Foto polos vertebra

31
dilakukan secara antero-posterior dan lateral. Gambaran yang dapat
ditemukan pada foto polos vertebra antara lain; penyempitan ruang
diskus intervertebralis, kolaps corpus anterior, erosi end-plate vertebra,
keterlibatan lebih dari 1 tulang vertebra, dan pembentukkan cold
abcess. Kerugian pada foto polos vertebra adalah dimana ketika pada
fase awal penyakit hasil gambaran foto vertebra akan tampak normal.
Sekitar 1/3 dari kalsium harus hilang dari suatu bagian agar gambaran
osteolisis dapat tampak. Selain itu, sulit untuk menilai kompresi dari
tulang belakang, kelainan pada jaringan ikat dan abses pada foto polos.
Apabila kelainan tampak jelas pada foto polos, maka penyakit tersebut
sudah dalam fase lanjut dimana sudah terdapat kerusakan pada tulang
vertebra dan gangguan neurologis.
o Foto Computed Tomography (CT Scan) yang bermanfaat untuk
melihat adanya keterlibatan infeksi pada tulang iga yang tidak tampak
pada foto polos vertebra. Keterlibatan infeksi pada bagian pedikel akan
tampak juga dengan CT-Scan. Foto CT-Scan juga dapat memberikan
gambaran kelainan pada fase awal dari penyakit karena kerusakan-
kerusakan tulang yang minimal akan terlihat lebih jelas dibandingkan
dengan foto polos vertebra. Abses paravertebral juga akan tampak
lebih jelas terlihat.
o Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat menunjukkan kelainan
pada jaringan lunak seperti medula spinalis, destruksi/degenerasi pada
tulang vertebra dan diskus intervertebralis, pembentukkan abscess dan
kavitasi pada medula spinalis.

8. PENATALAKSANAAN
TERAPI NON-OPERATIF
Pemberian terapi anti tuberculosis merupakan prinsip utama dalam
penatalaksanaan seluruh kasus infeksi tuberculosis, termasuk tuberculosis
pada tulang belakang. Menurut WHO, terapi anti tuberculosis harus diberikan
minimal selama 9 bulan, khususnya pada kasus infeksi tuberculosis tulang.

31
Pengobatan ini terbagi menjadi dua fase, antara lain:
* Fase awal (2 bulan pertama)
 Isoniazid
 Rifampisin
 Streptomisin
 Pyrazinamide

* Fase lanjut (4 bulan setelah)

 Isoniazid
 Rifampisin

Terapi anti tuberculosis diberikan hingga foto rontgen menunjukkan


adanya resolusi pada tulang belakang. Masalah yang sering timbul dari
pemberian tatalaksana anti tuberculosis ini adalah mengenai ketaatan pasien
dalam menjalani terapi yang berdurasi panjang ini. Jika terapi dijalankan
terlalu singkat dari waktu yang ditetapkan, maka akan menyebabkan
timbulnya relaps. Pasien yang tidak patuh akan dapat mengalami resistensi
obat.

Penderita dengan spondylitis TB dengan fase lanjut, dimana sudah


tampak gejala neurologis dan gejala kompresi tulang belakang lainnya
diwajibkan untuk istirahat tirah baring. Tindakan ini dilakukan untuk
meminimalkan aktivitas penderitanya. Secara klinis ditemukan berkurangnya
rasa nyeri, hilangnya spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat
badan meningkat.

Cara lain untuk mengistirahatkan bagian punggung dari penderita


spondylitis TB adalah dengan pemasangan gips agar tulang belakang
terlindungi dan terimobilisasi. Pemberian gips ditujukan untuk mencegah
pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Pemasangan gips bergantung pada level lesi. Pada daerah servikal dapat
diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah vertebra torakal,
torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast jacket;
sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan
immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan

31
fiksasi salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih
6 bulan, dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa selama pengobatan penderita


harus menjalani kontrol secara berkala, dilakukan pemeriksaan klinis,
radiologis dan laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti adanya resistensi obat tuberkulosa, jaringan
sekuester yang banyak, keadaan umum penderita yang jelek, gizi kurang
serta kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang kurang.

TERAPI OPERATIF

Terapi operatif dilakukan hanya pada penderita dengan lesi kompresif


secara radiologis dan yang sudah tampak kelainan-kelainan secara
neurologis. Setelah tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat
tidur selama 3-6 minggu. Tindakan operatif juga dilakukan bila setelah 3-4
minggu pemberian terapi obat anti tuberkulosa dengan terapi konservatif
telah dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik.

Indikasi tatalaksana operatif pada pasien dengan Spondilitis TB


Response to chemotherapy

Lack of clinical response after six weeks of chemotherapy

Recurrence of disease despite chemotherapy

Neurological deficit

Severe neurological deficit at presentation

Rapidly worsening deficits

New onset or deterioration of deficits during chemotherapy

Unimproved deficits after six to eight weeks of chemotherapy

Spinal instability

31
Panvertebral disease

Loss of >1 vertebral body in thoracic spine or >1.5 vertebral bodies in lumbar spine

Initial kyphosis of >30° in a child

“Spine-at-risk” signs in a child

Posterior neural arch lesion with pedicular destruction

Axial pain due to instability

Late deformity

Severe kyphosis with late onset neurological deficits

Tatalaksana operatif dilakukan dengan tujuan untuk debridement dan drainase


dari “cold abcess”, begitu juga untuk dekompresi dari medulla spinalis dan
strukturnya, mencegah instabilasi dari struktur tulang belakang, dan memperbaiki dan
mencegah deformitas pada struktur tulang belakang. Teknik operatif untuk terapi
Spondylitis TB ada dua, antara lain anterior dekompresi dan posterior dekompresi.
Pilihan tindakan operasi dekompresi secara anterior atau posterior bergantung pada
lokasi lesi pada tulang vertebra. Jika lesi terletak pada bagian anterior maka tindakan
operatif yang dipilih adalah anterior dekompresi, begitu juga sebaliknya jika lesi
terdapat pada posterior, maka tindakan operasi dekompresi posterior akan dipilih.
Anterior dekompresi menjadi pilihan terapi operatif paling sering sebab
spondylitis TB umumnya menyerang bagian kolum anterior dari tulang belakang.
Oleh sebab itu, dengan melakukan anterior dekompresi akan mempermudah tindakan
debridement yang dilakukan supaya adekuat dan sesuai, begitu juga tindakan
rekonstruksi deformitas yang terjadi dapat dilakukan secara maksimal. Debridement
saja dapat dilakukan untuk membersihkan infeksi setempat, akan tetapi jika tidak
dilakukan rekontruksi maka progress untuk terjadinya deformitas tetap dapat
berlangsung.
Pada tindakan operatif, debridement dilakukan dengan membersihkan area
nekrotik yang mengandung tulang mati beserta jaringan granulasi agar lesi bersih dan
jaringan nekrotik tidak akan menyebar lebih luas. Setelah itu akan terdapat rongga
yang kemudian akan diisi dengan autogenous bone graft dari tulang iga atau tulang

31
ilika. Pemilihan terapi operatif seperti ini akan mendorong penyembuhan dengan
cepat dan stabilisasi tulang belakang akan tercapai dengan memfusikan tulang
vertebra yang terkena. Fusi tulang vertebra posterior hanya dilakukan bila terdapat
destruksi dua atau lebih dari korpus bertebra, adanya instabilitas karena destruksi
tulang vertebra bagian posterior, dan jika tindakan prosedur dekompresi anterior tidak
memungkinkan. Akan tetapi, pemberian obat antituberkulosa tetap menjadi terapi
wajib bagi penderita spondylitis TB walaupun tindakan operatif telah dilakukan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison. Principles of Internal Medicine.; 2012


2. Wheeless’ Textbook of Orthopaedics. Tuberculous Spondylitis; 2013. Diunduh
dari: http://www.wheelessonline.com/ortho/tuberculous_spondylitis.
3. Salter R.B.Tuberculous Osteomyelitis. In : Textbook of Disorders and Injuries of
The Musculoskeletal System. 3rd ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 2009 :
228-31
4. Trecarichi EM, Di Meco E, Mazzotta V, et al. Tuberculous spondylodiscitis:
epidemiology, clinical features, treatment & outcome. Italy: European Review for
Medical and Pharmacological Sciences; 2012. h. 58-68.
5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12 ed. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc. 2009. h. 216-226
6. Frompo. Batson’s Venous Plexus; 2012. Diunduh dari:
http://image.frompo.com/748938776c8543de6e5d8012cecc8dda.
7. Image of Normal Spinal Segment; 2007. Diunduh dari:
http://www.inforehab.com/?page_id=195 – 1
8. Regional Characteristics of Vertebrae; 2015; Diunduh dari:
http://www.rrnursingschool.biz/unity-companies/regional-characteristics-of-
vertebrae.html
9. Pathophysiology and Treatment of Spinal Tuberculosis; 2014. Diunduh dari:
http://reviews.jbjs.org/content/2/9/e4
10. Anterior Cervical Decompression and Spine Fusion Procedure; 2012. Diunduh
dari: http://www.spine-health.com/treatment/spinal-fusion/anterior-cervical-
decompression-and-spine-fusion-procedure
11. Pott Disease; 2012-2015. Diunduh dari: http://radiopaedia.org/articles/pott-
disease

31

Anda mungkin juga menyukai