Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Setiap wilayah tempat tinggal manusia memiliki resiko bencana. Seringkali resiko
tersebut tidak terbaca oleh komunitas dan karenanya tidak dikelola dengan baik. Hal ini
menyebabkan terkadang, dan mungkin juga sering, bencana terjadi secara tak terduga-duga.
Dampak paling awal dari terjadinya bencana adalah kondisi darurat, dimana terjadi penurunan
drastis dalam kualitas hidup komunitas korban yang menyebabkan mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan kapasitasnya sendiri. Kondisi ini harus bisa
direspons secara cepat, dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan dasar komunitas korban
sehingga kondisi kualitas hidup tidak makin parah atau bahkan bisa membaik.
Tetapi setelah situasi darurat itu direspons, bencana harus ditangani secara menyeluruh.
Sebagaimana setiap akibat pasti punya sebab dan dampaknya, maka bencana sebagai sebuah
akibat pasti punya sebab dan dampaknya, agar penanganan bencana tidak terbatas pada
simptonsimpton persoalan, tetapi menyentuh substansi dan akar masalahnya. Dengan demikian
kondisi darurat perlu dipahami sebagai salah satu fase dari keseluruhan resiko bencana itu
sendiri. Penanganan kondisi darurat pun perlu diletakkan dalam sebuah perspektif penanganan
terhadap keseluruhan siklus bencana. Setelah kondisi darurat, biasanya diikuti dengan kebutuhan
pemulihan (rehabilitasi), rekonstruksi (terutama menyangkut perbaikan-perbaikan infrastruktur
yang penting bagi keberlangsungan hidup komunitas), sampai pada proses kesiapan terhadap
bencana, dalam hal ini proses preventif.
Ada perbedaan mendasar antara kerja dalam kondisi darurat dengan kerja penguatan
kapasitas masyarakat secara umum. Dalam kondisi darurat, waktu kerusakan terjadi secara
sangat cepat dan skala kerusakan yang ditimbulkan pun biasanya sangat besar. Hal ini
menyebabkan perbedaan dalam karakteristik respon kondisi darurat. Tetapi tetap saja sebuah
komitmen, kecekatan dan pemahaman situasi dan kondisi bencana (termasuk konflik) dalam
rangka memahami latar belakang kebiasaan, kondisi fisik maupun mental komunitas korban dan
karenanya kebutuhan mereka, sangat dibutuhkan. Selain itu, sebuah kondisi darurat juga tidak
bisa menjadi legitimasi kerja pemberian bantuan yang asal-asalan. Dalam hal ini perlu dipahami
bahwa sumber daya sebesar apapun yang kita miliki tidak akan cukup untuk memenuhi seluruh
kebutuhan komunitas korban bencana. Di sisi lain, sekecil apapun sumber daya yang kita miliki
akan memberikan arti bila didasarkan pada pemahaman kondisi yang baik dan perencanaan yang
tepat dan cepat, mengena pada kebutuhan yang paling mendesak.
FKPB memandang bahwa betapa pentingnya untuk mendasarkan kerangka kerja repon
kondisi darurat pada mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tidak ada
pretense apapun, tetapi hanya ingin memberikan suatu panduan teknis yang sistematis dengan
memberikan panduan penanganan kondisi darurat : mulai dari penilaian kondisi darurat,
perencanaan program/kegiatan, Operasi/pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi.
Semua ini mengarah kepada sebuah penanganan yang integratif dan partisipatif. Adalah sesuatu
yang niscaya bahwa : setiap orang memiliki hak untuk hidup layak. Bencana, apapun sebabnya,
merupakan hal yang menganggu tatanan masyarakat dalam segala aspeknya, baik psikologis,
ekonomi, sosial budaya maupun material. Jika kita mengamini faktum bahwa setiap orang
memiliki hak untuk hidup layak maka komunitas manapun yang mengalami bencana berhak atas
bantuan kemanusiaan dalam batas-batas minimum. Faktum di atas serentak menjadi “roh” yang
senantiasa menggerakan kita untuk tetap memandang manusia sebagai manusia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu memahami tentang berbagai hal yang berhubungan dengan bencana.
1.2.2 Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang struktur operasi tanggap darurat
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang system manajemen bencana nasional
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang standar manajemen keamanan darurat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Tahapan keadaan darurat bencana meliputi siaga darurat, tanggap darurat dan transisi ke
pemulihan.
Sistem komando tanggap darurat bencana adalah suatu standar penanganan darurat
bencana yang mengintegrasikan pengerahan fasilitas, peralatan, personil, prosedur dan
komunikasi dalam suatu struktur organisasi.
Staf Umum adalah pembantu KTDB dalam menjalankan fungsi utama komando
untuk bidang operasi, bidang perencanaan, bidang logistik dan bidang peralatan serta bidang
administrasi keuangan untuk penanganan tanggap darurat.
2.1.2 Tahapan Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana
Terbentuknya komando tanggap darurat bencana meliputi tahapan yang terdiri dari :
1) Informasi Kejadian Awal
2) Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC)
3) Penetapan Status/Tingkat Bencana
4) Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana
Tahapan pembentukan komando tanggap darurat bencana tersebut harus dilaksanakan
secara keseluruhan menjadi satu rangkaian sistem komando yang terpadu. Rincian masing-
masing tahapan tersebut adalah :
B. Permintaan Sumberdaya
Mekanisme permintaan sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat bencana
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Komandan Tanggap Darurat Bencana tingkat kabupaten/kota, atau tingkat
provinsi yang terkena bencana, mengajukan permintaan kebutuhan
sumberdaya kepada Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi maupun kepada
Kepala BNPB, berdasarkan atas ketersediaan sumberdaya di lokasi dan
tingkatan bencana.
b. Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi maupun Kepala BNPB, sesuai dengan
lokasi dan tingkatan bencana, meminta dukungan sumberdaya manusia,
logistik dan peralatan untuk menyelamatkan dan mengevakuasi korban,
memenuhi kebutuhan dasar hidup dan memulihkan fungsi prasarana dan
sarana vital yang rusak kepada pimpinan instansi/lembaga terkait sesuai
tingkat kewenangannya.
c. Instansi/lembaga terkait dimaksud adalah: Departemen/Dinas Sosial,
BULOG/DOLOG, Departemen/Dinas Kesehatan, Departemen/Dinas
Pekerjaan Umum, Departemen/Dinas Perhubungan, Basarnas/Basarda
Kabupaten/Kota, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia,
Palang Merah Indonesia, Departemen/Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral
serta instansi/lembaga lainnya sesuai tingkat kewenangannya.
d. Instansi/lembaga terkait wajib segera mengirimkan serta memobilisasi
sumberdaya manusia, logistik dan peralatan ke lokasi bencana.
e. Penerimaan serta penggunaan sumberdaya manusia, peralatan dan logistik di
lokasi bencana sebagaimana dimaksud dilaksanakan dibawah kendali Kepala
BPBD/BNPB dan atau Departemen Keuangan.
C. Pengerahan/Mobilisasi Sumberdaya
Pengerahan/mobilisasi sumberdaya untuk penanganan tanggap darurat bencana
diselenggarakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Instansi/lembaga/organisasi terkait dalam mengirimkan sumberdaya harus
didampingi oleh personil instansi/lembaga asal dan penyerahannya dilengkapi
dengan administrasi sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
2. Apabila instansi/lembaga/organisasi terkait pada tingkat tertentu tidak memiliki
kemampuan sumberdaya yang dibutuhkan, maka BPBD maupun BNPB sesuai
dengan tingkat kewenangannya berkewajiban membantu/mendampingi
pengiriman/mobilisasi sumber daya sampai ke lokasi bencana.
D. Fasilitas Komando Tanggap Darurat Bencana
1. Untuk meningkatkan efektifitas dan mempercepat respons penanganan
tanggap darurat bencana, Komando Tanggap Darurat Bencana perlu
menyiapkan dan menghimpun dukungan operasi penanganan darurat bencana
yang terdiri dari :
a. Pos Komando, meliputi Posko Tanggap Darurat dan Poskolap.
b. Personil Komando, adalah semua sumberdaya manusia yang bertugas
dalam organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana dengan kualifikasi
dan kompetensi yang diperlukan untuk penugasan penanganan darurat
bencana.
c. Gudang, tempat penyimpanan logistik dan peralatan.
d. Sarana dan prasarana transportasi, baik yang merupakan fasilitas dasar
maupun spesifik sesuai jenis bencana.
e. Peralatan, baik yang merupakan fasilitas dasar maupun fasilitas yang
spesifik sesuai jenis bencana.
f. Alat komunikasi dan peralatan komputer.
g. Data serta informasi bencana dan dampak bencana.
E. Pengakhiran
1. Menjelang berakhirnya waktu pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana,
Kepala BPBD Kabupaten/Kota/Provinsi atau Kepala BNPB membuat rencana
pengakhiran operasi tanggap darurat bencana dengan mengeluarkan Surat
Perintah Pengakhiran Operasi Tanggap Darurat Bencana kepada Komandan
Tanggap Darurat Bencana sesuai dengan kewenangannya.
2. Pada hari dan tanggal waktu berakhirnya operasi tanggap darurat bencana,
Kepala BNPB/BPBD membubarkan Komando Tanggap Darurat Bencana
dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembubaran.
F. Pola Pengerahan Sumberdaya di Tingkat Kabupaten/Kota
Pengerahan sumberdaya di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan dengan pola
sebagai berikut :
1. Dalam hal bencana tingkat kabupaten/kota, Kepala BPBD Kabupaten/Kota
yang terkena bencana, mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan dan
logistik sesuai kebutuhan ke lokasi bencana.
2. Apabila kebutuhan tersebut tidak tersedia/tidak memadai, maka pemerintah
kabupaten/kota yang bersangkutan dapat meminta bantuan kepada pemerintah
kabupaten/kota terdekat baik dalam satu wilayah provinsi maupun provinsi
lain.
3. Apabila pemerintah kabupaten/kota yang dimintai bantuan tidak memiliki
ketersediaan sumberdaya/tidak memadai, maka pemerintah kabupaten/kota
yang terkena bencana dapat meminta bantuan kepada pemerintah provinsi
yang bersangkutan.
4. Biaya yang timbul akibat pengerahan bantuan ini ditanggung oleh pemerintah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
5. Pelaksanaan pengerahan sumber daya dari asal sampai dengan lokasi bencana
dilaksanakan dibawah kendali Kepala BPBD Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
6. Apabila terdapat keterbatasan sumberdaya manusia, peralatan dan logistik
yang dikerahkan oleh Kepala BPBD Kabupaten/Kota, maka BNPB dapat
membantu melalui pola pendampingan.
7. Pola pendampingan oleh BNPB dapat berupa dukungan biaya pengepakan,
biaya pengiriman, jasa tenaga pengangkutan dan dukungan peralatan tanggap
darurat bencana.
G. Pola Pengerahan Sumberdaya di Tingkat Provinsi
Pengerahan sumberdaya di tingkat provinsi dilaksanakan dengan pola sebagai
berikut :
1. Dalam hal bencana tingkat provinsi, Kepala BPBD Provinsi yang terkena
bencana mengerahkan sumberdaya manusia, peralatan dan logistik sesuai
kebutuhan ke lokasi bencana.
2. Apabila kebutuhan tersebut tidak tersedia/tidak memadai, maka pemerintah
provinsi yang bersangkutan dapat meminta bantuan kepada provinsi lain yang
terdekat.
3. Apabila provinsi yang dimintai bantuan tidak memiliki ketersediaan
sumberdaya/tidak memadai, maka pemerintah provinsi yang terkena bencana
dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Pusat.
4. Biaya yang timbul akibat pengerahan bantuan ini ditanggung oleh pemerintah
provinsi yang bersangkutan.
5. Pelaksanaan pengerahan sumber daya dari asal sampai dengan lokasi bencana
dilaksanakan dibawah kendali Kepala BPBD Provinsi yang bersangkutan.
6. Apabila terdapat keterbatasan sumberdaya manusia, peralatan dan logistik
yang dikerahkan oleh Kepala BPBD Propinsi, maka BNPB dapat membantu
melalui pola pendampingan.
7. Pola pendampingan oleh BNPB dapat berupa dukungan biaya pengepakan,
biaya pengiriman, jasa tenaga pengangkutan dan dukungan peralatan tanggap
darurat bencana.
H. Pola Penyelenggaraan di Tingkat Nasional
Pendistribusian logistik kepada masyarakat dilaksanakan oleh Komando Tanggap
Darurat Bencana sesuai dengan dinamika yang terjadi, terutama untuk pemenuhan
kebutuhan dasar hidup meliputi pangan, sandang, air bersih, sanitasi, hunian sementara,
pelayanan kesehatan dan lain-lain.
2.1.5 Evaluasi dan Pelaporan
A. Evaluasi
Komandan Tanggap Darurat Bencana melakukan rapat evaluasi setiap hari dan
merencanakan kegiatan hari berikutnya. Hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai bahan
laporan harian kepada Kepala BPBD atau Kepala BNPB dengan tembusan kepada
pimpinan instansi/lembaga terkait.
B. Pelaporan
1. Instansi/lembaga/organisasi yang terkait dalam penanganan darurat bencana
berkewajiban membuat laporan kepada Kepala BPBD/BNPB sesuai tingkat
kewenanganya dengan tembusan kepada Komandan Tanggap Darurat bencana
sesuai tingkat kewenangannya.
2. Pelaporan meliputi pelaksanaan Komando Tanggap Darurat Bencana,
jumlah/kekuatan sumber daya manusia, jumlah peralatan, jumlah setiap
jenis/macam logistik dan sumber daya lainnya serta dilengkapi dengan sistem
distribusinya secara tertib dan akuntabel.
3. Komandan Tanggap Darurat Bencana sesuai tingkat kewenangannya mengirimkan
laporan harian, laporan khusus dan laporan insidentil tentang pelaksanaan operasi
tanggap darurat bencana kepada Kepala BNPB/BPBD dengan tembusan kepada
instansi/lembaga/ organisasi yang terkait.
4. Kepala BPBD melaporkan kepada Walikota/Bupati/Gubernur dan Kepala BNPB.
5. Kepala BNPB melaporkan penanganan tanggap darurat bencana kepada Presiden.
2.2 SISTEM MANAJEMEN BENCANA NASIONAL
Penanganan kondisi darurat (Emergency Response) terdiri atas tahap-tahap sebagai
berikut :
1. Tahap I : Penilaian kondisi darurat
2. Tahap II : Perencanaan program/kegiatan
3. Tahap III : Implementasi/pelaksanaan kegiatan
4. Tahap IV : Monitoring dan evaluasi
5. Tahap V : Koordinasi
1. TAHAP I PENILAIAN KONDISI (assessment)
Penilaian Kondisi adalah suatu proses mengumpulkan informasi atau data yang
dilakukan secara sistematis, yang selanjutnya akan dianalisa untuk menentukan dan
menilai kondisi-kondisi tertentu. Assessment dalam arti yang lebih luas merupakan
proses monitoring dan refleksi yang berlangsung terus menerus yang akan membantu kita
merencanakan dan menyesuaikan program agar tetap cocok dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat korban. Dalam hal ini kegiatan assessment menjadi sesuatu yang
dilakukan setiap waktu dan bukan suatu gambaran tetap mengenai kondisi masyarakat
kebutuhan dan sumber daya yang ada pada suatu saat tertentu.
Assessment penting dilakukan untuk mengetahui akar permasalahan suatu
kondisi krisis dan memutuskan langkah-langkah penanganan yang tepat. Informasi yang
perlu dikumpulkan pada waktu melakukan assessment mencakup informasi awal suatu
kondisi bencana dan informasi perubahan yang terjadi.
5. TAHAP V PELAPORAN
Kebutuhan akan laporan dalam situasi darurat tidak semata-mata dapat
dipenuhi dengan laporan pelaksanaan kegiatan. Kejadian yang biasanya mendadak dan
perkembangan situasi yang cepat menuntut adanya sistem pelaporan yang
mengakomodir kebutuhan akan update informasi. Beberapa jenis laporan dalam situasi
darurat adalah :
a. Laporan situasi
b. Laporan kegiatan
c. Laporan situasi perkembangan keamanan
2.3 STANDAR MANAJEMEN KEAMANAN DARURAT
A. Konsep Manajemen Keadaan Darurat (Emergency Management)
Emergency atau keadaan darurat merupakan suatu kegiatan di mana staf
melakukan tindakan untuk menyelamatkan aset organisasi serta menjaga kegiatan
organisasi agar tetap berjalan karena adanya kejadian yang tidak terduga. Apabila tidak
dilakukan tindakan, dimungkinkan akan mengakibatkan kerugian terhadap organisasi.
Emergency management merupakan pendekatan yang terencana untuk mencegah
bencana yang menimpa arsip dan informasi, menyiapkan dan merenspon keadaan darurat
serta pemulihan setelah bencana.
1. Tipe-tipe bencana menurut Gerald Hoetmer :
a. Bencana alam : gempa bumi, angin ribut, angin topan, tanah longsor dan banjir
b. Bencana teknologi : kejadian yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human
error) : kesalahan konstruksi, kurangnya pemeliharaan/kontrol peralatan, tidak
adanya peremajaan peralatan
c. Sipil (civil disaster) : kegiatan masyarakat yang sifatnya destruktif atau
merusak yang dapat mengakibatkan kerugian, kecelakaan, dan bahkan
kematian : pencurian, spionase, vandalism (mengubah, menghapus,
menambah, mencoret, merusak, mengaburkan, memberi tanda khusus,
menulisi/memberi catatan, dll.), teroris, kerusuhan dan perang.
2. Tahapan dalam manajemen keadaan darurat, beberapa pendapat :
a. Tahap pencegahan (prevention), tahap persiapan (preparation), tahap tindakan
(response), tahap pemulihan (recovery)
b. Persiapan dan pemulihan
c. Pencegahan dan pemulihan
Pencegahan : merupakan rancangan manajemen keadaan darurat dalam rangka
mengambil langkah-langkah mencegah arsip dan informasi dari bencana dengan
menggunakan manajemen resiko (risk managemnt). Pencegahan akan meliputi
kegiatan atau pengukuran yang mengurangi kemungkinan kerugian yang akan
dialami arsip dan informasi. Kegitan ini meliputi identifikasi lokasi organisasi
yang beresiko, tipe resiko, pemasangan sistem, pemusnahan faktor perusak arsip.
Persiapan : kegiatan yang mengarah pada tindakan jika akan terjadi bencana dan
merupakan tahapan respon ayau tanggap dalam keadaan darurat yang meliputi
kegiatan: pengembangan dan updating rencana manajemen keadaan darurat, test
system emergency, peratihan pegawai dan penyediaan peralatan.
Tindakan : kegiatan dalam mengahadapi suatu keadaan darurat, yang melibatkan
manusia, dana, sarana dalam melindungi dan menyelamatkan organisasi dari
kerugian.
Pemulihan : kegiatan mengumpulkan, memperbaiki semua sumber dan kegiatan
setelah terjadi bencana, termasuk pemulihan sistem dan proses organisasi agar
normal kembali, penyimpanan arsip/informasi ke dalam komputer
(dehumidifying) dan mengembalikan arsip vital dari penyimpanan offside.
3. Keuntungan dari rancangan manajemen keadaan darurat (emergency management
plan) :
a. Organisasi dapat memulai kegiatan dengan cepat (quick resumption operation)
b. Organisasi akan memperbaiki tingkat keselamatan (improve safety)
c. Organisasi akan melindungi aset vitalnya
d. Organisasi akan terkurangi beaya asuransi
e. Organisasi akan memperbaiki tingkat keamanan (improve security)
f. Organisasi akan mematuhi peraturan
g. Organisasi akan mengurangi kesalahan karena panic
B. Manajemen Keadaan Darurat (Emergency Management) Untuk Arsip dan
Informasi
Rancangan manajemen keadaan darurat merupakan kombinasi antara manajemen
kearsipan, system informasi, telekomunikasi dan fungsi arsip. Keuntungan manajemen
keadaan darurat :
1. Kegunaan manajemen keadaan darurat untuk arsip dan informasi :
a. Mengidentifikasi cara preventif menghindarkan musnahnya arsip dan informasi
b. Mengidentifikasi sumber-sumber informsi dan arsip organisasi
c. Menyiapkan tindakan yang sistematis terhadap bencana
d. Mengidentifikasi pegawai yang tanggap dan perannya terhadap bencana
e. Mengidentifikasi sumber dan sarana untuk pemulihan
f. Melaksanakan pemulihan arsip dan informasi
g. Melaksanakan prioritas pemulihan arsip dan informasi
2. Tujuan rancangan manajemen keadaaan darurat untuk arsip dan dokumen :
a. Mengidentifikasi dan melindungi arsip vital organisasi
b. Mengurangi resiko akibat bencana, kesalahan manusia, perusakan yang
disengaja, tidak berfungsinya fasilitas dan konsekuensi lain akibat bencana
c. Menjamin organisasi melanjutkan kegiatannya dengan cepat
d. Menjamin organisasi mampu pulih kembali dengan cara mrekonstruksi arsip
yang tersisa dan melaksanakan pemulihan secara terinci
C. Dukungan Pimpinan Organisasi (Top Management)
Manajemen keadaan darurat harus didukung oleh pimpinan (top management),
pimpinan unit dan seluruh pegawai dengan membentuk tim.
D. Tahapan Kegiatan dalam Manajemen Keadaan Darurat (Emergency Management)
1. Tahap Pencegahan (Prevention)
a. Melaksanakan proses manajemen resiko. Kegiatan ini meliputi analisis resiko dan
asesmen resiko.
- Analisis resiko, merupakan proses mengidentifikasi kemungkinan resiko
kehilangan, kerusakan dan ancaman terhadap arsip dan informasi.
- Penilaian resiko, merupakan proses mengidentifikasi resiko yang ada terhadap
arsip yang meliputi kegiatan : evaluasi keamanan dan pengawasan, survei
menentukan letak, mengindentifikasi dan merekomendasikan pengamanan dan
pengawasan, dan melaksanakan pengamanan dan pengawasan.
b. Analisis dampak terhadap organisasi. Analisis dampak terhadap organisasi yang
meliputi indentifikasi proses dampak fungsi-fungsi organisasi yang kritis dan
menentukan maksimal kehilangan arsip yang dapat ditoleransi.
c. Rancangan pencegahan bencana. Rancangan pencegahan bencana merupakan
pencegahan bencana dilaksanakan untuk mencegah bencana yang dapat
dilaksanakan serta meminimalisir kerugian akibat bencana. Rencana ini
berdasarkan program arsip vital, manajemen resiko, dan fase pertama dari
manajemen keadaan darurat.
2. Tahap Persiapan (Preparation)
a. Membentuk Tim, sebaiknya terdirid ari semua level yang mewakili semua
fungsi organisasi.
b. Mempertimbangkan Biaya Yang Dibutuhkan untuk kegiatan manajemen
keadaan darurat.
c. Menentukan Strategi Tindakan (respons), terkait dengan apa yang dilakukan
oleh organisasi, siapa bertanggungjawab dan terhadap apa, siapa
menghubungi siapa. Oleh karena itu perlu adanya simulai.
d. Menentukan Strategi Pemulihan (recovery) dalam rangka pemulihan
operasional organisasi dengan melakukan persiapan: pemeriksaan kerusakan,
menghubungi vendor untuk perbaikan arsip, restorasi arsip.
e. Mengumpulkan Data. Tim memerlukan data dan informasi yang diperlukan
untuk keperluan preparation.
f. Mengembangakan Rancangan Manajemen Keadaaan Darurat, berupa
rancangan tertulis yang disahkan oleh pimpinan.
3. Tahap Tindakan (Response)
a. Pengenalan Terhadap Bencana, hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan dan
pelatihan guna mengenali dan menghindari bencana, serta tindakan apa
selanjutnya.
b. Menghubungi Pihak Terkait, bencana yang sudah diditeksi, maka perlu segera
melapor ke pihak terkait.
c. Melaksanakan Rencana Yang Sudah Dibuat, tim segera bertindak untuk
menghadapi bencana.
d. Penilaian Kerusakan, penilaian kerugian awal perlu segera disusun agar dapat
dilakukan pemulihan.
e. Keamanan (security), perlu memperketat pengamanan aset perusahaan agar
tidak dimanfaatkan oleh fihak-fihak yang tidak bertanggungjawab.
f. Contingency (kegiatan yang mungkin dapat dilakukan). Rancangan keadaan
darurat meliputi contogency, misalnya perlu dicarikan lokasi alternatif jika
lokasi semula tidak dapat memfungsikan organisasi.
4. Tahap Pemulihan (Recovery)
a. Penilaian Kerusakan, merupakan penilaian kerusakan awal yang dilanjutkan
dengan perkiraan kerusakan sevara menyeluruh.
b. Stabilisasi, hal ini demi keselamatan pegawai dan aset organisasi, misalnya:
memindahkan arsip, menyetabilkan lingkungan, mematikan listrik,
memperbaiki kerusakan, mencegah kerusakan lehih lanjut, relokasi bahan-
bahan.
c. Penyelamatan (salvage), harus dilakukan sesuai prosedur. Untuk
penyelamatan arsip harus sesuai dengan tipe bencana dan mesia arsip.
d. Restorasi (perbaikan), perlu ada tindakan perbaikan terhadap aset organisasi,
baik bangunan dan arsip. Arsip elektronik perlu diduplikasi. Perlu relokasi
sementara jika lokasi awal tidak memungkinkan untuk berjalannya organisasi.
e. Memulai Kembali Kegiatan, bila situasi kritis berlalu dan kondisi telah stabil,
maka kegiatan organisasi perlu segera dijalankan.
\
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Tahapan keadaan
darurat bencana meliputi siaga darurat, tanggap darurat dan transisi ke pemulihan.
Sistem komando tanggap darurat bencana adalah suatu standar penanganan darurat
bencana yang mengintegrasikan pengerahan fasilitas, peralatan, personil, prosedur dan
komunikasi dalam suatu struktur organisasi.
Tahap V : Koordinasi
Emergency atau keadaan darurat merupakan suatu kegiatan di mana staf melakukan
tindakan untuk menyelamatkan aset organisasi serta menjaga kegiatan organisasi agar tetap
berjalan karena adanya kejadian yang tidak terduga. Apabila tidak dilakukan tindakan,
dimungkinkan akan mengakibatkan kerugian terhadap organisasi.
Emergency management merupakan pendekatan yang terencana untuk mencegah
bencana yang menimpa arsip dan informasi, menyiapkan dan merenspon keadaan darurat serta
pemulihan setelah bencana.
3.2 Saran
Mahasiswa Keperawatan : Diharapkan agar mahasiswa keperawatan lebih mendalami
pemahamannya tentang manajemen bencana agar menjadi pedoman dalam menjalankan
tugasnya kelak sebagai seorang perawat.
Pembaca : Diharapkan agar pengetahuan yang terdapat pada pembahasan makalah ini
dapat menambah wawasan pembacanya, tidak hanya menjadi bahan bacaan melainkan juga
dapat memberi petunjuk serta akan lebih baik jika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA