Anda di halaman 1dari 12

ORLI Vol. 48 No.

1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

Laporan Penelitian

Peran β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

Dhaniel Abdi Wicaksana, Rus Suheryanto, Iriana Maharani


Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/ Rumah Sakit dr. Saiful Anwar
Malang

ABSTRAK
Latar Belakang: Rinosinusitis kronik jamur merupakan permasalahan kesehatan terutama di
negara berkembang karena prevalensinya yang semakin meningkat, sulitnya penanganan medis, serta
berdampak besar terhadap penurunan kualitas hidup. Saat ini tengah dikembangkan teknologi untuk
membantu penegakan diagnosis tanpa tindakan invasif, yaitu dengan memanfaatkan β-glucan sebagai
komponen terbesar penyusun dinding sel beberapa spesies jamur. Tujuan: Mengetahui hubungan antara
kadar β-glucan jaringan sinus dan serum darah untuk diagnosis rinosinusitis kronik jamur. Metode:
Penelitian cross sectional ini melibatkan 20 subjek penelitian. Dilakukan pengambilan sampel darah, dan
pembedahan sinus maksila untuk mengambil jaringan mukosa, yang kemudian dilanjutkan pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR) untuk identifikasi jamur pada mukosa sinus. Bila didapatkan spesies
jamur yang memiliki β-glucan, dilakukan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk
pengukuran kadar β-glucan. Hasil: Aspergillus flavus merupakan jamur yang paling banyak ditemukan.
Seluruh subjek melampaui batasan positif β-glucan (≥80 pg/mL) dari spesimen mukosa, dan hanya 1
subjek memberikan hasil intermediate (60-79 pg/mL) dari darah. Uji t berpasangan mendapatkan kadar
β-glucan darah tidak berbeda bermakna dengan mukosa sinus (p=0,886), sehingga pemeriksaan β-glucan
pada darah dapat menggambarkan kadar β-glucan pada sinus paranasal. Kesimpulan: β-glucan dapat
dimanfaatkan untuk membantu memperoleh diagnosis rinosinusitis kronik jamur, sehingga diharapkan
diagnosis dapat ditegakkan dengan cepat dan tepat tanpa memerlukan tindakan invasif, namun hasil ini
membutuhkan penelitian lebih lanjut, khususnya terkait uji diagnostik.

Kata kunci: Rinosinusitis kronik jamur, diagnosis, β-glucan, ELISA

ABSTRACT
Background: Chronic fungal rhinosinusitis is a major health problem particularly in developing
countries due to its increasing prevalence, difficult medical treatment, and also could make a large impact
on the quality of life. The current technology to establish diagnosis without invasive procedure is by
utilizing β-glucan, the largest component of fungal cell wall in some fungal species. Purpose: To discover
the correlation of β-glucan level in paranasal sinus tissue and blood serum as a potential diagnosis
marker for chronic fungal rhinosinusitis. Methods: A cross sectional study involving 20 subjects. Blood
sampling and maxillary sinus surgery were performed, then fungi identification in the sinus mucosa
was done by Polymerase Chain Reaction (PCR). If a fungal species with β-glucan was found, then the
examination was continued with the measurement of β-glucan by Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay
(ELISA) technique in sinus and blood. Results: Aspergillus flavus is the most commonly found fungus. All
subjects passed the positive β-glucan limit (≥80 pg/mL) of the mucosal sample, and only 1 subject had
intermediate results (60-79 pg/mL) from the blood. Paired t-test result showed no significant difference
between the level of β-glucan in blood and mucosal sinus (p=0.886), so that β-glucan blood examination
could illustrate β-glucan levels in paranasal sinuses. Conclusion: β-glucan may be used to establish
the diagnosis of fungal chronic rhinosinusitis with one hope that the diagnosis process can be obtained
quickly and accurately without invasive procedure, although it still requires more studies, particularly
related to diagnostic test.

Keyword: Chronic fungal rhinosinusitis, diagnosis, β-glucan, ELISA

34
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

Alamat Korespondensi: dr. Dhaniel Abdi Wicaksana. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok-Bedah Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/ Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar Malang. Email: dr_dhaniel@yahoo.co.id

PENDAHULUAN penurunan kualitas hidup, serta penanganan


Rinosinusitis kronik adalah peradangan medis yang lebih sulit bila dibandingkan
pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang dengan rinosinusitis kronik akibat penyebab
memiliki karakteristik berupa dua atau lebih lain.6
gejala. Salah satu gejalanya harus berupa Tidak semua spesies jamur merupakan
hidung tersumbat, obstruksi, kongesti atau patogen pada kasus rinosinusitis kronik,
sekret hidung (anterior atau posterior nasal sebagian spesies jamur lainnya tidak
drip), serta adanya temuan lain yang dapat menyebabkan kelainan dalam tubuh
berupa nyeri atau rasa tertekan pada daerah manusia. Beberapa spesies jamur yang
wajah, berkurang atau hilangnya fungsi dicurigai berperan dalam rinosinusitis kronik
penghidu; pada pemeriksaan endoskopi antara lain adalah dari golongan Alternaria,
ditemukan polip hidung dan/atau sekret Aspergillus, Candida, Penicillium, dan
mukopurulen yang berasal dari meatus sebagainya. Keberagaman spesies yang
medius, dan/atau edema/obstruksi mukosa terkait dengan infeksi jamur pada tubuh
pada meatus medius, dan/atau perubahan manusia sangat dipengaruhi oleh kondisi
mukosa pada kompleks osteomeatal, geografis (khususnya daerah dengan
dan/ atau adanya kelainan pada sinus dari kelembapan yang tinggi), namun Candida
pemeriksaan computed tomographyscanner dan Aspergillus merupakan spesies yang
(CT Scan) yang telah berlangsung ≥12 paling sering ditemukan sebagai patogen
minggu tanpa resolusi gejala yang lengkap. dan cukup sering menyebabkan kematian.4
Data di poliklinik Rinologi Departemen Ilmu Penelitian Maharani et al.5 terhadap 29
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah penderita rinosinusitis kronik yang menjalani
Kepala dan Leher (IK THT-KL) Rumah irigasi sinus maksila menemukan Aspergillus
Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Saiful flavus pada 21 sampel dan Candida spp.
Anwar Malang, rinosinusitis menempati (C. albicans dan C. parapsilosis) pada 17
peringkat pertama (28% kasus) dari jumlah sampel penelitian.
kunjungan sepanjang tahun 2016.1-3
Baik Candida spp., Aspergillus spp. serta
Sejak tiga dekade terakhir, prevalensi beberapa spesies jamur lainnya memiliki
rinosinusitis kronik karena jamur semakin β-glucan, yaitu suatu polimer glukosa atau
meningkat, terlebih dengan meningkatnya polisakarida pada bagian dalam dinding
jumlah penderita imunodefisiensi seperti sel beberapa spesies jamur yang berperan
acquired immunodeficiency syndrome dalam aktivasi leukosit, stimulasi respon
(AIDS), tranplantasi organ, dan terapi fagositosis dan sitotoksis, serta produksi
kanker.4 Maharani et al.5 menemukan jamur reactive oxygen species dan reactive
melalui pemeriksaan polymerase chain nitrogen species pada tubuh pejamu.7,8
reaction (PCR) dari sampel cairan bilasan Kadar β-glucan dari bronchoalveolar lavage
sinus maksila seluruh penderita rinosinusitis dan serum darah diketahui meningkat pada
kronik di RSUD dr. Saiful Anwar Malang 87,5% penderita Pneumocytis pneumonia.7
yang mengikuti penelitian. Rinosinusitis Hal ini menunjukkan peran β-glucan dalam
kronik jamur menjadi perhatian karena membantu penegakan diagnosis infeksi
dinilai menyebabkan dampak yang besar jamur dan diharapkan dapat mengurangi
terkait keluhan penderita yang berat, tindakan invasif, terlebih dengan sulitnya

35
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

penegakan diagnosis infeksi jamur selama 2017. Berdasarkan perhitungan didapatkan


ini, dimana 38-86% kasus infeksi jamur besar sampel minimal sebanyak 20 orang.
invasif memberikan hasil pemeriksaan Pengambilan sampel pada penelitian ini
mikroskopik dan kultur yang negatif.9 menggunakan tehnik consecutive sampling
Penelitian serupa yang terkait mendapatkan hingga besar sampel terpenuhi.
rinosinusitis jamur invasif akibat Aspergillus
Sampel penelitian adalah penderita
spp. dapat dideteksi dengan memanfaatkan
rinosinusitis maksila kronik jamur dengan
antigen dari Aspergillus galactomannan
atau tanpa polip hidung yang datang berobat
dan menggunakan teknik enzyme-linked
ke poliklinik IK THT-KL RSUD dr. Saiful
immunosorbent assay (ELISA) dengan
Anwar, Malang dan memenuhi kriteria
sensitivitas sebesar 64% dan spesifisitas
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah
sebesar 60%. Apabila β-glucan terbukti
penderita berusia lebih dari atau sama dengan
dapat diterapkan sebagai penunjang
18 tahun saat dilakukannya penelitian, yang
diagnosis, maka akan lebih menguntungkan
menjalani pengobatan dengan pembedahan
karena mencakup lebih banyak spesies
sinus paranasal dan pada pemeriksaan
jamur dibandingkan pemeriksaan antigen
PCR didapatkan jamur yang memiliki
Aspergillus galactomannan.10
β-glucan, serta bersedia untuk ikut serta
β-glucan memiliki banyak peran dalam penelitian dengan menandatangani
dalam sistem imun, khususnya sebagai pernyataan bersedia ikut serta dalam
imunomodulator bersama reseptor penelitian setelah mendapatkan penjelasan.
spesifiknya dectin-1. Belum dipahaminya Penderita dieksklusi bila saat diagnosis
patofisiologi rinosinusitis kronik jamur ditegakkan sedang menjalani pengobatan
secara penuh dan belum banyaknya dengan anti jamur baik sistemik maupun
pembahasan mengenai β-glucan, khususnya topikal selama ≥4 minggu, atau dengan
kemungkinan pemanfaatan sebagai penanda kortikosteroid sistemik selama ≥7 hari dengan
infeksi rinosinusitis kronik jamur, maka dosis setara metilprednisolon 40 mg/hari
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian atau kortikosteroid topikal selama ≥1 bulan
lebih lanjut mengenai hal tersebut. dengan dosis setara flutikason propionat 400
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan mcg/hari.
tambahan pengetahuan dan dapat
Sebagai bagian dari pemeriksaan darah
dimanfaatkan dalam membantu diagnosis
sebelum menjalani pembedahan sinus maksila,
penderita rinosinusitis kronik akibat jamur
dilakukan pengambilan darah sebanyak 3
di masa yang akan datang, serta memberikan
mL untuk pemeriksaan ELISA β-glucan
data dasar bagi penelitian selanjutnya.
dan disimpan dalam tabung vacutainer
dengan ethylenediaminetetra acetic acid
(EDTA). Penderita kemudian menjalani
METODE
pembedahan melalui antrostomi anterior
Penelitian ini merupakan penelitian (pungsi fosa kanina atau Caldwell Luc)
analitik observasional dengan pendekatan menggunakan pembiusan umum maupun
cross sectional untuk mengetahui hubungan lokal oleh dokter supervisor divisi Rinologi
antara kadar β-glucan jaringan sinus dan Departemen IK THT-KL RSUD dr. Saiful
serum darah pada penderita rinosinusitis Anwar, Malang. Pada pembedahan tersebut
maksila kronik jamur di RSUD dr. Saiful dilakukan pengambilan spesimen jaringan
Anwar, Malang. Penelitian dilakukan mukosa sinus maksila, dimasukkan dalam
setelah didapatkan ethical clearence, mulai wadah steril, dan selama transpor spesimen
bulan September 2016 hingga September disimpan dalam kotak pendingin yang untuk

36
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

selanjutnya dilakukan pemeriksaan ELISA Tabel 1 memperlihatkan karakteristik


β-glucan. Pemeriksaan ELISA tersebut umum subjek penelitian. Mayoritas subjek
menggunakan Finetest® Human β-glucan penelitian berada pada kelompok usia 18-29
ELISA Kit. Kadar dari pemeriksaan serum tahun yaitu sebanyak 6 orang (30%), dan
darah dan jaringan mukosa sinus dinyatakan berjenis kelamin laki-laki 11 orang (55%).
negatif bila <60 pg/mL, intermediate 60-79 Dilihat dari status sosialnya, didapatkan 12
pg/mL dan positif bila ≥ 80 pg/mL. orang (60%) memiliki pekerjaan dengan
sebagian besar waktunya berada di dalam
Penderita akan ditetapkan menjadi
ruangan (guru, penjahit, karyawan, dan
subjek penelitian setelah spesimen yang
lain-lain), sementara 4 orang bekerja di luar
diambil dengan pembedahan diperiksa
ruangan ,dengan 3 orang di antaranya adalah
dengan PCR untuk identifikasi jamur yang
1 petani dan 1 orang sopir truk.
memiliki β-glucan, meliputi Aspergillus
flavus, Aspergillus fumigatus, Candida Seluruh keluhan utama dari subjek
albicans, Candida parapsilosis, dan penelitian merupakan bagian dari gejala
Cryptococcus neoformans. Pemeriksaan PCR mayor kriteria diagnosis rinosinustis kronik.
menggunakan instrumen Jena Bioscience® Hidung tersumbat merupakan keluhan utama
DNA Preparation Kit, Intron Maxime® yang paling sering ditemui, yaitu pada 12
PCR Premix (master mix), DNA marker, orang (60%) kemudian diikuti oleh keluhan
IDT® Primer DNA. Pemeriksaan PCR dan pilek dan nyeri wajah yang masing-masing
ELISA dilakukan di Laboratorium Ilmu Faal ditemukan pada 4 orang (20%). Berdasarkan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, anamnesis terkait gejala mayor, didapatkan
Malang. Penderita yang tidak memenuhi keseluruhan subjek penelitian mengeluhkan
kriteria inklusi akan dieksklusikan dan tetap
Tabel 1. Karakteristik umum subjek penelitian
mendapat penanganan sesuai dengan panduan
praktek klinis yang berlaku.
Subjek penelitian
Karakteristik umum
Semua data yang diperoleh diolah n %
menggunakan program Statistical Package Kelompok usia
for the Social Sciences (SPSS) 23.0.0. Data 18-29 tahun 6 30
hubungan antara peningkatan kadar β-glucan 30-39 tahun 3 15
dari jaringan mukosa sinus maksila dengan 40-49 tahun 5 25
serum darah dianalisa dengan menggunakan 50-59 tahun 5 25
uji T berpasangan dan Wilcoxon. Perbedaan ≥ 60 tahun 1 5
dikatakan bermakna apabila didapatkan Jenis kelamin
p<0,05. Laki-laki 11 55
Perempuan 9 45
Pekerjaan
HASIL Dalam ruangan 12 60
Luar ruangan 4 20
Pada periode awal penelitian, 24 penderita
Agrikultural 3 15
rinosinusitis maksila kronik dengan atau
Non agrikultural 1 5
tanpa polip hidung menjalani pembedahan
Tidak bekerja 4 20
sinus maksila. Setelah dilakukan pemeriksaan
Pendidikan*
PCR, didapatkan 20 penderita rinosinusitis
Rendah 9 45
maksila kronik jamur yang memenuhi kriteria
  Tinggi 11 55
inklusi dan eksklusi untuk menjadi subjek Keterangan: * Pendidikan rendah: tidak sekolah
penelitian. hingga tamat SLTP; tinggi: tamat SLTA ke atas

37
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

Tabel 2. Karakteristik klinis subjek penelitian

Subjek penelitian Subjek penelitian


Karakteristik klinis Karakteristik klinis p
n % n %
Keluhan utama Penyakit penyerta
Terkait gejala mayor 20 100 Atopi* 10 40
Hidung tersumbat 12 60 Infeksi paru 3 15
Pilek 4 20 Diabetes mellitus 2 10
Nyeri wajah 4 20 Otoimun 1 5
Gangguan penghidu 0 0 Tidak ada 9 50
Terkait gejala minor 0 0
Tes cukit kulit (alergen inhalan)
Gejala mayor Positif 7 35
Hidung tersumbat 20 100 Negatif 11 55
Sekret 20 100 Tidak dilakukan 2 10
Nyeri wajah 11 55
Gangguan penghidu 14 70 Rinosinusitis maksila kronik jamur
Dengan polip hidung 8 40
Gejala minor Tanpa polip hidung 12 60
Sakit kepala 10 50 Unilateral 10 50
Demam 5 25 Bilateral 10 50
Halitosis 6 30
Nyeri gigi 3 15 SNOT 22
Letih 16 80 48,0 ± 17,625
Sebelum pembedahan
Gangguan telinga 1 5 (rentang 15 - 82)
0,000a
20,8 ± 14,795
Setelah pembedahan
Lama keluhan (bulan) 32,95 ± 37,378 (rentang 2 - 57)
      (rentang 3 - 120)            
Keterangan: * penyakit atopi meliputi asma, rinitis alergi, food allergy, atau alergi obat;
a
uji perbedaan dengan uji t berpasangan setelah diketahui bahwa distribusi data normal

Tabel 3. Distribusi jamur dengan β-glucan

Subjek penelitian
Spesies
n %
Aspergillus flavus 14 70
Aspergillus fumigatus 13 65
Candida albicans 10 50
Cryptococcus neoformans 3 15
Candida parapsilosis 2 10

Tabel 4. Kadar dan hubungan antara β-glucan mukosa sinus maksila dengan serum darah
Median
Rerata ± SD Uji normalitas
β-glucan n (min-maks) p
(pg/mL) (pg/mL) p p*
Mukosa 20 944,85 ± 981,854 622,0 (179 - 4551) 0,000 0,735
0,886
Darah 20 909,65 ± 487,327 871,5 (77 - 1654) 0,153 -
Keterangan: * setelah transformasi data

38
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

hidung tersumbat dan sekret hidung. Gejala pemeriksaan lain dalam membantu identifikasi
minor yang paling banyak dikeluhkan jamur. Pada penelitian ini, spesimen mukosa
oleh subjek penelitian adalah rasa letih sinus maksila diperiksa dengan PCR dan dari
yang dialami oleh 16 orang (80%) diikuti lima spesies yang diidentifikasi, diperoleh
sakit kepala pada 10 orang (50%). Lama Aspergillus flavus merupakan jamur yang
keluhan berlangsung hingga subjek penelitian paling banyak ditemukan dalam penelitian
memeriksakan diri dan dinyatakan menderita ini (14 orang), diikuti Aspergillus fumigatus,
rinosinusitis kronik berkisar antara 3 hingga Candida albicans, Cryptococcus neoformans
120 bulan dengan rerata 32,95 ± 37,378 bulan. dan Candida parapsilosis seperti tercantum
pada tabel 3.
Selain rinosinusitis kronik, beberapa
subjek penelitian memiliki penyakit penyerta, β-glucan sebagai komponen dinding
di antaranya 10 orang memiliki kelainan beberapa spesies jamur dapat dimanfaatkan
atopi berupa asma, rinitis alergi, food allergy dalam proses diagnosis rinosinusitis kronik
atau alergi obat. Dari 20 subjek penelitian, jamur dengan bantuan pemeriksaan ELISA.
18 orang menjalani pemeriksaan tes cukit Dalam penelitian ini didapatkan rerata
kulit di poliklinik khusus Alergi Imunologi β-glucan mukosa sinus maksila adalah 944,85
IK THT-KL RSUD dr. Saiful Anwar, dan ± 981,854 pg/mL, sedangkan pada darah
diperoleh sebanyak 7 orang positif terhadap 909,65 ± 487,327 pg/mL. Uji t berpasangan
alergen inhalan. Setelah dilakukan anamnesis, dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
pemeriksaan fisik dan penunjang hingga β-glucan mukosa dan darah. Tidak didapatkan
akhirnya diagnosis rinosinusitis maksila adanya perbedaan bermakna antara kadar
kronik jamur dapat ditegakkan, didapatkan β-glucan mukosa dengan darah (p=0,886)
60% (12 orang) subjek penelitian menderita yang menunjukkan bahwa kadar β-glucan
rinosinusitis maksila kronik tanpa polip darah dapat menggambarkan kadar β-glucan
hidung, dan sisanya 40% (6 orang) dengan pada mukosa sinus paranasal. Dengan
polip hidung. Kejadian ditemukan kelainan demikian, bila mendapatkan kasus yang
unilateral dan bilateral sama banyaknya, yaitu memenuhi kriteria diagnosis rinosinusitis
masing-masing 10 orang (50%). kronik, dengan pemeriksaan β-glucan darah
memberikan nilai positif dapat dinyatakan
Kuesioner SNOT22 digunakan untuk
bahwa penderita tersebut mengalami
evaluasi subjektif sebelum dan sesudah
rinosinusitis kronik jamur. Berdasarkan
pembedahan. Didapatkan penurunan nilai
batasan nilai positif β-glucan (≥80 pg/mL),
rerata SNOT22 dari 48,0 ± 17,625 sebelum
seluruh subjek penelitian melewati ambang
pembedahan menjadi 20,8 ± 14,795 pada
batas tersebut untuk spesimen mukosa, dan
1 bulan sesudah pembedahan. Penurunan
hanya satu subjek penelitian dengan kadar
total nilai SNOT22 ini didapatkan bermakna
β-glucan darah yang sesuai dengan batasan
secara statistik dengan nilai p=0,000 yang
intermediate (60–79 pg/mL).
menunjukkan adanya perbaikan secara
bermakna dari keluhan subjektif penderita
setelah pembedahan.
DISKUSI
Identifikasi jamur merupakan proses
Rinosinusitis kronik merupakan penyakit
penting, namun sulit dilakukan karena
dengan prevalensi yang tinggi dan hingga
berbagai keterbatasan dari pemeriksaan
saat ini telah terdapat beberapa panduan
penunjang yang tersedia. Meskipun mahal
untuk membantu penegakan diagnosis, salah
dan sulit untuk dilakukan, PCR merupakan
satunya adalah EP3OS. Berbagai panduan
pemeriksaan yang memiliki sensitivitas
tersebut menggabungkan antara keluhan
dan spesifisitas paling tinggi dibandingkan

39
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

subjektif penderita dengan temuan klinis baik dengan lokasi paparan dimana perempuan
dari pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan dikaitkan dengan polusi rumah tangga
penunjang.1,6 Bila rinosinusitis kronik telah sementara laki-laki dikaitkan paparan di
diterapi sesuai dengan algoritma namun tempat kerja, namun saat ini hal tersebut
tidak mengalami perbaikan, perlu dicurigai dianggap tidak sesuai.
bahwa penyebabnya adalah infeksi jamur
Sekitar 60% subjek penelitian bekerja di
dan untuk membuktikannya dibutuhkan
dalam ruangan menunjukkan bahwa paparan
pemeriksaan lanjutan yang seringkali bersifat
jamur dalam ruangan juga berperan dalam
invasif. Alternatif pemeriksaan lainnya
kejadian infeksi jamur.13 Meskipun pada
seringkali tidak sensitif atau harganya mahal.
dasarnya jamur tersebut terbawa dari tanah
Pemeriksaan yang lebih mudah, seperti
ke dalam ruangan, namun akibat sirkulasi
IgE Aspergillus masih sulit diterapkan di
ruangan yang tidak baik menyebabkan
Indonesia karena kurangnya fasilitas yang
jamur tersebut tertahan di dalam ruangan
mampu melakukan pemeriksaan tersebut.
dan meningkatkan peluang terjadinya infeksi
Oleh karena itu diperlukan suatu modalitas
jamur karena paparan jamur yang berulang.
baru yang lebih murah dan mudah dilakukan
Jamur tersebut dapat bertahan dan tumbuh
namun minimal invasif, terlebih dengan
dalam ruangan pada celah-celah bangunan
semakin meningkatnya kejadian infeksi jamur
yang kemudian tersebar, salah satunya
termasuk rinosinusitis jamur pada tiga dekade
melalui air conditioner.
terakhir.1,7
Tingkat pendidikan subjek penelitian
Mayoritas usia subjek penelitian memang
ini 55% adalah pendidikan tinggi dan
berkisar antara 18-29 tahun (30%), namun
45% pendidikan rendah. Hal tersebut
50% subjek penelitian berada pada usia 40-
berbeda dengan penelitian Wahid et al.14
60 tahun. Rinosinusitis kronik jamur dapat
yang mendapatkan hampir 70% subjek
diderita oleh semua kelompok usia, namun
penelitiannya berpendidikan rendah.
cenderung lebih banyak pada kelompok
Pendidikan rendah sering dikaitkan dengan
usia kerja. Hasil tersebut sesuai dengan
status sosioekonomi yang rendah dan
penelitian Satish et al.11 dimana 80% subjek
kurangnya pengertian akan bahaya higiene
penelitiannya berada pada kelompok usia
yang buruk serta pentingnya kesehatan.
dekade ke-4 hingga ke-6. Kelompok usia
Tingkat pendidikan tinggi seringkali dikaitkan
penderita yang berada pada usia kerja
dengan pekerja perkantoran atau ruangan,
dikaitkan dengan paparan jamur yang
sementara pendidikan rendah seringkali
diperoleh saat kerja, dalam hal ini pekerjaan
dikaitkan dengan pekerja kasar atau lapangan.
diduga lebih memiliki peran berkaitan dengan
kejadian rinosinusitis jamur daripada usia Sebanyak 12 penderita (60%)
penderita. rinosinusitis maksila kronik jamur datang
dengan keluhan utama hidung tersumbat,
Pada penelitian ini jumlah penderita
diikuti dengan keluhan pilek dan nyeri
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang,
wajah (20%). Temuan tersebut sesuai dengan
sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
penelitian Srivastava et al.15 dan Satish et al.11
perempuan. Senada dengan penelitian Shivani
yang mendapatkan hidung tersumbat sebagai
et al. 12 yang mendapatkan perbandingan
keluhan yang paling banyak ditemukan pada
penderita rinosinusitis kronik antara laki-
penderita rinosinusitis jamur, diikuti dengan
laki dan perempuan adalah 1,4:1 yang
adanya sekret hidung. Keluhan hidung
menunjukkan kejadian rinosinusitis kronik
tersumbat maupun adanya sekret hidung
jamur tidak berkaitan dengan jenis kelamin.
merupakan keluhan yang tidak spesifik untuk
Dahulu perbedaan jenis kelamin dikaitkan
rinosinusitis jamur namun termasuk kriteria

40
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

mayor diagnosis rinosinusitis kronik secara dengan Th2 dan rekruitmen eosinofil yang
umum, dan dialami oleh seluruh subjek dalam menyebabkan peradangan tidak hanya
penelitian ini. Keluhan tersebut cenderung menyerang rongga hidung, namun juga akan
akan semakin memberat dengan berjalannya menginfiltrasi jaringan sekitarnya seperti sinus
waktu hingga akhirnya mengganggu aktivitas hingga ke paru. Peradangan menyebabkan
maupun tidur penderitanya. kerusakan sistem transpor mukosiliar,
sehingga terjadi stagnansi sekret dan menjadi
Pada penelitian ini, didapatkan rata-
media yang baik untuk pertumbuhan berbagai
rata penderita telah mengalami gejala
patogen termasuk jamur. Keadaan pejamu
rinosinusitis kronik selama 32,95 ± 37,378
yang imunokompeten memungkinkan infeksi
bulan. Hal tersebut disebabkan karena
menjadi kronik, bila dibandingkan dengan
keluhan rinosinusitis kronik awalnya tidak
pejamu imunokompromais yang cenderung
terlalu mengganggu, sehingga penderita
mengalami infeksi akut/fulminan.17,18
seringkali tidak segera memeriksakan dirinya
sejak awal, dan baru memeriksakan diri Mayoritas subjek penelitian menderita
ketika gejala semakin berat dan mengganggu. rinosinusitis kronik tanpa polip hidung,
Pernyataan yang berbeda disampaikan oleh dengan jumlah penderita rinosinusitis maksila
Wahid et al.14 yang mendapatkan sebesar kronik jamur unilateral sama banyaknya
76% penderita berobat dengan gejala yang dengan kelainan bilateral. Hasil tersebut
kurang dari tiga bulan atau masih dalam tidak sesuai dengan berbagai literatur yang
keadaan akut. Rinosinusitis akut seringkali menyatakan bahwa adanya polip hidung
memberikan gejala yang lebih berat dan berkaitan erat dengan rinosinusitis jamur,
memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi khususnya rinosinusitis jamur alergi yang
daripada rinosinusitis kronik, sehingga memasukkan polip hidung sebagai salah satu
penderita lebih perhatian akan penyakitnya. kriteria diagnosisnya. Kelainan unilateral
Penelitian ini hanya mengikut sertakan juga lebih berkaitan dengan rinosinusitis
penderita dengan keluhan kronik atau lebih jamur daripada polip hidung bilateral. Santhi
dari 12 minggu yang sesuai dengan kriteria et al. 19 melaporkan 80% penderita polip
EP3OS sebagai subjek penelitian.1 hidung memberikan hasil kultur jamur positif,
dengan sekitar 31% didapatkan struktur jamur
Penyakit atopi merupakan penyakit
pada pemeriksaan histopatologi. Kejadian
penyerta yang paling banyak ditemukan
polip hidung unilateral hampir serupa
pada penelitian ini. Data tersebut didukung
dengan bilateral, yaitu 38% berbanding
dengan hasil tes cukit kulit yang mendapatkan
40%. Hidung dan sinus paranasal merupakan
7 subjek penelitian memberikan hasil positif
lingkungan yang baik untuk tumbuhnya
terhadap alergen inhalan. Rinosinusitis kronik
jamur. Selain itu, kemampuannya untuk
jamur dapat terjadi baik pada penderita
dapat menginvasi mukosa menyebabkan
imunokompromais ataupun imunokompeten,
jamur dapat bertahan dalam jangka waktu
meskipun lebih banyak literatur menyebutkan
yang lama dan menciptakan inflamasi
peran dari keadaan imunokompromais,
kronik. Peradangan kronik tersebut dapat
seperti penderita diabetes melitus maupun
menstimulasi terbentuknya polip hidung.6,19
penggunaan steroid jangka panjang. 16,17
Penderita rinosinusitis kronik yang juga Sinonasal Outcome Test (SNOT)22
menderita asma mencapai 23%, sementara merupakan kuesioner untuk mengevaluasi
penyakit atopi lain seperti rinitis alergi kualitas hidup secara spesifik pada penderita
juga ditemukan pada 25-58% penderita rinosinusitis kronik. Kuesioner ini terdiri
rinosinusitis, seperti yang disampaikan dari 22 pertanyaan yang terbagi menjadi
oleh Hull et al.18 Inflamasi yang berkaitan empat domain, yaitu gejala hidung, gejala

41
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

wajah/telinga, gangguan tidur, dan perubahan Bersama chitin, β-glucan memberi


psikologis.20 Pada penelitian ini SNOT22 kekuatan dan rangka bagi beberapa spesies
dinilai sebelum pembedahan dan satu bulan jamur dan merupakan 60% dari penyusun
setelah pembedahan di mana didapatkan dinding sel jamur, yang terdiri dari 40%
perbaikan secara signifikan. Champagne et β-1,3-glucan dan 20% β-1,6-glucan. Angka
al.21 mengevaluasi 48 penderita rinosinusitis “1,3” dan “1,6” menunjukkan posisi glucan
jamur alergi yang menjalani pembedahan pada rantai glukosa dan membedakan
dan mendapatkan perbaikan nilai SNOT20 β-glucan milik jamur dengan milik gandum
sebelum operasi dari 18,77 (perempuan) dan atau tanaman yang serupa, dimana β-glucan
13 (laki-laki) menjadi 8,85 (perempuan) dan ditemukan pada “1,3” dan “1,4”. β-glucan
7,92 (laki-laki). Hasil tersebut menunjukkan merupakan target bagi respon imun innate,
peran pembedahan sebagai tatalaksana utama namun tidak selalu muncul pada semua
bagi rinosinusitis jamur, khususnya pada kasus bagian jamur. β-glucan akan diekspresikan
yang tidak membaik dengan pemberian terapi terutama pada konidia (merupakan tahapan
medikamentosa. Pembedahan merupakan spora aseksual jamur) yang meradang,
terapi pilihan dalam penanganan rinosinusitis dan sebelum terekspresikan β-glucan akan
jamur, dan teknik pembedahan yang menjadi tersembunyi pada dinding sel jamur dan sulit
pilihan adalah dengan bedah sinus endoskopi untuk dikenali oleh sistem imun pejamu.
fungsional. Dikarenakan sulitnya penegakan Kadar β-glucan dari pemeriksaan serum darah
diagnosis rinosinusitis kronik jamur, adalah negatif bila <60 pg/mL, intermediate
seringkali keputusan pembedahan tidak dapat 60-79 pg/mL dan positif bila ≥80 pg/mL. Pada
ditentukan sejak awal penderita rinosinusitis pemeriksaan dengan bronchoalveolar lavage,
kronik berobat. nilai β-glucan dianggap sama dengan serum
darah. Pada penelitian ini didapatkan tidak
Spora jamur berukuran kecil dan
ada perbedaan bermakna antara nilai rerata
mudah terbawa oleh angin sehingga mudah
β-glucan pada mukosa sinus paranasal dan
ditemukan dimanapun dan terhirup oleh
serum darah. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia serta mengakibatkan kolonialisasi
β-glucan dapat digunakan sebagai penanda
pada mukosa hidung dan sinus paranasal.
adanya infeksi jamur pada mukosa sinus
Mekanisme itu sendiri belum sepenuhnya
paranasal, namun perlu dilakukan penelitian
dipahami. Tidak semua spesies jamur
lebih lanjut untuk uji diagnostik dengan
menyebabkan rinosinusitis kronik karena
membandingkan hasil pada orang normal
jamur bersifat oportunis. Beberapa spesies
atau penderita rinosinusitis kronik karena
yang menyebabkan kelainan pada manusia
penyebab lain, untuk dapat memanfaatkan
memiliki dinding sel yang disusun oleh
β-glucan dalam membantu diagnosis.7, 8, 21, 22
β-glucan. Spesies yang paling banyak
dilaporkan adalah Aspergillus fumigatus, Sampai saat ini belum terdapat
Aspergillus flavus dan Candida albicans.9,17 penelitian lain terkait kadar β-glucan pada
Pada penelitian ini, Aspergillus flavus mukosa sinus paranasal. Penelitian yang
merupakan jamur penyebab terbanyak yang serupa adalah penelitian Theel et al.7 yang
ditemukan pada 70% subjek penelitian. Hasil mendapatkan kadar β-glucan dari pemeriksaan
tersebut berbeda dengan literatur lain yang bronchoalveolar lavage dan serum darah
dapat disebabkan oleh faktor geografis, tingkat penderita Pneumocytis pneumonia dengan
kelembapan udara dan iklim. Pada penelitian fungaemia adalah dengan nilai median 500
ini dilakukan pengambilan sampel langsung pg/mL untuk bronchoalveolar lavage dan
dari sinus maksila melalui antrostomi anterior 406 pg/mL untuk serum darah. Hasil tersebut
agar dapat menghindari kontaminasi dari lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
rongga hidung dan sampel disimpan pada kontrol, dimana diperoleh nilai median 50
tempat khusus yang steril. pg/mL untuk bronchoalveolar lavage dan 42
42
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

pg/mL untuk serum darah. Pada penelitian terapi anti fungal berhasil, seharusnya
ini hanya mendapatkan satu subjek penelitian terdapat penurunan kadar β-glucan. Selain
dengan kadar β-glucanintermediate (60- itu, meskipun β-glucan merupakan penyusun
79 pg/mL) pada spesimen darah, hasil lain terbesar dinding sel jamur, namun karena
memberikan nilai positif (≥80 pg/mL) baik lokasinya yang berada di dalam, terkadang
pada mukosa maupun darah. Batasan nilai tidak dapat dikenali oleh sistem imun
tersebut kini telah dipakai oleh United States tubuh pejamu. Keadaan-keadaan tersebut
Food and Drug Agency (FDA) sebagai memungkinkan jamur dapat membentuk
nilai batasan untuk diagnosis infeksi jamur. kolonisasi, kemudian menembus masuk
Kadar β-glucan juga telah dimasukkan hingga endotel pembuluh darah dan terbawa
dalam kriteria diagnosis fungaemia oleh oleh peredaran darah sistemik, namun
European Organization for Research and tidak mengaktifkan sistem imun protektif
Treatment of Cancer (EORTC) sejak tahun tubuh. Pada keadaan tersebut, komponen
2008. Saat ini juga tengah diteliti untuk jamur termasuk β-glucan dapat ditemukan
kemungkinan pemanfaatan evaluasi kadar dalam peredaran darah, sehingga dapat
β-glucan yang melewati nilai batasan positif dimanfaatkan sebagai petanda adanya infeksi
untuk pengambilan keputusan pemberian anti jamur terutama yang invasif.4, 27-29
jamur pada kasus yang dicurigai fungaemia Pemanfaatan β-glucan sebagai penanda
namun belum diketahui lokasi infeksinya.23-26 infeksi jamur telah disampaikan pada
Stimulasi sistem imun tubuh oleh beberapa literatur, namun penelitian tersebut
β-glucan telah terjadi sejak pengenalan lebih untuk keadaan fungaemia dan hingga
β-glucan oleh dectin-1 yang merupakan saat ini belum pernah dilakukan untuk kasus
reseptor spesifik β-glucan pada sistem imun rinosinusitis jamur. Penelitian Pazos yang
di mukosa sinus paranasal. Adanya jamur dikutip oleh Morrison et al.30 mendapatkan
pada mukosa sinus paranasal, dapat merusak sensitivitas 88%, spesifisitas 90%, positive
kesatuan pelindung mekanis, salah satunya predictive value (PPV) 70%, dan negative
dengan pelepasan enzim proteolitik. Tubuh predictive value (NPV) 96% untuk β-glucan
akan berusaha mengeliminasi patogen sebagai petanda infeksi jamur. Penelitian
dengan mengerahkan berbagai efektor sistem serupa dengan menggunakan galactomannan
imun ke lokasi infeksi. Respon sistem imun sebagai petanda infeksi jamur dengan
manusia untuk mengeliminasi β-glucan pemeriksaan ELISA mendapatkan hasil yang
tersebut antaranya adalah dengan produksi cukup baik, dengan sensitivitas sebesar 64%
enzim yang merupakan proses non spesifik, dan spesifisitas sebesar 60%. Kelemahan
meskipun proses pengenalan β-glucan dari pemeriksaan ELISA galactomannan
melibatkan suatu reseptor spesifik. Usaha adalah karena hanya dapat mendeteksi
tubuh manusia untuk menyingkirkan β-glucan infeksi yang disebabkan oleh Aspergillus
adalah dengan proses degradasi oksidatif dari spp bila dibandingkan dengan β-glucan
oksigen aktif dan ion nitrit yang diproduksi yang mencakup lebih banyak spesies
oleh sel makrofag atau leukosit, namun detil jamur. Kombinasi pemeriksaan β-glucan
proses tersebut masih belum sepenuhnya dengan galactomannan tengah dilakukan,
dipahami. Proses tersebut berjalan lambat dan diharapkan memberikan kemampuan
dan dinilai tidak efektif untuk menyingkirkan diagnostik yang lebih baik dengan spesies yang
jamur yang menyebabkan komponen jamur diperiksa lebih banyak. Kedua pemeriksaan
dapat diidentifikasi dalam tubuh dengan tersebut juga tengah dikembangkan sebagai
rentang waktu yang lama. Pemantauan alat penilaian keberhasilan terapi dengan
kadar β-glucan dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi kadar awal dan selama
menilai keberhasilan terapi infeksi jamur berlangsungnya pengobatan.10, 26, 29, 30
dengan pemeriksaan secara berkala. Bila
43
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

Berdasarkan data yang ada maka 7. Theel ES, Jespersen DJ, Iqbal S, Bestrom
dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat JE, Rollins LO, Misner LJ, et al. Detection
hubungan antara kadar β-glucan serum darah of (1,3)-ß-D-Glucan in Bronchoalveolar
Lavage and Serum Samples Collected
dengan mukosa sinus paranasal, yang dapat from Immunocompromised Hosts.
dimanfaatkan sebagai penanda adanya infeksi Mycopathologia. 2013;175(1-2):33-41.
jamur pada sinus paranasal, dengan tetap 8. Akramienė D, Kondrotas A, Didžiapetrienė
memperhatikan gejala-gejala yang sesuai J, Kėvelaitis E. Effects of ß-glucans on
dengan kriteria diagnosis rinosinusitis yang the Immune System. Medicina (Kaunas).
ada. Diharapkan dengan adanya penelitian 2007;43(8):597-606.
ini proses diagnosis rinosinusitis kronik 9. Shetty A, Chavan K. Microbiology in
jamur dapat diperoleh dengan cepat dan Invasive Fungal Sinusitis. In: Mankekar G,
tepat tanpa memerlukan tindakan invasif, editor. Invasive Fungal Rhinosinusitis. New
sehingga tatalaksana yang sesuai dapat segera Delhi: Springer; 2014. p.39-50.
diberikan, meskipun tetap perlu dilakukan 10. Chen CY, Sheng WH, Cheng A, Chen YC,
penelitian lebih lanjut untuk uji diagnostik, Tsay W, Tang JL, et al. Invasive Fungal
Sinusitis in Patients With Hematological
dan pembuktian lebih lanjut mengenai kaitan Malignancy: 15 Years Experience in a Single
β-glucan dengan patofisiologi rinosinusitis University Hospital in Taiwan. BMC Infect
jamur. Dis. 2011;11(250):1471-80.
11. Satish HS, Alokkan J. Clinical Study of
Fungal Rhinosinusitis. IOSR Journal of
DAFTAR PUSTAKA Dental and Medical Sciences. 2013;5(4):37-
40.
1. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C,
Alobid I, Baroody F, et al. European Position 12. Shivani, Devi B, Sharma K, Devi P, Rupali,
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps Deep G. Mycological Profile of Fungal
2012. Rhinology. 2012;50(1):1-12. Rhinosinusitis in a Tertiary Care Hospital.
International Journal of Contemporary
2. D a i n e s S M , O r l a n d i R R . C h r o n i c Medical Research. 2016;3(4):1026-28.
Rhinosinusitis. Facial Plast Surg Clin N
Am. 2012;20(1):1-10. 13. Bush RK, Portnoy JM, Saxon A, Terr
AI, Wood RA. The Medical Effects of
3. Departemen Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L. Mold Exposure. J Allergy Clin Immunol.
Laporan Tahunan 2016 Departemen Ilmu 2006;117:326-33.
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah
Kepala dan Leher Rumah Sakit Umum 14. Wa h i d F I , K h a n A , K h a n I A .
Daerah Saiful Anwar Malang. Malang: Clinicopathological Profile of Fungal
Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar Rhinosinusitis. Bangladesh J
Departemen Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L; Otorhinolaryngol. 2012;18(1):48-54.
2017. 15. Srivastava RM, Rijuneeta, Gupta AK,
4. Wüthrich M, Deepe GS, Jr., Klein B. Patro SK, Avasthi A. Quality of Life,
Adaptive Immunity to Fungi. Annu Rev Disability Scores, and Distress Index in
Immunol. 2012;30:115-48. Fungal Rhinosinusitis. Medical Mycology.
2014;52(7):706-14.
5. Maharani I, Suheryanto R, Retnoningsih E.
Airborne Fungi in Chronic Rhinosinusitis 16. Mankekar G. Epidemiology, Pathogenesis,
Patients Maxillary Sinus Lavage at Dr. and Risk Factors. In: Mankekar G, editor.
Saiful Anwar Hospital Malang. Bali Medical Invasive Fungal Rhinosinusitis. New Delhi:
Journal. 2016;5(2):18-24. Springer; 2014. p.7-14.
6. Adelson RT, Marple BF, Ryan MW. Fungal 17. Brewer JM, Marple BF. Fungal Disease
Rhinosinusitis. In: Johnson JT, Rosen in the Maxillary Sinus. In: Duncavage JA,
CA, editors. Bailey’s Head and Neck Becker SS, editors. The Maxillary Sinus -
Surgery-Otolaryngology. 5th ed. Baltimore: Medical and Surgical Management. New
Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p. York: Thieme Medical Publishers, Inc; 2011.
557-72. p.50-59.

44
ORLI Vol. 48 No. 1 Tahun 2018 β-glucan dalam diagnosis rinosinusitis kronik jamur

18. Hull BP, Han JK. Classification of Chronic 25. Albert O, Toubas D, Strady C, Cousson
Rhinosinusitis and Its Subsets. In: Batra J, Delmas C, Vernet V, et al. Reactivity
PS, Han JK, editors. Practical Medical of (1→3)-β-d-Glucan Assay in Bacterial
and Surgical Management of Chronic Bloodstream Infections. Eur J Clin Microbiol
Rhinosinusitis. New York: Springer; 2015. Infect Dis. 2011;30(11):1453–60.
p. 73-110.
26. Pauw BD, Walsh TJ, Donnelly JP, Stevens
19. Santhi T, Rajan KV. Presence of Fungal DA, Edwards JE, Calandra T, et al. Revised
Organisms in Chronic Rhinosinusitis with Definitions of Invasive Fungal Disease from
Nasal Polyposis: A Clinico Pathological the European Organization for Research
Study from Kerala. International Journal of and Treatment of Cancer/Invasive Fungal
Scientific Study. 2015;3(3):99-104. Infections Cooperative Group and the
National Institute of Allergy and Infectious
20. Juanda IJ, Madiadipoera T, Ratunanda SS,
Diseases Mycoses Study Group (EORTC/
Lasminingrum L, Sudiro M, Dermawan A.
MSG) Consensus Group. Clin Infect Dis.
Adaptasi Budaya, Alih Bahasa Indonesia
2008;46(12):1813–21.
dan Validasi Sino-Nasal Outcome Test
(SNOT)-22. Thesis. Bandung: Pascasarjana 27. Gow NAR, van de Veerdonk FL, Brown AJP,
Universitas Padjajaran; 2016. Netea MG. Candida albicans Morphogenesis
and Host Defence: Discriminating Invasion
21. Champagne JP, Antisdel JL, Woodard TD,
From Colonization. Nat Rev Microbiol.
Kountakis SE. Epidemiologic Factors
2012;10:112-22.
Affect Surgical Outcomes in Allergic
Fungal Sinusitis. The Laryngoscope. 28. Kern RC, Conley DB, Walsh W, Chandra
2010;120(11):2322-24. RK, Kato A, Peters AT, et al. Perspectives on
the Etiology of Chronic Rhinosinusitis: An
22. Hohl TM, Epps HLV, Rivera A, Morgan LA,
Immune Barrier Hypothesis. Am J Rhinol.
Chen PL, Feldmesser M, et al. Aspergillus
2008;22(6):549-59.
fumigatus Triggers Inflammatory Responses
by Stage-Specific ß-Glucan Display. PloS 29. Miura NN. Fate of β-Glucans In Vivo: Organ
Pathog. 2005;1(3):232-40. Distribution and Degradation Mechanisms
of Fungal β-Glucans in the Body. In: Young
23. Odabasi Z, Mattiuzzi G, Estey E, Kantarjian
SH, Castranova V, editors. Toxicology of
H, Saeki F, Ridge RJ, et al. β-D-Glucan as
1→ 3-Beta-Glucans: Glucans as a Marker
a Diagnostic Adjunct for Invasive Fungal
for Fungal Exposure. Boca Raton: Taylor &
Infections: Validation, Cutoff Development,
Francis; 2005. p.109-26.
and Performance in Patients with Acute
Myelogenous Leukemia and Myelodysplastic 30. Morrison CJ, Warnock DW. Serodiagnosis:
Syndrome. Clin Infect Dis. 2004;39(2):199- Antibody and Antigen Detection. In:
205. Maertens JA, Marr KA, editors. Diagnosis
of Fungal Infections. New York: Informa
24. Deshazo RD. Syndromes of Invasive Fungal
Healthcare; 2007. p.65-120.
Sinusitis. Med Mycol. 2009;47(1):S309-S14.

45

Anda mungkin juga menyukai