BAB II CHF DM
BAB II CHF DM
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gagal Jantung
1.1 Defenisi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal
jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari gagal
jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi dari kedua
keadaan tersebut tumpang tindih. Di Negara-negara industri, Penyakit Jantung
Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan pada 60-75% pada kasus gagal jantung
pada pria dan wanita. Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan penyakit
gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara PJK
dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus.
Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak aktif secara
fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi membentuk thrombus
pada tungkai bawah atau panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih
lanjut tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau
memperkuat kegagalan ventrikel .
2
Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung, demam, takikardi dan hipoksemia yang
terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan memberi tambahan beban
pada miokardyang sudah kelebihan beban meskipun masih terkompensasi pada pasien
dengan penyakit jantung kronik.
Output meningkat
Kelainan metabolik Aliran darah yang berlebihan
Tirotoksikosis Shunt arteri-vena sistemik.
3
1.3 Patofisiologi Gagal Jantung
Berbeda dengan sistem saraf simpatik, komponen dari sistem renin angiotensin
diaktifkan beberapa saat kemudian pada gagal jantung. mekanisme untuk aktivasi RAS dalam
gagal jantung mencakup hipoperfusi ginjal, penurunan natrium terfiltrasi mencapai makula
densa di tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, yang menyebabkan
peningkatan pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular. Renin memotong empat asam
amino dari sirkulasi angiotensinogen, yang disintesis dalam hepar, untuk membentuk
angiotensin I. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) memotong dua asam amino dari
angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Mayoritas (90%) dari aktivitas ACE dalam
tubuh terdapat dalam jaringan, sedangkan 10% sisanya terdapat dalam bentuk terlarut (ikatan
non membran) dalam interstitium jantung dan dinding pembuluh darah. Angiotensin II
mengerahkan efeknya dengan mengikat gabungan dua reseptor G-Protein angiotensin yang
disebut tipe 1 (AT 1) dan angiotensin tipe 2 (AT 2). Reseptor angiotensin yang dominan
dalam pembuluh darah adalah reseptor AT1. Aktivasi reseptor AT1 menyebabkan
vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron, dan pelepasan katekolamin, sedangkan
aktivasi reseptor AT2 menyebabkan vasodilatasi, penghambatan pertumbuhan sel, natriuresis,
dan pelepasan bradikinin. Angiotensin II memiliki beberapa tindakan penting untuk
mempertahankan sirkulasi homeostasis jangka pendek. Namun, ekspresi berkepanjangan dari
4
angiotensin II dapat menyebabkan fibrosis jantung, ginjal, dan organ lainnya. Angiotensin II
dapat juga memperburuk aktivasi neurohormonal dengan meningkatkan pelepasan
norepinefrin dari ujung saraf simpatik, serta merangsang zona glomerulosa korteks adrenal
untuk memproduksi aldosteron. Aldosteron menyediakan dukungan jangka pendek ke dalam
sirkulasi dengan melakukan reabsorbsi natrium dalam pertukaran dengan kalium di tubulus
distal. Aldosterone dapat menimbulkan disfungsi sel endotel, disfungsi baroreseptor, dan
menghambat uptake norepinefrin, salah satu atau semua dari kelainan tersebut dapat
memperburuk gagal jantung.
1.4 Klasifikasi
5
Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung
Definisi gagal jantung Gagal jantung merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan
tampilan seperti :
6
Manifestasi klinis gagal jantung
1.6 Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasiendiduga
gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%).
7
8
Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas (Tabel
5). Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit
yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang
9
belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan
fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone
Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma
peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan
pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko mengalami dekompensasi.
Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai
10
prediktif negatif yang tinggi dan membuat kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab gejalagejala yang dikeluhkan pasien menjadi sangat kecil Kadar peptida
natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis
buruk.Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan
dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang,
penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar
peptida natriuretik.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat ataumselama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan
secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure with
preserved ejection fraction)
11
Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak
adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien
endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial
appendagepada pasien fibrilasi atrial
Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada
keadaan hipokinesis atau akinesis berat
Mayor Minor
1.Edema paru akut 1. Edema ektremitas
2. kardiomegali 2. Batuk pada malam hari
3. Ronki paru 3. Dispneu d’effort
4. Hepatojugularis Refluks 4. Hepatomegali
5. Paroximal Noctural Dipsneu 5. Efusi pleura
6. Gallop S3 6. Penurunan Vital Capacity1/3 dari normal
7. Distensi vena leher 7. takikardi
8.Peninggian vena dileher
9. Penurunan berat badn
10. Peningkatan TVJ
12