Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) KEPERAWAN MATERNITAS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Penyakit
Pre eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat
kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Pre eklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau kualitatif 4+. Sedangkan
pasien yang sebelumnya mengalami pre eklampsia kemudian
disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan
preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat
dapat menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang
relative singkat dapat berkembang menjadi preeclampsia berat
(Cunningham, et al, 2007).

2. Manisfestasi Klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan
pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi,
dan akhirnya proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak
ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia
berat ditemukan gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah
frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, dan
mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre
eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia
yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda
utamanya yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau
proteinuria. Tetapi dalam praktik medis hanya hipertensi dan
proteinuria saja yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam penegakkan
diagnosa pre eklamsia.
Digolongkan pre eclampsia berat bila ditemukan satu atau
lebih gejala sebagai berikut:
a. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic
≥ 110 mmHg. Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan
kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
d. Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
e. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri
kepala, skotoma, dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
(akibat teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis
hepatoseluler, iskemia, dan edema).
g. Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
h. Edema paru-paru dan sianosis.
i. Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
j. Trombositopenia (<100.000/mm3)
k. Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
l. Sindrom HELLP.

3. Etiologi dan factor predisposisi


Apa yang menjadi penyebab pre-eklamsia sampai sekarang
belum diketahui. Tetapi pre-eklamsia hamper secara ekslusif
merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya
terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada
remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35
tahun.

Factor risiko terjadinya pre-eklamsia :

a. Kehamilan pertama.
b. Riwayat keluarga dengan pre-eklamsia dan eklamsia.
c. Pre-eklamsia pada kehamilan sebelumnya.
d. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun.
e. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit
ginjal, migraine,dan hipertensi).
f. Kehamilan kembar
g. Molahidatidosa
h. Hidrocepalus

4. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah.
Perubahan ini menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan
mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia pada uterus ,
merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase
lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan
terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi
fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin
akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan
perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif
koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus
yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati
dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan
selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen
arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati
oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar
oksigen mencukupi kebutuhab sehingga menyebabkan terjadinya
hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II akan
merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron.
Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular
akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi
organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh
diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta.
Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan
selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan
intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan
perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan
diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah
pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
pendarahan,sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru- paru,
LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena
pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan
terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya
kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah
menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh
aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan
menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal
akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terrhadap
protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri.
Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan
gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang
meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi
glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi
spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus
dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada plasenta
penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinyaIntra Uterin Growth Retardation serta
memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem
saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis
mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus
gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal
dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga
dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi
akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya
muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi
metabolisme anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah
yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

5. Klasifikasi
Pre eklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Pre eklamsi Ringan :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada
posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15
mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB
meningkat).
3) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan
kuwalitatif 1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
b. Pre eklamsi Berat
1) TD 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri
pada efigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis

6. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
pre eklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-
450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT)
meningkat (N= 15-45 u/ml)
e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT)
meningkat (N= < 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya
yaitu 2,4 – 2,7 mg/dL

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi
perteumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat,
aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi
menunjukan bahwa denyut jantung janin lemah.

7. Penatalaksanaan medic dan implikasi keperawatan


Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti :
kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan
medisinal. Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama
dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
a. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di
ruang khusus di daerah kamar bersalin.Tidak harus ruangan
gelap.Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih
kriteria ini.
1) Ada tanda-tanda impending eklampsia
2) Ada hellp syndrome
3) Ada kegagalan penanganan konservatif
4) Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr
5) Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang
MgSO4 dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam.
Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena
diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam
atau 15-20 tetes/menit). Syarat pemberian MgSO4 : –
frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit – tidak ada tanda-
tanda gawat napas – diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam
sebelumnya – refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila
: – ada tanda-tanda intoksikasi – atau setelah 24 jam pasca
persalinan – atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah
terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan antidotum MgSO4
yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%,
diberikan intravena dalam 3 menit).Obat anti hipertensi
diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg.Obat yang
dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg
oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10
mg lagi. Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu,
dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin
drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea
dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada
kontraindikasi partus pervaginam.Pada persalinan
pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau
cunam.
b) Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin
baik, dilakukan penanganan konservatif.Medisinal : sama
dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu
sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan,
selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak
ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi. jangan
lupa : oksigen dengan nasal kanul, 4-6 l / menit, obstetrik :
pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. bila ada indikasi,
langsung terminasi.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti
berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu
dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring.Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidat,
garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan
perlu dianjurkan.
c). Mengenal secara dini preeklampsia dan segera
merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat
anthipertensi, memang merupakan kemajuan yang penting
dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Wiknjosastro
H,2006).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah aktifitas yang mempunyai maksud yaitu


praktik keperawatan yang dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama
melaksakan proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengtahuan
yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat
penilaian yang bijaksana dan mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir
kesehatan klien dan merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi tindakan
keperawatan yang tepat guna mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan,
2012).

Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu : pengkajian, diagnosa,


perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang
terjadi pada tahan ini akan menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa
yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang diktetapkan.
Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi akan mengikuti
perencanaan yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan
dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawat pada klien
dapat diidentifikasi (Rohmah, 2012).
a. Identitas Diri
Meliputi : nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku/bangsa, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, tanggal rencana operasi, no. Rekam medik,
alamat, penanggung jawab.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama menurut Sulistyawati (2012 : 167) dikaji
untuk mengetahui tanda dan gejala yang berhubungan dengan Pre-
Eklamsi Berat dan untuk keperluan penegakkan diagnosa dari Pre-
Eklamsi Berat. Adapun keluhan yang berhubungan dengan Pre-
Eklamsi Berat adalah ditandai dengan gejala sakit kepala berat,
gangguan penglihatan/penglihatan kabur, atau nyeri
epigastrik/kuadran kanan atas (Norwitz, 2007).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada
saat pengkajian seperti sakit kepala berat, gangguan
penglihatan/penglihatan kabur, atau nyeri epigastrik/kuadran kanan
atas.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien
misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary ,
penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat
digitalis dan jenis obat lainnya.
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat Obstetric dan Gynekologi
Kaji tentang riwayat menstruasi, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe, serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya. Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Kaji tentang Riwayat pernikahan, Sulistyawati (2012 : 169)
mengemukakan bahwa riwayat pernikahan perlu dikaji untuk
mengetahui status perkawinan, jika menikah, apakah ini
pernikahannya yang pertama, apakah pernikahannya “bahagia”, jika
belum menikah apakah terdapat hubungan yang sifatnya
mendukung.
Kaji tentang riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang
lalu, Menurut Wiknjosastro (2008 : 133) riwayat kehamilan perlu
dikaji untuk mengetahui sebelumnya pernah hamil atau belum, hasil
akhir yang terjadi, komplikasi muncul atau tidak dan intervensi
dilakukan atau tidak.
Kaji tentang riwayat persalinan, dalam buku Wiknjosastro
(2008 : 133) riwayat persalinan dikaji untuk mengetahui persalinan
spontan atau buatan, lahir aterm, preterm, atau post term, ada
perdarahan waktu persalinan atau tidak, ditolong siapa, dan dimana
tempat persalinan.
Kaji tentang riwayat nifas, menurut Wiknjosastro (2005 :
133) mengkaji riwayat nifas untuk mengetahui apakah pernah
mengalami perdarahan daninfeksi, bagaimana proses laktasi dan
apakah ada jahitan pada perineum
Kaji tentang riwayat anak, dalam buku Wheeler (2004 : 10)
perlunya mengkaji riwayat anak yaitu untuk mengetahui jenis
kelamin, jumlah anak, hidup atau mati, berat badan waktu lahir dan
komplikasi yang terjadi pada bayi.
Kaji tentang riwayat kehamilan sekarang, menurut Pantiwati
dan Saryono (2010:115) riwayat kehamilan sekarang pada ibu hamil
meliputi :
1) Gravida/Para
2) Hari pertama haid terakhir (HPHT), dapat digunakan untuk
mengetahui umur kehamilan.
3) Hari Perkiraan lahir (HPL), dapat digunakan untuk menentukan
hari perkiraan lahir.
4) Ante Natal Care/ANC, dapat digunakan untuk mengetahui
riwayat ANC teratur/tidak, sejak hamil berapa minggu, tempat
ANC dimana dan untuk mengetahui riwayat kehamilannya,
Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) sudah/belum, kapan dan sudah
berapa kali.
5) Keluhan, digunakan untuk mengetahui keluhan selama hamil.
g. Riwayat Kontrasepsi
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan
serta keluahan yang menyertainya.
h. Aktifitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Sulistyawati (2012 : 169) mengemukakan pola nutrisi
dikaji untuk menanyakan ibu hamil apakah menjalani diet
khusus, bagaimana nafsu makannya, jumlah makanan dan
minuman atau cairan yang masuk.
2) Pola Eliminasi
Menurut Mufdillah (2009 : 13) pola eliminasi dikaji
untuk mengetahui berapa kali ibu BAB dan BAK, adakah
kaitannya dengan obstipasi atau tidak.
3) Pola aktifitas dan istirahat
Menurut Mufdillah (2009 : 13) pengkajian pada pola
aktifitas dan istirahat yaitu untuk mengetahui aktifitas ibu
berlebihan atau tidak, adakah ibu hamil stress atau banyak
pikiran karena hal ini dapat menyebabkan tekanan darah
naik. Berapa jam ibu tidur siang dan malam.
4) Personal Hygiene
Personal hygiene menurut Sulistyawati (2012 : 171)
perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana klien menjaga
kebersihan dirinya terutama daerah genetalia, karena jika
kebersihan genetalia kurang dapat memicu terjadinya
infeksi.
5) Pola seksual
Hidayat (2006 : 43) mengemukakan bahwa pola
seksual dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan
hubungan suami isteri dalam seminggu.

i. Pemeriksaan Fisik Head to Toe


1) Keadaan umum
Keadaan umum menurut sulistyawati (2012 : 174) untuk mengetahui
keadaan umum pasien apakah baik/cemas atau cukup/jelek.
2) Kesadaran
Menurut Sulistyawati (2012 : 174) kesadaran dikaji untuk
mengetahui tingkat kesadaran ibu mulai dari composmentis, apatis,
samnollen, sopor, koma atau dellirium.
3) Tekanan darah
Dalam buku Ummi, dkk (2010 : 91) tekanan darah dikaji untuk
mengetahui faktor resiko hipertensi/hipotensi dengan satuannya
mmHg. Tekanan darah normal 100/80–120/80 mmHg.
4) Suhu
Hidayat dan Uliyah (2011 : 116) mengatakan mengkaji suhu untuk
mengetahui tanda-tanda infeksi, karena adanya sisa hasil konsepsi
yang tertinggal di dalam uterus, maka terjadi nekrosis dan
membusuk sehingga menimbulkan infeksi pada desidua yang dapat
menyebabkan suhu tubuh meningkat, batas normal 35,6-37,60C.
5) Nadi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2011 : 113), nadi dikaji
untukmengetahui denyut nadipasien yang dihitung selama 1 menit,
batas normalnya 60-80 x/menit.
6) Respirasi
Hidayat dan Uliyah (2011 : 115) mengemukakan bahwa respirasi
dikaji untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
selama 1 menit, batas normalnya 18-24 x/menit.
7) Tinggi badan
Dalam buku Ummi, dkk (2010 : 91) tinggi badan di ukur untuk
mengetahui tinggi badan ibu kurang dari 145cm atau tidak, dan
termasuk resiko tinggi atau tidak
8) Berat badan
Wiknjosastro (2005 : 134) mengemukakan bahwa Berat badan
diukur untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan klien selama
hamil, penambahan berat badan rata-rata 0,3-0,5 kg/minggu, tetapi
nilai normal untuk pertambahan berat badan selama hamil 9-12 Kg.
9) Lingkar lengan atas
Wiknjosastro (2005 : 134) mengatakan, lingkar lengan atas diukur
untuk mengetahui lingkar lengan ibu 23,5 cm atau tidak, dan
termasuk resiko tinggi atau tidak.
10) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dikaji menurut Wiknjosastro (2005 :
125) adalah sebagai berikut :
a) Kepala
(1) Rambut : untuk mengetahui kebersihan rambut,
warna, kelebatan, rontok/tidak.
(2) Muka : dikaji apakah ada cloasma/tidak, pucat/tidak,
adakah oedem.
(3) Mata : conjungtiva merah/tidak, pucat/ tidak, sklera
ikterik/tidak.
(4) Hidung : untuk mengetahui ada tidaknya polip, ada
kelainan atau tidak.
(5) Telinga : apakah ada kelainan, ada serumen atau
tidak.
(6) Mulut dan gigi : apakah ada caries/tidak, mulut
bersih atau kotor, lidah stomatitis atau tidak.
b) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat penonjolan
terutama pada kelenjar tyroid yang berhubungan dengan kejadian
abortus, hipertyroid juga dapat menyebabkan abortus.
c) Dada dan Axilla
(1) Mammae : adakah benjolan pada payudara atau
tidak, ada pembesaran atau tidak, ada tumor atau tidak,
simetris atau tidak, areola hiper-pigmentasi atau tidak,
puting susu menonjol atau tidak,kolostrum sudah keluar
atau belum
(2) Axilla : untuk mengetahui apakah ada pebesaran
kelenjar limfe pada ketiak dan adakah nyeri tekan.
d) Ekstremitas : apakah oedem atau tidak, terdapat varises atau
tidak, reflek patella positif atau negatif.
11) Pemeriksaan Khusus Obstetri
Pemeriksan khusus pada ibu hamil meliputi :
a) Abdomen
(1) Inspeksi
Inspeksi menurut Salmah (2006 : 140), yaitu pemeriksaan
yang dilakukan dengan cara melihat atau observasi langsung.
Bidan dapat mengobservasi gerakan janin dan perubahan
kulit pada abdomen, linea dan strie belum terlihat pada
kehamilan muda.
(2) Palpasi
Menurut Saminem (2008 : 11), Cara pemeriksaan yang
umum digunakan adalah cara Leopold yang dibagi dalam 4
tahap. Persiapan pemeriksaan Leopold, meliputi : klien tidur
terlentang, membuka baju seperlunya pada bagian perut
yang akan diperiksa, posisi uterus ditengahkan dengan
menggunakan kedua tangan sehingga tinggi fundus uteri
dapat ditentukan. Pada pemeriksaan Leopold I, II, dan III
pemeriksa menghadap ke arah muka ibu dan kaedua lutut
klien ditekuk.
Leopold I : untuk menentukan tinggi fundus uteri dan
bagian yang terdapat di fundus.
Leopold II : untuk menentukan punggung janin dan
bagian kecil janin.
Leopold III : untuk menentukan bagian yang terletak
dibagian bawah uterus.
Leopold IV : untuk menentukan apakah bagian terbawah
janin sudah masuk PAP atau seberapa jauh
penurunanbagian terbawah dalam PAP.
(3) Auskultasi
Menurut Salmah (2006 : 146), pemeriksaan dengan cara
auskultasi dilakukan umumnya dengan stetoskop monoral
untuk mendengarkan bunyi denyut jantung janin, bising tali
pusat, gerakan janin, bunyi aorta serta bising usus. Dalam
keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-160 kali per menit.
Bunyi jantung janin dihitung dengan mendengarkannya
selama 1 menit penuh
b) Genetalia
Menurut Saifuddin (2002 : 276) pemeriksaan
genetalia yaitu untuk mengetahui keadaan genetalia
eksternal yang meliputi kesimetrisan labia mayora dan labia
minora, ada atau tidak varices, dan oedem, adakah
pembesaran kelenjar bartholini dan cairan yang keluar. Pada
kasus Abortus Inkomplitus ada pengeluran perdarahan
pervaginaan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang bisa didapat dari pengkajian diatas yaitu:
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan Gangguan mekanisme
regulasi.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre
eklamsia berat.

3. Intervensi keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan
1. Kaji tingkat intensitas
1. Ambang nyeri setiap
keperawatan selama …x… jam nyeri pasien orang berbeda, dengan
diharapkan nyeri dapat berkurang demikian akan dapat
atau pasien dapat mengantisipasi menentukan tindakan
nyerinya dengan kriteria hasil : perawatan yang sesuai
a. Pasien mengerti penyebab dengan respon pasien
nyerinya terhadap nyerinya.
b. Pasien mampu beradaptasi 2.
terhadap nyerinya 2. Jelaskan penyebab nyeri Pasien dapat
kepada pasien memahami penyebab
nyeri yang muncul
3.
3. Ajarkan pasien Dengan nafas dalam
mengantisipasi nyeri otot-otot dapat
dengan nafas dalam bila berelaksasi , terjadi
HIS timbul vasodilatasi pembuluh
darah, expansi paru
optimal sehingga
kebutuhan 02 pada
jaringan terpenuhi
4. Bantu pasien dengan
4. Untuk mengalihkan
mengusap/massage pada perhatian pasien
bagian yang nyeri

b.Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan Gangguan mekanisme


regulasi.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah diberikan asuhan
1. Pantau masukan dan
1. Pembatasan dalam
keperawatan selama …x… jam pengeluaran cairan setiap pemberian cairan dapat
diharapkan volume cairan hari. mengurangi odema.
seimbang degan kriteria hasil: 2. 2.
a. Tidak terdapat tanda-tanda Timbang berat badan Mengetahui
edema. secara rutin. peningkatan berat
b. Hasil laboratorium badan yang berlebih
hematokrit dalam batas
3. 3.
normal. Pantau tanda-tanda vital, Menjaga peningkatan
c. Menggunakan pemahaman catat waktu pengisian vital sign berlebih.
tentang kebutuhan akan kapiler. 4.
pemantauan peningkatan
4.
tekanan darah, protein dan Kaji ulang masukan diit Kesesuaian dalam
urine. dari protein dan kalori, pemberian informasi
berikan informasi sesuai dapat mengurangi
dengan kebutuhan. tingkat kecemasan.
5. 5.

Perhatikan tanda-tanda Menghindari edema


edema berlebihan atau anasarka. Krena cairan
berlanjut. yang tidakmampu
6. keluar.
6.
Kaji distensi vena Pembesaran vena
jugularis. jugularis merupakan
tanda dari
pembengkakan dri
7. jantung.
7.
Kolaborasi dengan ahli Diet rendah garam akan
gizi dalam pengaturan memngurangi asupan
diet rendah garam. Na dalam tubuh.
8.
8. Kolaborasi dalam Pemberian diuretik
pemberian antidiuretik akan mengurangi cairan
yang tertimbun di tubuh
melalui urine.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat


penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan
1. NIC: Airway
keperawatan 3x24 jam, status
management
respiratori: pertukaran gas
dengan indikator: a. Posisikan klien untuk a. Untuk mempermudah
1. Status mental dalam batas memaksimalkan pertukaran gas
normal (5) potensi ventilasinya.
2. Dapat melakukan napas b. Identifikasi kebutuhan b. Untuk memantau
dalam (5) klien akan insersi jalan kondisi jalan nafas
3. Tidak terlihat sianosis (5) nafas baik aktual klien
4. Tidak mengalami maupun potensial.
somnolen (4) c. Lakukan terapi fisik c. Untuk mengeluarkan
5. PaO2 dalam rentang dada sputum
normal (4)
6. pH arteri normal (4) d. Auskultasi suara d. Memantau kondisi
7. ventilasi-perfusi dalam nafas, tandai area pernafasan klien
kondisi seimbang (4) penurunan atau
hilangnya ventilasi
dan adanya bunyi
tambahan
e. Monitor status e. Memantau kondisi
pernafasan dan klien
oksigenasi, sesuai
kebutuhan

d.Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre


eklamsia berat.
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 Neurologic monitoring 1. Klien dengan cedera
jam diharapkan status neurologi membaik dan 1. Monitor ukuran kepala akan
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi pupil, bentuk, mempengaruhi
dengan indikator: simetris dan reaktivitas pupil
NOC: Management neurology reaktifitas pupil karena pupil diatur
Indikator Awal Target 2. Monitor keadaan oleh syaraf cranialis
Status neurologi: 2 3 klien dengan GCS 2. Mengetahui
syaraf sensorik dan 3. Monitor TTV penurunan kesadaran
motorik dbn 4. Monitor status klien
Ukuran pupil 4 4 respirasi: 3. Memantau kondisi
Pulil reaktif 3 4 ABClevels, pola hemodinamik klien
Pola pergerakan 3 4 nafas, kedalaman 4. Mengetahui kondisi
mata nafas, RR pernafasan klien
Pola nafas 3 5 5. Monitor reflek 5. Peningkatan TIK
TTV dalam batas 3 4 muntah 6. Memonitor
normal 6. Monitor kelemahan
Pola istirahat dan 3 4 pergerakan otot 7. Memonitor
tidur 7. Monitor tremor persyarafan di perifer
Tidak muntah 5 5 8. Monitor reflek 8. Reflek babinsky (+)
Tidak gelisah 3 4 babinski menunjukan adanya
Keterangan : 9. Identifikasi perdarahan otak
1= keluhan ekstrim kondisi gawat 9. Peningkatan TIK
2= keluhan substansial darurat pada dengan tanda muntah
3= keluhan sedang pasien. proyektil, kejang,
4= keluhan ringan 10. Monitor tanda penurunan kesadaran
5= tidak ada keluhan peningkatan
tekanan
intrakranial
11. Kolaborasi dengan
dokter jika terjadi
perubahan kondisi
pada klien

Anda mungkin juga menyukai