LP HD Hipotensi
LP HD Hipotensi
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN HEMODIALISA
Hemodialisis (hd) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk
memisahkan darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan
darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari
darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam
tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti
memindahkan
B. TUJUAN HEMODIALISA
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengmbil zat-zat nitrogen yang toksik dari
darah dan mengelurkan air yang berlebihan.Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksik dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser
tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien.
C. PRINSIP HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi.
Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.
Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat di
tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi. Tekanan
negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran
dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat mengekresikan ari
kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai
isovolemia(keseimbangan cairan).
D. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS
JANGKA PANJANG
Diet dan masalah cairan.
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak mampu mengekresikan produk
akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin yang di kenal dengan gejala uremik.
Pertimbangan medikasi.
Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obatan dalam darah dan jaringan dapat di pertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik.
E. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat
meningglkan ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi
BAB II
HIPOTENSI INTRADIALISIS
A. PENGERTIAN
Pada beberapa literatur, pengertian intradialytic hypotension (IDH) tidak
memiliki standardisasi dan beberapa studi memiliki definisi yang berbeda.Namun
kebanyakan mendefinisikan sebagai penurunan tekanan darah dengan disertai
munculnya gejala spesifik.Penurunan tekanan darah bisa relatif atau absolut.Banyak
definisi yang menyebutkan tentang hipotensi intradialisis, menurut Shahgholian,
Ghafourifard dan Mortazavi ( 2008 ) hipotensi intradialisis adalah penurunan tekanan
darah dari sistolik > 30 % atau penurunan tekanan diastolic sampai dibawah 60
mmHg yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialysis. Hipotensi intradialisis
juga dapat di definisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg atau
diastolic > 20 mmHg dalam waktu 15 menit ( Teta 2006 ). Sedangkan menurut
National Kidney Foundation 2002 Hipotensi intradialisis didefinisikan sebagai
penurunan tekanan darah sistolik > 20 mmHg atau penurunan MAP > 10 mmHg saat
pasien hemodialysis yang dihubungkan dengan gejala; perut tidak nyaman, menguap,
mual muntah kram otot, pusing dan cemas.
Sampai saat ini, belum ada evidence based yang merekomendasikan
pengertian IDH. Manifestasi dari IDH bervariasi mulai dari asimptomatik sampai
dengan syok.The EBPG working group menekankan bahwa menurunnya tekanan
darah, disertai dengan munculnya gejala klinis yang membutuhkan intervensi medis
harus dipikirkan kemungkinan munculnya IDH.Beberapa literature mengemukakan
bahwa IDH ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik ≥ 30 atau tekanan darah
sistolik absolut dibawah 90 mmHg. Hipotensi pada dialisis bisa muncul dengan
beberapa gambaran klinis: (i) akut (episodik) hipotensi, didefinisikan sebagai
penurunan tekanan darah sistolik secara tiba-tiba dibawah 90 mmHg atau paling tidak
20 mmHg diikuti dengan gejala klinis, (ii) Rekuren (berulang), secara definisi sama
seperti yang sebelumnya, namun hipotensi terjadi pada 50% dari sesi dialisis, dan (iii)
kronik, yaitu hipotensi persisten yang didefinisikan sebagai tekanan darah interdialisis
tetap dalam kisaran 90-100 mmHg. Pedoman dari NKF KDOQI, mendefiniskan
hipotensi intradialisis (Intradialytic hypotension) sebagai suatu penurunan tekanan
darah sistolik ≥ 20 mmHg atau penurunan Mean arterial pressure (MAP) >10 mmHg
dan menyebabkan munculnya gejalagejala seperti: perasaan tidak nyaman pada perut
(abdominal discomfort); menguap (yawning); sighing; mual; muntah; otot terasa kram
(muscle cramps), gelisah, pusing, dan kecemasan. Hal ini mengganggu kenyamanan
pasien, dan dapat mencetuskan aritmia jantung, dan sebagai faktor predisposisi untuk
penyakit jantung koroner, infark miokard (Burton et al., 2009) dan/atau kejadian
iskemia otak (Mizumasa et al., 2004). Selain itu, IDH menyebabkan terhalangnya
dosis dialisis yang adequat (adequate dose of dialysis), dimana episode hipotensi
menyebabkan efek kompartemen dan menghasilkan Kt/Vurea suboptimal.1,2,3,4
Komplikasi kardiovaskular dari IDH termasuk: kejadian iskemia (kardiak atau
neurologis); trombosis vaskular; disritmia; dan infark vena mesenterika. Efek IDH
jangka panjang termasuk; kelebihan cairan dikarenakan ultrafiltrasi yang suboptimal
dan pemberian bolus cairan resusitasi, pembesaran ventrikel jantung kanan, yang
berhubungan denganmorbiditas dan mortalitas; serta hipertensi interdialisis.
D. PATOFISIOLOGI
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penyebab dari IDH adalah
multifaktorial. Pada satu sisi, kondisi pasien dapat mencetuskan penurunan tekanan
darah selama hemodialisis: umur, komorbid seperti diabetes dan kardiomiopati,
anemia, large interdialytic weight gain (IDWG), penggunaan obat-obat antihipertensi.
Pada sisi lain, faktor-faktor yang berhubungan dengan dialisis itu sendiri dapat
berkontribusi terhadap instabilitas hemodinamik: sesi hemodialisis yang pendek, laju
ultrafiltrasi yang tinggi, temperatur dialisat yang tinggi, konsentrasi sodium dialisat
yang rendah, inflamasi yang disebabkan aktivasi dari membran dan lain-lain. Faktor
yang kelihatannya paling dominan dari kejadian IDH ini adalah berkurangnya volume
sirkulasi darah yang agresif, dikarenakan ultrafiltrasi, penurunan osmolalitas
ekstraselular dengan cepat yang berhubungan dengan perpindahan sodium, dan
ketidakseimbangan antara ultrafiltrasi dan plasma refilling. Dari segi pandangan
fisiologi, IDH dapat dipandang sebagai suatu keadaan ketidakmampuan dari system
kardiovaskular dalam merespon penurunan volume darah secara adequat.Respon
adequate dari sistem kardiovaskular termasuk refleks aktivasi sitem saraf simpatetik,
termasuk takikardia dan vasokonstriksi arteri dan vena yang merupakan respon dari
cardiac underfilling dan hipovolemia. Mekanisme kompensasi ini dapat terganggu
pada beberapa pasien, yang akan menyebabkan mereka mempunyai faktor resiko
terjadinya IDH. Bagaimanapun, hal-hal seperti ini sulit untuk diukur dan untuk
dimodifikasi.Suatu studi komprehensif mengenai regulasi volume darah selama HD,
dapat menolong kita untukmengerti tentang kemungkinan IDH pada individu pasien.
Regulasi Volume Darah
Konsep Plasma Refilling
Volume darah tergantung dari dua faktor utama; kapasitas plasma refilling dan
laju ultrafiltrasi.Selama sesi HD, cairan dipindahkan langsung dari kompartemen
intravaskular. Jumlah total cairan tubuh (TBW), sekitar 60% dari berat badan,
didistribusikan di intraseluler (40% BW) dan sebagian lagi di kompartemen
ekstraselular (20% BW). Ekstraselular dapat dibagi lagi menjadi interstisial (15%
BW) dan intravaskular (5% BW).Sehingga hanya sekitar 5-8% dari TBW yang dapat
diultrafiltrasi.Sehingga untuk memindahkan sejumlah cairan substansial dalam jangka
waktu tertentu, kompartemen vaskular harus melakukan refilling secara terus menerus
dari ruangan interstisial. Dalam lingkaran fisiologis, penurunan volume darah akan
menginisiasi peningkatan resistensi vaskular perifer, dikarenakan vasokonstriksi, dan
mempertahankan cardiac output dengan cara meningkatkan heart rate dan
kontraktilitas miokard dan konstriksi dari capacitance vessels. Orang sehat dapat
mentoleransi penurunan volume sirkulasi darah sampai 20% sebelum munculnya
hipotensi.Namun, pada pasien dengan HD, hipotensi dapat muncul hanya dengan
penurunan volume darah dalam jumlah yang lebih sedikit.Terganggunya respon
kardiak berupa peningkatan heart rate dan kontraktilitas miokardium dapat
mencetuskan terjadinya IDH.Telah dikemukakan sebelumnya bahwa adanya penyakit
jantung, yang menyebabkan disfungsi sistolik atau diastolik meningkatkan resiko
terjadinya IDH.Penurunan tekanan darah lebih besar pada pasien dengan disfungsi
sistolik dibandingkan denga fungsi sistolik normal.Hipertrofi ventrikel kiri yang lebih
berat dan diastolic filling yang terganggu juga dijumpai pada pasien IDH.
Plasma refill sebagian besar diperankan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
onkotik. Selama sesi HD awal, tekanan onkotik vaskular meningkat dan tekanan
hidrostatik menurun sebagai hasil dari ultrafiltrasi yang progresif.Perubahan gradien
tekanan menyebabkan cairan bergerak ke dalam vaskular sampai keseimbangan
tercapai.Begitu seterusnya sampai sesi HD berakhir (Santoro et al., 1996). Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi laju plasma refilling adalah: status hidrasi
kompartemen interstisial, osmolalitas plasma, dan konsentrasi plasma protein,
konsentrasi sodium dialisat, permeabilitas vaskular, dan venous compliance.
Sehingga, IDH dapat muncul ketika terjadinya ketidakseimbangan diantara laju
ultrafiltrasi dan kapasitas plasma refilling yang tidak bisa diatur oleh refleks
kompensasi kardiovaskular.
Cardiac underfilling terutama ventricular underfilling merupakan salah satu
mekanisme akibat terganggunya mekanisme kompensasi kardiovaskular yang dapat
memicu sympatico-inhibitory cardiodepressor Bezold-Jarish reflex.Refleks ini berupa
suatu keadaan bradikardia akibat gangguan respon simpatik yang terganggu.Beberapa
penelitian telah menunujukkan bahwa gangguan fungsi simpatik, dapat ditunjukkan
dengan beberapa manifestasi, seperti berkurangnya frekuensi heart rate.Berkurangnya
resistensi dan kapasitansi pembuluh darah selama penurunan volume darah dapat
memicu IDH.Berkurangnya konstriksi dari arteriolar dapat mengganggu respon
fisiologis terhadap keadaan hipovolemia.Berkurangnya konstriksi aktif dan pasif dari
venula dan vena, yang menyebabkan berkurangnya venous return selama
hipovolemia.
Telah lama diketahui sebelumnya bahwa iskemia miokardium dapat
disebabkan oleh HD. Sesi HD yang singkat saja dapat berpengaruh secara signifikan
terhadap hemodinamik, dan 20-30% kejadian ini menyebabkan IDH.Pasien HD lebih
rentan terhadap kejadian iskemia miokardium.Dengan bertambah tingginya kejadian
ateroma arteri koroner, pasien diabetes dengan HD, mengalami suatu keadaan yaitu
berkurangnya aliran koroner walaupun tidak dijumpai lesi di pembuluh darah
koroner.Pasien HD juga cenderung mengalami LVH, berkurangnya compliance arteri
perifer, gangguan mikrosirkulasi, dan inefektif mikrosirkulasi, dan inefektif
vasoregulasi. Seluruh faktor ini akan mempredisposisi terjadinya iskemia jantung.
Diabetes dapat menyebabkan komplikasi sistemik seperti neuropati autonom, dan
perifer, makroangiopati, dan progresifitas dari aterosklerosis dan dapat memperberat
atau bahkan meningkatkan kejadian IDH.Salah satu juga yang harus diperhitungkan
bahwa uremia sendiri dapat menyebabkan disfungsi autonom.
Zat-zat Vasoaktif
Beberapa penulis mengindikasikan mengenai mengenai pengaruh dari beberapa
substansi vasoaktif yang disintesis atau dilepaskan selama sesi dialisis
berlangsung.Seperti yang telah diketahui sebelumnya, disfungsi endotel mempunyai
peran penting dalam instabilitas hemodinamik selama dialisis berlangsung. Sebagai
respon mekanis dan kimia, sel endotel akan merespon dengan memproduksi substansi
biologis aktif, yaitu: endothelial derived relaxing factor, NO, endothelin-1. Sebagai
contoh, zat-zat cardiodepressive dan vasodilative adenosine atau nitric oxide (NO)
yang mengalami produksi berlebihan oleh inducible synthase.Adenosin, suatu
nukleosida purin endogen, dilepaskan oleh sel endotel dan miosit vaskular selama
terjadinya iskemia jaringan.Konsentrasi adenosin yang tinggi dan metabolitnya telah
banyak dijumpai pada pasien hemodialisis.Substansi ini bekerja dengan menstimulasi
reseptor spesifik dan efek yang ditimbulkannya adalah supresi dari kontraktilitas
jantung, dan berkurangnya heart rate, relaksasi arteri, dan juga menurunnya
pelepasan katekolamin dan renin.Akumulasi dari adenosin mungkin terjadi karena
dipicu oleh IDH yang mencetuskan iskemia, dan hal ini sepertinya tidak merupakan
pemeran utama dari patogenesis terjadinya hipotensi intradialisis.NO, merupakan zat
kimia yang labil, disintesa dari asam amino L-arginine (L-arg) oleh enzim NOS
(Nitric Oxide synthase), studi invitro mengemukakan bahwa aktivitas dari NO
synthase meningkat ketika darah terekspos oleh material membran hemodialisis. Pada
pasien dengan hemodialisis, aktivasi dari sitokin selama hemodialisis meningkatkan
kadar NO, dan uremic milieu telah dilaporkan meningkatkan sintesis dari NO dengan
meningkatkan aktivitas dari NO synthase (NOS). Sebenarnya ada zat yang
menghambat sintesa dari NO, zat ini disebut Asymmetric dimethyarginine
(ADMA).Inhibitor ini bersifat dialyzable. Sehingga, gangguan keseimbangan kadar
NO dan ADMA selama proses HD, dapat mencetuskan instabilitas hemodinamik.
Endothelin-1 (ET-1) dapat memodulasi respon vaskular, dan menentukan respon
hemodinamik terhadap perubahan volume intravaskular selama hemodialisis terjadi.
Dialisat kalsium
Perubahan kalsium terionisasi memainkan peranan penting dalam
kontraktilitas miokardium selama hemodialisis berlangsung. Beberapa studi
menunjukkan penurunan kontraktilitas miokardium diantara pasien yang mendapat
konsentrasi kalium rendah (1.25 mmol/L) dibandingkan dengan pasien yang
mendapat konsentrasi kalium yang tinggi (1.75 mmol/L). Perubahan tekanan arterial
rata-rata selama hemodialisis berbanding terbalik dengan kadar kalsium terionisasi,
sedangkan pada dua studi, yang mana salah satunya dilakukan pada pasien dengan
gangguan jantung disimpulkan bahwa penurunan tekanan darah lebih sedikit pada
pasien dengan konsentrasi kalsium dialisat 1.75 mmol/L dibandingkan dengan 1.25
mmol/L. Pada studi lain, tidak ada perbedaan respon tekanan darah dijumpai diantara
konsentrasi kalsium rendah ataupun tinggi. Dengan kata lain, dialisat tinggi kalsium
menyebabkan keseimbangan kalsium positif selama dialisis, sementara keseimbangan
kalsium cenderung negatif dengan kadar dialisat rendah kalsium. Dialisat tinggi
kalsium mungkin memiliki efek jangka pendek yang merugikan berupa kekakuan
arteri, dan relaksasi jantung, walaupun penelitan lain tidak menemukan efek
peningkatan kadar kalsium terionisasi dengan penggunaan dialisis tinggi kalsium pada
fungsi diastolic jantung. Hubungan antara konsentrasi kalsium dialisat dan kalsifikasi
vaskular belum sepenuhnya dipelajari. Suatu studi randomized cross-over
menemukan insidensi IDH yang lebih rendah dan penurunan tekanan darah yang lebih
rendah dengan penggunaan konsentrasi kalsium 1.50 mmol/L dibandingkan dengan
dialisis rendah kalsium. Pada studi ini, konsentrasi bikarbonat dialisat adalah 26
mmol/L (dialisis rendah kalsium) dan 32 mmol/L (konsentrasi kalsium 1.50 mmol/L).
Studi randomized cross-over menilai efek dari kalsium yang diprofil pada stabilitas
hemodinamik pada 18 pasien hemodialisis. Selama periode 9 minggu, terdapat tiga
terapi dengan konsentrasi dialisat kalsium yang berbeda diterapkan, masing-masing
1.25 mmol/L, dan 1.50 mmol/L dan terapi diprofil dengan konsentrasi kalsium 1.25
mmol/L selama 2 jam pertama, dan 1.75 mmol selama 2 jam selanjutnya. Dengan
terapi seperti itu, kejadian IDH dapat dikurangi dibandingkan dengan konsentrasi
dialisat 1.25 mmol/L dan 1.50 mmol/L. Sebagai kesimpulan, hampir kebanyakan studi
menunjukkan efek positif dialisat tinggi kalsium pada stabilitas hemodinamik selama
dialisis dibandingkan dengan dialisat rendah kalsium. Namun, dialisat tinggi kalsium
menyebabkan keseimbangan kalsium positif pada jangka pendek dan jangka panjang,
mempunyai potensi efek yang merugikan.
Dialisat dan Temperatur tubuh
Selama hemodialisis dengan suhu dialisis standar (≥ 37oC), suhu inti
meningkat walaupun terjadi kehilangan energi melalui sistem ekstrakorporeal.Hal ini
dapat meningkatkan resiko terjadinya IDH.Fenomena ini tidak sepenuhnya
dimengerti. Ada yang mengemukakan oleh karena heat load dari sistem
ekstrakorporeal, ataupun proses sekunder dari perpindahan cairan. Perpindahan cairan
berasosiasi dengan peningkatan metabolic rate dan berkurangnya kehilangan panas
dari kulit yang disebabkan oleh vasokonstriksi perifer sebagai respon dari penurunan
volume darah.Peningkatan suhu inti tubuh menyebabkan dilatasi dari pembuluh darah
di kulit, hal ini berlawanan dengan respon fisiologis dari hipovolemia.Namun
hipotesis ini baru-baru ini ditentang.Agar mencegah peningkatan suhu inti ini,
sejumlah energi panas signifikan, sebesar 30% dari daily resting energy expenditure,
harus dikeluarkan oleh sirkuit ekstrakorporeal dengan mendinginkan dialisat.
Berbagai percobaan randomized cross-over menunjukkan bahwa dialisis dengan
temperatur dialisat lebih dingin (pada kebanyakan studi 35oC) dikaitkan dengan
peningkatan reaktivitas dari resistensi perifer dan kapasitansi pemubuluh darah,
meningkatkan kontraktilitas miokardium, mengurangi penurunan tekanan darah, dan
mengurangi frekuensi IDH dibandingkan dengan temperatur dialisat 37-37.5oC.
Dialisis dengan suhu yang lebih dingin dapat menyebabkan gemetar (keringat dingin),
namun tidak semua studi.Penurunan volume darah signifikan lebih tinggi dengan
menggunakan dialisis temperatur dingin, kemungkinan dikarenakan berkurangnya
refill volume darah dari interstisial dikarenakan vasokonstriksi perifer.Walaupun pada
studi dimana penurunan volume darah lebih besar dengan dialisis temperature dingin,
stabilitas hemodinamik meningkat jika dibandingkan dengan temperatur dialysis
standar.Oleh karena dialisis temperatur dingin terkadang dapat menyebabkan gemetar
(keringat dingin), the working group menyarankan untuk menurunkan suhu dialisat
secara bertahap, dari 36.5oC kebawah selama sesi dialisis yang berbeda agar
mencapai hasil klinis yang terbaik pada individu pasien.Agar mengurangi efek
samping dan dikarenakan pengalaman yang terbatas, serta tidak adanya bukti
mengenai manfaat dari suhu dialisat < 35oC, the working group menyarankan bahwa
suhu dialisat < 35oC tidak boleh digunakan.
Sebagai kesimpulan, dialisis temperatur dingin efektif dalam mencegah IDH
tanpa efek samping yang merugikan.Agar dapat mengurangi efek samping seperti
shivering, maka dianjurkan penurunan temperatur dialisat secara bertahap mulai dari
36.5oC sampai didapatkan efek optimal.Sangat sedikit bukti dan keuntungan
tambahan dengan penurunan suhu dialisat < 35oC.Perlu diingat bahwa monitoring
temperatur sulit pada pasien dialisis, dikarenakan variasi suhu ruangan, suhu inti
tubuh, dan temperatur dialisat, serta kurangnya sensitivitas alat untuk memantau
gradien suhu dialisat-darah.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan darah
2. Biakan darah
3. EKG
4. Analisa air kemih
5. Rontgen perut
H. PROGNOSIS
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penyebab dari IDH adalah
multifaktorial. Pada satu sisi, kondisi pasien dapat mencetuskan penurunan tekanan
darah selama hemodialisis: umur, komorbid seperti diabetes dan kardiomiopati,
anemia, large interdialytic weight gain (IDWG), penggunaan obat-obat antihipertensi.
Dari segi pandangan fisiologi, IDH dapat dipandang sebagai suatu keadaan
ketidakmampuan dari system kardiovaskular dalam merespon penurunan volume
darah secara adequat.Respon adequate dari sistem kardiovaskular termasuk refleks
aktivasi sitem saraf simpatetik, termasuk takikardia dan vasokonstriksi arteri dan vena
yang merupakan respon dari cardiac underfilling dan hipovolemia. Mekanisme
kompensasi ini dapat terganggu pada beberapa pasien, yang akan menyebabkan
mereka mempunyai faktor resiko terjadinya IDH. Bagaimanapun, hal-hal seperti ini
sulit untuk diukur dan untuk dimodifikasi.Suatu studi komprehensif mengenai
regulasi volume darah selama HD, dapat menolong kita untukmengerti tentang
kemungkinan IDH pada individu pasien.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Resiko hipotensi berhubungan dengan proses hemodialisa.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, berhubungan dengan hipotensi.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa NOC NIC Rasional
Komplikasi Setelah dilakukan 1. Health education: 1. Peningkatan
injury tindakan keperawatan Jelaskan pada pasien pengetehauan pada
(hipotensi) selama 1 x 4 jam komplikasi apa saja pasien akan
berhubungan diharapakan hipotensi yang dapat terjadi pada membantu pasien
dengan proses tidak terjadi dengan hemodialisa lebih mengenal
hemodialisa kriteria hasil: 2. Kolaborasi: turunkan akibat dari penyakit
- lemah berkurang, QB pada alat yang dideritanya
- TTV normmal: hemodialisa sehingga akan lebih
TD : 3. Berikan posisi yang kooperatif dalam
Sistolik : 90-130 nyaman bagi pasien tindakan
Diastol: 70-90 - Observasi TD, N, keperawatan yang
N: 60-100x/mnt, RR, dan S, 1 jam diberikan
RR: 18-24x/mnt, selama HD 2. Peningkatan QB
berlangsung dapat memperbesar
4. Mengkonsumsi OAH kesempatan
pada waktu yang tepat terjadinya hipotensi
3. Posisi yang nyaman
dapat memberikan
ketenangan/ rileks
selama tindakan
keperawatan
dilakukan
Tekanan darah saat
hemodialisa dapat
berubah sesuai
dengan keeadaan
pasien
4. Karena dapat
menurunkan TD
klien