PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
1
5. Demam tidak terlalu tinggi selama 1 minggu.
6. Kurang aktivitas.
7. Minum air ± 500 mL/hari.
8. Kebiasaan menahan BAK.
9. Jumlah urine sedikit berkurang.
10. Riwayat ayah menderita batu ginjal.
11. Minum minumam berenergi 3x/minggu.
12. Sumber air minum : air tanah/air sumur.
13. Mengedan saat BAK.
2
1.6 Hipotesis
Ny. Urina 31 tahun menderita urolitiasis dan diperlukan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis.
3
10. Mengapa volume urin berkurang?
11. Mengapa pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi?
12. Mengapa pasien mengedan saat miksi?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Urolitiasis
a. Definisi
Ginjal (Nefrolithiasis)
Ureter (Ureterolithiasis)
Buli-buli (Vesicolithiasis)
Uretra (Urethrolithiasis)1
5
b. Etiologi
Pembentukan batu dapat disebabkan, di antaranya, karena
gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil), multifactor
maupun idiopatik.2
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30tahun.
3. Jenis Kelamin
Jumlah pasien laki-laki banding perempuan adalah 4:1
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga
dikenal sebagai daerah stone belt seperti di India, Thailand,
Indonesia, dll. Sedangkan daerah di Afrika Selatan sangat jarang
ditemukan batu saluran kemih.
2. Iklim dan Temperatur
Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan
kulit kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu
panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan
banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.
6
3. Asupan Air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insidensi
batu saluran kemih.
4. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas.
6. Infeksi
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal dan menjadi inti pembentukan batu.3
c. Klasifikasi
Klasifikasi urolithiasis terbagi menjadi dua yaitu menurut lokasi
anatominya dan komposisi batu.
A. Menurut lokasi anatominya
1. Kaliks atas, pertengahan, dan bawah
2. Pelvis renalis
3. Ureter atas dan pertengahan
4. Vesika urinaria6
B. Menurut komposisi biokimiawi batu
1. Batu kalsium
7
penyebab. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya
dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau
campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu
tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang
tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi.
Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:
8
pada pasien yang berusia 60 tahun, pada pasien dengan
usia muda biasanya terjadi pada pasien yang menderita
kegemukan, dan pada laki-laki lebih sering terjadi
daripada wanita.6,7
9
saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di
antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphyloccocus.
Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK. Batu
struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki.
Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvite,
volume air kemih yang banyak sangat penting untuk
membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari
fosfat.
4. Batu Sistin
10
Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam.
Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu
dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat
batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran
air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang
tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.4
d. Pathogenesis
11
kalsium oksalat dan mungkin dapat mengurangi risiko agregasi kristal
dalam saluran kemih.
e. Manifestasi klinis
Secara umum pasien urolithiasis datang ke pelayanan kesehatan
dengan keluhan utama nyeri pada pinggang dan hematuria. Keluhan
yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin
bisa berupa nyeri kolik maupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
12
Peningkatan peristaltik ini menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidonefrosis atau infeksi pada ginjal. Batu yang terletak di
sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat
kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat
keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-
pelvik, saat ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke
dalam buli-buli.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-
kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa
hematuria mikroskopik. Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu
urosepsis dan ini merupakan kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal
ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan anatomik pada saluran
kemih yang mendasari timbulnya urosepsis dan segera dilakukan
terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika
Selain itu, manifestasi klinis adanya batu dalam ureter
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu
menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan
disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit
fungsional (nefron) ginjal.
Adapun manifestasi klinis berdasarkan setiap letak batu yang berbeda
yaitu:
1) Batu di ginjal
a) Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b) Hematuri dan piuria.
13
c) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan
pada wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis.
d) Mual dan muntah.
e) Diare.
2) Batu di ureter
a) Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
b) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang
keluar.
c) Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter
batu 0,5-1 cm.
3) Batu di kandung kemih
a) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri.
b) Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung
kemih akan terjadi retensi urine.
f. Faktor resiko
14
2. Penyakit sistemik, seperti pada penyakit hypertiroidisme,
asidosis tubular ginjal, dan penyakit crohn’s memiliki
kemungkinan dalam peningkatan resiko terbentuknya batu
saluran kemih.
3. Faktor lingkungan, perkerjaan individu dapat
mempengaruhi terbentuknya batu saliran kemih. Seperti
pada keadaan dimana individu tersebut tidak memiliki
waktu untuk ke kamar mandi.
b. Faktor dietary
Komposisi di dalam urin tergantumg dari asupan cairan
dan jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh dan beberapa
kemampuan dalam meningkatkan resiko nepholithiasis. Nutrisi
dalam makanan yang dapat mempengaruhi ialah kalsium,
protein hewani, oxalat, sodium, sukrosa, magnesium, dan
potasium.
c. Faktor urinary categories
Dalam keadaan hypercalciuria, hyperoxaluria, asam urat,
hypociraturia, dan volume urin yang sedikit dapat berpengaruh
dalam resiko terjadinya batu saluran kemih.9
g. Komplikasi
15
dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan pelepasan mediator
sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai dengan
serangan kolik ulangan. Komplikasi lain dari batu saluran kemih atau
Urolithiasis yaitu disaat terjadinya obstruksi, maka dapat mengalami
hidroureter, hidronefrosis, kemudian disaat terjadi infeksi maka dapat
timbul sistitis, pionefrosis, dan urosepsis. Kemudian komplikasi
lainnya apabila terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai kenaikan
kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut bervariasi dari
stadium ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal,
bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan
kematian.7
h. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik meliputi :
- Inspeksi bagian vertebra.
- Palpasi (sambil dilihat apakah pasien meringis kesakitan atau
tidak).
- Perkusi (sambil melihat respon pasien, apakah kesakitan atau
tidak).1
Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri ketok pada
daerah kostovertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam/menggigil. Adanya batu dapat ditandai adanya
nyeri saat dilakukan palpasi maupun perkusi pada pemeriksaan fisik
ginjal. Pada obstruksi traktus urinarius bagian atas, terutama karena
sumbatan batu, biasanya terlihat adanya pembesaran yang mungkin
dikarenakan hidronefrosis (pembesaran pelvis renalis dan calix).
Pada nefrolithiasis, saat pasien dipalpasi akan ditemukan nyeri
tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua belah
daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan,
atau tes Ballotement akan ditemukan pembesaran ginjal yang teraba
16
disebut Ballotement positif. Sedangkan ureterolithiasis, dikarena
lokasinya pada retroperitoneum maka ureter tidak dapat dipalpasi.
Saat diperkusi, akan ditemukan nyeri ketok sudut kostovertebra pada
nefrolithiasis.11
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan
pemeriksaan urinalisis dan radiologi.
a. Hasil dari pemeriksaan penunjang yang mungkin didapatkan
pada pasien positif, yaitu:
1. Urinalisa: warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara
umum menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah
putih dan kristal (sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta
serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin
meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat,
oksalat atau sistin meningkat.
3. Kultur urine: menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
(Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiela, Pseudomonas).
4. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium,
asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.
5. BUN/kreatinin serum dan urine: Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya
batu obkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar
klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan
terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung Darah lengkap: sel darah putih mungkin meningkat
menunjukan infeksi/septicemia.
8. Sel darah merah: biasanya normal.
17
9. Hb, Ht: abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia terjadi (mendorong presipitas pemadatan) atau
anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
10. Hormon paratiroid: mungkin meningkat bila ada gagal
ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).2,12
18
bentuk (kifosis, skolisosis, atau fraktur) atau
perubahan densitas tulang) hiperden atau hipodens)
akibat dari suatu proses metastasis.
Soft tissues: perhatikan adanya pembesaran hepar,
ginjal buli-buli akibat retensi urin atau tumor buli-
buli, serta perhatikan bayangan garis psoas.
Stone: perhatikan bayangan adanya opak dalam
sistem urinaria, yaitu mulai dari ginjal, ureter hingga
buli-buli. Bedakan dengan kalsifikasi pembuluh
darah atau flebolit dan feses yang mengeras atau
flekolit.1
2. Pielogram intravena
Pielogram intravela memberikan konfirmasi cepat
urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. Prosedur yang
lazim pada IVP adalah foto polos radiografi abdomen
yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan media
19
kontras intravena. Media kontras yang digunakan adalah
Conray (Meglumine iothalamat 60% atau hypaque
sodium/sodium diatrizoate 50%), urografin 60 atau 76
mg% (methyl glucamine diatrizoate), dan urografin 60-70
mg%. Media kontras ini akan bersirkulasi melalui aliran
darah dan jantung menuju ginjal tempat media kontras
diekskresi.
Sesudah penyuntikan, maka setiap menit dalam lima
menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk
memperoleh gambaran korteks ginjal. Pada pielonefritis
dan iskemia, korteks tampak seakan-akan termakan oleh
ngengat. Pengisian yang adekuat dari kaliks akan
terevaluasi pada pemeriksaan radiografi menit ke-3 dan
ke-5. Foto lain yang diambil pada menit ke-15 dapat
memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter. Struktur-
struktur ini akan mengalami distorsi bentuk apabila
terdapat kista, lesi, dan obstruksi.
Foto terakhir diambil pada menit ke-45 yang
memperlihatkan kandung kemih. IVP standar memiliki
banyak kegunaan. IVP dapat memastikan keberadaan dan
posisi ginjal, serta menilai ukuran dan bentuk ginjal. Efek
berbagai penyakit terhadap kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengekskresi zat warna juga dapat
dinilai. Ginjal yang kecil, atrofi mungkin disebabkan oleh
iskemia ginjal unilateral atau pielonefritis kronik
unilateral. Ginjal kecil bilateral sering ditemukan pada
nefrosklerosis kronik, pielonefritis, dan
glomerulonefritis.13
20
3. Ultrasonografi
Gelombang suara berfrekuensi tinggi (ultrasonik)
yang diarahkan ke abdomen dipantulkan oleh permukaan
jaringan yang densitasnya berbeda-beda. Ultrasonografi
bermanfaat untuk membedakan tumor padat dengan kista
yang mengandung cairan. Penilaian ultrasonografi tidak
bergantung pada fungsi ginjal sehingga dapat dilakukan
pada pasien gagal ginjal berat dengan ginjal yang tidak
terlihat pada IVP. Ukuran ginjal dapat ditentukan dengan
tepat dan adanya obstruksi dapat diketahui. Kegunaan lain
adalah penilaian ginjal unilateral yang tidak dapat dilihat
(sering disebabkan oleh hidronefrosis), penilaian cangkok
ginjal, dan letak ginjal guna menentukan tempat jarum
pada biopsi ginjal perkutan.13
21
4. Pielogram retrograd
Kadang-kadang dilakukan pielogram retrograd
dengan memasukan kateter melalui ureter dan
menyuntikan media kontras langsung ke ginjal. Indikasi
utama tindakan ini adalah urologik, misalnya pada
pemeriksaan lanjutan ginjal yang tidak berfungsi atau bila
hasil IVP tidak jelas. Dengan pielogram retrograd dapat
melihat anatomi traktus urinarius bagian atas dan lesi-
lesinya. Keistimewaan pielogram retrograd berguna untuk
melihat fistel. Tindakan ini sedapat mungkin tidak
dilakukan karena memerlukan anestesi dan sangat
mungkin mendapat bahaya infeksi. 13
22
5. Computed Tomographic (CT) scan
Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang
lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.1
i. Tatalaksana
Pengambilan Batu
1. Batu dapat keluar spontan. Bila masalah akut dapat diatasi,
gambaran radiologis yang ditemukan adalah merupakan
basis penanganan selanjutnya berdasarkan ukuran, bentuk
dan posisi batu dapat diestimasi batu akan keluar spontan
atau harus diambil. Sekitar 60%-70% dari batu yang turun
spontan sering disetai dngan serangan kolik ulangan.
Diberikan terapi atau untuk pencegahan kolik, dijaga
23
pembuangan tinja tetap baik, diberikan terapi antiedema
dan diberikan diuresis, serta aktivitas fisis. Batu tidak
diharapkan keluar spontan ila batu ukuran lebih dari sama
dengan 6mm, disertai dilattasi pelvis hebat, infeksi atau
sumbatan sistem kolektikus dan keluhan pasien terhadap
nyeri dan kerapan nyeri. Bila tidak memungkinkan untuk
keluar sponta n dilakukan tindakan pengambilan batu dan
pencegahan batu kambuh.
2. Pengambilan batu, gelombang kejutan litotrips
ekstrakorporeaal, perkutaneous nefrolitomi/ cara lain,
pembedahan.
Pencegahan
1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu
Sitrat (kalium sitrat 20mEq tiap malam hari, minum
jeruk nipis atau lemon sesuddah makan malam)
Batu ginjal tunggal (meningkatkan masukan cairan,
mengkontrol secara berkala pembentukan batu baru)
3. Pengaturan diet
Meningkatkan asupan cairan
Masukan cairan terutama pada malam hari akan
meingkatkan aliran kemih dan menurunkan
konsentrasi pembentuk batu dalam urine.
Hindari minum-minuman soft drinks lebih dari 1
liter / minggu
Kurangi masukan protein (sebesar 1g/kgBB/hari).
Masukan protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi
kalsium, ekskresi asam urat dan menurunkan sitrat
dalam air kemih.
Membatasi masukan natrium. Diet natrium ( 80- 100
mq/hari) dapat memperbaiki reabsorbsi kalsium
24
proksimal, sehingga terjadi pengurangan ekskresi
natrium dan kalsium.
Asupan kalsium. Pembatasan asupan kalsium tidak
dianjurkan,karena penurunan kalsium intestinal
bebas akan menimbulkan peningkatan absorbsi
oksalat oleh pencernaan, dan selanjutnya terjadi
peningkatan ekskresi oksalat dan meingkatkan
saturasi kalsium oksalat urine. Diet rendah kalsium
akan memicu pengambilan kalsium dari tulang dan
ginjal hingga menurunkan densitas ginjal.
Pemberian Obat
Hiperkalsiuria idiopatik
Batasi pemasukan garam dan diberikan diuretic
tiazid seperti hidroklorotiazid perhari 25-50mg. Regimen
ini dapat menurunkan ekskresi kalsium sebanyak
150mg/hari (3,75 mmol/hari). Hindari kejadian
hipokalemi , bila perlu ditambahkan kalium sitrat atau
kalium bikarbonat.
Pemberian fosfat netral (ortofosfat), yang mengurangi
ekskresi kalsium dan meningkatkan ekskresi inhibitor
kristalisasi (seperti pirosfosfat).
Hiperurikosuria, diberikan alopurinol 100-300 mg/hari).
Hipositraturia, diberikan kalium sitrat. Manfaat
dihubungkn dengan ekskresi sitrat dalam urine menignkat
2 kali. Pemberian minuman 2 buah jeruk nipis yang
diberikan sesudah makan malam pada pasien batu ginjal
kalsium dengan hipositraturia dilaporkan dapat
meningkatkan ekskresi asam sitrat dan pH urine di atas 6
secara bermakna. Asupan 4 ons jus lemon yang dicampur
25
dengan 2 liter air / hari akan meningkatkan ekskresi sitrat
di urine.
Hiperoksaluria enterik, diusahakan dengan pengurangan
absorbsi oksalat di intestin, diberikan banyak asupan
cairan, kalium sitrat, kalsium karbonat oral 1-4 g/hari
untuk mengikat oksalat lumen intestinal .Berikan diet
rendah lemak dan rendah oksalat. Pertimbangan
pemberian fosfor elemental sebagai fosfat netral. Batu
kalsium fosfat, seperti pada pasien kalsium oksalat dapat
diberikan kalium sitrat.
j. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran
suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat
menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
k. Edukasi
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pencegahan
yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada
umumnya pencegahan itu berupa:
1. menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan
produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk
batu.
26
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium
urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam,
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali
pada pasien yang menderita hiperkalsiuri absortif tipe II.
27
b. Etiologi
c. Klasifikasi
Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:
1. Infeksi Saluran Kemih Atas
Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan
pielitis. Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA)
dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering
dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang
berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik.
Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal,
ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder
mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler
glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa
ditemukan kelainan radiologik. PNA ditemukan pada semua
umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada
wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya
disertai hipertrofi prostat.
Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan
interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan
glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri
(immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan
selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak
28
disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang
ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari
pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan
penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih
bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau
bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai
dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan
faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai
hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi
ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang
peranan penting dalam patogenesis PNK. Pielonefritis kronik
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau
infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan
pembentukan jaringan ikat parenkim.
2. Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis
dan epidimitis, uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis
ISKB tergantung dari gender. Pada perempuan biasanya berupa
sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada laki-laki berupa
sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis.
Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik.
Sistitis akut adalah radang selaput mukosa kandung kemih
(vesika urinaria) yang timbulnya mendadak, biasanya ringan dan
sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai penyulit
ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe
sederhana (uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang
sering kambuh (recurrent urinary tract infection) termasuk ISK
tipe berkomplikasi (complicated type), ISK jenis ini perlu
perhatian khusus dalam pengelolaannya.
Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang
menyerang berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan
29
dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau penyulit dari saluran
kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik merupakan ISKB
tipe berkomplikasi, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk
mencari faktor predisposisi.
Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis
tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan
sistitis abakterialis karena tidak dapat diisolasi mikroorganisme
penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa SUA
disebabkan oleh MO anaerobik.3,16
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:
a. Perempuan
- Sistisis. Sistisis adalah presentasi klinis infeksi
kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.
- Sindrom uretra akut (SUA). Sindrom uretra
akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa
ditemukan mikroorganisme (steril), sering
dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian
terkini SUA disebabkan mikroorganisme
anaerobik.
b. Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin
sistitis, prostatitis, epididimis dan uretritis.3
d. Patogenesis
30
perlekatan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase
faktor virulensi.
a. Peranan perlekatan mukosa oleh bakteri
Dari penelitian dibuktikan bahwa fimbriae
(Proteinaceous hair-like projection from the bacterial
surface) seperti terlihat pada berikut ini :
31
Fimbriae (tipe 1, P dan S), non fimrial adhesion,
fimbrial adhesion, M-adhesions, G-adhesions dan curli
adhesions. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti a-
haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1), dan
iron uptake system (aerobactin dan enterobactin).
Resistensi uropatogenik E.coli terhadap serum manusia
dengan prantara (mediator) beberapa faktor terutama
aktivasi sistem komplemen termasuk membrane attack
complex (MAC). Mekanisme pertahanan tubuh
berhubungan dengan pembentukan kolisin (Co V), k-1,
Tra T protein dan outer membran protein (OHPA).
Menurut beberapa penelitian uropatogenik mikoorganisme
ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda.
c. Faktor virulensi variasi fase
Virulensi ditandai dengan kemampuan untuk
mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor
luar. Konsep variasi fase mikroorganisme ini menunjukan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara
32
individu dan lokal saluran kemih. Oleh karena itu
ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih.
2. Peranan faktor tuan rumah (host)
a. Faktor predisposisi pencetus ISK.
Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien
mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih.
b. Status imunologi pasien (host)
Kepekaan terhadap ISK rekuran dari kelompok
pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana)
lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik
dibandingkan kelompok sekretorik.3
e. Manifestasi klinis
Lokal Sistemik
Disuria Panas badan sampai
Polakisuria menggigil
Stranguria Septicemia dan syok
Tenesmus
Nokturia Perubahan urinalisis
Enuresis nocturnal Hematuria
Prostatismus Piuria
Inkontinesia Chylusuria
33
Nyeri kandung kemih
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
34
staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih
dari 140 kali per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot.
Distensi abdomen sangat nyata dan rebound tenderness mungkin juga
ditemukan, hal ini menunjukkan adanya proses dalam perut, intra
peritoneal. Pada PNA tipe sederhana (uncomplicated) lebih sering
pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik disertai nyeri
pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada
ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks
vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia
dan syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh
karena alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik.
35
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan
dengan sistitis. Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuria dan
sering kencing.3
f. Faktor resiko
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi patogenesis infeksi saluran
kemih antara lain:
1) Jenis kelamin dan aktivitas seksual
Secara anatomi, uretra perempuan memiliki panjang
sekitar 4 cm dan terletak di dekat anus. Hal ini menjadikannya
lebih rentan untuk terkena kolonisasi bakteri basil gram negatif.
Karenanya, perempuan lebih rentan terkena ISK. Berbeda
dengan laki-laki yang struktur uretranya lebih panjang dan
memiliki kelenjar prostat yang sekretnya mampu melawan
bakteri, ISK pun lebih jarang ditemukan.
Pada wanita yang aktif seksual, risiko infeksi juga
meningkat. Ketika terjadi koitus, sejumlah besar bakteri dapat
terdorong masuk ke vesica urinaria dan berhubungan dengan
onset sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin
tinggi risiko sistitis. Oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon
cystitis. Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain seperti
diafragma dan kondom yang diberi spermisida juga dapat
meningkatkan risiko infeksi saluran kemih karena mengganggu
keberadaan flora normal introital dan berhubungan dengan
peningkatan kolonisasi E. coli di vagina.
Pada laki-laki, faktor predisposisi bakteriuria adalah
obstruksi uretra akibat hipertrofi prostat. Hal ini menyebabkan
terganggunya pengosongan vesica urinaria yang berhubungan
dengan peningkatan risiko infeksi. Selain itu, laki-laki yang
memiliki riwayat analseks berisiko lebih tinggi untuk terkena
sistitis, karena sama dengan pada wanita saat melakukan koitus
36
atau hubungan seksual dapat terjadi introduksi bakteri-bakteri
atau agen infeksi ke dalam vesica urinaria. Tidak dilakukannya
sirkumsisi juga menjadi salah satu faktor risiko infeksi saluran
kemih pada laki-laki.
2) Kehamilan
ISK seringkali menyerang perempuan hamil dengan
prevalensi rerata sekitar 10%. Hal ini dikaitkan dengan adanya
perubahan fisiologis pada perempuan yang sedang hamil seperti
pengaruh hormon progresteron dan obstruksi oleh uterus yang
menyebabkan dilatasi sistem pelviokalises dan ureter. Pada
perempuan hamil juga terjadi penurunan tonus ureter dan
peristaltiknya, serta peningkatan refluks vesikoureter karena
katup vesikoureter yang sementara kurang kompeten.
Kateterisasi vesika urinaria yang terkadang dilakukan sebelum
atau sesudah partus juga turut menambah risiko infeksi.
3) Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam di antaranya:
tumor, striktur, batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada
aliran urin dapat menyebabkan hidronefrosis, pengosongan
vesica urinaria yang tidak sempurna, sehingga meningkatkan
risiko ISK.
4) Disfungsi neurogenik vesica urinaria
Gangguan pada inervasi vesica urinaria dapat
berhubungan dengan infeksi saluran kemih. Infeksi dapat
diawali akibat penggunaan kateter atau keberadaan urin di
dalam vesica urinaria yang terlalu lama.
5) Vesicoureteral reflux
Refluks urin dari vesica urinaria menuju ureter hingga
pelvis renalis terjadi saat terdapat peningkatan tekanan di dalam
vesica urinaria. Tekanan yang seharusnya menutup akses vesica
dan ureter justru menyebabkan naiknya urin. Adanya hubungan
37
vesica urinaria dan ginjal melalui cairan ini meningkatkan risiko
terjadinya ISK.
6) Faktor genetic
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK.
Jumlah dan tipe reseptor pada sel uroepitel tempat menempelnya
bakteri ditentukan secara genetik.2
g. Komplikasi
Komplikasi ISK tergantung dari tipenya yaitu:
A. ISK sederhana. ISK ini termasuk non-obstruksi dan bukan
perempuan hamil, serta self-limited disease.
B. ISK berkomplikasi. ISK selama kehamilan dan ISK pada diabetes
mellitus.3
h. Diagnosis
38
(≥105/mL). Pada pasien tanpa gejala, dua spesimen urin berturut-turut
harus diperiksa bakteriologis sebelum terapi dan ≥105/ml bakteri dari
satu spesies per mililiter harus dibuktikan di kedua spesimen.
Karena sejumlah besar bakteri dalam urin kandung kemih
adalah karena sebagian perkalian bakteri selama tinggal di rongga
kandung kemih, sampel urine dari ureter atau pelvis ginjal mungkin
mengandung <105 bakteri per mililiter dan belum menunjukkan
infeksi. Demikian pula, kehadiran bakteriuria jenis apapun dalam
aspirasi suprapubik atau ≥102 bakteri per mililiter urin yang diperoleh
dengan kateterisasi biasanya menunjukkan infeksi.
Mikroskop urin dari pasien dengan gejala dapat menjadi nilai
diagnostik yang besar. bakteriuria mikroskopis, yang terbaik dinilai
dengan urine uncentrifuged pewarnaan gram, ditemukan dalam >90%
dari spesimen dari pasien yang infeksi berhubungan dengan jumlah
koloni setidaknya 105 / mL, dan temuan ini sangat spesifik. Namun,
bakteri biasanya tidak dapat terdeteksi secara mikroskopis pada
infeksi dengan jumlah koloni yang lebih rendah (102-104 / mL).
Deteksi bakteri dengan mikroskop kemih dapat merupakan bukti kuat
terjadi infeksi, tetapi tidak adanya bakteri mikroskopis terdeteksi tidak
mengecualikan diagnosis. Saat pencarian dengan cara ruang-hitung
mikroskop, piuria merupakan indikator yang sangat sensitif dari ISK
pada pasien dengan gejala. Piuria terdapat pada hampir semua ISK
bakteri akut. Piuria dengan tidak adanya bakteriuria (piuria steril)
dapat mengindikasikan infeksi dengan agen bakteri yang tidak biasa
seperti C. trachomatis, U. urealyticum, dan Mycobacterium
tuberculosis atau jamur. Atau, piuria steril mungkin didemonstrasikan
dalam kondisi urologi non-infeksi seperti bate, kelainan anatomi,
nefrokalsinosis, vesicoureteral refluks, nefritis interstitial, atau
penyakit polikistik.
Meskipun banyak pihak berwenang telah merekomendasikan
bahwa kultur urin dan uji kerentanan antimikroba dilakukan untuk
39
setiap pasien engan dicurigai ISK, mungkin lebih praktis dan hemat
biaya untuk mengelola wanita yang memiliki gejala khas dari sistitis
tanpa komplikasi akut tanpa kultur urin awal. Dua pendekatan terapi
dugaan umumnya telah digunakan. Pada bagian pertama, pengobatan
dimulai semata-mata atas dasar sejarah yang khas dan / atau temuan
khas pada pemeriksaan fisik. Di kedua, wanita dengan gejala dan
tanda-tanda sistitis akut dan tanpa faktor rumit dikelola dengan
mikroskop kemih (atau, alternatif, dengan tes esterase leukosit). Hasil
positif untuk piuria dan / atau bakteriuria memberikan bukti yang
cukup dari infeksi untuk menunjukkan bahwa kultur urin dan uji
kerentanan dapat dihilangkan dan pasien dirawat secara empiris. Urine
harus berbudaya, namun, ketika gejala wanita dan temuan
urineexamination meninggalkan diagnosis sistitis yang bersangkutan.
budaya sebelum terapi meliputi dan uji kerentanan juga penting dalam
pengelolaan semua pasien dengan infeksi saluran atas dicurigai dan
dari orang-orang dengan faktor rumit, seperti dalam situasi ini salah
satu dari berbagai patogen mungkin terapi involvel dan antibiotik
terbaik disesuaikan dengan organisme individu.
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak
boleh rutin. Prosedur ini antara lain :
USG
Radiografi (foto polos abdomen, pielogravi IV, micturating
cystogram)
Isotop scanning22
i. Tatalaksana
ISK Bawah
40
Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam
dengan antibiotik tunggal, seperti ampicillin 3 gram,
trimetoprim 200 mg.
Bila infeksi menetap maka disertai leukosuria diperlukan terapi
konvensional selama 5-10 hari.
Pemeriksaan mikroskopik urine dan biakan urine tidak
diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria
ISK Bawah
41
- Ciperlukan investigasi lanjutan.
- Faktor predisposisi untuk ISK tiper komplikasi.
- Komorbiditas seperti kehamilan, DM, usia lanjut.
Satu dari tiga terapi antibiotik IV ssebagai terapi awal selama
48-72 jam sebelum diketahui mikroorganisme sebagai
penyebabnya :
- Fluorokuinolon
- Aminoglikosida degan atau tanpa ampicilin
- Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida.
Pencegahan
42
perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki ,
serta kateterisasi pada laki dan perempuan.
43
Pada umumnya bakteriuri terkait kateter bersifat polimikroba.
Sebagian besar peneliti tidak menganjurkan untuk menggunakan
antimkroba untuk pencegahan ISK terkait kateter. Negara maju
seperti USA menganjurkan penggunaan kateter urine berselaput
campuran perak atau kateter oksida perak untuk mencegah ISK
terkait kateter. 3
j. Prognosis
k. Edukasi
44
Ketika terdapat perasaan ingin mengosongkan kandung kemih,
jangan mencoba untuk menahannya sampai waktu dan tempat
yang tepat.
b. Pathogenesis
Perubahan hemodinamik intraglomerular
45
Tekanan intraglomerular ditopang oleh kerja angiotensin II
yang mengakibatkan vasokonstriksi pada arteriol eferen. Obat-
obatan dengan kerja antiprostaglandin seperti OAINS atau obat
dengan kerja antiangiotensin II dapat mengakibtakan ginjal untuk
meng-autoregulasi tekanan glomerular dan menurunkan GFR.
Inflamasi
c. Manifestasi klinis
46
oleh pemberian OAINS, penyekat COX2, vasokonstriktor.
Manifestasi lain berupa tubulointerstisial nefritis kronis yang progresif
dan berlanjut menjadi penyakit ginjal kronis yang biasanya
disebabkan kombinasi analgetik seperti fenasetrin, OAINS, kafein,
dan juga aminoglikosilik asid, logam berat, dan fosfat.3
d. Faktor resiko23
Deplesi volume intravaskular
Umur >60 tahun
Diabetes
Mengalami nefrotoksik
Gagal jantung
Sepsis
Insufisiensi ginjal GFR <60 mL per menit per 1,73 m2
e. Tatalaksana
Mengidentifikasikan pasien dengan resiko nefotoksisitas
Pasien seperti ini perlu diawasi penggunaan obat agar tidak
menimbulkan nefrotoksisitas.
Pencegahan penggunaan obat yang dapat mengakibatkan
nefrotoksisitas
Nefrotoksisitas dapat dikurangi dengan pencegahan. Penggunaan
obat secara berkala atau obat yang mengakibatkan nefrotoksisitas.
Monitoring fungsi ginjal
47
kafein, ekstrak herbal, vitamin B, asam amino (taurine) dan derivate gula.
Namun hal tersebut sifatnya hanya sementara. Minuman berenergi
mempunyai kandungan gula dan asam fosfat yang tinggi, selain itu
kandungan kafein dalam minum berenergi bersifat asam yang akan
menggangu keseimbangan pH.
Minuman berenergi juga mengandung bahan-bahan toksik seperti
pemanis buatan dan pengawet sehingga membuat ginjal menyaring bahan-
bahan tersebut lebih keras daripada biasanya, berakibat rusaknya tubulus
dan glomelurus yang nantinya tidak hanya menyebabkan batu ginjal tetapi
gagal ginjal.21
48
pendorong untuk reabsorpsi H2O merupakan perbedaan konsentrasi antara
cairan tubulus dan cairan intestisium.16
49
memiliki riwayat BSK dan sang pasien yang memiliki riwayat keturunan
BSK memiliki risio tinggi untuk menderita BSK pula terlebih pasien
seorang sekretaris, juga memiliki pola hidup yang kurang sehat, dapat
meningkatkan dugaan pasien terkena BSK.3
50
Sehingga panggul, selangkangan, atau skrotum dapat terasa nyeri dan
hiperalgesia, tergantung pada lokasi dari stimulus viseral.19
51
suhu tubuh beberapa derajat dapat membantu tubuh melawan infeksi.
Demam akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih
banyak sel darah putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih
banyak zat-zat lain untuk melawan infeksi.20
52
BAB III
KESIMPULAN
Ny. Urina 31 tahun menderita urolitiasis dan diperlukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto; 2014.
2. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill; 2012.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
4. Hesse A, Goran T, Hans J, Andre. Urinary Stone Diagnosis, Treatment and
Prevention of Recurrence; 2009.
5. Tὒrk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Straub M, Seitz C. Guidlines on
urolithiasis. European Association of Urology; 2011.
6. Siener R1, Glatz S, Nicolay C, Hesse A. The role of overweight and obesity in
calcium oxalate stone formation. Obes Res. 2004 Jan;12(1):106-13
7. Menon M, Resnick, Martin I. Urinary lithiasis: etiologi and endourologi, in:
Chambell’s Urology, 8th ed, Vol 14. Philadelphia: W.B. Saunder Company;
2002. p. 3230-92
8. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK UI; 2000.
9. Curhan GC. Epidemiology of stone disease. Elsevier Saunders. Urol Clinic
North America; 2007:287-293.
10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi edisi 9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2013.
11. Schwartz SI. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2000:579-89.
12. Nursalam, D. R.,dkk. System Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika; 2006.
13. Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2005:905-6.
14. Tanagho EA, Mc Annich JW, Smith’s General Urology 16th ed., Mc Graw Hill;
2004.
15. Nguyen HT. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In Tanagho E. &
McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition. NewYork: Mc Graw
Hill Medical Publishing Division; 2008: 193-195
16. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta : EGC;
2014.
17. Rully, M.Azharry. Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Risiko dan
Tatalaksananya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2010.Vol:1(1).
18. Badan Peneliti Dan Pengembangan Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2008.
19. 7O’ Reilly PH. Urinary tract obstruction. Medicine. 2007;35: 420-422.
20. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll
J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin:
Springer-Verlag; 2009.h.1-24
21. Sarka-Jonae Miller. Can energy drinks cause kidney stones?.
http://www.livestrong.com/article/529293-can-energy-drinks-cause-kidney-
stones/.2015
54
22. Schmiemann G, Kniehl E, Gebhardt K, Matejczyk MM, Hummers-Pradier E.
The Diagnosis of Urinary Tract Infection. Dtsch Ärztebl Int. 2010
May;107(21):361–7.
23. Drug-Induced Nephrotoxicity - American Family Physician [Internet]. [cited
2017 Apr 14]. Available from: http://www.aafp.org/afp/2008/0915/p743.html
55