Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA

MEMBUAT CERPEN BESERTA UNSUR


ISTRISIKNYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : M.ASBI.A

KELAS : IX.6/F

NIS :16.9445

SMPN1BONTOMARANNU

TAHUN 2018/2019
KEYAKINAN ADALAH KEKUATAN

Di sebuah rumah makan di pinggir jalan. Aku melangkahkan kakiku sambil

membawa amplop berwarna coklat di tanganku. Amplop itu berisi surat lamaran

kerja. Yah! Waktu itu usiaku baru 15 tahun. Seharusnya aku berada di sebuah

ruang kelas. Belajar. Tapi, itu hanya mimpi. Karena saat itu aku harus berjuang

keras untuk bisa melanjutkan hidup.

Sejak ibu memutuskan untuk menjadi TKW di Negeri Jiran, sejak saat itulah aku

dan kedua saudaraku harus belajar hidup mandiri. Dalam hal ini bukan hanya

sekedar mandi sendiri saja. Tapi juga mencari makan sendiri. Bisa dibayangkan

anak seusiaku harus mencari makan sendiri. Lalu kemana sang ayah? Hm…

Ayahku masih ada. Tapi beliau sama sekali tidak bisa diandalkan. Entah karena

beliau tidak bekerja sehingga tak mempedulikan kami, atau karena memang

sebenarnya beliau sudah tidak peduli. Yang jelas kami sama sekali tidak pernah

mengharapkan apa-apa dari beliau. Tapi, biar begitu beliau tetap ayah kami.

Orang yang harus kami hormati.

Selama ini kakakku yang pertama, sebut saja Alya, yang membiayai hidup kami.

Namun sekarang dia telah menikah dan harus berhenti kerja sejak melahirkan.

Sedangkan Amel, kakakku yang kedua, sudah 1 tahun sejak dia dinyatakan lulus
dari sekolahnya, dia belum juga bekerja. Bukan karena tidak mau bekerja. Tapi

belum ada biaya untuk menebus ijazahnya. So, mau melamar kerja pakai apa?

Beda denganku. Dengan memakai slogan Bonek. Bondo Nekat, aku memalsukan

ijazah temanku. Aku pakai namanya untuk melamar kerja di salah satu rumah

makan cepat saji tak jauh dari rumahku.

“Kebetulan kami membutuhkan pramusaji di sini. Jadi, adik saya terima kerja di

sini”, begitulah kira-kira yang dikatakan kepala toko rumah makan itu padaku.

“Alhamdulillah… Jadi kapan saya bisa mulai kerja, Pak?”, tanyaku.

“Kalau adik siap, adik bisa mulai kerja hari ini”, kata kepala toko rumah makan

HC yang ternyata bernama Heru.

“Baik, Pak! Saya siap bekerja hari ini”, kataku penuh semangat. Terbayang

sudah di mataku, aku bisa melanjutkan sekolah. Tak apa kalau aku harus

berhenti dulu selama setahun. Toh tak ada kata terlambat untuk menuntut ilmu.

Aku yakin tahun depan aku bisa melanjutkan sekolah. Seperti kata pepatah,

berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.

Aku segera menelepon kakakku Alya. Dia menangis ketika tahu aku benar-benar

memutuskan untuk berhenti sekolah dan memilih bekerja di HC dengan

penghasilan 400 ribu perbulan.


“Maafin kakak ya… Harusnya ini menjadi tanggung jawab kakak. Karena kakak

sebagai pengganti orangtua kamu. Tapi kakak janji! Hanya setahun kamu

berhenti sekolah. Tahun depan kamu pasti bisa sekolah lagi. Kakak janji. Tahun

depan kamu akan kembali mendapatkan kehidupan kamu”, kata Kak Alya.

Aku berlinang air mata mendengar janji Kak Alya. Bagiku, dia adalah sosok

malaikat yang dikirim Tuhan untuk menggantikan posisi ibu. “Iya, Kak! Nggak

papa. Makasih!”.

Sejak saat itu aku yakin. Aku pasti bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Meski

rasanya berat, mengingat tempat kerjaku sangat dekat dengan sekolah dimana

teman-temanku belajar. Tapi aku yakin aku bisa menjalani ini semua.

“Bismillahirrahmanirrahiim… Beri aku kekuatan ya Rabb…”

Tak terasa satu bulan sudah aku bekerja di rumah makan HC. Saatnya

menerima gaji. Hm… Ini adalah gaji pertamaku. Hasil dari keringatku. Bekerja

dari pagi hingga malam. Meski jumlahnya tak banyak. Tapi aku tetap bersyukur.

Karena setidaknya dengan uang ini aku bisa membantu Dhe Ya. Orang yang

merawatku sejak ibu pergi.

Aku belikan kebutuhan dapur. Karena aku tahu gaji Dhe Ya yang hanya tukang

cuci tidaklah seberapa. Apalagi dia harus memberi makan seluruh penghuni
rumah. Aku, kak Amel, ayahku, dan anaknya yang bernama Silvi.

Belum lagi untuk biaya sekolah anaknya. Setidaknya dengan aku bekerja akan

sedikit mengurangi bebannya. Tak lupa kusisihkan sebagian untuk menabung.

Aku tahu meski biaya sekolah sangat mahal, dan tidak akan mungkin bisa aku

dapatkan hanya dengan menyisihkan 50 ribu sebulan. Tapi aku yakin, Tuhan

tidak akan menutup mata dengan semua usahaku.

Sudah hampir 10 bulan aku bekerja. Banyak hal yang terjadi selama aku

bekerja. Bertemu dengan teman SMP saat aku menjadi kasir. Hampir saja

rahasiaku terbongkar.

“Jadi, kamu pakai ijazah orang lain buat kerja disini?”, tanya Dewi. Customer

sekaligus teman baikku waktu SMP.

Aku mengangguk. “Lain kali kalau mampir kesini jangan panggil aku Isa. Tapi,

Rina”, kataku sambil menunjuk name tag yang menempel di dadaku.

Dewi tersenyum. “Kamu bener-bener gila. Tapi seru! Hidup kamu penuh warna,

Sa! Eh, Rin! Hehehe…”, katanya di sela-sela obrolan kami. “Aku yakin kelak

kamu akan jadi orang yang sukses!”

“Aamiin…”, jawabku seraya menyerahkan struk pembayaran kepadanya.


Tahun ajaran baru dimulai. Aku begitu semangat menyambutnya. Aku mulai

mencari informasi dimana kira-kira sekolah yang cocok untukku. Cocok di sini

maksudnya yang sesuai dengan kantong. Maklum tabunganku hanya terkumpul

700 ribu. Karena sudah mondar-mandir kesana kemari akhirnya aku putuskan

untuk melanjutkan ke sekolah eks Kak Amel dulu. Selain karena sudah kenal

dengan beberapa gurunya, biayanya lebih murah dari sekolah swasta lainnya.

Formulir sudah di tangan. Tinggal melengkapi persyaratannya. Namun tiba-tiba

Tuhan mengujiku lagi.

“Kontrakan rumah berakhir bulan ini?”, kataku histeris.

“Iya, Nduk… Kalau kita ndak bayar, kita bisa diusir. Bapakmu juga ndak bisa

diharapkan. Padahal Bu Dhe udah ngasih tahu jauh-jauh hari”

Aku bingung. Lagi-lagi aku dihadapkan pada keputusan yang sulit. Membayar

kontrakan rumah, atau membayar biaya pendaftaran sekolah? Oh Tuhan…

Kenapa begitu berat cobaan yang harus aku hadapi di usia sedini ini? Tidak

adakah jalan keluar yang lebih baik selain aku harus mengorbankan salah satu

dari masalah ini?

Kak Alya mendengar kabar ini. Lagi-lagi dia yang harus berpikir bagaimana

caranya agar aku bisa tetap sekolah dan kontrakan rumah bisa segera dibayar.
“Aku nggak mungkin menutup mata, melihat saudara-saudaraku terlantar di luar

sana. Aku nggak mungkin menutup telinga, mendengar mereka menangisi nasib

malang mereka. Izinkan aku kerja pa…”, ucapnya pada Kak Wisnu, suaminya.

“Baiklah! Aku mengijinkan kamu kerja. Asalkan kamu bisa membagi waktu”

Sungguh! Tuhan telah menjawab doa-doaku. Dia kirimkan lagi malaikat

untukku. Dan lagi-lagi Kak Alya adalah malaikat itu. Dia diterima kerja sebagai

Staff Accounting di salah satu perusahaan swasta. Dia menjanjikan aku bisa

sekolah lagi tahun ini.

“Uang yang ada sekarang kamu pakai untuk biaya daftar ulang. Sisanya akan

kakak lunasi setelah kakak gajian. Kalau soal rumah biar nanti kakak yang

bilang ke pemilik rumahnya untuk bisa kasih tempo sampai gajian berikutnya”

Itulah yang dilakukan malaikat bernama Alya padaku. Dalam sekali hentakan dia

bisa merobohkan dua pohon yang menghalangi langkahnya. Sesuai rencana, aku

melanjutkan sekolah di eks sekolah Kak Amel. Kak Alya menemui pemilik rumah

kontrakan untuk meminta tambahan waktu.

Semua ini adalah rencana Tuhan. Rencana yang tidak akan bisa ditebak oleh

siapapun. Dan yakinlah bahwa janji Tuhan itu pasti.


Kini aku duduk di bangku kelas XI. Selain sekolah kegiatanku yang lain adalah

bekerja part time. Sepulang sekolah aku langsung bekerja. Menjaga sebuah

stand makanan dengan upah Rp. 250.000,-/bulan. Setidaknya itu cukup

lumayan untuk menambah uang sakuku. Sekolah sambil bekerja memang tidak

mudah. Alhasil aku jadi tidak begitu berprestasi di sekolah.

Tak apa! Bukankah kebanyakan orang-orang yang sukses di luar sana adalah

orang yang tidak memiliki prestasi akademik? Besar nilai rapor bukan jaminan

besar gaji kan? Bahkan Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Group, salah satu

pengusaha finansial dan real estate di Indonesia hanya lulusan SD. Tapi

sekarang dia masuk dalam urutan orang terkaya No. 3 dari 10 orang kaya di

Indonesia. Hebat kan!

Begitupun aku! Suatu saat aku akan tunjukkan pada dunia bahwa aku pasti bisa

sukses! Aku yakin aku bisa.


Unsur Instrisik Keterangan

Tema Pantang Menyerah, dan Kepercayaan

Tokoh Dan Isa :Pantang menyerah,Percaya Diri,Dan Rajin Bekerja


Perwatakan
Alya :Penolong dan Perhatian

Ayah: Malas Bekerja

Bu Dhe :Pekerja keras

Amel

Wishu

Dewi

Alur Isa Mendapatkan Ujian Ekonomi Dan Harus Berhenti


sekolah demi memenuhi kebutuhan Hidupnya,Ayahnya tidak
bisa diandalkan,ia memalsukan Ijaza Milih Temannya dan
Bekerja disebuah Rumah Makan,setelah mengetahui bahwa
adiknya putuh sekolah bekerja kakaknya Pun berjanji bahwa
dia ajak membantu ekonomi keluarganya dan akan
menyekolahkan Isa kembali, Semenjak ia Bekerja disana Isa
bisa membantu ekonomi keluarganya dan menabung,1 Tahun
Kemudian Uang Tabungannya pun cukup untuk mendaftar
sekolah ia pun mencari sebuah sekolah dan memutuskan
untuk sekolah diSekolah Amel yang dulu,tetapi masalah
kembali menghampirinya ,keluarganya harus membayar
uang kos jika tidak keluarganya akan diusir,Isa pun
memberitahukan keAlya,Kemudian Alya pun meminta Izin
KeSuaminya dan izinkan kemudian menyuruh Isa untuk
memakai uang tabungannya untuk mendaftar sekolah dan
Alya yang akan mengatasi masalah keluarganya.

Latar Rumah Makan, dan Sekolah

Gaya Bahasa Alegori : Berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian

Metafora : Dalam sekali hentakan dia bisa merobohkan dua


pohon yang menghalangi langkahnya

Amanat Besar nilai rapor bukan jaminan besar gaji dan Teruslah
Berusaha untuk menggapai Impianmu,dan Janganlah Malu
Dengan Diri Yang Sekarang

Sudut Pandang Sudut Pandang Orang Pertama :

Aku melangkahkan kakiku sambil membawa amplop


berwarna coklat di tanganku

Anda mungkin juga menyukai