Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat – Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Anestesi Umum pada Ekstirpasi Fiboadenoma Mamae”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Dublianus, Sp.An, dr. Evita, Sp.An dan dr Tati, Sp.An yang telah membimbing
dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan
kasus ini.

2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi RSU Kota Cilegon,
terutama kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu kami selama
menjalankan kepaniteraan.

3. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.

Kami menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan serta pengalaman, walaupun demikian kami telah berusaha sebaik
mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaannya.

Cilegon, Januari 2013

Penyusun

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 1


DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................................

Kata Pengantar ...........................................................................................................................i

Daftar Isi ...................................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS ...................................................................................................2

BAB III. LAPORAN ANESTESI .............................................................................................6

BAB IV. ANALISA KASUS ..................................................................................................11

BAB V. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................14

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................38

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 2


BAB I
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan


meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang
meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan
menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu
keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya
sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi
umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi
dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi
riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,
obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang
mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang
dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan
pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan
sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.

BAB II

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 3


LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. AD

Usia : 16 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Perumnas Blok B1 No.4 Cibeber

Tanggal Masuk RS : 08 Januari 2013

II. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh terasa adanya benjolan


ditenggorokannya sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengeluh benjolan
ditenggorokannya terasa makin lama makin membesar. Pasien juga merasa sulit
menelan dan mendengkur di malam hari ketika tidur.

Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat asma, alergi terhadap makanan,


maupun alergi terhadap obat-obatan. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit gastritis, dan juga
riwayat batuk yang lama. Namun pasien mengatakan bahwa ibunya memiliki penyakit
kencing manis dan ayahnya memiliki penyakit darah tinggi. Pasien juga mangaku
tidak punya gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang. Pasien tidak memiliki riwayat
operasi sebelumnya.

Pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,


mengkonsumsi obat-obatan. Pasien mengaku gemar mengkonsumsi bakso, mie ayam,
minuman soda, dan minuman kaleng.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 4


Sebelum operasi pasien sudah menjalani puasa selama 9 jam. Selama itu
selang infus telah terpasang pada tangan kanan pasien.

1. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Berat badan : 40 kg

Tinggi badan : 150cm

BMI : 30,2 (overweight)

Tanda tanda vital

Tekanan darah: 120/80 mmhg

Nadi : 96 x/menit

Suhu : 36,8 C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,


refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Hidung : Simetris, liang hidung lapang, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Simetris, liang telinga lapang, MT intak +/+, sekret -/-

Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), bau pernafasan (-),
gerak sendi temporo mandibula baik

Gigi geligi : Gigi palsu (-), gigi goyag (-), gigi depan menonjol (-)

Rongga mulut : Terlihat palatum mole dan durum, terlihat tonsil dan uvula

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 5


(Mallampati I), oral hygiene baik.

Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak teraba

membesar, JVP 5+1cm H2O

Thorax : Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris

Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Vocal fremitus simetris, sonor +/+ Suara nafas vesikuler normal,
Ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : datar, simetris, teraba supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat (+) Edema (–)

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

o Hb : 12,4 gr/dl

o Ht : 38,1 %

o Leukosit : 7830 /uL

o Trombosit : 293000 /uL

o LED : 45 mm/jam

o Gula sewaktu : 98 mg/dl

o SGOT : 17 u/L

o SGPT : 16 u/L

o Ureum : 14 mg/dl

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 6


o Kreatinin : 0,7

o HBsAg : Non reaktif

o Anti HIV : Non reaktif

3. PS ASA 1

RESUME

Seorang anak perempuan umur 16 tahun, datang dengan keluhan benjolan di


tenggorokannya yang sudah sekitar 2 tahun. Karena sering kambuh, dokter
menganjurkan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.

DIAGNOSA KERJA

Tonsilitis Kronis

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:

Diagnosa perioperatif:

Status operatif : ASA I

Jenis operasi: Tonsilektomi

Jenis anestesi: General Anestesi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 7


BAB III

LAPORAN ANESTESI

A. Pre Operatif

Informed Consent (+)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 8
Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100 x/menit

RR : 20 x/menit

Terpasang infus di tangan kanan RL 500cc

B. Monitoring Tindakan Operasi :

Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi


Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
08.45 - Pasien masuk ke kamar operasi, 131/80 102 100
dan dipindahkan ke meja operasi
 Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
 Infus RL terpasang pada tangan
kanan
 Pemberian premedikasi:
Ondansentron 4mg iv bolus
08.55  Obat induksi dimasukkan secara 116/74 108 100
iv:
o Propofol 100mg
o Fentanyl 100µg
Dalam beberapa saat pasien
teranestesi penuh
 Dilakukan tindakan face mask
dengan sungkup no.3, dan
diberikan:
o O2 : 2L/menit
o N2O : 2L/menit
o Isoflurane : 1,5 vol%

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 9


Pernafasan spontan (08.58)
09.00  Dilakukan tindakan pemasangan 107/61 83 99
Nasal tube no 26
 Kedua mata pasien diberikan
ophtalmic ointment kemudian
ditutup dengan menggunakan
kasa
Dan ditutup dengan menggunakan
kassa.
09.05  Operasi dimulai 104/58 78 100
 Kondisi terkontrol
09.10  Kondisi terkontrol 127/71 92 100
 Dilakukan skin test antibiotik
ceftriaxone pada lengan bawah
kanan
09.15  Hasil skin test (-), diberikan 125/70 90 100
ceftriaxone 1gr iv bolus
09.20-  Kondisi terkontrol 120/75 89 95
09.35
09.40  Kondisi terkontrol 121/67 88 100
 Diberikan ketorolac 30mg iv
bolus
09.45  Kondisi terkontrol 110/64 72 99
 Penggantian cairan infus RL
500cc
 Diberikan tramadol 100mg iv drip
09.55  Operasi selesai 116/64 77 99
 Gas N2O distop, gas O2
dinaikkan menjadi 5 vol % dan
isoflurane dimatikan
 Pemberian pronalges supp 100mg

10.00  Pelepasan nasal tube 113/63 80 100


 Pemasangan face mask, kondisi
stabil, pelepasan face mask

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 10


 Gas 02 distop
 Pelepasan alat monitoring
 Pasien dapat dibangunkan
10.05  Pasien dipindahkan ke ruang 129/94 98 99
Recovery room
 Dilakukan pemasangan alat
monitoring

INTRAOPERATIF (09 Januari 2012)

Tindakan Operasi : Tonsilektomi

Tindakan Anestesi: Anestesi umum

Lama Operasi : 50 menit (09.05-09.55)

Lama Anestesi : 60 menit (08.55 – 10.05)

Jenis Anestesi : General anestesi dengan teknik “Semi Close Circuit System
dengan NTT no 26” menggunakan O2 2L/mnt, N2O 2L/mnt,
dan Isoflurane 1,5 Vol %

Posisi : Supine

Pernafasan : Spontan

Infus : Ringer laktat pada tangan kanan 500cc

Premedikasi : Ondansentron 4mg i.v

Induksi : - Propofol 100mg i.v

Rumatan : - O2 2L/menit

- N2O 2L/menit

- Isoflurane 1,5 Vol %

Medikasi : - Fentanyl 100µg i.v


Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 11
- Ceftrixone 1gr i.v

- Ketorolac 30mg i.v

- Tramadol 100mg i.v

- Noveron 15mg i.v

Intubasi : -Laringoskop grade 1

- Nasal Tube no 26 cuff (+)

Cairan : Cairan Masuk : RL 1000cc, cairan keluar tidak dapat


dimonitoring karena tidak dilakukan pemasangan kateter

IV. POST OPERATIF

- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar Aster

- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal

Kesadaran: compos mentis

TD: 120/80 mmHg

Nadi: 80x/min

- RL 500 mL/ 8 jam

Penilaian pemulihan kesadaran

Tabel . Variabel Skor Lockharte/Aldrete

Skor
Variabel Tem Skor
Pasien
Aktivitas Gerak ke-4 anggota gerak atas perintah 2 2

Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah 1

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 12


Tidak respon 0
Dapat bernapas dalam dan batuk 2

Respirasi Dispnea, hipoventilasi 1 2

Apnea 0
Perubahan ,< 20 % TD sistol preoperasi 2

Sirkulasi Perubahan 20-50 % TD sistol preoperasi 1 2

Perubahan .> 50 % TD sistol preoperasi 0


Sadar penuh 2

Kesadaran Dapat dibangunkan 1 1

Tidak respon 0
Merah 2

Warna kulit Pucat 1 2

Sianotik 0
9
Skor Total

≥ 9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi

≥ 8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal

≥ 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete score 9, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

BAB IV

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 13


ANALISA KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien


didiagnosis Tonsilitis kronis dengan ASA I, yakni pasien sehat organik, fisiologik , psikiatrik
dan biokimia. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi tonsilektomi. Menjelang operasi
pasien tampak sakit ringan, tenang, kesandarn compos mentis. Pasien sudah dipuasakan
selama lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi general dengan teknik
Semi Close Circuit System dengan Nasal Tube no 26.

Pada pasien diberikan premedikasi ondancentron 4mg. Ondansentron merupakan


antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansentron diberikan pada pasien
untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi.. Pelepasan 5HT3 ke dalam
usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.

Dilakukan induksi dengan propofol 100mg (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB), propofol


dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi yang bekerja
cepat efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dan diberikan Fentanyl 100µg (dosis 1-
3µg/kgbb) Fentanyl memiliki kekuatan 100x morfin distributifnya secara kualitatif hampir
sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak di paru dimetabolis oleh hati dengan N-
dealkilasi dan hidroksilasi dan sisa metabolismenya dikeluarkan melalui urin efek depresi
napasnya lebih lama dibanding dengan efek analgesiknya (kurang lebih 30 menit) karena itu
hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah. Lalu diberikan
Noveron 15mg (dosis 0,6-1 mg/kg) Noveron (recuronium bromide) merupakan obat
golongan pelemas otot nondepolarisasi, yang memiliki kecepatan induksi sama atau bahkan
lebih cepat dari succinylcholine, namun pada pemeberiad dosis besar pada saat intubasi dapat
menyebabkan efek penghalangan otot yang lebih panjang. Memiliki waktu efek obat mulai
bekerja setelah 60 detik. Obat golongan ini sangat cocok untuk intubasi.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N20 2L, O2 2L, dan
isoflurane 1,5L vol% dengan cara inhalasi dengan mesin anesthesia. Isofluran merupakan
Isomer dan enfluran dengan efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia
dengan isoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
banyak digunakan. N20 bersifat anestetik lemah tetapi analgesik digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara efisien dan
terus menerus, dan pemberian cairan intravena RL
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 14
Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :

Kebutuhan Cairan Basal (M) :

4x 10 kg = 40 cc

2x10 kg = 20 cc

1x 20 kg = 20 cc

Total : 80 cc

Kebutuhan cairan operasi (O) :

Operasi sedang x berat badan=

6 x 40 kg = 240 cc

Kebutuhan cairan puasa (P) ;

Lama jam puasa x kebutuhan cairan basal=

9 x 80 = 720 cc

Pemberian cairan jam pertama :

Kebutuhan cairan basal + Kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa =

80cc + 240cc + 360cc = 680cc

Pada pasien diberikan antibiotik untuk pencegahan infeksi yaitu ceftriaxone


1gr. Ceftriaxone merupakan antibiotik sprektum luas, golongan sefalosporin generasi ketiga
yang mempunyai khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida
pada dinding sel bakteri. Tramadol 100 mg sebagai analgetik kuat bekerja pada reseptor
opiat, bekerja secara steriospesifik pada reseptor di system syaraf pusat sehingga memblok
sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmitter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang sehingga impuls nyeri
terhambat. Ketorolac 30 mg diberikan sebagai analgetik non Opioid digunakan sebagai
tambahan penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 15


berupa depresi pernapasan. Golongan analgetik nonopioid selain bersifat anti-inflamasi juga
merupakan analgetik, antipiretik dan anti pembekuan darah. Bekerja dengan menghambat
aktivitas siklo-oksigenase, sehingga terjadi penghambatan prostaglandin perifer.

Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien postoperatif
di Recovery Room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
respirasi dan saturasi oksigen.

BAB V

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 16


TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan

Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah berusaha untuk
melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri
atau rasa sakit. (Anonim, 1989) Pada prinsipnya, seorang penderita akan dibuat tidak
sadarkan diri dengan melakukan tindakan-tindakan yang sering dilakukan secara fisik seperti
memukul, mencekik dan lain sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak
merasa kesakitan dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya
jalannya acara operasi. (Anonim, 1986).

Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene Morton
pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara-cara kekerasan fisik
yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi mulai ditinggalkan. Penemuan
tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu bedah, karena membuka cakrawala
kemungkinan dilakukannya tindakan bedah yang lebih luas, mudah serta manusiawi.
(Anonim, 1986). Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja
sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi. Dibutuhkan
keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan, menangani dan memelihara
keadaan anestesi pasien. Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain :

1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses pembedahan atau
prosedur medik lain.

2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga
fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga keselamatan pasien tetap
terjaga.

3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan
tugasnya dengan mudah dan efektif.

Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah
menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti
akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 17


terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang
dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.

Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan
tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran
pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum
adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta
teratur. Bahkan, menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga
direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan
napas. Tulisan ini akan menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi
pada permasalahan tersebut.

2.1 Anatomi - Fisiologi Saluran Napas Bagian Atas.

Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus


memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu dipasang. Pada
pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan menguraikan tentang beberapa
hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring, sebagian naso faring dan akan lebih
ditekankan lagi pada bagian laring. Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain
umum yang dapat dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial tentunya
sistem ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi pasase konduksi yang
membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini sangat luas kurang lebih 200 m2, dan
membentuk sesuatu yang sangat tipis, barier yang lembab untuk udara dan kapiler darah
mengelilingi berjuta-juta kantong yang disebut alveolus yang akhirnya membentuk suatu
massa paru-paru (William, 1995 : 1630).

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 18


Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas

2.2 Respirasi Internal dan Eksternal

Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi dimana oksigen dihisap dan
karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Hal ini merupakan proses pertukaran
gas yang penting. Respirasi dibagi dalam dua fase. Fase pertama ekspirasi eksternal dalam
pengertian yang sama dengan bernafas. Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan
skelet, dimana udara untuk pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan.
Peristiwa ini termasuk inspirasi dan ekspirasi. Fase yang lain adalah respirasi internal yang
meliputi perpindahan / pergerakan molekul-molekul dari gas-gas pernafasan (oksigen dan
karbondioksida) melalui membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel dari dalam tubuh sesuai
keperluan.

2.3 Organ-organ pernafasan

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 19


Traktus respiratorius ini meliputi: (a) rongga hidung (b) laring (c) trakea (d) bronkhus
(e) paru-paru dan (f) pleura. Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk sistem pernafasan dan
sistem pencernaan. Beberapa otot berperan dalam proses pernafasan. Diafragma merupakan
otot pernafasan yang paling penting disamping muskulus intercostalis interna dan eksterna
beberapa otot yang lainnya.

Sistem Respirasi
2.4 Faring dan Laring

Hubungan faring dengan proses respirasi. Faring yang sering disebut-sebut adalah
bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem pernafasan. Hal ini merupakan
jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui
faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak di bagian posterior rongga hidung yang
menghubungkannya melalui nares posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun
melewati dasar dari faring dan selanjutnya memasuki laring.

Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan membukanya


tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup secara volunter.
Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan, selama membukanya saluran
nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan
akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung posterior.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 20


2.4.1 Laring

Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adam’s Apple) terletak di antara akar lidah
dan trakhea. Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum dan
sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang kaku pada dinding laring
membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami kolaps. Dalam
kaitan ini, maka laring membentuk trakea dan berbeda dari bangunan berlubang lainnya.
Laring masih terbuka kecuali bila pada saat tertentu seperti adduksi pita suara saat berbicara
atau menelan. Pita suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran
suara yang merupakan jalannya udara antara faring dan laring.
Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder.
Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar dan berbentuk V yaitu kartilago
tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago yang cukup lebar, dimana pada bagian depan
membentuk suatu proyeksi subkutaneus yang dikenal sebagai Adam’s Apple atau penonjolan
laringeal. Kartilago ini menempel pada tulang lidah melalui membrana hyotiroidea, suatu
lembaran ligamentum yang luas dan terhadap kartilago krikoid oleh suatu “elastic cone”
suatu ligamentum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastik berwarna kuning.
Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal terdiri dari cincin depan, tetapi meluas ke dalam
suatu struktur menyerupai plat untuk membentuk bagian bawah dan belakang laring.

Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari bagian yang luas
sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk piramid.Epiglotis, kartilago yang
berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan kartilago tiroid pada linea mediana anterior.
Kartilago ini melebar secara oblik ke belakang dan atas.

Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring serta ujung
dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut dengan trakhea.
Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan ventrikuler fold secara horizontal.
Vokal fold atau pita suara merupakan dua ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut
antara bagian depan terhadap dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold
sering disebut sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan
terselip suatu pita jaringan ikat. Lipatan-lipatan berada di samping terhadap pita suara yang

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 21


asli. Ruangan di antara lipatan pita disebut sebagai glottis, bentuknya bervariasi sesuai
dengan ketegangan lipatan pita.

Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya
mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan
mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua fungsi ini sebagian besar
dikontrol oleh muskulus instrinsik laring. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold
atau yang membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap
udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau terjadinya regangan
pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang menahan nafas pada saat minum. Bila
otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan
suatu tekanan yang membukanya dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara
ngorok.

Pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan demikian
udara masuk dan keluar melalui laring. Namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis
yang berada di atas glottis berfungsi sebagai penutup laring. Ini akan dipaksa menutup glottis
bila makanan melewatinya pada saat menelan. Epiglotis juga sangat berperan pada waktu
memasang intubasi, karena dapat dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna
putih yang mengelilingi lubang.

Intubasi Endotrakeal

3.1 Pengertian Intubasi Endotrakheal.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 22


Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa
melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada
intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam
trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
(Anonim, 2002).

3.2 Tujuan Intubasi Endotrakhea.


Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan
saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi,
serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya,
tujuan intubasi endotrakheal :

a. Mempermudah pemberian anestesia.


b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran
pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara
lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri
dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui
masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronchial toilet.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 23


d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :
a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada
kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa
mengganggu pekerjaan ahli bedah.
c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak
ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah,
memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra
pulmonal.
e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
g. Tracheostomi.
h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Selain intubasi endotrakheal diindikasikan pada kasus-kasus di ruang bedah, ada beberapa
indikasi intubasi endotrakheal pada beberapa kasus nonsurgical, antara lain:
a. Asfiksia neonatorum yang berat.
b. Untuk melakukn resusitasi pada pasien yang tersumbat pernafasannya, depresi atau
abcent dan sering menimbulkan aspirasi.
c. Obstruksi laryngeal berat karena eksudat inflamatoir.
d. Pasien dengan atelektasis dan tanda eksudasi dalam paru-paru.
e. Pada pasien-pasien yang diperkirakan tidak sadar untuk waktu yang lebih lama dari
24 jam seharusnya diintubasi.
f. Pada post operative respiratory insufficiency.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal
antara lain :

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 24


a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

3.4 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.

Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan
kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan
yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

Sumber : http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Hi%20res/Laryngoscopy%201.jpg

3.5 Alat-alat Untuk Intubasi


Alat-alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakheal (Anonim, 1989)
antara lain :

a. Laringoskop, yaitu alat yang dipergunakan untuk melihat laring. Ada dua jenis laringoskop
yaitu :

i. Blade lengkung (McIntosh). Biasa digunakan pada laringoskop dewasa.


ii.Blade lurus. Laringoskop dengan blade lurus (misalnya blade Magill) mempunyai teknik
yang berbeda. Biasanya digunakan pada pasien bayi dan anak-anak, karena mempunyai

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 25


epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis dengan blade lurus lebih
sering terjadi.

b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai
dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala
dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi.
Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon
(cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan
kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi
aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi
daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit
jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan
diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 – 9,0 mm dan perempuan 7,5 – 8,5 mm. Untuk
intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :
Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan
pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat
diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 26


c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas
karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.

d. Plester untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.

e. Stilet atau forsep intubasi. Biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi (McGill) digunakan untuk
memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 27


f. Alat pengisap atau suction.

3.6 Tindakan Intubasi.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah
ditetapkan (Anonim, 1989) antara lain :

a. Persiapan.
Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan
menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1
gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam
satu garis lurus.

b. Oksigenasi.
Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan
pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit.
Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop.
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan
kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Daun
laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 28
terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.
Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal.


Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat
melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu,
stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop
dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa.


Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan
auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-
kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat.
Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar
cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut
pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f. Ventilasi.
Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.
3.7 Langkah-langkah pemasangan

1. Siapkan alat dan pasien


2. Cuci tangan
3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan
4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 29


5. Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien
Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan mulut sambil
membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglottis.
6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya epiglottis
7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk putar ke
arah tengah
8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong
9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag
10. Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu kanan atau
terlalu kiri dari bronchus
11. Fiksasi menggunakan plester

Langkah-langkah intubasi

1 2

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 30


3 4

5 6
3.8 Obat-Obatan yang Dipakai.

Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi endotrakheal
(Anonim, 1986), antara lain :

a. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang
paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan
dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan setelah pasien dianestesi,
bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung dalam beberapa menit. Barbiturat
Suxamethonium baik juga untuk blind nasal intubation, Suxamethonium bisa diberikan
I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi
b. Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision
intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian O2
dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan. Metode ini
tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin dihadapkan dengan
pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.
c. Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation sukar.
d. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi.
Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar
dapat mendepresi pernafasan.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 31


e. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikan
relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring
dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.
g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :
- Menghisap lozenges anagesik.
- Spray mulut, faring, cord.
- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.
- Suntikan trans tracheal.
Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat
lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi.
Intubasi dapat dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.

3.9 Komplikasi Intubasi Endotrakheal.

A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)


a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi
laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat,
tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

B. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.


a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan
malposisi laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi
kulit hidung
c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

C. Komplikasi setelah ekstubasi.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 32


a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara
sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara Medisina,


Jakarta.
2. Anonim, (1989), Anestesiologi, edisi pertama, Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Anonim, (2002), Endotracheal Intubation,
http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?li=mni&articlekey=7035

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 33


4. Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation,
http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html
5. Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html
6. Halliday HL., (2002), Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and
Mortality in Vigorous, Meconium-stained Infants Bord at Term, http://www.update-
software.com/ceweb/cochrane/revabstr/ab000500.html
7. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita
Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
8. Michael B. Dobson, (1994), Penuntun Praktis Anestesi, EGC-Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.

Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube Page 34

Anda mungkin juga menyukai