Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat Tugas Praktik Klinik Gawat Darurat

Pada Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

Hana Aji Safitri

NIM. P1337420214059

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili
detik akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat
menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti
kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung
pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat dan
asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.

II. KONSEP MEDIS


A. Definisi Cidera Kepala
Cedera kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi pada kepala yang
dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non-mekanik.
Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara
penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan, meliputi: otak,
tengkorak ataupun kulit kepala saja.
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan
otak (Morton, 2012 dalam Nurarif, 2015)
Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada kepala
bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala, otak ataupun
tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya
dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). atau Ada berbagai klasifikasi yang di pakai
dalam penentuan derajat kepala.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
1. Berdasarkan patologi
a. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas
fisik, kimia, dan listrik dari sek diarea tersebut yang menyebabkan kematian sel.
b. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut
yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan tekanan intra kranial yang
tak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral,
perubahan biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral,
hipotensi, sistemik dan infeksi local atau sistemik.
2. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater
disertai cedera jaringan otak karena impressi fraktura berat. Akibatnya, dapat
menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan
segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.
b. Cedera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-
keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian
rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang
menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan
gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam
terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum
intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis
haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi).
Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling
sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah
kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat fraktur tulang kepala
daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
3. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale)
a. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
1) Skor skala koma Glasglow 14-15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit.
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusia serebral, hematoma
5) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
6) Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
7) Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
b. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
1) Skor skala koma glasgown 9-13 (konfusi, letargi atau stupor)
2) Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit tapi kurang
dari 24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
4) Diikuti kontusia serebral, laserasi, dan hematoma intra kranial
5) Konkusi, Amnesia pasca trauma, Muntah
6) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
1) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
2) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
3) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
4) Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
5) Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial

C. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/
kekuatan diteruskan kepada otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :


1. Lokasi, Kekuatan, Fraktur infeksi/ kompresi
2. Rotasi, Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala:
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh
: akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam. Contoh : pada
kasus jatuh seperti kepala membentur aspal.
3. Akselerasi-deselerasi, sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan
episode kekerasan fisik.
4. Coup-countre coup, terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak.
5. Rotasional, terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak.
6. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan
tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir
kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
1. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal
3. Respon pupil mungkn lenyap.
4. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
5. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.
E. Patofisiologi
Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung
pada :
1. Besar dan kekuatan benturan
2. Arah dan tempat benturan
3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan
Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak
berupa :
1. Lesi bentur (Coup)
2. Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan
otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)
3. Lesi kontra (counter coup)
Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :
1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS
(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)
2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian
3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)
4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar
5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan
ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke
hemisfer sampai ke batang otak
6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi
sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

F. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal
atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray), mendeteksi adanya perubahan struktur tulang
(faktur pergeseran struktur dan garis tengah karena perdarahan edema dan adanya
frakmen tulang).
2. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
3. CT –Scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah,penurunan GCS lebih 1
point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi < 60 x/menit), fraktur impresi dengan
lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selam 3 hari perawatan dan luka
tembut akibat benda tajam atau peluru.
4. Pemeriksaan MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.

III. KONSEP KEPERAWATAN


A. Pengkajian.
1. Primary Survay
a. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail
chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing.
c. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
2. Secondary survey
a. Keluhan utama dan keluhan tambahan
Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan
neurosensory
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang, dahulu, dan riwayat alergi pasien. Kelainan
musculoskeletal (jatuh, infeksi, trauma, dan fraktur), cara penanggulangan, dan
penyakit (misal diabetes mellitus)

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah yang lazim muncul:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis kontraktur (terputusnya
jaringan tulang)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif,
terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan.
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kadar elektrolit serum
(muntah)
6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma jaringan otak
7. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma

C. Rencana Asuhan Keperawatan :


DX NOC NIC
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : pain management
berhubungan selama 1x6 jam diharapkan nyeri Intervensi :
dengan agen berkurang/hilang a. Lakukan pengkajian
cidera biologis NOC : pain management nyeri secara
kontraktur Kriteria hasil: komprehensif
(terputusnya Indikator awal tujuan termasuk lokasi,
jaringan tulang) a. Mampu 2 5 karakteristik, durasi,
mengontrol nyeri frekuensi, kualitas, dan
b. Melaporkan nyeri 3 5 factor presipitasi
berkurang b. Observasi reaksi
c. Mampu mengenali 2 5 nonverbal dari
nyeri ketidaknyamanan
2 5
d. Menyatakan rasa c. Evaluasi pengalaman
nyaman setelah nyeri masa lalu
nyeri berkurang d. Control lingkungan
1 = Tidak pernah yang dapat
2 = Jarang mempengaruhi nyeri
3 = Kadang-kadang seperti suhu ruangan,
4 = Sering pencahayaan dan
5 = Konsisten menunjukkan kebisingan
e. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
f. Tingkatkan istirahat
g. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: ambulation
mobilitas fisik selama 1x6 jam diharapkan tingkat 1. Kaji kemampuan klien
berhubungan mobilitas fisik baik dalam mobilisasi
dengan kerusakan NOC: mobility level 2. Monitoring vital sign
persepsi atau Kriteria hasil: 3. Konsultasikan dengan
kognitif, terapi Indikator awal tujuan terapi fisik
pembatasan/kewa 1. Klien meningkat 3 5 4. Latih pasien dalam
spadaan dalam aktivitas pemenuhan kebutuhan
keamanan. fisik ADL secara mandiri
2. Mengerti tujuan 3 5 5. Damping dan bantu
dari peningkatan pasien saat mobilisasi
mobilitas 6. Berikan alat bantu jika
3. Memverbalisasi 3 5 diperlukan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang
4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan

Ketidakefektifan NOC: ventilation NIC: menejemen jalan


bersihan jalan Kriteria hasil: napas
napas 1. Monitor TTV
berhubungan Indikator awal tujuan 2. Fisioterapi dada
dengan obstruksi 1. Menunjukkan jalan 3. Pengaturan posisi
3 5 4. Terapi oksigen
jalan napas napas yang paten 5. Pengurangan
2. Mampu 3 5 kecemasan
mengidentifikasi
dan mencegah 6. Pencegahan aspirasi
factor yang dapat 7. Penghisapan lendir
menghambat jalan pada jalan napas
napas 8. Kolaborasi pemberian
3. Mendemonstrasika 3 5 obat: inhalasi
n batuk efektif dan
suara napas yang
bersih
1 = Tidak pernah
2 = Jarang
3 = Kadang-kadang
4 = Sering
5 = Konsisten menunjukkan

D. Evaluasi

Dx I : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis Skala


Kriteria hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri 5
b. Melaporkan nyeri berkurang 5
c. Mampu mengenali nyeri 5
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5
Dx II : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau Skala
kognitif, terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan.
Kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik 5
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 5
c. Memverbalisasi perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan 5
berpindah
Dx III Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi Skala
jalan napas
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan jalan napas yang paten 5
b. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat 5
jalan napas
c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih 5
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Docherman, Joanne M., & Wagner, Cheryl
M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) (Edisi 6) Terjemahan oleh
Intansari Nurjannah & Roxana Devi Tumanggor. Singapore: Elseiver

Herdman, T. Heather & Kamitsuru, Shigemi. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi


& Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10). Jakarta: EGC

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Maridean L., & Swanson, Elizabeth. (2016).
Nursing Outcomes Classification (NOC) (Edisi 5). Terjemahan oleh Intansari
Nurjanah & Roxana Devi Tumanggor. Oxford: Elseiver

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction

Anda mungkin juga menyukai