2 / Agustus 2015
ABSTRAK
Setiap tahun jumlah donasi darah di PMI Kabupaten Semarang terdapat peningkatan. Darah
yang disumbangkan di PMI akan dilakukan skrining darah. Skrining darah yang di lakukan
adalah 4 parameter (HIV, Syphillis, Hepatitis B, Hepatitis C). DDS dalam menyumbangkan
darahnya berpendapat bahwa mereka dalam keadaan sehat sehingga pada saat dilakukan
skrining dan hasilnya adalah reaktif maka sikap dari DDS akan berbeda-beda ada yang mau
hadir untuk di lakukan konseling dan ada yang tidak mau hadir. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui niat DDS melakukan konseling di UDD PMI Kabupaten Semarang. Jenis
penelitian dengan Explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Subyek
penelitian adalah pendonor darah di PMI Kabupaten Semarang dengan jumlah sampel 297
orang. Hasil penelitian menunjukkan 70,0% sebagian besar DDS tidak niat untuk melakukan
konseling hasil skrining. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel sikap DDS bila
hasil skrining darah reaktif memiliki hubungan yang signifikan dengan niat melakukan
konseling skrining. Sedangkan hasil dari multivariat menunjukkan ketersediaan fasilitas dan
sarana di UDD PMI akan membuat niat DDS melakukan konseling lebih baik sebesar 3,506
kali daripada ketersediaan fasilitas dan sarana UDD PMI yang kurang tersedia.
Kata Kunci : DDS, Konseling, Skrinig darah
ABSTRACT
Bold Blood Donor are Present On The UDD PMI Semarang Reactive Screening Result For
Counseling?
Every year the number of blood donations in PMI Semarang district there is an increase.
Donated blood at the Red Cross will do blood screening. Blood screening will be undertaken
are 4 parameters (HIV, Syphillis, Hepatitis B, Hepatitis C). DDS in donating their blood
found that in a healthy state at the time of screening and the result is reactive, the attitudes of
different DDS would anyone want to do is present for counseling and some do not want to
attend. The purpose of this research is to know the intentions of doing counselling in UDD
PMI Semarang. This type of research is Explanatory research with cross sectional approach.
The subject of research is the blood donors in PMI Semarang with a total sample of 297
people. The results showed 70,0% most of the DDS is not the intention to undertake
counseling screening results. Results of the analysis show that variable attitude bivariat DDS
when results of blood screening has significant relationship reactive with the intention of
doing a counseling screening. While the results of the multivariate shows availability of
facilities and means in UDD PMI will make intentions DDS did better counseling of 3,506
times rather than the availability of facilities and means of UDD PMI which is less available.
Keywords: DDS, counseling, blood screening
144
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
145
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
146
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
PITC (Provider Initiated HIV Testing and mengganggu hasil produksi dari
Counselling ) telah dapat dilaksanakan perusahaan tersebut.
oleh UDD PMI atau belum untuk Tujuan dari penelitian ini adalah
memberitahukan hasil skrining darah yang menganalisis niat DDS untuk melakukan
reaktif terutama dengan hasil reaktif HIV. konseling di UDD PMI Kabupaten
Sebelum Petaruran Pemerintah tahun 2011 Semarang.
diberlakukan yaitu mengenai Dengan beberapa Peraturan
pemberitahuan hasil reaktif pada DDS, Pemerintah tentang Penanggulangan HIV
UDD PMI Kabupaten Semarang telah dan AIDS yakni pendonor harus diberi
mengadakan kerjasama dengan dokter informasi terlebih dahulu mengenai resiko
pelaksana di VCT Rumah Sakit Kabupaten pengambilan serta hasil pemeriksaan
Semarang untuk melakukan konseling darahnya (Permenkes RI, 2013), maka
pada DDS yang dilakukan rujukan UDD PMI harus melakukan konseling
konfirmasi hasil test reaktif HIV yang pasca skrining darah tidak hanya Hepatis
sebelumnya tanpa pemberitahuan hasil B, Hepatitis C, dan Syphillis yang selama
skrining di UDD PMI. ini telah dilakukan tetapi juga melakukan
DDS setelah mendapatkan konseling untuk reaktif HIV. DDS dalam
informasi harus dapat mengambil menyumbangkan darahnya berpendapat
keputusan untuk melakukan konseling bahwa mereka dalam keadaan sehat
pasca skrining atau tidak, UDD tidak sehingga pada saat dilakukan skrining dan
berhak untuk melakukan pemaksaan hasilnya adalah reaktif maka sikap dari
kepada pendonor. Hasilnya akan berbeda DDS akan berbeda-beda ada yang mau
apabila UDD PMI telah menjadi VCT atau hadir untuk di lakukan konseling dan ada
mempunyai petugas konselor sehingga yang tidak mau hadir walau dalam
dapat melakukan konseling terlebih dahulu pengisian Informed consent mereka
ke DDS yang bertujuan untuk menerima bersedia untuk dilakukan konseling apabila
hasil dan mau melakukan rujukan ke VCT. hasil skrining darahnya ada yang reaktif.
Hal tersebut tidak dapat dilakukan karena Dalam penelitian ini kami meneliti DDS
dilapangan dalam kegiatan pengambilan yang mau hadir untuk melakukan
darah misal dilakukan di perusahaan konseling
dibutuhkan waktu yang singkat dalam
kegiatan donor darah sehingga tidak
147
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
148
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
˂ 19 tahun (20,0%) menguatkan dari hasil perilaku ibu hamil untuk tes HIV, namun
penelitian bahwa kesiapan seseorang untuk responden yang berumur dewasa lebih
melakukan konseling berpengaruh pada banyak melakukan tes HIV dibandingkan
umur yang lebih dewasa walau hasil responden yang berumur muda (Legiati, T.
analisis menunjukkan tidak berhubungan 2012).
antara umur dengan niat melakukan
konseling. Teori Green menyatakan bahwa Jenis Kelamin
umur termasuk faktor pemudah yang Berdasarkan hasil penelitian mayoritas
berpengaruh langsung terhadap terjadinya DDS berjenis kelamin laki-laki yaitu
perilaku seseorang (Green, L.W. 2000) sebesar 53.9% dan Jenis kelamin
Perubahan perilaku dapat disebabkan oleh perempuan sebesar 46.1%. Jenis kelamin
proses pendewasaan. Semakin banyak adalah kelompok yang terbentuk dalam
umur seseorang, diharapkan individu yang suatu spesies sebagai sarana atau sebagai
bersangkutan telah mampu beradaptasi akibat digunakannya proses reproduksi
terhadap lingkungan (Brotosaputro, 1988). seksual untuk mempertahankan
Semakin dewasa seseorang berarti semakin keberlangsungan spesies (Danang S, 2011).
banyak pengalaman dan semakin matang Hasil tabulasi silang antara variabel jenis
dalam menanggapi suatu masalah sesuai kelamin dengan niat melakukan konseling
dengan penelitian tersebut responden yang pacsa skrining, prosentase DDS yang
diteliti sebagian besar umur ≥ 19 tahun berjenis kelamin laki-laki (33,8%) lebih
dan pada kelompok tersebut yang besar dibandingkan dengan kelompok
mempunyai keinginan lebih banyak dalam DDS yang berjenis kelamin perempuan
niat untuk melakukan konseling. (25,5%). Berdasarkan hasil Chi square
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan p value sebesar 0,158 yang
sebelumnya di Kelurahan Bandaharjo dan berarti tidak ada hubungan antara jenis
Tanjung Mas Kota Semarang, hubungan kelamin DDS dengan niat melakukan
umur dengan perilaku ibu hamil untuk tes konseling pasca skrining di UDD PMI
HIV menunjukkan bahwa hasil analisis Kabupaten Semarang..
bivariat menunjukkan bahwa p value Meskipun hasil analisis menunjukkan
0,106, yang berarti secara statistik tidak tidak ada hubungan antara jenis kelamin
ada hubungan antara umur dengan perilaku dengan niat melakukan konseling pasca
ibu hamil untuk tes HIV. Walaupun umur skrining, hal ini dapat disebabkan oleh
tidak mempunyai hubungan dengan faktor lain seperti yang mendukung seperti
149
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
150
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
pendidikan dasar kurang mampu yang signifikan antara riwayat donor darah
memahami keterangan yang diberikan oleh dengan niat melakukan konseling pasca
dokter atau paramedis PMI pada saat skrining. Hasil tabulasi silang antara
dilakukan pemberian informasi awal riwayat donor DDS dengan niat melakukan
sebelum pengambilan darah dilakukan. konseling pasca skrining lebih banyak pada
Sesuai dengan penelitian sebelumnya kelompok DDS yang mempunyai riwayat
di Kabupaten Lombok Timur yaitu rutin donor (34,8%) dibandingkan dengan
meneliti niat untuk melakukan tes HIV kelompok DDS yang mempunyai riwayat
pada responden tidak sekolah/ tidak tamat donor tidak rutin (25,8%). Dengan hasil uji
SD (11,1%), tamat SMP (25,9%), tamat uji chi square didapatkan p value 0,119
SMA (31,4%) dengan hasil uji chi square yang berarti tidak ada hubungan antara
0,452 berarti tidak ada hubungan yang riwayat donor dengan niat melakukan
signifikan antara pendidikan dengan niat konseling pasca skrining. Riwayat donor
melakukan konseling pasca skrining (Satar, merupakan kegiatan rutinitas donor darah
2010). Dengan adanya penelitian tersebut yang dilakukan oleh DDS setiap 3 bulan
sesuai dengan penelitian yang kami teliti sekali atau Interval penyumbang darah
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan minimal 8 minggu dengan maximal bagi
antara pendidikan DDS dengan niat pendonor laki-laki lima kali dalam setahun
melakukan konseling pasca skrining, tetapi (Depkes, 2001). DDS yang rutin
tidak sesuai dengan teori Notoatmojo melakukan kegiatan donor darah dengan
bahwa tingkat pendidikan seseorang turut sendirinya akan terpantau kesehatannya
menentukan mudah atau tidaknya secara periodik setiap 3 bulan, karena
seseorang memahami suatu pengetahuan setiap dilakukan donor darah dengan DDS
(Notoatmodjo, 1997) . yang sama prosedurnya sama seperti donor
baru tetap dilakukan pemeriksaan
Riwayat Donor serologi/uji saring darah kembali.
Berdasarkan hasil penelitian Sesuai peraturan pemerintah tentang
menunjukkan bahwa sebagian kecil DDS pelayanan darah dilakukan uji saring
mempunyai riwayat donor darah yang rutin darah/skrining dari penyakit infeksi
(45,6%) sedangkan DDS yang tidak rutin menular melalui transfusi darah (IMLTD)
melakukan donor darah yaitu (53,5%) . antara lain Hepatitis B, Hepatitis C,
Hasil uji chi square diperoleh nilai p value Syphillis dan HIV (PP , 2011). Peraturan
0,059 yang berarti tidak ada hubungan Menteri Kesehatan RI Nomor 21 Tahun
151
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
2013 Tentang Penanggulangan HIV dan pertama kali donor atau tidak rutin donor
AIDS, Tes HIV pada darah pendonor, dikatakan rutin donor minimal 3 kali dalam
produk darah dan organ tubuh dilakukan setahun maksimal 5 kali dalam setahun
untuk mencegah penularan HIV melalui bagi (laki-laki) Sedangkan pemberitahuan
transfusi darah dan produk darah serta untuk konseling pasca skrining darah bagi
transplantasi organ tubuh (Permenkes, pendonor yang reaktif telah dilakukan
2013). Berdasarkan Peraturan Pemerintah UDD PMI Kabupaten Semarang baik
tersebut setiap melakukan kegiatan donor melalui surat/ short message service (SMS)
darah akan dilakukan pemeriksaan 4 sebesar (208) 90%, pendonor yang
parameter. Selama ini di UDD PMI bersedia datang untuk melakukan
Kabupaten Semarang telah melakukan konseling pasca skrining pada tahun 2013
konseling pasca skrining untuk reaktif sekitar 42 (20%) (UDD PMI Kab.
Hepatitis B, Hepatitis C dan Syphillis Semarang, 2013).
sedang khusus untuk hasil skrining reaktif Sesuai dengan teori Teory Reasoned
HIV dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Action (TRA) keyakinan, sikap, kehendak
yang mempunyai VCT tanpa dan perilaku dapat terjadi akibat dari latar
pemberitahuan hasil. Dengan adanya belakang seseorang antara lain seperti
peraturan pemerintah terbaru tentang umur, pendidikan, riwayat donor
konseling maka untuk hasil skrining reaktif ((Fishbein, M. 1975).
HIV pun akan dilakukan konseling oleh
UDD PMI kepada pendonor yaitu Sikap DDS Bila Hasil Skrining Darah
menerima hasil, confidential untuk Reaktif
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit yang Berdasarkan hasil penelitian
mempunyai pelayanan VCT, serta menunjukkan bahwa sebagian besar DDS
menerima untuk tidak melakukan kegiatan mempunyai sikap yang tidak menerima
donor darah kembali apabila hasil positif terhadap hasil skrining reaktif yaitu sebesar
pada pemeriksaan konfirmasi hasil di 66,0% sedangkan DDS yang bersikap
VCT. Bagi DDS yang mempunyai riwayat menerima terhadap hasil skrining reaktif
donor rutin mereka telah paham dengan hanya 34%. Hasil uji statistik dengan
peraturan tersebut karena setiap kali donor menggunakan uji chi square diperoleh
mereka akan selalu membuat informed nilai p value sebesar 0,000 yang berarti ada
consent untuk bersedia melakukan hubungan yang signifikan antara sikap
konseling pasca skrining apabila hasil DDS terhadap hasil skrining reaktif dengan
skrining ada yang reaktif . DDS baru atau niat melakukan konseling pasca skrining.
152
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
153
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
154
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
155
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
156
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
dengan norma norma yang ada di penelitian kami yaitu meneliti niat
masyarakat apakah dapat diterima oleh responden untuk melakukan tes HIV
masyarakat atau tidak. didapatkan sikap responden yang tidak
Hasil analisis bivariat menunjukkan mendukung (17,9%) sedang responden
dari variabel yang diuji secara bivariat yang mendukung (38,5%) , hasil uji
terdapat variabel yang berhubungan secara statistik dengan menggunakan uji chi
signifikan dengan niat DDS untuk square didapatkan p value 0,022 berarti
melakukan konseling yaitu sikap DDS bila sikap responden terhadap tes HIV ada
hasil skrining darah reaktif . Sedang hubungan yang signifikan dengan niat
variabel yang tidak berhubungan adalah untuk melakukan tes HIV ( Satar, 2010).
umur DDS, jenis kelamin, pendidikan,
riwayat donor. Menurut penelitian S KEPUSTAKAAN
Gunawan Widiyanto untuk Wanita Pekerja Brotosaputro, B. 1988. Pengantar
Seks (WPS) yang telah mendapatkan Pendidikan Penyuluhan Kesehatan
pengetahuan tentang perilaku seks beresiko Masyarakat. Fakultas Kesehatan
sekalipun untuk tidak melakukan Masyarakat Universitas
pemeriksaan VCT berulang sebesar 42,2% Diponegoro. Semarang.
WPS , sedangkan yang melakukan VCT Sunyoto, D. 2011. Analisis untuk
ulang adalah 57,8%. Bila dilihat dari data Penelitian Kesehatan. Nuha
tersebut untuk WPS yang sadar berperilaku Medika. Yogyakarta
beresiko untuk tdak melakukan Departemen Kesehatan RI. 2001. Buku
pemeriksaan VCT ulang adalah 42,% , Pedoman Pelayanan Transfusi
WPS untuk mengetahui hasil tes HIV Darah. Departemen Kesehatan RI.
75,6% responden menilai baik tetapi Jakarta.
24,4% responden menilai kurang baik jika Departemen Kesehatan RI. 2007.
WPS mengetahui status HIV. mengingat Direktorat Bina Pelayanan
VCT kegiatannya antara lain konseling pra Kesehatan Jiwa. Direktorat
tes, tes HIV, konseling pasca tes bisa Jend.Bina Pelayanan Medik.
dijelaskan penelitian tersebut sejalan Jakarta
dengan penelitian kami (S Gunawan. Ditjen PP&PL Kemenkes RI. 2013.
2008). Statistik Kasus HIV/AIDS di
Penelitian sebelumnya di Indonesia dilaporkan s/d
Kabupaten lombok Timur sesuai dengan
157
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 10 / No. 2 / Agustus 2015
158
Analisis Niat Donor Darah……… (Siti Wulandari, Bagoes W, Kusyogo C)
159