Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU MEROKOK

TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA USIA DEWASA


DI DESA TEMPURAN KECAMATAN TRIMURJO
LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2013

(PROPOSAL JUDUL)

DIBUAT OLEH :
UMU KALSUM
NPM. 12320151

JURUSAN SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan

darah di atas nilai normal (140/90 mm Hg atau lebih).Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2007 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI bahkan menunjukkan

prevalensi hipertensi nasional sebesar 31,7%.

Hipertensi merupakan bahaya diam-diam yang bisa mematikan. Karena, tidak ada gejala atau

tanda khas untuk peringatan dini. Bahkan banyak orang merasa sehat dan energik bisa

menyimpan gejala hipertensi. Berdasarkan Riskesdas 2007, sebagian besar kasus hipertensi di

masyarakat belum terdiagnosis. Hipertensi bukan saja penyakit mematikan, tapi juga pemicu

terjadinya penyakit jantung dan stroke.

Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah tidak dibantahkan, bukan hanya menurut WHO,

tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan bahwa dalam kepulan

asaprokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya itu adalah

tar, karbonmonoksida (CO) dan nikotin. Dan berbagai penyakit kanker pun

mengintai serta dapatmenimbulkan hipertensi (Abadi, 2005). Hipertensi sendiri adalah

suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang cukup banyak menggangu

kesehatan masyarakat. Pada umumnya terjadi pada manusia yang sudah berusia

setengah umur (usia lebih dari 40 tahun). Namun, banyak orang yang tidak t a h u d a n t i d a k

m e n ya d a r i b a h w a d i r i n ya m e n d e r i t a h i p e r t e n s i . H a l i n i d i s e b a b k a n gejalanya

tidak nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan

(Gunawan L,2001)
Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Pria mengalami

pekerjaan penuh tekanan, misalnya penyandang jabatan menuntut besar tanpa disertai wewenang

pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah lebih tinggi selama jam kerjanya,

dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang jabatanya lebih ‘longgar’ tanggung jawabnya.

Stress yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai penyakit misalnya sakit kepala, sulit

tidur, hipertensi, penyakit jantung, stroke. Dan dengan kesibukan pada pekerjaan secara tidak

langsung mempengaruhi pengaturan terhadap pola makan dan gaya hidup seseorang

(Muhammadun AS 2010). Di negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan 20% mengalami

tekanan darah tinggi, dari 57 Juta penduduk Amerika sebanyak 90% kasus Hipertensi

penyebabnya tidak diketahui secara pasti (Suyono,2001)

Berdasarkan data Lancet (2008) jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat .

Di India misalnya jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 . Di

bagian lain di Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi dan di Indonesia mencapai 17-21% dari

populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Menurut WHO 59% dari penderita

hipertensi yang terdeteksi hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang bisa

diobati dengan baik.

Dengan semakin meningkatnya pendapatan seseorang biasanya akan merubah gaya hidupnya

menjadi kebarat-baratan. Pemandangan seperti ini banyak dijumpai di kota-kota seperti banyak

dijumpai restoran cepat saji dan lain-lain yang dengan mudah menggeser pola makan

masyarakat. Makanan yang disajikan direstoran umumnya memiliki kandungan tinggi lemak dan

tinggi protein. Dan juga seseorang terlalu sering mengkonsumsi makanan tersebut dikhawatirkan

lebih mudah terserang penyakit hipertensi dan penyakit lainnya (Purwati, Saliman, Rahayu,

2004).
Begitu pula dengan masyarakat di daerah pedalaman atau pegunungan yang rata-rata

berpendidikan rendah dan bermata pencaharian sebagai petani mempunyai peluang menderita

hipertensi karena mempunyai kebiasaan makan yang dominan berasa asin dan senang makanan

yang bersantan kental kemudian tidak diiringi pula dengan pengetahuan yang cukup terhadap

penyakit hipertensi sehingga tidak menutup kemungkinan walaupun tinggal dikota ataupun di

Pedesaan potensial menderita hipertensi hampir sama (Purwati, Saliman, Rahayu, 2004).

Data yang diperoleh di Desa Tempuran didapatkan bahwa jumlah penduduk sebanyak 2120

orang, sedangkan jumlah orang dewasa sebanyak 1210 orang. Dimana jumlah perokok mencapai

787 orang (65%) dan bukan perokok 423 orang (35%). Dari pre survey yang peneliti lakukan

terhadap 10 orang perokok usia dewasa di Desa Tempuran, 6 orang (60%) perokok dewasa

mengalami hipertensi, dan 4 orang (40%) tidak mengalami hipertensi.

Melihat latar belakang dan fenomena tersebut di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Perilaku Merokok Terhadap Kejadian Hipertensi

Pada Usia Dewasa di Desa Tempuran Kecamatan Trimurjo Lampung Tengah Tahun 2013”.

Anda mungkin juga menyukai