Anda di halaman 1dari 22

Laporan Wawancara

TUGAS WAWANCARA
ISBD
Seputar Pekerjaan Pedagang Kaki Lima

Oleh :
NILUH DELATIKA NURMALASARI
(021101032)

Program Studi D3 Teknik Kesehatan Gigi


Universitas Airlangga
Semester II
2011/2012

Tujuan
Saya melakukan wawancara ini untuk mengetahui seputar pekerjaan pedagang kaki lima,
dan juga sukaduka dari pekerjaan mereka.
Laporan Hasil Wawancara
Hari/Tanggal : Sabtu 19 mei 2012
Waktu : 10.17 WIB
Tempat : Area Makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur
Narasumber : Ibu Tukiem, Seorang Pedagang Kaki Lima.
Pewawancara : Niluh Delatika Nurmalasari
Topik : Seputar Pekerjaan PKL
Hasil Wawancara
Ibu Tukiem (Narasumber) salah satu pedagang kaki lima di area tempat wisata Makam
Bung Karno yang sudah sekitar 2 tahun belakangan ini berjualan di area tersebut. Ketika saya
bertanya mengapa Ibu Tukiem memilih profesi ini, ia mengatakan karena Area Makam sangat
ramai pengunjung , dan pastinya banyak yang ingin membeli makanan kecil, jadi Ibu Tukiem
memilih untuk berjualan disekitar Makam Bung Karno sebagai tempat ia mengais rejeki sehari –
hari.

Demikian hasil wawancara saya dengan Ibu Tukiem :


P: Pertanyaan
T: Jawaban Ibu Tukiem
P: Ibu, mengapa memilih tempat berjualan disini?
T:Karena tempat ini dekat dari rumah saya, dan disini juga ramai pengunjung.
P: Ibu mengapa memilih profesi ini?
T: karena Area Makam sangat ramai pengunjung , dan pastinya banyak yang ingin membeli
makanan kecil. Jadi saya memilih pekerjaan ini. Yang penting kerjaan saya halal mbak.
P: Kalo boleh tau hasil berjualan ibu perharinya sekitar berapa bu?
T: Ga menentu mbak, tergantung pengunjung yang datang. Kadang rame, kadang enggak.
Yah sekitar 20.000 – 30.000 mbak.
P: Ibu berjualan di tempat ini, bayar gak ke petugas makam?
T: Iya mbak, iuran gitu perhari 2.000
P: Ibu berjualan seperti ini cukup ga memenuhi kebutuhan sehari – hari?
T: dibilang cukup, yah lumayan lah.
P: Bu, apakan ibu sudah berkeluarga?
T: Iya sudah, saya memiliki satu suami, satu anak satu cucu.
P: Suami Ibu kerja juga gak?
T: Iya kerja di hotel sebagai klining service.
P: Ibu kalo belanja itu beli dimana? Apakah langsung ke agen?
T: Iya, biasanya langsung ke agen, biasanya juga ada yang nganterin, seperti bakul gitu mbak.
P: Sukadukanya berjualan ini apa Bu?
T: Sukanya kalo pas lagi laris, yah saya seneng mbak kalo pas lagi banyak pengunjung jadi
banyak yang beli disini, dukanya kalo pas lagi sepi pengunjung dgangan saya gak laris mbak,
dan penghasilan saya juga berkurang mbak.

Beberapa gambar Saya dan Ibu Tukiem gerobak beserta dagangannya.


Gambar 1.1
Saya bersama Ibu Tukiem juga dagangannya.

Gambar 1.2
Ibu Tukiem dan Gerobak juga dagangannya
Gambar 1.3
Gerobak dagangan Ibu Tukiem

Gambar 1.4
Gerobak dagangan Ibu Tukiem
Kesimpulan
Demikianlah wawancara saya dengan Ibu Tukiem, karena mulai banyak pengunjung
yang membeli dagangan Ibu Tukiem, maka saya hanya mendapatkan sedikit waktu untuk
mewawancara beliau. Tapi melihat pembeli yang semakin banyak, saya juga turut senang. Ibu
tukiem juga sangat ramah dan baik, beliau mau menjadi narasumber saya, meskipun saya sedikit
menyita waktunya.
Dari hasil wawancara saya dengan Ibu Tukiem seorang pedagang makanan kecil di Area
Makam Bung Karn , kita dapat banyak merefleksikan kejadian-kejadian hidup yang dialami tiap-
tiap orang selalu berbeda-beda . Namun dari banyak perbedaan tersebut ada satu kepastian
adalah setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan , namun tingkat kesulitan tiap orang itu
selalu berbeda pula . Dari cerita diatas saya akan lebih menonjolkan sisi-sisi kehidupan dan
bagaimana kita harus mengatasi kehidupan yang begitu berat ini .
Seperti Ibu Tukiem, ia memilih profesi sebagai pedagang makanan kecil untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya , walaupun terlihat mudah namun dalam menjalani hari-harinya
sebagai pedagang makanan kecil pun mengalami kendala dan hambatan seperti yang
dikatakannya ia dapat mengalami kerugian apabila pengunjung yang datang hanya sedikit, maka
dia bisa rugi karena yang membeli dagangannya tidak banyak.
Kadang dalam menjalani hidup ini kita tidak jarang menemukan hambatan dan rintangan
, namun dengan hambatan dan rintangan tersebut tidak boleh kita jadikan alas an untuk tidak
dapat mencapai sesuatu yang kita inginkan melainkan harus bisa menjadikan kita sebagai
motivasi dalam hidup untuk dapat lebih maju meraih apa yang belum dapat kita raih sebelumnya
dengan usaha dua kali lipat bahkan lebih . Dan juga selain berani memotivasi hidup kita , kitapun
harus berani menaruh kepercayaan kepada diri kita sendiri bahwa kita pasti bisa dan dapat
mewujudkan mimpi-mimpi kita tersebut . Saya menyadari kata-kata ini tidak mudah untuk
dijalani namun menurut saya tidak ada kata lainpun yang lebih baik untuk memotivasi hidup kita
agar lebih baik dan terarah sesuai dengan keinginan kita . Sebut saja ketika seseorang mengalami
kegagalan dan kegagalan itu merubah hidup orang tersebut menjadi buruk , setelah itu orang-
orang muali tidak dapat mempercayainya , saya yakin pasti orang itu akan terpukul , frustasi ,
bahkan tidak tahu harus berbuat apa dan lebih parahnya lagi selain menyalahkan dirinya yang
tidak berguna , ia pun akan menyalahkan Tuhan atas kejadian ini . Jika hal ini terjadi apa yang
harus dilakukan lagi selain ia mulai menyusun dan menata hidupnya yang baru berjalan pelan
tapi pasti untuk memulai hidupnya lagi yang baru dan berhasil , dan percayalah pada diri sendiri
dengan langkah apa yang akan ditempuhnya saat ini ,percayalah akan berhasil , dan tetap
semangat agar orang-orang yang selama ini menilainya buruk dapat merubah pandangannya
tersebut , dan yang terakhir berserahlah pada Tuhan dengan keyakinan penuh , karena apa yang
terjadi pada diri anda adalah atas kemauan anda .
Maka dari itu sekarang kita mengetahui betapa sulitnya mencari uang , maka hikmah
yang dapat saya ambil dari cerita diatas adalah hargailah uang dan berikanlah kepada orang yang
membutuhkan dengan tulus apabila kita berlebih .
nin, 30 Mei 2011

Wawancara dengan Pedagang Kaki Lima

Pak Oyot adalah salah satu pedagang yang berjualan di SD Santa


Ursula , Pak Oyot memilih berjualan jus buah . Ketika kami bertanya mengapa Pak Oyot memilih profesi
ini , ia mengatakan karena bahan baku yang harus dibeli dan diperoleh tidaklah sulit , selain tidak repot
juga tidak mudah rusak . Selain Jus Alpukat , Jus Sirsak , dan Jus Strawberry , Pak Oyot juga berjualan Es
Campur .
Demikianlah hasil wawancara kami dengan pak Oyot :

Demikianlah hasil wawancara kami dengan pak Oyot :

P : Pertanyaan
O : Jawaban Pak Oyot

P : Pak kenapa memilih tempat berjualan di Santa Ursula ?


O : Karena tempatnya ga terlalu jauh dari rumah saya , juga ga terlalu jauh dari tempat saya biasa
membeli bahan baku untuk jualan .

P : Pak kenapa milih jadi penjual jus buah ?


O : Karena barahnnya mudah dicari dimana-mana , trus ga mudah rusak , dan juga ga repot , kalo ualan
mie gitu kan harus beli minyak juga , dan harga minyak naik terus , makannya saya ga mau pusing-pusing
mikirin harga minyak yang naik terus makanya mendingan saya jualan jus aja tinggal yang penting beli es
.

P : Bapak berjualan ini cukup ga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ?


O : Ya dibilang cukup lumayan lah

P : Pak , apakah bapak sudah berkeluarga ?


O : Sudah , saya memiliki satu istri dan satu anak .

P : Apakah penghasilan bapak dapat mencukupi kelurga ? bisa nabung gak ?


O : Lumayan cukup , masih bisa nabunglah dikit-dikit
P : Pak ada hambatannya apa saja?
O :Yah,,kalo hujan saja jadi jarang yg beli,,soalnya kan dingin jdnya pelanggan jd berkurang,,gk mungkin
kan dingin2 minum yg dingin2,,trus juga kan hujan jadi anak-anak tidak bisa jalan kesini ,trus klo libur
juga jadi pada jarang yg beli,,jdnya penghasilanya lebih sedikit,,

P : Sekali belanja berapa kilo pak untuk sekali berjualan ?


O : Kalo alpukat 10 kg , sirsak 5 kg , kalo strawberry RP 40.000 ,

P : Penghasilannya dikasih ke sekolah ga ?


O : Ngaa , paling bayar iuran aja sebulan sekali

P : Sukadukanya berjualan ini apa ?


O : Sukanya kalo lagi laris , saya seneng banget soalnya kan bisa dapet penghasilan lebih , dukanya kalo
lagi tidak laris kan penghasilan saya jadi berkurang .

Demikianlah hasil wawancara kami dengan Pak Oyot karena banyak sekali yang membeli jus buah Pak
Oyot sehingga kami hanya mendapatkan sedikit waktu untuk melakukan wawancara dengan pak Oyot .

Dari hasil wawancara saya dengan Pak Oyot yaitu salah seorang pedagang jus buah di SD SANTA URSULA
, kita dapat banyak merefleksikan kejadian-kejadian hidup yang dialami tiap-tiap orang selalu berbeda-
beda . Namun dari banyak perbedaan tersebut ada satu kepastian adalah setiap orang pasti pernah
mengalami kesulitan , namun tingkat kesulitan tiap orang itu selalu berbeda pula . Dari cerita diatas saya
akan lebih menonjolkan sisi-sisi kehidupan dan bagaimana kita harus mengatasi kehidupan yang begitu
berat ini .

Seperti Pak Oyot , ia memilih profesi sebagai pedagang jus buah untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya , walaupun terlihat mudah namun dalam menjalani hari-harinya sebagai pedagang jus buah
pun mengalami kendala dan hambatan seperti yang dikatakannya ia dapat mengalami kerugian apabila
hujan turun karena dengan hujan banyak anak yang tidak dapat membeli jus buahnya sehingga dapat
dikatakan jualannya tidak laris .

Kadang dalam menjalani hidup ini kita tidak jarang menemukan hambatan dan rintangan , namun
dengan hambatan dan rintangan tersebut tidak boleh kita jadikan alas an untuk tidak dapat mencapai
sesuatu yang kita inginkan melainkan harus bisa menjadikan kita sebagai motivasi dalam hidup untuk
dapat lebih maju meraih apa yang belum dapat kita raih sebelumnya dengan usaha dua kali lipat bahkan
lebih . Dan juga selain berani memotivasi hidup kita , kitapun harus berani menaruh kepercayaan kepada
diri kita sendiri bahwa kita pasti bisa dan dapat mewujudkan mimpi-mimpi kita tersebut . Saya
menyadari kata-kata ini tidak mudah untuk dijalani namun menurut saya tidak ada kata lainpun yang
lebih baik untuk memotivasi hidup kita agar lebih baik dan terarah sesuai dengan keinginan kita . Sebut
saja ketika seseorang mengalami kegagalan dan kegagalan itu merubah hidup orang tersebut menjadi
buruk , setelah itu orang-orang muali tidak dapat mempercayainya , saya yakin pasti orang itu akan
terpukul , frustasi , bahkan tidak tahu harus berbuat apa dan lebih parahnya lagi selain menyalahkan
dirinya yang tidak berguna , ia pun akan menyalahkan Tuhan atas kejadian ini . Jika hal ini terjadi apa
yang harus dilakukan lagi selain ia mulai menyusun dan menata hidupnya yang baru berjalan pelan tapi
pasti untuk memulai hidupnya lagi yang baru dan berhasil , dan percayalah pada diri sendiri dengan
langkah apa yang akan ditempuhnya saat ini ,percayalah akan berhasil , dan tetap semangat agar orang-
orang yang selama ini menilainya buruk dapat merubah pandangannya tersebut , dan yang terakhir
berserahlah pada Tuhan dengan keyakinan penuh , karena apa yang terjadi pada diri anda adalah atas
kemauan anda .

Maka dari itu sekarang kita mengetahui betapa sulitnya mencari uang , maka hikmah yang dapat saya
ambil dari cerita diatas adalah hargailah uang dan berikanlah kepada orang yang membutuhkan dengan
tulus apabila kita berlebih .
Pedagang kaki lima Presentation Transcript

 1. OLEH:1. KIKI ANGGITA .S (31132. RISKA AYU .S (3113258)


 2. ●BAB I PENDAHULUAN -Latar Belakang -Rumusan Masalah -Tujuan Penulisan -Manfaat
Penulisan ●BAB II KERANGKA BERPIKIR ●BAB III PEMBAHASAN -Keberadaan Pedagang Kaki Lima
- Persoalan yang dihadapi oleh PKL- Persoalan yang dihadapi oleh Pemkot Surabaya ● BAB IV
PENUTUP -Kesimpulan -Saran ●DAFTAR PUSTAKA
 3. A. LATAR BELAKANG Pedagang Kaki Lima merupakan dampak sulitnya perekonomian yang
dialami masyarakat, membuat mereka memilih suatu alternatif usaha di sektor informal dengan
modal yang relatif kecil untuk menunjang kebutuhannya. Kehadiran PKL yang menempati
pinggir-pinggir jalan yang sangat menganggu ketertiban lalu lintas dan gangguan pada prasarana
jalan tersebut menimbulkan kesemerawutan dan kemacetan kota. Oleh karenanya, pemerintah
mengalami kesulitan dalam penataan dan pemberdayaan guna mewujudkan kota yang bersih
dan rapi. Tapi di samping itu PKL sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi
untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja untuk masyarakat yang kurang memiliki
kemampuan dan keahlian yang memadai karena rendahnya tingkat pendidikan.
 4. B. Rumusan Masalah1.Bagaimana persoalan Pedagang Kaki Lima dewasa ini di kota Surabaya
? 2.Apa dan bagaimana solusi untuk masalah Pedagang Kaki Lima ini? C. Tujuan Penulisan
1.Untuk memenuhi Tugas Makalah mata kuliah Pengantar Bisnis kami2. Untuk mengetahui
gambaran masalah yang terkait Pedagang Kaki Lima 3. Untuk mencari solusi terkait
permasalahan Pedagang Kaki Lima D. Manfaat Penulisan 1 .Dapat memberi masukan bagi
pemerintah kota Surabaya dalam upaya mengatasi persoalan pedagang kaki lima2 Memberikan
wawasan dan masukan bagi para pedagang kaki lima dalam mengatasi masalah pedagang kaki
lima.
 5. Pedagang kaki lima (PKL) merupakan usaha informal yang bergerak dalam distribusi barang
dan jasa. PKL, di satu sisi merupakan salah satu penggerak dalam perekonomian masyarakat
pinggiran. Hutajulu (1985) memberikan batasan tentang sektor informal, adalah suatu bidang
ekonomi yang untuk memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan
keterampilan yang tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk
memproduksi barang dan jasa. Suatu kegiatan informal pada dasarnya harus memiliki suatu
lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih banyak dari tempat
lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, suatu kegiatan harus seefisien mungkin.
Richardson (1991) berpendapat bahwa keputusan-keputusan penentuan lokasi yang
memaksimumkan penerimaan biasanya diambil bila memenuhi kriteria-kriteria pokok : 1.
Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan
keuntungan yang layak. 2. Tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit
produksi. Undang-undang yang bisa digunakan untuk melindungi para PKL dan masyarakat
miskin pada umumnya : -Pasal 11 UU nomor 39/199 mengenai Hak Asasi Manusia : “ setiap
orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara
layak.” - Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim
usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan. Dsb. Konflik antara pedagang kaki lima dan pemerintah kota Surabaya terjadi
karena salah satu pihak memiliki kekuasaan dan perbedaan kepentingan
 6. 1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima2. Persoalan yang dihadapi oleh Pedagang kaki lima3.
Persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah KotaSurabaya
 7. Keberadaan pedagang kaki lima bagi masyarakat Surabaya sangat penting sebagai
penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Surabaya. Pedangan kaki lima
sangat mempengaruhi pola pasar dan sosial di Surabaya. Dalam bidang perekonomian pedagang
kaki lima hanya berpengaruh sebagai produsen yang penting bagi masyarakat Surabaya
mengingat akan banyaknya masyarakat menengah maupun menengah ke bawah.
Merekacenderung lebih memilih membeli pada pedagang kaki lima daripada membeli di
supermarket, mall atau grosir maupun indogrosir yang banyak tersebar di kota Suarabaya,
dikarenakan harga yang mereka tawarkan lebih rendah. Pedagang kaki lima telah menjadi mata
pencaharian utama sebagian warga Surabaya. Sehingga pedagang kaki lima telah menjadi salah
satu system yang tidak dapat dipinggirkan masalahnya oleh pemerintah kota Surabaya.
Pedagang kaki lima yang telah berada dalam naungan paguyupan pada umumnya telah
mentaati peraturan yang di buat oleh pemerintah kota Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan
dengan : 1. Kepemilikan tanda daftar usaha (TDU) dengan ketentuan sebagai berkut
(sebagaimana tercantum dalam pasal 5 dan 6, Perda No. 17 Tahun 2003) yakni : Tidak
memperjualbelikan tempat usaha atau lokasi kepada orang lain, Tidak memperdagangkan
barang ilegal menurut ketentuan undang-undang baik disengaja maupun tidak disengaja., Tidak
membangun tempat usaha secara permanen maupun semi permanen., Sanggup mengosongkan,
mengembalikan dan menyerahkan kepada pemerintah apabila lokasi yang dimaksud sewaktu-
waktu dibutuhkan oleh pemerintah serta tidak akan menuntut apapun pada pemerintah.,
Sanggup membersihkan lokasi usaha setelah selesai berjualan dan membuang sampah langsung
ke tempat pembuangan sampah terdekat., Tidak meninggalkan alat peraga setelah selesai
berjualan., Tidak menggunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal dan kegiatan terlarang
seperti judi dll., Tidak mengalihkan tanda daftar usaha kepada pihak lain dalam bentuk apa pun
2. Membayar iuran kebersihan sebesar Rp.1000,- 3. Bersedia menyeragamkan tenda sebagai
identitas dari paguyupan pedagang kaki lima hanya yang ada di Surabaya.
 8. Lokasi pedagang kaki lima Selama ini lokasi yang menjadi pilihan bagi pedagang kaki
limaadalah daerah fasilitas umum padahal tempat tersebut telah dilarang olehpemkot Surabaya
sehingga sering terjadi konflik antara pihak pedagangkaki lima dengan pihak pemkot Surabaya.
Pada dasarnya suatu kegiatansector informal yakni pedagang kaki lima harus memiliki lokasi
yang tepatagar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.Sedangkan untukmembeli atau
menyewa ruko –roko atau stand-stand di mall pastinyamereka tidak mempunyai modal. Jadi
seharusnya Pemerintah harusnyadapat menyediakan ruang kota yang juga tempat umum
seperti taman kota,alun alun dsb yang strategis untuk mereka berjualan dan Pemkot
dapatmenata mereka dengan rapi dan tertib bila perlu ada uang iuran. Karenakejadian selama
ini biasanya Pemkot hanya memberikan kompensasi yangkurang untuk mereka mencari tempat
lain, atau memindahkan mereka ketempat yang tidak strategis.
 9. Identitas dagang pedagang kaki lima Identitas dagang pedagang kaki lima yang masih kurang
jelas, dikarenakan adanya ketidakpedulian para pedagang kaki lima terhadap pengakuan dagang
mereka sehingga tidak adanya kekuatan hukum yang mengikat. Selain itu para pkl yang tidak
memiliki identitas dagang yang dibuktikan dengan kepemilikan TDU atau Tanda Daftar Usaha,
sering kali dikatakan sebagai pedagang kaki lima liar dan mereka sering digusur oleh satpol PP
karena tidak memiliki tanda daftar usaha tersebut. Adanya TDU yang ditentukan oleh pemkot
Surabaya dianggap menyulitkan pedagang kaki lima. Hal ini dikarenakan syarat untuk memiliki
TDU harus melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP ) Surabaya serta jangka waktu TDU hanya 6
bulan. Syarat tersebut memberikan ruang gerak yang sempit bagi pedagang kaki lima yang
berasal dari luar kota Surabaya, Padahal pedagang kaki lima kebanyakan berasal dari luar kota
Surabaya. Selain itu jangka waktu yang ditentukan sangat pendek sebelum mereka harus
membokar lagi. Jadi dalam hal ini para PKL sendiri yang harus memiliki kesadaran hukum untuk
mematuhi aturan Pemkot Surabaya agar kota Surabaya menjadi kota yang lebih indah , tertata
rapi dan tertib, dan Pemkot Surabaya harus terus melakukan sosialisasi agar para PKL semakin
perduli dan sadar hukum akan identitas mereka. Pemkot juga harus memikirkan cara caraa
seefisien dan efektif mungkin untuk pengurusan Tanda Daftar Usaha ( TDU).
 10. Penggusuran Para PKL liar yang tidak memiliki TDU(Tanda DaftarUsaha) mereka biasanya
akan di gusur dengan peringatansampai di gusur paksa padahal Pedagang kaki lima
merupakansalah satu solusi akan masalah tingginya angka penganggurandan sedikitnya
lapangan kerja bagi masyarakat berpendidikanrendah seperti mereka. Pemerintah dalam hal ini
tidak dapatmenyediakan lahan pengganti bagi mereka untuk melanjutkanusaha mereka , jika
pun ada pemerintah menyediakan lahan-lahan yang letaknya kurang strategis yang secara
pastimenurunkan dan mematikan profit yang mereka dapatkan danakhirnya mereka harus
gulung tikar dan menjadipengangguran yang semakin menambah permasalahan bangsaini.
Pemerintah harus mencari cara dan tempat yang baikuntuk mereka berdagang ditengah modal
mereka yang kecil.
 11. Persoalan Pemerintah Kota Surabaya dalam menangani PKL di surabaya yakni penertiban
dan penataan PKL. Sulitnya penertiban dan penangananyang dilakukan karena kurangnya
kesadaran PKL terhadap aturan dan terganggunya fasilitas umum karena adanya aktivitas
dagang mereka. Satpol PP Kodya sebagai eksekutor dalam Penertiban dan Penanganan mengaku
sangat lelah dalam penertiban secara terus-menerus, yang dilakukan di daerah tersebut.
Penertiban dilakukan dengan melalui pemberitahuan kepada PKL terhadap lokasi yang mereka
tempati sebagai lokasi sarana umum. Penanganan dengan cara pemberian surat teguran dari
Pemkot kepada kecamatan / kelurahan dimana PKL tersebut menempati lokasi dagang mereka
namun penaganan dan penertiban tersebut kurang dihiraukan sehingga Pemkot melalui satpol
PP Kodya Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya dibawa ke
pengadilan yang mengarah pada denda sesuai dengan Perda No17 Tahun 2003 dan
pemberitahuan secara tegas agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan
penertiban tersebut tidak diindahkan oleh para PKL tersebut sehingga alat dagang dan alat
peraga dagang PKL dimusnahkan / dibakar oleh Pemkot yang dilakukan oleh satpol PP Kodya
Surabaya. Penangan dan penertiban tersebut dirasa kurang dapat menyelesaikan permasalahan
PKL, karena dengan adanya indikasi PKL tetap kembali pada lokasi yang dilarang untuk dilakukan
transaksi jual beli. Dengan adanya hal tersebut pula dapat menimbulkan bertambahnya jumlah
PKL mengigat lokasi tersebut padat akan daya beli. Sehingga penanganan dan penertiban PKL
yang dilakukan oleh Pemkot kurang dapat memberikan jalan keluar bagi PKL di Surabaya.
Kebijakan Pemkot dalam menangani permasalahan pedagang kaki lima
 12. Pemkot mengambil kebijakan untuk mengeluarkan Perda No 17 Tahun 2003 tentang
penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. Kebijakan ini bertujuan untuk mengembalikan
ketertiban dan keindahan kota dengan konsekuensi harus menertibkan pedagang kaki lima, oleh
karena itu kebijakan ini cenderung dinilai oleh beberapa pihak sebagai kebijakan yang
kontraproduktif dan cenderung sepihak. Pola penanganan pedagang kaki lima yang ada di
perkotaan hendaknya tidak menggunakan pola politik karena penanganan pedagang kaki lima
ini jika tidak berhasil akan menimbulkan efek yang besar bagi tatanan kota Surabaya. Oleh
karena itu pemerintah kota Surabaya dituntut untuk memiliki strategi yang efektif dalam
merumuskan kebijakannya agar tidak merugikan semua pihak. Berikut model-model
penanganan yang dilakukan Pemkot dalam upaya menertipkan pedagang kaki lima yaitu sebagai
berikut : 1. Memberikan penyuluhan atau kampanye penaataan PKL 2. Diberi toleransi untuk
membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila tiba waktunya harus
dipindah atau penggusuran tiba-tiba. 3. Pemindahan atau relokasi pada daerah yang baru. 4.
Bantuan Dana
 13.  kebijakan publik yang di ambil Pemkot sebaiknya memuat 3 elemen yakni : a. Identifikasi
dan tujuan yang ingin dicapai Dalam hal ini identifikasi pada permasalahan PKL dan kepentingan
PKL. Dan tujuan yang ingin dicapai adalah menyelesaikan persoalan PKL b. Taktik atau strategi
dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan Dalam hal ini mengacu pada
kesadaran hukum PKL terhadap Perda No.17 Tahun 2003 yang telah dibuat dan
diimplementasikan pada mereka. Taktik dan strategi yang digunakan adalah melalui pemberian
penyuluhan yang efektif dan menyeluruh bagi para PKL. Pemberian reward bagi PKL yang dalam
pola perilakunya mencerminkan kedisiplinan terhadap aturan maupun aturan yang berlaku. Dan
penunjukkan leader/agent dari internal kelompok mereka yakni anggota dari paguyuban mereka
sendiri yang dibentuk melalui paguyuban PKL yang ada. c. Penyediaan berbagai input untuk
memungkinkan pelaksanaan secara nyata dan taktik maupun strategi di atas.( Harold dalam
Wibowo,2004:25) Dalam penyediaan penyuluhan secara efektif dan menyeluruh, jika pemkot
mampu mengakomodasi seluruh PKL yang ada di Surabaya dengan cara pengidentifikasian PKL
secara legal sehingga seluruh PKL yang ada mendapatkan penyuluhan tersebut. Dalam
pemberian reward disini, diharapkan lebih merangsang PKL untuk lebih berdisiplin diri dalam
proses kegiatannya sehari-hari sehingga tujuan PKL dan tujuan Pemkot terhadap lingkungan
kota dapat terjaga dengan baik. Dan pemkot juga dapat mengakomodasi komunikatif diantara
kedua belah pihak dengan baik melalui peguyuban-paguyuban yang ada. Jadi antara hukum dan
kebijakan publik adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan publik umumnya harus
didelegasikan dalam bentuk hukum dan pada dasarnya sebuah hukum adalah hasil dari
kebijakan publik.
 14. A. Kesimpulan Pada umumnya kendala-kendala yang ditemui oleh pihak PKL yang ada di
Surabaya yakni sebagai berikut : 1. Modal bagi usaha mereka. 2. Tempat Usaha (Lokasi PKL) yang
sesuai dengan daya pembeli sehingga PKL meraut keuntungan yang sesuai. 3. Identitas Dagang
PKL sebagai perdagangan yang harus dikembangkan dan diberdayakan dalam sektor informal
yang tumbuh kembang di Kota Surabaya. Dan pada umumnya pula kendala-kendala yang
dihadapi oleh pihak Pemerintah Kota Surabaya yakni sebagai berikut : 1. Pemberian penyuluhan
atau kampanye penaataan PKL yang kurang efektif. 2. Pemberikan toleransi untuk
membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila tiba waktunya harus
dipindah atau penggusuran tiba-tiba. 3. Pemindahan atau relokasi pada daerah yang baru, yang
mengalami misscominication dengan pihak PKL. Guna menangani kendala-kendala tersebut
perlu dilakukan suatu upaya dalam menangani persoalan PKL dan Pemkot Surabaya, yakni
dengan cara sebagai berikut : 1. Memberikan penyuluhan atau kampanye penaataan PKL 2.
Diberi toleransi untuk membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila
tiba waktunya harus dipindah atau penggusuran tiba-tiba. 3. Pemindahan atau relokasi pada
daerah yang baru yang juga dapat tetap mendukung usaha dari pedagang kaki lima tersebut
yakni daerah daerah yang strategis.
 15. B. Saran Pemerintah Kota Surabaya dalam membuat kebijakan tentang penataan dan
pemberdayaan Pedagnag Kaki Lima diharapkan lebih memahami persoalan Pedagang Kaki Lima
sehingga dalam kebijakannnya bersifat adil. Selain itu PKL dan Pemkot dapat menfungsikan
komunikasi diantara mereka melalui lembaga PKL yakni paguyuban PKL secara
keseluruhan.Masalah PKL bukan hanya menjadi masalah bangsa Indonesia saja tapi juga Negara
berkembang lainnya. Masalah PKL juga telah coba diatasi oleh kota-kota di negara berkembang
yang berniat mengubah kebijakan terhadap sektor informal dari yang sifatnya “melecehkan”
(harassment) kepada “penerimaan” (acceptance). Pemerintah Kota Cebu di Filipina, misalnya,
secara informal menerapkan “Maximum Tolerance Policy” terhadap PKL, organisasi PKL pun
mulai mengubah strateginya dari politik konfrontasi menjadi strategi lobbying dan keterlibatan.
Pemerintah Kota Cebu mengizinkan PKL berjualan di satu sisi jalan di area-area tertentu; atau
mengizinkan PKL beroperasi pada jam-jam tertentu; menyeragamkan ukuran, warna, dan
bentuk lapak PKL sehingga terlihat rapih; tidak menerapkan kebijakan penggusuran kecuali jika
ada keluhan yang disampaikan secara resmi ke kantor walikota atau instansi pemerintah
lainnya; menjaga agar kebersihan dan sanitasi terjaga baik; serta menerapkan transparansi
dalam penarikan retribusi. Dan tidak ada salahnya Indonesia belajar dari Negara-negara
berkembang lainnya.

LAPORAN HASIL PENELITIAN KONFLIK YANG TERJADI DENGAN


MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN TUGAS SEKSI KEAMANAN DAN
KETERTIBAN DI WILAYAH KECAMATAN KEBAYORAN BARU
Ditulis pada Desember 22, 2012

LAPORAN HASIL PENELITIAN


KONFLIK YANG TERJADI DENGAN MASYARAKAT
DALAM PELAKSANAAN TUGAS SEKSI KEAMANAN DAN KETERTIBAN
DI WILAYAH KECAMATAN KEBAYORAN BARU

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas menjaga keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab bersama segenap
komponen masyarakat. Secara umum tugas tersebut dilaksanakn oleh Kepolisian Negara
Republik indonesia. Disamping itu, tugas tersebut juga menjadi tanggung jawab kesatuan Seksi
Keamanan dan Ketertiban (Seksi Tramtib) dalam unsur pemerintahan di tingkat Kecamatan.
Lingkup tugas dan kewenangan Seksi Tramtib dalam unsur pemerintahan di tingkat kecamatan
meliputi penegakkan dan pembinaan hukum terhadap peraturan pemrintah daerah (Perda) yang
berlaku di setiap daerah pemerintahan.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tersebut, Seksi Tramtib senantiasa
berhadapan langsung dengan masyarakat dalam wilayah tugasnya. Tugas dan tanggung jawab
tersebut tidak dapat dilepaskan dari permasalahan dan konflik yang terjadi antara petugas Seksi
Tramtib dengan masyarakat di wilayah tugasnya.
Permasalahan dan konflik yang terjadi dengan masyarakat, merupakan dinamika dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Seksi Tramtib. Hal inilah yang menarik perhatian
sindikat kami untuk melakukan penelitian kecil, untuk melihat permasalahan atau konflik apa
saja yang terjadi dalam hubungan pelaksanaan tugas seksi Tramtib dengan masyarakat, apa
penyebabnya, dan bagaimana permasalahan dan konflik tersebut diatasi.
Dalam penelitian kecil ini, yang kami jadikan obyek penelitian adalah Seksi Tramtib Kecamatan
Kebayoran Baru. Hasil penelitian kecil yang kami dapat, kami laporkan dalam tulisan ini.

B. Maksud dan Tujuan.


1. Maksud
Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui permasalahan atau konflik apa saja
yang terjadi dalam hubungan pelaksanaan tugas Seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru
dengan masyarakat, apa penyebabnya, dan bagaimana permasalahan dan konflik tersebut diatasi.
2. Tujuan
Penelitian ini kami susun sebagai tugas mata kuliah Seminar Binkam dalam rangka mengikuti
pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.

C. Ruang Lingkup Penelitian.


Penelitian kecil ini kami laksanakan terbatas pada lingkup Seksi Keamanan dan Ketertiban
(Tramtib) Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

D.Permasalahan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas dapat maka permasalahan yang akan di
bahas penelitian ini adalah sebagai berikut:
Permasalahan dan konflik sosial apa yang terjadi dalam pelaksanaan tugas Seksi Tramtib
Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, apa penyebabnya, dan bagaimana cara mengatasi
atau menanganinya ?

II. METODOLOGI PENELITIAN


A.Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati melalui Survey dan Wawancara mendalam.
B.Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah :
1.Wawancara
Wawancara (interview), berupa wawancara berstruktur maupun wawacara tidak berstruktur.
a.Wawancara tak berstruktur atau wawancara mendalam (in-depth interviewing) yaitu cara untuk
memperoleh data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan yang jawabannya diserahkan
kepada informan.
b.Wawancara berstruktur dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-
pertanyaan sebagai pedoman tetapi masih memungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan yang
disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.
2.Observasi
Selain wawancara, cara lain yang digunakan adalah pengamatan (observasi) yaitu dengan
menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation), dalam hal ini peneliti tidak
sepenuhnya berperan serta namun bertindak sebagai pengamat.
C.Sumber informasi
Sumber informasi dalam penelitian ini adalah anggota Seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran
Baru Jakarta Selatan.
D. Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 17 Febuari 2006 di Kecamatan Kebayoran
Baru Jakarta Selatan dan sekitarnya.

III. HASIL PENELITIAN.


Dari penelitian yang kami laksanakan didapatkan hasil bahwa permasalahan dan konflik yang
terjadi dengan masyarakat dalam pelaksanaan tugas Seksi Tramtib Kebayoran Baru dapat
dikelompokkan menjadi:
A. Permasalahan dan Konflik yang terjadi dengan masyarakat dalam rangka penegakan hukum
terhadap Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta
Permasalahan dan konflik yang terjadi dengan masyarakat dalam rangka penegakkan hukum
terhadap Peraturan daeran (Perda) DKI adalah permasalahan-permasalahan atau konflik yang
muncul berkaitan dengan kegiatan dan tindakan Seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru
dalam melakukan penegakkan hukum terhadap Perda DKI, seperti kegiatan-kegiatan penertiban
terhadap pedagang kaki lima, wanita tuna susila, gelandangan dan pengemis, pedagang asongan,
joki three in one, Razia KTP, dan lain-lain.
Kegiatan penertiban tersebut dilaksanakan atas dasar perintah kepala wilayah, dalam hal ini
Camat Kebayoran Baru, yang umumnya merupakan pendelegasian kebijakan dan perintah dari
Gubernur DKI Jakarta dan Walikotamadya Jakarta Selatan.
Kegiatan penertiban ini hampir selalu memunculkan permasalahan dan konflik sosial dengan
masyarakat yang terkait dengan kegiatan penertiban tersebut. Bahkan tidak jarang permasalahan
dan konflik sosial tersebut berujung pada bentrokan-bentrokan fisik antara aparat Seksi Tramtib
dan masyarakat, sehingga menimbulkan kerugian yang lebih buruk baik korban manusia maupun
kerugian harta benda di kedua belah pihak.
Permasalahan dan konflik yang muncul sebagai ekses dari kegiatan penertiban oleh Seksi
Tramtib dalam rangka penegakkan hukum tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor baik
yang bersifat sederhana (satu faktor) maupun yang berifat kompleks (multi faktor).
Faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan dan konflik tersebut, yang kami dapatkan
sebagai hasil penelitian ini diantaranya adalah :
1. Adanya perbedaan kepentingan dan perbedaan persepsi antara petugas Seksi Tramtib dan
Masyarakat. Aparat Seksi Tramtib menganggap bahwa tugas penertiban tersebut harus mereka
laksanakan sebagai wujud pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dalam menegakkan hukum
dan peraturan yang ada, khususnya terhadap perturan daerah (perda) DKI Jakarta. Sehingga
aparat Seksi Tramtib merasa telah melakukan tugasnya secara benar dan atas dasar legalitas yang
kuat, serta didukung oleh pemerintah DKI Jakarta. Sedangkan pihak masyarakat merasa bahwa
mereka juga berada di pihak yang benar, karena mereka memperjuangkan hak asasinya untuk
mendapat kesempatan mencari nafkah di ibukota. Terlebih bila mereka merasa telah memenuhi
kewajiban tertentu seperti membayar “iuran atau pungutan” kepada pihak yang dianggap
berkuasa, sehingga mereka merasa berhak untuk mencari nafkah dengan berdagang kaki lima,
mengemis, menjadi WTS, menjadi joki three in one, dan lain-lain.
2. Adanya oknum-oknum yang menjadi backing dari kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum
dan peraturan daerah (perda), baik oknum petugas tramtib, aparat kepolisian, aparat TNI,
maupun para preman. Keberadaan oknum tersebut dianggap sebagai pelindung dari kegiatan-
kegiatan ilegal yang dilakukan masyarakat, dan kerap kali menjadi provokator yang memicu
munculnya permasalahan dan konflik antara masyarakat dan aparat trantib dalam proses
penegakkan hukum dalam operasi penertiban.
3. Adanya persepsi masyarakat yang menciptakan hubungan saling membutuhkan antara
kegiatan pelanggaran peraturan dan masyarakat umum sebagai konsumen. Misalnya hubungan
antara pedagang asongan dan pengguna jalan. Hubungan ini menimbulkan persepsi negatif
terhadap kegiatan penegakan hukum dalam operasi yang dilakukan oleh aparat tramtib.
Masyarakat menganggap operasi penertiban tersebut justru merupakan kegiatan yang merugikan
kepentingan masyarakat umum.
4. Kondisi pemahaman masyarakat terhadap peraturan daerah (perda) yang masih sangat rendah.
Hampir sebagian besar warga masyarakat tidak menyadari bahwa begitu banyak kegiatan yang
mereka lakukan merupakan kegiatan yang melanggar peraturan daerah. Hal ini disebabkan
karena kurangnya informasi tentang berlakunya peraturan daerah tersebut.
5. Adanya sikap resistance masyarakat terhadap kegiatan penegakan hukum oleh aparat tramtib,
yang disebabkan oleh trauma terhadap pengalaman masa lalu, dimana dalam melakukan operasi
penertiban aparat tramtib terkesan arogan dan selalu menggunakan cara-cara kekerasan.
Sehingga masyarakat cenderung bersikap menentang terhadap kegiatan penertiban oleh aparat
trmtib.
6. Semakin bertambahnya penduduk musiman yang merupakan unsur terbesar dari oyek
penegakkan hukum di Kecamatan Kebayoran Baru. Penduduk musiman tersebut relatif sulit
ditertibkan karena bersikeras untuk mengadu nasib di Jakarta, sekalipun harus berhadapan
dengan aparat. Penduduk musiman yang terus silih berganti datang, menyebabkan upaya
penertiban menjadi tidak efektif.
7. Kondisi kualitas sumber daya manusia aparat tramtib yang masih rendah, yang belum
sepenuhnya memahami esensi pelaksanaan tugas penegakan hukum khususnya pelaksanaan
operasi penertiban. Hal ini mengakibatkan seringnya timbul sikap kurang simpatik, kesalahan
prosedur operasi, sikap arogan, yang akhirnya menjadi sumber permaslahan dan konflik dengan
masyarakat.

Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan permasalahan klasik yang cenderung muncul


dari waktu ke waktu. Sesungguhnya telah dilaksanakan upaya untuk mengatasinya, diantaranya
adalah :
1. Dilakukan studi kajian terhadap permasalahan yang muncul, yang ditindak lanjuti dengan
munculnya metode dan tehnik baru dalam pelaksanaan tugas penegakkan hukum. Misalnya
munculnya kebijakan untuk melaksanakan operasi penertiban dengan mengedepankan sikap
yang simpatik, manusiawi, dan dilakukan secara bertahap dan eskalatif (mulai dari himbauan,
peringatan, kemudian penindakan)
2. Dilakukan upaya penyuluhan untuk menyebar luaskan informasi tentang peraturan daerah
yang ada.
3. Dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi yang terkait dalam pelaksanaan tugas
penegakkan hukum. Misalnya koordinasi dan kerjasama dengan pihak RT, RW, Kelurahan,
Kepolisian (Polsek), TNI (Koramil), Dinas Sosial, dan lain-lain.
4. Dilakukan upaya pembinaan sumber daya manusia melalui pelatihan, pengarahan dan
pengawasan terhadap anggota Seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru.

Upaya-upaya tersebut telah dilakukan, namun dalam kenyatannya permasalahan tetap ada. Hal
ini disebabkan karena masih kurang maksimalnya pelaksanaan upaya tersebut. Misalnya
frekuensi penyuluhan yang sangat kurang, keterbatasan sarana dan prasarana, dan lain-lain.
Disamping itu, juga terjadi ketidak seimbangan antara upaya penanganan dengan kenyataan
perkembangan permasalahan di lapangan. Misalnya, terhadap upaya penertiban pedagang kaki
lima, yang umumnya merupakan penduduk musiman.

B.Permasalahan dan Konflik yang terjadi dengan masyarakat dalam rangka Pembinaan hukum
terhadap Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta

Permasalahan dan konflik yang terjadi dengan masyarakat dalam rangka pembinaan hukum
terhadap Peraturan daerah (Perda) DKI adalah permasalahan-permasalahan atau konflik yang
muncul berkaitan dengan kegiatan dan tindakan Seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru
dalam melakukan pembinaan hukum terhadap Perda DKI, seperti kegiatan pemberian
penyuluhan dan penyebar luasan informasi kepada masyarakat.
Kegiatan-kegiatan pembinaan hukum dan Perda tersebut juga kadangkala memunculkan
permasalahan dan konflik, yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Persepsi masyarakat terhadap aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru cenderung negatif.
Hal ini disebabkan adanya prasangka buruk terhadap upaya pembinaan hukum dan Perda,.
Misalnya, sikap masyarakat yang menolak kehadiran aparat tramtib, sikap apatis masyrakat
terhadap perda yang ada, dan lain-lain.
2. Dinamika aktivitas kehidupan masyarakat Kebayoran Baru yang cenderung sangat aktif dan
sibuk. Hal ini menyebabkan terjadinya gap atau jarak dalam hubungan antara aparat tramtib
dengan masyarakat, yang akhirnya menyebabkan timbulnya sikap saling curiga dan hubungan
yang tidak harmonis.
3. Kegiatan pembinaan hukum dan Perda yang dilakukan tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan
karena frekuensi penyelenggaraan yang sangat jarang, hanya dua kali setahun. Itu pun relatif
hanya dihadiri oleh para ibu rumah tangga, dan tidak dapat menyentuh segenap warga
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang relatif berpotensi melakukan pelanggaran
perda.
4. Lingkup beban tugas dan tanggung jawab yang dipikul oleh aparat Trantib Kecamatan
Kebayoran Baru yang relatif sangat luas, menyebabkan pelaksanaan kegiatan pembinaan hukum
dan Perda menjadi tidak maksimal.
5. Kualitas sumber daya manusia aparat Trantib Kecamatan Kebayoran Baru yang relatif masih
rendah, khususnya tingkat pendidikan yang kurang seimbang dengan tingkat pendidikan warga
masyarakat Kecamatan Kebayoran Baru. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan dalam
proses komunikasi dengan warga masyarakat, yang dapat mengakibatkan miss-comunication
atau kesalah pahaman yang dapat meicu terjadinya konflik.

Permasalahan tersebut telah dicoba untuk diatasi melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh
jajaran aparat Trantib Kecamatan Kebayoran Baru, seperti :
1. Peningkatan kualitas pembinaan hukum dan Perda melalui koordinasi dengan unsur pembina
teknis di tingkat Kotamadya Jakarta Selatan dan tingkat provinsi DKI. Misalnya dengan
melakukan pelatihan teknis dan pembekalan dari biro hukum DKI Jakarta.
2. Koordinasi dan kerjasama dengan unsur Muspika (Kecamatan, Polsek dan Koramil) dalam
kegiatan pembinaan hukum dan Perda. Misalnya dengan mengadakan rapat koordinasi dan
penyelenggaraan kegiatan bersama.
3. Koordinasi dengan pihak Biro Hukum tingkat Walikota Jakarta Selatan dan Provinsi DKI,
untuk dapat lebih meningkatkan frekuensi pembinaan hukum dan Peraturan daerah. Misalnya
dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kampanya pembinaan hukum, dan lain-lain.
4. Penataan kembali tugas dan tanggung jawab aparat Trantib Kecamatan Kebayoran Baru,
sesuai keuatan yang ada.
C. Permasalahan dan Konflik yang terjadi dengan kelompok masyarakat tertentu (Organisasi
Massa)

Dalam pelaksanaan tugasnya, aparat Kemanan dan Ketertiban Kecamatan Kebayoran Baru
kerapkali menghadapi permasalahan dan Konflik yang terjadi dengan kelompok masyarakat
tertentu (Organisasi Massa). Organisasi massa tersebut misalnya Forum Betawi Rempug (FBR),
Forum Komunikasi Keluarga Besar Betawi (Forkabbi), Front Pembela Islam (FPI), maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dari beberapa permasalahan dan konflik yang terjadi, organisasi massa tersebut terkesan dengan
sengaja memprovokasi kelompok pelanggar Peraturan Daerah untuk menentang operasi
penertiban yang dilaksanakan oleh aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru. Setelah terjadi
konflik, organisasi massa tersebut tampil seolah-olah sebagai pihak pembela masyarakat kecil
(wong cilik) untuk berhadapan dengan aparat Trantib Kecamatan Kebayoran Baru dengan
mengatas namakan kelompok advokasi dan pembela hak-hak asasi rakyat kecil.
Misalnya, organisasi massa tersebut menggalang para pengemis tuna netra, gelandangan, wanita
tuna susila, dan pedagang asongan. Mereka melakukan pendekatan-pendekatan dan mengajarkan
teknik-teknik untuk menghadapi operasi penertiban oleh aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran
Baru. Sehingga ketika dilaksanakan operasi penertiban, mereka sengaja meninggalkan pengemis
tuna netra, anak-anak balita sehingga keadaan menjadi kacau, yang kerap kali menimbulkan
korban, seperti orang tuna netra tertabrak mobil, anak-anak terjatuh dan lain-lain. Kekacauan dan
jatuhnya korban tersebut digunakan sebagai senjata untuk menyudutkan posisi aparat Tramtib
Kecamatan Kebayoran Baru.
Masih belum jelas apa motif terjadinya konflik yang dipicu oleh organisasi massa tersebut. Yang
menarik, anggota organisasi massa yang terlibat terebut ternyata bukanlah warga Kecamatan
Kebayoran Baru, namun warga dari Jakarta Utara, Bekasi, Depok, dan lain-lain. Namun
demikian, berdasarkan pengalaman atas terjadinya peristiwa tersebut, dapat diperkirakan motif
yang mendorong organisasi massa tersebut diantaranya adalah :
1.Adanya motif politis, dimana organisasi massa tersebut didukung oleh partai politik tertentu.
Tujuannya adalah untuk menarik simpati masyarakat, khususnya rakyat kecil, agar memberi
dukungan suara kepada partai, setidaknya di tingkat kecamatan Kebayoran Baru.
2.Adanya motif kekuasaan, dimana organisasi massa tersebut berusaha merebut simpati
kelompok pelanggar Perda, dengan tujuan dapat memperoleh posisi sebagai backing yang
berkuasa dan berpengaruh di suatu kawasan di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru. Dengan
adanya pengaruh dan dukungan penggalangan massa, organisasi massa tersebut akan semakin
berkembang dan eksis.
3.Adanya motif ekonomis, dimana organisasi massa tersebut berusaha memperoleh keuntungan
materiil dari kegiatan-kegiatannya. Baik dengan cara menekan pemerintah Kecamatan
Kebayoran Baru, maupun keuntungan materil dari para pelanggar Perda dan lingkungan di
sekitar kawasan yang dikuasainya.

Menghadapi permasalahan dan konflik tersebut, pihak aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran
Baru telah melakukan upaya penanganan dengan melakukan koordinasi dengan unsur muspika
(Polsek, Kecamatan dan Koramil). Namun upaya tersebut dirasakan masih kurang maksimal.

D. Permasalahan dan Konflik yang terjadi dengan Instansi lain yang mengemban tugas
penegakan dan pembinaan hukum

Dalam melaksanakan tugas penegakkan dan pembinaan hukum, aparat Tramtib Kecamatan
Kebayoran Baru bukanlah satu-satunya unsur yang melaksanakannya. Disamping penegakkan
dan pembinan hukum oleh aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru, diwilayah Kecamatan
Kebayoran Baru juga terdapat unsur penegak dan pembina hukum lain, seperti unsur Kepolisian
(Polsek) dalam hal Tindak Pidana dan pelanggaran secara umum, Unsur TNI (Koramil) dalam
hal Hukum Militer, Petugas Pengamanan Swakarsa (Satpam, Hansip) dalam hal keamanan dan
ketertiban di lingkungan terbatas, dan lain-lain.
Kondisi dan situasi tersebut kerap kali juga berpotensi menimbulkan konflik antar para penegak
dan pembina hukum. Permasalahan dan Konflik tersebut diantaranya adalah :
1. Kecenderungan untuk saling melempar tugas dan tanggung jawab. Dalam hal ini, masing-
masing unsur menganggap suatu permasalahan hukum yang terjadi bukan merupakan lingkup
tugas dan kewenangannya. Misalnya, terhadap tersendatnya lalu lintas di pintu masuk terminal
Blok M. Terdapat banyak anggapan seperti, hal itu dianggap sebagai tugas Polsek dalam hal
mengatasi kemacetan lalu lintas, atau dianggap sebagai tugas DLLAJR untuk mengatur lalu
lintas angkutan umum, dianggap tugas aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru untuk
menertibkan pedagang kaki lima yang menjadi penyebab kemacetan, dan anggapan lain yang
saling melempar tanggung jawab. Hal ini pada akhirnya justru menambah keruh suasana, dan
berpotensi menjadi konflik dengan masyarakat.
2. Kecenderungan untuk saling melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Dalam hal ini terjadi
overlapping tugas dan tanggung jawab. Terhadap suatu obyek permasalahan, terkesan terjadi
“rebutan” untuk saling menangani. Misalnya terhadap operasi tempat-tempat hiburan malam.
Polsek menganggap hal itu merupakan tugasnya untuk melakukan operasi narkoba, aparat
Tramtib menganggap merupakan tugasnya, Dinas Pariwisata menganggap sebagi tugasnya untuk
melakukan pengawasan, dan lain-lain. Hal ini juga berpotensi menjadi konflik dengan
masyarakat.

Permasalahan dan konflik antar aparat dalam penegakan dan pembinaan hukum tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1.Kurangnya pemahaman terhadap lingkup tugas dan kewenangan masing-masing pihak, serta
kurangnya pemahaman terhadap lingkup tugas dan kewenangan pihak lain yang berkompeten.
Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi dan sempitnya wawasan terhadap lingkup
tugas penegakkan dan pembinaan hukum.
2.Kurangnya koordinasi antar aparat pelaksana penegakkan dan pembinaan hukum tersebut.
Masing-masing pihak merasa dapat berjalan sendiri tanpa perlu mengikutsertakan pihak lain.
3.Adanya sikap menganggap bahwa posisi dan kemampuan serta kewenangan pihaknya lebih
tinggi dari pihak lain dalam penegakkan dan pembinaan hukum. Menganggap kedudukan dan
kewenangannya lebih legitimate dari pada pihak lain.

Untuk mengatasi permasalahan dan konflik tersebut, sesungguhnya telah dilakukan upaya-upaya
penanganan. Misalnya dengan melakukan koordinasi dan kerja sama antar unsur pelaksana
penegakkan dan pembinaan hukum yang terkait, seperti pelaksanaan operasi penertiban secara
bersama-sama, rapat koordinasi, dan lain-lain. Namun upaya tersebut masih kurang maksimal,
dan terkean hanya sebagai upaya formalitas belaka.

IV. ANALISA HASIL PENELITIAN


Dalam menganalisa hasil penelitian yang kami dapatkan tersebut, kami menggunakan alat bantu
yaitu pemetaan konflik. Pemetaan Konflik merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
menggambarkan konflik secara grafis, menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan
pihak lainnya. Dalam hal ini analisa terhadap konflik yang terjadi dalam pelaksanaan tugas seksi
ketentraman dan ketertiban kecamatan Kebayoran Baru.
Peta dasar konflik yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut :
Kunci :
Aliansi
Konflik utama
Konflik yang lebih kecil

Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa konflik utama dalam pelaksanaan tugas Tramtib
kecamatan Kebayoran tersebut dapat dipetakan sebagai konflik dengan masyarakat secara umum
dalam rangka pelaksanaan penegakkan dan pembinaan hukum (Perda), konflik dengan kelompok
masyarakat tertentu (organisasi massa), dan konflik yang terjadi dengan Instansi lain yang
mengemban tugas penegakan dan pembinaan hukum di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.
Dimana antara aparat penegak hukum lain juga memiliki konflik terhadap masyarakat umum
maupun ormas tertentu dalam pelaksanaan tugasnya. Sedangkan ormas sebagi bagian dari
masyarakat umum memiliki hubungan aliansi dalam berhadapan dengan aparat Tramtib dan
aparat penegak hukum lainnya.
Sebagai landasan teoritis untuk digunakan sebagai pedoman dalam mencermati timbulnya
konflik tersebut, kami menggunakan teori konflik Ralf Dahrendorf. Teori ini menggunakan teori
perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelas dalam
masyarakat industri kontemporer. Menurut Dahrendorf, kelas bukan berarti pemilikan sarana
produksi, tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan yang mencakup hak yang absah untuk
menguasai orang lain. Kelompok kepentingan (interest group) lahir dari kepentingan individu
yang mampu berorganisai. Prosesnya berjalan dari perubahan semu (quasi group) yaitu
kelompok yang terdiri dari orang yang punya kesadaran kelas (latent), menjadi kelompok
kepentingan (manifest) yang mampu memberi dampak pada struktur sosial. Menurut Dahrendorf,
untuk mengendalikan pertentangan-pertentangan, harus melalui institusionalisasi yang efektif
daripada melalui penekanan, untuk mencegah meledaknya pertentangan dan disintegrasi.
Beranjak dari teori tersbut, dapat dianalogikan bahwa kelompok pelanggar hukum (Perda) yang
umumnya adalah kelompok penduduk musiman sebagai masyarakat marginal (pedagang
asongan, joki three in one, gelandangan dan pengemis, wnita tuna susila, dll) merupakan pihak
yang berhadapan dengan pemegang kekuasaan (pemerintah, dalam hal ini seksi trantib).
Kelompok ini berkembang dari e;ompok yang terdiri dari orang yang memiliki kesadaran kelas,
menjadi kelompok kepentingan yang kemudian memberi damapak pada struktur sosial
masyarakat Kebayoran Baru. Kelompok ini melakukan pertentangan-pertentangan demi
kepentingan-kepentingan kelompoknya, demi memperooleh dan mempertahankan eksistensinya
dalam struktur sosial masyarakat Kebayoran Baru.
Dengan melihat hasil penelitian yang kami peroleh, telah tergambar jenis jenis konflik yang
terjadi dalam pelaksanaan tugas seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru, faktor-faktor
penyebabnya, serta upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi konflik yang terjadi tersebut.
Namun demikian nampaknya upaya yang dilakukan belum maksimal, karena ternyata konflik-
konflik yang sejenis masih terus berlangsung.
Yang perlu dicermati dalam penanganan konflik yang terjadi tersebut adalah, selain adanya
upaya peningkatan kualitas terhadap upaya penanganan konflik tersebut juga peningkatan
pemahaman akan akar permasalahan dan upaya kajian secara kontinyu, serta peningkatan
koordinasi antar pihak terkait, termasuk masyarakat Kebayoran Baru, untuk bersama-sama
memperoleh jalan keluar yang terbaik.
Permasalahan dan konflik yang terjadi dalam pelaksanaan tugas seksi Tramtib Kecamatan
Kebayoran Baru ini akan memberi dampak terhadap kondisi keamanan dan ketertiban
masyarakat secara umum, yang merupakan tugas dan tanggung jawab pihak Kepolisian. Untuk
itu, pemahaman akan permaslahan dan konflik yang terjadi dalam pelaksanaan tugas seksi
Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru akan sangat membantu terhadap kelancaran dan
keberhasilan tugas Polri.
Beberapa rekomendasi yang dapat kami sampaikan berdasarkan hasil penelitian yang kami
dpatkan adalah sebagai berikut :
1.Perlu dlakukan upaya peningkatan kualitas koordinasi antar pihak terkait dalam pelaksanaan
tugas seksi Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru. Misalnya dengan Polsek, Koramil dan aparat
penegak hukum lainnya, serta pihak-pihak lain. Koordinasi tidak sebatas formalitas saja, namun
bertindak lanjut dengan saling memahami lingkup tugas dan kewenangan masing-masing pihak.
2.Perlu kajian yang mendalam dan menyeluruh terhadap permaslahan yang terjadi, terutama
terhadap akar permasalahannya, sehingga upaya yang dilakukan dapat berjalan efektif, efisien
dan maksimal.
3.Perlu adanya keterbukaan untuk saling berdialog, berkomunikasi dan saling memberi masukan
atau informasi, baik antar instansi maupun dengan masyarakat yang dilayani. Sehingga tercipta
hubungan yang harmonis, saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain.

V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa permasalahan dan
konflik yang terjadi dalam pelaksanaan tugas oleh aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru.
Permasalahan tersebut dapat dikelompokan menjadi permasalahan dan konflik dalam
pelaksanaan penegakkan hukum (Perda), permasalahan dan konflik dalam pelaksanaan
pembinaan hukum (Perda), permasalahan dan konflik dengan kelompok masyarakat tertentu
(organisasi massa), dan permasalahan dan konflik yang terjadi dengan Instansi lain yang
mengemban tugas penegakan dan pembinaan hukum di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.
Permasalahan-permasalahan tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, yang pada intinya
adalah karena adanya perbedaan kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya terkait
dengan penegakkan dan pembinaan hukum.
Sesungguhnya telah dilakukan upaya-upaya untuk megatasi permasalahan dan konflik yang
terjadi, namun nampaknya upaya tersebut belum dilaksankan secara maksimal, sehingga belum
dapat membrikan hasil yang memuaskan.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah kami laksanakan terhadap permasalahan dan
konflik dalam pelaksanaan tugas aparat Tramtib Kecamatan Kebayoran Baru ini, kami harapkan
dapat menjadi bahan masukan dan kajian untuk upaya yang lebih baik, dan dapat menjadi bahan
perbandingan dalam pelaksanaan tugas-tugas Polri.

Anda mungkin juga menyukai