Studi Pustaka Adaptasi
Studi Pustaka Adaptasi
Oleh
ARI WIBOWO
I34110050
Dosen
Dr. Arif Satria, SP, MSi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa studi pustaka yang berjudul “Strategi
Adaptasi dan Mitigasi Nelayan di Pulau-Pulau Kecil terhadap Dampak
Perubahan Iklim” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak
mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali
sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Bogor, Januari 2015
Ari Wibowo
NIM. I34110050
ii
ABSTRAK
Ari Wibowo. Strategi Adaptasi dan Mitigasi Nelayan di Pulau-Pulau Kecil
terhadap Dampak Perubahan Iklim. Dibawah bimbingan ARIF SATRIA
ABSTRACT
Ari Wibowo. Fisher’s Adaptation and Mitigation Strategies in small islands to the
Impacts of Climate Change. Supervised by ARIF SATRIA
Oleh
ARI WIBOWO
I34110050
Dosen
Dr. Arif Satria, SP, MSi
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Ari Wibowo
Nomor Pokok : I34110050
Judul : Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Dampak Perubahan Iklim
Di Pulau-Pulau Kecil,
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Tanggal Pengesahan :
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ii
LEMBAR PENGESAHAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PRAKATA vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penulisan 2
Metode Penulisan 2
RINGKASAN PUSTAKA 3
Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan Iklim pada Ekosistem Pegunungan di
Kabupaten Solok, Sumatra Barat 3
Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis 5
Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu
Belubang 7
Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim: Kasus Desa Tompobulu, Kabupaten
Pangkep, Sulawesi Selatan 8
Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul: Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua
Desa Pesisir Kabupaten Ende 10
Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya Pesisir-Laut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan
Teluk Bone 12
Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL 14
Adaptasi Perubahan Iklim Komunitas Desa: Studi Kasus di Kawasan Pesisir Utara Pulau
Ambon 16
Diretori Data dan Informasi Adaptasi Perubahan Iklim – Informasi, Sinergi dan Efektifitas
Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia 18
Pola Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Iklim 20
ANALISIS DAN SINTESIS 22
Perubahan Iklim 22
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Lingkungan & Aktivitas Nelayan 22
Kondisi Sosial-Budaya & Ekonomi Nelayan Indonesia 25
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim 28
KESIMPULAN 30
DAFTAR PUSTAKA 32
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indikator Perubahan iklim dan dampaknya pada aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi pesisir……………………..………………………………………24
Tabel 2 Matriks Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Nelayan……………………27
Tabel 3 Strategi Adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan iklim
dari beberapa aspek…………………………………………………29
Tabel 4 Dampak dan Strategi adaptasi-mitigasi terhadap perubahan iklim…………29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir Pustaka Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan
Iklim pada Ekosistem Pegunungan ………………………………..………………….4
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pustaka Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan
Ekologis……………………………………………………………………………….6
Gambar 3 Kerangka Berpikir Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap
Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang …………………………………….8
Gambar 4 Kerangka Berpikir Pustaka Pertanian Skala Kecil Versus Dampak
Perubahan Iklim…………………………………………..………………………….10
Gambar 5 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di
Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende ……………………..…………………………...12
Gambar 6 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim, Potensi Sumber Daya Pesisir-
Laut dan Degradasi Lingkungan di Kawasan Teluk Bone ……..…………………...14
Gambar 7 Kerangka Berpikir Pustaka Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir
Terhadap Perubahan Iklim dan Degradasi SDL ……………..……………………...15
Gambar 8 Kerangka Pemikiran Penulis……………………………………………...18
Gambar 9 Kerangka Analisis Untuk Penelitian……………………………………...31
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Studi Pustaka yang berjudul “ Strategi
Adaptasi Nelayan Terhadap Dampak Perubahan Iklim Di Pulau-Pulau Kecil ”
dapat terselesaikan dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi
syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa Studi Pustaka ini dapat terselesaikan dengan baik
karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Arif Satria, SP MSi, dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik,
dan motivasi selama proses penulisan Studi Pustaka ini.
2. Keluarga tercinta, Ayahanda Suparno, Ibunda Sundari, dan Adik-adikku Jauhar
Sholikin dan Tri Dewi Arianti yang dengan segenap jiwa dan raganya selalu memberikan
semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis.
4. Kepada NIM I34120091 yang selalu mendoakan dan menginspirasi semangat kepada
penulis.
3. Keluarga IKMP (Ikatana Keluarga Mahasiswa Pati) yang telah memberikan bantuan
dan dukungan selama penulis berada di perantauan.
4. Sahabat-sahabatku atas persahabatan luar biasa yang kalian berikan.
5. Teman-teman seperjuanganku dalam studi pustaka Lucky Setiawan, Khoirunisak, dan
Soraya F atas bantuan dan motivasinya selama ini.
6. Keluarga Satgas Ksatria (Kesatuan Aksi Anti Narkotika IPB), Madani Violin Institut
(Muhammad Nuramin), Teater Uptodate Fema, Keluarga Shafa Violin, Agrishimphony
Band, Bidikmisi Music Band dan KEMENTERIAN SENI & BUDAYA BEM KM 2015-
2016 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
7. Keluarga BEM KM IPB 2015-2016 dan Sayogyo Institut (Khususon Kakanda Eko
Cahyono), yang memacu penulis untuk memunculkan ide-ide baru dan menularkan
semangat baru.
8. Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat (SKPM) angkatan 48 yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa
menerima penulis apa adanya menjadi bagian dari mereka.
9. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan
kerjasamanya selama ini.
Penulis berharap studi pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kesalahan,
untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
Bogor, Januari 2015
Ari Wibowo
NIM. I34110050
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isu perubahan iklim akhir-akhir ini menjadi isu menarik diperbincangkan baik
ditingkat global maupun lokal. Indonesia adalah Negara yang memiliki kerentanan
tinggi terhadap perubahan iklim (Diposaptono, 2009). Saad (2013) menyatakan
bahwa hal ini berkaitan dengan Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan
terbesar di dunia dengan dengan jumlah Pulau Sebanyak 17.504 pulau . Dari jumlah
tersebut ternyata hanya sekitar 12,38 persen atau sekitar 2.342 pulau saja yang
berpenghuni. Sisanya 87,62 persen atau sebanyak 15.337 pulau tidak berpenghuni 1.
Kerentanan Indonesia juga disebakan faktor aktifitas manusia yang kurang peduli
terhadap aspek keberlanjutan lingkungan, yang terlihat konversi hutan secara besar-
besaran tanpa mengindahkan keberlanjutannya, penggunaan bahan bakar fosil, dan
pembukaan mangrove di wilayah pesisir serta perusakan terumbu karang yang masif
dilakukan (Hidayati, 2011).
Diposaptono (2009) menyebutkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan
perubahan fisik lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain
berupa intrusi air laut ke darat, gelombang pasang, banjir, kekeringan, genangan di
lahan rendah, dan erosi pantai. Perubahan fisik tersebut tentunya mengimbas pada
segala sektor kehidupan dan penghidupan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perubahan fisik tersebut berdampak pada morfologi pantai, ekosistem alamiah,
permukiman, sumberdaya air, perikanan dan kondisi social-ekonomi maupun budaya
masyarakat.
Melihat dampak perubahan iklim di Indonesia, kategori masyarakat yang
paling rentan adalah masyarakat di pedesaan khususnya masyarakat pesisir dan
pulau-pulau kecil (Numberi, 2009). Pada dasarnya nelayan dalam kegiatan sehari-
hari sangat bergantung pada tabiat alam. Perubahan pada alam yang drastis dan yang
sulit untuk diantisipasi, selanjutnya akan menambah kepanikan terhadap kejutan alam
yang siap melenyapkan tanaman atau hasil tangkapan mereka. Masyarakat nelayan
mereka hidup dalam ketidakpastian hasil matapencahariannya, karena mereka
bergantung pada alam (musim dan cuaca). Dengan adanya imbas dari perubahan
iklim yang berpengaruh secara langsung terhadap lingkungannya, menjadikan
ketidakpastian tersebut semakin meningkat terhadap aspek penghidupan nelayan.
Berdasarkan pemaparan kondisi masyarakat nelayan Indonesia dan adanya
perubahan iklim yang terjadi, sebagai bentuk solusi dalam memberikan daya dukung
terhadap masyarakat dan lingkungan, perlu adanya kajian khusus yang tepat bagi
masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut. Persiapan dan pelaksanaan
strategi adaptasi yang tepat dalam menghadapi perubahan iklim dan degradasi SDAL,
sehingga masyarakat tidak rentan dengan kondisi yang baru ini. Berbagai bentuk
strategi adaptasi yang tepat dalam menanggapi adanya perubahan iklim ini perlu
diantisipasi semua aktor baik itu pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri.
Tujuan Penulisan :
1
Simak http://kkp.go.id pada 15 Mei 2013. Dalam judul tulisan “87% Pulau di Indonesia Tidak
Berpenghuni”, data tersebut disampaikan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau
Kecil (KP3K), Kementrian Kelautan dan Perikanan.
2
Metode Penulisan
Metode penulisan studi pustaka ini adalah dengan menggunakan studi literatur
yaitu dengan mengumpulkan data sekunder terkait dengan strategi adaptasi nelayan
terhadap penetapan kawasan konservasi laut daerah. Data yang digunakan dalam
penulisan studi pustaka ini diperoleh dari berbagai sumber rujukan seperti buku,
jurnal, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi yang sesuai dengan topik yang
diangkat. Kemudian data sekunder yang diperoleh disajikan dalam bentuk pemaparan
secara deskriptif dengan cara mengikhtisarkan beberapa rujukan yang berkaitan
dengan topik, kemudian disusun menjadi tulisan ilmiah sesuai dengan sistematika
penulisan yang terdiri dari pendahuluan, ringkasan, analisis dan sintesis, serta
simpulan.
3
RINGKASAN PUSTAKA
STRATEGI ADAPTASI
BERBASIS GENDER
karang. Perubahan ekologis di kawasan pesisir Pulau Panjang terjadi karena: (a)
munculnya pelabuhan-pelabuhan khusus di kawasan pesisir akibat berkembangnya
pertambangan batubara; (b) pembukaan tambak udang dan bandeng oleh masyarakat;
(c) penebangan liar; dan (d) pendirian pemukiman-pemukiman di kawasan pesisir
tersebut; 2) Perubahan ekologis di kawasan pesisir Pulau Panjang berpengaruh pada
kehidupan masyarakat nelayan. Dampak sosialekonomi yang dirasakan oleh nelayan
Pulau Panjang adalah sebagai berikut: Menurunnya keanekaragaman ikan, Hilangnya
substrat, Hilangnya mata pencaharian masyarakat, Menurunnya kesempatan
berusaha; 3) Adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau Panjang dalam mengatasi
dampak perubahan ekologis tersebut lebih didominasi oleh pola-pola adaptasi yang
sifatnya reaktif. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Pulau Panjang meliputi:
Strategi penganekaragaman sumber pendapatan; Strategi penganekaragaman alat
tangkap; Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing ground); Strategi
memanfaatkan hubungan sosial; Strategi memobilisasi anggota keluarga.
PENYEBAB
PERUBAHAN PERUBAHAN
EKOLOGI EKOLOGI
DAMPAK SOSIAL
EKONOMI
STRATEGI ADAPTASI
-Strategi penganekaragaman alat tangkap;
-Strategi mengubah daerah penangkapan (fishing
ground);
-Strategi memanfaatkan hubungan sosial;
-Strategi memobilisasi anggota keluarga
cuaca. Akibatnya, mereka tidak berani melaut dan penghasilan mereka mengalami
penurunan. Kerentanan ini pada akhirnya direspon dengan peralihan mata
pencaharian sebagai nelayan apung. Hal ini dilakukan karena adanya dukungan
ketersediaan sumberdaya timah yang berlimpah di perairan Desa Batu Belubang.
Selain itu dukungan para bos TI terhadap anak buahnya positif sehingga dapat
memberikan jaminan akses finansial secara informal yang disesuaikan dengan
pendapatan mereka. Dalam peralihan ini pengaruh eksternal yakni perubahan
kebijakan pemerintah dan perubahan harga komoditas timah dan lada di pasar
internasional sangat besar. Harga yang ditawarkan timah pun sangat fantastis dapat
mencapai hingga lebih dari 35 kali lipat (>Rp 70.000) dari harga ikan yang biasa
mereka dapatkan (teri/ bilis, Rp 2.000).
Dilihat dari efektivitasnya, peralihan mata pencaharian menjadi nelayan apung
ini tidak efektif baik dari aspek lingkungan, ekonomi, maupun komunitas. Dari aspek
lingkungan, aktivitas ini menghasilkan sedimentasi lumpur yang merusak ekosistem
pesisir. Dari aspek ekonomi, terjadi peningkatan kapasitas ekonomi akan tetapi hanya
bersifat sementara hingga timah habis. Oleh karenanya, aktivitas nelayan apung ini
juga tidak menjamin keberlanjutan ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2030 ketika
cadangan timah mulai habis, ketahanan masyarakat akan semakin sulit terbentuk
dengan komunitas nelayan yang sudah tidak mampu bertahan karena adanya
kerusakan parah pada ekosistem pesisir sehingga terjadi penurunan kapasitas
ekonomi yang menimbulkan kerentanan baru bagi masyarakat.
Dalam tulisan Karno B. Batiran telah dijelaskan bahwa kelompok yang paling
rentan terpapar perubahan iklim yang disebabkan gas rumah kaca adalah petani kecil
seperti sebagaian petani di Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Dalam data global
disebutkan bahwa terdapat 2,5 miliar penduduk Bumi yang hidup di Sektor Pertanian,
1,5 miliar di antaranya adalah petani skala kecil (FAO 2013). Batiran dalam
tulisannya ini menjelaskan bagaimana kemanjuran pertanian skala kecil dalam
menghadapi berbagai ancaman, termasuk perubahan iklim. Tulisan ini didasari
asumsi bahwa sejak dahulu sistem pertanian skala kecil sudah menjadi sistem
pertanian dan pangan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya, biodiversitas, dan
mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya lokal. Prinsip tersebut menunjukan
bahwa pertanian skala kecil lebih bertahan dari berbagai macam perubahan baik
perubahan ekonomi, social budaya (misalnya globalisasi pasar komoditas pertanian)
sampai perubahan ekologi dan demografis.
Tulisan ini berusaha memaparkan relasi antara pertanian skala kecil dan
perubahan iklim, lalu memperkenalkan profil pertanian di Desa Tompobulu, temasuk
bagaimana perubahan sistem pertanian dan anomaly cuaca berefek terhadap sistem
pertanian dan pangan warga. Selanjutnya tulisan ini juga memaparkan serangkaian
perubahan sistem pertanian yang diusahakan oleh sekelompok petani di desa, berikut
efek langsung dan potensinya dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak
perubahan iklim.
Dari tulisan ini dijawab dengan hasil penelitian yang dilakukan yakni,
perubahan sistem pertanian dan anomali cuaca berefek terhadap sistem pertanian dan
pangan warga, yakni terlihat perubahan pola musim dan cuaca yang jelas tidak
menentu. Anomali cuaca tersebut dimusim-musim yang tidak di prediksi dapat
meningkatkan produksi komoditas tertentu atau sebaliknya malah menurunkan hasil
komoditas tertentu yang ditargetkan. Penulis selanjutnya juga menunjukan bagaimana
strategi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim yang dilakukan petani yakni
mereka mempraktikan kerja kolektif dan pertanian berkelanjutan. Contohnya
pengelolaan air secara komunal, membuat merek dapat mengatur dan mengefisienkan
penggunaan air. Dalam paparan penulis, aspek penting yang dipelajari petani adalah
bagaimana mereka bekerja dalam kelompok, menghidupkan kembali pranata
tradisional yang relevan terutama mengutamakan prinsip komunal, dan yang terakhir
perubahan kesistem dan teknik –teknik baru pertanian organic yang bekelanjutan
dalam hal ini adalah teknik SRI.
ADAPTASI & MITIGASI
Perubahan Sistem (Kembali ke
PRODUKSI Praktik-praktik Kolektif /
PANGAN komunal)
PERUBAHAN -Meningkat Teknik Pertanian yang ramah
IKLIM -Menurun lingkungan dan memperhatikan
sustainabilitas
terjadinya angina dan gelombang pada musim tertentu. Akibatnya,, para nelayan
merasakan ketidakpastian cuaca di laut yang mengakibatkan ketidak pastian waktu
untuk melaut. Berubahnya kecepatan angin membuat perairan disekitar pantai relatif
tenang, sementara nelayan harus mencari bagian laut yang bergelombang untuk
mendapatkan tangkapan karena lebih banyak ikan di bagian tersebut. Hilangnya
terumbu karang akibat penambangan dan pengeboman turut berkontribusi terhadap
hilangnya ikan-ikan karang yang bisa ditangkap nelayan, terutama mereka yang tidak
memiliki alat tangkap yang memadai. Karena itu, mereka harus pergi lebih jauh dari
pantai untuk mencari wilayah laut yang lebih bergelombang.
Nelayan tidak mengetahui secara pasti dimana gelombang dan angin akan
terjadi. Perubahan kondisi tersebut sangat membawa ketidakpastian bagi nelayan.
Teknologi alat tangkap merupakan faktor yang sangat penting untuk memastikan
keselamatan mereka dan kepastian memperoleh tangkapan untuk menajamin
keberlangsungan penghidupan mereka. Demikian juga dengan informasi cuaca dan
keadaan laut yang membantu nelayan memutuskan untuk berlayar diperarian yang
mana. Selama ini nelayan mengandalkan pengetahuan dan pengalaman pribadi dalam
melaut. Mereka mengandalkan kepercayaan tradisional untuk menjelaskan mengapa
peristiwa tertentu terjadi – seperti angina pancaroba dan kecelakaan laut, serta untuk
mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut. Sedangkan untuk
mendapat alat tangkap dan teknologi yang memadai, mereka tidak memiliki
penghasilan yang cukup dan askes terhadap kredit. Untuk memastikan kesiapan
mereka menghadapi perubahan, penting kiranya untuk memperhatikan percampuran
pengetahuan yang mereka kembangkan dengan pengetahuan modern, missal dengan
menggunakan informasi prakiraan cuaca. Selain itu, pengembangan sistem kredit
yang menjangkau nelayan kecil untuk membantu mereka memiliki alat tangkap yang
menjamin keselamatan dan mengembangkan penghidupan juga tidak kalah penting.
12
PERUBAHAN
IKLIM
DAMPAK TERHADAP
KEHIDUPAN NELAYAN
PEMAHAMAN STRATEGI
NELAYAN TENTANG KONDISI EKONOMI
MENGHADAPI
IKLIM PERUBAHAN IKLIM
Gambar 5 Kerangka Berpikir Pustaka Perubahan Iklim dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa
Pesisir Kabupaten Ende
Perubahan Iklim di Kawasan Teluk Bone. Kajian ini menggunakan dua indikator
iklim yaitu suhu dan curah hujan untuk mengetahui variabilitas Iklim dengan data
yang bersumber dari BMKG. Sedangkan pemahaman komprehensif, juga dianalisis
perubahan kalender musim kelompok nelayan. Dari pengamatan data tentang suhu di
Sinjai dan Kab Bone terlihat Peningkatan dan penurunan suhu yang ekstrim ditemui
baik temperature tahunan dan bulanan. Untuk rata-rata curah hujan yang turun
menunjukan kejadian ekstrim, yang diindikasikan dari perubahan volume curah hujan
yang besar hingga mencapai 500mm/bulan bahkan ada tahun tertentu yang hingga
700mm/bulan. Untuk kondisi musim terlihat perubahan pola angin yang tak menentu
dan mengakibatkan nelayan salah memperkirakan kondisi laut. Angin kencang dapat
muncul tiba-tiba di tengah laut ketika nelayan menganggap keadaan laut sudah
tenang.
Selanjutanya penulis juga akan melihat potensi dan degradasi sumberdaya
pesisir dan laut dimana terlihat potensi mangrove, terumbu karang, dan perikanan.
Melihat potensi Pertama, Kawasan teluk Bone memiliki kawasan bakau yang besar.
Masyarakat sadar selain untuk kepentingan ekonomi, mangrove juuga dapat
melindungi mereka dari resiko bencana seperti gelombang tinggi dan angin kencang.
Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana peran semua actor untuk bergerak bersama
untuk merehabilitasi bersama dan menjaga kawasan hutan mangrove agar lestari.
Potensi Kedua, kawasan teluk Bone memiliki bentangan terumbu karang yang sangat
luas. Tapi disisi lain kerusakan terumbu karang semakin bertambahnya tahun terlihat
semakin meningkat sebagai akibat pengeboman dan penggunaan potasium. Potensi
Ketiga, Potensi Sumberdaya perikanan dikawasan perairan teluk Bone terogolong
cukup besar. Terlihat penurunan dari tahun ke tahun, menurut narasumber ini adalah
pengaruh alam, disisi lain juga masuknya air tawar ke dalam kolam, juga persaingan
penambakan ikan yang meningat.
Degradasi sumber daya alam yang terjadi di Teluk Bone, juga berpotensi
terhadap terjadinya bencana. Eksploitasi yang berlebihan di ekosistem mangrove dan
terumbu karang, menjadikan lemahnya fungsi ekologi untuk keseimbangan
lingkunga. Eksploitasi di kedua ekosistem tersebut , ditambah kerusakan ekosistem
bagian hulu dan sekitarnya menyebabkan bencana di kawasan pesisir seperti banjir
dan abrasi.
14
KETIDAK
DEGRADASI
TERATURAN
TEHADAP
CUACA
POTENSI SDA
-Suhu Bencana
PERUBAHAN PESISIR & LAUT
-Curah hujan -Banjir Bandang
IKLIM -Mangrove
-Musim -Abrasi
-Terumbu Karang
-Sumberdaya
Perikanan
Bab ini akan melihat respon masyarakat pesisir berupa adaptasi dan mitigasi
terhadap perubahan iklim dan degradasi sumberdaya pesisir dan (SDL). Adaptasi dan
mitigasi berkaitan erat dengan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap
perubahan iklim dan degradasi SDL. Degradasi SDL dampaknya dirasa sangat
signifikkan oleh kebanyakan masyarakat baik dalam kehidupan ekonominya. Penulis
akan mengawali menjelaskan mengenai rasional dibalik respon masyarakat terhadap
perubahan iklim dan degradasi SDL. Bagian selanjutnya mendiskusikan inti bab yaitu
bentuk-bentuk respon adaptasi mitigasi masyarakat di wilayah pesisir (daratan) dan
kepulauan, khususnya Pulau Sembilan.
Masyarakat pesisir dan pulau di Teluk Bone menggambarkan perubahan iklim
dan degradasi SDL merupakan dua hal yang berbeda. Meskipun, perubahan iklim
dalam skala lokal mempunyai timbal balik hubungan dengan degradasi SDL,
kebanyakan masyarakat masih belum mengetahui dan menyadari keterkaitan antar
kedua unsur tersebut.
Perubahan Iklim ditandai dengan pergeseran cuaca, terutama angin, menurut
tokoh masyarakat dan sebagian anggota masyarakat masih belum signifikan
dampaknya. Sedangkan degradasi SDL ditandai masyarakat dengan kerusakan SDA
dan laut dengan kondisi bervariasi antara wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Degradasi di wilayah pesisir yang mencolok adalah penggundulan hutan mangrove
dibagian pesisir. Kerusakan ini menimbulkan bencana berupa banjir , tanah longsor,
dan abrasi pantai. Berbeda dengan masyarakat pesisir, degradasi di Pulau Sembilan
adalah rusaknya terumbu karang. Hal ini menurut mereka berkaitan erat sebagai
15
RASIONAL DIBALIK
RESPON MASYARKAT
MITIGASI ADAPTASI
MELALUI ADAPTASI MASYARAKAT
MASYARAKAT
PENANAMAN MELALUI PERUBAHAN
MELALUI
MANGROVE KEGIATAN KENELAYANAN
PERUBAHAN
-Dominasi Motif -Perluasan dan Penyesuaian
KEGIATAN
Ekonomi Wilayang Tangkap
PERTANIAN
-Motid Non Ekonomi -Perubahan dan Penyesuaian
Penyesuaian kegiatan
(Perlindungan dari Armada Tangkap
pertanian pangan
bencana) -Penyesuaian Waktu Melaut
Penyesuaian kegiatan
-Diversifikasi Target Jenis Ikan
budidaya tambak
-Penyesuaian Status Nelayan
Tulisan ini ingin melihat kerentanan komunitas terhadap dampak dan risiko
perubahan iklim dari sudut pandang pemahaman dan pengalaman nelayan dan
bagaimana nelayan beradaptasi dengannya. Selanjutnya penulis ingin melihat praktek
adaptasi nelayan menghadapi dampak perubahan iklim dan sejauh mana peran
kelembagaan lokal dalam mengembangkan adaptasi nelayan di tingkat desa.
Penelitian ini merupakan kajian kerentanan dan resiliensi dengan cara yang relatif
baru menggunakan metode kualitatif, dilaksanakan dengan pendekatan eksplorasi,
bukannya mengenalkan. Informasi yang digali dari masyarakat adalah pandangan
(pemahaman) masyarakat terhadap kondisi iklim dan perubahannya yang berlaku di
lokalitas wilayah penelitian, pandangan yang dapat saja berbeda dengan pandangan
ilmuwan.
Nelayan dan semua stakeholder perikanan tangkap di Negeri Asiluli telah
menjadi saksi terjadinya pola musim yang berbeda dalam beberapa tahun terakhir.
Ada tiga pola angin musim yang dikenal nelayan, yakni musim barat, musim timur,
dan musim pancaroba. Saat ini nelayan kesulitan untuk dapat memprediksi secara
tepat kapan pergantian antara satu musim ke musim yang lain. Kalender musim yang
menjadi pedoman secara turun temurun prediksinya kebanyakan tidak tepat lagi. Pola
angin musim yang tidak sama ini membingungkan nelayan dalam menentukan
keputusan pergi melaut. Banyak nelayan yang salah memperhitungkan pola angin
musim ketika berangkat ke laut. Angin musim juga terkait dengan jenis ikan apa yang
sedang banyak dan lokasinya, apakah ikan ada di tengah laut atau di perairan dangkal.
Ketika gelombang dan angin kencang datang tiba-tiba dan nelayan memutuskan
untuk tetap melaut, biasanya nelayan kesulitan memancing ikan. Musim ikan mati
(panen) mundur atau maju sebulan jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Pengetahuan yang mereka jadikan kekuatan utama dalam menopang
nafkah keluarga secara perlahan mulai tidak lagi relevan. Nelayan tidak mengetahui
perdebatan tentang perubahan iklim yang ramai di sisi lain dunia mereka, yang
mereka tahu: mereka harus beradaptasi untuk tetap eksis sebagai satu masyarakat.
17
Kerentanan yang dipicu oleh dampak negatif sejauh ini dapat dikurangi oleh
adaptasi yang dilakukan. Sampai di sini, komunitas dapat disebut cukup resilien tetapi
dengan resiliensi yang terbatas (limited resilience) karena ketergantungan yang masih
sangat tinggi pada keramahan sumberdaya alam. Adaptasi yang terlihat sebagai
adaptasi reaktif sesungguhnya adalah adaptasi yang direncanakan (plan adaptation)
mengingat perubahan iklim adalah fenomena yang terjadi dalam proses yang sangat
lama dan bertahap. Faktor yang sangat penting dalam menciptakan keadaan keadaan
yang resilien adalah peran besar lembaga-lembaga lokal yang menfasilitasi tindakan
adaptasi yang dilakukan. Kesuksesan adaptasi perubahan iklim ditentukan oleh
keberadaan dan keberfungsian lembaga lokal ini. Semakin kuat dan mengakar
lembaga lokal maka semakin besar peluang kesuksesan komunitas melakukan
adaptasi perubahan iklim. Sebaliknya, semakin lemah dan ―terasing‖ maka semakin
kecil kemungkinan berhasil melakukan adaptasi. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa
adaptasi perubahan iklim oleh komunitas, karenanya, lebih efektif dibanding adaptasi
yang dikelola oleh pemerintah. Pandangan ini mensyaratkan bahwa dalam
penyusunan kerangka kebijakan adaptasi, komunitaslah yang harus menjadi basis
Pada intinya, keseluruhan strategi itu terjadi dan terus bergerak maju karena
salah satunya dan yang utama, adanya dukungan kelembagaan lokal yang tumbuh
dari komunitas mereka sendiri. Studi ini mengidentifikasi setidaknya terdapat dua
dukungan sosial yang diperoleh: dukungan instrument dalam bentuk bantuan
langsung, bantuan kredit kepemilikan alat tangkap dan bantuan pinjaman biaya
operasional penangkapan; dan dukungan informasi berupa informasi wilayah
konsentrasi ikan, telah mulainya musim ikan mati, jenis umpan yang sedang disukai
ikan Tuna, informasi cuaca dan badai serta informasi lainnya yang terkait dengan
sistem nafkah nelayan.
Secara umum, bentuk lembaga lokal membentuk efek bahaya iklim dalam tiga
hal penting: mereka menentukan bagaimana rumah tangga dipengaruhi oleh dampak
iklim; mereka membentuk kemampuan rumah tangga untuk menanggapi dampak
iklim dan mengejar praktek adaptasi yang berbeda, dan mereka memediasi aliran
eksternal intervensi dalam konteks adaptasi. Nilai kegigihan, ketekunan dan sikap
budaya sebagai penduduk pesisir kepulauan dan nelayan ditambah dukungan
kelembagaan menjadi ―modal‖ yang menguatkan kemampuan adaptasi nelayan
dalam beradaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim. Kemampuan adaptasi yang
kuat membawa masyarakat nelayan pada kondisi yang resilien, dan inilah yang
disebut sebagai resiliensi sosial nelayan. Meskipun masih perlu kajian lebih lanjut
untuk mempertemukan kemampuan adaptasi itu dengan kerentanan yang diakibatkan
oleh perubahan iklim, karena asumsi dasar dari studi ini adalah bahwa tingkat
keparahan dan krisis yang diakibatkan oleh dua sisi: kerentanan dan resiliensi sosial.
18
PERUBAHAN
IKLIM
EKSPOSURE/SINGKAPAN
SENSITIVITAS/KEP
(Tingkat alamiah Kerentanan
EKAAN MERESPON KEMAMPUAN
Suatu Sistem Sosial Terhadap
PERUBAHAN ADAPTASI
Perubahan Iklim)
IKLIM
KERENTANAN STRATEGI
SEMPIT, (Risiko: Potensi ADAPTASI
KURANG kerugian yang tmbul
akibat perubahan
iklim)
SELANG
TOLERANSI
(Tingkat kemampuan
sistem menghadapi
konsekuensi MASYARAKAT RESILEN (Mampu
perubahan iklim) beradaptasi dengan dampak
perubahan iklim melalui
pembelajaran, mengelola risiko dan
LUAS, dampak, mengembangkan
BERTAMBAH pengetahuan baru)
Ringkasan dari buku ini akan melihat bagaiman program yang telah dilakukan
pemerintah dalam kontribusi adaptasi perubahan iklim. Dalam dokumen Rencana
Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011‐2014 disebutkan bahwa
pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010‐2014 secara erat terkait dengan 5
(dari 11) Prioritas Nasional. Salah satunya adalah Prioritas No. 9: Lingkungan Hidup
dan Pengelolaan Bencana; Konservasi dan pemanfaatan lingkungan hidup
mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang keberlanjutan, disertai
penguasaan dan pengelolaan risiko bencana untuk mengantisipasi perubahan iklim.
Disamping 5 Prioritas Nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga terkait
dengan Pengarusutamaan dan Lintas Bidang, yakni Pengarusutamaan Pembangunan
Berkelanjutan; Lintas Bidang Perubahan Iklim Global dan Lintas Bidang
Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan. Salah satu pendekatan arah kebijakan
Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung kebijakan nasional adalah
pendekatan pro‐sustainability yang dilakukan melalui upaya pemulihan dan
pelestarian lingkungan perairan, pesisir, dan pulau‐pulau kecil, serta mitigasi dan
adaptasi terhadap perubahan iklim.
Di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), data dan informasi kegiatan
adaptasi perubahan iklim diperoleh dari dua sumber, yaitu: (i) Direktorat Pesisir dan
Lautan, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau‐pulau Kecil, dan (ii) Pusat
Penelitian & Pengembangan Sumber Daya Laut & Pesisir (P3SDLP), Badan
Penelitian & Pengembangan Kelautan & Perikanan. Kegiatan‐kegiatan adaptasi
perubahan iklim yang dilaksanakan oleh Direktorat Pesisir dan Lautan, Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau‐pulau Kecil lebih fokus pada kajian kerentanan
dan pengembangan kapasitas lingkungan dan masyarakat pesisir dalam menghadapi
dampak perubahan iklim. Contoh kajian kerentanan adalah “Kajian Kerentanan (Sea
Level Rise, SLR) di sepanjang Pantura”, yang bertujuan untuk melakukan kajian
kerentanan (Vulnerability Assessment) dampak kenaikan paras muka laut (SLR) di
sepanjang Pantai Utara Jawa. Sedangkan contoh kegiatan pengembangan kapasitas
lingkungan dan masyarakat pesisir, antara lain adalah “Pilot Climate Resilience
Village di Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang”, yang bertujuan untuk: (i)
menyusun dokumen perencanaan sampai implementasi dengan melibatkan partisipasi
masyarakat, (ii) pelatihan penguatan kelembagaan desa, (iii) memberikan pemahaman
kepada masyarakat lokal tentang dampak perubahan iklim melalui media teater, (iv)
penanaman mangrove di lokasi prioritas desa, dan (v) pembuatan tanggul di aliran
sungai dan tambak.
Kegiatan‐kegiatan yang dilaksanakan oleh P3SDLP mencakup aspek yang
lebih luas selain adaptasi dan mitigasi, yaitu juga terkait dengan kajian dinamika laut
dan selat, transfer teknologi serta studi kebijakan dan kerjasama. Beberapa contoh
kegiatan yang dilakukan oleh P3SDLP diuraikan berikut ini. Kegiatan “Kajian
Dinamika Laut dan Selat” bertujuan untuk mengkaji hidrodinamika massa air dan
interaksi antara laut dan atmosfer dalam rangka pemahaman variabilitas dan
perubahan iklim. Kegiatan “Study Marine Hazard response to Climate Change in
South East Asian region” bertujuan untuk melakukan Komputasi kerentanan pesisir
dengan parameter kajian SLR dengan memperhatikan aspek geologi, geomorfologi,
perubahan garis pantai, tinggi gelombang, pasang surut dan kemiringan pantai. Kajian
20
ini sangat berguna sebagai basis ilmiah untuk mengembangkan kegiatan adaptasi di
wilayah pesisir yang rentan terhadap dampak SLR. Kegiatan “Implementasi
Indonesia Global Ocean Observing Sistem (INAGOOS)” merupakan studi tentang
Konsep kebijakan dan inisiasi implementasi dari pemantauan laut dan pesisir
Indonesia dalam rangka perubahan iklim. Sedangkan “Penerapan IPTEK untuk
Pengembangan Model Kawasan Industri Garam Rakyat” bertujuan untuk
memberikan kepada masyarakat petani garam berupa alat/transfer teknologi hasil
penelitian dan pengembangan garam dalam rangka menjaga peningkatan produksi
garam agar tidak terpengaruh oleh dampak perubahan iklim.
Adaptasi dan strategi ekonomi yang dilakukan oleh nelayan dalam mengatasi
dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh perubahan iklim lebih didominasi oleh pola-
pola adaptasi yang sifatnya reaktif. Adaptasi dan strategi tersebut meliputi:
1) Adaptasi iklim berupa mengejar musim ikan ke wilayah lain.
2) Adaptasi sumberdaya pesisir dengan mencari hasil tangkapan di wilayah
mangrove.
3) Adaptasi alokasi sumberdaya manusia dalam rumah tangga yang meliputi
optimalisasi tenaga kerja rumah tangga, pola nafkah ganda tani-nelayan, serta jasa
pengangkutan menggunakan perahu nelayan.
4) Adaptasi melalui keluar dari kegiatan perikanan (escaping from fisheries)
dengan cara beralih profesi.
22
2
Atau diterjemahkan: “Perubahan iklim ialah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung
oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.”
23
3
Freddy Numberi. 2009. Perubahan Iklim:Implikasi terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil. Hal-56.
24
Tabel 1 Indikator Perubahan iklim dan dampaknya pada aspek lingkungan, sosial
dan ekonomi pesisir
Sumber Indikator Perubahan Iklim Dampak Lingkungan & Sosek
Surtiari perubahan suhu tahunan dan Melelehnya kutub, sehingga
(2011) perubahan suhu dari periode tahun naiknya paras muka air laut
1980-2000 Coral Bleaching (kematian &
pemutihan terumbu karang) selain
akibat juga dari penggunaan kimi
potasium
data perubahan volume curah hujan Hujan Badai, Banjir Bandang &
tahunan dan periodic tahun tahun Abrasi
1980-2000
perubahan pola musim dan pola perubahan pola musim dan angin
angin yang dianut nelayan untuk yang diyakini mengakibatkan
melaut nelayan sulit memperkirakan
kondisi laut. Laut yang dirasa
tenang, tiba-tiba terjadi badai
ataupun angina kencang.
Hal ini menggangu kegiatan
kenelayanan dan keselamatan
nelayan.
Priwardhani hilangnya beberapa hewan yang para nelayan merasakan
(2013) menjadi penanda pergantian ketidakpastian cuaca di laut yang
musim, mengakibatkan ketidak pastian
bergesernya waktu dimulai dan waktu untuk melaut
berakhirnya musim,
tidak terlacaknya angin dan
gelombang yang telah dipercayai
menjadi penada awal dan
berakhirnya musim,
berubahnya kecepatan angin pada
musim-musim tertentu serta jangka
waktu terjadinya angin dan
gelombang pada musim tertentu
Diposaptono Kenaikan Permukaan Air laut Genangan di lahan rendah dan
(2013) Perubahan Pola angin. rawa
Perubahan Hidrologi Erosi pantai
Perubahan Atmosfer dan Suhu air Gelombang Ekstrim dan banjir
Intrusi Air laut ke sungai dan air
tanah
Kenaikan Muka Air Laut
Perubahan pasut dan gelombang
Perubahan endapan sedimen
Pemukiman
Sumberdaya air
Perikanan
Pariwisata bahari
25
“…Ciri perikanan skala besar adalah (a) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan
perusahaan agroindustry di Negara-negara maj; (b) secara relative lebih padat modal; (c)
memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikan sederhana, baik untuk pemilik
maupun awak perahu; dan (d) menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang
berorientasi ekspor. Sementara itu, perikanan skala kecil lebih beroprasi di daerah pesisir
yang tumpang tindih dengan kegiatan budidaya. Pada umumnya, mereka bersifat padat
karya… …Nelayan kecil mencakup berbagai karakteristik nelayan, baik kapasitas teknologi
(alat tangkap dan armada maupun budaya”
Terlihat bahwa karakteristik nelayan kecil mereka masih berteknologi alat
tangkap tradisional, karena secara kondisi ekonomi mereka tidak mampu
membelinya. Biasanya nelayan kecil seperti ini disebut nelayan gurem, dimana
mereka hidup secara subsisten hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
Akan tetapi pada perkembangannya nelayan kecil juga mengkomersialkan hasil
tangkapannya untuk dijual, dimana biasanya mereka setor kepada juragan (boss).
Hubungan nelayan kecil dengan juragannya memiliki ikatan patron-client4 yang
sangat kuat. Hubungan nelayan dengan boss ini berdampak ketergantungan yang
sangat tinggi. Secara tidak sadar kondisi tersebut malah mensengsarakan masyarakat.
Kondisi masyakat nelayan dapat juga dilihat pada aspek ekonomi. Kondisi
ekonomi masyarakat nelayan selalu dipahami sebagai masyarakat yang memiliki
ekonomi lemah. Seperti dikatakan oleh Bailey (1998) dikutip Muflikhati (2010),
bahwa masyarakat nelayan miskin karena profesinya nelayan atau dikenal kemiskinan
endemik, artinya apapun yang dikerjakan oleh nelayan, mereka tetap diartikan
miskin. Hal ini berdasar pada pengartian kemiskinan yang berbeda di masyarakat
sekitar. Menurut Bene (2003) dikutip Muflikhati (2010), kemiskinan nelayan dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu yang menganut paradigma lama yang
menyatakan bahwa kemiskinan nelayan terkait dengan sumber daya alam dan
paradigma baru yang melihat kemiskinan nelayan dari berbagai sisi (multidimensi).
Secara lebih rinci bentuk kondisi sosial-budaya dan ekonomi nelayan akan dijelaskan
pada Tabel 2.
4
Robinson dalam Arif Satria (2001), Menjelasakan bahwa kelas kapitalis (klien) sangat bergantung
pada penguasa (patron) karena penguasa itulah yang memberikan berbagai fasilitas seperti proteksi,
subsidi, serta terciptanya struktur pasar yang monopolistic dan oligopolistic yang sangat
menguntungkan pengusaha atau kelas kapital.
27
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, Perubahan iklim dapat disimpulkan dari beberapa
pustaka yang disarikan penulis bukanlah anomali iklim yang terjadi pada waktu
tertentu, melainkan dapat disebut perubahan iklim apabila terjadi pada periode waktu
yang panjang. Dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim global yang terjadi atau
efek gas rumah kaca memiliki dampak besar dalam bentuk fisik. Dampak fisik yang
terjadi yaitu genangan di lahan rendah dan rawa; erosi pantai; gelombang ekstrim dan
banjir; intrusi air laut ke sungai dan air tanah; kenaikan muka air laut; perubahan
pasut dan gelombang; perubahan endapan sedimen; pemukiman; sumberdaya air;
perikanan; serta pariwisata bahari.
Selanjutnya perubahan iklim juga berdampak pada aktifitas nelayan. Dampak
yang tersebut terasa dalam kondisi sosial-ekonomi yang mengganggu kehidupan dan
aktifitas masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Dampak perubahan kondisi
tersebut pada masyarakat pesisir diantaranya mengakibatkan penyebaran penyakit
demam berdarah; kolera dan malaria; terancamnya sumberdaya air tawar penduduk
dan budidaya perikanan; dan menurunnya produksi perikanan tangkap.
Dari kondisi sosial-budaya dan ekonomi, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki hubungan patron klien yang kuat
dengan juragan. Selanjutnya Identitas tempat sebagai unsur pengikat dan pembeda
bagi nelayan. Dalam organisasi kerjanya mereka terkendalan terbatasnya SDM &
lemahnya organisasi. Masyarakat pesisir di pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap
bencana. Dalam kondisi ekonomi, mereka sangat bergantung pada kondisi
sumberdaya alam khususnya laut disekitarnya. Selain itu dapat dilihat sifat tangkapan
yang open access membuat nelayan harus berpindah-pindah dan elemen risiko yang
harus dihadapi lebih besar daripada petani darat. Dalam ekonomi juga ikatan patron-
klien pada tengkulak, punggawa dan toke saat musim paceklik dan permodalan
menjadi penolong mereka.
Tentunya dari perubahan kondisi yang ada, masyarakat pesisir memiliki
strategi-strategi yang digunakan untuk mengeram dampak akibat perubahan iklim
tersebut. Inti sari dari beberapa kajian pustaka sebelumnya menunjukan beragam
strategi adaptasi baik pada aspek ekonomi, gender, sosial budaya, Teknologi dan
Teknik Budidaya. Selain melakukan adaptasi, mereka juga melakukan upaya mitigasi.
Upaya ini adalah strategi memanfaatkan bagian alam sebagai alat untuk menahan laju
dampak perubahan iklim yang terjadi seperti penanaman mangrove dan perbaikan
terumbu karang.
31
Dampak Ekologi
-Rusaknya Mangrove
-Terumbu Karang
-Sumberdaya Perikanan
Kondisi Sosial,
MITIGASI Ekonomi & Budaya
-Perbaikan dan
penanaman mangrove
-Perbaikan terumbu
karanga
STRATEGI
ADAPTASI
-Ekonomi
-Gender
-Teknologi dan Teknik
Budidaya
-Sosial Budaya
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka analisis yang telah dibentuk, dapat dibangun beberapa pertanyaan
spesifik yang dapat diangkat dalam topik penelitian selanjutnya. Rumusan pertanyaan
untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kondisi lingkungan pesisir dan
pulau-pulau kecil?
2. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap aktivitas masyarakat pesisir dan
pulau-pulau kecil?
3. Bagaimana kondisi Sosial dan ekonomi nelayan khususnya di pulau-pulau
kecil Indonesia?
4. Bagaimana bentuk strategi adaptasi dan mitigasi nelayan dalam menghadapi
perubahan iklim dan degradasi sumberdaya alam laut.
32
DAFTAR PUSTAKA
Batiran KB. 2013. Pertanian Skala Kecil Versus Dampak Perubahan Iklim: Kasus
Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Journal
Transformasi Sosial – Wacana. 5 (29) : 91-12. Yogyakarta (ID): Insist Press.
Diposaptono S, Budiman, dan Firdaus A. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bogor (ID): PT. Sarana Komunikasi
Utama.
Helmi A dan Satria A. 2012. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan
Ekologis. Journal UI - Makara [Internet]. [diunduh 10 November 2014]; 16(1)
: 68-78. Depok (ID). Dapat diunduh di
http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/view/1994 .
Hidayati D. 2011. Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan Iklim
dan Degradasi SDL. Adaptasi & Mitigasi Masyarakat Pesisir : 120-155.
Jakarta (ID): Leuser Cita Pustaka.
Impron et. al. 2012. Diretori Data dan Informasi Adaptasi Perubahan Iklim –
Informasi, Sinergi dan Efektifitas Kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim di
Indonesia (Sub Bab Kementerian Kelautan dan Perikanan). [Internet].
[diunduh 10 November 2014]. Jakarta (ID). Dapat diunduh di
http://dnpi.go.id/DMS.V3/download.php?id=374 .
Marfirani R dan Adiatma I. 2012. Pergeseran Mata Pencaharian Nelayan Tangkap
Menjadi Nelayan Apung di Desa Batu Belubang. Prosiding Seminar Nasional
Sumberdaya Alam dan Lingkungan [Internet]. [diunduh 10 November 2014];
105-104. Semarang (ID). Dapat diunduh di
http://eprints.undip.ac.id/37618/.
Mudiyarso D. 2005. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan
Iklim. Jakarta (ID) : Penerbit Buku Kompas.
Muflikhati I. 2010. Analisis dan Pengembangan Model Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Dan Kesejahteraan Keluarga Di Wilayah Pesisir Provinsi Jawa
Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pacasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Numberi F. 2009. Perubahan Iklim: Implikasi terhadap Kehidupan di Laut, Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta (ID): Citrakreasi Indonesia.
Patriana R. 2011. Pola Adaptasi Nelayan terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus
Nelayan Dusun Ciawitali, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor [ID]: Repository IPB. Dapat diunduh di
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/47453 .
Priwardhani. 2013. Ketika Kupu-Kupu Kuning Tak Lagi Muncul: Perubahan Iklim
dan Pengetahuan Lokal di Dua Desa Pesisir Kabupaten Ende. Journal
Transformasi Sosial – Wacana. 6 (29) : 113-135. Yogyakarta (ID) : Insist
Press.
Rochmayanto Y dan Kurniasih P. 2013. Peranan Gender dalam Adaptasi Perubahan
Iklim pada Ekosistem Pegunungan di Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
Journal Analisis Kebijakan Kehutanan [Internet]. [diunduh 10 November
2014]; 10(3) : 203-213. Bogor (ID). Dapat diunduh di http://ejournal.forda-
mof.org/ejournal-litbang/index.php/JAKK/article/view/328 .
Saad S. 2009. Bajo Berumah di Laut Nusantara. Jakarta Selatan (ID) : CoremapII.
33
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
Ari Wibowo dilahirkan di Pati, 17 Maret 1993. Penulis merupakan anak
pertama dari ketiga bersaudara dari pasangan Pelda Suparno dan Sundari, SE. Penulis
mengenyam pendidikan di TK Kartika II-5 pada tahun 1999-2000, kemudian
dilanjutkan di SD KARTIKA II-5 pada tahun 2000-2005. Masa remaja dihabiskan
penulis di SMP N 2 Pati pada tahun 2005-2008 dan SMA Negeri 2 Pati pada tahun
2008-2011. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor dengan
jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia melalui jalur tes SBMPTN Undangan (Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri) pada tahun 2011.
Semasa kuliah, penulis turut bergabung ke dalam beberapa organisasi yaitu
Omda IKMP (Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati), Studio Agri-FM (2012-2013) –
Marketing, Forsia (2013-2014)-Staff PSDM, FORSIA (2014-2015)-Staff Kominfo.
Selain pada organisasi formal, penulis juga banyak bergabung di komunitas seperti
Teater Uptodate Fema, Satgas Ksatria (Ksatuan Aksi Anti Narkotika) dibawah
direktorat Kemahasiswaan. Prestasi non kulikuler banyak disandang penulis seperti
Juara III teater bersama teater Uptodate Fema, penampilan performance biola
bersama Shafa Violin, Agri Shimphoni Band, dan Bidikmisi Music Club di acara-
acara nasional. Selain pada kegiatan bermusik minat kegiatan sosial kepemudaan juga
terlihat pada satgas Ksatria IPB. Penulis sebagai steering Satgas Anti Narkoba IPB
dan mendapatkan penghargaan dari BNN sebagai Penyuluh Muda BNN 2014.
Minat penulis terhadap sosial sudah ada sejak SMA dengan beberapa kali
mengikuti kegiatan sosial kepemudaan yang diadakan di sekolah. Sedangkan minat
penulis untuk mempelajari daerah pesisir timbul karena penulis pernah mendalami
masyarakat pesisir selama dua bulan di lokasi KKP (Kuliah Kerja Profesi) Kab.
Natuna, Kepulauan Riau. Penulis melihat bahwa lokasi pesisir khususnya small
island masih sedikit yang mengkaji. Program KKP FEMA memberi penulis untuk
mempelajari pesisir lebih kompleks dan mendalam serta memiliki pengalaman turun
lapang ke beberapa wilayah pesisir melihat kondisi biologis maupun sosial
masyarakat pesisir.