Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

SUSU

Disusun Oleh :

1. Evitha Latifah (J 310 120 054)

2. Ayu Yahya Kusuma (J 310 120 062)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014
MODUL VI
MENGHITUNG JUMLAH BAKTERI PADA SUSU

A. TUJUAN
1. Mengetahui pembuatan piaraan tuang dari sampel air susu melalui
pengenceran dari terendah ke tertinggi.
2. Menjelaskan penentuan Total Plate Count (TPC) berdasarkan perhitungan
jumlah mikrobia pada susu berdasarkan pengencerannya
3. Mengetahui dan menjelaskan cara pelaporan jumlah mikrobia berdasarkan
Standar Plate Count (SPC)

B. PENDAHULUAN
Mikrobiologi adalah ilmu pengetahuan tentang perikehidupan
makhluk-makhluk kecil yang hanya kelihatan dengan mikroskop, makhluk-
makhluk kecil itu disebut dengan mikroorganisme, mikroba, protista atau
jasad renik. Peran mikroorganisme didalam kehidupan ternak dan manusia ada
yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu nutrient, tersedianya air, pengaruh
suhu, pengaruh konsentrasi ion Hidrogen (pH), dan pengaruh oksigen.
Organisme mikroskopis adalah organisme yang hanya bisa dilihat
dengan menggunakan mikroskop. Salah satunya adalah bakteri yang
merupakan organisme mikroskopis. Keadaan bakteri di alam ini ada yang
bersifat menguntungkan dan ada yang bersifat merugikan bagi kepentingan
manusia. Bakteri yang menguntungkan dan merugikan bagi kepentingan
organisme akuatik perlu dipelajari supaya bakteri yang menguntungkan,
keberadaannya (kapasitas jumlahnya) dapat diperbanyak sedangkan untuk
bakteri yang merugikan (patogen) jumlah populasinya dapat ditekan dan dapat
dilakukan tindakan pencegahan atau antisipasi infeksi bakteri tersebut (Umam,
2008).
Susu adalah sekresi susu yang praktis bebas dari kolesterum yang
diperoleh dari pemerahan sempurna dari seekor sapi atau lebih. Susu tidak saja
dihasilkan oleh ternak sapi tetapi juga dihasilkan ternak kambing. Susu
merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung
hampir semua zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Susu merupakan bahan
pangan yang tersusun oleh lemak, protein, air, karbohidrat, mineral dan
vitamin-vitamin dengan nilai gizi yang tinggi dan seimbang. Didalam susu
juga terdapat sejumlah mikroba, baik mikroba yang patogen maupun mikroba
non patogen.
Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan
dengan proporsi seimbang, bernilai gizi tinggi, mudah dicerna dan
mengandung semua unsur makanan yang dibutuhkan manusia. Dengan
kandungan nutrisinya yang lengkap, susu merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu susu mudah mengalami
kerusakan. Kandungan protein, glukosa, lipida, garam mineral, dan vitamin
dengan pH sekitar 6,80 menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dalam
susu. Secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 per
ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat
(Setiawati, 2011).
Susu dapat diartikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu mamalia
yang merupakan cairan kompleks yang mengandung komponen zat nutrisi
untuk makanan hewan muda (Malaka, 2007), tidak dikurangi dan tidak
ditambah sesuatu apapun dan diperoleh dengan pemerahan sapi-sapi sehat
secara continue (Malaka, 2007). Susu merupakan salah satu bahan pangan
dengan susunan zat gizi yang hampir lengkap. Kandungan gizi di dalam susu
berupa protein, laktosa, lemak, garam mineral, dan vitamin sangat cocok
untuk pertumbuhan dan perkembangan sel tubuh anak-anak dan mamalia
lainnya, tetapi tingginya kadar gizi di dalam susu juga digunakan oleh
mikroorganisme sebagai media yang ideal untuk pertumbuhannya.
Kualitas mikrobial dalam susu segar sangat penting bagi penilaian dan
produksi produk susu yang berkualitas. Susu dapat disebut telah rusak apabila
terdapat gangguan dalam tekstur, warna, bau dan rasa pada kondisi dimana
susu tersebut sudah tidak patut lagi dikonsumsi oleh manusia. Kerusakan yang
disebabkan oleh mikroorganisme dalam makanan sering melibatkan degradasi
dari zat zat nutrisi seperti protein, karbohidrat dan lemak, baik oleh
mikroorganisme itu sendiri maupun enzim yang diproduksinya. Air susu
mengandung tiga komponen karakteristik yaitu: laktosa, kasein, dan lemak
susu. Disamping mengandung bahan-bahan lainnya misalnya air, mineral,
vitamin, dan lainnya. Banyaknya tiap-tiap bahan didalam air susu berbeda-
beda tergantung spesies hewan; komposisi dipengaruhi oleh banyak sekali
faktor genetic dan lingkungan (Budi, 2006).
Untuk mencegah kerusakan susu akibat mikroba maka dilakukan
berbagai upaya pengawetan antara lain dengan cara sterilisasi, pasteurisasi,
fermentasi dan lain-lain. Faktor penyebab kerusakan susu dapat meliputi
faktor kimia, fisik, dam mikrobiologi. Faktor utama yang mengakibatkan
kerusakan susu adalah faktor kerusakan mikrobiologi. Hal ini karena susu
sangat mudah tercemar oleh mikroba, baik pada waktu proses pemerahan
maupun pengolahan, sehingga menjadikan masa simpan susu relatif singkat
(Koswara (Legowo, 2010).
Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal
dari berbagai sumber seperti kulit sapi, kambing, air, tanah, debu, manusia,
peralatan, dan udara. Air susu yang masih di dalam kelenjar susu dapat
dikatakan steril. Setelah keluar dari kambing/sapi dapat terjadi kontaminasi,
kontaminasi dapat terjadi dari mana-mana yaitu dari kambing, sapi, tubuh
sapi, debu di udara, peralatan yang kotor, dan manusi yang melakukan
pemerahan (Isnaeny, 2009). Pada susu yang telah dipanaskan kontaminasi
bakteri juga masih bias terjadi karena adanya kontaminasi silang dari peralatan
dan air pencuci.
Banyak jenis mikroorganisme tumbuh dan berkembang dengan cepat
pada kondisi kamar, sehingga penanganan awal setelah pemerahan merupakan
perlakuan yang sangat penting untuk menjaga kesegaran dan keawetan air
susu. Mikroorganisme yang ada dalam susu diduga berasal dari udara sekitar,
pekerja dan peralatan, cara pengolahan dan penanganannya. Adanya jenis
bakteri koliform merupakan indikator adanya polusi kotoran dan kondisi
sanitasi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk susu. Adanya
koliform menunjukkan bahwa bahan pangan mengandung bakteri lain yang
bersifat enteropatogenik atau toksigenik yang berbahaya bagi manusia
(Suwito, 2009).
Bakteri yang sering terdapat dalam susu sapi murni meliputi
Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, Bacillus serta E.coli
(Sulistyowati, 2009). Menurut Benson (2002) diacu dalam Sulistyowati
(2009), jumlah bakteri dalam air susu dapat digunakan sebagai indikator
terhadap kualitas susu. Mikroorganisme dalam pangan yang sering dijadikan
sebagai indikator sanitasi pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang
umum ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Kelompok
bakteri Coliform merupakan jenis mikroorganisme yang sering digunakan
sebagai indikator sanitasi penanganan susu (Sulistyowati, 2009). Adanya
kontaminasi coliform dalam susu menunjukkan telah terjadi kontaminasi
kotoran dan sanitasi yang baik terhadap penanganan air susu.
Coliform mengakibatkan adanya kerusakan yang tidak diinginkan
sehingga susu tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk mencegah adanya
kerusakan dan adanya bakteri patogen pada susu diperlukan suatu penanganan
lebih lanjut. Penanganan ini diharapkan dapat member daya tahan yang lebih
lama terhadap susu dan menjamin keamanan susu agar layak untuk
dikonsumsi (Isnaeny, 2009). Pemeriksaan coliform dapat menggunakan
metode Most Probe Number (MPN) dan hitungan koloni dalam cawan
(Suwito, 2010).
Jumlah bakteri E.coli pada susu pasteurisasi tidak diperkenankan lebih
10 koloni/ml. Adanya E. coli pada susu pasteurisasi dapat disebabkan karena
adanya berbagai strain yang resisten terhadap panas, tidak sempurnanya
proses pasteurisasi, serta rekontaminasi setelah proses sterilisasi. Bakteri
pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri
patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Akan menguraikan protein menjadi asam
amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam
dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara lain adalah
B. cereus, B. subtilis, dan B. Licheniformis (Zubaidah, 2011).
Secara alami susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103
per ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat
(Suwito, 2010), namun dengan kondisi lingkungan dan cara pemerahan yang
kurang higienis dapat meningkatkan total jumlah mikroba dan cemaran dalam
susu. Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu
segar adalah Total Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1x 101
cfu/ml, Staphylococcus aureus 1x 101 cfu/ml, Escherichia coli negatif,
Salmonella negative, dan Streptacoccus group B negative, untuk koliform
pada susu segar 2 x 101 MPN/gram dan untuk koliform pada susu pasteurisasi
,0,1 x 101 MPN/gram (Isnaeny, 2009).
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menentukan jumlah bakteri yang
terdapat pada bahan pemeriksaan. Cara yang paling sering digunakan adalah
cara perhitungan koloni pada lempeng biakan (plate count). Disamping itu
terdapat juga atau dapat diadakan perhitungan langsung secara mikroskopis.
Perhitungan cara langsung pada mulanya digunakan untuk menghitung
jumlah mikroba dalam pemeriksaan bakteri yang terdapat dalam air susu,
tetapi dapat digunakan untuk penelitian lain. Dengan cara ini bakteri yang
terhitung adalah baik bakteri hidup maupun mati. Sehingga dengan cara ini
tidak diketahui berapa jumlah bakteri hidup, tetapi pengerjaannya lebih cepat
(Irianto, 2006).
Teknik MPN (Most Probable Number) dilakukan dengan pengenceran.
Suatu larutan yang mengandung mikroba diencerkan terus menerus. Misalnya
dengan larutan yang berisi 1.000 sel/mL, diencerkan 10 kali menjadi larutan
yang berisi 100 sel/mL. lal diencerkan lagi 10 kali, sehingga jumlah sel adalah
10 sel/mL, dan diencerkan 10 kali lagi, sehingga hanya terdapat 1 sel/mL, dan
diencerkan lagi 10 kali tinggal 0,1 sel/ml (Kariani, 20100.
Metode MPN terdiri dari tiga tahap, yaitu uji pendugaan(presumptive
test), uji konfirmasi (confirmed test), dan uji kelengkapan (completed test).
Dalam uji tahap pertama (uji pendugaan/presumptive test), keberadaan
Coliform masih dalam tingkat probabilitas rendah; masih dalam dugaan. Uji
ini mendeteksi sifat fermentative Coliform dalam sampel. Output metode
MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit tumbuh
(growth unit) atau unit pembentuk koloni (colony-forming unit) dalam sampel.
Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagi perkiraan jumlah
individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100mL atau per gram.
Jadi misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah sampel susu, artinya
dalam sampel susu tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 Coliform
pada setiap gramnya. Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi
kualitasnya, dan makin layak minum. Metode MPN memiliki limit
kepercayaan 95 persen sehingga pada setia nilai MPN, terdapat jangkauan
nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Kariani, 2010).

C. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhubungan dengan berbagai
macam mikroorganisme yang dapat menginfeksi yang dapat membahayakan
atau merusak inang. Akan tetapi, agar dapat memahami lebih banyak masalah
dalam mendiagnosis dan pencegahan infeksi, maka perlu diketahui bahwa
mikroorganisme yang telah menemukan tempat yang tetap pada bagian-bagian
tubuh manusia disebut flora normal kita (Djide, 2004).
Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan
sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan
sebagai bahan makanan yang aman serta tidak dikurangi komponen-
komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Saleh, 2004).
Susu adalah sekresi yang berasal dari kambing sapi sehat dan bersih,
yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun. Sedangkan susu segar adalah susu murni yang disebutkan di atas dan
tidak mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya (SNI 01-3141-1998).
Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi produk susu adalah susu –
karena susu adalah bahan baku dari semua produk susu. Susu sebagian besar
digunakan sebagai produk pangan. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan
makanan yang hampir sempurna. Hal ini disebabkan karena susu memiliki
susunan dan perbandingan zat gizi sempurna, kandungan zat gizi lengkap,
mudah dicerna dan diserap darah, serta mutu dan lemak susu lebih tinggi
daripada bahan makanan lain (Sudarwanto 2006).
Bakteri adalah mikroorganisme yang sangat penting karena
pengaruhnya yang membahayakan maupun yang menguntungkan. Bakteri
tersebar luas di lingkungan (di udara, air, dan tanah, dalam usu binatang, pada
lapisan yang lembab, pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan
tubuh atau tumbuhan). Beberapa bakteri bersifat “mortal” artinya dapat
melakukan pergerakan. Bakteri ini memiliki struktur yang menyerupai benang
panjang yang disebut flagella yang tumbuh dan memberan sel. Pertumbuhan
bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu nutrient, temperature,
O2, CO2, cahaya, dan pH. Kelompok bakteri yang penting dalam
mikrobiologi pangan termasuk susu meliputi Pseudomonas, Bacillaceae,
Enterobacteriaceae, Streptatococcaceae, dan Micrococcaceae.
1. Enterobacteriaceae
a. Escherichia coli
E. coli dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
Morfologi dan identifikasi E. coli adalah bakteri gram negative
yang berbentuk pendek (kokobasil), berukuran 0,4-0,7 μm, bersifat
anaerobic fakultatif dan mempunyai flagella peritrikal. Bakteri ini
banyak ditemukan di dalam usus manusia sebagai flora normal (Jawetz
dkk, 2001).
b. Shigella
Shigella dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisi : Pcocaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Shigella
Jenis : Shigella sp
Morfologi dan identifikasi Shigella adalh bakteri gram negative
berbentuk batang, berukuran 0,5-0,7 μm x 2-3 μm dan tidak
berflagella, tidak membentuk spora, bila ditanam pada media agar
tampak koloni yang konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir
utuh. Shigella merupakan bakteri dengan habitat alamiah usus besar
manusia. Disentri basiler atau Shigellosis adalah infeksi usus akut yang
disebabkan oleh Shigella (Jawetz, dkk, 2001).
c. Enterobacter
Enterobacter dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Enterobacter
Jenis : Enterobacter aerogenes
Enterobacter merupakan bakteri aerob berbentuk pendek,
bersifat gram negative, membentuk rantai, mempunyai kapsul kecil,
mortil dengan flagel peritrik, pada media padat koloni bersfat kurang
mukoid dan cenderung menyebar ke seluruh permukaan dapat
membentuk asam dan gas ( Jawetz dkk, 2001).
d. Klebsiella
Klebsiella dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisi : Procaryota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : klebsiella
Jenis : Klebsiella pneumonia
Klebsiella merupakan kelompok bakteri gram negative
berbentuk batang, non motil, koloni besar, sangat mukoid dan
cenderung bersatu pada pergerakan yang lama, meragikan laktosa dan
banyak karbohidrat, negative terhadap tes merah motil (Jawetz dkk,
2001).
e. Pseudomonas
Pseudomonas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Devisi : Procaryoota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Pseudomonadales
Suku : Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas adalah bakteri aerob tetapi dapt mempergunakan
nitrat dan arginin sebagai aseptor electron dan tumbuh sebagai anaerob
yang berbentuk batang, gram negative, bergerak dengan flagel polar,
tidak berkapsul, berukuran 0,8-1,2 μm, tidak memfermentasi laktosa,
tumbuh baik pada 37°C-42°C (Jawetz dkk, 2001).
2. Micrococcaceae
Dua genus yang penting dalam bahan pangan adalah Micrococcus
dan Staphylococcus. Kelompok Staphylococci yang penting dalam
makanan adalah Staphylococcus aureus. Pada waktu pertumbuhan
organism ini mampu memperoduksi suatu enterotoksin yang cukup
berbahaya yang menyebabkan terjadinya peristiwa keracunan makanan
(Jawetz dkk, 2001).
Sistematika Staphylococcus aureus sebagai berikut:
Devisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus (Jawetz dkk, 2001).
Staphylococcus merupakan gram positif, tumbuh dalam kelompok
seperti anggur, berbentuk bulat, tidak motil, tidak membentuk spora dan
tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur, mudah tumbuh pada
berbagai media pembenihan. Pada pembenihan Staphylococcus aureus
berwarna kuning emas, selain itu bakteri ini bersifat anaerob, meragikan
glukosa, tidak meragikan manitol, koagulasi negative dan pada media agar
darah tidak mengalami hemolisis (Jawetz dkk, 2001).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur atau
menghitung jumlah jasad renik yaitu:
a. Perhitungan jumlah sel
 Hitungan mikroskopis
 Hitungan cawan
 MPN (most probable number)
b. Perhitungan masa sel secara langsung
 Cara volumetrik
 Cara gravimetrik
 Turbidimetri (kekeruhan)
c. Perhitungan massa sel secara tidak langsung
 Analisis komponen sel (protein, ADN, ATP, dan sebagainya)
 Analisis produk katabolisme (metabolit primer, metabolit
sekunder, panas)
 Analisis konsumsi nutrien (karbon, nitrogen, oksigen, asam
amino, mineral dan sebagainya)
Pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah metode
hitungan cawan atau TPC. Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila
sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung, dan kemudian dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Metode
ini merupakan cara paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik,
dengan alasam:
1. Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung
2. Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
3. Dapat digunakan untuk isolasi, dan identifikasi mikroba karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai
penampang spesifik (Dwidjoseputro, 2005).
Selain keuntungan-keuntungan tersebut diatas, metode hitungan
cawan juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya,
karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni.
2. Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan
jumlah yang berbeda pula.
3. Mukroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat
dan membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar.
4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung (Dwidjoseputro, 2005).
Dalam metode hitungan cawan, bahan yang dipergunakan
diperkirakan mengandung lebih dari 300 sel mikroba per ml atau per gram,
memerlukan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium agar di
cawan petri. Setelah diinokulasi akan terbentuk koloni dicawan petri
tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik
adalah diantara 30-300 koloni. Pengenceran biasanya dilakukan secara
desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Larutan yang digunakan
untuk pengenceran dapat berupa larutan buffer fosfat, 0,85% NaCl atau
larutan ringer (Dwidjoseputro, 2005).
Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode
tuang (pour plate), dan metode permukaan (surface / spread plate). Pada
metode tuang , sejumlah sampel (1ml atau 0,1ml) dari pengenceran yang
dikehendaki dimasukkan kecawan petri, kemudian ditambah agar-agar cair
steril yang didinginkan (47-50oC) sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan
supaya sampelnya menyebar. Pada pemupukan dengan metode
permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan kemudian sebanyak 0,1 ml
sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar-agartersebur.
Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril. Jumlah
koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut.

(Dwidjoseputro, 2005).
Perhitungan secara tidak langsung : a) Penentuan V total, b)
Turbidimetri c)Penghitungan bakteri hidup (Irianto, 2007).
1. Perhitungan jumlah bakteri secara keseluruhan
a) Menghitung langsung secara mikroskopik
Pada cara ini dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat
kecil untuk digunakan kaca objek khusus yang bergaris.
b) Menghitung dengan cara kekeruhan
Cara ini menggunakan spektropometer atau nefelometer. Dasar
teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorpsi sebanding
dengan banyaknya sel bakteri pada batas –batas tertentu.
2. Perhitungan jumlah bakteri hidup
Perhitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viable count atau
disebut juga sebagai standar plate count didasarkan pada asumsi bahwa
setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi 1
(satu) koloni setelah diinkubasikan dalam, media biakan dan lingkungan
yang sesuai.
Perhitungan jumlah mikroorganisme hidup (viable count) adalah
jumlah minimum mikroorganisme. Hal ini disebabkan koloni yang tumbuh
pada lempengan agar merupakan gambaran mikroorganisme yang dapat
tumbuh dan berbiak dalam media dan suhu inkubasi tertentu.
Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikrobia
di dalam bahan pangan adalah metode hitungan cawan. Prinsip dari
metode hitungan cawan adalah jika sel yang masih hidup ditumbuhkan
pada medium agar, maka sel tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata
tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitung cawan dapat dibedakan
atas dua cara, yaitu metode tuang dan metode permukaan. Pada metode
tuang, jumlah sampel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang
dikehendaki dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian digoyangkan
supaya sampel tersebar merata. Pada metode permukaan, agar-agar steril
dituangkan ke dalam cawan petri setelah membeku sebanyak 0,1 ml,
contoh yang telah diencerkan diinokulasikan pada permukaan agaragar
dan diratakan dengan batang gelas melengkung (hockey stik) steril
(Halimah, 2008).
Perhitungan jumlah mikrobia menggunakan metode hitungan
cawan tuang atau “pour plate count”. Sebanyak 10 g sampel perlakuan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berisi 90 ml air steril (pengenceran
10-1), kemudian diencerkan secara seri. Suspensi sebanyak 1 ml dari seri
pengenceran yang sesuai dipipet dengan menggunakan pipet steril dan
diletakkan pada cawan petri steril kemudian dituangi medium agar (NA,
TJA atau APDA) steril sebanyak 12 – 15 ml yang bersuhu 50 – 55°C.
Cawan-cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37°Cselama 24 jam,
selanjutnya dihitung jumlah koloni mikrobia yang terdapat pada cawan
dengan ketentuan jumlah koloni yang dihitung jumlahnya antara 30 – 300.
Jumlah koloni yang terhitung dikalikan dengan seperfaktor pengenceran
merupakan jumlah mikrobia/g sisa susu (Prastiwi, et al., 2006).
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan
(Total Plate Counts) berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung
tanpa mikroskop. Metode hitungan cawan cukup sensitif untuk
menentukan jumlah mikroorganisme yang masih hidup dengan
menghitung beberapa jenis mikroorgaisme sekaligus mengisolasi dan
mengidentifikasi yang berasal dari suatu mikroorgabisme yang
mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik. Dengan metode TPC
jumlah koloni dalam contoh dihitung sebagai berikut : Koloni per ml atau
per gram = jumlah koloni per cawan x 1/FP (faktor pengenceran)
Selanjutnya cawan petri yang dipilih dan dihitung mengandung jumlah
koloni antara 30-300 (Permana dan Kusmiati, 2007).
Perhitungan koloni untuk menghitung jumlah total pertumbuhan
mikroorganisme kapang dan bakteri dilakukan dengan cara pengenceran.
Pengertian istilah propagul diberikan bagi kapang sebagai struktur
reproduksi dalam bentuk potongan populasi hifa atau miselium.
Sedangkan pengertian koloni diberikan untuk bakteri yang diartikan
sebagai bagian dari populasi individu mikroorganisme dari jenis yang
sama setelah dipisahkan (Permana dan Kusmiati, 2007).
Pengkuran pertumbuhan mikroorganisme dilakukan dengan
metoda cawan. Pronsip dari metode ini adalah sel mikroba yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium sedemikian sehingga mikroba tersebut
akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dan dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Jumlah koloni
mikroorganisme dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC).
Metode ini cukup sensitif karena hanya sel mikroorganisme yang hidup
yang dapat dihitung. Selain itu beberapa sel yang berdekatan dapat
dihitung sekaligus sebagai suatu koloni (Hanafi, et al., 2006).
Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viable count
atau disebut juga standard plate count didasarkan pada asumsi bahwa
setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi
satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan
yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung
dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam
suspensi tersebut. Penghitungan jumlah mikroorganisme hidup (viable
count) adalah jumlah minimum mikroorganisme. Hal ini disebabkan
koloni yang tumbuh pada lempengan agar merupakan mikroorganisme
yang dapat tumbuh dan berbiak dalam media dan suhu inkubasi tertentu
(Hanafi, et al., 2006).
Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viabel count
atau disebut juga standart plate count didasarkan pada asumsi bahwa
setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi
satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan
yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung
dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam
suspensi tersebut (Bibiana, 2008).
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni
sebagai berikut (Djide, 2007) :
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka
pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka yang ketiga
sama dengan atau > 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada
angka kedua. Sebagai contoh, 1,7 x 103 unit koloni / ml atau 2,0 x 106
unit koloni/gr.
2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan < 30 koloni pada cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena
itu, jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung.
Hasilnya dilaporkan sebagai < 30 dikalikan dengan besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di
dalam tanda kurung.
3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan > 300 koloni pada cawan
petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena
itu, jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung.
Hasilnya dilaporkan sebagai > 300 dikalikan dengan faktor
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di
dalam tanda kurung.
4. Jika pada cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni
dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara hasil
tertinggi dan terendah dari dua pengenceran tersebut lebih kecil atau
sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara
hasil tertinggi dan terendah > 2, yang dilaporkan hanya hasil yang
terkecil.
Perhitungan mikroskop bias dilakukan dengan metode breed dan
petrof-houser. Metode Breed sering dilakukan untuk menganalisa susu
yang mengandung baktrei dalam jumlah tinggi. Perhitungan metode
petrof-hourser dilakukan secara langsung, dilakukan dengan cara
menghitung jumlah sel yang tampak pada pengamatan menggukan
mikroskop. Teknik ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan mudah dengan menggunakan alat yang disebut counting
chamber(Zubaidah, 2006).
Pertumbuhan diukur dari perubahan jumlah sel atau berat sel.
Jumlah sel dapat dihitung dari jumlah sel tebal yang tidak membedakan
jumlah sel hidup atau mati, dan jumlah sel hidup. Jumlah sel mikroba
dapat ditentukan secara langsung dengan pengamatan mikroskopis dalam
bentuk sample kering yang diletakkan dipermukaan gelas benda dan dalam
sampel cairan yang menggunakan metode Counting Chamber ( Yatim,
2009).

D. METODE
a. Alat dan Bahan
1. Alat
 Pipet ukur
 Lampu Bunsen
 Tabung reaksi
 Rak tabung reaksi
 Cawan petri
 Korek api
 Cawan petri
 Incubator
 Botol semprot
 Kapas
 Colony counter
 Vortex
2. Bahan
 NA
 Alkohol 70%
 Spiritus
 Air susu : susu SGM, Yakult, UHT, dan Sugarli
 Aquadest
b. Cara Kerja

Sterilkan Tangan dan meja

Pengambilan 1 ml sampel cair (yakult)

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

Penuangan masing-masing cawan petri


dengan media NA suhu 45°C (hangat-hangat kuku)

Homogenkan dengan cara memutar cawan petri membentuk angka 8,


ke kanan dan kekiri atau kedepan dan ke belakang

Inkubasi pada suhu 37°C selama 2 x 24 jam

Mengamati koloni pada cawan dengan pengenceran 10-4 dan 10-5

Menghitung banyaknya koloni menggunakan colon counter


dan berdasarkan Standar Plate Count
Tabel Hasil Pengamatan
a. Tabel Hasil Perhitungan jumlah Mikroba

No Gambar Jumlah
1

10-4
Jumlah koloni = 471
Jumlah koloni > 300
Tidak masuk syarat perhitungan

10-5
Jumlah koloni = 100
Koloni per ml = jumlah koloni pengenceran 1
Faktor pengeceran
Koloni per ml = 100 1
10-5
Koloni per ml = 100 1
1
105
Koloni per ml = 100 x 105
Koloni per ml = 10.000.000
Koloni per ml = 1,0 x 107
Pengenceran
No 10-4 10-5 SPC Keterangan
Syarat 30-300
1 471 100 1,0 x 107 471 > 300
100 < 300

E. PEMBAHASAN
Analisis kuantitatif pada bahan pangan sangat penting untuk
mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses pengawetan yang
akan ditetapkan pada bahan pangan tersebut. Adapun sampel yang digunakan
kelompok kami pada praktikum kali ini adalah yakult. Metode perhitungan
yang digunakan untuk menghitung mikroorganisme adalah metode Agar
cawan.
Yakult merupakan minuman prebiotik, yatiu minuman yang
mengandung mikroorganisme hidup yang secara aktif dapat meningkatkan
kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi
dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai. Hal ini sesuai dengan
Anonim (2008), bahwa yakult dibuat dengan cara fermentasi susu bubuk skim
yang mengandung bakteri asam laktat hidup Lactobacillus casei Shirota strain.
Yakult merupakan susu fermentasi yang berasal dari Jepang dan
ditemukan oleh Dr. Shirota sejak tahun 1930. Yakult merupakan produk susu
fermentasi dengan menggunakan starter tunggal yaitu Lactobacillus casei.
Kecepatan pertumbuhan bakteri ini tergolong cukup lambat dibandingkan
dengan Dornic atau 0,5% asam laktat°bakteri sejenisnya yaitu berkisar 50
setelah 48 jam. Bakteri Lactobacillus casei berbentuk batang tunggal dan
termasuk golongan bakteri heterofermentatif, fakultatif, mesofilik, dan
berukuran lebih kecil dari pada Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus
acidophillus, dan Lactobacillus helveticus. Bakteri Lactobacillus casei akan
merubah ribosa menjadi asam laktat dan asam asetat. Pembuatan yakult adalah
dengan cara disterilisasi terlebih dahulu pada suhu 140 selama 3 sampai 4
detik, kemudian ditanamkan Lactobacillus casei C selama dua hari. Nilai gizi
(Strain shirota) diinkubasi pada suhu 37°C yakult yaitu protein 1,2%; lemak
0,1%; mineral 0,3%; karbohidrat 16,5%; air 81,9%; dan nilai kalori tiap 100
gram. Menurut Legowo dan Mahananni (2008), Lactobacilllus casei adalah
galur unggul yang mudah dan cocok untuk dikembangbiakkan dalam
minuman dasar susu. Selain bakteri ini mampu bertahan dari pengaruh asam
lambung, juga mampu bertahan dalam cairan empedu sehingga mampu
bertahan hidup hingga usus halus.
Untuk melaporkan hasil analisis mikrobiologi dengan cara hitungan
agar cawan digunakan suatu standard yang disebut Standard Plate Count
(SPC). Sebelum dilakukan perhitungan terlebih dahulu dilakukan pengenceran
pada sampel. Tujuan dari pengenceran adalah untuk memperluas bidang hidup
sampel sehingga memudahkan pada saat perhitungan mikroorganisme.
Pengenceran dilakukan dengan mensuspensikan sampel pada air destilat
sampai 10-5 . Sampel hanya disuspensi pada pengenceran 10-4 dan 10-5 karena
apabila dilakukan pensuspensian pada pengenceran rendah mikroorganisme
menjadi sangat banyak dan sulit untuk dilakukan perhitungan. Sampel dengan
pengenceran 10-4 dan 10-5 dituangkan ke dalam cawan petri dengan
menggunakan pipet ukur yang berbeda sebanyak 1 mL. Penggunaan pipet
ukur yang berbeda bertujuan supaya pengenceran tidak saling tercampur atau
terkontaminasi satu sama lain, setelah itu di tambahkan Na cair kedalam
cawan petri yang sudah diberikan 1 ml pengenceran pada kondisi 10-4 dan 10-
5
.
Metode hitungan cawan yang digunakan, dilakukan dengan
mengencerkan sampel suspensi bakteri ke dalam nutrisi agar. Pengenceran
dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut
dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30
sampai 300 sel mikroba per ml, per gram atau per cm permukaan. Prinsip
pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah
pengenceran yang dilakukan, semakin sedikit jumlah mikroba, dimana suatu
saat didapat hanya satu mikroba pada satu tabung (Waluyo, 2004).
Larutan yang digunakan untuk pengenceran harus memiliki sifat
osmotik yang sama dengan keadaan lingkungan asal mikroba untuk
menghindari rusaknya sel, selain itu juga dijaga agar tidak terjadi perbanyakan
sel selama pengenceran. Pengenceran yang dilakukan dalam percobaan ini
adalah pengenceran decimal yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5. Dan yang
diplating dan diamati adalah pengenceran 10-4 dan10-5. Hal ini karena
diperkirakan koloni yang dibentuk oleh sampel bakteri berada pada jumlah
yang dapat dihitung pada pengenceran tersebut. Selain itu, untuk perhitungan
jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara
desimal. Selanjutnya dari tabung reaksi ke empat dan ke lima dituang ke
dalam cawan petri (penanaman atau plating) menggunakan pipet ukur dengan
media NA secara aseptik. Plating atau penanaman bakteri adalah proses
pemindahan bakteri dari medium lama ke medium baru (Dwijoseputro, 2005).
Pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptik atau steril, baik pada alat
maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikroba
yang tidak diinginkan.
Pada praktikum ini kita melakukan percobaan mengenai metode Total
Plate Count. Pada percobaan ini digunakan sampel Yakult, dimana sangat
memiliki berjuta-juta bakteri, oleh karena itu dilakukan pengenceran.
Pengenceran dilakukan hingga 10-5. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi
populasi mikroba dalam cairan. Pada saat pengenceran sampel cair diambil
menggunakan pipet ukur, agar didapat hasil yang lebih akurat. Dalam setiap
pengenceran, setelah dicampur, campuran divortex agar dapt tercampur rata
disetiap bagian. Fungi vortex adalah ntuk menghomogenkan antara sampel
dan garam fisiologi. Kemudian perlakuan didekatkan di lampu bunsen untuk
tetap berada pada udara yang steril, kemudian setiap mulut alat gelas yang
digunakan selalu dipanaskan untuk menjaga alat dan bahan yang digunakan
tetap steril. Lalu pengenceran, 10-4 dan 10-5 masing-masing dituang dalam
cawan petri berbeda, kemudian dicampur dengan media NA agar mikroba
dapat tumbuh. Lalu diinkubasi selam 24 jam, waktu selama ini merupakan
waktu yang bagus, karena mikroba yang tumbuh tidak memenuhi cawan
apabila terlalu lama dan tidak terlalu sedikit apabla terlalu sebentar. Setelah
diinkubasi, kolini dihitung, koloni dihitung dengan dibantu oleh digital coloni
counter. Prinsip alat ini adalah membantu penglihatan kita dengan
memperbesar menggunakan LUV dan dibantu dengan cahaya dari bawah.
Pada perhitungan mikroba ini dilakukan pengenceran sampel agar
jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri tidak terlalu banyak maupun
terlalu sedikit, yaitu antara 30-300 koloni. Semakin banyak pengenceran,
maka jumlah koloni yang dihasilkan semakin sedikit.
Prinsip dari metode TPC adalah bila sel mikroba yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak
dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dihitung
tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara paling sensitif
untuk menentukan jumlah jasad renik, dengan alasam :
1) Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung
2) Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
3) Dapat digunakan untuk isolasi, dan identifikasi mikroba karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai
penampang spesifik (Dwidjoseputro, 2005).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil pada cawan
petri 10-5 terlihat pertumbuhan mikroba cepat namun tidak lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan mikroba pada cawan petri 10-4 setelah di inkubasi
selama 2 x 24 jam. Pertumbuhan bakteri yakult pada cawan petri dengan
pengenceran 10-4 sangat jauh berbeda dengan pertumbuhan bakteri pada awan
petri 10-5 karena pada cawan petri dengan pengenceran 10-5 terdapat sejumlah
koloni yang tumbuh menyatu dan sulit diperhatikan.
Ada beberapa macam cara untuk menghitung jumlah bakteri, antara
lain dengan menggunakan cawan petri (plate count), hitung mikroskopik
langsung (direct mikroskopic) atau secara elektronis dengan bantuan alat
perhitungan (colony counter). Pada praktikum kali ini digunakan cara hitung
elektronis menggunakan bantuan alat perhitungan yang dikenal dengan nama
colony counter.
Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks bagi
jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel. Untuk
memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk perhitungan koloni
adalah yang mengadung antara 30-300 koloni. Karena jumlah mikroorganisme
dalam sempel tidak diketahui sebelumnya, maka untuk memperoleh sekurang-
kurangnya satu cawan yang mengandung koloni dalam jumlah yang
memenuhi syarat tersebut harus dilakukan sederetan pengenceran dan
pencawanan.
Pada cawan petri dengan pengenceran 10-4 diperoleh perhitungan
jumlah koloni bakteri sebanyak 471, menurut syarat SPC hasil ini tidak masuk
dalam range yang telah ditentukan karena hasilnya lebih besar dari 300.
Sedangkan pada cawan petri dengan pengenceran 10-5 setelah dihitung
menggunakan colony counter diperoleh hasil jumlah koloni bakteri sebanyak
100 koloni, hasil ini telah memenuhi syarat SPC karena jumlah koloni bakteri
masih dalam range 30-300 koloni, sehingga dari hasil ini diperoleh SPC
sebesar 1,0 x 107. Jumlah koloni akan semakin berkurang dari 10-4 ke 10-5
karena jumlah konsentrasi bakteri yang semakin sedikit akibat adanya proses
pengenceran. Pengenceran sendiri dapat berhasil apabila semakin besar
pengenceran dilakukan maka jumlah koloni yang tumbuh akan semakin
sedikit terkait dengan semakin berkurangnya konsentrasi bakteri.
Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri yang diperoleh dapat
dipengaruhi ketika jumlah sampel yang dipipet jumlahnya sedikit serta ketika
pemipetan yang terambil hanya larutannya saja (bukan bakterinya), karena
suspensi tidak teraduk secara merata menyebabkan jumlah mikroba yang
diencerkan kurang sehingga begitu disebar atau dituang menghasilkan jumlah
koloni kurang dari 30 koloni sehingga dinyatakan tidak tumbuh dan bernilai
nol.
Faktor-faktor kesalahan yang sering terjadi saat melakukan percobaan
ini adalah:
1) Ketidak telitian dalam menghitung jumlah koloni
2) Media yang digunakan sudah terlalu lama diluar, jadi media sudah agak
memadat dan tidak rata ketika dicampurkan.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil pengamatan dapat disimpulakan bahwa
praktikan dapat mengetahui dan menghitung jumlah koloni yang terdapat pada
sampel yakult. Hasil yang didapatkan adalah 1,0x107 untuk sample yakult
dengan faktor pengenceran 10-5. Sedangkan sample pada pengenceran 10-4
didapatkan hasil tidak memenuhi syarat SPC karena > 300 koloni yaitu
sebesar 471 koloni.
DAFTAR PUSTAKA

Bibiana W, Lay., 2008, Analisis Mikrobiologi di laboratorium , Raja Grafindo


Persada, Jakarta.
Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. Buku Ajar. Departemen Peternakan FP USU,
Medan
Djide Natsir, 2004. “ Mikrobiologi Farmasi”. Laboratorium Mikrobiologi
Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Djide Natsir, 2007, “Dasar-Dasar Mikrobiologi”, Jurusan farmasi, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Dwijoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Malang.
E. Jawetz, George F. Brooks, Janet S. Butel, Stephen A. Morse.2001. Jawetz,
Melnick and Adelberg's Medical Microbiology. McGraw-Hill (Lange
Medical Books)
Gobel, Risco B. 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Halimah, LK. 2008. Uji Coliform Fecal pada Ikan Lele (Clarias Batracus) dan
Ikan Kakap (Lates Calcarifer) di Warung Tenda Sea Food Sekitar Kampus
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: FMIPAUMS.
Hanafi ND (2004) The Treatment of Silage and Ammonization on Palm Leaves as
Raw Material for Sheep Feed. Depart-ment of Animal Production, Faculty
of Agriculture, University of
Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. CV
Yarma Widya : Bandung.
Isnaeny FY.2009. Total Bakteri dan Bakteri Coliform pada susu Segar dan Susu
Pasteurisasi Hasil Perternakan Sapi Perah . Surakarta: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Isniani, Wiwi. 2006. Fisiologi hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Legowo, S. Mulyani, A M dan Mahananni, A.A. 2008. Viabilitas Bakteri Asam
Laktat, Keasaman dan Waktu Pelelehan Es Krim Probiotik Menggunakan
Starter Lactobacillus casei dan Bifidobacerium bifidum. J Indo Trop Anim
Agric, vol. 33, no. 2, hal. 120-125.
Legowo,ahmad.2010. Parameter Keasaman Susu Pasteurisasi dengan Penambahan
Ekstrak Daun Aileru (Wrightia Caligria). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta : Yogyakarta.
Lukman DW, Purnawarman T.2009. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal
Hewan. Bogor : Bagian Kesehatan Masyarakat Veterier, Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Malaka R. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Makassar : Yayasan Citra
Emulsi
Permana DJ & Kusmiati. 2007. Isolasi Kapang Patogen dari Bahan Kitosan
sebagai Pengawet Makanan Snack Ubi jalar (Ipomea batatas, l). Pusat
Penelitian Bioteknologi. LIPI. Bogor.
Pratiwi, et.al . 2006.Biologi untuk SMA Kelas XII, Jakarta: Erlangga.
Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Medan : USU
Digital Library
Setiawati , budi .2011. Evaluasi mutu yogurt formulasi susu jagung manis –
kedelai. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang. Jurusan
Penyuluhan Pertanian Yogyakarta.
Sulistyowati Y. 2009. Pemeriksaan Mikrobiologik Susu Sapi Murni dari
kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Surakarta: Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sumatera Utara. Digitized by USU digital library.
Suwito W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemati Susu: Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, dan cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian
3(29):96-100.
Suwito,widodo.2009.Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta : Yogyakarta.
Yatim, 2009. Analisis Mikroba Pada Kolam Ikan di Sumatera Utara. Vol. 1 No.2
Zubaidah , elok .dkk.2011. Studi Keamanan Susu Pasteurisasi yang Beredar di
Kotamadya Malang (Kajian dari Mutu Mikrobiologis dan Nilai gizi).
Teknologi Hasil Pertanian.Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya.
Zubaidah, Elok et al. 2006. Mikrobiologi Umum. Universitas Brawijaya, Malang.,

Anda mungkin juga menyukai