Karena penelitian mempunyai sejumlah arti dan dapat diterapkan dalam berbagai
bidang dan konteks, penelitian dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan cara
pandang seseorang. Dengan mengacu kepada sejumlah literatur seperti Abdurrahman
dan Muhidin (2011), Martono (2011), dan Danim (2000) penelitian dapat
dikelompokkan berdasarkan (1) tujuan penelitian, (2) manfaat penelitian, (3) waktu
pelaksanaan penelitian, (4) metode penelitian, (5) sifat penelitian, (6) fokus masalah
yang dikaji.
Menurut Martono (2011) jika ditinjau dari tujuannya, penelitian dapat dibedakan atas
(a) penelitian eksploratif, (b) penelitian deskriptif, dan (c) penelitiam eksplanatif.
Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang hanya dikerjakan dalam satu waktu.
Pada contoh penelitian longitudinal di atas, bisa dilaksanakan secara cross-sectional
yakni dengan cara mengamati sejumlah kelompok manusia, seperti kelompok usia 0-
2 tahun, kelompok 3-5 tahun, kelompok 6-9 tahun, dan seterusnya untuk diteliti
dalam waktu yang bersamaan kemudian pada setiap kelompok usia dicatat ciri-ciri
menonjolnya dengan asumsi bahwa anak yang sekarang usia 0-2 tahun dengan ciri-
ciri tertentu, ketika nanti mereka berusia 3-5 tahun akan memiliki ciri-ciri yang mirip
sama dengan kelompok yang sekarang sedang diteliti, demikian seterusnya. Dengan
demikian pada penelitian cross-sectional tidak memerlukan waktu yang lama
sebagaimana pada penelitian longitudinal.
Penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan ternadap sejumlah individu atau
unit analisis untuk menemukan fakta adat data atau keterangan faktual tentang
fenomena atau perilaku kelompok yang hasilnya dapat digunakan untuk mengambil
keputusan. Ciri pokok dari penelitian survei menurut Singarimbun dan Effendi
91995) bahwa informasi dan data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner dan dilakukan terhadap sampel yang mewakili seluruh populasi. Dengan
demikian, survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Ini berbeda dengan
sensus, yang informasinya dikumpulkan dari seluruh populasi. Pada umumnya yang
merupakan unit analisis dalam penelitian survei adalah individu, meskipun dalam
kasus tertentu, unit analisisnya mungkin berupa pasangan suami-istri atau rumah
tangga. Selanjutnya Singarimbun dan Effendi (1995) menjelaskan bahwa penelitian
survei dapat digunakan untuk maksud (a) penjajagan, (b) deskriptif, (c) penjelasan
hubungan kausal dan pengujian hipotesis, (d) evaluasi, (e) prediksi terhadap kejadian
tertentu di masa yang akan datang, (f) penelitian operasional, atau (g) pengembangan
indikator-indikator sosial. Sedangkan menurut Donald Ary, et al (1982) penelitian
survei dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat
penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melukiskan variabel atau kondisi apa yang
ada dalam suatu situasi atau bisa juga untuk membandingkan kondisi-kondisi tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menilai keefektifan suatu
program, menyelidiki hubungan atai untuk menguji hipotesis.
Penelitian ex post facto yaitu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang
dilakukan untuk meneliti peristiwa yang terjadi dengan merunut ke belakang untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Pada penelitian
ex post facto variabel-variabel yang diamati telah melekat sebagaimana adanya dan
merupakan perwujudan dari perilaku subjek, sehingga variabelnya tidak dapat
dimanipulasikan atau tidak dapat dikendalikan sebagaimana halnya dalam penelitian
eksperimen.
Penelitian sejarah dapat dimaknai sebagai sebuah penelitian dengan tujuan membuat
rekonstruksi masa lampau secara objektif dan sistematik dengan cara mengumoulkan,
mengevaluasi, menjelaskan, dan mensintesis bukti-bukti untuk menegakkan fakta
serta menarik kesimpulan. Menurut Nazir (1988) ada 4 ciri pokok penelitian sejara,
yaitu (a) lebih banyak menggantungkan pada data yang diamati orang lain pada masa
lampau, (b) lebih banyak menggantungkan data primer yang dikritisi secara internal
maupun kesternal, (c) mencari data secara tuntas dan menggali informasi dengan cara
mengaitkan kejadian yang satu dengan kejadian yang lain, dan (d) sumber data harus
dinyatakan secara definitif, artinya disebutkan nama, tempat, dan waktu yang diuji
kebenaran dan keaslinanya dan dibenarkan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi
yang tidak pernah berhubungan.
Jika ditinjau berdasarkan asumsi dasar dan sudut pandang (paradigma) dalam melihat
realita sosial penelitian dapat dibedakan sebagai (a) penelitian kuantitatif dan (b)
penelitian kualititatif. Martono (2011) menjelaskan sekurang-kurangnya ada sembilan
asumsi dasar yang membedakan antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif,
yaitu dari aspek-aspek (a) hakikat keberadaan (ontologi) gejala yang terjadi, (b)
hakikat manusia, (c) hakikat ilmu pengetahuan (epistemologi) kaitannya dengan nilai,
(d) kaitan ilmu dengan berpikir rasional, (e) metode yang ditempuh serta
kemungkinan untuk dibuat generalisasi, (f) cara memandang fungsi teori, (g)
kemungkinan dalam membangun hubungan yang bersifat kausalitas, (h) hakikat
kemanfaatan (aksiologi), dan (i) hubungan antara peneliti dengan objek yang diteliti.
Dari sudut pandangan hakikat keberadaan gejala yang terjadi, penelitian kuantitatif
menganggap bahwa gejala yang terjadi dalam masyarakat itu bersifat nyata dan
memiliki pola aturan yang hampir sama, dalam arti bahwa gejala sosial memiliki
sifat-sifat umum yang hampir sama, bersifat nyata sehingga bisa diamati dan diukur
melalui indikator-indikator tertentu. Sebaliknya, penelitian kualitatif beranggapan
bahwa gejala yang terjadi dalam masyarakat itu hanya bisa dipahami melalui hasil
pemaknaan dan interpretasi individu secara subjektif. Dengan demikian, gejala sosial
yang muncul dalam masyarakat sangat tergantung kepada bagaimana seseorang
memberikan interpretasi.
Penelitian kuantitatif berasumsi bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk
yang rasional dan dapat diatur oleh hukum-hukum yang bersifat universal dan pasif.
Apa saja yang dikerjakan manusia lebih didasarkan kepada apa yang terjadi diluar
dirinya, setiap tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor lain yang ada diluar
dirinya sendiri. Penelitian kualitatif beranggapan bahwa manusia itu pada hakikatnya
adalah makhluk yang memiliki kebebasan yang bersifat aktif sehingga mampu
memberikan makna terhadap semua gejala sosial secara bebas. Jadi perilaku manusia
bukan dipengaruhi oleh faktor lain diluar dirinya, akan tetapi didasarkan kepada
pemaknaan dirinya atas objek yang ada diluar dirinya sendiri.
Perbedaan lain antara penilaian kuantitatif dengan penelitian kulitatif bisa ditinjau
dari kaitan ilmu dengan akal sehat. Peneliti kuantitatif beranggapan bahwa
pengetahuan itu bersumber dari ilmu yang telah mapan sehingga bersifat objektif,
sedangkan peneliti kualitatif beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh mulalui
pemaknaan atas realitas sosial yang tergantung kepada akal sehat.
Penelitian kuantitatif memposisikan teori sesuatu untuk diuji secara empiris melalui
pengumpulan data di lapangan. Dengan demikian, kebenaran atau keberlakuasn
sebuah teori alam diuji atau dibandingkan dengan kenyataan yang ada melalui
analisis data yang dikumpulkan terhadap sejumlah individu. Sebaliknya, pada
penelitian kualitatif memposisikan teori sebagai sesuatu yang akan ditemukan.
Dengan demikian, penelitian kualitatif lebih berupaya untuk menciptakan teori baru
daripada menguji kebenaran sebuah teori yang telah ada.
Menurut Suryabrata ( 1992) jika dikaji berdasarkan sifat-sifat masalah yang teliti,
penelitian dapat dibedakan sebagai (a) penelitian historis, (b) penelitian deskriptif, (c)
penelitian perkembangan, (d) penelitian studi kasus, (e) penelitian korelasional, (f)
penelitian komparaif, (g) penelitian eskperimen, dan (h) penelitian tindakan.
Penelitian korelasional mempelajari hubungan antara dua variabel atau lebih, yakni
sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel
yang lain. Derajat hubungan antara variabel-variabel dinyatakan dalam satu indeks
yang dinamakan koefisien korelasi, yang secara teori nilainya berada pada kisaran
antara -1,00 sampai dengan +1,00.
Penelitian tindakan (action research) adalah kajian tentang situasi sosial dengan
maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Sulipan, 2008).
Dikatakan pula oleh Kemmis dan McTaggart (1988) bahwa penelitian tindakan
adalah suatu bentuk refleksi diri secara kolektif yang dilakukan oleh peserta-
pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-
praktik tertentu maupun terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut.
Berdasarkan pendapat-pendapat tado, jelaslah bahwwa penelitian tindakan dilakukan
dalam rangka agar seorang guru bersedia untuk mengintrospeksi, bercermin,
merefleksi, atau mengevaluasi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai guru
bisa ditingkatkan. Sunendar (2008) menyatakan bahwa penelitian tindakan setidak-
tidaknya memiliki ciri-ciri (a) didasarkan pada masalah yang dihadapi oleh guru
dalam pembelajaran, (b) adanya kolaborasi dalam melaksanakannya, (c) peneliti
sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refeksi, (d) bertujuan untuk memperbaiki
dan atau meningkat kualitas praktik pembelajaran, dan (e) dilaksanakan dalam
serangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Jenis penelitian juga dapat dibedakan berdasarkan latar atau fokus yang dikaji,
misalnya penelitian di bidang pendidikan, penelitian di bidang kedokteran, penelitian
di bidang ekonomi, penelitian di bidang agama, penelitian di bidang bahasa,
penelitian di bidang hukum, penelitian di bidang teknik, penelitian di bidang sosial,
dan lain sebagainya. Untuk selanjutnya masing-masing bidang tersebut dapat dirinci
lagi ke dalam bidang kajian yang secara khusus lebih fokus pada salah satu
subbidang.