Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2015 silam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah resmi
dijalankan sebagai bentuk kerjasama antar negara ASEAN untuk meningkatkan
keadaan perekonomian Negara. Keberadaan MEA menuntut peran aktif dari
pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten/kota.
Peran pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam
pengembangan sektor industri di daerah menjadi sangat penting, sesuai
dengan yang diamanatkan oleh Pasal 10 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian, bahwa setiap Gubernur dan
Bupati/Walikota diwajibkan menyusun rencana pembangunan industri provinsi
dan rencana pembangunan industri kabupaten/kota yang mengacu kepada rencana
induk pembangunan industri nasional dan kebijakan industri nasional.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
didukung dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana Undang-Undang tersebut menuntut pemerintah
daerah untuk melaksanakan desentralisasi yang nantinya dapat memacu
pertumbuhan ekonomi daerahnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya pencapaian kesejahteraan masyarakat dilalui dengan jalan
perubahan-perubahan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya, perubahan
tersebut dilakukan melalui pembangunan industri.
Pembangunan pada umumnya dilaksanakan dengan tujuan antara lain
untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, meningkatkan pendapatan
perkapita dan pemenuhan kebutuhan pokok, serta menghapus kemiskinan,
memperluas kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan
dalam masyarakat, dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan.
[daftar pustaka]
Guna mendorong percepatan pembangunan kawasan dan perekonomian
daerah maka Pemerintah Aceh pada tahun 2011 telah bekerjasama dengan BP
KAPET (Badan Pengelola Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu) dengan
mencanangkan program strategis daerah berupa pembukaan Kawasan Industri
Aceh (KIA) di Ladong Kabupaten Aceh Besar. Kedepannya diharapkan dengan
adanya KIA ini akan dibangun beberapa industri terpadu yang memanfaatkan
sumber daya daerah.
Salah satu sektor industri yang potensial untuk dikembangkan adalah
industri penyamakan kulit. Industri penyamakan kulit adalah industri yang
mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit
wetblue, kulit kras) menjadi kulit jadi (Sri Waskito,1998) [daftar pustaka].
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong
perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Berdasarkan sumber data
dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh[daftar pustaka], Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Aceh dari sektor non migas terus meningkat setiap tahunnya, hal
ini menunjukkan kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
dikatakan dalam teori popular ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi diartikan
sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) tanpa memandang tingkat
pertumbuhan penduduk maupun perubahan struktur ekonomi.[daftar pustaka]

Gambar 1.1 Distribusi Persentase PDRB Seri 2010 Menurut Pengeluaran


Gambar 1.2 Jumlah Konsumsi/Pengeluaran Perkapita Sebulan Pada Tahun 2015

Data statistik berikut menunjukkan jenis pengeluaran/konsumsi


masyarakat Aceh selama satu bulan sebesar 44,8% berupa produk/bahan non-
makanan, hal ini menjelaskan bahwa tingkat kehidupan ekonomi masyarakat tidak
rendah. Secara umum pengeluaran dilakukan untuk mempertahankan taraf hidup,
pada tingkat pendapatan yang rendah, pengeluaran umumnya dibelanjakan untuk
kebutuhan-kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan jasmani.
Konsumsi makanan merupakan faktor terpenting karena makanan
merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Maka
pemasaran produk olahan non-makanan dari kulit seperti baju, tas, sepatu, dll
tentu saja mendapatkan potensi yang baik untuk diperkenalkan pada masyarakat
mengingat besarnya persentase pengeluaran untuk produk non makanan.
Menurut Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, penawaran kulit di pasaran
masih sangat berbanding jauh dengan meningkatnya jumlah permintaan saat ini
dan kedepannya. [daftar pustaka] Oleh karena itu, Indonesia sendiri saat ini untuk
menutupi kekurangan dari permintaan tersebut masih harus mengimpor kulit
dalam bentuk setengah jadi dari negara-negara lainnya untuk memenuhi
kebutuhan pasar kulit nasional. Kementrian Perindustrian (KEMENPERIN)
menyebutkan kebutuhan bahan baku untuk industri kulit dalam negeri adalah
sebesar 20 juta lembar, sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu
menyediakan 5 juta lembar saja. Kekurangan tersebut masih diimpor dari berbagai
negara. [daftar pustaka] Berdasarkan informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
untuk pasar kulit masih sangat terbuka, mengingat dengan meningkatnya
kebutuhan kulit saat ini dan disaat yang akan datang, terutama di bidang fashion
yang tumbuh dengan sangat pesat. Pada Gambar 1.3 dan 1.4 ditampilkan data
sumber daya bahan baku utama dalam penyamakan kulit. [daftar pustaka]

Populasi Ternak
Kabupaten/Kota Sapi Sapi Perah Kerbau
2015 2014 2015 2014 2015 2014
Simeulue 2764 2038 - - 35820 35120
Aceh Singkil 4308 3790 - - 844 770
Aceh Selatan 2293 1858 - - 6185 6148
Aceh Tenggara 4755 4705 - - 543 493
Aceh Timur 69616 51428 - - 10412 14273
Aceh Tengah 8089 6886 24 26 12728 12398
Aceh Barat 5968 5323 - - 22893 19447
Aceh Besar 108084 89421 12 28 30133 25064
Pidie 66869 61408 - - 10836 10807
Bireuen 47980 56422 - - 1946 4124
Aceh Utara 105214 92365 - - 5426 4619
Aceh Barat Daya 2169 1967 - - 4200 6489
Gayo Lues 5954 5126 - 11 9032 8698
Aceh Tamiang 68169 62836 - - 582 582
Nagan Raya 11021 9587 - - 9100 8629
Aceh Jaya 19276 15370 - - 4325 3475
Bener Meriah 3035 1677 21 18 3790 2876
Pidie Jaya 21393 18967 - - 2375 2333
Banda Aceh 2196 1947 4 7 36 79
Sabang 3076 2678 - - 115 111
Langsa 7328 6572 - - 167 155
Lhokseumawe 8028 7044 - - 6 106
Subulussalam 2702 1947 - - 253 107
Jumlah 580287 511362 62 90 171747 166903
Gambar 1.4 data populasi ternak sapi dan kerbau di Aceh
Jenis Ternak yang dipotong
Kabupaten/Kota Sapi Kerbau
2015 2014 2015 2014
Simeulue 43 44 1268 1077
Aceh Singkil 302 499 207 180
Aceh Selatan 345 307 1089 1256
Aceh Tenggara 1204 2209 268 774
Aceh Timur 5708 3714 278 63
Aceh Tengah 592 943 1579 1632
Aceh Barat 278 301 1748 1725
Aceh Besar 14440 15884 4379 4349
Pidie 1108 255 611 133
Bireuen 5006 1384 90 76
Aceh Utara 8014 10149 592 460
Aceh Barat Daya 212 301 446 662
Gayo Lues 140 209 92 169
Aceh Tamiang 3160 3903 8 3
Nagan Raya 225 57 712 63
Aceh Jaya 651 1634 309 424
Bener Meriah 376 336 734 519
Pidie Jaya 886 1773 211 361
Banda Aceh 3654 4495 495 585
Sabang 779 465 109 88
Langsa 2329 95 70 2
Lhokseumawe 2168 754 - 103
Subulussalam 205 297 45 39
Jumlah 51825 50008 15340 14743
Gambar 1.3 Jumlah ternak sapi dan kerbau yang dipotong di RPH Aceh

Aceh yang terletak pada wilayah paling barat Indonesia di luar Pulau Jawa
merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan sasaran pengembangan industri,
mengingat sumber daya yang dimiliki baik bahan baku maupun tenaga kerja yang
dimiliki. Disamping itu jaraknya yang dekat dengan pemasaran internasional
melalui pelabuhan bebas Sabang merupakan potensi yang tidak dapat diabaikan
dalam pengembangan pemasaran ekspor produk.
1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan studi kelayakan adalah agar apabila usaha atau proyek
dijalankan tidak akan sia-sia atau dengan kata lain tidak membuang uang, tenaga,
atau pikiran secara percuma serta tidak akan menimbulkan masalah yang tidak
perlu di masa yang akan datang.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat studi kelayakan adalah penghematan waktu dan biaya evaluasi, sehingga
para investor dapat menentukan apakah proyek masih cukup berarti untuk
diteruskan ataukah harus segera dihentikan. Menurut Sutoyo (1991), secara umum
studi kelayakan mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Aspek hukum.
2. Aspek pasar dan pemasaran.
3. Aspek teknis dan teknologi.
4. Aspek manajemen.
5. Aspek finansial.
Kelima macam aspek tersebut satu dengan lainnya saling berkaitan. Suatu
investasi pada proyek tertentu dapat direalisasi, dibatalkan atau direvisi
berdasarkan atas tinjauan dari aspek-aspek diatas.
BPS.(2018). Populasi Ternak Menurut Provinsi, 2014-2015. Retrieved from
www.bps.go.id:https://www.bps.go.id/subject/24/peternakan.html#subjekViewTab4

Sutoyo, S. (1991).Studi Kelayakan Proyek: Teori dan Praktek. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.

Waskito, S. (1998).Teknologi Peyamakan Kulit. Yogyakarta: Balai Besar Kulit Karet dan Plastik

Anda mungkin juga menyukai