Anda di halaman 1dari 20

5 Jenis Golongan Kation dalam Analisa Kualitatif

Analisis merupakan ilmu kimia yang mempelajari tentang identifikasi suatu spesies,
penentuan komposisi dan elusidasi strukturnya. Berdasarkan tujuannya, analisis kimia dapat
diklasifikasikan menjadi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi suatu spesies dan elusidasi struktur spesies
tersebut. Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah dan komposisi suatu spesies.
Dalam cara H2S kation-kation diklasifikasikan dalam lima golongan berdasarkan sifatsifat kation
tersebut terhadap beberapa pereaksi. Pereaksi golongan yang paling umum dipakai adalah asam
klorida, hidrogen sulfida, amonium sulfida dan amonium karbonat. Berikut adalah penjelasan
kelima golongan kation tersebut.
a. Golongan I
Kation golongan I (Pb 2+, Hg+, Ag+) membentuk endapan dengan HCl encer. Endapan tersebut
adalah PbCl2, Hg2Cl2 dan AgCl yang semuanya berwarna putih. Untuk memastikan apakah
endapan tersebut hanya mengandung satu kation, dua katiom atau tiga kation maka dilanjutkan
dengan pemisahan dan identifikasi kation golongan I, yang caranya dapat dilihat pada tabel
berikut.

Reaksi-reaksi yang terjadipada pengendapan, pemisahan dan identifikasi kationkation golongan I


tersebut adalah sebagai berikut:
1. Reaksi Pengendapan
Ag+ + Cl- → AgCl (s) (endapan putih)
Pb2+ + Cl- → PbCl2 (s) (endapan putih)
Hg2 2+ + 2 Cl- → Hg2Cl2 (s) (endapan putih)

2. Pemisahan
Endapan PbCl2 larut dalam air panas tetapi membentuk kristal seperti jarum setelah dingin.
Sedangkan AgCl larut dalam amonia encer membentuk ion kompleks diamenargentat.
AgCl (s) + 2 NH3 → [Ag(NH3)2]+ + Cl-

Endapan Hg2Cl2 oleh larutan amonia diubah menjadi campuran merkrium (II) amidoklorida dan
logam merkurium yang kedua-duanya merupakan endapan.
Hg2Cl2 (s) + 2 NH3 → Hg (s) + Hg(NH2)Cl (s) + NH4+ + Cl-

3. Reaksi Identifikasi
Pb2+ + CrO4 2- → PbCrO4 (s) (endapan kuning)
Pb2+ + 2 l- → Pbl2 (s) (endapan kuning)
Pb2+ + SO4 2- → PbSO4 (s) (endapan putih)
[Ag(NH3)2]+ + Cl- + 2 H+ → AgCl (s) (endapan putih) + 2 NH4+
[Ag(NH3)2]+ + l- + 2 H+ → AgI (s) (endapan kuning) + 2 NH3

b. Golongan II
Kation golongan II (Hg2+, Pb2+, Bi3+, Cu2+, Cd2+, As3+, As5+, Sb3+, Sb5+, Sn2+, Sn4+) membentuk
endapan dengan hidrogen sulfida dalam suasana asam mineral encer. Endapan yang terbentuk
adalah : HgS (hitam), PbS (hitam), CuS (hitam), CdS (kuning), Bi2S3 (coklat), As2S3 (kuning),
As2S5 (kuning), Sb2S3 (jingga), Sb2S2(jingga), SnS (coklat) dan SnS2 (kuning).

Kation golongan II dibagi lagi menjadi lagi dua sub golongan berdasarkan kelarutan endapan
tersebut dalam amonium polisulfida, yaitu sub golongan tembaga (golongan IIA) dan sub
golongan arsenik (Golongan IIB). Sulfida dari sub golongan tembaga (Hg2+, Pb2+, Bi3+, Cu2+)
tidak larut dalam amonium polisulfida, sedangkan sulfida sub golongan arsenik (As3+, As5+,
Sb3+, Sb5+, Sn2+, Sn4+) larut membentuk garam-garam kation. Ion-ion golongan II B ini bersifat
amfoter, oksidanya membentuk garam baik dengan asam maupun dengan basa. Semua sulfida
dari golongan IIB larut dalam (NH4)2S tidak berwarna kecuali SnS.
Kation-kation golongan II dan kation-kation golongan III sama-sama membentuk endapan
sulfida namun mengapa kation-kation golongan III tidak mengendap pada pengenadapan kation
golongan II?

Pengendapan kation golongan II dan III dibedakan atas dasar pengaturan keasaman. Diketahui
bahwa larutan jenuh H2S mempunyai konsentrasi kira-kira 0,1 M dan tetapan ionisasi asam
sulfida (Ka) adalah 6,8 x 10–23 maka:
Jika konsentrasi kation golongan II dan III masing-masing 0,1 M dapat dihitung garam sulfida
mana yang mengendap. Dari daftar hasil kali kelarutan yang terdapat tabel di atas dapat dilihat
bahwa endapan yang mempunyai hasil kali kelarutan paling besar pada golongan II adalah CdS
yaitu 8,0 x 10-27 sedangkan yang mempunyai hasil kali kelatutan paling rendah pada golongan III
adalah ZnS yaitu 1,6 x 10-23. Bila dihitung hasil kali antara konsentrasi ion Cd2+, Zn2+ dan S2-
adalah sebabagi berikut:
[Cd2+] [S2-] = 0,1 x 1,7 x 10-24 = 1,7 x 10-25
[Zn2+] [S2-] = 0,1 x 1,7 x 10-24 = 1,7 x 10-25
Bila dibandingkan dengan harga Ksp maka:
1,7 x 10-25 > 8,0 x 10-27 berarti CdS mengendap
1,7 x 10-25 > 1,6 x 10-23 berarti ZnS belum mengendap

Dengan diperhitungkan seperti ini untuk keasamaan HCl 0,2 M dengan larutan jenuh H2S
diperoleh bahwa sulfida golongan III yang paling mudah mengendap (ZnS) belum mengendap.
Apabila konsentrasi HCl lebih kecil dari 0,2 M maka ZnS akan ikut mengendap pada
pengendapan golongan II.

c. Golongan III
Sebelum pengendapan golongan ini dilakukan, terlebih dahulu diperiksa adanya ionion
pengganggu (fosfat, oksalat dan borat). Bila ion-ion tersebut ada maka harus dihilangkan
dahulu. Kation golongan III (Co2+, Ni2+, Fe2+, Zn2+, Mn2+, Cr3+, Al3+) membentuk endapan
dengan amonium sulfida dalam suasana netral atau amoniakal. Endapan yang terbentuk adalah
FeS (hitam), Al(OH)3 (putih), Cr(OH)3(hijau), NiS (hitam), MnS (merah jambu) dan ZnS (putih).

Pada pengendapan kation golongan III ditambahkan buffer NH4OH dan NH4Cl (pH basa lemah),
misalnya pH = 9 maka [H+] = 10-9 dan [OH-] = 10-5. Pada konsentrasi ion hidrogen basa lemah
(±10-9) maka

Ini menunjukkan bahwa hasil kali kelarutan semua sulfida golongan III sudah dilampaui. Dalam
tabel hasil kali kelarutan beberapa endapan sulfida dan hidroksida dapat dilihat bahwa
Ksp [M][S2-] < Ksp [M] [OH-]
Dengan demikian untuk kation yang sama akan mengendap sebagai sulfida dahulu.

d. Golongan IV
Kation golongan ini (Ca2+, Sr2+ dan Ba2+) mengendap sebagai karbonatnya dalam suasana netral
atau sedikit asam dengan adanya amonium klorida. Endapan yang terbentuk adalah BaCO3,
CaCO3 dan SrCO3 yang semuanya berwarna putih. Garam logam alkali tanah yang digunakan
untuk pemisahan satu sama lain ialah kromat, karbonat, sulfat dan oksalat.

BaCrO4 hampir tidak larut dalam suasana asetat encer, sedangkan SrCrO4 dan CaCrO4 larut,
maka keduanya tidak diendapkan dalam suasana asam asetat encer.
Ba2+ + CrO42- → BaCrO4 (s)
Dengan menambahakan larutan amonium sulfat jenuh dan memanaskannya maka sebagian
besar SrSO4 mengendap setelah didiamkan. Sedangkan ion Ca2+ mudah diidentifikasi
dengan mengendapkannya sebagai CaC2O4 disusul dengan uji nyala.

e. Golongan V (Golongan Sisa)


Kation golongan V (Mg2+, Na+, K+ dan NH4+). Untuk identifikasi ion-ion ini dapat dilakukan
dengan reaksi-reaksi khusus atau uji nyala, tetapi ion amonium tidak dapat diperiksa dari filtrat
IV.

Luka bakar akibat zat kimia


Terkena larutan asam

1. kulit segera dihapuskan dengan kapas atau lap halus


2. dicuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya
3. Selanjutnya cuci dengan 1% Na2CO3
4. kemudian cuci lagi dengan air
5. Keringkan dan olesi dengan salep levertran.

Terkena logam natrium atau kalium

1. Logam yang nempel segera diambil


2. Kulit dicuci dengan air mengalir kira-kira selama 15-20 menit
3. Netralkan dengan larutan 1% asam asetat
4. Dikeringkan dan olesi dengan salep levertran atau luka ditutup dengan kapas steril atau
kapas yang telah dibasahi asam pikrat.

Terkena bromin

1. Segera dicuci dengan larutan amonia encer


2. Luka tersebut ditutup dengan pasta Na2CO3.

Terkena phospor

1. Kulit yang terkena segera dicuci dengan air sebanyak-banyaknya


2. Kemudian cuci dengan larutan 3% CuSO4.

Luka bakar akibat benda panas

1. Diolesi dengan salep minyak ikan atau levertran


2. Mencelupkan ke dalam air es secepat mungkin atau dikompres sampai rasa nyeri agak
berkurang

Luka pada mata


Terkena percikan larutan asam

• Jika terkena percikan asam encer,


• Mata dapat dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% Na2C3

Terkena percikan larutan basa


• Dicuci dengan air bersih kira-kira 15 menit terus-menerus
• Dicuci dengan larutan 1% asam borat dengan gelas pencuci mata

Keracunan
Keracunan zat melalui pernafasan
Akibat zat kimia karena menghirup Cl2, HCl, SO2, NO2, formaldehid, amonia
• Menghindarkan korban dari lingkungan zat tersebut, kemudian pindahkan korban ke tempat
yang berudara segar
• Jika korban tidak bernafas, segera berikan pernafasan buatan dengan cara menekan bagian
dada atau pemberian pernafasan buatan dari mulut ke mulut korban

Bahan kimia yang ada di laboratorium jumlahnya relatif banyak. Disamping jumlahnya
cukup banyak,bahan kimia dapat menimbulkan resiko bahaya yang cukup tinggi. Oleh karena itu
dalam pengelolaan laboratorium, aspek penyimpanan, penataan dan pemeliharaan bahan
kimia merupakan bagian penting yang harus diperhatikan.
Penanganan bahan kimia merupakan sebuah pekerjaan yang meliputi beberapa aspek
perlakuan terhadap bahan kimia tersebut. Penanganan bahan kimia dapat meliputi pencampuran,
pemanasan, pengadukkan, pemindahan, dan penyimpanan. Diantara aspek tersebut,
penyimpanan merupakan bagian yang paling penting. Karena penyimpanan bahan kimia yang
salah dan tidak benar, dapat menyebabkan hal-hal yang berbahaya, baik itu kerusakan,
kebakaran, keracunan, bahkan ledakan yang dapat menghancurkan labboratorium itu.
Hal umum yang harus menjadi perhatian di dalam penyimpanan dan penataan bahan kimia
diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards),
pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder (secondary
containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi
resiko bahaya (hazard information).
Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis tidaklah tepat,
kebutuhan itu hanya diperlukan untuk melakukan proses pengadministrasian. Pengurutan secara
alfabetis akan lebih tepat apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat
kimianya terutama tingkat kebahayaannya.
Bahan kimia yang tidak boleh disimpan dengan bahan kimia lain, harus disimpan secara
khusus dalam wadah sekunder yang terisolasi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
pencampuran dengan sumber bahaya lain seperti api, gas beracun, ledakan, atau degradasi kimia.
Banyak bahan kimia yang memiliki sifat lebih dari satu jenis tingkat bahaya. Penyimpanan
bahan kimia tersebut harus didasarkan atas tingkat risiko bahayanya yang paling tinggi. Misalnya
benzena memiliki sifatflammable dan toxic. Sifat dapat terbakar dipandang memiliki resiko lebih
tinggi daripada timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan benzena harus ditempatkan
pada cabinet tempat menyimpan zat cairflammable daripada disimpan pada cabinet bahan toxic.
Berikut ini merupakan panduan umum untuk mengurutkan tingkat bahaya bahan kimia dalam
kaitan dengan penyimpanannya.
Wadah bahan kimia dan lokasi penyimpanan harus diberi label yang jelas. Label wadah
harus mencantumkan nama bahan, tingkat bahaya, tanggal diterima dan dipakai. Alangkah
baiknya jika tempat penyimpanan masing-masing kelompok bahan tersebut diberi label dengan
warna berbeda. Misalnya warna merah untuk bahan flammable, kuning untuk bahan oksidator,
biru untuk bahan toksik, putih untuk bahan korosif, dan hijau untuk bahan yang bahayanya
rendah.
Di samping pemberian label pada lokasi penyimpanan, pelabelan pada botol reagen jauh
lebih penting.Informasi yang harus dicantumkan pada botol reagen diantaranya :
· Nama kimia dan rumusnya
· Konsentrasi
· Tanggal penerimaan
· Tanggal pembuatan
· Nama orang yang membuat reagen
· Lama hidup
· Tingkat bahaya
· Klasifikasi lokasi penyimpanan
· Nama dan alamat pabrik
Sebaiknya bahan kimia ditempatkan pada fasilitas penyimpanan secara tertutup seperti
dalam cabinet, loker, dsb. Tempat penyimpanan harus bersih, kering dan jauh dari sumber panas
atau kena sengatan sinar matahari. Disamping itu tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan
ventilasi yang menuju ruang asap atau ke luar ruangan.
Bahan kimia cair yang berbahaya harus disimpan pula dalam wadah sekunder seperti baki
plastik untuk mencegah timbulnya kecelakaan akibat bocor atau pecah. Wadah sekunder yang
diperlukan harus didasarkan atas ukuran wadah yang langsung diisi bahan kimia, tidak atas dasar
volume bahan cair yang ada dalam wadahnya.
Bahan kimia kadaluarsa, bahan kimia yang tidak diperlukan, dan bahan kimia yang rusak
harus dibuang melalui unit pengelolaan limbah. Ingat bahwa biaya pembuangan bahan kimia
akan meningkat jika ditunggu sampai waktu cukup lama, oleh karena itu limbah kimia harus
dibersihkan setiap saat.
Inventarisasi harus dilakukan terhadap bahan kimia yang ada di laboratorium. Perbaharui
label-label yang rusak secara secara periodik. Inventarisasi harus melibatkan nama bahan, rumus,
jumlah, kualitas, lokasi penyimpanan, dan tanggal penerimaan, nama industri, bahaya terhadap
kesehatan, bahaya fisik, lama dan pendeknya bahaya terhadap kesehatan.
Tata cara penyimpanan bahan kimia berdasarkan klasifikasinya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Penyimpanan dan penataan bahan kimia radioaktif
Tidak sembarangan laboratorium dapat membeli, menggunakan, menyimpan dan membuang
bahan radioaktif. Bahan tersebut dapat diadakan di suatu lab makala mendapat izin dari
Departemen Kesehatan khususnya bagian radiasi. Sekalipun di laboratorium sekolah bahan ini
tidak tersedia, tidak ada salahnya bagi anda mengetahui cara penyimpanannya. Bahan radioaktif
harus disimpan di suatu tempat yang terawasi dan terjaga keamanannya dari kehilangan oleh
orang yang tak bertanggung jawab. Pada tempat penyimpanan harus dituliskan kata “HATI-
HATI BAHAN RADIOAKTIF (CAUTION RADIOACTIVE MATERIALS)”. Catat jumlah nyata
dan perhatikan batas jumlah penyimpanan yang diperbolehkan. Hubungi Radiation Safety
Officer untuk memperoleh informasi rinci tentang penggunaan dan penyimpanan bahan
radioaktif tersebut.
2. Penyimpanan dan penataan bahan kimia reaktif
Bahan reaktif dikategorikan sebagai bahan yang bereaksi sendiri atau berpolimerisasi
menghasilkan api atau gas toksik ketika ada perubahan tekanan atau suhu, gesekan, atau kontak
dengan uap lembab. Biasanya bahan reaktif memiliki lebih dari satu macam kelompok bahan
bahaya, misalnya bahan tersebut termasuk padatan flammable juga sebagai bahan yang reaktif
terhadap air, karena itu memerlukan penanganan dan penyimpanan secara khusus. Biasanya
sebelum menentukan cara terbaik dalam penyimpanan bahan kimia reaktif, terlebih harus
menentukan bahaya spesifik dari bahan itu.
Bahan kimia reaktif biasanya dikelompokkan menjadi bahan
kimia piroforik, eksplosif, pembentuk peroksida, dan reaktif air. Bahan piroforik adalah bahan
yang dapat terbakar ketika kontak dengan udara pada suhu < 54,44 0C. Bahan kimia piroforik
ada yang berupa padatan seperti fosfor, cairan seperti tributilaluminium atau gas seperti
silan. Bahan piroforik harus disimpan di dalam cabinet flammable secara terpisah dari
cairan flammable dan cairan combustible. Unsur fosfor harus disimpan dan dipotong dalam air.
Demikian gas silan harus disimpan secara khusus.
Bahan eksplosif adalah bahan yang dapat menimbulkan ledakan. Ledakan tersebut
diakibatkan oleh penguraian bahan secara cepat dan menghasilkan pelepasan energi dalam
bentuk panas, api dan perubahan tekanan yang tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan suatu
bahan dapat meledak, sehingga menyulitkan dalam pengelompokkan bahan eksplosif ini. Faktor
yang menunjang timbulnya ledakan dari bahan kimia di laboratorium diantaranya adalah : (1)
Kandungan oksigen senyawa. Beberapa peroksida (misalnya benzyol peroksida kering) dan
oksidator kuat lainnya mudah meledak, (2) Gugus reaktif. beberapa senyawa seperti hidrazin
memiliki gugus oksidatif dan reduktif, sehingga sangat tidak stabil. Beberapa senyawa nitro
(misalnya Trinitrotoluen/TNT, azida, asam pikrat kering) juga mudah meledak. Hati-hati dalam
membaca label bahan kimia, dan perhatikan lambang yang menunjukkan kestabilan dan mudah
meledaknya bahan tersebut. Keputusan yang harus diambil dalam menentukan penyimpanan
bahan mudah meledak atas sifat masing-masing bahan kimia tersebut. Perhatikan secara khusus
agar penyimpanan bahan tersebut tidak mengundang atau meningkatkan bahaya misalnya hindari
penyimpanan asam pikrat jangan sampai kering.
Beberapa eter dan senyawa sejenis cenderung bereaksi dengan udara dan cahaya membentuk
senyawa peroksida yang tidak stabil. Bahan kimia yang dapat membentuk peroksida tersebut
diantaranya adapah p-dioksan, etil eter, tetrahidrofuran, asetaldehid, dan sikloheksena. Untuk
meminimalkan timbulnya bahaya dari bahan kimia tersebut, maka cara yang harus diperhatikan
dalam penyimpanannya adalah sebagi berikut :
a. Simpan bahan kimia pembentuk peroksida itu dalam botol tertutup rapat (tidak kontak dengan
udara) atau dalam wadah yang tidak terkena cahaya.
b. Berikan label pada wadah tentang tanggal diterima dan dibuka bahan tersebut.
c. Uji secara periodik (3 atau 6 bulan) terjadinya pembentukan peroksida. Buanglah peroksida
yang telah dibuka setelah 3 - 6 bulan.
d. Buanglah wadah bahan kimia pembentuk peroksida yang tidak pernah dibuka sesuai batas
kadaluarsa yang diberikan pabrik atau 12 bulan setelah diterima.
Bahan yang reaktif dengan air apabila kontak dengan dengan udara lembab saja akan
menghasilkan senyawa toksik, flammable, atau gas mudah meledak. Misalnya hipoklorit dan
logam hidrida. Oleh karena itu penyimpanan bahan kimia ini harus dijauhkan dari sumber air
(jangan menyimpannya di bawah atau di atas bak cuci, dst.). Gunakan pemadam api dengan
bahan kimia kering apabila terjadi kebaran dengan bahan ini. Simpan dalam desikator yang diisi
dengan silika gel.
3. Penyimpanan dan penataan bahan kimia korosif
Bahan kimia korosif terdiri dari dua macam yaitu asam dan basa. Penyimpanan bahan kimia
korosif jangan sampai bereaksi dengan tempat penyimpanannya (lemari rak dan cabinet).
Perhatikan bahwa diantara bahan korosif dapat bereaksi dengan hebat, sehingga dapat
mengganggu kesehatan pengguna.
Untuk keperluan penyimpanan, asam-asam yang berujud cairan diklasifikasi lagi menjadi
tiga jenis yaitu asam-asam organik (misalnya asam asetat glacial, asam format, asam
mineral (misalnya asam klorida dan asam fosfat), dan asam mineral oksidator (misalnya asam
kromat, asam florida, asam perklorat, dan asam berasap seperti asam nitrat dan asam
sulfat). Panduan penyimpanan untuk kelompok asam ini diantaranya adalah :
a. Pisahkan asam-asam tersebut dari basa dan logam aktif seperti natrium (Na), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg) dll.
b. Pisahkan asam-asam organik dari asam mineral dan asam mineral oksidator,
c. Penyimpanan asam organik biasanya dibolehkan dengan cairan flammable dan combustible.
d. Pisahkan asam dari bahan kimia yang dapat menghasilkan gas toksik dan dapat menyala
seperti natrium sianida (NaCN), besi sulfida (FeS), kalsium karbida (CaC2) dll.
e. Gunakan wadah sekunder untuk menyimpan asam itu, dan gunakan botol bawaannya ketika
dipindahkan ke luar lab.
f. Simpanlah botol asam pada tempat dingin dan kering, dan jauhkan dari sumber panas atau
tidak terkena langsung sinar matahari.
g. Simpanlah asam dengan botol besar pada kabinet atau lemari rak asam. Botol besar disimpan
pada rak lebih bawah daripada botol lebih kecil.
h. Simpanlah wadah asam pada wadah sekunder seperti baki plastik untuk menghindari cairan
yang tumpah atau bocor. Baki plastik atau panci kue dari pyrex sangat baik digunakan lagi pula
murah harganya. Khusus asam perklorat harus disimpan pada wadah gelas atau porselen dan
jauhkan dari bahan kimia organik.
i. Jauhkan asam oksidator seperti asam sulfat pekat dan asam nitrat dari
bahan flammable dancombustible.
Penyimpanan basa padatan atau cairan seperti amonium hidroksida (NH4OH), kalsium
hidroksida, Ca(OH)2, kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) harus dilakukan
sebagai berikut :
a. Pisahkan basa dari asam, logam aktif, bahan eksplosif, peroksida organik, dan
bahanflammable.
b. Simpan larutan basa anorganik dalam wadah polyethylene (plastik).
c. Tempatkan wadah larutan basa dalam baki plastik untuk menghindari pecah atau keborocan.
d. Simpanlah botol-botol besar larutan basa dalam lemari rak atau cabinet yang tahan korosif.
Botol besar disimpan pada rak lebih bawah daripada botol lebih kecil.

4. Penyimpanan dan penataan bahan kimia Flammable & Combustable


Cairan Bahan kimia flammable dan combustible diklasifikasi menurut titik bakar/nyala
(flash point) dan titik didihnya (boiling point). Titik bakar dinyatakan sebagai suhu
minimum cairan untuk menghasilkan uap yang cukup sehingga dapat terbakar ketika bercampur
dengan udara.
Bahan kimia flammable dapat disimpan dengan bahan kimia combustible, asam
organikcombustible (misalnya asetat), pelarut non-flammable (metilklorida). Beberapa
cairan flammable yang umumnya dijumpai diantaranya adalah asetaldehid, aseton, heksana,
toluen, ksilena, etanol. Secara umum penyimpanan cairan flammable di laboratorium adalah
sebagai berikut:
a. Cairan flammable kelas I yang jumlahnya > 10 galon hingga 25 galon harus disimpan dalam
wadah (cans) yang aman, sedangkan dari > 25 galon hingga 60 galon harus disimpan juga dalam
cabinet.
b. Wadah dari gelas jangan digunakan untuk menyimpan cairan flammable. Pelarut dengan
kualitas teknis harus disimpan dalam wadah logam.
c. Cairan flammable yang memerlukan kondisi dingin, hanya disimpan pada kulkas yang
bertuliskan “Lab-Safe” atau “Flammable Storage Refrigerators”. Jangan sekali-kali menyimpan
cairan flammable di dalam kulkas biasa.
d. Jauhkan bahan flammable dari oksidator.
e. Hindari penyimpanan cairan flammable dari panas, sengatan matahari langsung, sumber nyala
atau api.
Bahan kimia padatan yang cepat terbakar karena gesekan, panas, ataupun reaktif terhadap
air dan spontan terbakar dinamakan padatan flammable. Misalnya asam pikrat, kalsium karbida,
fosfor pentaklorida, litium, dan kalium. Unsur litium (Li), kalium (K), dan natrium (Na) harus
disimpan di dalam minyak tanah (kerosene) atau minyak mineral. Padatan flammable ini harus
disimpan dalam cabinet flammable dan dijauhkan dari cairan flammble atau cairan combustible.
Bila reaktif terhadap air, janganlah disimpan di bawah bak cuci, dsb.
5. Penyimpanan dan penataan bahan kimia oksidator
Bahan kimia yang termasuk oksidator adalah bahan kimia yang menunjang proses
pembakaran dengan cara melepaskan oksigen atau bahan yang dapat mengoksidasi senyawa lain.
Misalnya kalium permanganat (KMnO4), feri klorida (FeCl3), natrium nitrat (NaNO3), hidrogen
peroksida (H2O2). Bahan kimia oksidator harus dipisahkan dari bahan-
bahan flammable dan combustible serta bahan kimia reduktor seperti seng (Zn), logam alkali
(litium = Li, natrium = Na, kalium = K, rubidium = Rb) dan asam formiat (HCOOH). Jangan
menyimpan pada wadah/tempat yang terbuat dari kayu juga jangan berdekatan dengan bahan lain
yang mudah terbakar. Simpan pada tempat dingin dan kering.
6. Penyimpanan dan penataan bahan kimia beracun (toxic)
Bahan kimia ini terdiri dari bahan beracun tinggi (highly toxic) dengan ciri memiliki oral
rate LD50(Lethal Dosis 50%) < 50 mg/kG, beracun (toxic) dengan oral rate LD50 50-100 mg/kG
dan sebagai bahan kimia karsinogen (penyebab kanker). Tulisi wadah bahan kimia ini dengan
kata “bahan beracun”. Simpan di dalam wadah yang tidak mudah pecah, dan tertutup rapat.
Tabel-6 memperlihatkan beberapa bahan kimia toksik yang selama ini sudah dicarikan
penggantinya. Sedangkan Tabel-9 memperlihatkan bahan-bahan kimia karsinogen.
7. Penyimpanan dan penataan bahan kimia sensitif cahaya
Penyimpanan bahan kimia yang sensitif cahaya harus dipisahkan atas dasar tingkat
kebahayaannya. Misalnya brom dengan oksidator, arsen dengan senyawa beracun. Beberapa
concoh senyawa sensitif cahaya diantaranya adalah brom (Br2), garam merkuri, kalium
ferosianida, K4[Fe(CN)6], natrium iodida (NaI) dll. Agar tidak terjadi penguraian, bahan kimia ini
harus terhindar dari cahaya. Simpanlah bahan sensitif cahaya ini dalam botol berwarna coklat
(amber bottle). Apabila botol penyimpan bahan kimia ini harus dibungkus dengan foil (kertas
perak/timah), maka tuliskan label pada bagian luar botol tersebut.
8. Penyimpanan dan penataan Gas Terkompresi (Compressed Gases)
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika kita menyimpan bahan kimia berupa gas
yang terkompresi.
a. Pisahkan dan tandai mana tabung gas yang berisi dan mana yang kosong.
b. Amankan bagian atas dan bawah silinder dengan menggunakan rantai dan rak logam.
c. Atur regulator ketika gas dalam silider digunakan.
d. Pasang tutup pentil ketika silinder tidak digunakan.
e. Jauhkan silinder dari sumber panas, bahan korosif bahan berasap maupun bahan mudah
terbakar.
f. Pisahkan silinder yang satu dengan yang lainnya jika gas dari silinder satu dapat
menimbulkan reaksi dengan gas dari silinder lain.
g. Gunakan lemari asap untuk mereaksikan gas yang diambil dari silinder.
h. Gunakan gerobak yang dilengkapi rantai ketika memindahkan silinder gas berukuran besar.
i. Jagalah sumbat katup jangan sampai lepas ketika menggeser-geserkan silinder, karena gas
dalam silinder memiliki tekanan tinggi.

Cara Penyimpanan Zat / Bahan Kimia


Bahan kimia yang ada di laboratorium jumlahnya relatif banyak seperti halnya jumlah peralatan.
Di samping jumlahnya yang banyak, bahan kimia juga dapat menimbulkan resiko bahaya yang
cukup tinggi. oleh karena itu hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan penataan
bahan kimia diantaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple
hazards), pelabelan (labeling), fasilitas penyimpanan (storage facilities), wadah sekunder
(secondary containment), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan
informasi resiko bahaya (hazard information).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan bahan-bahan kimia diantaranya: wujud zat,
konsentrasi zat, bahaya dari zat, label, kepekaan zat terhadap cahaya, dan kemudahan zat
tersebut menguap.
Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis akan lebih tepat apabila
bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama tingkat
kebahayaannya. Semua bahan harus diberi label secara jelas, dan untuk larutan harus
dicantumkan tanggal pembuatannya.
Penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium di dasarkan pada wujud dari zat tersebut
(padat, cair dan gas), sifat-sifat zat (Asam dan Basa), sifat bahaya zat (korosif, mudah terbakar,
racun dll), seberapa sering zat tersebut digunakan. Sistem penyimpanan bahan-bahan kimia
didasarkan pada bahan yang sering dipakai, bahan yang boleh diambil sendiri oleh pemakai
laboratorium, bahan yang berbahaya/racun, dan jumlah bahan yang dsimpan.
Cara menyimpan bahan-bahan kimia sama hanya dengan menyimpan alat-alat laboratorium, sifat
masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti:

1. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastic sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
2. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastik.
3. Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus disimpan daam botol
gelap dan
diletakkan dalam lemari tertutup.
4. Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dapat disimpan dalam
botol
berwarna bening.
5. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
6. Bahan disimpan dalam botol yang diberi symbol karakteristik masing-masing bahan.
7. Sebaiknya bahan disimpan dalam botol induk yang berukuran besar. Pengambilan bahan
kimia dari
botol secukupnya saja sesuai kebutuhan, dan sisa bahan praktikum disimpan dalam botol
kecil, jangan
dikembalikan ke dalam botol induk, bertujuan untuk menghindari rusaknya bahan dalam
botol induk.

Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia yang baik adalah di ruangan khusus, tidak bercampur
dengan tempat kegiatan praktikum berjalan. Kelembaban ruangan harus benar-benar
diperhatikan untuk mencegah agar bahan tidak mudah rusak. Umumnya bahan kimia disimpan
berdasarkan kelompoknya seperti rak atau lemari tempat menyimpan bahan padat, bahan cair,
dan bahan berbahaya. Untuk bahan padat yang tidak mudah meledak atau terbakar dapat
diletakkan dalam lemari tertutup, sedangkan untuk bahan yang mudah terbakar atau meledak
diletakkan dalam rak terbuka yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Tujuannya agar
bila terjadi ketidakberesan mudah untuk diketahui. Tempat penyimpanan bahan cair seperti
asam, kloroform sebaiknya di simpan di lemari asam, sedangkan untuk bahan yang tidak
berbahaya dapat disimpan dalam lemari tersendiri. Tujuannya bila terjadi kebocoran maka gas
dapat langsung keluar melalui cerobong asap dari lemari asam, jadi tidak menyebar. Untuk lebih
jelas berikut akan dibahas syarat-syarat dalam penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium.

Syarat-syarat penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium:

1. Bahan mudah terbakar

Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena udara, terkena
benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Fosfor (P) putih, fosfin
(PH3), alkil logam, boran (BH3) akan terbakar sendiri jika terkena udara. Pipa air, tabung gelas
yang panas akan menyalakan karbon disulfide (CS2). Bunga api dapat menyalakan bermacam-
macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organic dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Cairan yang terbakar di bawah temperatur -4oC, misalnya karbon disulfide (CS2), eter

(C2H5OC2H5), benzena (C5H6), aseton (CH3COCH3).


b. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -4oC - 21oC, misalnya etanol
(C2H5OH),
methanol (CH3OH).
c. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur 21oC – 93,5oC, misalnya kerosin (minyak
lampu),
terpentin, naftalena, minyak baker.

Syarat penyimpanan:
Ø Temperatur dingin dan berventilasi,
Ø Tersedia alat pemadam kebakaran,
Ø Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok.

2. Bahan mudah meledak

Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “explosive“ (E) dapat meledak dengan
pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa oksigen
atmosferik. Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat, nitrogliserin,
TNT. Hal-hal yang dapat menyebabkan ledakan adalah:
a. Karena ada udara cair. Udara dapat meledak jika dicampur dengan unsur-unsur pereduksi
dan hidrokarbon
b. Karena ada gas-gas
c. Karena ada debu. Debu padat dari bahan mudah terbakar bercampur dengan udara dapat

menimbulkan ledakan dahsyat


d. Karena adanya pelarut mudah terbakar.
e. Karena ada peroksida.

Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari panas dan api
Ø Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis

Kombinasi zat-zat yang sering meledak di laboratorium pada waktu melakukan percobaan
adalah:
· Ammonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air
· Peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)
· Klorat dengan asam sulfat
· Natrium (Na) atau kalium (K) dengan air
· Asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn), magnesium atau logam lain
· Kalium nitrat (KNO3) dengan natrium asetat (CH3COONa)
· Nitrat dengan eter
· Halogen dengan amoniak
· Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3), suatu nitrat atau klorat
· Merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)

3. Bahan beracun

Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “very toxic (T+)” dan “toxic (F)” dapat
menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi
sangat rendah jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak
dengan kulit. Contoh: kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene, atripin, sublimate
(HgCl2), persenyawaan sianida, arsen, dan gas karbon monoksida (CO) dari aliran gas.

Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauh dari bahaya kebakaran
Ø Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan
Ø Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
Ø Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang
dipergunakan

4. Bahan korosif

Bahan dan formulasi dengan notasi “corrosive (C)” adalah merusak jaringan hidup. Contoh
asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan zat-
zat beracun.

Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Wadah tertutup dan beretiket
Ø Dipisahkan dari zat-zat beracun

5. Bahan Oksidator

Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ”oxidizing (O)“ biasanya tidak
mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah dapat menimbulkan ledakan dahsyat,
terutama peroksida. Contoh: Chlorat, Perklorat, Bromat, Peroksida, Asam Nitrat, Kalium Nitrat,
Kalium Permanganat, Bromin, Klorin, Fluorin, dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen
(dalam kondisi tertentu).

Syarat penyimpanan:
Ø Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
Ø Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor

6. Bahan reaktif terhadap air

Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida.


Syarat penyimpanan:
Ø Temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi
Ø Jauh dari sumber nyala api atau panas
Ø Bangunan kedap air
Ø Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)

7. Bahan reaktif terhadap asam

Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau beracun,
contoh: natrium, hidrida, sianida.

Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam
Ø Ruangan penyimpan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk kantong-kantong
hydrogen
Ø Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja

8. Gas bertekanan

Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder.

Syarat penyimpanan:
Ø Disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat
Ø Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari
Ø Jauh dari api dan panas
Ø Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu
pentimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida
jika kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan akan semakin besar jumlah
peroksida. Isopropil eter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering
menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter tidak
boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka harus
dihabiskan selama enam bulan. Penyimpanan bahan harus memperhitungkan sumber kerusakan
bahan.
Sumber-sumber kerusakan yang disebabkan bahan-bahan kimia di dalam lingkungannya
meliputi:

1. Udara
Udara mengandung oksigen dan uap air (memilki kelembaban). Kontak dengan udara bebas
dapat menyebabkan bahan kimia bereaksi. Akibat reaksi bahan kimia dengan udara bebas seperti
timbulnya zat baru, terjadinya endapan, gas dan panas. Dampaknya bahan kimia tersebut tidak
berfungsi lagi serta dapat menimbulkan kecelakaan dan keracunan.

2. Cairan: air, asam, basa, cairan lainnya


Usahakan semua bahan kimia dalam keadaan kering dan harus disimpan dalam tempat yang
kering. Cairan yang bersifat asam mempunyai daya merusak lebih hebat dari air. Asam yang
sifatnya gas seperti asam klorida bersama udara akan mudah berpindah dari tempat asalnya. Cara
yang paling baik adalah dengan mengisolir asam itu sendiri, misalnya menempatkan botol asam
yang tertutup rapat dan ditempatkan dalam lemari khusus, atau di lemari asam.

3. Suhu/temperatur
Pengaruh temperatur akan menyebabkan terjadinya reaksi atau perubahan kimia dan dapat
mempercepat reaksi. Panas yang cukup tinggi dapat memacu terjadinya reaksi oksidasi. Keadaan
temperatur yang terlalu rendah juga mengakibatkan hal yang serupa.

4. Mekanik
Bahan-bahan kimia yang harus dahindari dari benturan maupun tekanan yang besar adalah bahan
kimia yang mudah meledak, seperti ammonium nitrat, nitrogliserin, trinitrotoluene (TNT).

5. Cahaya/Sinar
Sinar ultra violet (UV) sangat mempengaruhi bahan-bahan kimia. Seperti larutan kalium
permanganat, apabila terkena sinar UV akan mengalami reduksi, sehingga akan merubah sifat
larutan itu. Oleh karena itu untuk menyimpan larutan kalium permanganat dianjurkan
menggunakan botol yang berwarna coklat.

6. Api
Komponen yang menjadi penyebab kebakaran ada tiga yang dikenal dengan “segitiga api”.
Komponen itu adalah adanya bahan bakar (bahan yang dapat dibakar), adanya panas yang cukup
tinggi, dan adanya oksigen. Untuk menghindari terjadinya kebakaran salah satu dari komponen
segitiga api tersebut harus ditiadakan. Cara termudah ialah menyimpan bahan-bahan yang mudah
terbakar di tempat yang dingin, sehingga tidak mudah naik temperaturnya dan tidak mudah
berubah menjadi uap yang mencapai titik bakarnya.

7. Sifat bahan kimia itu sendiri


Bahan-bahan kimia mempunyai sifat khasnya masing-masing. Misalnya asam sangat mudah
bereaksi dengan basa. Reaksi-reaksi kimia dapat berjalan dari yang sangat lambat hingga ke yang
spontan. Reaksi yang spontan biasanya menimbulkan panas yang tinggi dan api. Ledakan dapat
terjadi bila reaksi terjadi pada ruang yang tertutup. Contoh reaksi spontan: asam sulfat pekat
yang diteteskan pada campuran kalium klorat padat dan gula pasir seketika akan terjadi api.

Anda mungkin juga menyukai