Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus daripada anak yang lebih
besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan
antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila
terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi penurunan kadar
glukosa darah (hipoglikemia) atau sebaliknya peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia). Hipoglikemia merupakan keadaan yang berbahaya karena
glukosa merupakan kebutuhan pokok otak. Secara klinis hipoglikemia dibedakan
menjadi simtomatik (dengan gejala) dan asimtomatik (tanpa gejala). Resiko
kerusakan otak lebih tinggi pada hipoglikemia simtomatik daripada hipoglikemia
asimtomatik.1
Glukosa merupakan sumber utama energi untuk menjalankan fungsi organ
sebagaimana mestinya. Walaupun semua organ tubuh menggunakan glukosa, otak
manusia menggunakannya hampir secara eksklusif sebagai substrat untuk
metabolisme energi. Oleh karena penyimpanan glikogen otak terbatas, pengiriman
glukosa yang adekuat ke otak merupakan fungsi fisiologis tubuh yang esensial.
Sekitar 90 % dari glukosa darah total dikonsumsi oleh otak. Meskipun bahan
bakar lain seperti asam laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat
untuk memproduksi energi, akan tetapi respon yang masih imatur dari neonatus
membuat penggunaan dari molekul-molekul tersebut tidak memungkinkan.
Dengan demikian, neonatus sangat rentan terhadap kondisi-kondisi yang
mengganggu pemeliharaan homeostasis glukosa selama masa transisi dari
intrauterin ke kehidupan mandiri di luar rahim.2
Ketika kadar glukosa darah rendah, sel-sel dalam tubuh terutama otak,
tidak menerima cukup glukosa dan akibatnya tidak dapat menghasilkan cukup
energi untuk metabolisme. Sel-sel otak dan saraf dapat rusak dan menyebabkan
palsi serebral, retardasi mental, dan lain-lain. Hipoglikemia pada manifestasi

Hipoglikemia 1
klinisnya yang ekstrim selain dapat mengarah pada terjadinya sekuele yang
permanen juga dapat menyebabkan kematian.3,4
Penilaian yang teliti terhadap catatan glukosa darah akan membantu
prognosis untuk kejadian hipoglikemia setidaknya sekitar 50 persen. Pada
neonatus, prognosis tergantung dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan
kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan
pengobatan yang adekuat.3,4

Hipoglikemia 2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 45 mg/dl
(2,6 mmol/L) pada bayi atau anak-anak dengan atau tanpa gejala. Keadaan
hipoglikemia dapat sangat berbahaya terutama bila kadar glukosa < 25 mg/dl (1,4
mmol/L). Untuk neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam dipakai batas kadar
glukosa plasma 35 mg/dl. Sedangkan untuk neonatus prematur dan KMK (kecil
masa kehamilan) yang berusia kurang dari 1 minggu disebut mengalami
hipoglikemia bila kadar glukosa plasma kurang dari 25 mg/dl.1,3

Pada neonatus, tidak selalu terdapat korelasi yang jelas antara konsentrasi
glukosa darah dan manifestasi klinis klasik dari hipoglikemia. Tidak adanya gejala
bukan mengindikasikan bahwa konsentrasi glukosa normal dan bukan berarti pula
nilainya kurang dari nilai optimal yang diperlukan untuk mempertahankan
metabolisme energi di otak. Terdapat bukti bahwa hipoksemia dan iskemia dapat
meningkatkan potensi hipoglikemia dalam kerusakan otak yang permanen. Karena
kekhawatiran terhadap kemungkinan sekuele neurologik, intelektual, atau
psikologis pada tahun-tahun berikutnya, banyak praktisi/klinisi yang menetapkan
nilai glukosa darah kurang dari 50 mg/dL pada neonatus harus dicurigai dan
ditatalaksana dengan agresif. Nilai ini dapat diterapkan setelah 2-3 jam pasca
kelahiran, ketika glukosa secara fisiologis mencapai titik nadir. Untuk selanjutnya,
tingkat glukosa mulai meningkat dan mencapai nilai 50 mg/dL atau lebih setelah
12-24 jam. Pada bayi yang lebih besar dan anak-anak, konsentrasi glukosa whole
blood kurang dari 50 mg/dL (10-15% lebih tinggi pada serum/plasma)
menunjukkan kondisi hipoglikemia.5

Di samping itu, belum ada kesepakatan mengenai definisi hipoglikemia


pada anak dengan diabetes. Namun demikian, nilai glukosa darah kurang dari 3,3
– 3,9 mmol/L (60 – 70 mg/dL) dianggap dapat menempatkan seorang individu
berisiko mengalami hipoglikemia berat oleh karena glukosa darah pada rentang

Hipoglikemia 3
ini berhubungan dengan gangguan pada mekanisme umpan balik hormon yang
esensial untuk menekan kondisi hipoglikemia. Untuk kepentingan klinis, nilai
kurang dari 3,6 mmol/L (65 mg/dL) seringkali dipakai sebagai nilai untuk
menggambarkan kondisi hipoglikemia pada anak. Namun, American Association
(ADA) Working Group, merekomendasikan nilai 3,9 mmol/L (70 mg/dL) sebagai
nilai batas pada semua kelompok usia untuk tujuan penelitian dalam mengevaluasi
terapi yang dilakukan dalam manajemen hipoglikemia. Oleh karena itu, dalam
upaya untuk mencegah hipoglikemia dan mempertahankan konsistensi dalam
pelaporan kasusnya, nilai 3,9 mmol/L (70 mg/dL) merupakan nilai yang
direkomendasikan sebagai batas minimum glukosa darah bagi anak-anak dan
dewasa dengan diabetes yang tergantung insulin.4

Dalam jurnal American Acssociation of Pediatrics, McGowen (2003)


menyatakan pada survei terakhir yang dilakukan oleh para ahli pediatric di
Inggris menunjukkan bahwa tidak ada konsensus untuk nilai kadar glukosa darah
yang didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dengan catatan, konsentrasi yang berada
pada nilai 1 mmol/L (20 mg/dL) sampai 4 mmol/L (70 mg/dL) merupakan batas
bawah normal. Definisi hipoglikemia yang selama ini digunakan dibuat
berdasarkan populasi penelitian pada konsentrasi glukosa darah selama 48-72 jam
pertama kehidupan, dengan hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa
darah kurang dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata normal. Secara fisiologis,
hipoglikemia terjadi ketika ambilan glukosa tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan glukosa dan dapat terjadi melebihi rentang kadar glukosa normal.
Sebagai contoh, bayi aterm sehat berusia 2 jam dengan kadar glukosa darah 30
mg/dL dapat tidak mengalami gangguan fungsi organ, tetapi pada stressed
infantdapat menunjukkan gejala fisiologis hipoglikemia pada kadar glukosa darah
50 mg/dL jika laju hantaran glukosa pada organ spesifik, seprti otwak, kurang dari
kecepatan metabolisme glukosa. Belum ada penelitian yang menyatakan
kosentrasi glukosa absolut yang mengakibatkan adanya disfungsi organ baik
jangka pendek maupun panjang.Pada eksperimen dengan hewan percobaan,
konsentrasi glukosa kurang dari 1 mmol/L (<20 mg/dL), jika terjadi lebih dari 1
jam dapat mengakibatkan lesi otak permanen. Tetapi tanpa adanya bukti yang

Hipoglikemia 4
menunjukkan nilai batas kadar glukosa absolut, tidak ada standar nilai glukosa
darah yang dapat digunakan untuk mendefinisikan hipoglikemia fisiologis.2

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering


ditemukan pada neonatus.Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai glukosa darah
kurang dari 40 mg/dL. Sementara pada neonatus, hipoglikemia adalah kondisi
dimana glukosa plasma kurang dari 30 mg/dL pada 24 jam pertama kehidupan dan
kurang dari 45 mg/dL setelahnya.6

Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana


glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama
kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya. Estimasi rata-rata
kadar glukosa darah pada fetus adalah 15 mg/dL lebih rendah daripada
konsentrasi glukosa maternal. Konsentrasi glukosa akankemudian berangsur-
angsur menurunpada periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45 mg/dL
didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi
aterm normal akan stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua kelompok
neonatus dengan risiko tinggi mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu
diabetik (IDM) dan bayi IUGR.6,7

2.2 Klasifikasi
Hipoglikemia dapat dibagi menurut usia yaitu hipoglikemia neonatus dan
hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar.1
 Hipoglikemia pada neonatus
1. Bersifat sementara.
Biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan
glukosa yang kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok, dan pada
bayi dari ibu diabetes.1
2. Bersifat menentap atau berulang.
Terjadi akibat defisiensi hormon, hiperinsulinisme, serta kelainan
metabolisme karbohidrat dan asam amino.1

 Hipoglikemia pada balita atau anak yang lebih besar

Hipoglikemia 5
Hipoglikemia dapat terjadi karena akibat starvasi terutama bila
cadangan glikogen rendah, pre diabetes, obat-obatan misalnya insulin pada
pasien diabetes mellitus tipe 1, penyakit sistemik berat, dan pada gangguan
endokrin dan metabolisme.1
Walaupun hipoglikemia sering diklasifikasikan dalam simtomasis dan
asimtomatis, penggolongan tersebut sebenarnya merefleksikan ada atau tidaknya
tanda-tanda fisik yang menyertai kadar glukosa darah yang rendah. Berbagai
tanda dapat terlihat pada kasus hipoglikemia berat atau berkepanjangan dan pada
bayi yang mengalami hipoglikemia ringan sampai sedang yang berkepanjangan
serta pada bayi yang mengalami stres fisiologis. Tanda-tanda klinis yang
ditemukan merupakan tanda nonspesifik dan merupakan akibat dari gangguan
pada lebih dari satu aspek fungsi sistem saraf pusat.Meliputi pola pernapasan
abnormal, seperti takipnea, apnea, atau distress napas; tanda-tanda kardiovaskuler,
seperti takikardia atau bradikardia, dan manifestasi neurologis seperti jitteriness,
letargis, kemampuan mengisap yang lemah, instabilitas suhu tubuh, dan
kejang.Banyak dari tanda-tanda tersebut merupakan akibat dari gangguan
neonatus yang lain, seperti sepsis, hipokalemia, dan pendarahan intracranial.
Hipoglikemia harus dipertimbangkan pada bayi yang menunjukkan satu atau lebih
dari gejala-gejala tersebut, karena hipoglikemia yang tak segera diatasi dapat
mengakibatkan konsekuensi serius, dan penatalaksanaan hipoglikemia pun cepat,
relatif mudah, dan memiliki efek samping minimal.Tetapi, pada standar
penatalaksanaan neonatus yang ada saat ini, sebagian besar kasus hipiglikemia
terdiagnosis selama pemeriksaan rutin pada bayi yang dipertimbangkan berisiko
namun dalam evaluasi tampak normal secara fisiologis.2

2.3 Epidemiologi

Perkiraan insidensi hipoglikemia pada neonatus bergantung pada definisi


operasional dan metode pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan. Insidens
secara umum diperkirakan antara 1-5 per 1000 kelahiran hidup, namun angka
tersebut meningkat pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, sebesar
delapan persen dari bayi besar masa kehamilan (umumnya bayi dari ibu dengan

Hipoglikemia 6
diabetes) dan lima belas persen dari bayi prematur serta bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterin dilaporkan mengalami hipoglikemia. Angka kejadian
baru dari total seluruh total populasi bayi dengan risiko tinggi sebesar 30%.2
Insidens hipoglikemia simtomatik pada bayi baru lahir di Amerika
bervariasi dari 1,3 – 3 per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningkat pada bayi
risiko tinggi. Penelitian di Jepang, menunjukkan bahwa lebih dari 80% neonatus
yang masuk ke NICU, penyebabnya adalah apnea atau hipoglikemia pada
neonatus yang lahir pada usia kehamilan 35-36 minggu.3,6

2.4 Etiologi
Berdasarkan patofisiologinya, maka hipoglikemia dapat disebabkan oleh
antara lain:1,3
- Masukan gula dari makanan yang kurang (starvasi)
Keadaan ini dapat timbul akibat keterlambatan pemberian makanan
pada bayi baru lahir (pemberian ASI pertama meningkatkan kadar gula darah
sebesar 18-27 mg/dl), pemberian makanan yang tidak adekuat, misalnya
diberikan 30 mL dekstrose 5% (yang hanya mengandung 6 Kal) sebagai
pengganti susu, sedangkan 30 mL susu mengandung 24 Kal, dan muntah
berulang.
- Penurunan masukan gula dari simpanan glikogen
Keadaan ini dapat terjadi pada IUGR, stravasi pada ibu hamil,
prematuritas, salah satu dari bayi kembar (yang kecil) pada periode neonatal.
Anak yang lebih besar usianya dengan cadangan glikogen yang jelek akan
mengalami hipoglikemia karena stravasi terutama bila disertai gangguan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari sumber nonkarbohidrat). Asupan
kalori yang tidak adekuat maupun penundaan pemberian asupan
(susu/minum).
- Penurunana masukan gula karena gangguan glukoneogenesis dan
glikogenolisis
Keadaan ini dapat terjadi pada Glycogen Storage disease,
galaktosemia, intoleransi fruktosa, defisiensi GH (hipopituitarisme) dan
insufisiensi adrenokortikal (primer atau sekunder)

Hipoglikemia 7
- Pengeluaran berlebihan ke dalam simpanan (pada hiperinsulinisme)
Pada keadaan ini terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan dari
cairan ekstraseluler karena insulin mengubah glukosa ke dalam bentuk
simpanannya yaitu lemak dan glikogen. Hiperinsulinisme juga menurunkan
masukan gula ke dalam cairan ekstraseluler dengan menghambat
glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Penyebab hiperinsulinisme antara lain adalah :
a. Bayi dari ibu yang diabetes. Ibu yang hiperglikemia menyebabkan janin
juga mengalami hiperglikemia sehingga terjadi hiperplasia sel beta
pankreas dan meningkatkan kadar insulin. Setelah lahir, kadar insulin
masih tetap tinggi sehingga timbul hipoglikemia
b. Pemberian glukosa iv yang berlebihan pada ibu hamil
c. Nesidioblastosis, adenoma pankreas
d. Sindrom Beck with-Wiedemann
e. Obat-obatan
- Pengeluaran yang meningkat karena kebutuhan energi meningkat
Penyebab pengeluaran gula yang meningkat antara lain sepsis, syok,
asfiksia, hipotermia, respiratory distress syndrome,
polisisetmia/hiperviskositas, pasca resusitasi dan panas.

2.5 Patogenesa
1. Prematuritas dan IUGR

Penyebab hipoglikemia pada neonatus dapat dikategorikan


berdasarkan gangguan yang menyertai pada satu atau lebih proses yang
diperlukan untuk produksi glukosa hepatic normal. Penyimpanan glikogen
hepatik jumlahnya terbatas baik pada bayi preterm yang belum mengalami
periode akumulasi glikogen cepat selama masa akhir gestasi, dan bayi kecil
masa kehamilan (KMK/SGA) yang belum memiliki suplai persediaan
substrat yang adekuat untuk sintesis glikogen, yang akan berakibat pada
timbulnya risiko hipoglikemia. IUGR yang disebabkan oleh insufisiensi
plasenta dengan ukuran lingkar kepala bayi yang normal menyebabkan

Hipoglikemia 8
peningkatan kebutuhan glukosa pada bayi yang sudah dalam kondisi
penyimpanan glikogen rendah karena tingginya brain-to-bidyweight ratio.
Bayi postterm dan gestasi ganda juga berisiko hipoglikemia karena adanya
insufisiensi plasenta relatif.Penelitian yang dilakukan pada kelompok bayi
preterm dan IUGR menemukan adanya perubahan pola sekresi insulin,
metabolisme substrat, dan respons hormonal terhadap perubahan konsentrasi
glukosa darah dibandingkan dengan bayi yang sesuai masa kehamilan
(SMK/AGA).2

Bayi yang mengalami stress perinatal karena asfiksia atau hipotermia


atau mengalami peningkatan kerja otot pernapasan disebabkan oleh distress
napas mungkin memiliki penyimpanan glikogen normal, tetapi jumpah
glikogen yang tersedia tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan tinggi
dengan adanya tingkat penggunaan glukosa yang lebih tinggi dari normal.
Hipoglikemia dapat terjadi pada bayi dalam kondisi ini ketika glikogen yang
tersedia telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan metabolik postnatal
inisial, terutama jika telah ada periode hipoksemia dengan disertai konsumsi
glukosa cepat melalui metabolisme anaerob.2

Konsentrasi precursor gluconeogenesis yang tidak adekuat umumnya


tidak menjadi faktor yang membatasi produksi glukosa hepatik pada neonatus
karena bayi preterm memiliki persediaan asam lemak, gliserol, asam amino,
laktat, dan piruvat cukup.Selain itu, produksi badan keton secara relatif
berkurang pada respon tehadap hipoglikemia.Bayi aterm dapat mengalami
penurunan rilis badan keton ketika glukosa dalam darh menurun.akibatnya,
kontribusi gluconeogenesis pada produksi gula hepatik terbatas pada beberapa
neonatus.2

2. Bayi dari Ibu Diabetik (Infants of Diabetic Mother)

Beberapa kelompok bayi memiliki risiko tinggi untuk mengalami


hipoglikemia karena adanya perubahan pada fungsi enzim hepatik sehingga
mengganggu glikogenolisis, gluconeogenesis, atau keduanya. Fungsi hepatik

Hipoglikemia 9
dapat dipengaruhi oleh sejumlah gangguan endokrin dan metabolik, yang
paling umum terjadi adalah hiperinsulinisme. IDM memiliki sekresi insulin
pancreas yang tinggi karena paparan glukosa maternal dalam konsentrasi
tinggi selama di dalam uterus. Transportasi glukosa plasenta meningkat,
berakibat pada hiperglikemia janin, yang pada akhirnya akan menstimulasi
sekresi insulin oleh pancreas janin. Sekeresi insulin pancreas pada IDM jaug
lebih tinggi dibandingkan dengan non IDM. Perubahan-perubahan yang
diinduksi oleh diabetes pada metabolisme maternal, seperti perubahan pada
asam amino serum, berperan pada perubahan metabolik yang terjadi pada
IDM.2

Setelah lahir, konsentrasi glukosa darah yang tinggi sudah tidak ada,
tetapi kondisi hiperinsulinemia menetap, sehingga mengakibatkan rasio
insulin:glucagon tinggi pada postnatal. Akibatnya, glikogenolisis dan lipolysis
terhambat, enzim glukoneogenik tidak terinduksi, dan glukosa hepatik tetap
pada kadar yang rendah dalam kondisi glukosa darah yang rendah. Insulin
juga meningkatkan penggunaan glukosa perifer pada jaringa-jaringan sensitif
insulin, seperti otot rangka, yang berkontribusi pada penurunan glukosa secara
cepat.Kombinasi efek dari peningkatan penggunaan glukosa dan terbatasnya
produksi glukosa hepatik mengakibatkan hipoglikemia, yang dapat menetap
selama 24-72 jam sebelum pola sekresi insulin ternormalisasi.2

3. Eritroblastosis Fetalis dan Agen Tokolitik Beta Agonis

Walaupun ibu diabetes merupakan penyebab utama hiperinsulin pada


neonatus, sekresi insulin postnatal dapat menjadi abnormal karena penyakit-
penyakit lainnya. Bayi yang menderita eritroblastosis fetalis memiliki kadar
insulin yang tinggi dan jumlah sel betapankreas yang banyak. Mekanisme
terjadinya hal ini masih belum jelas, tetapi salah satu hipotesis menjelaskan
bahwa glutation yang dirilis dari sel darah merah terhemolisis akan
mengaktivasi insulin dalam sirkulasi, dan kemudian memicu sekresi insulin
serta up-regulation sel beta. Transfusi tukar dapat mengeksaserbasi masalah
karena darah yang ditransfusikan biasanya diawetkan dengan kombinasi
dekstrosa dan agen lain. Selama transfusi tukar, bayi mendapatkan tambahan

Hipoglikemia 10
glukosa yang signifikan, dengan respon insulin berlebih dari pancreas yang
hyperplasia. Di akhir transfusi tukar, laju pemberian glukosa dikembalikan
pada keadaan normal, (baseline) tetapi kadar insulin tetap tinggi, sehingga
menyebabkan terjadinya hipoglikemia.2

Penggunaan agen toksolitik beta agonis seperti terbutalin juga


menyebabkan hiperinsulinemia pada neonatus, terutama jika agen tersebut
digunakan selama lebih dari 2 minggu dan dihentikan pada waktu kurang dari
1 minggu sebelum persalinan. Neonatus yang berada dalam kondisi ini akan
memiliki penyimpanan glikogen rendah, yang akan menyebabkan terjadinya
hiperinsulinemia serta efek-efek yang timbul karena rendahnya kadar
glukosa.2

4. Hiperinsulinisme

Hipoglikemia yang menetap lebih dari 5-7 hari jarang terjadi dan
paling sering disebabkan oleh hiperinsulinisme. Beberpa neonatus yang IUGR
atau asfiksiaakan mengalami hiperinsulinemia yang menetap selama 4
minggu, tetapi kasus seprti ini relatif jarang terjadi. Beberapa tipe
hiperinsulinisme kongenital disebutkan merupakan penyebab utama
hipoglikemia yang menetap sampai melebihi 1 minggu pertama kehidupan.2

Bentuk autosomal resesif dari hiperinsulinisme kongenital


dihubungkan pada adanya defek reseptor sulfonylurea atau kanal K+-ATP.
Sebuah mutasi pada lengan pendek kromosom 11 banyak terjadi populasi
Yahudi Ashkenazi, tetapi kasus yang sama pada kelompok etnis yang lain juga
dilaporkan disertai oleh adanya mutasi pada lokasi yang sama. Telah
dilaporkan juga adanya bentuk autosomal dominan dari hiperinsulinisme.
Mutasi yang menyebabkan terjadinya bentuk autosomal dominan dari
hiperinsulinisme belum dapat diidentifikasi, tetapi kelainan ini berbeda
dengan bentuk autosomal resesif yang dicurigai merupakan akibat dari
abnormalitas fungsi reseptor sulfonylurea.Sindrom hiperinsulinemia
kongenital dan hiperammonemiadisertai dengan adanya mutasi gen glutamat
dehydrogenase. Sindrom Beckwith-Weidemann disertai dengan adanya

Hipoglikemia 11
hyperplasia organ multipel., termasuk pancreas, dengan konsekuensi dari
peningkatan sekresi insulin.Jarang terjadi hiperinsulinemia yang
merupakanakibat suatu adenoma lokal sel pulau pancreas pada pancreas yang
normal.2

5. Kelainan Metabolisme pada Neonatus

Kelainan metabolisme pada neonatus akan mempengaruhi


ketersediaan prekursor glukoneogenik atau fungsi enzim yang dibutuhkan
untuk produksi glukosa hepatik. Defek metabolik yang menyebabkan
hipoglikemia meliputi berbagai bentuk kelainan penyimpanan glikogen,
galaktosemia, defek oksidasi asam lemak, defisiensi karnitin, beberapa bentuk
asidemia amino, intoleransi fruktosa herediter (fructose-1,6-diphos-phatase
deficiency), dan defek enzim glukoneogenik lainnya. Gangguan endokrin
lainnya seperti kegagalan hipopituitari dan adrenal juga dapat berakibat pada
terjadinya hipoglikemia karena tidak adanya respon hormonal yang sesuai
terhadap hipoglikemia dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan aktivasi
produksi glukosa hepatik.Tetapi kondisi ini sangat jarang dan harus
dipertimbangkan adanya etiologi lainnya.2

2.6 Gambaran Klinis

Gejala klinis sangat bervariasi dan bergantung pada usia pasien. Pada
neonatus gejala klinis dapat berupa tremor, sianosis, hipotermia, kejang, apnea
atau pernapasan tidak teratur, letargi atau apatis, berkeringat, takipnea atau
takikardia dan tidak mau minum. Beberapa dari gejala ini dapat sangat ringan
sehingga gejala-gejala ini secara klinis terlewati. Kadang-kadang hipoglikemia
dapat tidak bergejala pada masa bayi baru lahir awal. Sedangka pada balita dan
anak yang lebih besar gejalanya dapat berupa kejang, letargi, pucat, berkeringat
dingin, takikardia, hipotermia, lemah, gangguan bicara dan koma.1,5
Tanda-tanda klinis biasanya dibagi menjadi dua golongan:5
1. Gejala-gejala yang terkait dengan aktivasi sistem saraf autonom dan
pelepasan epinefrin, biasanya disertai dengan penurunan cepat glukosa darah.

Hipoglikemia 12
2. Gejala-gejala yang disebabkan oleh penurunan dalam penggunaan glukosa
otak, biasanya disertai dengan penurunan lambat pada glukosa darah atau
hipoglikemia yang lama.

2.7 Diagnosis

Secara klinis diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gabungan


dari adanya gejala hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah (kurang dari
45 mg/dl atau 25 mg/dl tergantung usia), dan respon klinik yang positif terhadap
pemberian gula. Adapun alur diagnosis hipoglikemia dapat dilihat pada gambar.1
Pada anamnesis ditanyakan ada tidaknya gejala hipoglikemia (gejala
akibat rangsangan saraf simpatis dan susunan saraf pusat) dan faktor-faktor
pemicu timbulnya hipoglikemia antara lain :3
- Ibu menderita diabetes
- Makrosomia
- Kolestasis, merupakan petanda mungkin adanya penyakit metabolik antara
lain galaktosemia dan kelainan mitokondria yang dapat menyebabkan
hipoglikemia
- Mikropenis mendukung ke arah hipopituitarisme
- Hepatomegali yang didapatkan dari anamnesis atau pemeriksaan fisis
seringkali akibat dari glycogen storage disease atau defek glukoneogenesis
- Miopati merupakan tanda defek fatty acid oxidation dan glycogen storage
disease
- Minum obat-obatan sebelumnya (misalnya etanol, salisilat, hipoglikemik
oral)

HIPOGLIKEMIA (konfirmasi
dengan true glucose < 40 mg/dl)
Faktor resiko untuk
hipoglikemia transien
pada neonatus.
Kadar insulin, kortisol, Growth Kebutuhan meningkat
hormone, keton darah, keton (infeksi, tumor, latihan)

Hipoglikemia 13
Glukosa/insulin < 4 Glukosa/insulin < 4 Glukosa/insulin > 4
Kortisol > 10 μg/dl Kortisol > 10 μg/dl Terdapat ketonemia/ketonuria
GH > 210 ng/ml GH > 210 ng/ml
Tidak adanya Tidak adanya
ketonemia/ketonuria ketonemia/ketonuria

Meningkatnya kadar gula Peningkatan kadar asam R/O hipoglikemia ketotik


darah > 40 mg/dl diatas lemak bebas Skrining toksin: asam
kadar awal setelah Meurunnya kadar karnitin asetil salisilat, etanol
pemberian glucagon serum dicarborxylic academia
Kurangnya peningkatan (profil asam organic urin)
asam lemak bebas atau Kortisol < 10 ng/ml
laktat dan/atau GH < 10 ng/ml

Hiperinsulinisme Kortisol > 10 ng/ml dan Curigai adanya


GH > 10 ng/ml hipopituitarism
Peningkatan kadar laktat dan/adrenal
darah dan respons kadar insufisiensi
glukosa darah yang buruk

Kelainan metabolisme glikogen


(defisiensi enzim spesifik),
galktosemia, intoleransi
fruktosa herediter atau kelainan
glukoneogenesis (defisiensi
enzim spesifik, fructose, 1,6-
biphosphate), kelainan
metabolisme asam amino

Gambar 1. Algoritme Hipoglikemia1


Pada pemeriksaan fisik pada hari pertama atau kedua setelah kelahiran,
hipoglikemia mungkin asimtomatik. Gejala hipoglikemia pada bayi mungkin
didapatkan gejala neuroglikopenik yang berat, namun tetapi kadang tidak spesifik
meliputi gelisah/rewel, sianosis, apnea, distress respirasi, malas minum, kejang

Hipoglikemia 14
mioklonik, wilting spells atau myoclonic jerks, jitteriness, kejang, somnolen,
letargi, apatis, temperatur subnormal, berkeringat dan hipotonia.3
Skrining hipoglikemia direkomendasikan pada bayi berat lahir sangat
rendah, bayi prematur, bayi kecil masa kehamilan dengan berat badan lahir kurang
dari persentil 10, bayi dengan ibu diabetes (tipe I atau II), bayi besar masa
kehamilan dengan berat badan lahir lebih dari persentil 90, bayi dengan penyakit
inkompatibilitas rhesus-hemolitik, bayi yang lahir dari ibu yang mendapat terapi
terbutaline/propoanolol/agen hipoglikemik oral, neonatus dengan asfiksia
perinatal, polisitemia, sepsis, syok, distress pernapasan, hipotermia, bayi dengan
retardasi pertumbuhan. Termasuk juga ke dalamnya bayi dengan berat lahir di
antara persentil 10-90 dengan manifestasi klinis janin kurang asupan nutrisi dalam
bentuk kulit yang terkelupas, tidak punya lipatan kulit, dan defisiensi lemak
subkutan pada regio buccalis, dan pada bayi dengan pemberian nutrisi parenteral
total dan cairan intravena.2
Skrining hipoglikemia tidak direkomendasikan pada bayi aterm yang
sesuai dengan masa kehamilan dan sedang menyusu ASI. Namun, bayi aterm
dengan intake sulit, terdapat tanda-tanda laktasi yang inadekuat atau tanda-tanda
hipotermia harus dilakukan pemeriksaan hipoglikemia.2
Metode pengukuran glukosa dapat melalui 2 cara antara lain pengukuran
glukosa oksidase (strip reagen) dan pemeriksaan laboratorium. Pengukuran
glukosa dengan cara strip reagen walaupun digunakan secara umum, akan tetapi
tidak akurat khususnya pada saat level glukosa darah kurang dari 40-50 mg/dL.
Pengukuran dengan cara ini berguna untuk tujuan skrining, namun jika nilainya
rendah harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium sebelum
diagnosis hipoglikemia ditegakkan.2
Metode lainnya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini
merupakan metode yang paling akurat. Dalam pemeriksaan laboratorium, glukosa
darah diukur dengan cara kalorimetrik atau dengan cara elektroda (glucose
electrode method).2

2.8 Penatalaksanaan

Hipoglikemia 15
Pada neonatus yang berisiko tinggi, gula darah harus diukur setiap 2 jam
dengan dekstostik selama 12 jam pertama, selanjutnya setiap 6 jam sampai 48
jam. Kalau dekstrostik menunjukkan nilai yang rendah, maka pemeriksaan kadar
glukosa darah kuantitatif harus dilakukan. Pada kejadian hipoglikemia, segera
lakukan perbaikan terhadap faktor-faktor yang mungkin memperburuk keadaan
seperti suhu lingkungan dan oksigenase.1
- Hipoglikemia pada neonatus yang tidak menunjukkan gejala (asimtomatik)
Hasil pemeriksaan glukosa darah yang rendah harus segera diterapi
dengan memberikan minum glukosa 10% yang kemudian diikuti susu
formula pada 2-3 jam berikutnya. Lakukan pemantauan glukosa darah setiap
30-60 menit sampai stabil normoglikemia, kemudian setiap kali minum (3
jam). Bila kadar gula setelah pemberian glukosa per oral tetap <45 mg/dl atau
timbul gejala (smtomatik), maka glukosa intravena harus diberikan.1
- Hipoglikeemia simtomatik
a. Pada neonatus
Berikan glukosa 10% secara intravena sebanyak 2 ml/kg dengan
perlahan selama 1 menit. Lanjutkan dengan pemberian infus glukosa 10%
dan pertimbangkan juga pemberian elektrolit. Kebutuhan glukosa
diperkirakan sekitar 8-10mg/kg/menit. Untuk memberikan glukosa
sebanyak 8 mg/kg/menit dibutuhkan dekstrose 10% dengan kecepatan 110
ml/kg/hari intravena.1
Bila kebutuhan glukosa melebihi 12 mg/kg/menit segera lakukan
pemeriksaan kadar gula darah, insulin, kortisol, growth hormone, laktat,
TSH dan FT4 untuk mendeteksi adanya gangguan hormon. Setelah itu
diberikan hidrokortison suksinat 10 mg/kg/hari dengan dosis terbagi 2.
Bila perlu lakukan konsultasi endokrinologi.1
b. Pada anak
Berikan glukosa 40% sebanyak 1 mL/kg intravena secara perlahan.
Ambillah sampel darah untuk pemeriksaan gula darah, insulin, grwoth
hormone, kortisol, laktat, serta keton darah dan urin. Selanjutnya diberikan
infus glukosa 5-10% dalam salin untuk mempertahankan gula darah lebih
dari 45 mg/dl dan kurang dari 120 mg/dl.1
Pemberian hidrokortison merupakan indikasi bagi anak-anak yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi tersebut di atas. Keadaan yang
tetap memburuk menunjukkan adanya gangguan yang serius yaitu

Hipoglikemia 16
kemungkinan telah terjadi edema otak. Keadaan hipoglikemia yang
berlanjut membutuhkan penanganan khusus yang tergantung dari
penyebabnya. Bila keadaan membaik, dapat dicoba pemberian
minuman/makanan per oral.1

Terapi darurat3
- Pemberian segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrose 10% = 2 cc/kg
dan diberikan melalui IV selama 5 menit dan diulang sesuai keperluan.
Terapi lanjutan3
- Infus glukosa 6-8 mg/kg/menit
- Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut :

- Periksa ulang kadar glukosa setelah 20-30 menit dan setiap jam sampai stabil
- Ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan
glukosa bed side sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap.
Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk
menghindari kambuhnya hipoglikemia.

Pemantauan3
- Pada umumnya hipoglikemia akan pulih dalam 2-3 hari. Apabila
hipoglikemia > 7 hari, maka perlu dikonsulkan ke sub bagian endokrin anak.
- Bila ibu menderita DM, perlu skrining atau uji tapis DM untuk bayinya
- Bila bayi menderita DM (juvenile diabetes melitus) kelola DMnya atau
konsultasikan ke subbagian endokrin anak.
- Memantau kadar glukosa darah terutama dalam 48 jam pertama.
- Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis :
 Pada saat lahir
 30 menit setelah lahir
 Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum
berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai

Pencegahan hipoglikemia3
- Menhindari faktor resiko yang dapat dicegah (misalnya hipotermia)
- Pemberian nutrisi secara enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling
penting
- Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir

Hipoglikemia 17
- Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai
asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal (sebelum pemberian
minum gula darah > 45 mg/dl)
- Jika ini gagal, terapi IV dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa
dipantau.

2.9 Prognosis
Prognosis tergantung penyebab dan cepatnya pemberian terapi. Glukosa
merupakan bahan yang sangat penting untuk metabolisme neuron, maka kadar
glukosa darah harus berkisar 70 -100 mg/dl (normal) untuk mencegah terjadinya
komplikasi.3
Keterlambatan terapi dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap
khususnya pada bayi kecil dan prematur. Hipoglikemia yang berlangsung lama
atau berulang dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan dan fungsi otak.
Apabila disertai hipoksemia dan iskemia, hipoglikemia dapat menyebabkan
kerusakan otak yang menetap. 3

GD < 47 mg/dl

GD ≤ 25 mg/dl atau dengan gejala GD > 25 - < 47 mg/dl

- Koreksi secara IV bolus dekstrose 10% 2 cc/kgBB Nutrisi oral/enteral segera : ASI atau
- ** IVFD dekstrose 10 %, minimal 0 ml/kg/hari PASI, maks 100 ml/kg/hari (hari
(hari pertama) sampai mencapai GIR 6-8 pertama), bila ada kontraindikasi
mg/kg/menit oral atau enteral  **
- OralGDtetap
ulang
diberikan
(30 menit
bila –tidak
1 jam)
ada kontraindikasi Ulang (1 jam)

GD < 47 mg/dl GD < 36 mg/dl GD 36 - < 47 mg/dl

Dekstrose * cara : Oral : ASI atau PASI yang


 Volume sampai maks 100 dilarutkan dengan dekstrose 5%
ml/kg/hari (hari pertama)
GD ulang (1 jam)
Atau
 Konsentrasi : vena perifer GD 36 - < 47 mg/dl **
maks 12,5%; umbilikasi dapat
GD > 47 mg/dl *** GD ≥ 47 mg/dl
mencapai 25%
Ulang GD tiap 2-4 jam, 15 menit sebelum jadwal minum berikut, sampai 2 kali berturut-
Gambar
turut 2. Selanjutnya
normal. Algoritme Tatalaksana Hipoglikemia
setiap 6 jam, s.d 24 jam.

Hipoglikemia 18
BAB 3

KESIMPULAN

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang umum pada neonatus.


Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang
lebih besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya
keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh
tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi
hipoglikemia atau sebaliknya hiperglikemia. Hipoglikemia pada neonatus dapat
bersifat sementara dan menetap atau berulang. Hipoglikemia disebabkan oleh
kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan atau produksi
glukosa kurang.
Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 45 mg/dl
pada bayi atau anak-anak, dengan atau tanpa gejala, hipoglikemia neurofisiologik
pada kadar 50 – 70 mg/dL, definisi hipoglikemia berat bila kadar kurang dari 40
mg/dL, dan terapi berhasil bila kadar glukosa lebih dari 60 mg/dL. Untuk
neonatus aterm berusia kurang dari 72 jam digunakan batas kadar glukosa plasma
35 mg/dl. Sedangkan untuk neonatus prematur dan KMK (Kecil Masa
Kehamilan) yang berusia kurang dari 1 minggu disebut hipoglikemia bila kadar
glukosa plasma kurang dari 25 mg/dl. Hipoglikemia adalah kadar glukosa serum <
40 mg / dL ( < 2,2 mmol / L ) pada neonatus atau < 30 mg / dL ( < 1,7 mmol / L)
pada bayi prematur.
Insiden dari hipoglikemia simptomatik pada neonatus bervariasi dari 1.3-
3/1000 kelahiran. Prematur, hipotermia, hipoksia, ibu yang menderita
diabetes/gestasional diabetes (1:1000 wanita hamil menderita diabetes insulin-
dependen dan gestasional diabetes muncul pada 2% wanita hamil), dan
pertumbuhan janin terhambat meningkatkan insidens hipoglikemia.

Hipoglikemia 19
Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan
gangguan perkembangan khusunya neurofisiologis dan kematian pada setiap
golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung dari berat, lama, adanya
gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula
etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Buku Ajar Endokrinologi
Anak Jilid I. IDAI. Jakarta : 2010. 195-203
2. McGowan, Jane E. Neonatal Hypoglycemia. Pediatrics in Review. American
Academy of Pediatrics. 1999;20;e6. Diunduh dari
http://pedsinreview.aappublications.org/
3. Pudjadi, Antonius.Dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jilid II. 2011 : IDAI. Jakarta. 132-136
4. Clarke W, Jones T, Rewers A, Dunger D, Klingensmith GJ. Assessment and
management of hypoglycemia in children and adolescents with diabetes.
Pediatric Diabetes 2009: 10 (Suppl. 12): 134–145.
5. Sperling, Mark A. Hypoglicemia dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th
edition. 2002: 518-531.
6. Cranmer, H. Neonatal Hypoglycemia. 2013. Emedicine Medscape. Diunduh
dari http://emedicinemedscape.com/
7. Hay, W. The Newborn Infant. Lange Current Diagnosis and Treatment of
Pediatrics. 2008. McGraw-Hill : Denver-Colorado. 953-954

Hipoglikemia 20

Anda mungkin juga menyukai