Anda di halaman 1dari 8

KEUTAMAAN DAN MOTIVASI MEMBACA ALQURAN DI BULAN RAMADHAN

Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, maka dari itu hendaknya seorang muslim memberikan porsi perhatian yang
lebih terhadap Alquran di bulan ini. Mengenai keutamaan membaca Alquran Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan
yang tidak akan merugi, Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Faathir: 29-30)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa membaca kitab Allah ada dua macam:
Pertama, membaca hukmiyyah, yakni membenarkan berita-berita yang ada dan melaksanakan hukumnya dengan
menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kedua, membaca lafzhiyyah, yakni membaca lafaznya. Telah datang nash-nash yang cukup banyak menerangkan tentang
keutamaannya, baik membaca secara umum isi Alquran, surat tertentu maupun ayat tertentu (lih. Majaalis Syahri
Ramadhan, tentang Fadhlu tilaawatil Qur’aan).
Keutamaan Membaca Alquran
Berikut ini akan kami sebutkan keutamaan membaca Alquran:
1. Sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫َه‬
‫لم‬ََّ
‫َع‬‫ن و‬ ‫ُر‬
َ‫ْآ‬ ْ َ
‫الق‬ ََّ
‫لم‬ ‫تع‬َ ْ
‫من‬ ‫ُم‬
َ ْ ‫ْر‬
‫ُك‬ ‫َي‬
‫خ‬
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Hal itu dikarenakan Alquran adalah firman Allah Rabbul ‘aalamin. Alquran merupakan ilmu yang paling utama dan paling
mulia, oleh karena itu orang yang mempelajari dan mengajarkannya adalah orang yang terbaik di sisi Allah Ta’ala.
2. Alquran adalah sebaik-baik ucapan
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran.” (QS. Az Zumar: 23)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َشَر‬
ُّ ‫َّد‬
‫ٍ و‬ ‫َم‬‫مح‬ َ‫ه‬
ُ ‫دى‬ َ‫ه‬
ُ ‫دى‬ ْ ُ
ُ‫ال‬ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫َخ‬ َّ ُ
‫اَّللِ و‬ ‫َاب‬
‫ِت‬‫ِيثِ ك‬‫َد‬ ْ َ
‫الح‬ ‫ْر‬‫َي‬
‫ن خ‬ َِ
َّ‫إ‬ ُْ
‫د ف‬ َ ‫ما‬
‫بع‬ ََّ
‫« أ‬
» ٌ
‫َالََلة‬ ‫َة‬
‫ٍ ض‬ ِْ
‫دع‬ ‫ُل‬
‫ُّ ب‬ ‫َك‬ َ‫ت‬
‫ها و‬ ُ‫ثا‬َ‫د‬
َْ ُ ِ
‫مح‬ ‫مور‬ ُُ‫األ‬
“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad,
seburuk-buruk urusan adalah perbuatan yang diada-adakan (dalam agama) dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)
Imam Syafi’i dan ulama lainnya berpendapat bahwa membaca Alquran merupakan dzikr yang paling utama.
3. Orang yang mahir membaca Alquran akan bersama para malaikat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫َاق لَهُ أ َ ْج َر‬


‫ان‬ َ ‫سفَ َرةِ ْال ِك َر ِام ْال َب َر َرةِ َوالَّذِي َي ْق َرأ ُ ْالقُ ْرآنَ َو َيتَت َ ْعت َ ُع ِفي ِه َو ُه َو‬
ٌّ ‫علَ ْي ِه ش‬ ِ ‫ْال َما ِه ُر ِب ْالقُ ْر‬
َّ ‫آن َم َع ال‬
“Orang yang lancar membaca Alquran akan bersama malaikat utusan yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang
membaca Alquran dengan tersendat-sendat lagi berat, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim)
Orang yang tersendat-sendat dalam membaca Alquran mendapatkan dua pahala adalah hasil dari membaca Alquran dan
karena telah bersusah payah untuknya.
4. Orang yang membaca Alquran diibaratkan seperti buah utrujjah yang luarnya wangi dan dalamnya manis.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ها‬َُ
‫ْم‬‫َع‬
‫َط‬‫ٌ و‬ ‫َي‬
ِّ
‫ِب‬ ‫ها ط‬َُ
‫ِيح‬ ‫َّة‬
‫ِ ر‬ ‫ُج‬
‫تر‬ُْ‫األ‬
ْ ِ ‫َل‬
‫َث‬‫َم‬
‫ن ك‬ َ‫ْآ‬‫ُر‬ ْ ُ
‫الق‬ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫يق‬َ ‫ِي‬ َّ ِ‫ِن‬
‫الذ‬ ‫ْم‬‫ُؤ‬ ْ ُ
‫الم‬ ‫َل‬
‫مث‬ َ
‫َا‬‫َ َله‬
‫ِيح‬ َ ِ
‫َل ر‬ ‫َة‬
‫ْر‬‫َّم‬
‫ِ الت‬ ‫َل‬ ‫َم‬
‫َث‬ ‫ن ك‬ َ‫ْآ‬‫ُر‬ ْ ُ
‫الق‬ ‫ْر‬
‫َأ‬ َ ‫ِي‬
َ ‫َل‬
‫يق‬ ‫الذ‬َّ ِ‫ِن‬
‫ْم‬‫ُؤ‬ ْ ُ
‫الم‬ ‫َل‬ ََ
‫مث‬ ‫ٌ و‬ ‫َي‬
ِّ
‫ِب‬ ‫ط‬
ِ َ َ
‫انة‬ ‫ُ الر‬
َّْ
‫يح‬ ‫َل‬
‫مث‬َ ‫ن‬ َ‫ْآ‬‫ُر‬ ْ ‫َأ‬
‫الق‬ ُ ‫ْر‬ َ ‫ِي‬
‫يق‬ َّ ِ
‫الذ‬ ‫َاف‬
‫ِق‬ ‫ُن‬ ْ ُ
‫الم‬ ‫َل‬
‫مث‬ََ
‫ٌ و‬ ‫لو‬ُْ
‫ها ح‬ َُ
‫ْم‬‫َع‬
‫َط‬ ‫و‬
‫َل‬
ِ ‫َم‬
‫َث‬ ‫ن ك‬َ‫ْآ‬‫ُر‬
‫الق‬ْ ُ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫يق‬ َ ‫ِي‬
َ ‫َل‬ َّ ِ
‫الذ‬ ‫َاف‬
‫ِق‬ ‫ُن‬ ْ ُ
‫الم‬ ‫َل‬ ََ
‫مث‬ ‫ٌّ و‬
‫مر‬ ُ ‫ها‬َُ
‫ْم‬‫َع‬‫َط‬
‫ٌ و‬‫ِب‬‫َي‬
ِّ ‫ها ط‬َُ‫ِيح‬ ‫ر‬
)‫ٌّ (البخاري‬ ‫مر‬ُ ‫ها‬ َُ
‫ْم‬‫َع‬
‫َط‬‫ٌ و‬
‫ِيح‬ َ‫ْسَ َل‬
‫ها ر‬ ‫ِ َلي‬ ََ
‫لة‬ ‫ْظ‬
‫َن‬ ْ
‫الح‬
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah utrujjah; aromanya wangi dan rasanya enak.
Orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah kurma; tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang
munafik yang membaca Alquran adalah seperti tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit,
sedangkan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan
rasanya pahit.” (HR. Bukhari-Muslim)
5. Alquran akan memberi syafaat kepada pembacanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ا ْق َر ُءوا ْالقُ ْرآنَ فَإِنَّهُ َيأْتِي َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة‬
ْ َ ‫ش ِفيعًا ِِل‬
‫ص َحا ِب ِه‬
“Bacalah Alquran, karena ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafaat kepada pembacanya.” (HR. Muslim)
6. Membaca satu atau dua ayat Alquran lebih baik daripada memperoleh satu atau dua ekor onta yang besar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabat:
ْ َ‫غي ِْر ِإثْ ٍم َوالَ ق‬
َ ‫ى ِم ْنهُ ِبنَاقَتَي ِْن َك ْو َم َاوي ِْن ِفى‬ ْ ِ ‫ُط َحانَ أ َ ْو ِإلَى ْال َع ِقي‬ْ ‫« أَيُّ ُك ْم ي ُِحبُّ أ َ ْن َي ْغد َُو ُك َّل َي ْو ٍم ِإ َلى ب‬
» ‫طعِ َر ِح ٍم‬ َ ‫ق فَ َيأ ِت‬
‫ع َّز َو َج َّل‬ َّ ‫ب‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫ قَا َل « أَفَالَ َي ْغد ُو أَ َحد ُ ُك ْم إِلَى ْال َمس ِْج ِد فَ َي ْعلَ َم أ َ ْو يَ ْق َرأ َ آ َيتَي ِْن ِم ْن ِكتَا‬. ‫َّللاِ نُ ِحبُّ ذَ ِل َك‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ فَقُ ْلنَا يَا َر‬.
. » ‫اإل ِب ِل‬ ِ َ‫ث َوأ َ ْربَ ٌع َخي ٌْر لَهُ ِم ْن أ َ ْربَعٍ َو ِم ْن أ َ ْعدَا ِد ِه َّن ِمن‬ ٍ َ‫ث َخي ٌْر لَهُ ِم ْن ثَال‬ ٌ َ‫َخي ٌْر لَهُ ِم ْن نَاقَتَي ِْن َوثَال‬
“Siapakah di antara kalian yang suka berangkat pagi setiap hari ke Bathhan atau ‘Aqiq dan pulangnya membawa dua onta
yang besar punuknya tanpa melakukan dosa dan memutuskan tali silaturrahim?” Para sahabat menjawab, “Wahai
Rasulullah, kami suka hal itu.” Beliau bersabda: “Tidak adakah salah seorang di antara kamu yang pergi ke masjid, lalu
ia belajar atau membaca dua ayat Alquran? Yang sesungguhnya hal itu lebih baik daripada memperoleh dua ekor onta,
tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor onta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor onta dan (jika lebih) sesuai jumlah
itu dari beberapa ekor onta.” (HR. Muslim)
7. Rahmat dan ketentraman akan turun ketika berkumpul membaca Alquran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ُ‫ن‬
‫ه‬ َْ
‫َسُو‬‫دار‬ََ
‫يت‬ََ ‫َاب‬
‫َ هللاِ و‬ ‫ِت‬
‫ن ك‬ َْ
‫لو‬ُْ
‫يت‬َ ِ‫ْتِ هللا‬
‫ُو‬ ُ ْ
‫بي‬ ‫ِن‬ ‫ْتٍ م‬
‫بي‬َ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ْم‬
ٌ ‫َو‬
‫َ ق‬ ‫َع‬ ‫َم‬‫ْت‬
‫ما اج‬ َ
ُ
‫َة‬
‫ِك‬‫َالَئ‬ ْ ُ
‫الم‬ ُْ
‫هم‬ ‫َّت‬
‫َف‬ ‫َح‬
‫ة و‬َُ
‫ْم‬‫َّح‬
‫ُ الر‬ ُْ
‫هم‬ ‫َت‬
‫ِي‬ ‫َش‬ ‫َغ‬
‫ة و‬َُ
‫ْن‬ ‫ُ السَّك‬
‫ِي‬ ‫ْه‬
‫ِم‬ ََ
‫لي‬ ‫ع‬ ‫ََلت‬
ْ ‫نز‬َ َّ‫َِل‬‫ْ إ‬ َُ
‫هم‬ ‫ْن‬
‫بي‬َ
ُ‫د‬
‫ه‬ َْ
‫ِن‬‫ع‬ ْ
‫َن‬‫ْم‬
‫ِي‬‫ُ هللاُ ف‬
‫هم‬ ‫َر‬
َُ ‫َك‬
‫َذ‬‫و‬
“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali
akan turun ketentraman kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut
mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
8. Karena kemuliaan Alquran, tidak pantas bagi yang telah menghapalnya mengatakan “Saya lupa ayat ini dan itu”,
tetapi hendaknya mengatakan “Ayat ini telah terlupakan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ي‬ ِّ ِ ُ‫ْت بل هو ن‬
َ ‫س‬ َ ‫ْت وكي‬ ْ ‫ال يقُ ْل‬
َ ‫أحد ُكم نِسيَتُ آية َكي‬
“Janganlah salah seorang di antara kamu berkata: “Saya lupa ayat ini dan ini”, bahkan ayat itu telah dilupakan.” (HR.
Muslim)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Hal itu karena ucapan “saya lupa” terkesan adanya sikap tidak peduli dengan ayat Alquran
yang dihapalnya sehingga ia pun melupakannya.”
9. Membaca satu huruf Alquran akan memperoleh sepuluh kebaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٌ ‫ف َو َال ٌم َح ْر‬
‫ف‬ ٌ ‫ف َولَ ِك ْن أ َ ِل‬
ٌ ‫ف َح ْر‬ َ ‫سنَةٌ َو ْال َح‬
ٌ ‫سنَةُ ِب َع ْش ِر أ َ ْمثَا ِل َها َال أَقُو ُل الم َح ْر‬ َ ‫َّللاِ فَلَهُ ِب ِه َح‬
َّ ‫ب‬ ِ ‫َم ْن قَ َرأ َ َح ْرفًا ِم ْن ِكتَا‬
‫ف‬ ٌ ‫َو ِمي ٌم َح ْر‬
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan
satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif
satu huruf, lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
10. Alquran merupakan tali Allah
Ali bin Abi Thalib berkata, “Alquran adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat berita generasi sebelum kalian, berita yang
akan terjadi setelah kalian dan sebagai hukum di antara kalian. Alquran adalah keputusan yang serius bukan main-main,
barangsiapa meninggalkannya dengan sombong pasti dibinasakan Allah, barangsiapa mencari petunjuk kepada selainnya
pasti disesatkan Allah. Dialah tali Allah yang kokoh, peringatan yang bijaksana dan jalan yang lurus. Dengan Alquran hawa
nafsu tidak akan menyeleweng dan lisan tidak akan rancu. Paraulama tidak akan merasa cukup (dalam membacanya dan
mempelajarinya), Alquran tidak akan usang karena banyak pengulangan, dan tidak akan habis keajaibannya. Dialah
Alquran, di mana jin tidak berhenti mendengarnya sehingga mereka mengatakan; “Sungguh kami mendengar Alquran yang
penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman kepadanya”. Barangsiapa yang berkata dengannya pasti
benar, barangsiapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barangsiapa berhukum dengannya pastilah adil, dan barangsiapa
mengajak kepadanya pastilah ditunjuki ke jalan yang lurus.”
11. Pembaca Alquran akan ditinggikan derajatnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫آخ ِر آ َي ٍة ت َ ْق َرأ ُ ِب َها‬
ِ َ‫ت ت ُ َرتِ ِّ ُل فِي الدُّ ْن َيا فَإ ِ َّن َم ْن ِزلَتَ َك ِع ْند‬
َ ‫ق َو َرتِ ِّ ْل َك َما ُك ْن‬ ْ ‫آن ا ْق َرأْ َو‬
ِ َ‫ارت‬ ِ ‫ب ْالقُ ْر‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫يُقَا ُل ِل‬
“Akan dikatakan kepada pembaca Alquran “Bacalah dan naiklah (ke derajat yang tinggi), serta tartilkanlah sebagaimana
kamu mentartilkannya ketika di dunia, karena kedudukanmu pada akhir ayat yang kamu baca.” (Hasan shahih, HR.
Tirmidzi)
12. Dengan Alquran, Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah merendahkan suatu kaum
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ‫ض ُع بِ ِه آخ َِرين‬ ِ ‫َّللاَ يَ ْرفَ ُع ِب َهذَا ْال ِكتَا‬
َ َ‫ب أَ ْق َوا ًما َوي‬ َّ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Alquran ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR. Muslim)
Yakni bagi orang yang mempelajari Alquran dan mengamalkan isinya, maka Allah akan meninggikannya. Sebaliknya, bagi
orang yang mengetahuinya, namun malah mengingkarinya, maka Allah akan merendahkannya.
13. Orang yang membaca Alquran secara terang-terangan seperti bersedekah secara terang-terangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ُر‬
ِ‫ْآن‬ ْ ‫ُّ ب‬
‫ِالق‬ ‫ِر‬ ‫ُس‬ ْ َ
‫الم‬ ‫َة‬
‫ِ و‬ ََّ
‫دق‬ ‫ِالص‬ ‫ِر‬
‫ِ ب‬ ‫َاه‬ ْ َ
‫الج‬ ‫ْآنِ ك‬‫ُر‬ ْ ‫ُ ب‬
‫ِالق‬ ‫ِر‬ ‫َاه‬‫َْلج‬
‫ا‬
‫َة‬
ِ ََّ
‫دق‬‫ِالص‬ ِّ
‫ِر‬
‫ِ ب‬ ‫ُس‬ ْ َ
‫الم‬ ‫ك‬
“Orang yang membaca Alquran terang-terangan seperti orang yang bersedekah terang-terangan, dan orang yang membaca
Alquran secara tersembunyi seperti orang yang bersedekah secara sembunyi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, lihat
Shahihul Jaami’: 3105)
Oleh karena itu, bagi orang yang khawatir riya’ lebih utama membacanya secara sembunyi. Namun jika tidak khawatir,
maka lebih utama secara terang-terangan.
14. Para penghapal Alquran dimuliakan oleh Islam
Di antara bentuk pemuliaan Islam kepada mereka adalah:
 Mereka lebih berhak diangkat menjadi imam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya yang mengimami suatu kaum itu orang yang paling banyak
(hapalan) terhadap Kitab Allah Ta’ala (Alquran). Jika mereka sama dalam hapalan, maka yang lebih mengetahui tentang
sunah. Jika mereka sama dalam pengetahuannya tentang sunah, maka yang paling terdepan hijrahnya. Jika mereka sama
dalam hijrahnya, maka yang paling terdepan masuk Islamnya –dalam riwayat lain disebutkan “Paling tua umurnya”-,
janganlah seorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah ia duduk di tempat istimewa yang
ada di rumah orang lain kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim)
 Mereka lebih didahulukan dimasukkan ke dalam liang lahad, jika banyak orang yang meninggal
Pada saat perang Uhud banyak para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan agar yang lebih didahulukan dimasukkan ke liang lahad adalah para penghapal Alquran.
 Berhak mendapatkan penghormatan di masyarakat
Oleh karena itu, di zaman Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, para penghapal Alquran duduk di majlis musyawarahnya.
 Berhak diangkat menjadi pimpinan safar
Imam Tirmidzi meriwayatkan –dan dia menghasankannya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengirim utusan beberapa orang, lalu beliau meminta masing-masing untuk membacakan Alquran, maka mereka pun
membacakan Alquran. Ketika itu ada anak muda yang ternyata lebih banyak hapalannya, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Surat apa saja yang kamu hapal, wahai fulan?” Ia menjawab: “Saya hapal surat ini,
itu dan surat Al Baqarah.” Beliau berkata: “Apakah kamu hapal surat Al Baqarah?” Ia menjawab: “Ya.” Maka Beliau
bersabda: “Berangkatlah, kamulah ketuanya.”
Ketika itu ada seorang yang terkemuka di antara mereka berkata: “Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk
mempelajari suratAl Baqarah selain karena khawatir tidak sanggup mengamalkannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
َُ
‫ه‬ ََّ
‫لم‬ ‫تع‬َ ْ
‫َن‬‫لم‬ِ ِ‫ْآن‬‫ُر‬ ْ ُ
‫الق‬ ‫َل‬
‫مث‬َ ‫ِن‬َّ‫َا‬‫ه ف‬ ‫ُو‬
ُْ ‫ْر‬
‫َأ‬ ‫َاق‬‫ و‬،‫ن‬ َ‫ْآ‬ ‫ُر‬ ْ ‫ُوا‬
‫الق‬ ََّ
‫لم‬ ‫تع‬َ
‫ُل‬
ِّ
ِ ‫ِي ك‬ ُُ
‫ه ف‬ ‫يح‬ِْ
‫ُ ر‬ ‫ُو‬
‫ْح‬ ‫يف‬َ ‫ًا‬‫ِسْك‬
‫ٍ م‬‫ْشُو‬
ِّ َ ٍ‫َاب‬
‫مح‬ ‫ِ جِر‬ ‫َل‬
‫َث‬‫َم‬
‫ِ ك‬‫ِه‬‫َ ب‬‫َام‬‫َق‬‫ه و‬ َُ ‫َر‬
‫َأ‬ ‫َق‬‫ف‬
َ‫ِى‬ ‫ُو‬
‫ْك‬ ‫َابٍ أ‬‫ِ جِر‬‫َل‬
‫َث‬‫َم‬
‫ِ ك‬ ‫ْف‬
‫ِه‬ ‫َو‬
‫ِي ج‬ ‫َ ف‬ َُ
‫هو‬ ُُ
‫د و‬ ‫َر‬
‫ْق‬ ‫َي‬‫ه ف‬َُ
‫لم‬ََّ
‫تع‬َ ْ ََ
‫من‬ ‫ و‬،ٍ‫َان‬ ‫مك‬َ
ٍ‫ِسْك‬
‫لى م‬ ََ‫ع‬
“Pelajarilah Alquran dan bacalah, karena perumpamaan Alquran bagi orang yang mempelajarinya kemudian membacanya
seperti kantong yang penuh dengan minyak wangi, dimana wanginya semerbak ke setiap tempat, dan perumpamaan orang
yang mempelajarinya kemudian tidur (tidak mengamalkannya) padahal Alquran ada di hatinya seperti kantong yang berisi
minyak wangi namun terikat.”
15. Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai Alquran
Ibnu Mas’ud berkata, “Barangsiapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah: “Jika ia mencintai
Alquran, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabraniy dengan isnad, di mana para perawinya tsiqah)
Utsman bin ‘Affan berkata, “Kalau sekiranya hati kita bersih, tentu tidak akan kenyang (membaca) kitabullah.”
Marwan bin Musa

Maraaji’:
 Fadhlu tilawatil Qur’an (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)
 Mus-haf Ar Rusydiy
 Kedudukan Alquran di hati Muslim (M. Mu’iinudinillah, MA)
 dll.
Oleh: Marwan bin Musa
RAMADHAN DAN TURUNNYA AL-QUR-AN
Oleh
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar

PENDAHULUAN
Allah ‫ تبارك وتعالى‬telah berfirman:

ِ َ‫ت مِ نَ ْال ُهدَ ٰى َو ْالفُ ْرق‬


‫ان‬ ِ َّ‫ضانَ الَّذِي أ ُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُ ْرآنُ ُهدًى لِلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِِّنَا‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…” [al-Baqarah/2: 185]
Al-Qur-an diturunkan pada bulan Ramadhan, di mana petunjuk dan berbagai pengaruh serta nilainya telah terealisasi di
muka bumi ini. Dan pada bulan ini pula al-Qur-an diturunkan sebagai ilmu dan pengetahuan, sebagai penunjuk jalan
(kehidupan) sekaligus sebagai norma untuk berpijak. Sebelumnya, kekufuran telah merebak luas dan menghantui manusia.
Tetapi ketika al-Qur-an datang, kekufuran itu terhenti, kegelapan pun terusir dan ruh kembali bersemangat untuk memasuki
kehidupan. Sebab, risalah Islam akan dapat mempengaruhi dimensi ruh dalam kehidupan serta menjalankan fungsinya dalam
merubah wajahnya yang gelap menjadi wajah yang terang bersinar, yang membawa kecintaan, kejernihan, hidayah dan
bimbingan.
Al-Qur-an al-Karim memberikan petunjuk kepada manusia secara keseluruhan dan ia menjadi petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa secara khusus.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ‫ٰذَلِكَ ْال ِكتَابُ َال َري‬
َ‫ْب ۛ فِي ِه ۛ ُهدًى ل ِْل ُمتَّقِين‬
“Itulah Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” [al-Baqarah/2: 2]
Selain itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
‫ص َراطٍ ُم ْستَق ٍِيم‬ ِ ‫ور ِبإ ِ ْذنِ ِه َو َي ْهدِي ِه ْم ِإلَ ٰى‬ ُّ َ‫سبُ َل الس ََّال ِم َوي ُْخ ِر ُج ُه ْم مِ ن‬
ِ ‫الظلُ َما‬
ِ ُّ‫ت ِإلَى الن‬ ُ ُ‫َّللاُ َم ِن ات َّ َب َع ِرض َْوانَه‬ ٌ ‫ور َو ِكتَابٌ ُم ِب‬
َّ ‫﴾ َي ْهدِي ِب ِه‬١٥﴿‫ين‬ َّ َ‫قَ ْد َجا َء ُك ْم مِ ن‬
ٌ ُ‫َّللاِ ن‬
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan Kitab itulah Allah
menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari keadaan gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” [al-Maa-idah/5: 15-16]
Cahaya ini memiliki tiga manfaat, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ayat di atas:
1. Dengannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya
menuju jalan keselamatan.
2. Mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju alam yang terang benderang.
3. Memberikan petunjuk kepada mereka menuju ke jalan yang lurus (Shiraath Mustaqiim).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kaum muslimin dengan kemuliaan yang luar biasa agungnya. Dia
memuliakan mereka dengan kemuliaan yang paling tinggi pada bulan Ramadhan sejak empat belas abad yang lalu, ketika
al-Qur-an al-‘Azhim diturunkan dan Allah menjadikannya sebagai petunjuk sekaligus cahaya penerang.
Dengan demikian, orang-orang terdahulu telah membawa amanat dan memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Mereka
berusaha menyampaikannya ke seluruh belahan bumi yang berhasil dipijak oleh kakinya, sehingga negeri ini dipenuhi oleh
cahaya Allah Ta’ala. Negeri dan semua hamba-Nya tunduk kepada-Nya Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa.
Sudah sepatutnya kita sebagai kaum muslimin sekarang ini mengambil posisi sebagai pengawas dan pemantau terhadap al-
Qur-an. Kita harus dapat memberikan haknya yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala atas diri kita, serta memelihara nikmat
yang agung ini sebagai nikmat hidayah yang abadi, yang bersifat umum dalam segala hal, baik nikmat kemuliaan,
kepemimpinan, dan kehormatan.
Itulah nikmat yang di dalamnya terdapat kesembuhan yang sebenarnya bagi dada manusia dari penyakit syubhat dan
syahwat.[1]
Dengannya akan tercapai pengetahuan yang shahih terhadap berbagai kebenaran serta dapat membedakan pula yang buruk
dari yang baik, dan yang jujur dari yang munafik. Dengan nikmat ini pula terwujud kesatuan yang sejati lagi sempurna bagi
seluruh umat. Berulangnya bulan ini pada setiap tahunnya disebutkan oleh al-Qur-an dengan undang-undang persatuan yang
abadi, sebuah Kitab yang selalu dibaca. Barangsiapa yang berpegang padanya maka ia akan selamat, dan barangsiapa yang
mengikutinya maka ia akan mendapatkan petunjuknya, dan barangsiapa yang menyimpang darinya maka dia akan tersesat.
Barangsiapa yang berhukum dengannya maka dia akan bersikap adil. Dan barangsiapa yang berbicara dengannya maka dia
akan berbicara dengan benar, ia adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus serta petunjuk-Nya yang abadi bagi
manusia secara keseluruhan.
MEMPERBAHARUI HUBUNGAN SEORANG MUSLIM DENGAN KITABULLAH DI BULAN RAMADHAN
Al-Qur-an al-Karim turun pada bulan Ramadhan. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mempelajarinya
bersama Jibril q pada bulan Ramadhan, dengan mendengar, mentadabburi, dan membacanya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga memperhatikan nasihat-nasihat dan pelajarannya serta membuka lebar fikiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk makna dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya.
Orang berpuasa yang mengikuti contoh dari Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan selalu menyatukan dalam puasanya,
antara bulan Ramadhan dan al-Qur-an, karena Ramadhan adalah bulan al-Qur-an:
َ ‫”… َخي ُْر ُك ْم َم ْن تَعَلَّ َم ْالقُ ْرآنَ َو‬
“ُ‫علَّ َمه‬
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur-an dan mengajarkannya.”
Turunnya al-Qur-an pada bulan Ramadhan merupakan sugesti yang sangat kuat bagi umat ini untuk banyak membaca dan
mengkajinya di bulan tersebut, karena pada hakikat dan realitasnya bulan Ramadhan merupakan bulan al-Qur-an.
Betapa indahnya halaqah-halaqah kajian al-Qur-an yang diada-kan di masjid-masjid sepanjang bulan tersebut. Kaum
muslimin pun berbondong-bondong mendatanginya untuk mencari hidayah, hikmah, dan cahaya di pelataran rumah-rumah
Allah Ta’ala. Faktor penyebabnya karena al-Qur-an memiliki rasa yang khusus pada bulan Ramadhan, karena ia akan
mengingatkan kenangan saat ia turun dan hari-hari pengkajiannya serta waktu-waktu perhatian kaum Salaf terhadapnya.
Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
َ ‫”… َخي ُْر ُك ْم َم ْن تَعَلَّ َم ْالقُ ْرآنَ َو‬
“ُ‫علَّ َمه‬
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur-an dan mengajarkannya…”[2]
Jika Ramadhan datang, orang-orang Salaf menyibukkan diri dengan mempelajari dan mendalami al-Qur-an lebih intensif
dari bulan-bulan lainnya. Sampai-sampai mereka meninggalkan sementara halaqah-halaqah ilmu.
Dari Imam Malik rahimahullah, bahwasanya beliau jika Ramadhan datang, halaqah-halaqah ilmu, kajian dan pemberian
fatwa dihentikan. Dan beliau mengatakan, “Ini bulan Ramadhan sehingga kita harus berkonsentrasi dengannya.”
Pada bulan Ramadhan dari setiap tahun, hubungan seorang muslim dan Kitabullah (al-Qur-an) selalu mengalami
pembaharuan, sehingga Ramadhan akan disambut dengan bacaan, pendalaman, pemahaman, perhatian, pembenaran dan
pengamalan al-Qur-an.
Pada hari pembaharuan hubungan kaum muslimin dengan Kitabullah serta pengamalan mereka terhadapnya di segenap
aspek kehidupan mereka, dengannya mereka memerangi musuh dan beribadah kepada sang Khaliq. Semua hati yang ada di
sekeliling al-Qur-an senantiasa tertuju kepadanya. Dan padanya ilmu pengetahuan berpijak serta darinya pula semua hukum
disarikan. Pada hari di mana semuanya itu terealiasasi bagi kaum muslimin, akan terwujud pula bagi mereka kemuliaan,
kehormatan, serta kepemimpinan, sebagaimana yang pernah diperoleh orang-orang shalih sebelum mereka.
Pada saat membacanya, al-Qur-an memiliki beberapa adab yang harus dipelihara dan dipegang teguh oleh setiap muslim.
Yang terpenting di antaranya adalah:
1. Membaca al-Qur-an dengan niat tulus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dimana Dia Ta’ala telah berfirman:
‫ِصينَ لَهُ الدِِّينَ ُحنَفَا َء‬ َّ ‫َو َما أُمِ ُروا إِ َّال ِليَ ْعبُدُوا‬
ِ ‫َّللاَ ُم ْخل‬
“Padahal mereka tidak dperintah melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus…” [al-Bayyinah/98: 5]
2. Membaca dengan menghadirkan hati sambil mencermati dan memahami, khusyu’, takut dan merasa seakan-akan Allah
berbicara langsung kepadanya di dalam al-Qur-an ini.
3. Membaca al-Qur-an dalam keadaan suci (berwudhu’ terlebih dahulu), karena yang demikian itu termasuk pengagungan
terhadap firman Allah Azza wa Jalla.
4. Tidak membaca al-Qur-an di tempat-tempat yang kotor atau di tempat-tempat di mana orang-orang yang berkumpul di
sana tidak mau mendengar bacaan al-Qur-an, karena bacaan al-Qur-an di tempat-tempat ini sebagai bentuk penghinaan.
5. Membaca dengan lagam dan suara yang indah. Tetapi tidak boleh mengganggu orang lain dalam bacaan ini, seperti ada
orang yang sedang tidur di dekatnya atau mengerjakan shalat atau di sampingnya terdapat halaqah ilmu dan lain sebagainya.
Dan masih banyak lagi adab-adab yang harus diperhatikan di setiap saat oleh pembaca al-Qur-an.

MEMBACA DAN MENDALAMI AL-QUR-AN SERTA PENGARUHNYA DALAM MENGHIDUPKAN MANHAJ[3]


YANG LURUS DI DALAM DIRI KAUM MUSLIMIN
Setiap kali hilal bulan Ramadhan melintas, maka akan muncul kerinduan umat Islam kepada hari-harinya yang penuh dengan
hembusan angin keberkahan, yang merupakan petunjuk dalam pancarannya. Dan itulah kekuatan dari kejernihan pokok dan
dasarnya, al-Qur-an al-Karim, yang telah menghamparkan petunjuk, penerang bagi umat ini di sepanjang zaman, dan telah
membuatkan dasar-dasar manhaj abadi bagi kehidupan manusia yang baru. Manhaj yang seimbang dan sejalan. Manhaj
yang memberi kemudahan pada batas-batas kemampuan. Manhaj yang menyerukan kepada kemanusiaan yang bermartabat
tinggi. Manhaj yang memiliki nilai yang mulia, yang di dalamnya berbagai perbedaan inderawi dan geografis melebur untuk
bertemu dalam satu ‘aqidah serta satu sistem yang ideal.
Satu manhaj yang menyamakan antara seluruh manusia serta menjadikan keutamaan di antara mereka dalam ketakwaan:
‫َّللاِ أَتْقَا ُك ْم‬
َّ َ‫َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian…”
[al-Hujuraat/49: 13]
Manhaj yang mendorong mereka untuk menghidupkan bulan puasa dalam kesatuan keislaman yang hakiki, yang mengatasi
berbagai rintangan dan penyimpangan serta melintasi semua batasan dan kebangsaan. Serta menyatukan mereka dalam
kesatuan tujuan, menggiring umat menuju kepada realisasi tujuan yang selalu diharapkan keberadaannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ِ ‫س إِ َّال ِليَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اإل ْن‬
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzaariyaat/51: 56]
Dengan pandangan sekilas kepada para Salafush Shalih[4] , kita akan mendapati salah satu dari mereka, dengan membawa
beberapa surat al-Qur-an sanggup memperbaiki apa yang telah dirusak oleh bangsa Persia dan Romawi. Dan sanggup
membuka hati (penduduk negeri) sebelum membebaskan negerinya.
Benar, inilah kewajiban orang-orang mukmin yang membaca al-Qur-an dengan sebenar-benarnya sebagaimana yang telah
diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Demi Allah, seandainya hati kaum muslimin itu telah bersih dari segala macam penyakit serta menjernihkan hal-hal yang
membuatnya keruh, niscaya mereka akan mengetahui nilai dan kewajiban mereka terhadap al-Qur-an, satu-satunya
penyelamat sekaligus satu-satunya pelindung dari segala macam pemikiran yang merusak yang akan menghantam
kejahatannya di zaman sekarang ini. Dan akal dari kebanyakan manusia yang menyimpang karena kekosongannya dari
wahyu Allah Ta’ala yang membentengi dan melindunginya dari mereka, maka Dia wahyukan di dalamnya petunjuk yang
mencukupi, memadai, menyelamatkan, sekaligus melindungi dari segala macam godaan syaitan manusia yang merusak akal
dan gangguan jin yang menyerang fitrah.
Di dalamnya juga terkandung penjelasan yang sangat jelas mengenai petunjuk dan pembeda, yang membedakan antara yang
haq dan yang bathil. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperjelas hikmah dalam pengkhususan bulan Ramadhan dengan
syari’at puasa melalui firman-Nya:
ِ َ‫ت مِ نَ ْال ُهدَ ٰى َو ْالفُ ْرق‬
‫ان‬ ِ ‫ضانَ ا َّلذِي أ ُ ْن ِز َل فِي ِه ْالقُ ْرآنُ ُهدًى لِل َّن‬
ٍ ‫اس َو َب ِِّينَا‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…” [al-Baqarah/2: 185]
Bacaan dan kajian terhadap al-Qur-an memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap jiwa untuk melakukan perbaikan dan
penyucian, yang berkonsekuensi pada penerimaan seorang hamba dan pendekatannya kepada Rabb-nya Azza wa Jalla. Oleh
karena itu, orang-orang shalih sepanjang perjalanan zaman selalu memperbanyak bacaan al-Qur-an pada bulan Ramadhan
dan menyambutnya dengan sepenuh hati.[5]
Al-Qur-an adalah kitab umat Islam yang abadi, yang menyelamatkan mereka dari kegelapan menuju sinar yang terang
benderang. Lalu menumbuhkan keadaan ini serta menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman. Dia memberikan
tempat bagi mereka di muka bumi ini, serta dia memberikan sendi-sendinya yang dengan itu mereka menjadi umat yang
sebelumnya tidak pernah diperhitungkan. Di mana tanpa sendi-sendi tersebut, umat Islam tidak akan menjadi umat yang
baik dan tidak akan menda-patkan tempat di muka bumi ini serta tidak juga disebut di langit. Maka wujud dari rasa syukur
kepada Allah Ta’ala atas nikmat al-Qur-an ini adalah minimal dengan memenuhi seruan Allah un-tuk berpuasa pada bulan
yang di dalamnya diturunkan al-Qur-an.

KESUNGGUHAN RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN RAMADHAN TIDAK


SEPERTI KESUNGGUHAN BELIAU SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA BULAN-BULAN LAINNYA
Jika waktu atau tempat itu mulia maka akan mulia juga amal shalih yang dilakukan pada keduanya. Ketaatan di Makkah
misalnya, lebih utama daripada di tempat lainnya. Amal kebajikan pada hari Jum’at lebih baik daripada hari lainnya. Yang
termasuk seperti hal itu adalah bulan Ramadhan, karena keutamaannya, maka semua perbuatan baik yang dilakukan di
dalamnya menjadi utama pula, misalnya shadaqah, qiyamul lail, membaca al-Qur-an, i’tikaf, dan umrah. Semua amal
perbuatan di bulan Ramadhan tersebut lebih baik daripada dikerjakan di bulan-bulan lainnya.
Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam melakukan kebaikan, dan yang paling dermawan
adalah apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan pada bulan Ramadhan ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dijumpai oleh Jibril. Dan Jibril Alaihissallam menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan sampai bulan itu
berakhir. Kepadanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan. Oleh karena itu, jika Jibril Alaihissallam menemui
beliau, maka beliau adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dibandingkan dengan angin yang diutus…” [6]
Pada bulan Ramadhan, jiwa menjadi terangkat dari kesalahan dan kehinaan serta selamat dari ketertarikan pada materi dan
keinginan naluri menuju kepada kejernihan yang membersihkan hati seseorang dengan bershadaqah, berderma, dan
memberi.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia lagi paling dermawan, di mana jika beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi sesuatu maka beliau tidak pernah takut susah dan tidak juga takut miskin. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan limpahan kedermawanan, sehingga
beliau adalah orang yang paling murah dengan perbuatan baik daripada angin yang dikirim, yang berhembus dengan
kealamiahannya, dia giring awan di setiap lembah, serta dia tebarkan kesejukan pada setiap tempat.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha dengan sungguh-sungguh pada bulan Ramadhan, lebih gigih daripada bulan-
bulan lainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam shalat, bacaan al-Qur-an, dzikir, dan
shadaqah. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkonsentrasi penuh pada bulan ini dan melepaskan diri dari berbagai
kesibukan yang pada hakikatnya merupakan ibadah, tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan amal yang
utama untuk mengerjakan apa yang lebih utama darinya.
Dan para Salafush Shalih selalu mengikuti Nabi mereka Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal itu, di mana mereka
mengkhususkan bulan ini dengan meningkatkan perhatian serta berkonsentrasi penuh pada amal-amal shalih. Oleh karena
itu, kita harus mengikuti mereka serta menempuh jalan mereka, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menggiring kita dalam rombongan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ma’shum dan golongan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang baik lagi suci:
‫ان‬
ِ ‫اإلي َم‬ َ َ‫َوا َّلذِينَ َجا ُءوا مِ ْن بَ ْع ِد ِه ْم يَقُولُونَ َربَّنَا ا ْغف ِْر َلنَا َو ِ ِإل ْخ َوانِنَا ا َّلذِين‬
ِ ْ ‫سبَقُونَا ِب‬
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah
kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari-pada kami…’” [Al-Hasyr/59: 10]
Di antara hal paling utama yang harus dikerjakan oleh orang yang berpuasa pada siang harinya adalah berdzikir kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dengan mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.
Itulah amal-amal shalih yang manfaatnya tidak akan pernah berakhir dan pahalanya pun akan terus mengalir.
Oleh karena itu, jika orang yang berpuasa telah memanfaatkan waktu siangnya untuk berpuasa dan membaca al-Qur-an, dan
memanfaatkan waktu malamnya untuk qiyamul lail dengan bersujud dan ruku’, serta menjaga anggota tubuhnya dari hal-
hal yang dilarang, maka akan terwujud kebaikan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah:
َ‫﴾إِنَّا َك ٰذَلِكَ نَجْ ِزي ْال ُم ْح ِسنِين‬٤٣﴿ َ‫﴾ ُكلُوا َوا ْش َربُوا َهنِيئًا بِ َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُون‬٤٢﴿ َ‫﴾وفَ َوا ِكهَ مِ َّما يَ ْشت َ ُهون‬
َ ٤١﴿‫ُون‬
ٍ ‫عي‬ُ ‫إِ َّن ْال ُمتَّقِينَ فِي ظِ َال ٍل َو‬
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. Dan
(mendapat) buah-buahan dari (macam-macam) yang mereka inginkan. (Dikatakan kepada mereka:) ‘Makan dan minumlah
kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan.’ Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-
orang yang berbuat baik.’” [al-Mursalaat/77: 41-44]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “…Di antara petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan
Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam ibadah… Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang
paling dermawan, dan kedermawanan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling tampak adalah pada bulan Ramadhan.
Hal itu tampak di mana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak bershadaqah, berbuat baik, membaca al-Qur-an, shalat,
dzikir, dan i’tikaf. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan pada bulan Ramadhan ini ibadah-ibadah yang
tidak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam khususkan pada bulan-bulan lainnya. Sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
terkadang menyambung waktu malam dan siangnya untuk beribadah…” [7]
[Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr.
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Ash-Shaum karya Syaikh ‘Abdurrahman ad-Dausari (hal. 52-53).
[2]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Shahih al-Bukhari (VI/236).
[3]. Manhaj berarti jalan yang jelas dan mudah sebagaimana yang terdapat dalam Tafsiir Ibni Katsir tentang perkataan
َ ‫“ )… ِل ُّك ٍِّل َجعَ ْلنَا مِ ن ُك ْم ش ِْر‬Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami
Sahabat Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan ayat (‫عةً َومِ ْن َها ًجا‬
berikan aturan dan jalan yang terang…” (al-Maa-idah: 48). Lihat Tafsiir Ibni Katsir (II/75-76), cet. Maktabah Darus Salam,
th. 1413 H.-red.
[4]. Para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.-red.
[5]. Ash-Shaum (hal. 73), karya ad-Dausari.
[6]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/24) dan Shahiih Muslim (VII/ 73))
[7]. Zaadul Ma’aad (II/32).

Anda mungkin juga menyukai