TUGAS
Disusun oleh:
Dosen Pengampu:
Dr. Ir. TB Benito A. Kurnani D. Est
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
Dosen : Dr. Tb. Benito A. Kurnani, Ir., Dip. EST.
Nama : Muhamad Maftuh Ihsan
NIM : 2501 2018 0004
SOAL
- Baca 40 CFR, buat review menyangkut DRE dan Particulate emissions,
POHC Determination
- Hitung Incinerability index, bila diketahui :
Index C H of C Inc
Dichloromethane 1,7 %
Chlordane 0,5 %
Hexachlorobenzene 1,1 %
Tribromommethane 0,1 %
DDT 2,0 %
TCDD 0,1 %
Tentukan POHC
REVIEW
terutama untuk mengolah buangan organik dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur
cair (sluries) dan lumpur padat (sludge). Proses ini tidak biasa digunakan untuk
limbah anorganik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam
anorganik. Zat bersifat karsinogenik-patogenik dapat dihilangkan dengan
sempurna bila insenerator dioperasikan dengan benar. Incenerator mempunyai
kelebihan dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan sempurna,
tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu
biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke
atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.
Secara umum ada 3 jenis incinerator yaitu:
1. Liquid Injection Incinerator, hanya dapat menerima limbah dalam bentuk cair,
gas, lumpur cair (slurry) yang dapat dipompakan melalui nozzle. Keterbatasan
cara ini hanya dapat dipakai pada industri tertentu.
2. Rotary Kiln Incinerator, dapat dipakai untuk mengolah limbah dalam bentuk
padat termasuk limbah yang dimasukkan dalam drum, gas, cair, lumpur pekat
3. Fluid Bed Incinerator, Incinerator ini memakai media pasir sebagai penghantar
panas. Sama dengan Kiln, incinerator ini dapat menerima berbagai bentuk limbah.
Kelebihannya memerlukan turbulensi yang sangat tinggi, luas daerah transfer
panas untuk bercampurnya oksigen dan media lebih besar.
PM (Particulate Emission)
PM adalah istilah umum untuk menjelaskan partikel padatan dan butiran
cair yang ditemukan dalam udara, berbentuk aerosol. Komposisi dan ukuran pada
partikel-partikel ini sangat kompleks dan beragam. Beberapa partikel berukuran
cukup besar untuk dapat dilihat seperti asap dan debu, sementara sisanya hanya
dapat dilihat menggunakan pembesaran mikroskop. Berdasarkan ukuran dalam
diameter, particulate emission terbagi menjadi dua, yaitu PM10 dan PM2,5 dalam
kondisi udara ambien. PM10 merupakan partikel-partikel aerodinamis dengan
1
ukuran diameter tidak lebih besar atau sama dengan 10 μm (berkisar
7
diameter rambut). Sedangkan, PM2,5 merupakan bagian dari kumpulan partikel
PM10 yang memiliki sifat aerodinamis dan ukuran diameter tidak lebih dari atau
Dosen : Dr. Tb. Benito A. Kurnani, Ir., Dip. EST.
Nama : Muhamad Maftuh Ihsan
NIM : 2501 2018 0004
sama dengan 2,5 μm. Selain itu, kedua jenis partikel terbang ini memiliki sifat
yang berbeda di dalam atmosfer. PM2,5 atau fine particles dapat tetap tinggal di
udara dalam jangka waktu yang lama dan menempuh jarak hingga ribuan mil.
Berbeda dengan fine particles, PM10 atau coarse particles tidak dapat tinggal di
udara dalam jangka yang lama dan cenderung untuk terkumpul di atas permukaan
melalui kontak langsung. Secara singkat, seiring dengan ukuran partikel
membesar, maka jangka waktu partikel berdiam di udara menurun. Sedangkan
sifat PM dalam mempengaruhi dan membahayakan kesehatan manusia serta
lingkungannya akan dipengaruhi oleh konsentrasi dan berbagai faktor lainnya
seperti proses PM memasuki suatu sistem, pereaksian PM, imunitas sistem
terhadap PM, dan lain sebagainya.
PM, berdasarkan sumbernya, dapat berasal dari emisi langsung maupun
terbentuk di dalam atmosfer. PM primer merupakan partikel-partikel yang secara
langsung dilepaskan ke atmosfer dari berbagai sumber seperti jalanan maupun sisa
pembakaran. Secara umum PM primer merupakan penyusun utama dari jenis
PM10 (coarse particle). Di sisi lain, PM sekunder merupakan partikel-partikel
yang terbentuk di dalam atmosfer melalui reaksi kimia yang juga melibatkan gas-
gas emisi primer sebagai prekursor. Oleh karena itu, partikel-partikel ini dapat
terbentuk jauh dari lokasi sumber emisi. Tidak seperti PM primer, secara umum
PM sekunder merupakan penyusun utama dari jenis PM2,5 (fine particle) (US
EPA, 2015).
Studi kasus:
a. Menentukan nilai POHC dilihat dari 40 CSR, Appendix 261
b. Menentukan Incenerability Index (nilai indeks pembakaran)
Index C H of C Inc
Dichloromethane 1,7 %
Chlordane 0,5 %
Hexachlorobenzene 1,1 %
Tribromommethane 0,1 %
DDT 2,0 %
TCDD 0,1 %
Jawab :
Penentuan Indeks pembakaran dengan rumus :
a
I =C+
H
Keterangan :
I = Indeks pembakaran
a = Konstanta konversi unit (100 kkal/g)
C = Konsentrasi (%)
H = Nilai kalor (kkal/g)
Keterangan : Apabila nilai indeks suatu senyawa POHC tinggi, senyawa POHC
tersebut semaki sulit terbakar.
Dosen : Dr. Tb. Benito A. Kurnani, Ir., Dip. EST.
Nama : Muhamad Maftuh Ihsan
NIM : 2501 2018 0004
¿ 22,193
POHC (C) : TCDD (0,1%)
Nilai Kalor : 3,43 kkal/g
a
I =C+
H
100 kkal /g
¿ 0,001+
3,43 kkal /g
¿ 29,156
Tabel hasil :
Index C H of C Inc Rangking
Pembakaran
Dichloromethane 1,7 % 1,70 58, 841 2
Chlordane 0,5 % 2,71 36,905 4
Hexachlorobenzene 1,1 % 1,79 55,877 3
Tribromommethane 0,1 % 0,30 333,334 1
DDT 2,0 % 4,51 22,193 6
TCDD 0,1 % 3,43 29, 156 5
KESIMPULAN
Semakin besar nilai pembakaran dan semakin kecil rangking pembakaran, maka
semakin sulit POHC terbakar. Dapat dilihat bahwa Tribromomethane merupakan
yang paling sulit terbakar.
DAFTAR PUSTAKA
U.S. EPA (United States Environmental Protection Agency). 2015. 2011 National
Emissions Inventory, Version 2, technical support document..
Lisa Moran and Tina Masciangioli, (2010) Chemical Laboratory Safety and
Security, A Guide to Prudent Chemical Management, Washington, DC:
The National Academiies Press