Anda di halaman 1dari 33

Proses Pembuatan Urea (Proses Pabrik

Amoniak Lengkap) bagian 6


Bahan baku pembuatan Pupuk Urea adalah Amoniak dan Karbondioksida, yang mana kedua
bahan baku tersebut dihasilkan dari pabrik Amoniak. Amoniak dan Karbondioksida berasal dari
synthesa gas alam.

Prosses Pabrik Amonia.

Rumus molekul amoniak adalah NH3 .Terlihat amoniak terbentuk dari gugus N dan H yang
masing-masing dapat diperoleh dari H2 (Hidogen) dan N2 (Nitrogen). H2 adalah salah satu
komponen gas synthesa yang diperoleh dari pemrosesan gas alam yang mengandung 80 – 95 %
CH4 (Metan). Sedang N2 diperoleh dari udara yang mengandung 79% N2 dan 21% O2.

Berikut blok diagram proses pembuatan amonia secara sederhana :

Reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses pembuatan NH3 dan CO2 adalah sebagai berikut :
Katalisator
Katalisator adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi kimia. Secara
fisik katalisator tidak berubah bentuk walaupun terlibat dalam suatu reaksi kimia. Dari
bentuknya katalisator di pabrik Amoniak sebagian besar berbentuk padatan. Hanya DEA
(Dietanol Amione) yang berbentuk cairan.

Katalisator yang dalam bentuk padatan ini disuplai dari pembuatnya dalam kondisi masih
teroksidasi. Untuk mengaktifkanya katalisator harus terlebih dahulu direduksi (penurunan
bilangan oksida) menggunakan pereduksi H2 dan CO2, akan tetapi yang umum dipakai adalah H2
karena kenaikan temperatur yang dihasilkan dari aktifasi/reduksi katalis masih dapat
dikendalikan dibandingkan bila menggunakan CO sebagai pereduksi.

Berikut adalah salah satu contoh reaksi reduksi katalis Fe3O4 dengan H2 :

3Fe2O3 + H2 — 2Fe3O4 +H2O + Panas

Katalisator yang aktif (tereduksi) bila terkena udara ( O2 ) akan bereaksi dengan cepat dan
menghasilkan panas yang besar (pyrophoric) dan sulit dikendalikan, oleh karena itu katalisator
baru selalu disuplai oleh penjual dalam bentuk teroksidasi agar pada saat dibuka drumnya ketika
akan dimasukkan ke dalam reaktor tidak bereaksi dengan udara.

Untuk menjaga katalisator tetap tinggi aktifitasnya maka beberapa beberapa racun katalis berikut
harus dipastikan tidak masuk ke dalam sistem reaksi :

 Sulfur
 Carbon
 CL–
 Phospat

Khusus untuk katalis synthesa amoniak disamping racun-racun diatas berikut racun-racun
lainnya yang dapat menurunkan aktifitas katalis :

 CO
 CO2
 H2O

Tiga tahap dalam penyiapan gas synthesa.

Desulfurisasi.

Gas alam pada umumnya mengandung sulfur dalam bentuk H2S / Sulfur Anorganik dan Sulfur
Organik seperti mercaptan yang rumus molekulnya RS. Kadar sulfur anorganiknya di dalam gas
alam yang diterima industri pupuk adalah relatif kecil yaitu berkisar 0,18 -0.3 ppm sedang sulfur
organiknya relatif tidak ada.

Kadar sulfur dalam gas alam yang diijinkan untuk memasuki Primary Reformer maksimum
adalah 0,1 ppm. Untuk menyerap sulfur dari gas yang dari gas alam digunakan ZnO sebagai
adsorbent ini bukan katalis, lihat reaksi no 1.

Keberhasilan adsorbsi sulfur anorganik praktis diadsorbsi pada temperatur yang lebih rendah
(200-250oC) dibandingkan dengan sulfur organik (250-400oC).

Kondisi operasi di Desulfurisasi:

 Pressure : 35-40 kg/cm2G


 Temperature Inlet : 350-400oC
 Temperature Outlet : 330-380oC

Primary Reformer.

Ke dalam Primary Reformer dimasukan Steam bersama gas alam yang keluar dari Desulfurisasi.
Sebelum bertemu katalis yang berada dalam tube yang dipanasi secara radiasi oleh burner-burner
(seperti burner pada kompor gas), campuran steam dan gas terlebih dahulu dipanasi hingga
temperatur reaksi 530-650oC. Hal ini sesuai dengan jenis reaksinya yang endotermis. Disamping
reaksi reforming, reaksi shift juga terjadi di Primary Reformer seperti pada reaksi no. 2 dan no.
3.

Untuk menjamin bahwa reaksi berjalan sesempurna mungkin rasio steam terhadap carbon yang
ada dalam gas alam (S/C) dijaga sekitar 3,1-4 (mol/mol)

Kondisi operasi Primary Reformer :

 Pressure : 35 – 40 kg/cm2G
 Temperature Inlet : 530 – 650oC
 Temperature Outlet : 770 – 811oC
 Kadar CH4 Outle : 9 – 16 % berat
 Kadar CO Outlet : 8 – 9 % berat
 Kadar H2 Outlet : 65 – 70 % berat.

Scondary Reformer.

Pada dasarnya Scondary Reformer berfunggsi untuk menyempurnakan reaksi reforming yang
telah terjadi di Primery Reforming. Kalau Primery Reformer sumber panas untuk reaksi
reforming yang endotermis disuplay oleh burner-burner yang memberikan panasnya secara
radiasi, maka sumber panas di Scondary Reformer disuplay oleh udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer menggunakan kompresor udara.

Reaksi pembakaran O2 dari udara dengan H2 hasil reaksi reforming di Primary Reformer :

O2 + H2 à H2O + Panas ( exothermic)

Akan menghasilkan panas yang akan dipakai oleh reaksi reforming Scondary Reformer.
Campuran hasil reaksi di Scondery Reformer ini akan menyisakan N2 yang praktis tidak/belum
bereaksi dengan H2 dan campuran gas lainnya. N2 akan bereaksi dengan H2 nantinya di Converter
Amoniak setelah menjalani berbagai proses pemurnian berikutnya.

Kondisi operasi di Scondary Reformer :

 Pressure : 35-40 kg/cm2G


 Temperature Inlet : 520-560oC
 Temperature Outlet : 950-1050oC
 CH4 Outlet : 0,2-1,0 % berat
 CO Outlet : 10-13 % berat
 H2 Outlet : 54-56 % berat

Tiga tahap proses pemurnian gas synthesa

CO Shift dibagi dalam dua tahap yaitu :

1. CO Shift Temperatur Tinggi / High Temperature Shift (HTS)


2. CO Shift Temperatur Rendah / Low Temperature Shift (LTS)

Tujuan Reaksi shift adalah untuk menyempurnakan pembentukan H2 seperti telah dilakukan pada
reaksi reforming dengan mereakasikan CO dengan H2O menjadi H2 dan CO2 seperti telah
dituliskan pada reaksi no. 3 di atas dan untuk mengurangi CO yang terbentuk di Reformer yang
merupakan racun bagi katalisator amoniak.
Pada tahap HTS dimana reaksi masih jauh dari kesetimbangan kimia maka reaksi dilaksanakan
pada temperature tinggi (360oC). Sedang pada LTS dimana reaksi sudah berada pada
kesetimbangan, penurunan temperature reaksi (210oC) akan menggeser kesetimbangan ke kanan
atau kearah terbentuknya H2. Dengan demikian LTS akan menyempurnakan reaksi yang
eksotermis ini ke arah produk.

Kondisi operasi HTS :

 Pressure : 35-40 kg/cm2G


 Temperature Inlat : 340-380 oC
 Temperature Outlet : 420 – 440 oC
 CO Inlet : 12-14,5 % berat
 CO Outlet : 2,5-4,5 % berat.

Kondisi operasi LTS :

 Pressure : 35-40 kg/cm2G


 Temperature Inlet : 190-210 oC
 Temperature Outlet : 220-240 oC
 CO Inlet : 2,5-4,5 % berat
 CO Outlet : 0,2-0,4 % berat
 CO2 Outlet : 16-18 % berat

CO2 Removal

Setelah CO diturunkan sampai kadar terendah, selanjutnya CO2 diturunkan hingga 0,1 % berat
(1000 ppm). Penurunan CO2 dilakukan dengan cara absorbsi oleh larutan K2CO3 ( karbonat)
yang konsentraasinya 25-30 % berat di dalam sebuah menara Absprber.

Gas Synthesa yang mengandung 16%-18% berat CO2 dipertemukan dengan larutan karbonat
yang mengalir dari atas ke bawah sedang gas mengalir dari bawah ke atas. Selanjutnya dalam
pertemuan keduanya, CO2 diserap oleh larutan karbonat sesuai reaksi no.5. Untuk meningkatkan
efektifitas penyerapan oleh K2CO3 diberikan juga Dietanol Amine (DEA) dengan konsentrasi
2,5-3 % berat.

Di Absorber penyerapan dilakukan dalam dua tahap. Absorbsi di bagian bawah absorber
dilakukan dengan larutan karbonat yang bertemperature 65-117 oC, sedang absorbsi berikutnya
dilakukan di bagian atas Absorber dengan larutan Karbonat bertemperature 65-70 oC. Tujuan
tahapan absorbsi ini adalah untuk meningkatkan penyerapan CO2.

Penyerapan CO2 di menara Absorber berlangsung dengan kondisi :


 Pressure : 27-35 kg/cm2G
 Temperatur Gas Inlet : 100-130 oC
 Temperatur Gas Outlet : 65-70 oC
 Temperature Larutan Karbonat inlet :
o Ke Top menara : 65-70 oC

o Ke Middle Menara : 115-117 oC

 CO2 Inlet : 16-18 % berat


 CO2 Outlet : 0,04-0,1 % berat.

Sebagian besar K2CO3 dalam larutan Karbonat yang telah banyak menyerap CO2 (Rich Solution)
berubah menjadi KHCO3 seperti terlihat pada reaksi no. 5. Selanjutnya KHCO3 ini harus
kembali diubah menjadi K2CO3 agar bisa disirkulasikan ke Absorber untuk menyerap CO2. Hal
ini dilakukan di Menara Regenerator dan reaksi yang tejadi adalah reaksi pada no 6.

Dari Absorber yang bertekanan 27-35 kg/cm2G larutan Karbonat (Rich Solution) dikirim ke
regenarator yang tekanan operasinya 0,4-0,8 kg/cm2G. Penurunan pressure yang cukup besar ini
akan menggeser kesetimbangan reaksi no. 6 ke kanan atau ke arah pelepasan CO2 dan
pembentuan K2CO3.

Di samping dengan penurunan tekanan, pelepasan CO2 dari larutan karbonat (Rich Solution) juga
dibantu dengan pemberian panas yang disuplay dari steam yang masuk dan dibangkitkan di
Reboiler-reboiler yang terletak di bagian bawah Regenator.

Kondisi operasi Regenarator :

 Pressure : 0,4-0,8 kg/cm2G


 Temberature Bottom : 120-130 oC

Larutan Karbonat yang telah bebas CO2 ( Lean Solution) ini kemudian dikirim kembali ke
Absorber, sedangkan CO2 yang keluar dari Regenarator dikirim ke Pabrik Urea.

Metanasi

Setelah keluar dari CO2 Removal gas synthesa masih mengandung 0,3 % CO dan 0,1 % CO2
yang harus dikurangi lagi kadarnya hingga total CO+CO2 maksimum 10 ppm. Pada dasarnya
reaksi metanasi yang terjadi adalah kebalikan dari reaksi reforming, seperti reaksi no.4.

Kondisi operasi Metanasi :

 Pressure : 25-30 kg/cm2G


 Temperature Inleet : 280-310 oC
 Temperature Outlet : 320-340 oC

Synthesis Loop dan Refrigerasi.

Di dalam Synthesis loop ini terdapat converter amoniak yang berfungsi mereaksikan N2 dengan
H2 untuk membentuk Amoniak /NH3. Gas synthesa dengan kadar CO+CO2 maksimum 10 ppm
sebelum dimasukkan ke Synthesis loop dinaikkan tekanannya terlebih dahulu ke 130-210
kg/cm2G menggunakan kompressor Synthesis Gas.

Yang perlu diperhatikan adalah rasio H2/N2 dijaga 3 atau sedikit dibawah dari 3. Hal ini penting
dipertahankan agar reaksi pembentukan amoniak berjalan maksimal. Pangaturan Ratio ini
dilakukan dengan mengatur laju udara yang dimasukkan ke Scondary Reformer.

Reaksi pembentukan amoniak ini berlangsung pada temperature inlet Converter 270 oC dan
temperature 530 oC. Dengan temperature setinggi ini, maka amoniak yang terbentuk mustahil
diperoleh dalam keadan cair. Untuk itu gas keluar Converter harus terlebih dahulu menjalani
pendinginan hingga temperature 6 –(-5)oC. Pendinginan ke temperature ini dilakukan dengan
cara,melakukan pertukaran panas antara gas masuk dengan Converter dengan gas keluar
Converter, pembangkitan steam dan pemanasan air umpan boiler (BFW), pendinginan dengan
menggunakan air pendingin ( cooling water ) serta yang utama adalah pendinginan
menggunakan refrigerasi.

Gas yang telah didinginkan,karena masih mengandung H2 dan N2 yang tidak bereaksi, gas
dicampur dengan gas dari metanasi dikembalikan ke Converter amoniak. Sistem ini akhirnya
merupakan sebuah Loop atau siklue Amoniak.

Di dalam Loop ini juga ada gas-gas yang benar-benar tidak bereaksi yang disebut inert, yaitu
CH4 yang berasal dari Metanasi dan Argon (Ar) yang berasal dari udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer. Inert ini konsentrasinya harus dijaga sekitar 7-11 % berat agar reaksi
pembentukan amoniak berlangsung maksimal.

Adapun gas dari metanasi yang mengandung CO, CO2 dan H2O sebelum masuk ke dalam
synthesis Loop dipertemukan terlebih dahulu dengan gas keluar Converter yang sudah
didinginkan dan mengandung amoniak cair. Tujuannya adalah agar CO, CO2 dan H2O yang ada
dalam gas dari Metanasi (make up gas) dapat larut dalam amoniak cair dan terbawa ke
refrigerasi, tidak ke inlet Converter amoniak.

Kondisi Operasi Converter :

 Pressure : 230-210 kg/cm2G


 Temperature Inlet : 250-270 oC
 Temperature Outlet : 480-530 oC
 NH3 Inlet : 1,5-5 % berat
 NH3 Outlet : 13-20 % berat.
Refrigerasi

Produk amoniak cair dengan temperature 6 oC – (-5) oC ini selanjutnya dikirim ke Refrigerasi
untuk dimurnikan dari H2, N2, CO, CO2, H2O dan inert yang terlarut dalam amoniak cair dan
didinginkan hingga temperature -31 oC. Pemurnian dilakukan dengan jalan menurunkan
tekanannya dari 130-210 kg/cm2G menjadi 17 kg/cm2G. Dengan jalan ini kelarutan gas-gas
tersebut diatas akan turun dan gas-gas akan lepas dari amoniak cair.

Refrigerasi ini seperti layaknya sebuah lemari es dilengkapi dengan kompresor refrigerant.
Kompressor ini berfungsi untuk menaikkan pressure uap amoniak agar mudah dicairkan
menggunakan air pendingin. Amoniak cair ini selanjutnya dikirim ke penukar panas yang ada di
synthesa loop yang dipakai untuk mendinginkan gas keluar Converter amoniak dan mencairkan
amoniak yang terdapat dalam gas keluar Converter. Pendinginan ini mampu membuat amoniak
cair keluar loop bertemperature 6-(-5oC).

Uap penukar panas yang keluar dari penukar panas diatas yang merukajan hasil dari peristiwa
pertukaaran panas dikirim ke Kompresor refrigeransi. Begitu pula dengan amoniak cair dari hasil
pemurnian.

Selanjutnya amoniak cair yang panas (25oC) yang merupakan hasil kondensasi uap amoniak
keluar kompressor/discharge dikirim ke pabrik Urea. Sedangkan amoniak cair yang dingin (-31
o
C)dari bagian suction komperssor dikirim ke Storage Amoniak.

Demikian proses pembuatan amoniak dan karbondioksida sebagai bahan baku pembuatan
Industri Pupuk Urea.

https://joetrizilo.wordpress.com/2012/03/26/proses-pembuatan-urea-proses-pabrik-amoniak-lengkap-
bagian-6/

PROSES PRODUKSI

Proses produksi pengolahan bahan baku menjadi pupuk urea di PT. Pupuk Iskandar Muda dibagi menjadi
tiga unit, yaiu:

1. Unit Utility
2. Unit Ammonia

3. Unit Urea

1 Unit Utility
Unit Utility merupakan unit penunjang bagi unit-unit yang lain dalam suatu pabrik atau sarana
penunjang untuk menjalankan suatu pabrik dari tahap awal sampai produk akhir. Pada PT. Pupuk
Iskandar Muda , Unit Utility meliputi:

1. Area Water Intake Facility


2. Unit Pengolahan Air

3. Unit Pembangkit Steam

4. Unit Pembangkit Listrik

5. Unit Udara Instrument / Udara Pabrik

6. Unit Pemisahan Udara (ASP)

7. Unit Gas Matering Station

8. Unit Pabrik CO dan Dry Ice


2

9. Unit Pengolahan Air Buangan

1.1 Area Water Intake Facility


Pada saat pabrik beroperasi, untuk melayani kebutuhan air diseluruh pabrik, perkantoran dan
perumahan PT. Pupuk Iskandar Muda diambil dari sungai Peusangan yang jaraknya sekitar 25 km dari
lokasi pabrik. Luas Daerah Aliran Sungai Peusangan adalah 2.260 km .
2

Air ini dipompa dengan laju air normalnya sekitar 700-800 ton/jam pada tekanan minimum 2 kg/cm G. 2

Pada fasilitas water intake terdapat 3 buah pompa, dimana setiap pompa memiliki kapasitas 1250
ton/jam.

Fasilitas water intake dilengkapi dengan :

1. Water intake channel, merupakan suatu kolam yang disekat sehingga berbentuk channel.
Water intake channel dilengkapi dengan bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-
benda kasar terapung yang mungkin ada ditempat penyadapan terutama di bangunan sadap
sungai, agar tidak mengganggu proses pengolahan air berikutnya.
2. Intake pond, merupakan suatu kolam dengan ukuran 27,9 x 7,6 m yang berfungsi untuk
menampung air yang telah disadap dari sumber dan digunakan sebagai bahan baku. Air
tersebut dialirkan ke settling basin dengan mengunakan pompa.

3. Settling basin, berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel kasar secara gravitasi dan
mengatur aliran yang akan ditransmisikan, basin dibagi menjadi lima channel dan secara
bergantian sebuah channel dibersihkan dan diambil lumpurnya.
Air yang berasal dari area water intake facility kemudian dialirkan ke dalam instalansi pengolahan air di
PT. PIM dengan laju alir 1.650 ton/jam.

1.2 Unit Pengolahan Air

Kebutuhan air di dalam pabrik diperlukan untuk bahan pembantu proses yaitu dalam bentuk filter water
dan demin water atau polish water, disamping itu diproduksi pula potable water sebagai air minum.
Pengolahan air baku menjadi air seperti tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.2.1 Clarifier

Clarifier berfungsi sebagai tempat pengolahan air tahap pertama yaitu proses penjernihan air untuk
menghilangkan zat padat yang ada dalam bentuk suspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan pada air.
Raw water (air baku) yang berasal dari sungai Peusangan dipompakan dengan tekanan 1-3 Kg/cm G. 2

kekeruhan (turbidity) air baku yang masuk ke clarifier sekitar 10-40 ppm, pada saat normal operasi
sedang pada saat hujan turbiditynya lebih besar dari 100 ppm.

Clarifier mempunyai kapasitas 1330 ton/jam sedangkan kebutuhan air baku masuk clarifier adalah 600 –
800 ton/jam (normal). Pada daerah masuk clarifier diinjeksikan bahan-bahan kimia yaitu alum sulfat,
chlorine, caustic soda, sedangkan coagulant aid ditambahkan ke dalam clarifier.

Clarifier dilengkapi dengan agitator dan rake yang berfungsi sebagai pengaduk, keduanya bekerja secara
kontinu. Agitator befungsi unuk mempercepat terjadinya flok-flok dan bekerja dengan kecepatan 1,05 –
4,2 rpm. Sedangkan rake berfungsi mencegah agar flok – flok (gumpalan lumpur) tidak pekat di dasar
clarifier dan bekerja dengan kecepatan 0,033 rpm. Kotoran – kotoran yang mengendap bersama sludge
(lumpur) dikeluarkan dari bawah clarifier sebagai blow down, sedangan air jernih dari clarifier keluar
lewat over flow untuk dibersihkan lagi dalam gravity sand filter.

Adapun fungsi dari bahan-bahan kimia tersebut adalah:

1. Alum Sulfat (Al (SO ) 18H O)


2 4 3 2

Berfungsi untuk membuat flok-flok dari partikel-partikel yang tersuspensi di dalam air sehingga kotoran
dapat mengendap.
Reaksi yang terjadi adalah:

A (SO ) .18H O 2Al(OH) + 3H SO + 18H O


2 4 3 2 3 2 4 2
Al(OH) yang berupa koloid akan mengendap bersama kotoran lain yang terikut ke dalam air sedangkan
3

H SO akan mengakibatkan air bersifat asam.


2 4

b. Caustic Soda (NaOH)

Berfungsi untuk menaikkan PH air akibat panambahan alum sehingga PHnya berkisar antara 6 – 8.

Reaksi yang terjadi adalah: SO + 2NaOH Na SO + 2H O


2 4 2 4 2

c. Chlorine (Cl )
2

Tujuan untuk mematikan mikroorganisme dalam air, disamping itu juga untuk mencegah timbulnya
lumut yang akan mengganggu pada proses selanjutnya.

d. Coagulant Aid

Fungsinya untuk memperbesar flok-flok sehingga mempercepat terjadinya pengendapan.

1.2.2 Gravity Sand Filter

Air yang jernih dari clarifier dialirkan ke gravity sand filter secara gravitasi. Gravity sand filter terdiri dari
6 unit yaitu lima service dan satu unit stand by/back wash. Komponen utama dari gravity sand filter
adalah pasir yang ukurannya berbeda-beda. Sand filter bekerja secara kontinu, maka kotoran-kotoran
akan menggumpal difilter untuk dilakukan back wash secara berkala.

1.2.3 Filter Water Reservoir

Pada saat pabrik beroperasi, air dari gravity sand filter ditampung di filter water reservoir lalu dialirkan
ketiga tempat yaitu:

a. Potable Water Tank

Disini ditambahkan chlorine (Cl ) dengan tujuan untuk mematikan mikroorganisme yang ada dalam air,
2

sehingga memenuhi persyaratan air minum. Kemudian air ini didistribusikan keperumahan, kantor, kapal,
dan emergency.

b. Filter Water Tank

Digunakan sebagai fire water, make up cooling water dan back wash A/C Filter.
c. Recycle Water Tank

Digunakan sebagai umpan demin. Air ini diproses lagi untuk menghasilkan air yang bebas mineral dan
akan digunakan sebagai air umpan boiler.

3.1.2.4 Activated Carbon Filter

Air dari recycle water tank dimasukkan ke dalam activated carbon filter untuk dikontakkan dengan
karbon aktif, sehingga CO terlarut dalam air dan zat-zat organik yang ada dalam filter water akan diserap
2

oleh karbon aktif tersebut. Activated carbon filter ini berfungsi untuk menyerap dan menghilangkan zat-
zat organik, dan chlorine residual dari air yang tersaring sebelum masuk ke system deionosasi
(demineralizer).

3.1.2.5 Demineralizer

Unit ini berfungsi untuk membebaskan air dari unsur-unsur silikat, sulfat, klorida dan karbonat dengan
menggunakan resin, unit ini terdiri dari:

1. Cation Tower

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur logam yang berupa ion-ion positif yang terdapat
dalam filter tower dengan menggunakan resin kation R-SO H. Proses ini dilakukan dengan melewati air
3

melalui bagian bawah, dimana akan terjadi pengikatan logam-logam tersebut oleh resin. Resin R-SO H ini 3

bersifat asam kuat, karena itu disebut asam kuat cation exchanger resin.
Reaksi yang terjadi adalah: + 2R - SO H (R - SO ) Ca + 2HCl + 2R - SO H (R - SO ) Mg + 2HCl + 2R - SO H (R -
2 3 3 2 2 3 3 2 3 3

SO ) Ca + H CO
3 2 3 3

Proses ini menghasilkan asam seperti HCl, H SO dan asam-asam lain. Keasaman berkisar antara pH 2,8 -
2 4

3,5. untuk memperoleh resin aktif kembali, dilakukan regenerasi dengan menambahkan H SO pada resin
2 4

tersebut.

2. Degasifier

Dari cation tower air dilewatkan ke degasifier yang berfungsi untuk menghilangkan gas CO yang 2

terbentuk dari asam karbonat pada proses sebelumnya.

Reaksi yang terjadi adalah:


H CO H O + CO
2 3 2 2

Proses degasifier ini berlangsung pada tekanan vakum 740 mmHg dengan menggunakan steam ejector,
didalam tangki ini terdapat nettsing ring untuk memperluas bidang kontak, sehingga air yang masuk
terlebih dahulu diinjeksikan dengan steam. Sedangkan outlet steam injector, dikondensasikan dengan
menginjeksikan air dari bagian atas yang selanjutnya ditampung di dalam seal pot sebagai umpan
recovery tank, maka CO akan terlepas sebagai fraksi ringan dan air akan turun ke bawah sebagai fraksi
2

berat.

3. Anion Tower

Befungsi untuk menyerap atau mengikat ion-ion negative yang terdapat dalam kandungan air yang
keluar dari degasifier. Resin pada anion exchanger adalah R = NOH.
Reaksi yang terjadi adalah: SO + R=N - OH (R=N)SO +2H O O
2 4 2 2

Reaksi selalu menghasilkan H O, karena air demin selalu bersifat netral. Selanjutnya air outlet anion
2

tower masuk ke mix bed polisher dari bagian atas. Air keluar tangki ini memiliki pH = 7,5 – 8,5. untuk
memperoleh resin aktif kembali, dilakukan regenersi dengan menambahkan NaOH pada resin tersebut.

4. Mix Bed Polisher

Berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa logam atau asam dari proses sebelumnya, sehingga diharapkan
air yang keluar dari mix bed polisher telah bersih dari kation dan anion. Di dalam mix bed polisher
digunakan dua macam resin yaitu resin kation dan resin anion yang sekaligus keduanya berfungsi untuk
menghilangkan sisa kation dan anion, terutama natrium dan sisa asam sebagai senyawa silikat, dengan
reaksi sebagai berikut:
R SiO + R – SO H RSO Na + H SiO
2 3 3 3 2 3

R SiO + R= N – OH R=N – SiO + H O


2 3 3 2

Air yang telah bebas mineral tersebut dimasukkan ke polish water tank dan digunakan untuk air umpan
boiler. Air yang keluar dari mix bed polisher ini memiliki pH 6 – 7.

1.3 Unit Pembangkit Steam

Pada Unit Utility terdapat dua sumber pembangkit steam yang digunakan untuk kebutuhan operasi,
yaitu waste heat boiler dan package boiler. Air dari polish water tank dimasukkan ke dalam deaerator
untuk menghilangkan gas CO dan O yang menyebabkan korosi pada pipa-pipa. Di deaerator juga di
2 2

injeksikan hydrazine (N H4) untuk mengikat gas O yang terdapat dalam air.
2 2

Reaksi yang terjadi adalah: H4 + O 2H O + N ↑


2 2 2 2

Pada outlet deaerator diinjeksikan ammonia yang befungsi untuk menaikkan pH dari boiler feed water.

1.3.1 Package Boiler

Dalam package boiler, panas yang digunakan berasal dari pembakaran fuel gas dengan kapasitas 120
ton/jam, tekanan 42 kg/jam G dan temperatur 385 C.
2 0

Sirkulasi berlangsung secara alami karena perbedaan berat jenis air dalam pipa dan steam yang
dihasilkan keluar lewat superheater.

1.3.2 Waste Heat Boiler

Waste Heat Boiler yang memanfaatkan panas gas buang yang dihasilkan dari generator turbin gas 15
MW, sehingga secara ekonomi sangat menguntungkan. Disini dilakukan sirkulasi paksa dengan
menggunakan pompa. Kemudian air masuk ke economizer, steam yang dihasilkan keluar melalui
superheater dan untuk mengatur suhu yang keluar, steam disemprot dengan boiler feed water sehingga
temperatur steam menjadi 385 C dan tekanan 42 kg/cm G dengan kapasitas 120 ton/jam.
0 2

1.4 Unit Pembangkit Listrik


Untuk memenuhi kebutuhan listrik, pabrik PT. Pupuk Iskandar Muda mensupply listrik dan beberapa
generator sebagai sumber tenaga pembangkit listrik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Main Generator ; dengan Daya : 15 MW dan Tegangan : 13.8 KV


2. Stand by Generator ; dengan Daya : 1,5 MW dan Tegangan : 2,4 KV

3. Emergency Generator dengan Daya : 350 KW dan Tegangan : 480 V

4. Uninterupted Power supply ( UPS )

1.5 Unit Udara Instrument/Udara Pabrik

Kebutuhan pabrik saat awal pabrik dioperasikan dengan kompresor udara, setelah pabrik normal
beroperasi udara diambil dari kompresor udara ammonia dengan tekanan 35 kg/cm G. Udara ini masih
2
belum kering atau murni maka dikeringkan pada dryer untuk menghilangkan H O nya dengan 2

menggunakan silica Alumina Gel (silicagel).

Fungsi udara instrument adalah menggerakkan pneumatic control valve, purging di boiler, Flushing di
turbin. Fungsi udara pabrik, antara lain Flushing jaringan pipa, Mixing tangki kimia, pengantongan urea,
pembakaran di burning pit.

1.6 Unit Pemisah Udara (ASP)

Pada prinsipnya unit pemisah udara (N dan O ) ini bekerja berdasarkan titik cairnya. Udara baku disaring
2 2

melalui filter kemudian di mampatkan dengan kompresor udara sampai bertekanan 14 kg/cm G, 2

selanjutnya didinginkan dengan after cooler sampai suhu lebih kurang 41 C untuk memisahkan air dari
0

udara, pendinginan dilanjutkan dalam precooler unit sampai suhu 5 C. Udara yang telah mengembun
0

dikeluarkan lewat drain separator dan dialirkan ke m/s absorben untuk menyerap CO dan H O yang
2 2

selanjutnya udara ini dialirkan ke dalam cool box. Pada cool box N dan O dipisahkan dengn tiga macam
2 2

mode operasi yaitu:

 Mode I adalah produksi N2 gas, maksimal 500 Nm3/hr.


 Mode II adalah produksi N2 liquid, maksimal 50 Nm3/hr.

 Mode III adalah produksi O2 gas, maksimal 75 Nm3/hr.

1.7 Unit Gas Matering Station

Gas alam yang berasal dari ladang Arun dengan flow 0 – 75.000 Nm /hr dengan tekanan 28,1 kg/cm G
3 3

dan suhu ± 26 C masuk ke dalam knock out drum untuk dipisahkan hidrokarbon berat dengan gas ringan.
0

Hidrokarbon berat keluar dari bagian bawah dan gas ringan keluar dari bagian atas dan selanjutnya
dialirkan ke pabrik Ammonia dan utility (untuk gas turbin atau boiler).

1.8 Unit Pabrik CO dan Dry Ice


2

Pabrik CO ini mempunyai kapasitas 250 kg/jam untuk CO dan 100 kg/jam untuk produksi dry ice. Pabrik
2 2

ini merupakan usaha sampingan (komersil) dari PT. Pupuk Iskandar Muda.

CO yang berasal dari pabrik urea bertekanan sekitar 25 kg/cm G diturunkan tekanannya sampai 17
2
2

kg/cm G yang selanjutnya dimasukkan ke dalam deodorizer (mengandung karbon aktif) untuk menyerap
2

bau dan air yang ada dalam gas.

Selanjutnya dikeringkan dalam dryer kemudian dikondensasikan dalam kondensor, disini gas CO 2

berkontak dengan gas Freon sehingga gas CO berubah menjadi CO cair. Hasil kondensasi ini akan turun
2 2
ke storage, kemudian CO cair dimasukkan ke dalam bottle truck khusus atau diubah menjadi dry ice yang
2

dipasarkan.

Ket : Dry ice plant sudah tiga tahun belakangan ini tidak berproduksi.

1.9 Unit Pengolahan Air Buangan

Untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan, maka buangan dari proses produksi diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang. Unit penampungan air limbah ini terdiri dari waste water pond (WWP)
dan Kolam Penampungan dan Pengendalian Limbah (KPPL).

1.9.1 Kolam Air Limbah


Kolam air limbah ini merupakan penampungan limbah yang berasal dari:

1. Tangki netralisasi pada unit demineralizer


2. Tangki slurry pada unit pengolahan air

3. Pabrik ammonia

4. Pabrik urea

Air limbah tersebut dinetralkan dengan menambah acid atau caustic sampai mencapai pH 6 – 8,
kemudian dikirim oleh pompa transfer auto stop. Setelah pH air buangan Netral, maka air limbah
tersebut dibuang ke laut.

1.9.2 Kolam Penampungan

Kolam penampungan dan pengendalian limbah (KPPL) mempunyai kapasitas 5250 m . fungsi dari KPPL
3

adalah untuk mengatur komposisi air limbah dan kecepatan buangnya, untuk mengurangi kadar air
limbah dengan cara penguapan, mengurangi jumlah padatan terlarut dengan cara pengendapan dan
menampung limbah (air buangan) pada saat pabrik sedang beroperasi.

2 Unit Ammonia

Proses pembuatan ammonia di PT. Pupuk Iskandar Muda menggunakan teknologi Kellog Brown and Root
(KBR) dari Amerika Serikat. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi ammonia adalah gas alam,
steam dan udara.

Proses pembuatan ammonia terdiri dari beberapa unit, yaitu :


1. Unit persiapan gas umpan baku.
2. Unit pembuatan gas sintesa.

3. Unit pemurnian gas sintesa.

4. Unit sintesa ammonia.

5. Unit pendinginan ammonia.

6. Unit daur ulang ammonia.

7. Unit daur ulang hidrogen.

8. Unit pembangkit steam.

2.1 Unit Persiapan Gas Umpan Baku

Gas alam dari PT. Exxon Mobil dialirkan ke dalam Fuel and Feed Gas Knock Out Drum untuk memisahkan
senyawa hidrokarbon berat. Dari KO Drum sebagian gas alam digunakan sebagai bahan bakar dan
sebagian lagi sebagai bahan baku proses.

Sistem persiapan gas umpan baku terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu penghilangan sulfur,
penghilangan mercury, dan penghilangan CO 2.

1. Desulfurizer

Gas alam sebagai bahan baku proses dialirkan ke dalam Desulfurizer yang berisikan sponge iron yaitu
potongan-potongan kayu yang telah di impregnasi dengan Fe O . Sponge iron berfungsi menyerap sulfur
2 3

yang ada dalam gas alam. Masing-masing Desulfurizer mempunyai volume 68,8 m . Umur operasinya
3

diperkirakan 90 hari untuk kandungan H S di dalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari
2

Desulfurizer dengan kandungan H S dalam gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi adalah : O + 3H S Fe S
2 2 3 2 2 3

+ 3H O
2

Temperatur operasi pada Desulfurizer dijaga antara 16 sampai 40 C. bila temperatur lebih tinggi dari 40
o

o
C, maka sponge iron akan mengalami dehidrasi, sedangkan bila temperatur di bawah 16 C akan o

mengakibatkan reaksi berjalan lambat. Disamping temperatur, kelembaban (humidity) dan alkalinitas
merupakan faktor lain yang berpengaruh pada proses desulfurisasi.

Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8,0 sampai 8,5). Keadaan jenuh dimaksud
agar H S dapat terabsorbsi oleh air dan kemudian bereaksi dengan Fe O , sedangkan kondisi basa
2 2 3

diperlukan karena sponge iron bersifat basa. Untuk mencapai keadaan tersebut maka diinjeksikan Na CO 2 3

sebanyak 4 sampai 10 % wt secara berkala.


2.1.2 Mercury Guard Vessel

Gas dari Desulfurizer mengalir ke Mercury Guard Vessel yang berisi 6,7 M katalis Sulfur Impregnated
3

Activated Carbon berfungsi untuk menyerap Hg yang terdapat dalam gas alam. Mercury dirubah menjadi
senyawa Mercury Sulfida dan kemudian diserap pada permukaan karbon aktif. Diharapkan kandungan Hg
dalam gas setelah penyerapan lebih kecil dari 160 ppb. Reaksi yang terjadi adalah : S HgS + H 2 2

2.1.3 CO Pretreatment Unit (CPU)


2

CPU berfungsi untuk menurunkan kandungan CO pada aliran gas umpan dari 23 % menjadi 4 %. Gas CO
2 2

dihilangkan dengan cara penyerapan dengan larutan activated MDEA (Methyl – Diethanol Amine)
dengan konsentrasi 50 % Wt pada temperatur 70 sampai 79 C didalam menara Absorber. Reaksi yang
o

terjadi adalah : + H O H CO H CO + aMDEA (aMDEA) (HCO3)


2 2 2 3 2 3
+ -

Gas masuk ke Absorber dari bagian bawah dan larutan aMDEA dari bagian atas sehingga terjadi kontak
langsung. Larutan yang telah mengikat CO diregenerasi di Stripper. Selain mengikat CO , larutan aMDEA
2 2

juga mampu mengikat hidrogen sulfida sehingga produk CO hasil regenerasi di CPU tidak dapat
2

digunakan sebagai produk samping.

2.1.4 Final Desulfurizer

Final Desulfurizer merupakan vessel yang berisi dua bed katalis, bed bagian atas berisi katalis Nickel
Molibdate yang berfungsi untuk mengubah sulfur organik yang terdapat di dalam gas umpan menjadi
sulfur anorganik (H S) dengan mereaksikannya dengan hidrogen, dan bed bagian bawah berisi katalis ZnO
2

yang berfungsi untuk menyerap H S yang terbentuk dari bed pertama. Reaksinya adalah : RH + H S S +
2 2 2 2

ZnO ZnS + H O2

Sebelum masuk ke Final Desulfurizer, tekanan gas dinaikkan 39 sampai 44 kg/cm G dengan Feed Gas 2

Commpressor. Temperatur gas yang masuk ke Final Desulfurizer sekitar 371 C. Bila temperatur di bawah
o

371 C yaitu pada temperatur 320 C akan terjadi reaksi metanasi yang menyebabkan kenaikan
o o

temperatur, sedangkan temperatur di atas 371 C yaitu pada temperatur 400 C akan terbentuk karbamat
o o

karena ada kandungan NH dalam gas H recycle dan CO dalam gas umpan.
3 2 2

Umur ZnO lebih kurang 5 tahun dengan outlet dari Final Desulfurizer diharapkan kandungan H S didalam 2

gas lebih kecil dari 0,1 mgram/m . 3

2.2 Sistem Pembuatan Gas Sintesa


Sistem ini bertujuan untuk mengubah gas yang berasal dari sistem persiapan gas umpan baku menjadi
gas CO, CO dan H melalui tahapan proses sebagai berikut:
2 2

2.2.1 Primary Reformer

Gas proses masuk ke Primary Reformer bersama dengan super heated steam dengan perbandingan
steam dengan karbon 3,5 : 1 untuk mengubah hidrokarbon menjadi CO, CO dan H . Bila rasio steam
2 2

dengan karbon lebih kecil dari 3,5 akan menyebabkan terjadinya reaksi karbonasi (carbon formation atau
carbon ceacking) yang mengakibatkan katalis akan hancur karena pemanasan setempat.

Ada dua jenis katalis yang di gunakan untuk kelangsungan reaksi reforming pada Primary Reformer, yaitu
katalis nikel dan Potash. Katalis Potash digunakan untuk melindungi katalis utama Nikel dari deposit
karbon. Reaksi yang terjadi di Primary reformer adalah sebagai berikut : + H O CO + 3H – Q
4 2 2

CO + H O CO + H – Q
2 2 2

Reaksi pada Primary Reformer berlangsung secara endotermis (menyerap panas). Sumber panas
dihasilkan dari 80 burner dengan tipe pengapian ke bawah untuk memanaskan 128 tube katalis.
Temperatur reaksi dijaga 823 C pada tekanan 41 kg/cm G. Jika temperatur lebih rendah maka reaksi
o 2

akan bergesar ke arah kiri (reaktan).

Primary Reformer terdiri dari dua seksi, yaitu seksi radiasi dan seksi konveksi. Pada seksi radian
merupakan ruang pembakaran dimana terdapat tube katalis dan burner. Tekanan dijaga pada kondisi
vakum dengan Induct Draft Fan yaitu sebesar -7 mmH O supaya perpindahan panas lebih efektif dan api
2

tidak keluar. Sedangkan udara pembakaran untuk burner disuplai oleh Force Draft Fant. Seksi konveksi
merupakan ruang pemanfaatan panas dari gas buang hasil pembakaran di radian oleh beberapa coil,
yaitu :

1. Mix Feed Coil


2. Proses Air Preheat Coil

3. HP Steam Super Heat Coil

4. HP steam Super Heat Coil

5. Feed Gas Preheat Coil

6. BFW Preheat Coil

7. Burner Fuel Heater Coil

8. Combution Air Preheat Coil


2.2.2 Secondary Reformer

Untuk menyempurnakan reaksi reforming yang terjadi di Primary Reformer, gas dialirkan ke Secondary
Reformer yang juga berfungsi untuk membentuk gas H , CO dan CO . Aliran gas ini dicampurkan dengan
2 2

aliran udara dari Air Compressor yang mengandung O dan N . Gas, steam dan udara mengalir ke bawah
2 2

melalui suatu unggun yang berisi katalis nikel, sehingga mengakibatkan temperatur gas sebelum masuk
katalis bertambah tinggi. Reaksinya adalah sebagai berikut : + O 2H O + Q + H O CO + 3H – Q O CO + H
2 2 2 4 2 2 2 2 2

+Q

Secondary Reformer beroperasi pada temperatur 1287 C dan tekanan 31 kg/cm G. Panas yang dihasilkan
o 2

dari reaksi diatas dimanfaatkan oleh Secondary Reformer Waste Heat Boiler dan High Pressure Steam
Superheater sebagai pembangkit steam. Gas yang keluar dari Secondary Reformer setelah didinginkan
oleh dua buah waste heat exchanger tersebut temperaturnya menjadi 371 C. o

2.2.3 Shift Converter

Gas CO dalam gas proses yang keluar dari Secondary Reformer diubah menjadi CO pada shift converter 2

yang terdiri atas dua bagian yaitu :

1. High Temperature Shift Converter.


2. Low Temperature Shift Converter.

HTS beroperasi pada temperatur 350 sampai 420 C dan terkanan 30 kg/cm G berisi katalis Chromium,
o 2

berfungsi mengubah CO dalam proses menjadi CO dengan kecepatan reaksi berjalan cepat sedangkan
2

laju perubahannya (konversi) rendah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : O CO + H + Q 2 2 2

Gas proses yang keluar dari HTS, sebelum masuk ke LTS yang berisi katalis Iron Cooper diturunkan
temperaturnya di dalam alat penukar panas. Proses yang terjadi pada LTS sama dengan proses yang ada
di HTS. Kondisi operasi pada LTS yaitu pada tekanan 39 kg/cm G dan temperatur 246 C dengan
2 o

kecepatan reaksi berjalan lambat sedangkan laju perubahannya tinggi.

2.3 Unit Pemurnian Gas Sintesa

Pada unit ini CO dan CO dipisahkan dari gas sintesa, karena CO dan CO dapat meracuni katalis ammonia
2 2

konverter. Proses pemurnian gas sintesa ini terdiri dari dua tahap proses, yaitu:

2.3.1 Main CO Removal


2
Tujuan dari CO removal adalah untuk menyerap CO yang terbentuk dari Primary dan Secondary
2 2

Reformer serta hasil konversi di Shift Converter. CO merupakan produk samping (side product) dari
2

pabrik ammonia dan digunakan sebagai bahan baku pabrik urea. Kemurnian produk CO pada seksi ini 2

adalah 99,9 % vol. Unit ini merupakan unit kedua dari proses aMDEA pada PT. Pupuk Iskandar Muda.

Peralatan utama main CO Removal terdiri dari :


2

1. CO Absorber.
2

2. CO Stripper.
2

Gas umpan dialirkan ke absorber dan dikontakkan langsung dengan larutan activated MDEA (Methyl –
Diethanol Amine) dengan konsentrasi 40 % wt. CO dalam gas stream di serap secara proses fisis dan
2

kimia. Kemudian larutan aMDEA diregenerasi pada tekanan rendah dan temperatur tinggi di stripper.
Gas dengan temperatur 70 C masuk ke absorber melalui inlet sparger dan mengalir ke atas melalui
o

packed bed. Larutan lean dari atas tower mengalir ke bawah melalui packed bed dan terjadi kontak
antara gas dengan lean solution sehingga CO dapat terserap ke larutan. Gas yang telah diserap CO keluar
2 2

dari top tower dengan temperatur 48 C dengan komposisi CO leak 0,1 % vol.
o
2

CO yang telah terlucuti mengalir ke atas melalui bagian direct contact cooler yang dilengkapi tray untuk
2

didinginkan menggunakan air yang disirkulasikan dari pompa, sehingga temperatur CO di top stripper 2

menjadi 40 C. Fungsi tray di direct contact cooler adalah untuk memperluas area kontak antara dua
o

fluida sehingga didapatkan hasil yang optimum.

2.3.2 Methanator

Fungsi dari Methanator adalah untuk merubah gas CO dan CO yang masih lolos dari Main CO Removal
2 2

menjadi CH yang bersifat tidak bereaksi. Methanator merupakan suatu bejana yang diisi dengan katalis
4

nikel terkalsinasi. Reaksi yang terjadi adalah : CH + H O + Q + 4H CH + 2H O + Q


2 4 2 2 2 4 2

Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm G dan temperatur 330 C. Karena panas yang dihasilkan
2 o

dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366 C. Setiap 1 % CO yang bereaksi di
o

Methanator memberikan kenaikan temperatur sebesar 71 C, sedangkan 1 % CO menaikan temperatur


o
2

sebesar 61 C. Oleh karena itu, kandungan CO dan CO dalam gas yang masuk ke Methanator dibatasi
o
2

maksimal 0,5 % agar tidak terjadi overheating akibat reaksi eksotermis yang terlalu besar. Gas sintesa
yang keluar dari methanator mempunyai batasan kandungan CO dan CO maksimum 10 ppm. 2

2.4 Unit Sintesa Ammonia


Gas sintesa murni dengan perbandingan volume H dan N sebesar 3 : 1, sebelum dialirkan ke Ammonia
2 2

Converter terlebih dahulu tekanannya dinaikkan dengan Syn Gas Compressor sampai tekanan 150
kg/cm G. Kompressor ini bekerja dengan dua tingkatan kompresi dengan penggerak turbin uap (steam
2

turbine). Tingkatan pertama disebut Low Pressure Case (LPC) dan tingkatan kedua disebut High Pressure
Case (HPC).

Gas sintesa masuk ke LPC dengan temperatur 38 C dan tekanan 24,1 kg/cm G, kemudian dikompresikan
o 2

menjadi 63,4 kg/cm G dan temperatur 67,4 C. Sedangkan pada bagian HPC, gas sintesa bercampur
2 o

dengan gas recycle dari ammonia konverter. Gas sintesa umpan memasuki ammonia converter dengan
temperatur 141 C dan tekanan 147 kg/cm G melalui bagian samping reaktor.
o 2

Reaktor ini dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya, yaitu ruang katalis atau ruang konversi dan
ruang penukar panas (heat exchanger). Reaksi yang terjadi pada ammonia konverter adalah sebagai
berikut : + 3H 2NH + Q
2 2 3

Ammonia converter menggunakan katalis Fe (Promoted Iron) dan dioperasikan pada temperatur 480 C o

dan tekanan 150 kg/cm G. 2

2.5 Unit Pendinginan Ammonia

Untuk memberikan pendinginan pada ammonia diperlukan suatu system pendinginan untuk
mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas sintesa, gas buang, serta gas pada interstage
kompresor gas sintesa. Sistem pendinginan dilakukan dalam tiga tahap yaitu :

1. Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam sintesa loop.
2. Memberi pendinginan untuk mengkondensasikan ammonia yang ada dalam gas buang.

3. Mendinginkan gas pada interstage kompresor gas sintesa.

Uap ammonia didinginkan dan dikondensasikan terlebih dahulu pada Ammonia Unitized Chiller sebelum
masuk ke Refrigerant Reservoir. Uap yang tidak terkondensasi dikembalikan ke sistem dan zat yang tidak
bereaksi dari chiller dikirim ke unit daur ulang ammonia. Uap ammonia yang terbentuk pada berbagai
chiller, flush drum, dan storage tank dimasukkan dalam Centrifugal Refrigerant Compressor. Kompressor
ini bekerja berdasarkan sistem pemampatan bertingkat untuk memanfaatkan ammonia sebagai media
pendingin. Kompressor ini dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan tekanan pada Stage Flush Drum.
Disamping itu juga dapat menaikkan tekanan dari aliran ammonia yang mengalami flushing, sehingga
memungkinkan ammonia terkondensasi setelah terlebih dahulu didinginkan dalam Refrigerant
Condenser.
Produk ammonia yang dihasilkan terdiri dari dua jenis yaitu produk dingin dan produk panas. Produk
dingin yang mempunyai temperatur -33 C dikirim ke tangki penyimpanan ammonia. Sedangkan produk
o

panas dengan temperatur 30 C dikirim ke pabrik urea.


o
2.6 Unit Daur Ulang Ammonia

Unit ini berfungsi untuk menyerap NH yang terkandung didalam gas buang sehingga diperoleh effisiensi
3

produk ammonia yang lebih tinggi. Penyerapan kandungan ammonia yang ada dalam campuran gas
buang dilakukan dalam dua packed absorber dengan sirkulasi yang berlawanan arah antara gas-gas
dengan air.

High Pressure Ammonia Scrubber menyerap ammonia yang terikut dalam purge gas tekanan tinggi dari
sintesa loop dengan temperatur 28,8 C. Gas-gas yang keluar dari menara absorber dikirim ke unit daur
o

ulang hidrogen (HRU).

Low Pressure Ammonia Scrubber menyerap ammonia yang terikut di dalam purge gas dari Ammonia
Letdown Drum dan Refrigerant Receiver yang bertemperatur -17 C. Gas-gas yang keluar dari menara
o

absorber dikirim ke primary reformer sebagai bahan bakar.

Larutan aquas ammonia dari HP ammonia scrubber dan LP ammonia srubber serta kondensat dari HRU
dipanaskan sampai 165 C di Ammonia Stripper Feed/Effluent Exchanger lalu dialirkan ke Ammonia
o

Stripper. Pada column ini terjadi pelepasan ammonia dari aquas ammonia, ammonia yang telah
dipisahkan dikirim kembali ke refrigerant system. Untuk menjaga temperatur ammonia keluar dari top
column dispray ammonia cair dari produk panas melalui inlet sparger di top column. Untuk memberi
panas ke column digunakan Ammonia Stripper Reboiler dengan menggunakan steam.

2.7 Unit Daur Ulang Hidrogen

Unit daur ulang hidrogen (Hydrogen Recovery Unit) ini menggunakan teknologi membran separation
yang diproduksi oleh Air Product USA. Tujuan daur ulang hidrogen adalah untuk memisahkan gas
hidrogen yang terdapat dalam purge gas dari HP Ammonia Scrubber sebelum dikirim ke fuel sistem.
Sedangkan hidrogen yang diperoleh dikembalikan ke sintesa loop untuk diproses kembali menjadi
ammonia.

Prisma separator merupakan inti dari peralatan pada HRU. Prisma separator menggunakan prinsip
pemilihan permeation (perembesan) gas melalui membran semi permeabel. Molekul gas akan berpindah
melalui batas membrane jika tekanan parsial dari gas lebih rendah dari tekanan di sebelahnya. Membran
ini terdiri dari hollow fiber yang terdiri dari sebuah bundle hollow fiber yang mempunyai seal pada setiap
ujungnya dan melalui tube sheet. Bundle ini dipasang dalam bentuk pressure vessel. Setiap separator
mempunyai 3 buah nozzles, satu di inlet dan dua buah di outlet.

Dalam operasi gas memasuki inlet nozzle dan melewati bagian luar hollow fiber. Hidrogen permeate
melalui membran lebih cepat dari pada gas lain. Gas yang akan di daur ulang memasuki HP prisma
separator dan secara paralel melalui bottom nozzle dan didistribusikan ke bundle hollow fiber di shell
sidenya. Gas kaya hidrogen permeate lewat melalui pori hollow fiber, melewati internal tube sheet, dan
keluar melalui nozzle outlet. Hidrogen yang keluar dari kedua prisma tersebut merupakan produk high
pressure permeate dan dialirkan ke Syn Gas Compressor 1 Stage Cooler dengan tekanan 57 kg/cm g.
st 2

Aliran tali gas yang meninggalkan shell side dari HP prisma separator di letdown, kemudian mengalir ke
LP prisma separator untuk proses pemisahan selanjutnya. Permeate dari LP prisma seperator ini
merupakan produk low pressure permeate dan dikirim ke up stream methanator Effluent Cooler dengan
tekanan 31 kg/cm G. Tail gas kemudian meninggalkan shell side LP prisma separator dengan kondisi
2

minim hidrogen dan gas non-permeate. Gas non-permeate terdiri dari inert gas methan dan argon yang
di buang dari ammonia synthesis loop, dan digunakan sebagai bahan bakar di primary reformer.

2.8 Unit Pembangkit Steam

Energi panas yang dihasilkan oleh panas reaksi proses, dimamfaatkan pada beberapa penukar panas
untuk memanaskan air umpan boiler yang akan dijadikan steam. Penukar panas yang dilalui air umpan
boiler adalah :

1. Reformer Waste Heat Boiler.


2. High Pressure Steam Superheater.

3. HTS Effluent Steam Generator.

4. Ammonia Converter Steam Generator.

5. BFW Preheat Coil.

Air umpan boiler dari utilitas masuk ke Deaerator untuk menghilangkan oksigen terlarut dengan cara
mekanis (steam bubbling dan stripping) dan secara kimia (injeksi Hydrazine) ke dalam Deaerator,
kemudian dikirim dengan BFW Pump ke Steam Drum melalui alat-alat penukar panas.
Steam yang keluar dari steam drum dipanaskan di High Pressure Steam Super heater hingga temperatur
327 C dan tekanan 105 kg/cm G, kemudian dipanaskan lagi di HP Steam Super Heat Coil untuk
o 2

menghasilkan super heated steam (steam SX) dengan temperatur 510 C dan tekanan 123 kg/cm G
o 2

Produk steam SX yang dihasilkan sebesar 211 ton/jam digunakan untuk penggerak turbin Air Compressor
sebesar 80 ton/jam dan penggerak turbin Syngas Compressor, selebihnya diturunkan tekanannya
menjadi steam SH. Exhaust dari steam tersebut adalah steam SH bertekanan 42,2 kg/cm G dan 2

temperatur 510 C, digunakan untuk menggerakkan turbin-turbin yang lain yaitu :


o

1. Turbin Refrigerant Compressor sebesar 21 ton/jam.


2. Turbin Feed Gas Compressor sebesar 8,84 ton/jam.

3. Turbin BFW pump sebesar 17,4 ton/jam.


4. Turbin ID fan sebesar 8,17 ton/jam.

5. Turbin RC Lube Oil Pump sebesar 0,55 ton/jam.

6. Turbin Air Compressor sebesar 2,3 ton/jam..

Pemakaian terbesar steam SH adalah untuk steam proses di primary Reformer yaitu sebesar 81 ton/jam
dan sekitar 30 ton/jam di impor ke unit Urea. Steam SH dari letdown turbin-turbin di atas menghasilkan
steam SL bertekanan 3,5 kg/cm G dan temperatur 219 C, digunakan sebagai media pemanas di reboiler,
2 o

sebagai steam bubling/striping Deaerator dan sebagai steam ejektor. Kondensat steam dari reboiler
dikirim kembali ke Deaerator sebagai air umpan boiler. Sedangkan condensing steam SX dari turbin
dikirim ke Surface Condenser untuk di kondensasikan dengan air pendingin, kemudian dikirim ke off site
sebesar 54 ton/jam dan sebagian kecil digunakan sebagai make up jaket water, make up aMDEA sistem
dan sebagai pelarut bahan-bahan kimia.

3. Unit Urea

Urea pertama kali dibuat oleh Wohler (1828) secara sintesa, dengan memanaskan ammonium cyanat
(NH CO), sehingga terbentuklah urea (NH CONH ). Pembuatan urea secara sintesa pada tahun 1828,
4 2 2

menandai permulaan dari pemanfaatan sintesa senyawa organik. Bassarow (1870), berhasil membuat
urea dari dehidrasi ammonium karbamat (NH COONH ), yang menjadi dasar dari proses pembuatan urea
2 4

yang sekarang dipakai secara komersil.

Pada tahun 1920 I. G. Ferben, membuat pabrik urea di Jerman berdasarkan proses dehidrasi ammonium
karbamat dan juga dapat membuat urea dengan mereaksikan ammonia (NH ) dengan karbondioksida
3

(CO ) pada temperatur dan tekanan tinggi.


2

Unit urea 1 (PIM 1) di PT. Pupuk Iskandar Muda dirancang untuk memproduksi urea prill sebanyak 1725
ton/hari. Urea dihasilkan dari reaksi antara ammonia (NH ) dengan karbondioksida (CO ). Proses yang
3 2

dipakai adalah proses “Mitsui Toatsu Recycle C Improved”. Proses ini dipilih karena mempunyai beberapa
kelebihan, antara lain: murah ongkos pembangunannya, mudah pengoperasiannya dan dapat
menghasilkan produksi yang tinggi. Unit urea dibagi dalam empat seksi, yaitu:

1. Seksi sintesa
2. Seksi penguraian/pemurnian

3. Seksi daur ulang

4. Seksi pengkristalan dan pembutiran

3.3.1 Seksi Sintesa


Proses pembuatan urea berlangsung dalam reaktor urea (52–DC–101) pada tekanan dan suhu yang
tinggi yaitu tekanan 250 kg/cm G dan suhu 200 C. Dalam reaktor urea (52–DC–101) dimasukkan tiga
2 0

macam bahan untuk menghasilkan urea, yaitu gas CO , cairan ammonia dan larutan karbamat. Gas CO
2 2

dari unit ammonia di kirim ke suction CO Booster Compressor (52–GB–101) dan tekanannya dinaikkan
2

dari 0,7 kg/cm G menjadi 26 kg/cm G. Kemudian dinaikan lagi dengan CO Compressor (52–GB–102A/B),
2 2
2

sehingga tekanannya menjadi 250 kg/cm G, setelah tekanannya mencapai 250 kg/cm G. Kemudian
2 2

dikirim ke reaktor urea (52-DC-101).

Cairan ammonia dari unit ammonia dikirim ke ammonia reservoir (52-FA–401), ammonia ini dicampur
dengan ammonia condensor (52–EA–404) dari proses daur ulang. Ammonia dari ammonia reservoir
dipompa dengan ammonia booster pump (52–GA-404) kemudian dikirim ke ammonia pump (52–GA–
101), yang bertujuan menaikkan tekanan dari 17 kg/cm G menjadi 250 kg/cm G. Sebelum memasuki
2 2

reaktor urea (52–DC–101) cairan ammonia melewati ammonia preheater (52–EA–101) dan (52–EA–102)
disini ammonia dipanaskan dengan air panas dari hot water tank (52–EA–703) dari keluaran high
pressure absorber cooler (52– EA–401) dan kukus kondensat dari flush drum (52–FA-701).

Larutan karbamat dari high pressure absorber cooler (52–EA–401) dipompa oleh recycle solution booster
pump (52–GA–401–A/B), hingga mencapai tekanan 24 kg/cm G, kemudian dipompa kembali dengan 2

recycle feed pump (52–GA–102–A/B). sehingga tekanan menjadi 250 kg/cm G, selanjutnya dimasukkan 2

ke reaktor urea (52–DC–101) bersama gas CO dan ammonia. 2

Untuk menjaga suhu reaktor tetap sekitar 200 C, maka suhu reaktor perlu diatur dengan jalan:
0

 Menginjeksikan ammonia berlebih kedalam reaktor


 Mengembalikan sebagian larutan recycle ke reaktor

 Memanaskan ammonia yang akan masuk ke reaktor

Reaksi yang terjadi adalah: + CO NH COONH NH COONH NH CONH + H O


3 2 2 4 2 4 2 2 2

Selain reaksi diatas, selama sintesa terjadi juga reaksi samping yaitu terbentuknya biuret dari
urea: COONH NH CONH + NH
2 4 2 2 3

Reaksi antara CO dan NH menjadi urea berlangsung secara bolak – balik dan sangat dipengaruhi oleh
2 3

tekanan, suhu, komposisi dan waktu reaksi. Perubahan ammonium karbamat menjadi urea dalam fase
cair, sehingga dibutuhkan suhu dan tekanan yang tinggi. Dalam reaktor reaksi akan berlangsung selama
25 menit yang disebut residence time. Reaktan dari hasil reaksi dalam reaktor sangat korosif dan dapat
merusak reaktor itu sendiri. Oleh karena itu permukaan dalam reaktor perlu dilindungi dari korosi,
dengan lapisan pelindung metal titanium (Ti) dalam reaktor juga dimasukkan udara untuk melindungi
titanium dari korosi.

3.3.2 Seksi Penguraian/Pemurnian


Pada seksi ini larutan ammonia dipisahkan dari campuran yang keluar dari reaktor urea (52–DC–101)
yang terdiri dari urea, biuret, ammonium karbamat, air dan ammonium berlebih. Proses pemisahan ini
dilakukan dengan cara menurunkan tekanan, sehingga ammonium karbamat terurai menjadi ammonia
dan CO , 2

Reaksi penguraian ammonium karbamat adalah: COONH CO + 2NH


2 4 2 3

Reaksi ini berlangsung pada suhu 165 C, sedangkan suhu yang masuk ke HDP adalah 124 C sehingga
0 0

diperlukan panas untuk mendapatkan reaksi yang sempurna. Selama proses penguraian juga terjadi
proses hidrolisa urea menjadi CO dan NH , hal ini disebabkan karena suhu yang tinggi, tekanan yang
2 3

rendah serta residense time yang lama. Reaksi hidrolisa akan mengakibatkan produk ammonia menjadi
berkurang.

Reaksi yang terjadi adalah: CONH + H O CO + 2NH


2 4 2 2 3

Proses penguraian dilakukan dalam tiga tahap, masing-masing pada tekanan 17 kg/cm G, 2,5 kg/cm G,
2 2

0,3 kg/cm G. Campuran larutan dari reaktor urea dengan suhu 200 C masuk ke high pressure
2 0

decomposer (52–DA–201) bagian atas, cairan akan turun melalui sieve tray. Pada bagian sieve tray,
larutan mendapat panas dari kukus pada reboiler high pressure decomposer (52–EA–201) dan juga panas
dari falling film heater. Steam dari reboiler high pressure decomposer (52–EA–201) mempunyai tekanan
12 kg/cm G udara anti korosi dinaikkan tekanannya dengan compressor udara (52–GB-201), dan
2

dimasukkan pada bottom reboiler high pressure decomposer (52–EA–201F). Campuran gas dari high
pressure decomposer (52–DA–201) masuk lagi ke high pressure absorber cooler (52–EA–401) dan cairan
urea masuk kebagian atas low pressure decomposer (52–DA– 202) disini telah dihasilkan urea 60 %. Low
pressure decomposer terdiri atas empat sieve tray dan package bed. Larutan masuk bagian atas LPD dan
(52-DA-202) bercampur dengan larutan dari gas off gas absorber (52–DA–402). Sebelum masuk ke LPD,
larutan HPD dilewatkan ke let down valve sehingga tekanan berkurang dari 17 kg/cm G menjadi 2,5
2

kg/cm G. pada LPD ditambahkan gas CO yang gunanya untuk membuang ammonia, CO berasal dari
2
2 2

booster compressor, sehingga ammonia yang masih tertinggal di package bed akan dibuang oleh gas CO . 2

latutan di LPD dipanaskan dengan steam bertekanan 7 kg/cm G. Gas hasil penguraian di LPD masuk ke
2

low pressure absorber (52–EA–402). Larutan urea 66 % yang masih mengandung ammonia dan
ammonium carbamat keluar melalui bagian bawah LPD dan masuk ke bagian atas gas separator (52–
DA–203).

Gas separator (52–DA–203) mempunyai 2 bagian yang terpisah, bagian atas beroperasi pada suhu 106
0
C, tekanan 0.3 kg/cm G, bagian bawah beroperasi 92 C dan tekanan atmosfer. Sejumlah kecil dari gas
2 0

ammonia dan CO dipisahkan dengan penurunan tekanan. Larutan urea yang keluar dari gas separator
2

(52–DA–203) bagian bawah yang sudah mencapai 74 % urea kemudian dikirim ke seksi kristalisasi
sedangkan keluaran di bagian atas gas separator (52–DA–203) dikirim ke off gas absorber (52–EA-402).

3.3.3 Seksi Daur Ulang


Pada seksi ini semua gas campuran NH , CO dan H O dari masing-masing dekomposer diserap di masing-
3 2 2

masing absorber sesuai dengan hubungan operasinya dan kemudian dikembalikan lagi ke reaktor urea
(52–DC–101).

Ammonia berlebih yang dipisahkan oleh high pressure decomposer dikirim ke high pressure absorber
cooler untuk di murnikan dan kemudian dikembalikan ke ammonia reservoir (52–FA–401).

Gas yang dihasilkan oleh gas separator (52–DA–203) masuk ke off gas condensor untuk didinginkan dari
106 C sampai suhu 61 C, kemudian gas dingin masuk kebagian bawah off gas condensor dan masuk ke
0 0

off gas absorber (52-FA-403) . Selanjutnya gas ini dikirim ke bagian atas off gas absorber (52-DA-402)
sesudah mengalami pendinginan lebih dahulu sampai 360 C di dalam off gas absorber final cooler (52-
0

EA-408). Udara dari bagian atas off gas absorber di injeksikan ke dalam gas separator (52–DA–203)
bagian bawah dengan menggunakan off gas circulation blower (52-GB-401). Pada suction blower ini
ditambahkan sedikit udara segar. Larutan dari botom off gas absorber (52–DA–402) dikirim ke bagian
atas low pressure decomposer.

Larutan dari off gas absorber dipompa oleh low pressure absorber pump (52–GA–403) untuk menyerap
gas pada package bed dari absorber. Semua gas di low pressure (52–DA–203) secara sempurna diserap di
low pressure absorber pada tekanan 2,2 kg/cm G. Pengaturan di low pressure absorber ini sangat penting
2

sebab kalau tekanannya lebih tinggi berarti tingkat dekomposisi di LPD tidak sempurna sehingga
memerlukan tingkat dekomposisi lebih lanjut hal ini tidak efesien.

Larutan mother liquor dari mother liquor tank (52–FA–203) juga dikembalikan ke LPA untuk memisahkan
biuret dan diencerkan oleh larutan yang berasal dari off gas recovery system dan sedikit ditambahkan
kondensat sebagai penyerap. Larutan recycle dari LPA di pompa ke HPA (52–DA–401). Pada HPA dan
HPAC (52–EA–401) semua gas diserap oleh larutan recyle dari LPA dan aqua ammonia dari ammonia
recovery absorber (52–EA–405). Gas ammonia dari ammoia recovery absorber dikirim ke ammonia
condensor (52–EA–404) untuk didinginkan lalu dikirimkan ke ammonia reservoir. Sedangkan gas-gas yang
tidak terkondensasi seperti gas pengotor dalam CO dan ammonia, setelah melalui ammonia condensor
2

(52–EA–404) masuk ke ammonia recovery absorber (52–EA–405) yang paling bawah dan diserap oleh
kondensat menjadi aqua ammonia, lalu naik ke tingkat atas lagi secara terus menerus sampai semua gas
ammonia terserap dan terkondensasi. Larutan aqua ammonia yang didapat kira-kira 75 % berat, keluar
bagian bawah absorber lalu dikirim kebagian atas high pressure absorber (52–DA– 401).

3.3.4 Seksi Pengkristalan dan Pembutiran

Seksi ini merupakan tahap akhir dari pembuatan urea. Keluaran dari gas separator (52–DA–203) yang
mengandung 74 % urea dikirim ke crystalizer (52–FA–201) dengan menggunakan pompa urea (52–GA–
205). Di crystalizer larutan urea di vakum untuk menguapkan air yang ada dalam larutan urea, sehingga
terbentuk kristal- kristal urea 85 %. Kondisi vakum diatur oleh vacum condensor (52–EE–201) yang terdiri
atas steam ejector dan brometric condensor. Vakum condensor beroperasi pada tekanan 75,2 mmHg
absolut dan suhu 60 C. Kristal urea ini harus dipisahkan lagi dari larutan mother liquorya dengan
0
menggunakan centrifuge (52–GE–201). Larutan mother liquor dialirkan ke mother liquor tank (52–EF–
302), sedangkan kristal-kristal urea dikirim ke pengeringan (52–EF–301) untuk dipanaskan dengan
menggunakan udara panas, sehingga kandungan air dalam kristal urea jadi kurang dari 0,3 % berat.
Udara kering ini dihembuskan dengan blower (52–EC–301) dengan menggunakan steam bertekanan
rendah.

Mother liquor yang masuk ke mother liquor tank (52–FA–203) sebagian dikirim kembali ke crystalizer,
tetapi sebelumnya dipanaskan dulu dengan menggunakan steam melalui pipa steam untuk mencegah
pembekuan kristal urea. Sedangkan sebagian lagi dikirim ke low pressure absorber (52–EA–402) sebagai
penyerap untuk mencegah akumulasi biuret.

Didalam dryer (52–EF–301) bongkah-bongkah urea dipisahkan dan dikumpulkan oleh agitator dan
dikirim ke dissolving tank (52–FA–302) dan kemudian dipompakan ke mother liqour tank. Kristal kering
dikirim ke bagian atas prilling tower (52–IA–301) dengan menggunakan pneumatic conveyer. Selanjutnya
sekitar 99,8 % kristal urea ini dikumpulkan oleh cyclone (52–FC–301), sedangkan debu dari cyclone ini
dikirim ke dust separator (52–FD–304) dan disiram oleh air yang disemprotkan kedalamnya, kemudian
masuk ke dust chamber (52–PF–302) dan semua debu urea yang terbawa di hilangkan dalam sistem dust
chamber. Selanjutnya udara yang sudah bebas dari debu urea dibuang ke atmosfer dengan perantaraan
induced fan for prilling tower (52–GB–302).

Kristal urea yang keluar dari cyclone (52 – FC – 301) dkirim ke melter (52–EA-301) dan dilelehkan dengan
menggunakan steam bertekanan 7 kg/cm G. Kristal urea yang sudah dilelehkan, disemprot dengan
2

distributor prilling tower dan dinginkan oleh udara yang mengalir dari bagian bawah prilling tower (52–
IA–301). Udara dingin ini terlebih dahulu dikompres dengan menggunakan blower (52–GB–303) dan
mengalami sedikit pemanasan di heater for fluiding cooler (52–EC–302) untuk mengurangi kelembaban.

Prilling tower ini juga dilengkapi suatu sistem untuk mengurangi pecemaran debu urea, dimana
diharapkan sedikit sekali yang lolos ke atmosfer. Sistem ini disebut dust recovery system. Pada sistem ini,
udara yang masuk ke dust chamber dilakukan pencucian awal dengan tetesan air dari grating dan
packing. Selanjutnya udara yang mengandung debu mengadakan kontak langsung dengan packing ring,
sehingga sebagian besar debu bisa terlarutkan oleh air. Setelah itu udara yang sedikit mengandung debu
dilakukan pencucian dengan air dengan menggunakan sprayer, dan selanjutnya mencegah air terangkat
bersama udara yang keluar dari bagian atas prilling tower dilakukan pemisahan dengan menggunakan
demister. Dengan sistem ini di harapkan udara yang keluar dari bagian atas prilling tower sudah
mempunyai kualitas yang lebih baik dari sebelumnya. Urea prill yang sudah didinginkan ditampung
dalam fluidizing cooler (52–FD–302) pada bottom prilling tower, kemudian diayak melalui tromel (52–
FD–303) untuk memisahkan bagian yang lebih besar yang tidak diinginkan. Urea yang tidak memenuhi
ukuran yang diinginkan dikirim ke disolving tank II (52–FA–302) yang kemudian dialirkan ke disolving
tank I setelah dilarutkan lagi dengan over flow dari dust chamber. Dari dissolving tank ini dikirim ke
mother liquor tank dan selanjutnya masuk ke sistem. Jika disoving tank over flow, maka larutan urea ini
dikirim ke ammonium carbamat tank, dan dikembalikan ke recovery system. Butiran-butiran urea yang
memenuhi syarat yang telah ditetapkan dikirim ke bulk storage dengan menggunakan belt conveyor. Laju
produksi urea diukur berdasarkan berat urea di belt conveyer. Di gudang urea curah produk urea
disalurkan kedalam tempat penyimpanan dan dikemas dalam kantong.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 1958, Toyo Engineering Cooperation, Tehnical For Ammonia


Plant, Japan, PT. Pupuk Iskandar Muda, Lhokseumawe.

Anonymous, 1994, Prinsip-prinsip dasar dan operasi, PT. Pupuk Iskandar Muda,
Lhokseumawe.

Geankoplis, C. J,1983 transport Prosses and Unit Operations, second edition, allyn and
bacon, inc, Boston.

McCabe , W.L and smith, J. E, 1983, Operasi Teknik Kimia, jilid I edisi keenam, Erlangga,
Jakarta.

Keenan, kleinfelter, Wood, 1986, Kimia Untuk Universitas, jilid I edisi keenam, Erlangga,
Jakarta.

Kern, D. G, 1965, Process Heat Transfer, international student edition, Mcgraw- hill book
company.

Smith, J.M, and van ness. H, 1996, introcduction to Chemical Enggenering


Thermodinamic, 5 edition, McGraw hill book, Co, New York, USA.
th

Hans Bohlbro, 1969, an Investigation on the Kinetics Of the Conversion Of Carbon


Monokside with Water Vapuor over Iron Oxide Based cataliyst, gjellrup, Copenhagen.

http://fisika-utility.blogspot.co.id/

PROSES HABER BOSCH PADA PEMBUATAN AMONIA

Pada proses industri umumnya akan mengikuti hukum ekonomi, yaitu dengan biaya sekecil –
kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebanyak – banyaknya. Prinsip ini, di dalam industri
yang menghasilkan barang tentunya dapat diubah menjadi; dengan biaya dan usaha seminimal
mungkin untuk menghasilkan barang industri yang sebanyak – banyaknya. Oleh karena itu,
faktor – faktor yang menghambat atau memperlambat suatu proses di industri diusahakn
seminimal mungkin. Hal ini berlaku juga pada pembuatan amonia.

Amonia (NH3) merupakan senyawa penting dalam industri kimia, karena sangat luas
penggunaannya. Sebagai contoh untuk pembuatan pupuk, asam nitrat, dan senyawa nitrat untuk
berbagai keperluan. Produksi amonia di Indonesia dilakukan pada pabrik petrokimia di Gresik
dan Kujang. Proses pembuatan amonia dilakukan melalui reaksi:

N2(g) + 3H2(g) ↔ 2NH3(g) ∆H = -92 kJ


Proses ini diperkenalkan oleh Fritz Haber dari Jerman pada tahun 1913. Saat itu pada perang
dunia I, Jerman terkena blokade tentara Sekutu sehingga pasokan senyawa nitrat (Sendawa Chili,
KNO3) dari Amerika yang merupakan bahan pembuat amunisi tidak dapat masuk ke Jerman.
Proses ini juga sering disebut proses Haber Bosch untuk menghormati Karl Bosch , seorang
insinyur yang mengembangkan peralatan pembuatan amonia untuk skala industri. Berikut
gambar proses Haber Bosch .

proses Haber Bosch

Reaksi pembuatan amonia (melalui proses Haber Bosch) ini merupakan reaksi kesetimbangan.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan amonia sebanyak – banyaknya, digunakan asas Le
Chaterlier pada prosesnya. Untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan NH3, maka
konsentrasi N2 dan H2 diperbesar (dengan menaikan tekanan kedua gas tersebut). Faktor lain
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suhu dan tekanan.

Dilihat dari reaksinya yang eksoterm, seharusnya proses tersebut dilakukan pada suhu rendah.
Akan tetapi, jika dilakukan pada suhu rendah reaksi antara N2 dan H2 menjadi lambat. Hal ini
dapat diatasi dengan menambahkan katalis Fe yang diberi promotor (bahan yang lebih
mengaktifkan kerja katalis) Al2O3 dan K2O.

Selain itu, faktor tekanan juga perlu diperhatikan. Jika diperhatikan dari persamaan reaksinya,
NH3 akan benyak terbentuk pada tekanan tinggi. Namun demikian, perlu dipertimbangkan faktor
biaya yang diperlukan dan keamanan kostruksi bangunan pabrik untuk melakukan proses dengan
tekanan tinggi.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka didapatkan kondisi optimum, dimana pada
kondisi tersebut akan diperoleh amonia secara ekonomis paling menguntungkan. Pada tabel
berikut akan dipaparkan berbagai kondisi suhu dan tekanan, serta amonia yang dapat dihasilkan.

Tabel persentase amonia pada tekanan setimbang untuk berbagai suhu dan tekanan.

Tekanan
Suhu (oC)
200 atm 300 atm 400 atm 500 atm

400 38,74 47,85 58,86 60,61

450 27,44 35,93 42,91 48,84

500 18,86 26,00 32,25 37,79

550 12,82 18,40 23,55 28,31

600 8,77 12,97 16,94 20,76

Dengan pertimbangan keamanan konstruksi pabrik, biaya produksi dan berbagai pertimbangan
lainnya , kondisi optimum untuk operasional pabrik amonia umumnya dilakukan pada tekanan
antara 140 atm – 340 atm dan suhu antara 400oC – 600oC.

Demikian ulasan mengenai proses Haber Bosch pada pembuatan amonia. Jika ada masukan,
saran ataupun pertanyaan silahkan berkomentar ya. Semoga bermanfaat…..

Sumber:

Sudarmo, U.(2013). KIMIA: Untuk SMA/MA Kelas XI, Kelompok Peminatan Matematika dan
Ilmu Alam. Erlangga: Jakarta

http://kimiadasar.com/proses-haber-bosch/

Anda mungkin juga menyukai