Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Secara sadar atau tanpa kita sadari, kita
dapat menghitung dari waktu ke waktu selalu terlibat dalam komunikasi yang
bersifat rutinitas, beberapa jam waktu yang kita gunakan dalam berbicara,
menonton televisi, belajar dan lain-lain.Seberapa jauh komunikasi berperan
penting dalam kehidupan manusia dan waktu yang diluangkan dalam proses
komunikasi sangat besar. Timbul pertanyaan berapa banyak waktu yang
digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian.
Komunikasi adalah proses pertukaran informasi atau proses yang
menimbulkan dan meneruskan makna atau arti, berarti dalam komunikasi
terjadi penambahan pengertian antara pemberi informasi dengan penerima
informasi sehingga mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni,
dkk. 2003).
Dalam bidang keperawatan, komunikasi penting untuk menciptakan
hubungan antara perawat dengan pasien, untuk mengenal kebutuhan pasien
dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi
kebutuhan tersebut (Purwanto, 1994).
Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam keperawatan
sehingga perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan
pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi yang dilakukan
perawat dengan pasien bukanlah komunikasi sosial biasa, melainkan
komunikasi yang bersifat terapi. Komunikasi seperti itu disebut juga
komunikasi terapeutik yang merupakan komunikasi antara perawat dengan
pasien yang dilakukan secara sadar selain itu juga bertujuan untuk
kesembuhan pasien. Dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata,
keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan

1
komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien
RS. (Suryawati dkk, 2006).
Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tetapi
harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara professional.
Melakukan proses komunikasi terapeutik seorang perawat harus mengetahui
dasar, tujuan, manfaat, proses atau teknik dan tahapan komunikasi dan
melaksanakannya dengan sikap yang benar di rumah sakit (Mundakir, 2006).
Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam keperawatan
sehingga perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan
pasien. Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan
keluarga pasien adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga
kesehatan menggali informasi dari pasien. Kepuasan keluarga pasien
tergantung pada kualitas pelayanan. Salah satu pelayanan yaitu komunikasi
terapeutik.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan msalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa pengertian komunikasi terapeutik?
1.2.2 Apa saja pengertian Keluarga?
1.2.3 Bagaimana hubungan komunikasi terapeutik?
1.2.4 Apa saja unsur-unsur hubungan terapeutik?
1.2.5 Bagaimana pola komunikasi terapeutik dalam keluarga?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik.
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian keluarga.
1.3.3 Untukk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik.
1.3.4 Untuk mengetahui unsur-unsur hubungan terapeutik.
1.3.5 Untuk mengetahui pola komuniaksi dalam keluarga.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Teurapeutik


Komunikasi mengandung makna bersama – sama (common). Istilah
komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu
communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya
communis, yang bernakna umum atau bersama – sama. Dalam definisi ini
komunikasi itu sebagai suatu proses menstimulasi dari seorang individu
terhadap individu lain dengan lambang – lambang yang berarti, berupa
lambang kata untuk mengubah tingkah laku.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau
dirancang untuk tujuan terapi. Seorang terapis dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang
terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk
hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, mempunyai tujuan, serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi
interpersonal (antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan
kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara
tenaga medis spesialis jiwa dan pasien.

2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


Faktor-faktor yang memengaruhi proses komunikasi dan berdampak pada
hasil interaksi terapis- pasien di dalam keterampilan komunikasi terapeutik
meliputi:
1. Budaya;
2. Nilai (kepercayaan dan peraturan kehidupan masyarakat);
3. Keadaan emosional (perasaan yang memengaruhi pola komunikasi);

3
4. Orientasi spiritual;
5. Pengalaman internal (misalnya dampak biologis dan psikologis pada
bagaimana seseorang menginterpretasikan situasi kehidupan);
6. Kejadian-kejadian di luar individu;
7. Sosialisasi keluarga mengenai komunikasi;
8. Bentuk hubungan;
9. Konteks hubungan saat ini;
10. Isi pesan (misalnya topik-topik yang nienimbulkan kepekaan dan
berdampak secara emosional);

2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
1. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
dalam hal peningkatan derajat kesehatan.
4. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis
(tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam
rangka membantu menyelesaikan masalah klien.

2.1.3 Prinsip – prinsip komunikasi terapeutik


Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan terapis dalam membentuk
hubungan terapeutik:
1. Memperhatikan semua komunikasi verbal dan nonverbal pasien.
2. Mendengarkan dan menghadirkan diri, baik secara fisik maupun
emosional.
3. Menyadari perasaan dan peka terhadap situasi pasien.

4
4. Membentuk hubungan interpersonal untuk memfasilitasi
penyelesaian masalah dan perubahan perilaku yang diperlukan untuk
fungsi adaptif pasien.

2.1.4 Hambatan Komunikasi


1. Faktor yang bersifat teknis.
Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup
unsur-unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan
pesan, menyandi, lambang-lambang, kejelian dalam memilih media,
dan metode penyampaian pesan.
2. Faktor yang bersifat perilaku.
Bentuk dari perilaku yang dimaksud adalah perilaku komunikan
yang bersifat sebagai berikut.
a. pandangan yang bersifat apriori,
b. prasangka yang didasarkan atas emosi,
c. suasana yang otoriter,
d. ketidakmauan berubah walaupun salah,
e. sifat yang egosentris.
3. Faktor yang bersifat situasional yaitu kondisi dan situasi ekonomi,
sosial, politik, dan keamanan. Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen
(1998) hambatan kemajuan hubungan terapeutik terapis pasien terdiri
atas hal-hal berikut:
a. Resisten.
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari
aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Perilaku resisten ini
biasanya ditujukan pasien pada fase kerja, karena pads fase ini
banyak berisi proses penyelesaian masalah. Bentuk resisten:
a) supresi dan represi informasi terkait,
b) intensifikasi gejala,

5
c) devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa
depan,dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba,
tetapi hanya kesembuhan bersifat sementara,
d) hambatan intelektual,
e) perilaku amuk atau tidak rasional,
f) pembicaraan yang bersifat permukaan,
g) muak terhadap normalitas,
h) reaksi transferen.
b. Transferen.
Transferen merupakan reaksi tidak sadar di mana pasien
mengalami perasaan dan sikap terhadap terapis yang pada dasarnya
terkait dengan tokoh di dalam kehidupannya yang lalu. Ada dua
jenis utama yaitu reaksi bermusuhan dan tergantung.
c. Kontertransferen.
Kebutuhan terapeutik dibuat oleh terapis, bukan oleh
pasien. Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik
oleh terapis terhadap pasien yang tidak tepat dalam isi konteks
hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi.
Untuk mengatasi hambatan terapeutik terapis harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam
konteks hubungan terapis-pasien untuk mengatasi hambatan
terapeutik. Terapis harus mempunyai pengetahuan tentang
kebutuhan terapeutik dan menggali perilaku yang menunjukkan
adanya kebutuhan tersebut. Klarifikasi serta refleksi perasaan dan
isi dapat digunakan agar terapis dapat lebih memusatkan pada apa
yang sedang terjadi.

2.2 Pengertian Keluarga


Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih individu yang terkait
oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk satu rumha tangga,
saling berhubungan dengaan lingkup peraaturan keluarga serta saling

6
menciptakan dan memelihara budayaa (Tinkhan & Voorhies, 1977).
Sedangkan pakar lainnya menyebutkan bahwa keluarga adalah kelompok
manusia yang terikat dengan emosi, yang biasanya hidup bersama dalam
rumah tangga (Leavitt, 1982).
Definisi yang sering dipakai oleh masyarakat indonesia, keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami isteri
dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU No. 10 Tahun
1992). Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah kumpulan dua individu atau
lebih yang terikat oleh darah, perkawinan, atau adopsi yang tinggal dalam satu
rumah attau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama yang lain.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adala :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing masing
mempunyai peran sosial : suami, isteri, anak, kakak dan adik.
4. Mempunyai tujuan :
a. Menciptakan dan mempertahankan budaya.
b. Meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
Dari uraian tentang keluarga diatas menunjukan bahwa keluarga juga
merupakan suatu sistem. Oleh karena itu, betapa pentingnya peran dan fungsi
keluarga dalam membentuk manusia sebagai anggota masyarakat yang sehat
bio-psiko-sosial-kultural.

2.3 Hubungan Terapeutik


Hubungan terapeutik adalah interaksi terapis dengan pasien yang ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan pasien. Pasien tersebut bisa seorang
individu, sebuah keluarga, kelompok, atau komunitas. Hubungan saling
percaya dengan pasien dibangun dalam suatu lingkungan yang dipenuhi oleh

7
sikap penerimaan, konsistensi, empati, dan penghargaan positif dari terapis.
Pasien harus merasakan kepekaan, perhatian, dan kepedulian terapis terhadap
pasien sebagai individu.
Hubungan terapeutik menjadi dasar bagi pasien untuk merasa dimengerti,
nyaman dalam mendikusikan masalah, mengeksplorasi cara yang tepat dalam
memenuhi kebutuhan emosional, dan mengembangkan hubungan yang
mernuaskan. Tujuan hubungan terapeutik difokuskan pada pertumbuhan
pasien yang meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan terhadap
diri;
2. Rasa identitas individu yang jelas dan peningkatan integritas diri;
3. Kemampuan dalam membina hubungan interpersonal yang dekat dan
saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai atau dicintai;
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan individu yang realistic.
Terapis menggunakan dirinya untuk dapat memberikan terapi yang
terapeutik. Kualitas personal yang dibutuhkan oleh seorang terapis untuk
menjadi terapeutik meliputi:
a. Kesadaran diri;
b. Klarifikasi nilai;
c. Eksplorasi perasaan;
d. Kemampuan untuk menjadi model peran;
e. Motivasi;
f. Rasa tanggung jawab dan etika.

2.4 Unsur-unsur Hubungan Terapeutik


1. Kontrak.
Waktu, tempat, tujuan pertemuan, dan kondisi untuk terminasi ditetapkan
antara terapis dan pasien.
2. Batasan-batasan.

8
Sifat terapeutik dari hubungan ini tidak lama dengan hubungan social.
Hal ini dicapai melalui:
a. Peran partisipan didefinisikan dengan jelas;
b. Terapis didefinisikan sebagai penolong profesional;
c. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan fokus dari interaksi.
3. Kerahasiaan
Merupakan persyaratan dasar dari hubungan terapeutik dan perlu dijaga
oleh terapis, yaitu:
a. Terapis hanya boleti memberikan informasi tentang pasien kepada
tenaga profesional yang perlu mengetahuinya;
b. Terapis memerlukan izin tertulis dari pasien untuk memberikan
informasi kepada orang lain.
4. Perilaku terapeutik terapis.
Adalah perilaku yang harus dilakukan secara konsisten oleh terapis
seperti
a. Memiliki kesadaran diri;
b. Berperilaku tulus, hangat, dan menghargai;
c. Empati
d. Peka budaya;
e. Menetapkan tujuan kolaborasi;
f. Melakukan praktik yang bertanggung jawab dan etis.

2.5 Proses Komunikasi Keluarga


Sering ditemui didalam keluarga inti dimana didalamnya terdapat ayah,
ibu, kakak dan adik tentu terdapat berbagai macam perbedaan dalam pola
komunikasi. Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara
dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara
yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004)
Proses komunikasi dan interaksi dalam keluarga yang berfungsi
diantaranya :

9
a. Bersifat terbuka dan jujur
b. Selalu menyelesaikan konflik keluarga
c. Berfikir positif
d. Tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini
bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi
seperti : sender, channel – media, massage, invironment, dan receiver.
Komunikasi dalam keluarga yang befungsi adalah :
a. Karakteristik pengirim yang berfungsi :
1. Yakin ketika menyampaikan pendapat
2. Jelas dan berkualitas
3. Meminta feedback
4. Menerima feedback
b. Pola komunikasi dalam keluarga yang berfungsi :
1. Menggunakan emosional
2. Komunikasi terbuka dan jujur
3. Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga
4. Konflik keluarga dan penyelesaiannya
c. Pola komunikasi dalam keluarga yang tidak berfungsi :
1. Fokus pembicaraan hanya pada seseorang (tertutup)
2. Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi
3. Kurang empati
4. Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri
5. Tidak mampu memfokuskan pada satu isu
6. Komunikasi tertutup
7. Bersifat negatif
8. Mengembangkan gosip

10
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dialog Komunikasi Terapeutik

SKENARIO DAN ROLE PLAY

Seorang perawat bejalan ke ruangan pasien untuk berikan obat dan


perawatan kuku kepada pasien yang menderita diare.
perawat tiba di depan pintu ruangan pasien, perawat membuka pintu
sambil mengucap salam
Perawat : assalamualaikum
Ibu pasien : waalaikum salam
Perawat menyapa keluarga pasien
Perawat : selamat siang ibu, perkenalkan saya reina , saya mahasiswa dari
upi keperawatan, saya adalah perawat yang jaga siang ini dari jam
10 sampai jam 4 sore, dan saya akan melakukaan asuhan
keperawatan berupa pemberan obat dan perawatan kuku
Ibu pasien : iya silahakan sus
Perawat : apakah benar ini dengan pasien yang bernama keysa umur 11
yang berasal dari balai endah?
Ibu pasien : iya benar sus
Perawat : apa ibu ini ibu pasien ?,nama ibu siapa ?
Ibu pasien : ibu sujanah
Perawat : ibu suka di panggil dengan panggilan apa ?
Ibu pasien : panggil saja saya janah
Perawat : baik bu , oh iya sudah berapa kali natasya mauk rs bu ?
Keluara pasien : anak saya saya masuk rs dengan kasus penyakt diare sudah
yang ke-3 kalinya dengan sekarang
Perawat : baik sekarang saya akan memberikan obatnya
Ibu pasien : oh iya silahkan
Perawat : bagaimana kondisinya sekarang de apakah sudah tidak lemas

11
atau masih sering bab?
Pasien : masih terasa lemas dan pusing
Perawat : sekarang saya aka memberikan obat agar ade tidak merasa
pusing da lemas lagi
Pasien : baik
Perawat : nah sekarang sudah beres pemberian obat dilanjutkan dengan
perawatan kuku berhubung kuku ade sudah panjang dan itu
akan menjadi sarang kuman
Namun pasieun menolak
Pasien : nanti saja sus perawatan kukunya
Perawat pun meminta tolong keluarga pasien untuk untuk membujuk pasien
Perawat : bu karena kebersihan kuku sangat berpengaruh untuk
kesehatanya
Ibu pasien : baik sus saya akan coba bujuk
Pasien pun mau setelah di bujuk oleh orang tuanya , dan perawatan pun
dilakukn , setelah itu datanglah ayah pasien
Ayah pasien : assalamualaikum
Ibu pasien & perawat : waalaikum salam
Ayah pasien : oh iya kebetulan ada suster sus saya mau sering tentang
penyakit anak saya yang sering diare
Perawat : oh iya silahkan pak
Ayah pasien : jadi begini sus anak saya sering diare ini sudah ke 3
kalinya dia di rawat , itu disebabkan karena apa ya ?
perawat : jadi umum nya diare menyebar melalui kontaminasi air
dan makanan, tangan yang kotor , atau kotoran yang
tersentuh, banyak bakteri , virus dan parasit yang bisa
menyebabkan, diare
ayah pasieun : oh begitu ya sus ,soal nya anak saya kalau mau makan
apapun jarang cuci tangan, untuk mencegahnya diare
bagaima ya sus ?
perawat : sebainya anak bapak di biasakan cuci tangan sebelum

12
makan makanan, bapak juga harus mengenali gejela diare
agar bisa i tangani sebelm parah
ayah pasien : oh iya sus bagaimana gejalanya ?
perawat : mual dan muntah, sakit perut keram lambung,, kembug,
tinja berdarah, ingin sering buang air , demam , dehidrasi,
dan tidak berselera makan
ayah pasien : baik sus nanti saya akan perhatikan ketika ada gejala itu
perawat : banyak lah minum air putih , konsumsi makanan sehat dan
bersih , jagalah kebersihan telapak tangan , bapak bisa
membeikan gel anti septik yang praktis untuk cuci tangan
anak bapak.
Ayah pasien : baik sus nanti akan saya terapkan kebersihan pada anak
saya
Perawat : apakah bapa sudah mengerti ? apakah ada yang bisa saya
bantu lagi pak ?
Ayah pasieun : oh iya saya sudah mengerti , terima kasih atas bantuan
sering nya sus , oh tidak ada sus sudah cukup . maaf
menggagu waktunya ya sus
Perawat : iya sama sama bapak , tidak apa – apa sudah kewajiban
saya memberika informasi kesehatan itu kepada bapak
Perawat. : kalau begitu saya keluar dulu, jika bapa dan ibu
memerlukan bantuan , bisa pencet tombol di sebelah kanan
ini , permisi bu pa asalamualakum
Ibu & ayah pasien : iya sus , waalaikum salam.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
mempunyai tujuan, serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal
(antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien
dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara tenaga medis spesialis
jiwa dan pasien.
Hubungan terapeutik adalah interaksi terapis dengan pasien yang ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan pasien. Pasien tersebut bisa seorang
individu, sebuah keluarga, kelompok, atau komunitas. Hubungan saling
percaya dengan pasien dibangun dalam suatu lingkungan yang dipenuhi oleh
sikap penerimaan, konsistensi, empati, dan penghargaan positif dari terapis.
Pasien harus merasakan kepekaan, perhatian, dan kepedulian terapis terhadap
pasien sebagai individu.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mamnuah, A. 2015. Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat


Dengan Keluarga. Naskah Publikasi: Yogyakarta.
Pusungulia, A. 2015. Pola Komunikasi Keluarga dalam Membentuk Karakter
Anak. e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No 5.

15

Anda mungkin juga menyukai