Apraksia adalah ketidakmampuan melakukan suatu keahlian atau gerakan-gerakan kompleks, walaupun tidak terdapat paralisis ataupun gangguan fungsi motorik.8
1.1. Anatomi dan Fisiologi Apraksia
Lesi pada berbagai area korteks (girus supramarginal, regio lobus parietalis dan oksipitalis, korteks premotor, dan area Broca 44-45), serabut asosiasi yang menghubungkan seluruh area kortikal ini, dan lesi korpus kalosum dapat menyebabkan beberapa jenis apraksia. Diantaranya adalah ketidakmampuan gerak yang sudah pernah dipelajari, dengan manifestasi bervariasi dari kecerobohan menulis dan menggambar hingga agrafia, yakni suatu kondisi dimana subjek tidak dapat menulis. Yang kedua, adalah ketidakmampuan melakukan serangkaian gerak motorik yang kompleks (sering disebut apraksia transmisif), misal subjek yang biasanya bisa menyikat gigi sendiri, menyisir rambut sendiri, mencuci muka, menali sepatu, tidak bisa melakukan itu semua dalam rangkaian spesifik ketika diperintahkan (lesinya di girus supramarginalis). Yang ketiga, hilangnya kemampuan artikulasi (kadang disebut afasia oral) dengan tidak adanya abnormalitas pada otot-otot bicara seperti ldah, bibir, laring, dan palatum. Subjek hanya menggunakan sedikit kata dalam percakapan dan mengalami salah eja pada kata-kata yang umum digunakan atau mengulangi kata-kata tersebut berulang kali (lesinya di area Broca 44 dan 45 dan di regio lainnya).8 Gambar 8. Area asosiasi lobus parietalis, oksipitalis, dan temporalis. Ketiga lobus ini berhubungan di regio girus angularis. Area Broca dan Wernicke ditunjukkan tampak pula jaras asosiasi sekunder tersier, dan dari area asosiasi tersier ke area korteks premotor untuk bahasa dan untuk wajah serta tangan.4
1.1.1. Macam Apraksia dan Letak Topis Gangguan
Apraksia ideomotor: Apraksia yang paling umum terjadi. Pada apraksia ini terjadi ketidakmampuan mengubah sebuah ide menjadi suatu aksi. Contohnya, pasien dengan apraksia ideomotor tidak dapat melakukan pantomim walaupun ia memahami perintah dan memiliki kemampuan fisik yang normal. Letak lesinya adalah pada lobus frontal atau lobus parietal hemisfer kiri. Beberapa peneliti mengatakan bahwa apraksia jenis ini terjadi karena ada lesi yang memutus hubungan antara area kognitif atau bahasa dengan area motorik.4 Apraksia ideasional: Pada apraksia ini, lesi di temporoparietal hemisfer dominan merusak perencanaan dan inisiasi aktivitas motorik yang kompleks. Pasien tidak dapat melakukan serangkaian langkah-langkah4 atau mungkin tetap dapat melakukannya namun tidak memahami makna atau tujuan gerakan tersebut.9 Misalnya, pasien tidak bisa diminta berpura- pura melipat surat dan menempatkannya ke dalam amplop lalu menulis alamat pada amplop tersebut dan menempel perangko. Berlawanan dengan apraksia ideomotor yang berhubungan dengan afasia nonfluent, apraksia jenis ini hampir tidak terpisahkan dari dementia. Bahkan, apraksia ideasional adalah khas dari dementia frontotemporal yang merefleksikan disfungsi eksekutif.4 Apraksia bucofasial: Ketidakmampuan untuk melakukan perintah berupa gerakan kompleks yang melibatkan bibir, mulut, muka, tanpa ada kelemahan dari bibir, mulut, dan muka. 4
Apraksia simpatetik: Ketidakmampuan untuk melakukan
gerakan motorik yang kompleks pada anggota gerak yg normal (non paretic limb). 4
Apraksia kinetik ekstremitas: Ketidakmampuan untuk
melakukan/ kontrol gerakan motorik halus. Jarang ditemukan. 4
Apraksia komseptual: Gangguan pengetahuan tentang cara
menggunakan/memilih benda dengan benar. 4
Dressing apraksia: Kehilangan kemampuan berpakaian dengan
benar. Bagian dari neglect syndrome. 4
1.2. Teknik Pemeriksaan Apraksia
Liepmann mengelompokan berbagai jenis apraksia secara sistematis. Klasifikasinya tetap digunakan hingga saat ini, membagi apraksia menjadi apraksia ideasional dan apraksia ideomotor yang terutama mengenai sistem motorik. Dalam pemeriksaa apraksia, pasien harus memiliki kemampuan komperhensi yang utuh dan mampu kooperatif dan attentif terhadap perintah. Pada ideomotor, biasanya pemeriksaan dimulai dengan memeriksa gerakan buccofacial dan gerakan tungkai pasien. Setelah itu, pemeriksa menyuruh pasien melakukan pantomim, pertama pada objek yang pura-puranya ada, lalu berikutnya pada objek yang sesungguhnya. Pasien apraksia tidak dapat melakukan perintah yang belum dicontohkan oleh pemeriksa, dan hanya bisa melakukan perintah bila objek yang diberikan benar-benar ada.4
1.3. Analisis Pemeriksaan Apraksia (ciri tiap jenis apraksia)
Apraksia ideomotor: tidak dapat melakukan perintah kompleks, namun bisa menirukannya. Contoh : Tes menyisir rambut, cara menyisir rambut dengan memakai jari-jari tidak dengan sisir.
Apraksia ideasional: tidak dapat melakukan
beberapa rangkaian aktivitas yang tepat untuk menuju ke suatu tujuan. Misalnya dapat melakukan satu bagian perintah dari serangkaian yang ada, namun tidak dapat melakukan seluruh rangkaian tersebut dengan benar. Tes : mengirim surat tapi tidak bisa urut- urutannya.
Apraksia buccofasial: Tidak mampu
mengerjakan perintah yang melibatkan area buccofacial. Gerakan spontan (+). Tes: bersiul, batuk, mengeluarkan lidah, mengerutkan bibir.
Apraksia simpatetik: Penderita mengerti
perintah & tidak ada kelemahan pada tangan satu sisi tapi tidak bisa melakukan krn hemisfer motorik sisi kontrallateral tidak menerima impuls perintah. Tes: pasien diperintah untuk melambaikan tangan yang sehat ( pd pasien hemiplegi / hemiparese). Interpretasi: px tidak bisa melambaikan tangan walaupun tidak ada kelemahan motorik.
Apraksia konstruksional: Keterampilan
visuospasial terganggu. Tidak bisa menggambar bangun ruang (1,2, atau 3 dimensi). Test pemeriksaan sederhana: gambar segiempat, menggambar 2/3 dimensi, ex: rumah dengan atap dan cerobong asap.
Apraksia konseptual: Tidak dapat menginat
kembali spesifikasi alat dan cara menggunakannya. Tidak mampu mendeskripsikan fungsi suatu alat.
Dressing apraksia: Dites dengan cara memakai
baju Tampak ada bagian tubuh yang tidak tertutupi baju. Tali sepatu tidak tertali dengan baik.