Oleh :
Berlianto Nugroho
F34102068
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) OLAHAN
DENGAN KEMASAN VAKUM
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
BERLIANTO NUGROHO
F34102068
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Berlianto Nugroho. F34102068. Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.)
Olahan dengan Kemasan Vakum. Di bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution,
MAppSc. dan Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.
RINGKASAN
Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2
yang mempunyai potensi sumber daya perikanan sebesar 6,6 juta ton per tahun.
Cumi-cumi adalah salah satu komoditas perikanan Indonesia yang potensinya
mencapai 28,25 ribu ton pada tahun 2005 (www.dkp.go.id, 2006). Pemanfaatan
cumi-cumi terutama adalah sebagai bahan makanan (seafood). Seperti halnya
produk perikanan lainnya, cumi-cumi mudah mengalami penurunan mutu,
sehingga memerlukan proses pengolahan lanjutan atau langsung diolah untuk
disajikan. Cumi-cumi olahan merupakan salah satu alternatif yang diharapkan
dapat mempertahankan mutu sekaligus memberikan kemudahan konsumsi. Cara
pengolahan ini menghasilkan produk dengan penampakan yang menarik, dan
dengan aroma khas bumbu lokal dengan tetap mempertahankan cita rasa cumi-
cumi itu sendiri. Produk cumi-cumi olahan ini dapat langsung dikonsumsi atau
diolah lagi seperti dikukus, digoreng, dipanggang, atau dibakar. Produk cumi-
cumi siap saji ini memerlukan suatu teknik pengemasan yang dapat menjaga
keawetan produk tersebut. Pengemasan vakum adalah cara yang dipilih untuk
keperluan tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya simpan cumi-cumi
olahan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menerapkan teknik kemasan
vakum untuk produk cumi-cumi olahan, menduga umur simpan cumi-cumi olahan
dalam kemasan vakum, dan mengukur kandungan gizi cumi-cumi olahan selama
penyimpanan dalam kemasan vakum.
Penelitian ini dilakukan dengan menyimpan cumi-cumi olahan di dalam
kemasan pada tiga variasi suhu yang berbeda, yaitu 30, 10, dan -15oC. Perlakuan
yang dilakukan adalah dengan mengemas cumi-cumi olahan dengan kemasan
non-vakum, kemasan PP vakum, dan kemasan PE vakum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, cumi-cumi olahan memiliki kadar
air sebesar 72,58%; pH sebesar 6,64; derajat hue sebesar 1,44 untuk bagian luar
dan 1,47 untuk bagian dalam; nilai chroma sebesar 1,19 untuk bagian luar dan
1,11 untuk bagian dalam; nilai kekerasan 6,80/mm.det; kadar protein 14,43%;
kadar lemak kasar 1,70%; kadar fosfor 1,36%; kadar besi 2,32 mg/kg; dan
terdapat total mikroba sebanyak 2,10 – 5,50 x 102 koloni/g.
Selama masa penyimpanan, terjadi perubahan pH, nilai kekerasan, kadar air,
kadar protein, dan pertumbuhan total mikroba. Parameter kritis umur simpan
cumi-cumi olahan adalah adanya pertumbuhan total mikroba.
Berdasarkan analisis mikroba selama penyimpanan di suhu 30oC, batas
umur simpan cumi-cumi olahan dengan kemasan non-vakum, dikemas dengan
kemasan PP vakum dan PE vakum adalah 12 jam untuk tiap perlakuan. Cumi-
cumi olahan yang disimpan pada suhu 10oC memiliki umur simpan 6 hari, 10 hari,
dan 4 hari masing-masing untuk perlakuan dengan kemasan non-vakum,
perlakuan dengan kemasan PP vakum dan kemasan PE vakum. Cumi-cumi olahan
yang disimpan pada suhu -15oC mempunyai umur simpan 4 bulan untuk cumi-
cumi olahan yang dikemas dengan kemasan non-vakum, cumi-cumi olahan
dikemas dengan PP vakum, dan cumi-cumi olahan dikemas dengan kemasan PE
vakum.
Untuk menentukan perlakuan pengemasan terbaik dilakukan dengan
membandingkan biaya produksi dan umur simpan produk. Analisis terhadap biaya
produksi menunjukkan bahwa cumi-cumi dengan kemasan non-vakum
memerlukan biaya yang lebih rendah daripada dengan kemasan vakum dan
memberikan hasil umur simpan yang lebih baik. Dari hasil analisis ini dapat
disimpulkan bahwa kondisi pengemasan terbaik adalah dengan kemasan non-
vakum.
Berlianto Nugroho. F34102068. The Shelf Life of Processed Squid (Loligo sp.)
in the Vacuum Packaging. Supervised by Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. and
Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.
SUMMARY
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
BERLIANTO NUGROHO
F34102068
Menyetujui,
Bogor, Mei 2007
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan
segala nikmat, petunjuk, kehendak, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyajikan hasil penelitan penulis dalam bentuk skripsi ini. Shalawat serta salam
tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran
beliau.
Skripsi ini dituliskan untuk menerangkan hasil penelitian penulis mengenai
umur simpan produk makanan laut, yaitu cumi-cumi. Cumi-cumi merupakan hasil
perikanan yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Pengolahan hasil perikanan
ini biasanya dalam bentuk seafood yang banyak dijual di rumah makan ataupun
restoran. Selama ini belum ada bentuk pengolahan yang dapat membuat makanan
laut ini mempunyai umur simpan yang cukup lama. Pun belum banyak dilakukan
pengemasan makanan laut (seafood) dengan pengemasan vakum. Penulis
mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengemasan
vakum memberikan dampak terhadap umur simpan cumi-cumi yang sudah diolah
ini. Hasil terhadap penelitian itulah yang ditulis dalam bentuk skripsi ini.
Penulis sadar, bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian
hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc selaku pembimbing pertama penulis atas
segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di kampus IPB
2. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku pembimbing kedua penulis atas segala
arahan, bimbingan, dan dorongan selama penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi ini
3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran terhadap isi skripsi ini
4. Bapak dan kedua kakak penulis yang telah banyak memberikan nasehat,
dorongan, doa, dan kasih sayang
5. Kurnia Meirina rekan penelitian sekaligus sebimbingan serta rekan satu
bimbingan yang lain, Yuli Handayani, yang telah banyak membantu penulis
selama pengerjaan tugas akhir ini
6. PT AGFI yang berkenan memberikan topik permasalahan ini untuk menjadi
bahan penelitian penulis, khususnya Pak Johan dan Mbak Wiwit yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian
7. Teman-teman di laboratorium selama penelitian: Herry, Tarwin, Dodi, Arban,
Anna, Fifi, Firda, Maria Ulfah, Evi, Asti, Desi, Vivi, dan Veni yang telah
banyak membantu penulis saat menjalani masa-masa penelitian
8. Teman-teman TIN 39 atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis
selama menjalani masa kuliah di TIN
9. Seluruh pengajar, karyawan, laboran, dan tenaga penunjang di lingkungan
Departemen TIN atas segala bantuan yang sudah diberikan kepada penulis
selama penulis menempuh studi di TIN
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di sini. Semoga
Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih baik lagi.
Bersama kata pengantar ini penulis juga meminta saran dan kritikan dari
para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi para pembaca.
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .........................................................................................v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................... 1
1.2. TUJUAN ........................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1. CUMI-CUMI .................................................................................. 4
2.2. PENGEMASAN VAKUM .............................................................6
2.3. KEMASAN PLASTIK ................................................................... 8
2.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN .................................................. 11
III. METODOLOGI ......................................................................................14
3.1. ALAT DAN BAHAN .................................................................... 14
3.2. METODE PENELITIAN ............................................................... 14
3.2.1. Penentuan sifat fisis mekanis plastik pengemas ...................... 14
3.2.2. Pengolahan cumi-cumi ............................................................ 14
3.2.3. Karakterisasi awal cumi-cumi ................................................. 15
3.2.4. Penyimpanan cumi-cumi olahan ............................................. 15
3.2.5. Analisa perubahan mutu selama penyimpanan ....................... 16
3.2.6. Analisis biaya .......................................................................... 16
3.2.7. Penentuan kondisi pengemasan-penyimpanan terbaik ............ 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1. SIFAT FISIS MEKANIS PLASTIK PENGEMAS ....................... 18
4.2. KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI .................................... 19
4.2.1. Nilai pH ................................................................................... 19
4.2.2. Warna .......................................................................................19
4.2.3. Kekerasan .................................................................................20
4.2.4. Kadar Air ................................................................................. 21
4.2.5. Kadar Protein .......................................................................... 22
4.2.6. Kadar Lemak ........................................................................... 23
4.2.7. Kadar Fosfor ........................................................................... 24
4.2.8. Kadar Besi ............................................................................... 25
4.2.9. Uji Mikroba ............................................................................. 26
4.3. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN ....................27
4.3.1. Perubahan pH ......................................................................... 27
4.3.2. Kekerasan ................................................................................ 31
4.3.3. Pertumbuhan Total Mikroba ....................................................34
4.3.4. Analisa Proksimat setelah Penyimpanan ................................. 38
4.3.4.1. Kadar Air ......................................................................... 38
4.3.4.2. Kadar Protein ................................................................... 41
4.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN ................................................... 44
4.5. ANALISIS BIAYA ........................................................................ 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 47
5.1. KESIMPULAN .............................................................................. 47
5.2. SARAN .......................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49
LAMPIRAN ................................................................................................. 52
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pertumbuhan nilai ekspor cumi-cumi ........................................... 2
Tabel 2.1. Komposisi cumi-cumi per 100 gram ............................................. 6
Tabel 2.2. Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O ................... 9
Tabel 2.3. Ketahanan plastik terhadap bahan-bahan kimia ........................... 10
Tabel 2.4. Ketahanan plastik terhadap O2, SO2, dan H2O pada suhu 25oC.... 11
Tabel 3. Frekuensi pengujian terhadap cumi-cumi olahan yang disimpan
16
pada variasi suhu yang berbeda ....................................................
Tabel 4.1. Sifat fisis-mekanis plastik polypropylene dan polyethylene ......... 18
Tabel 4.2. Warna sampel dalam derajat hue .................................................. 20
Tabel 4.3. Hasil uji mikroba pada cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan 27
Tabel 4.5. Umur simpan cumi-cumi olahan pada tiap perlakuan .................. 46
Tabel 4.6. Perbandingan biaya dan umur simpan cumi-cumi olahan ............ 46
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2. Bagian tubuh cumi-cumi ........................................................... 5
Gambar 3. Diagram alir penelitian .............................................................. 17
Gambar 4.1. Nilai pH cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan .................... 19
Gambar 4.2. Nilai kekerasan cumi-cumi segar dan olahan ............................ 21
Gambar 4.3. Kadar air cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan ................... 21
Gambar 4.4. Kadar protein cumi-cumi segar dan olahan .............................. 22
Gambar 4.5. Kadar lemak cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan .............. 24
Gambar 4.6. Kadar fosfor cumi-cumi segar dan olahan ................................ 25
Gambar 4.7. Kadar besi cumi-cumi segar dan olahan ................................... 26
Gambar 4.8. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 30±2oC .... 29
Gambar 4.9. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 10±2oC .... 29
Gambar 4.10. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu -15±5oC .. 30
Gambar 4.11. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu
30±2oC ....................................................................................... 31
Gambar 4.12. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu
10±2oC ....................................................................................... 32
Gambar 4.13. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu
-15±5oC ..................................................................................... 34
Gambar 4.14. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu
30±2oC ....................................................................................... 35
Gambar 4.15. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu
10±2oC ....................................................................................... 36
Gambar 4.16. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu
-15±5oC ..................................................................................... 37
Gambar 4.17. Kadar air selama penyimpanan pada suhu 30±2oC ..................... 38
Gambar 4.18 Kadar air selama penyimpanan pada suhu 10±2oC ..................... 39
Gambar 4.19 Kadar air selama penyimpanan pada suhu -15±5oC ................... 40
Gambar 4.20 Kadar protein selama penyimpanan pada suhu 30±2oC ............. 42
Gambar 4.21 Kadar protein selama penyimpanan pada suhu 10±2oC ............. 43
Gambar 4.22 Kadar protein selama penyimpanan pada suhu -15±5oC ............ 43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisis-mekanis bahan kemasan ............ 52
Lampiran 2. Prosedur analisa karakterisasi mutu cumi-cumi segar dan
cumi-cumi olahan .................................................................. 53
Lampiran 3. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH ..................................... 58
Lampiran 4. Diagram warna ...................................................................... 59
Lampiran 5. Warna sampel dalam derajat hue .......................................... 60
Lampiran 6. Rekapitulasi analisis ragam nilai kekerasan ......................... 61
Lampiran 7. Rekapitulasi analisis ragam kadar air ……………...……… 62
Lampiran 8. Rekapitulasi analisis ragam kadar protein ............................ 63
Lampiran 9. Rekapitulasi analisis ragam kadar lemak .............................. 64
Lampiran 10. Kurva standar fosfat ……………………………………….. 65
Lampiran 11. Rekapitulasi analisis ragam kadar fosfor ............................ 66
Lampiran 12. Rekapitulasi analisis ragam kadar besi ............................... 67
I. PENDAHULUAN
1.2. TUJUAN
2.1. CUMI-CUMI
Sistem pengemasan dengan gas hampa (tekanan kurang dari 1 atm) yang
dilakukan dengan mengeluarkan oksigen dari kemasan (Syarief dan Halid., 1989),
dikenal sebagai kemasan vakum. Kemasan vakum dibuat dengan memasukkan
produk ke dalam plastik, diikuti dengan pemompaan udara keluar kemudian
ditutup dan setelah itu plastik kemasan direkatkan dengan panas (Jay, 2000).
Proses pengvakuman dalam kemasan bertujuan untuk menurunkan
kandungan udara di dalam kemasan, termasuk oksigen. Kandungan oksigen yang
rendah terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Menurut Petersen et.
al. (1999) rendahnya oksigen yang terdapat dalam kemasan mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan mikroba seperti Pseudomonas, Moraxella,
Acinetobacter, Flavobacterium dan Cytophaga.
Ketersediaan oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Kapang bersifat aerobik sedangkan sebagian besar khamir bersifat aerobik
fakultatif. Bakteri sendiri ada yang bersifat aerobik maupun anaerobik.
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga
grup (Fardiaz dan Haryadi, 1997), yaitu:
• aerob : hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen di
lingkungannya
• anaerob : tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya,
terhambat dan sangat sensitif dengan adanya oksigen
• anaerob fakultatif : dapat tumbuh tanpa atau dengan adanya oksigen.
Khusus untuk produk-produk perikanan, Saccharow dan Griffin (1980)
menjelaskan bahwa bahan pengemas harus dapat (i) mengurangi oksidasi lemak;
(ii) mengurangi dehidrasi; (iii) menekan kerusakan akibat bakteri dan bahan
kimia; (iv) menghilangkan tetesan; dan (v) mencegah penyebaran bau.
Tabel 2.2. Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2 dan H2O
Daya tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010
Plastik tipis H2O
N2 O2 CO2 (25oC,
(suhu 30oC)
RH 90%)
Polyethylene (kerapatan rendah) 19 55 352 800
Polyethylene (kerapatan tinggi) 2,7 10,6 35 130
Polystyrene 2,9 11,0 88 12000
Polyamide (nylon 6) 0,1 0,38 1,6 7000
Polypropylene - 23,0 92 680
Polyvinyl chlorida (rigid) 0,4 1,2 10 1560
Polyester (mylar) 0,05 0,22 1,53 1300
Polyvinylidene chlorida 0,0094 0,053 0,29 14
Rubber hydrochloride (pliofilm 0,08 0,3 1,7 240
NO)
Polyvinyl acetat - 0,5 - 100000
Ethyl cellulosa 84 265 2000 130000
Cellulose acetat 2,8 7,8 68 75000
Sumber: Buckle et. al. (1988)
Nilai-nilai pada Tabel 2.2 di atas menunjukkan daya tembus gas N2, O2,
CO2, dan H2O terhadap berbagai jenis plastik. Semakin besar nilai yang
ditunjukkan berarti semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik.
Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik
tersebut bukanlah barrier yang baik terhadap gas yang dimaksud. Daya tembus
gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik. Semakin besar
densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air terhadap plastik tersebut
semakin kecil.
Tabel 2.3. Ketahanan plastik terhadap bahan-bahan kimia
Ketahanan terhadap
Bahan plastik
Lemak dan minyak Pelarut organik Air Asam Basa
Cellophan biasa (plain) Tak tembus (impermeable) Tak larut Sedang Asam-asam lemah Basa-basa lemah
sampai kuat sampai kuat
Berlapis NC (NC coated) Tak tembus Lapisan terserang Sedang Asam-asam lemah Basa-basa lemah
sampai kuat sampai kuat
Berlapis saran (saran Tak tembus - - Sangat baik kecuali Baik kecuali
coated) H2SO4 & HNO3 amonia
Berlapis polyethylene Seperti polyethylene Seperti polyethylene - Sangat baik Sangat baik
Cellulosa asetat Baik Larut kecuali dalam - Asam-asam lemah Basa-basa lemah
hidrokarbon sampai kuat sampai kuat
Polyamide (Nylon 6) Sangat baik Sangat baik Sangat baik Jelek Sangat baik
Polyethylen dengan
- kerapatan (density) Dapat sedikit menggembung Baik kecuali pelarut-pelarut Sangat baik Sangat baik Sangat baik
rendah pada perendaman yang lama hidrokarbon yang
mengandung khlor
- kerapatan sedang Baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
- Kerapatan tinggi Sangat baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik
Polyester (mylar, scotch, Sangat baik sangat baik Sangat baik Baik Baik
pak, videne)
Polystirene (oriented) Baik Sangat baik sampai jelek Sangat baik Baik Sangat baik
Rubber hydrochloride Sangat baik Baik kecuali dalam larutan Sangat baik Baik Baik
(Pliofilm) hidrokarbon yang
mengandung khlor
(chlorinated)
Vinylidene Cryovac Sangat baik Baik sampai sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik kecuali
amonia
Saran Sangat baik Baik sampai sangat baik Sangat baik Sangat baik kecuali Baik kecuali
H2SO4 & HNO3 amonia
Vinyl chloride Sedang sampai baik Jelek sampai baik Sangat baik Baik Baik
Sumber: Buckle et. al. (1988)
Tabel 2.4. Daya tembus plastik terhadap O2, SO2 dan H2O pada suhu 25oC
Daya tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010
Plastik tipis Ketebalan
2
O2 SO2 H2O*
(mm x 10 )
Polyethylene (kerapatan rendah) 3,8 30,9 193 876
Polyethylene (kerapatan tinggi) 2,1 10,5 56,8 305
Polycarbonate 2,5 15,4 210 >10000
Polystyrene 3,8 18,8 220 9280
Polyamide (nylon 11) 4,1 1,40 21,6 2940
Polypropylene 2,5 6,81 7,13 303
Polyvinyl chloride (rigid) 14,5 0,667 1,16 2540
Polyester 1,3 0,339 2,01 1560
PVDC/polypropylene/PVDC 2,8 0,0697 0,103 212
PVDC/regenerated cellulose/PVDC 2,6 0,0398 0,374 202
* Diukur terhadap RH 75%
Sumber: Buckle et. al. (1988)
k = ko e-E/RT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cumi-cumi (Loligo
sp) segar dan cumi-cumi olahan yang diperoleh dari salah satu rumah makan di
Bogor. Keperluan lainnya adalah bahan kimia yang digunakan untuk analisis
seperti HNO3, H2SO4 pekat, HCl 0,02 N, NaOH 50%, NaOH 0,02 N, hexan, Plate
Count Agar (PCA), dan pereaksi Vanadat-Molibdat. Bahan kemasan yang
digunakan terdiri dari plastik HDPE tebal, PP tebal, dan PE campuran.
Peralatan penelitian yang digunakan adalah timbangan analitik, oven,
inkubator, referigerator, freezer, pH meter, penetrometer, Color Measuring
Digital Display System, destruktor, erlenmeyer, tabung reaksi, autoclave,
spektrofotometer, blender, gelas piala, pipet, buret, cawan porselen, dan alat-alat
gelas lainnya.
Cumi-cumi olahan disimpan dengan tiga jenis kemasan yang berbeda dalam
tiga variasi suhu. Jenis kemasan pertama adalah kemasan non-vakum dengan jenis
plastik yang digunakan adalah high density polyethylene (HDPE). Jenis kemasan
kedua adalah kemasan vakum dengan plastik pengemasnya berjenis
polypropylene. Jenis kemasan ketiga adalah kemasan vakum dengan plastik
pengemasnya adalah polyethylene campuran nylon 1,5/PE 15/LLDPE 40. Cumi-
cumi dalam kemasan ini kemudian disimpan sampai diperkirakan mutu cumi-
cumi tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Variasi suhu penyimpanan dilakukan
pada suhu -15, 10, dan 30 oC dengan dua kali ulangan.
Perkiraan suhu penyimpanan yang digunakan oleh konsumen menjadi dasar
penggunaan tiga variasi suhu ini. Suhu 30 oC diperkirakan merupakan suhu di
mana knsumen menyimpan cumi-cumi olahan dalam ruang tanpa pendingin. Suhu
10 oC merupakan rata-rata suhu referigerator (kulkas) tempat konsumen biasa
menyimpan bahan makanan untuk jangka waktu cukup lama (menengah).
Penggunaan suhu -15oC karena suhu ini merupakan suhu rata-rata freezer jika
konsumen ingin menyimpan bahan makanan, termasuk cumi-cumi olahan, untuk
jangka waktu yang sangat lama.
Cumi-cumi olahan dalam kemasan diuji tekstur (kekerasan), warna, pH, dan
TPC secara periodik. Frekuensi pengujian untuk masing variasi suhu dapat dilihat
pada Tabel 3.
Hasil analisis penurunan mutu cumi olahan dan analisis umur simpan
digunakan untuk menentukan kondisi pengemasan dan penyimpanan terbaik.
Penentuan kondisi penyimpanan terbaik dilakukan dengan membandingkan umur
simpan cumi-cumi olahan dalam tiap perlakuan ditambah dengan perbandingan
melalui analisis biaya. Kondisi terbaik adalah kondisi penyimpanan yang dapat
memberikan umur simpan paling lama dan biaya yang paling sedikit. Detail
Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3.
Cumi-cumi Analisis Mutu
segar
Pemasakan/pengolahan
Cumi-cumi
Analisis Mutu olahan
Pengemasan vakum
dengan 3 jenis kemasan
(PE,PP, kontrol)
Penyimpanan
(-15, 10, 30oC)
Analisis Mutu
Umur Simpan
Cumi Olahan
Penentuan kondisi
pengemasan
terbaik
Jika informasi pada Tabel 4.1 di atas dibandingkan dengan informasi yang
didapat dari studi pustaka, maka dapat disimpulkan bahwa plastik yang paling
dapat menghambat O2 dan H2O adalah PE, kemudian HDPE dan PP. Hal ini dapat
dimungkinkan karena jenis plastik PE yang digunakan merupakan jenis plastik
campuran nylon-PE-LLDPE.
4.2. KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI
4.2.1. Nilai pH
7,0
6,0
5,0
Nilai pH
4,0 segar
olahan
3,0
2,0
1,0
0,0
cumi-cumi
4.2.2. Warna
Pengukuran terhadap warna cumi-cumi dilakukan pada dua sisi cumi. Sisi
bagian dalam dan sisi bagian luar cumi-cumi. Hasil pengukuran terhadap warna
cumi-cumi segar dan olahan disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil pengukuran terhadap warna cumi-cumi
o
Sampel hue Chroma
Segar Bagian dalam 63,52 ± 1,42 31,24 ± 3,74
Bagian luar 78,67 ± 12,7 81,03 ± 6,16
Olahan Bagian dalam 84,37 ± 1,16 89,56 ± 8,74
Bagian luar 82,55 ± 0,99 139,00 ± 0,41
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa antara bagian dalam dengan
bagian luar cumi-cumi tidak terdapat perbedaan warna yang nyata. Warna kedua
bagian tersebut, baik cumi-cumi segar maupun cumi-cumi olahan berada pada
kisaran derajat hue yang menunjukkan warna yellow red (kuning-merah).
Diagram warna dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan keterangan warna
sampel dalam derajat hue dapat dilihat pada Lampiran 5.
Untuk intensitas warna, berdasarkan nilai chroma, warna cumi-cumi bagian
dalam lebih tinggi intensitasnya daripada bagian luar. Hal ini berlaku pada cumi-
cumi segar dan cumi-cumi olahan. Warna bagian luar cumi-cumi lebih redup
daripada bagian dalam. Secara penglihatan visual pun dapat dilihat bahwa warna
bagian dalam berwarna lebih putih cemerlang.
4.2.3. Kekerasan
6,0
segar
olahan
4,0
2,0
0,0
cumi-cumi
88
84
80
Kadar air (%)
segar
76
olahan
72
68
64
cumi-cumi
Kadar protein yang diukur adalah kadar protein kasar dengan menggunakan
metode Kjeldahl. Kadar protein untuk cumi-cumi segar adalah sebesar 5,9 –
10,3%, sedangkan cumi-cumi olahan memiliki kadar protein sebesar 13,6 – 15,1%
(Gambar 4.4). Hasil analisis ragam terhadap kadar protein pada taraf signifikansi
= 0,05 didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar protein
cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar
protein disajikan pada Lampiran 8.
18,0
15,0
Kadar Protein (%)
12,0
segar
9,0 olahan
6,0
3,0
0,0
cumi-cumi
2,0
0,5
0,0
cumi-cumi
1,5
0,5
0,0
cumi-cumi
Berdasarkan Gaman dan Sherrington (1981), fungsi zat besi adalah sebagai
salah satu pembentuk sel darah merah. Zat besi tidak dirusakkan oleh pemasakan,
tetapi sejumlah kecil akan hilang bersama air karena zat besi larut dalam air. Hasil
pemeriksaan terhadap kandungan zat besi pada cumi segar dan olahan
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan di antara keduanya. Hasil analisis
ragam terhadap kadar besi pada taraf signifikansi = 0,05 memperlihatkan
perbedaan nyata antara kadar besi cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan.
Rekapitulasi analisis ragam kadar besi disajikan pada Lampiran 10.
10,0
8,0
2,0
0,0
cumi-cumi
Dapat dilihat pada Gambar 4.7 bahwa kandungan zat besi cumi-cumi segar
lebih tinggi dibandingkan cumi-cumi olahan. Cumi-cumi segar memiliki
kandungan zat besi sebanyak 7,7 hingga – 8,7 mg/kg (0,7 – 0,9 mg/100g).
Kandungan zat besi cumi-cumi olahan sebesar 1,7 – 2,9 mg/kg (0,1 – 0,3
mg/100g).
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar besi setelah pemasakan
mengalami penurunan yang cukup besar. Adanya penurunan ini kemungkinan
karena pengaruh pemasakan. Berdasarkan Bender (1987), hilangnya zat besi
akibat pemasakan bisa mencapai 32%.
Tabel 4.3. Hasil uji mikroba pada cumi-cumi segar dan olahan
Sampel Ulangan Standard Plate Count (SPC)
Total Mikroba
Segar I 4,00 x 104 koloni/g
II 1,20 x 104 koloni/g
Olahan I 5,50 x 102 koloni/g
II 2,10 x 102 koloni/g
4.3.1. Perubahan pH
Nilai pH
6,5
6,0
5,5
5,0
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (jam)
Kecenderungan ini juga terlihat pada cumi-cumi olahan yang disimpan pada
suhu 10 dan -15oC. Hanya saja pada perlakuan penyimpanan di suhu 10oC
penurunan grafik perubahan pH tidak setajam perlakuan penyimpanan di suhu
30 oC. Kecenderungannya nilai pH mengalami peningkatan di awal dan kemudian
menurun di akhir. Berdasarkan grafik (Gambar 4.9), cumi-cumi olahan yang
disimpan pada suhu 10oC dan dengan kemasan PE vakum mengalami penurunan
pH yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada suhu
penyimpanan yang sama. Nilai pH cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu
10 oC berada pada kisaran 6,46 – 7,01.
7,4
Non-vakum
PP
7,0 PE
Nilai pH
6,6
6,2
5,8
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Lama Penyimpanan (hari)
7,4
Non-vakum
7,0 PP
PE
Nilai pH
6,6
6,2
5,8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Lama Penyimpanan (minggu)
Untuk jenis kemasan yang sama, cumi-cumi olahan yang disimpan pada
suhu 30oC mengalami penurunan pH yang paling besar. Hal ini menunjukkan
bahwa suhu penyimpanan mempengaruhi laju penurunan pH. Suhu penyimpanan
yang tinggi semakin mempercepat laju penurunan pH cumi-cumi olahan.
Selama penyimpanan, pH cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu 30,
10, dan -15 oC cenderung mengalami penurunan. Penurunan pH cumi-cumi olahan
dikarenakan proses pembusukan yang menyebabkan daging cumi-cumi semakin
asam. Berdasarkan Ilyas (1983), turunnya pH cumi-cumi disebabkan rendahnya
cadangan glikogen, karena terurai menjadi asam laktat. Peningkatan jumlah asam
laktat akibat terurainya glikogen inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan
pH pada cumi-cumi olahan.
4.3.2. Kekerasan
Non-vakum
PP
15
Nilai kekerasan (1/mm.det)
PE
13
11
5
0 10 20 30 40 50 60
Lama Penyimpanan (jam)
Gambar 4.11. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu 30±2oC
Dari informasi daya tembus O2 terhadap plastik, didapatkan bahwa plastik
PE memiliki daya tembus O2 yang paling kecil karena densitasnya yang besar,
kemudian HDPE dan PP. Sedikitnya O2 yang terdapat di dalam kemasan dapat
memacu pertumbuhan mikroba anaerob. Pertumbuhan mikroba ini dapat
menyebabkan penurunan mutu pada cumi-cumi olahan, salah satunya ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai kekerasan.
Penyimpanan cumi-cumi olahan pada suhu 10oC juga menunjukkan
perubahan nilai tekstur yang cenderung meningkat. Hanya saja, perbandingan
perubahan nilai tekstur cenderung tidak tampak perbedaan yang nyata seperti
yang terlihat pada perubahan nilai tekstur di dalam penyimpanan suhu 30oC.
Perubahan nilai tekstur cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu 10oC dapat
dilihat pada Gambar 4.12.
Bila dikaitkan dengan perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 10oC,
hasil ini terlihat sejalan. Perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 10oC
cenderung tidak tampak perbedaan yang nyata, begitu juga perubahan nilai
kekerasan pada penyimpanan suhu 10oC.
15 Non-vakum
Nilai kekerasan (1/mm.det)
PP
13 PE
11
5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 4.12. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu 10±2oC
Jika dilihat pada hari ke-4 penyimpanan, nilai kekerasan cumi-cumi olahan
yang disimpan dengan kemasan PE vakum lebih tinggi daripada cumi-cumi
olahan yang disimpan dengan dua jenis kemasan lainnya. Ini berhubungan dengan
pertumbuhan mikroba yang terjadi selama penyimpanan di suhu 10 oC. Cumi-cumi
olahan yang disimpan dengan kemasan PE vakum menunjukkan pertumbuhan
mikroba pada hari ke-4 penyimpanan.
Hal yang sama juga terlihat pada cumi-cumi olahan yang disimpan dengan
kemasan non-vakum. Nilai kekerasan yang meningkat, terutama pada hari ke-6
penyimpanan, juga diiringi dengan pertumbuhan mikroba yang terjadi pada hari
ke-6 penyimpanan. Pada cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan PP
vakum menunjukkan nilai kekerasan yang tinggi pada hari ke-10 penyimpanan.
Hal ini juga diiringi dengan pertumbuhan mikroba yang tinggi pada hari ke-10
penyimpanan.
Hasil-hasil yang berkaitan ini menunjukkan bahwa nilai kekerasan pada
penyimpanan cumi-cumi olahan di suhu 10oC dipengaruhi oleh aktivitas mikroba.
Cumi-cumi olahan yang kaya akan zat gizi dan memiliki kadar air yang tinggi
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba
pada cumi-cumi olahan ini menyebabkan perubahan tekstur yang ditandai dengan
meningkatnya nilai kekerasan.
Perubahan nilai kekerasan selama penyimpanan suhu -15oC dapat dilihat
pada Gambar 4.13. Terlihat peningkatan nilai kekerasan yang cukup drastis pada
minggu pertama penyimpanan. Peningkatan nilai kekerasan cumi-cumi olahan
yang disimpan dengan kemasan non-vakum pada minggu pertama sebesar
44,49%. Peningkatan nilai kekerasan pada minggu pertama penyimpanan cumi-
cumi olahan yang disimpan menggunakan plastik PP vakum sebesar 43,71%.
Peningkatan nilai kekerasan cumi-cumi olahan yang disimpan menggunakan
plasitk PE vakum selama satu minggu pertama penyimpanan sebesar 44,85%.
Peningkatan nilai kekerasan pada cumi-cumi olahan yang disimpan pada
suhu -15o kemungkinan disebabkan oleh rusaknya tekstur akibat pembekuan
(freeze injury). Pendinginan cumi-cumi olahan di bawah suhu 0oC memungkinkan
terjadinya pengkristalan air yang terkandung di dalamnya. Terbentuknya kristal-
kristal es ini dapat merusak tekstur cumi-cumi olahan sehingga nilai kekerasannya
menjadi semakin tinggi.
15
14
Gambar 4.13. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu -15±5oC
8
log Jumlah koloni
Non-vakum
4
PP
PE
2
0
0 12 24 36 48
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 4.14. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu 30±2oC
8
log Jumlah koloni
4 Non-vakum
PP
2 PE
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 4.15. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu 10±2oC
6
log Jumlah Koloni
4 Non-vakum
PP
PE
2
0
0 1 2 3 4 5
Lama Penyimpanan (minggu)
Gambar 4.16. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu -15±5oC
Dari grafik perubahan kadar air setelah penyimpanan yang disajikan pada
gambar 4.17, 4.18 dan 4.19 menunjukkan bahwa cumi-cumi olahan yang
disimpan pada suhu 30 oC mengalami kecenderungan peningkatan kadar air
sedangkan yang disimpan pada suhu dingin (10 dan -15oC) mengalami penurunan
kadar air. Peningkatan kadar air pada penyimpanan suhu 30 oC ini diduga karena
adanya aktivitas mikroorganisme. Pada penelitian ini, selama penyimpanan pada
suhu 30oC dan cumi-cumi olahan mencapai kondisi busuk terjadi perubahan pada
kemasan vakum yang digunakan selama penyimpanan berupa rongga di dalam
kemasan yang seharusnya tidak ada pada kemasan vakum. Rongga tersebut terisi
oleh cairan yang diduga berasal dari cumi-cumi dan bumbu yang digunakan untuk
pengolahan. Keadaan tersebut diduga karena aktivitas mikroorganisme yang
menyebabkan pembusukan pada cumi-cumi olahan yang ditandai dengan bau
yang tak sedap dan cairan yang berada di dalam kemasan. Selain karena aktivitas
mikroorganisme, adanya cairan di dalam kemasan plastik diduga karena bahan
yang dikemas memang mengandung kadar air yang tinggi dan cukup berlemak
sehingga membuat pengemasan vakum yang dilakukan tidak sempurna.
80
Non-vakum
PP
PE
76
Kadar air (%)
72
68
0 2
Lama penyimpanan (hari)
76
Non-vakum
PP
72 PE
Kadar air (%)
68
64
60
0 16
Lama penyimpanan (hari)
Non-vakum
76 PP
PE
Kadar air (%)
72
68
64
0 8
Lama penyimpanan (minggu)
Cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu dingin (10 dan -150C)
mengalami kecenderungan penurunan kadar air. Penurunan kadar air ini diduga
karena terjadi dehidrasi pada cumi-cumi yang disimpan pada suhu dingin.
Berdasarkan Lanier di dalam Martin dan Flick (1988), tempat penyimpanan
dingin seperti freezer kebanyakan tidak beroperasi pada suhu yang konstan
dikarenakan aktivitas membuka-tutup pintu freezer. Saat produk perikanan
dikemas dan disimpan di dalam freezer, kandungan air akan menguap dari
permukaan ikan hingga udara di dalam kemasan menjadi jenuh dan mencapai
keseimbangan dengan kelembaban. Saat temperatur freezer menaik, semakin
banyak kandungan air yang menguap untuk mencapai keseimbangan baru dengan
kelembaban relatif akibat perubahan suhu tersebut. Saat suhu freezer menurun,
uap air akan mengembun sebagai butiran es di dalam kemasan. Evaporasi dan
presipitasi yang berkelanjutan dengan suhu yang berfluktuasi akan bertindak
sebagai pemompa air dari dalam bahan dan mengakibatkan dehidrasi pada daging
produk.
Grafik perubahan kadar protein yang disajikan pada Gambar 4.20, 4.21 dan
4.22 menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan kadar protein.
Penyimpanan cumi-cumi olahan pada tiga suhu yang berbeda (30, 10, -15oC)
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Kadar protein akhir setelah
penyimpanan berada pada kisaran 1,88 – 3,32%.
Kadar protein setelah penyimpanan pada cumi-cumi olahan yang disimpan
pada suhu 30oC dengan kemasan non-vakum menurun sebesar 11,53% selama 2
hari penyimpanan. Kadar protein awal sebesar 14,43% dan setelah penyimpanan
sebesar 2,90%. Penurunan kadar protein cumi-cumi olahan yang disimpan pada
suhu 30oC dengan kemasan PP vakum adalah sebesar 11,11% selama 2 hari
penyimpanan dari 14,43% menjadi 3,32%. Penurunan kadar protein cumi-cumi
olahan yang disimpan pada suhu 30oC dengan kemasan PE vakum selama 2 hari
penyimpanan adalah sebesar 11,51% dari 14,43% menjadi 2,92%. Perubahan
kadar protein setelah penyimpanan pada suhu 30oC dapat dilihat pada Gambar
4.20.
16
Non-vakum
12 PP
0
0 2
Lama penyimpanan (hari)
Non-vakum
12
0
0 16
Lama penyimpanan (hari)
Cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu -15oC dengan kemasan non-
vakum mengalami penurunan kadar protein sebesar 12,54% dari 14,43% menjadi
1,89%. Penurunan kadar protein cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu yang
sama dengan kemasan PP vakum sebesar 11,65%. Kadar protein awal sebesar
14,43% dan setelah penyimpanan sebesar 2,78%. Cumi-cumi olahan yang
disimpan pada suhu -15oC dengan kemasan PE vakum mengalami penurunan
kadar protein sebesar 11,40% dari 14,43% menjadi 3,03%.
16
Non-vakum
12
Kadar protein (%)
PP
PE
8
0
0 8
Lama penyimpanan (minggu)
Untuk menentukan umur simpan produk, perlu diketahui titik kritis produk
tersebut sebagai acuan untuk menentukan umur simpan. Untuk kasus yang
diangkat pada penelitian ini, titik kritis dari produk berupa bahan pangan adalah
adanya pertumbuhan mikroba. Karena produk ini belum memiliki standar mutu,
maka untuk menentukan batas aman konsumsi berdasarkan pertumbuhan mikroba
mengacu pada SNI 01-2719-1992 untuk cumi-cumi kering di mana jumlah
maksimum total mikroba yang terkandung adalah 4 x 104 koloni/g dan SNI 01-
2731-1992 untuk cumi-cumi beku di mana jumlah maksimum total mikroba yang
terkandung adalah 5 x 105 koloni/g. Untuk cumi-cumi olahan yang disimpan pada
suhu 30 dan 10oC menggunakan standar SNI 01-2719-1992, sedangkan untuk
cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu -15oC menggunakan standar SNI 01-
2731-1992.
Dari hasil analisis terhadap total pertumbuhan mikroba pada cumi-cumi
olahan yang disimpan pada suhu 30oC, pertumbuhan mikroba yang melebihi batas
layak konsumsi terjadi pada jam ke-12 penyimpanan. Pertumbuhan ini terjadi
pada tiap perlakuan kemasan, yaitu non-vakum, PP vakum, dan PE vakum. Hasil
ini menunjukkan bahwa batas aman konsumsi adalah hingga 12 jam
penyimpanan, dengan kata lain batas umur simpan cumi-cumi olahan pada suhu
30 oC adalah 12 jam.
Berdasarkan uji pertumbuhan total mikroba pada suhu penyimpanan 10oC,
pertumbuhan mikroba yang melebihi batas aman konsumsi terjadi pada hari ke-6
penyimpanan pada cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan non-vakum.
Pada cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan PP vakum, pertumbuhan
mikroba yang melebihi batas aman konsumsi terjadi pada hari ke-10
penyimpanan. Pada cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan PE vakum,
pertumbuhan total mikroba yang melebihi batas aman penyimpanan terjadi pada
hari ke-4 penyimpanan. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa batas
umur simpan untuk cumi-cumi yang disimpan pada suhu 10oC dengan kemasan
non-vakum adalah 6 hari, 10 hari untuk cumi-cumi olahan yang disimpan dengan
kemasan PP vakum, dan 4 hari untuk cumi-cumi yang disimpan dengan kemasan
PE vakum.
Berdasarkan analisis pertumbuhan total mikroba pada cumi-cumi yang
disimpan pada suhu -15oC didapatkan hasil yang menunjukkan penyimpanan pada
suhu freezer lebih dapat mempertahankan mutu bahan makanan seperti cumi-cumi
olahan ini. Pertumbuhan total mikroba pada cumi-cumi olahan yang disimpan
pada suhu freezer (-15oC) selama 4 minggu tidak menunjukkan pertumbuhan yang
melebihi ambang batas layak konsumsi (5 x 10 5 koloni/g berdasarkan SNI 01-
2731-1992). Jumlah total mikroba yang terlihat selama penyimpanan pada suhu -
15 oC hanya mencapai 1,3 x 105 koloni/g pada cumi-cumi olahan yang disimpan
dengan kemasan PP vakum dan 2,5 x 105 koloni/g pada cumi-cumi olahan yang
disimpan dengan kemasan PE vakum.
Penentuan umur simpan untuk cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu
o
-15 C didasarkan pada beberapa literatur. Berdasarkan Gorga dan Ronsivalli
(1988), umur simpan produk perikanan yang disimpan pada suhu -12,2 oC bisa
mencapai 2 bulan dan produk perikanan yang disimpan pada suhu -17,8 oC masih
memiliki kualitas yang tinggi hingga penyimpanan selama 7 bulan. Berdasarkan
van Laack (1994), umur simpan produk perikanan yang disimpan pada suhu -18oC
bisa mencapai 6 bulan. Sumber literatur lain menyatakan bahwa umur simpan
produk perikanan yang sudah dimasak dan disimpan pada freezer bisa mencapai 4
hingga 6 bulan (www.hormel.com).
Berdasarkan hasil-hasil seperti yang disebutkan di atas, maka umur simpan
cumi-cumi olahan berdasarkan adanya pertumbuhan total mikroba adalah seperti
pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4. Umur simpan cumi-cumi olahan pada tiap perlakuan
Perlakuan Umur simpan
Suhu 30oC Suhu 10oC Suhu -15oC
Non-vakum 12 jam 6 hari 4 bulan
PP vakum 12 jam 10 hari 4 bulan
PE vakum 12 jam 4 hari 4 bulan
Harga dasar cumi-cumi olahan yang tidak dikemas adalah sebesar Rp.
5000,- per ekor. Biaya pengemasan vakum adalah Rp. 15.000,- untuk 6 kemasan,
berarti sebesar Rp. 2500,- per kemasan. Biaya sealing non vakum adalah sebesar
Rp. 1500,- per kemasan. Harga plastik HDPE adalah Rp. 5500,- untuk 60
kemasan. Harga plastik PP Rp. 5000,- untuk 70 kemasan. Harga plastik nylon
1,5/PE 15/LLDPE 40 sebesar Rp. 250,- untuk 1 kemasan.
Sehingga rincian biaya untuk masing-masing perlakuan dan
perbandingannya dengan umur simpan yang dicapai adalah sebagai berikut:
5.1. KESIMPULAN
5.2. SARAN
Anonymous. 1972. Food Composition Table for Use in East Asia. FAO.
Bender, A.E. 1987. Food Processing and Nutrition. Academic Press, London.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1988. Food Science.
Terjemahan. Hari Purnomo dan Adiono. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Floros, J.D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. di dalam. Arpah.
2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi
Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Jabber, P.I dan M.F.S. Jamieson. 1983. Food Microbiology. di dalam Anonim.
World Food Prgramme. Food Storage Manual. 2 nd ed. The Tropical
Development and Research Institute, London.
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. 6th edition. Aspen Publication,
Guithenberg.
Labuza, T.P. 1982. Open Shelf-Life Dating of Foods. Food Science and Nutrition
Press Inc., Westport, Connecticut.
Lanier, Tyre C. 1988. Packaging. Di dalam The Seafood Industry. editor. Roy E.
Martin dan George J. Flick. Van Nostrand Reinhold, New York.
Muchtadi, Deddy. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas.
IPB. Bogor.
Petersen, K., P.V. Nielsen, dan G. Montensen. 1999. Journal of Food Science and
Technology. 10 : 52-68. Elsevier Science Ltd., UK.
Singh, R.P. 1994. Scientific principles of shelf life evaluation. Di dalam. Shelf
Life Evaluation of Foods. editor. C.M.D. Man dan A. A. Jones. Chapman
and Hall, UK.
van Laack, Riette L.J.M. 1994. Spoilage and Preservation of Muscle Foods. Di
dalam. Muscle Foods. Editor. Donald M. Kinsman, Anthony W. Ketula,
dan Burdette C. Breidenstein. Chapman and Hall, New York.
Watkins, J.B. 1971. Post Harvest Handling of Fruits and Vegetables. Sandy Trout
Preservation Research Laboratorium, Queensland, Australia.
Wibowo, S. 1991. Budidaya Bawang, Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang
Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisis-mekanis bahan kemasan
1. Gramatur plastik
Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot plastik per satuan luas
plastik (g/m2). Penentuan gramatur memerlukan bahan plastik kemasan yang
dipotong dengan ukuran 10 x 10 cm. Gramatur ditentukan dengan cara
menimbang contoh bahan plastik yang diuji. Persamaannya adalah sebagai
berikut:
bobot (g ) 10000 cm 2
Gramatur (g / m 2 ) = ×
100 cm 2 1 m2
2. Densitas plastik
Densitas atau bobot jenis, yaitu bobot plastik per satuan volume (g/m3).
Densitas diperoleh dengan membagi gramatur plastik dengan tebal plastik. Tebal
plastik diukur menggunakan mikrometer sekrup di lima tempat berbeda pada satu
lembar contoh plastik dan diambil nilai rata-ratanya.
Gramatur (g / m 2 )
Densitas (g / m ) =
3
Tebal (m)
Lampiran 2. Prosedur analisis karakterisasi mutu cumi-cumi segar dan cumi-cumi
olahan.
B1 − B 2
Kadar Air (%) = × 100%
B1
Di mana :
B1 = Bobot contoh awal (g)
B2 = Bobot contoh akhir (g)
Sebanyak 0,1 gram contoh dimasukkan ke dalam labu kjedahl 50 ml, lalu
ditambahkan katalis yang berupa CuSO4 dan Na2SO4 dengan perbandingan 1:1,2
dan ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi sampai cairan berwarna
hijau bening dan dibiarkan sampai dingin.
Cairan hasil destruksi kemudian didestilasi dan dilakukan penambahan 15
ml NaOH pekat. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi
25 ml HCl 0,02 N dan indikator mensel, lalu dititrasi dengan larutan NaOH 0,02
N. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan
persamaan di bawah ini :
% total N =
(ml titrasi (blanko − contoh)) × N NaOH × 14,007 × 100%
contoh (mg)
Labu lemak dikeringkan pada oven bersuhu 100 oC, kemudian didinginkan
dalam desikator, lalu ditmbang bobotnya (A). Sebanyak 5 gram contoh diambil
dan dimasukkan ke dalam kertas saring berbentuk tabung dan dimasukkan ke
dalam tabung soxhlet. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi, labu soxhlet
diisi dengan menggunakan pelarut heksana sebanyak 2/3 isi labu. Ekstraksi
dilakukan selama 6 jam.
Setelah selesai, biarkan hingga dingin dan sampel yang terbugkus kertas
saring diambil dari dalam tabung. Tabung kosong dipasang kembali pada
rangkaiannya dan dipanaskan kembali untuk memisahkan lemak dari pelarutnya.
Lemak yang tertinggal dalam labu soxhlet dikeringkan dalam oven selama 1 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (B). Kadar lemak
kasar diketahui berdasarkan persamaan
B−A
Kadar lemak (%) = × 100%
Sampel (g )
5. Kekerasan
Analisis terhadap warna cumi siap saji dilakukan dengan menggunakan alat
Color Measuring Digital Display System. Sistem penilaian terhadap nilai L
(tingkat kecerahan), a (tingkat kemerahan), dan b (tingkat kekuningan) pada alat
tersebut adalah dengan membandingkan contoh terhadap lempengan putih yang
mempunyai standar nilai L, a, dan b. Nilai L mempunyai skala 0 - 100 (0 = hitam,
100 = putih). Nilai a mempunyai skala -80 - 100 (-80 = hijau, 100 = merah). Nilai
b mempunyai skala -80 -70 (-80 = biru, 70 = kuning).
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan contoh di tempat yang telah
disediakan. Alat tersebut secara otomatis akan menunjukkan nilai L, a, dan b dari
contoh.
Nilai L, a, dan b yang didapat selanjutnya digunakan untuk mengukur
derajat hue (ohue) dan nilai chroma. Derajat hue dihitung dengan rumus:
b
tan −1 =
a
Sampel halus ditimbang sebanyak 5 gram di dalam gelas piala 150 ml,
ditambahkan 20 ml asam nitrat pekat, kemudian dididihkan selama 5 menit.
Didinginkan dan ditambah 5 ml asam sulfat pekat, kemudian dipanaskan dan
menyempurnakan “digestion” dengan menambah HNO3 setetes demi setetes
sampai larutan tidak berwarna. Sampel dipanaskan sampai timbul asap putih, dan
didinginkan. Ditambahkan 15 ml air destilata dan dididihkan lagi selama 10
menit, dan didinginkan. Kemudian pindahkan larutan kedalam labu takar 250 ml.
Gelas piala dibilas sampai bersih, masukkan bilasan kedalam labu takar. Larutan
diencerkan dalam labu takar sampai tanda tera dengan air destilata.
Larutan diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml, dan ditambahkan 40 ml air destilata dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat.
Larutan diencerkan dengan air destilata sampai tanda tera. Larutan didiamkan
selama 10 menit, kemudian absorbansi diukur dengan kolorimeter pada panjang
gelombang 400 nm. Konsentrasi fosfor dicatat dari kurva standar berdasarkan
absorbansi yang terbaca.
C × 2,5
Kadar Fosfor (%) = × 100%
W
C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100 ml) yang terbaca dari kurva
standar.
W = berat sampel yang digunakan
9. Kadar Besi
Senyawa besi dalam contoh uji didestruksi dalam suasana asam sampai
terlarut semua, kemudian diukur kadarnya dengan Spektrofotometer Serapan
Atom (SSA) secara langsung. Sampel sebanyak ± 3,0 gram didestruksi dengan
menggunakan asam nitrat 5-10 ml. Sebelumnya sample dilarutkan terlebih dahulu
di dalam 25 ml aquades. Larutan dipanaskan hingga tersisa ± 10 ml. Setelah
dingin, ditambahkan kembali 5 ml HNO3 dan 1-3 ml asam perklorat setetes demi
setetes melalui dinding erlenmeyer. Kemudian dipanaskan kembali hingga
menjadi jernih dan timbul asap putih. Setelah timbul asap putih, pemanasan
dilanjutkan hingga ± 30 menit. Contohn uji di saring dengan kertas saring
kuantitatif dengan ukuran pori 0,8 m. Filtrat diencerkan dalam labu takar 100 ml.
Larutan blanko dibuat dengan cara yang sama, tanpa penambahan sampel uji.
Pembuatan spike matrix dilakukan dengan cara yang sama, dengan penambahan ±
3,0 gram sampel dan larutan baku Fe.
Pengukuran kadar besi dengan menggunakan alat SSA dengan terlebih dahulu
dibuat kurva kalibrasi untuk uji Fe. Kadar besi diperoleh dengan memplotkan hasil
pengukuran besi dengan kurva kalibrasi. Perhitungan kadar besi dengan menggunakan
rumus:
C×V
Fe = di mana: Fe adalah kadar besi ( g/g)
B
C adalah kadar besi yang diperoleh dari kurva kalibrasi
g/ml)
V adalah volume akhir
B adalah berat contoh uji (g)
Lampiran 3. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH
Descriptives
HASIL
95% Confidence
Std. Std. Interval for Mean
N Mean Deviation Error Lower Upper Minimum Maximum
Bound Bound
cumi segar 6 6.6250 .01871 .00764 6.6054 6.6446 6.61 6.66
cumi produk 6 6.6383 .05492 .02242 6.5807 6.6960 6.58 6.70
Total 12 6.6317 .03973 .01147 6.6064 6.6569 6.58 6.70
HASIL
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
21.000 1 10 .001
ANOVA
HASIL
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .001 1 .001 .317 .586
Within Groups .017 10 .002
Total .017 11
Lampiran 4. Diagram warna
Lampiran 5. Warna sampel dalam derajat hue
o
Warna hue
Red purple 342 – 18
Red 18 – 54
Yellow red 54 – 90
Yellow 90 – 126
Yellow green 126 – 162
Green 162 – 198
Blue green 198 – 234
Blue 234 – 270
Blue purple 270 – 306
Purple 306 – 342
Lampiran 6. Rekapitulasi analisis ragam nilai kekerasan
Descriptives
HASIL
95% Confidence
Std. Std. Interval for Mean
N Mean Deviation Error Lower Upper Minimum Maximum
Bound Bound
cumi segar 10 3.7600 1.59457 .50425 2.6193 4.9007 1.70 6.80
cumi produk 10 6.8000 1.08423 .34286 6.0244 7.5756 5.30 8.90
Total 20 5.2800 2.04775 .45789 4.3216 6.2384 1.70 8.90
HASIL
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.937 1 18 .346
ANOVA
HASIL
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 46.208 1 46.208 24.855 .000
Within Groups 33.464 18 1.859
Total 79.672 19
Lampiran 7. Rekapitulasi analisis ragam kadar air
Descriptives
HASIL
95% Confidence Interval for
Std. Mean
N Mean Deviation Std. Error Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
cumi segar 3 84.543033 .2334928 .1348071 83.963005 85.123062 84.2734 84.6799
cumi produk 3 72.567827 .3637236 .2099959 71.664287 73.471366 72.1510 72.8211
Total 6 78.555430 6.5647847 2.6800621 71.666111 85.444749 72.1510 84.6799
HASIL
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.281 1 4 .321
ANOVA
HASIL
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 215.108 1 215.108 2302.918 .000
Within Groups .374 4 .093
Total 215.482 5
Lampiran 8. Rekapitulasi analisis ragam kadar protein
Descriptives
HASIL
95% Confidence
Std. Interval for Mean
N Mean Deviation Std. Error Lower Upper Minimum Maximum
Bound Bound
cumi segar 3 8.892967 2.8650892 1.6541600 1.775691 16.010243 5.9978 11.7270
cumi produk 2 14.427850 1.0792571 .7631500 4.731110 24.124590 13.6647 15.1910
Total 5 11.106920 3.6859255 1.6483960 6.530239 15.683601 5.9978 15.1910
HASIL
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.935 1 3 .405
ANOVA
HASIL
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 36.762 1 36.762 6.273 .087
Within Groups 17.582 3 5.861
Total 54.344 4