Anda di halaman 1dari 27

Presentasi kasus

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
Anusha G Perkas, S.Ked 04054821719243

Pembimbing:
Dr. H. Suwandi Safitra, SpA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul


BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Anusha G Perkas

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Unsri.

Palembang, Juni 2018


Pembimbing,

Dr. H. Suwandi Safitra, SpA

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik “Bronkopneumonia”. Di
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dr. H. Suwandi Safitra, SpA selaku pembimbing yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga laporan kasus
ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Juni 2018

Penulis

Palembang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

iii
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................5
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................6
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................16
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................41

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Istilah pneumoni mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa seluruh alveoli
terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumoia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah
kesehatan utama pada anak-anak dinegara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak didunia , lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi diafrika dan asia tenggara. Insiden pneumonia dinegara
berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibaawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada
usai 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak yang lebih tua.

Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di Indonesia,


pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberculosis.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
Indonesia disebabkan oleh penyakit system pernafasan, terutama pneumonia menduduki
peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian
pneumonia yang dirawat inap berkisar antara 20-35%.

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernafasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumoni lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi
dan biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza
yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi. Berdasarkan data WHO, kejadian
pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun.

5
BAB II

LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : M Al Azzam
b. Umur : 2 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Ayah : A Rahman
e. Nama Ibu : Dima Honita
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Muara Enim
h. Dikirim Oleh : IGD
i. MRS Tanggal : 03-06-2018

II. ANAMNESIS
Tanggal : 04-06-2018
Diberikan Oleh : Ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk dan demam
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Kisaran 3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita demam, tidak terlalu
tinggi, penderita masih mau minum susu, muntah (-), batuk (+) tidak berdahak.
BAB cair (-), belum ada sesak napas. Kisaran 1 hari SMRS, penderita masih
demam, muncul sesak napas yang terjadi terus menerus. asien juga menderita
batuk disertai pilek. Pasien lalu dibawa berobat ke RSUD

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : 38 minggu
Partus : Spontan, pervaginam, langsung menangis
Tanggal : 16 April 2016
BB : 3,45
PB : 48

2. Riwayat Makanan
ASI : Sejak lahir hingga 4 bulan
Susu Botol : Sejak 4 bulan hingga 6 bulan

6
Bubur Nasi : Sejak 6 bulan sampai 1 tahun
Nasi biasa : Sejak 1 tahun sampai sekarang

C. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG √ DPT 2 √ DPT 3 -
DPT 1 √ Hepatitis B 2 √ Hepatitis B 3 -
Hepatitis B 1 √ Hib 2 √ Hib 3 -
Hib 1 √ Polio 2 √ Polio 3 -
Polio 1 √ Polio 4 -
Campak √

Kesan : Imunisasi belum lengkap

D. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Riwayat mendapat penyakit sebelumnya disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : N : 164x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler


RR : 59x/menit
S : 37,8’C
SpO2 : 96% (tanpa oksigen kanul)
Status : BB: 4,1 kg BB/U: -2 < z score < 0 ( normal)
PB: 54 cm PB/U: -2 < z score < 0 (normal)
Antropometri
BB/PB: -2 <z score < 0 (normal)
Kesan: Gizi Baik
Kepala : Normocephal (lingkar kepala 36 cm), rambut hitam.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering (+), sedikit.
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil
:
T1-T1 tenang

7
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo:
I: Dinding dada simetris statis dan dinamis, retraksi
suprasternal (+) retraksi epigastrium (+)
P: Stem fremitus kanan = kiri
P: Sonor di kedua lapang paru
A:Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi basah halus
nyaring.
Cor:
I: Tidak tampak ictus cordis
P: Iktus cordis tidak teraba
P: Redup, dalam batas normal
A: BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : I: Datar
P: Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan
lien tidak teraba, turgor baik
P: Timpani
A: Bising usus (+) normal

Alat Kelamin : O , Fimosis (-), Eritema (-)

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2 detik, akral
hangat (+)

IV. STATUS NEUROLOGIKUS


Lengan Lengan
Fungsi motorik Kaki kanan Kaki kiri
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks
tidak dilakukan pemeriksaan
fisiologis
Refleks
tidak dilakukan pemeriksaan
patologis
Gejala rangsang
Tidak dilakukan pemeriksaan
menigeal
Fungsi motorik Dalam batas normal
Nervi craniales Dalam batas normal

8
Refleks primitif Babinsky (+), palmar grasp (+), plantar grasp (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah rutin dan imunoserologi sebagai petanda
infeksi, dengan hasil yaitu: Hb 10,3 g/dL; eritrosit 4,42x103/mm3; leukosit 14,1 x103/mm3; Ht
31%; trombosit 189 x103/μL; basofil 0%; eusinofil 0%; netrofil 41%; limfosit 46%; monosit
12%.

VI. RESUME
Al Azaam, laki-laki 2 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas, dan demam
yang tidak tinggi. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh suhu. Pasien kemudian dibawa ke
RSUD Rabain Muara Enim. Keadaan umum tampak sakit sedang, anak tampak gelisah.
Tampak sesak, nafas cuping hidung (+), retraksi suprasternal (+), dan retraksi epigastrium (+).
Pasien menderita demam subfebris 37,8oC. Pasien juga mengalami batuk disertai pilek. Dari
pemeriksaan fisik, didapatkan suara nafas ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan
paru.

VII. DAFTAR MASALAH


1) Sesak napas
2) Batuk
3) Demam

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1) Bronkopneumoni
2) Bronkiolitis
3) Asma

IX. DIAGNOSIS KERJA


Bronkopneumoni

X. TATALAKSANA
A. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan darah rutin, AGD, foto thorax AP/lateral
B. Non-farmakologis
Pemasangan nasal kanul 1 lpm
C. Farmakologis

9
- IVFD KAEN IB gtt x/menit
- Inj Ceftriaxon 1gr dalam D5% 100 cc (IV)
- Dexamethason 3x1gr (IV)
- Paracetamol 2x 12cc
- Nebu Ventolin 3x1
D. Diet
ASI ad libitum
E. Edukasi
- Bila menyusui, posisi anak harus setengah duduk, tidak boleh sambil ibu berbaring
atau anak berbaring
- Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka semntara anak dipuasakn
telebih dahulu dan dipasang NGT
- Bila anak demam, beri minum ASI yang cukup, dan beri obat penurun panas

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai
peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.1
2.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh
dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001,
27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur
5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan
angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia
pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
pertahun pada anak balita di negara berkembang.2

2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak,
terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia
pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti
E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni
sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40%
kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus.
Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8
juta episode baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-

11
inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia
RSV, 99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran
RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai
penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di
Negara maju dapat dilihat di tabel.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis 2.4.
Streptococcus Haemophillus influenza tipe
pneumoniae B
Virus Moraxella catharalis Klasifikasi
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr 12
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi subkosta
untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut
mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala
malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut: 2

Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2


Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia Kesadaran turun, Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat letargis Tidak mau minum
Tidak mau menetek / Kejang
minum Sianosis
Kejang Malnutrisi
Demam atau
hipotermia
Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia Napas cepat Retraksi (+)
Berat Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)
Pneumonia Takipnea
Ringan Retraksi (-)
Sedangkan dalam MTBS/IMCI, derajat keparahan dalam diagnosa pneumonia dapat
dibagi menjadi pneumonia berat yang harus dirawat inap dan pneumonia ringan yang bisa rawat
jalan.

Tabel 3. Hubungan antara diagnosisi klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS).3


Diagnosis Klinis Klasifikasi (MTBS)
Pneumonia berat (rawat inap):
-tanpa gejala hipoksemia Penyakit sangat berat
-dengan gejala hipoksemia (Pneumonia berat)
-dengan komplikasi
Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonis

2.5. Patogenesis1,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat

13
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang
dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai
ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)

14
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera
dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.

15
Gambar 1. Patofisiologi4

2.6. Patofisiologi

16
Gambar 2. Algoritma Patofisiologi bronkhopneomonia4

2.7. Gejala Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia
pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda,
sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal seperti: mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, merintih, dan sianosis.

17
2.8. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. Pada perkusi tidak terdapat
kelainan dan pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung
tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2 dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada
hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan
yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.
Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.

18
Gambar 3. Rontgen infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi
tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas
dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis
dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.

Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk pemeriksaan

19
mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru

2.10. Diagnosis
 Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Dan dipastikan
anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat:
- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: > 50 kali/menit
- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun: > 40 kali/menit
 Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
- Kepala terangguk – angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas, konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini:
- Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan: > 60 kali /menit
o Anak umur 2 – 11 bulan: > 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun: > 40 kali/menit
o Anak umur > 5 tahun: > 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat

2.11. Diagnosis Banding


Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan
bernafas
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau

20
tidak ada respon dengan bronkodilator

Tuberculosis - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa


(TB) - uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan
imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
yang spesifik. Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan
dengan batuk dan pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

2.12. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Tabel 6. Kriteria rawat inap pneumonia


Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, Distres pernapasan
atau grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di
rumah

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang
sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi
dengan adekuat.

21
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman empiris yakni
didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan
klinis pasien serta epidemiologis.
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Dosis yang
digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau
Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang anaknya
setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk, tidak bisa minum atau
menyusu.
Ketika anak kembali:
-Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
-Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik
ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
-Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman di
bawah ini.

Pneumonia rawat inap


Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), harus
dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons yang baik maka
diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat (tidak
dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak
sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali
IM atau IV setiap 8 jam).

22
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara kamar, harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan
dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien (Paracetamol
10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemerikaan saturasi oksigen
Nutrisi
-Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral, harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak
dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan
yang terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena
pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik
Kriteria pulang:
-Gejala dan tanda pneumonia menghilang
-Asupan peroral adekuat
-Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

23
-Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan kondisi rumah
memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

2.13. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah:
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
-Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
-Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.14. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.

2.15. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati
secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi
dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lainnya.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan 2 kali
dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis
ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur
di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

24
BAB III
ANALISIS MASALAH

Al Azzam, seorang anak laki-laki usia 2 tahun masuk rumah sakit melalui IGD tanggal 3
Juni 2018 dengan keluhan utama sesak yang bertambah berat sejak kisaran 1 hari yang lalu.Anak
juga menderita demam subfebril (37,8oC).BAK dan BAB tidak ada kelainan. Riwayat menderita
penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada yang
menderita asma, kejang maupun riwayat atopi.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan pneumonia karena pada pasien didapatkan
gambaran klinis pneumonia pada anak yang bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum tampak gejala infeksi pada anak, yaitu didapatkan pada pasien anak ini
peningkatan suhu subfebris, gelisah. Gejala gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak
ini, seperti batuk, pilek, sesak napas, takipnea dan napas cuping hidung. Dan pada pemeriksaan
fisik ditemukan suara ronkhi basah halus seluruh lapang paru.
Diagnosis pada kasus ini ditegakan karena adanya gejala sesak nafas disertai pernafasan
cuping hidung dan tarikan dinding dada, panas badan, ronki basah halus pada seluruh lapang
paru. Dari kasus ini dapatkan peningkatan leukosit perdominan sehingga mengarahkan
kecurigaan penyebabnya adalah bakteri.
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain yaitu terapi oksigen, pemberian cairan sesuai
kebutuhan, dan jika terdapat sekresi hidung yang berlebihan maka dapat dikoreksi dengan
nebulisasi normal saline. Selain itu juga perlu dilakukan koreksi asam basa elektrolit. Untuk
terapi antibiotik, diberikan berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan etiologi penyakit
yang di evaluasi setiap 48-72 jam.
Lama pemberian antibiotik diberikan tergantung pada kemajuan klinis penderita, evluasi
hasil pemeriksaan penunjang (darah dan foto thoraks) dan jenis kuman penyebab, pada
umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk kuman staphylococcus dapat diberikan
selam 6 minggu. Atasi penyakit penyerta yang lain jika ada.
Diberikan sesuai protokol terapi pneumonia pada pasien 0-2 bulan yakni diberikan
kombinasi antibiotik Ampisilin-gentamicin. Ampisilin (50-100 mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari
Gentamisin (5-7 mg/kgBB) diberikan 1-2 kali sehari. Jika terdapat demam, maka diberikan
paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Jika dalam 3 hari tidak terdapat perbaikan, maka
diberikan kloramfenikol dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 kali pemberian.
Atau dengan menggunakan lini kedua yaitu ceftriaxone dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari

25
dibagi dalam 1-2 kali dosis pemberian. Pada kasus ini diberi Inj Ceftriaxon 1gr dalam d5% 100
cc (IV).
Prognosis pada pneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas kurang dari 1%, mortalitas
bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial
tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia
ini.Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita
terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur, menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kartasasmita CB. September 2010. Pneumonia Pembunuh Balita, Divisi Respirologi


Departemen Kesehatan Anak, FK Padjajaran Indonesia. PhD disertation Catholic
University of Leuven, Faculty of Medicine.

2. Sectish TC, Prober CG. 2008. Pneumonia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia

3. Rahajoe,et al. 2012. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI

4. Konsensus pneumonia. Diunduh dari www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-


pneumonia.com

5. Warsa UC. Streptococcus Pneumoniae. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.
Jakarta. Badan Penerbit Binarupa Aksara.

6. Pudjiadi,et al. 2010. Pneumonia.Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta. Badan


Penerbit IDAI

7. Unicef/WHO. 2006. Penumonia The Forgotten Killer of Children

8. Ranuh I.G.N. Suyitno Hariyono, dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Pengurus pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2012

27

Anda mungkin juga menyukai