Aspek Ontologi Dalam Filsafat Ekonomi
Aspek Ontologi Dalam Filsafat Ekonomi
Latar Belakang
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada.
Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah
ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Ontologi merupakan salah
satu kajian kefilsafatan yang paling kuno. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan
Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah
sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Pembicaraan mengenai hakikat
sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada
adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau berubah-ubah.
Dasar ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh pancaindra manusia. Jadi, rnasih dalam jangkauan pengalaman manusia
atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide,
nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan, dan manusia itu sendiri. Untuk
memberi arti tentang suatu objek ilmu, ada beberapa asumsi yang perlu
diperhatikan, yaitu: Pertama, suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan
kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi, dan kuantitatif
asumsi. Kedua, kelestarian relatif, artinya ilmu tidak mengalami perubahan
dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Ketiga, determinasi, artinya ilmu
menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan.
Objek ontologi sama halnya dengan objek fllsafat yakni: Pertama, objek
formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh realitas. Objek
formal ini yaitu cara memandang yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya. Objek formal dan suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu
ilmu, tetapi pada saat yang sama mernbedakannya dengan bidang yang lain.
Satu objek formal dapat ditinjau dan berbagai sudut pandang sehingga
menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Kedua, objek material, yaitu sesuatu hal
yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu hal
yang dipelajari. Objek material mencangkup hal konkret, misalnya manusia,
tumbuhan, batu, atau hal-hal yang abstrak seperti ide, nilai-nilai, dan
kerohanian.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ontologi
Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika
dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang
lain, yang biasanya mengalami percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu
telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat
(ontologi), teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi).
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636
M yang menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya, Christian Wolff (1679 – 1754 M) membagi metafisika
menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum
dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan teologi. Objek kajian ontologi
adalah hakikat seluruh kenyataan. Ontologi sebagai cabang filsafat ilmu telah
melahirkan sekian banyak aliran ontologisme. Tiap aliran ontologi biasanya
memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling mendukung dam
melengkapi yang nantinya, objek ini melahirkan pandangan-pandangan (point
of view) / aliran-aliran pemikiran dalam kajian ontologi antara lain: Monoisme,
Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme. Aliran ini yang membangun
pemikiran para ahli filsafat ilmu untuk memahami esensi suatu ilmu. Ilmu itu
dapat ditinjau dan tiga aliran itu untuk menemukan hakikat.
Atas dasar ketiga aliran tersebut, ontologi selalu memiliki ciri-ciri khusus.
Setiap aliran memberikan gambaran luas suatu cabang keilmuan. Ciri-ciri khas
terpenting yang terkait dengan ontologi antara lain: Pertama, yang ada (being),
artinya yang dibahas eksistensi keilmuan. Kedua, kenyataan atau realitas
(reality), yaitu fenomena yang didukung oleh data-data yang valid. Ketiga,
eksistensi (existence), yaitu keadaan fenomena yang sesungguhnya yang
secara hakiki tampak dari tidak tampak. Keempat, esensi (essence), yaitU
pokok atau dasar suatu ilmu yang lekat dalam suatu ilmu. Kelima, substansi
(substance), artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia. Keenam, perubahan (change), artinya ilmu itu cair,
berubah setiap saat, menuju ke suatu kesempurnaan. Ketujuh, tunggal (one)
dan jamak (many), artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu terbagi
menjadi dua. Ontologi akan mengungkap apa dan seperti apa benda, sesuatu,
dan fenomena itu ada.
3. Aliran-aliran Ontologi
A. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :
1). Materialisme
Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri.
Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah
udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.
Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme.
Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur.
Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil
dari itulah yang dinamakan atom-atom. Demokritos (460-370 SM). Ia
berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak
jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang
merupkan asal kejadian alam.
2). Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.[Amsal Bakhtiar, 2007:138] Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas
fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu
justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran
ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu
menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa
orang pada kebenaran sejati.
B. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan
roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M)
yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu
dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini
tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de
Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya
yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian
Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M),
dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
C. Pluralisme
D. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya
yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak
dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya:
Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M),
dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas
manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.
E. Agnotisisme
4. Aspek Ontologi
Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada
dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai
dengan akal manusia.
Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari
konseptualisasi yang dapat dibagi.Yang dimaksud dengan konseptualisasi
adalah suatu model abstrak dari fenomena-fenomena yang ada pada dunia
nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari konsep-konsep
yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan
tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa
dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and accessible).
Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap
pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.
Kesimpulan
http://ufay-filsafat.blogspot.com/2014/09/bab-8-aspek-ontologi-ilmu-
pengetahuan-a_82.html
http://adelaistanto.blogspot.com/2013/01/filsafat-filsafat-ilmu-ekonomi.html
http://rahmandefault.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html
http://risatriw.blogspot.com/2014/10/tugas-filsafat-ekonomi-islam-ditinjau.html
http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi.html
http://me.fe.unp.ac.id/course/filsafat-dan-sejarah-pemikiran-ekonomi
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2302404
http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi.html
http://www.academia.edu/7155203/Ontologi_Epistemologi_dan_Aksiologi_seba
gai_Landasan_Penelaahan_Ilmu
http://arief-nurmansyah.blogspot.com/2012/02/ontologi-ilmu-pengetahuan.html
http://indoprogress.com/2013/02/filsafat-dan-ekonomi/
http://me.fe.unp.ac.id/course/filsafat-dan-sejarah-pemikiran-ekonomi