Anda di halaman 1dari 17

ASPEK ONTOLOGI

DALAM FILSAFAT EKONOMI

Dosen Pembimbing : Dr. Novi Mubyarto, S.E, M.E

Vera Gustari 1210061570518

KELAS REGIONAL MALAM


SEMESTER VII ( TUJUH )

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


MUHAMMADIYAH JAMBI
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada.
Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah
ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Ontologi merupakan salah
satu kajian kefilsafatan yang paling kuno. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan
Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara
penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah
sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Pembicaraan mengenai hakikat
sangatlah luas, meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat ada
adalah kenyataan sebenarnya bukan kenyataan sementara atau berubah-ubah.

Secara ringkas ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan


apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran
suatu fakta. Ontologi juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat
ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang
ada, baik berupa wujud fisik maupun metafisik. Sedangkan ontologi atau bagian
metafisika yang umum, membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh yang mengkaji persoalan seperti hubungan akal dengan benda,
hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan dan lainnya. Dalam
pemahaman ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran,
seperti Monoisme, dualisme, pluralisme, nikhilisme, dan agnotisime.

Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara


pengetahuan yang memuat penampakan dan kenyataan. Kedua hal ini dalam
pandangan Thales sebagai filsuf pernah sampai pada kesimpulan bahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Dia
tampaknya melihat realitas dan sisi yang tampak, yang tampak itulah realitas
(kenyataan). Secara saksama, dia sebenarnya telah berpikir ontologi tentang
sangkaan peran alam semesta. Kita jarang menyadari bahwa dalam tubuh kita
berasal dari air. Namun yang lebih penting, pendiriannya bahwa mungkin sekali
segala sesuatu itu berasal dan satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu
tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri). Ada ketergantungan dalam suatu ilmu
pengetahuan memang sulit dielakkan. Ilmu pengetahuan apa pun, secara
ontologisme tentu berkait dengan sumber yang lain. Maka kemandirian dalam
ilmu atau otonomi ilmu pengetahuan itu hampir tidak mungkin. Oleh karena itu,
diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakikat dan ilmu
pengetahuan itu, bahkan hingga implikasinya ke bidang kajian lain seperti ilmu
kealaman. Dengan demikian, setiap perenungan yang mendasar, mau tidak
mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat.

Menurut Kunto Wibisono (1984), filsafat dan suatu segi dapat


dideflnisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakikat dan sesuatu
“ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan
yang merupakan salah satu cabang.filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu
yang berusaha untuk memahami apakah hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono mengemukakan bahwa hakikat ilmu


menyangkut masalah keyakinan ontologis, yaitu suatu keyakinan yang harus
dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada”
(being, sein, het zijn) itu. Inilah awal mula, sehingga seseorang akan memilih
pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis, dan lain
sebagainya,

Dasar ontologi ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh pancaindra manusia. Jadi, rnasih dalam jangkauan pengalaman manusia
atau bersifat empiris. Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide,
nilai-nilai, tumbuhan, binatang, batu-batuan, dan manusia itu sendiri. Untuk
memberi arti tentang suatu objek ilmu, ada beberapa asumsi yang perlu
diperhatikan, yaitu: Pertama, suatu objek bisa dikelompokkan berdasarkan
kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi, dan kuantitatif
asumsi. Kedua, kelestarian relatif, artinya ilmu tidak mengalami perubahan
dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Ketiga, determinasi, artinya ilmu
menganut pola tertentu atau tidak terjadi secara kebetulan.

Objek ontologi sama halnya dengan objek fllsafat yakni: Pertama, objek
formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh realitas. Objek
formal ini yaitu cara memandang yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya. Objek formal dan suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu
ilmu, tetapi pada saat yang sama mernbedakannya dengan bidang yang lain.
Satu objek formal dapat ditinjau dan berbagai sudut pandang sehingga
menimbulkan ilmu yang berbeda-beda. Kedua, objek material, yaitu sesuatu hal
yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu hal
yang dipelajari. Objek material mencangkup hal konkret, misalnya manusia,
tumbuhan, batu, atau hal-hal yang abstrak seperti ide, nilai-nilai, dan
kerohanian.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ontologi

Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat tentu juga akan mengalami dinamika
dan perkembangan sesuai dengan dinamika dan perkembangan ilmu-ilmu yang
lain, yang biasanya mengalami percabangan. Filsafat sebagi suatu disiplin ilmu
telah melahirkan tiga cabang kajian. Ketiga cabang kajian itu ialah teori hakikat
(ontologi), teori pengetahuan (epistimologi), dan teori nilai (aksiologi).

Pembahasan tentang ontologi sebagi dasar ilmu berusaha untuk menjawab


“apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu On=being, dan Logos=logic. Jadi, ontologi adalah The Theory of
Being Qua Being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).

Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas


apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan
perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa menurut bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
On/Ontos=ada, dan Logos=ilmu. Ontologi adalah ilmu tentang hakikat yang
ada. Menurut istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang
ada, yang merupakan kenyataan yg asas, baik yang berbentuk jasmani /
konkret, maupun rohani / abstrak.

Jika demikian, cukup jelas,ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang


mencoba mencermati hakikat keilmuan. Membahas ilmu dari dasar keilmuan itu
ada, bentuk ilmu, wajah ilmu, dan bandingan-bandingan ilmu dengan yang lain
akan menuntut manusia berfikir ontologisme. Ontologi menjadi pijakan manusia
berfikir kritis tetang keadaan alam semesta yang sesungguhnya. Itulah esensi
dari peta jagad raya, yang misterius, penuh dengan teka-teki. Ilmu itu telah
tertata secara sistematis dengan pengalaman metodologi yang rapi. Sebelum
menjadi ilmu, sebenarnya masih berupa pengetahuan. Pengetahuan itu juga
pengalaman manusia, pengalaman yang mantap, akan menjadi ilmu
pengetahuan. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan, mana ilmu,
mana pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan mana pula yang non ilmu.

2. Bidang Kajian Ontologi

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636
M yang menamai teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya, Christian Wolff (1679 – 1754 M) membagi metafisika
menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum
dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi dan teologi. Objek kajian ontologi
adalah hakikat seluruh kenyataan. Ontologi sebagai cabang filsafat ilmu telah
melahirkan sekian banyak aliran ontologisme. Tiap aliran ontologi biasanya
memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling mendukung dam
melengkapi yang nantinya, objek ini melahirkan pandangan-pandangan (point
of view) / aliran-aliran pemikiran dalam kajian ontologi antara lain: Monoisme,
Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnotisisme. Aliran ini yang membangun
pemikiran para ahli filsafat ilmu untuk memahami esensi suatu ilmu. Ilmu itu
dapat ditinjau dan tiga aliran itu untuk menemukan hakikat.

Atas dasar ketiga aliran tersebut, ontologi selalu memiliki ciri-ciri khusus.
Setiap aliran memberikan gambaran luas suatu cabang keilmuan. Ciri-ciri khas
terpenting yang terkait dengan ontologi antara lain: Pertama, yang ada (being),
artinya yang dibahas eksistensi keilmuan. Kedua, kenyataan atau realitas
(reality), yaitu fenomena yang didukung oleh data-data yang valid. Ketiga,
eksistensi (existence), yaitu keadaan fenomena yang sesungguhnya yang
secara hakiki tampak dari tidak tampak. Keempat, esensi (essence), yaitU
pokok atau dasar suatu ilmu yang lekat dalam suatu ilmu. Kelima, substansi
(substance), artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia. Keenam, perubahan (change), artinya ilmu itu cair,
berubah setiap saat, menuju ke suatu kesempurnaan. Ketujuh, tunggal (one)
dan jamak (many), artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu terbagi
menjadi dua. Ontologi akan mengungkap apa dan seperti apa benda, sesuatu,
dan fenomena itu ada.

Ontologi itu pantas dipelajari bagi orang-orang yang ingin memahami


secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi-studi empiris,
misalnya antropologi, sosiologi, kedokteran, ilmu budaya, fisika, dan ilmu teknik.
Orang yang belajar ontologi akan paham tentang hakikat suatu ilmu. Tentu saja
hakikat itu perlu disadari, diresapi, dan dinikmati. Setiap aliran ontologi tentu
memiliki objek keilmuan yang berbeda-beda. Objek telaah ontologi yaitu
tentang ada. Ada dalam konteks ilmu, perlu didukung oleh fakta dan konfirmasi.
Studi tentang yang ada pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan
oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas
yang ada dalam konteks filsafat ilmu.

3. Aliran-aliran Ontologi

A. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun
rohani. Paham ini kemudian terbagi kedalam 2 aliran :

1). Materialisme

Aliran materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan rohani. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh Bapak Filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Dia berpendapat bahwa sumber asal adalah air karena
pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini sering juga disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh tidak berdiri sendiri.
Anaximander (585-525 SM). Dia berpendapat bahwa unsur asal itu adalah
udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.
Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan teori Atomisme.
Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur.
Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan. Bagian-bagian yang terkecil
dari itulah yang dinamakan atom-atom. Demokritos (460-370 SM). Ia
berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak
jumlahnya, tak dapat di hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang
merupkan asal kejadian alam.

2). Idealisme

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa.[Amsal Bakhtiar, 2007:138] Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas
fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu
justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran
ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu
menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa
orang pada kebenaran sejati.

Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348


SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada
idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati
ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu juga Aristoteles,George
Barkeley, Immanuel Kant, Fichte, Hegel dan Schelling.

B. Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan
roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan
berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M)
yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu
dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini
tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de
Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya
yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian
Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M),
dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).

C. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan


kenyataan. Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah
Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu
terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh
modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal sebagai
seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth,
James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah oleh
pengalaman berikutnya.

D. Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada.
Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, tokohnya
yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas yaitu:
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak
dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern aliran ini diantaranya:
Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich Nietzsche (1844-1900 M),
dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas
manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga pendeta.

E. Agnotisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat


benda. Baik hakikat materi maupun rohani. Kata Agnoticisme berasal dari
bahasa Greek yaitu Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno artinya
know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri
sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini seperti filsafat,eksistensinya Soren
Kierkegaar (1813-1855 M), yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak
Filsafat Eksistensialisme yang menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup
sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali unik
dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan
pendapat Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-
satunya yang ada itu ialah manusia, karena hanya manusialah yang dapat
memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980
M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya
manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi,
agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan
manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun rohani.

4. Aspek Ontologi

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis
mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu
membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada
dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal yang sesuai
dengan akal manusia.
Ontologi adalah suatu spesifikasi formal dan eksplisit dari
konseptualisasi yang dapat dibagi.Yang dimaksud dengan konseptualisasi
adalah suatu model abstrak dari fenomena-fenomena yang ada pada dunia
nyata. Sedangkan kata eksplisit menunjukkan bahwa tipe dari konsep-konsep
yang ada berikut relasinya didefinisikan secara terbuka dan dengan tujuan
tertentu. Kata formal merujuk pada fakta bahwa suatu ontologi haruslah bisa
dibaca dan diakses oleh mesin (machine-readable and accessible).
Konseptualisasi tersebut dapat dibagi karena ontologi menangkap
pengetahuan-pengetahuan yang telah disetujui oleh suatu kelompok.

Ontologi merupakan suatu deskripsi dari konsep-konsep dan hubungan-


hubungan yang mungkin ada bagi sebuah agent ataupun komunitas agent.
Pengertian ontologi seperti yang telah dijelaskan oleh Tom Gruber tersebut
tidaklah mutlak. Terdapat beberapa pengertian lain yang telah didefinisikan oleh
pada ahli ontologi, diantaranya yaitu pengertian menurut Smith B. (2005) yang
menjelaskan bahwa: Ontologi adalah ilmu tentang definisi, jenis, dan struktur
dari obyek, properti-properti, kejadian-kejadian, proses-proses dan relasi-relasi
yang ada dalam setiap area kenyataan.

Untuk sebuah sistem informasi ontologi dapat diartikan sebagai suatu


representasi dari beberapa keberadaan awal domain kenyataan, dimana
ontologi tersebut :

 Merefleksikan properti-properti yang dimiliki oleh obyek dalam


domain dengan suatu cara tertentu sehingga dihasilkan suatu
korelasi sistematik antara kenyataan dengan representasi itu
sendiri.
 Cara penyusunannya memungkinkan ontologi tersebut untuk
mendukung pemrosesan informasi secara otomatis.
Ontologi menjelaskan berbagai macam hal yang ada dalam suatu
domain masalah, termasuk di dalamnya properti, konsep, aturan,
serta bagaimana relasi-relasinya, dimana penjelasan tersebut
akan mampu mendukung model referensi standar yang
dibutuhkan dalam integrasi data.
 Objek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada,
pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan oleh filsafat
metaphisika. Istilah ontologi banyak di gunakan ketika kita
membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.
 Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang
universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi
berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau
dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang
meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah secara:

a) Metodis, menggunakan cara ilmiah


b) Sistematis, saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan
c) Koheren, unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung
uraian yang bertentangan
d) Rasional, harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis)
e) Komprehensif, melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang,
melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
f) Radikal, diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
g) Universal, muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di
mana saja.

5. Ontologi Ilmu Ekonomi

Samuelson (2004) menjelaskan bahwa ilmu ekonomi memang


berkaitan dan sangat berdekatan dengan ilmu-ilmu sosial seperti ilmu politik,
psikologi, sejarah, dan antropologi adalah ilmu-ilmu sosial yang sering
bertumpang tindih denganapa yang dipelajari oleh ilmu ekonomi. Tetapi
keterkaitan antar disiplin ilmu dalam bidang ekonomi merupakan fakta yang
perlu disusun dan diatur dengan tujuan untuk pengembangan dan pengujian
teori ekonomi itu sendiri.

Ontologi ilmu ekonomi berkaitan dengan objek yang ditelaah atau


sasaran ilmu dan bagaimana wujud sebenarnya dari objek tersebut. Secara
ontologis, sasaran ilmu ekonomi adalah hubungan antar manusia dalam
memenuhi kebutuhan materialnya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan
spiritual tidak termasuk dalam lingkup ekonomi. Aspek ontologis ilmu
ekonomi misalnya adalah barang dan jasa. Inti dari ilmu ekonomi adalah
upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas ditengah-
tengah jumlah sumber daya ekonomi yang ada terbatas jumlahnya. Ada
banyak yang dipelajari dalam ilmu ekonomi, namun dapat digolongkan
menjadi dua golongan besar, yaitu ekonomi mikro dan makro. Analisis
ekonomi mikro bertujuan bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi
agar tercapai kombinasi yang tepat, sedangkan ilmu ekonomi makro
bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh kegiatan ekonomi terhadap
perekonomian secara menyeluruh (Joesron dan Fathorrozi, 2003: 1-2).

Manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang tidak terbatas,


sedangkan alat pemuas kebutuhan tersebut terbatas atau langka (scarcity)
telah menimbulkan masalah, yang disebut dengan masalah ekonomi . Masalah
ekonomi adalah bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya yang tidak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan (faktor-faktor produksi) yang terbatas.
Oleh karena itu manusia akan melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif
yang mungkin dari berbagai kemungkinan yang ada. Tindakan melakukan
pilihan terhadap serangkaian kemungkinan yang ada didasari oleh suatu motif,
yang disebut dengan motif ekonomi. Motif ekonomi biasanya didasari suatu
prinsip ekonomi, yang berbunyi dengan pengorbanan tertentu untuk
medapatkan hasil yang sebesar-besarnya, atau dengan pengorbanan sekecil-
kecilnya untuk memperoleh manfaat tertentu. Ilmu yang mempelajari
bagaimana manusia bertindak atas dasar motif ekonomi dengan prinsip
ekonomi disebut Ilmu Ekonomi.
Dalam konteks filsafat ilmu, ilmu ekonomi termasuk bagian ilmu sosial,
yang dapat diterapkan langsung dalam kehidupan praktis, sebagaimana
disebutkan Paul A. Samuelson sebagai ilmu yang beruntung (fortunate), karena
dapat diterapkan langsung pada kebijakan umum (public policy). Sebagai ilmu
sosial ilmu ekonomi tidak dapat terlepas dari kajian filsafat yang berlandaskan
pada tiga aspek, yaitu: ontologis, epistemologis dan aksiologis. Semua
pengetahuan apakah itu ilmu, seni atau pngetahuan apasaja pada dasarnya
mempunyai tiga landasan tersebut. Perbedaannya terletak pada
perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek
tersebut dikembangkan dan dilaksanakan.

Ekonomi islam Di tinjau dari aspek Ontologi

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tantang suatu


kenyataan /realitas. Ditinjau dari ontologi ekonomi islam menggunakan petunjuk
Allah berupa wahyu ( al quran ). As – sunnah, Qiyas, Ijma, Ijtihad serta ayat –
ayat kauniah yang bertebaran dijagat raya.islam yang menjadi pendorong
adalah kehendak Allah ( God – Interest ) yaitu dalam rangka mengabdi dan
mencari ridha Allah Swt. Ekonomi islam ini membahas dua disiplin ilmu secara
bersamaan. Dua disiplin ilmu tersebut adalah ilmu ekonomi dan fiqh muamalat.
Dengan demikian, dalam ilmu ekonomi konvensional yang mendorong untuk
melakukan kegiatan ekonomi itu semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi
(self-interest). Sedangkan dalam Islam yang menjadi pendorong adalah
kehendak Allah SWT, yaitu; dalam rangka mengabdi dan mencari Ridha Allah
SWT.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan


kefilsafatan yang paling kuno. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti
teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Pada dasarnya, ontologi
membicarakan tentang hakikat tentang segala sesuatu. Hakikat disini berarti
kenyataan yang sebenarnya (bukan kenyataan yang fatamorgana).

Dalam ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu


monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme
adalah paham yang menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah
satu. Asal sesuatu itu bisa berupa materi (air, udara) maupun ruhani (spirit,
ruh). Dualisme adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari
dua hakikat (hakikat materi dan ruhani, hakikat benda dan ruh, hakikat jasad
dan spirit). Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal
merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas
alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari
terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ontologi meliputi hakikat kebenaran dan


kenyataan yang sesuai dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari
perspektif filsafat tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun
monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai
nuansanya, merupakan paham ontologi yang pada akhirnya menentukan
pendapat dan kenyakinan kita masing-masing tentang apa dan bagaimana
yang “ada” itu. (what’s being )
DAFTAR PUSTAKA

http://ufay-filsafat.blogspot.com/2014/09/bab-8-aspek-ontologi-ilmu-
pengetahuan-a_82.html

http://adelaistanto.blogspot.com/2013/01/filsafat-filsafat-ilmu-ekonomi.html

http://rahmandefault.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html

http://risatriw.blogspot.com/2014/10/tugas-filsafat-ekonomi-islam-ditinjau.html

http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi.html

http://me.fe.unp.ac.id/course/filsafat-dan-sejarah-pemikiran-ekonomi
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=2302404
http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi.html
http://www.academia.edu/7155203/Ontologi_Epistemologi_dan_Aksiologi_seba
gai_Landasan_Penelaahan_Ilmu
http://arief-nurmansyah.blogspot.com/2012/02/ontologi-ilmu-pengetahuan.html
http://indoprogress.com/2013/02/filsafat-dan-ekonomi/
http://me.fe.unp.ac.id/course/filsafat-dan-sejarah-pemikiran-ekonomi

Anda mungkin juga menyukai