Anda di halaman 1dari 325

ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI

PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS


PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG
TAHUN 2010

Oleh :
NURA VERIYAL
106101003348

PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431H/2010 M

i
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010

Nura Veriyal

ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, 17 Desember 2010

Nura Veriyal, NIM: 106101003348

Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang
Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

xxvii + 253 halaman, 8 tabel, 3 bagan, 11 lampiran

ABSTRAK

Kekurangan gizi pada balita baik akut maupun kronis, dapat dipastikan
mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif balita,
yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan
balita, serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di
masa mendatang. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor penting dalam
menyebabkan masalah gizi kurang pada balita. Pola asuh gizi merupakan bagian dari
pola asuh anak, yang dapat dilihat dari perilaku ibu dalam mengasuh anaknya terutama
dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh gizi ibu yang meliputi
perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP yang mendapat
PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010, yang dilakukan
pada bulan Agustus - November tahun 2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus (case study). Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara mendalam mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik
ibu balita dalam hal perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan balita, dan
observasi terhadap praktik pemberian makan dan praktik pemeliharaan kesehatan.
Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu balita KEP yang mendapat PMT-P di
Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.
Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemberian makan secara
umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki
pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk. Namun meskipun
demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang
baik dalam hal penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan
pemberian ASI kepada balita, selain itu mereka juga memiliki sikap yang baik terhadap
komposisi dan porsi makanan, penyiapan makanan, frekuensi pemberian makan, dan
pemberian ASI, serta memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan
penyimpanan makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan
makanan.

iii
Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemeliharaan kesehatan
balita secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima
PMT-P memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap
balitanya. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P
memiliki sikap yang baik terhadap semua aspek pemeliharaan kesehatan balita. Selain
itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan
penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan balita, serta praktik yang baik dalam
hal pengobatan penyakit dan pemantauan status gizi balita.
Pola asuh gizi atau perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P yang buruk dalam
hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan, merupakan penyebab balita
menderita KEP dan tidak mengalami peningkatan status gizi. Perilaku ibu balita KEP
penerima PMT-P yang buruk, mungkin disebabkan oleh kurangnya arahan dari petugas
kesehatan atau kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka untuk mematuhi aturan
petugas kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat
menunjang praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita.
Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P yang mengalami peningkatan
status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik dibandingkan dengan ibu
balita KEP penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi. Faktor-
faktor yang dominan dalam menaikkan status gizi adalah pemberian makanan utama dan
makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang cukup, serta mengandung kalori
tinggi, tidak membiarkan balita jajan, dan selalu memberikan obat sesuai anjuran
petugas kesehatan ketika balita sakit dan memberikan suplemen vitamin.
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada petugas puskesmas sebaiknya
melakukan konseling pemberian makan dengan menggunakan contoh menu makanan
yang dilengkapi dengan komposisi, porsi, frekuensi dan cara penyajiannya, serta mudah
dipahami oleh ibu balita, dan kegiatan konseling lebih ditingkatkan lagi terutama dalam
hal pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan. Disarankan kepada instansi
pemerintah, sebaiknya melakukan peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih,
penyediaan jamban sehat dan tempat pengolahan sampah terpadu. Dan disarankan
kepada ibu balita KEP dan keluarga, sebaiknya memberikan makanan dengan komposisi
yang beragam dan porsi yang lebih besar, menambah frekuensi makan, mengurangi
kebiasaan jajan balita, dan menyajikan makanan yang menarik dan bervariasi, serta
menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita, dan mematuhi
arahan dan petunjuk petugas kesehatan dalam usaha pemberian makan maupun
pemeliharaan kesehatan balita.

Daftar bacaan: 66 (1985-2010)


Kata kunci: Pola Asuh Gizi, Perilaku, Status Gizi.

iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, 17 December 2010

Nura Veriyal, NIM: 106101003348

The Pattern of Maternal Nutrition Care Analysis for Children Under Five Years
Old with Protein Energy Malnutrition who Received PMT-P in Puskesmas
Pagedangan Tangerang at 2010

xxvii + 253 pages, 8 tables, 3 charts, 11 attachments

ABSTRACT

Malnutrition among children under five both acute and chronic, can certainly
affect the immune system, physical growth and cognitive development of infants those
in turn contribute to increased mortality and morbidity in children under five years old,
and decreased academic achievement and productivity of human resources in the future.
The pattern of inadequate child care is an important factor in causing the problem of
malnutrition. Parenting nutrition is part of the pattern of child care, which can be seen
from the behavior of mothers in caring their children, especially in terms of feeding and
health maintenance.
This study aims to determine the pattern of maternal nutrition care, including
feeding behavior and health maintenance in children under five years old with Protein
Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas Pagedangan Tangerang at
2010, was conducted in August - November of 2010. This study used a qualitative
approach with case study research strategy. Techniques of data collection was done by
in-depth interview about the knowledge, attitudes, and practices of mothers in feeding
behavior and health maintenance, and observation of feeding practices and health
maintenance practices. Key informants in this study were mothers of children under five
years old with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P in Puskesmas
Pagedangan Tangerang at 2010.
Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy
Malnutrition who received PMT-P in terms of feeding behavior in general was bad,
because most of them have the knowledge, attitudes and practices in terms of feeding
behavior which included bad. But even so, most of them have good knowledge in terms
of preparation or processing of food, feeding frequency, and breastfeeding for infants,
other than that they also have a good attitude on the composition and amount of food,
food preparation, frequency of feeding, and breastfeeding, as well as having good
practice in terms of processing and storage of food, feeding time, breastfeeding and
dietary restrictions.
Maternal behavior of children under five years old with Protein Energy
Malnutrition who received PMT-P in terms of child health maintenance in general was
bad, because most of them have the knowledge and practices in terms of child health
maintenance which included bad. But even so, most of them have a good attitude

v
towards all aspects of child health maintenance. In addition, they also have good
knowledge about the prevention and treatment of infectious diseases and child health
maintenance ways, and good practice in terms of disease treatment and monitoring of
nutritional status of children.
The bad pattern of parenting nutrition or the bad maternal behavior in terms of
feeding behavior and health maintenance is the cause of children under five years old
who received PMT-P are suffering Protein Energy Malnutrition and not increased
nutritional status. The bad behavior of mothers may be caused by a lack of referrals from
health workers or lack of understanding and awareness of them to comply with the rules
of health workers, as well lack of facilities and infrastructure that can support the good
practices in terms of feeding behavior and health maintenance for children under five
years old.
Most of the mothers of children under five years old with Protein Energy
Malnutrition who received PMT-P who have increased nutritional status appeared to
have the pattern of nutrition care better than the mothers of children under five years old
with Protein Energy Malnutrition who received PMT-P who have not increased
nutritional status. The dominant factors in improving the nutritional status is feeding of
the main meal and additional food by enough in portion and frequency, and high in
calories, do not let children snack, and always giving the drug as recommended by
health officials when a child is sick, and provide vitamin supplements.
Based on the research, recommended to the staff of puskesmas, feeding
counseling should be done by using a sample food menu that comes with the
composition, the portion, the frequency and manner of presentation, and easily
understood by the mother of a children under five years old, and counseling activities
further enhanced, especially in terms of feeding and maintenance health. Recommended
to local government, should be improving community access to clean water, provision of
healthy latrine, and integrated waste processing site. And recommended to the mother
and family who have children under five years old with malnutrition should be given
food with varying composition and a larger portion, add the frequency of meals,
reducing habits of snacks, and presents an interesting and varied food, and keep hygiene
for children, yourself and the environment, and comply to the direction and guidance of
health workers in the business of feeding and child health care.

Reading list: 66 (1985-2010)


Keywords: Parenting Nutrition, Behavior, Nutritional Status.

vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN

ANALISIS POLA ASUH GIZI IBU TERHADAP BALITA KURANG ENERGI


PROTEIN (KEP) YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS
PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG
TAHUN 2010

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 17 Desember 2010

Mengetahui

Minsarnawati, SKM, M.Kes Febrianti, M.Si


Pembimbing I Pembimbing II

vii
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 17 Desember 2010

Mengetahui,

Penguji I

Minsarnawati, SKM, M.Kes

Penguji II

Febrianti, M.Si

Penguji III

Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, MA

viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Diri

Nama : Nura Veriyal

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang/19 Desember 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Alamat : Kp. Lengkong Kulon RT 02 RW 01 No. 47 Desa

Lengkong kulon Pagedangan Tangerang 15331

Nomor Telepon : 021-5375680/ 085695389932

Riwayat Pendidikan

1994 – 2000 Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon

2000 – 2003 Madrasah Tsanawiyah Raudlatul Irfan Lengkong Kulon

2003 – 2006 SMA Yuppentek 1 Tangerang (Kelas III bidang studi IPA)

2006 – 2010 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ix
LEMBAR PERSEMBAHAN

“Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadalah: 11)

Pengetahuan tidaklah cukup; kita harus mengamalkannya.

Niat tidaklah cukup; kita harus melakukannya… ( Johann Wolfgang von Goethe)

“Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”

Skripsi ini mengajariku banyak hal, kesabaran, ketekunan, kerja keras, kejujuran, dan
sisi lain dari kehidupan yang tak pernah ku sadari sebelumnya ada di sekelilingku….

Skripsi ini ku persembahkan untuk


Kedua Orang Tuaku tersayang...
Dan untuk semua orang tua yang selalu ingin
memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya...

x
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan

rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Analisis Pola Asuh Gizi Ibu Terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang

Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010”.

Shalawat serta salam penulis mohonkan ke hadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan

kepada nabi dan rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap

sahabat dan bahkan umat-Nya. Amin.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada :

1. Orang tuaku tercinta atas segala doa, nasihat, perjuangan, pengorbanan serta

dukungan moril dan materil yang tiada henti.

2. Bapak Prof. DR (HC) dr. MK Tajudin S.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yuli Prapanca Satar, MARS, selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para dosen program studi

Kesehatan masyarakat UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, dan Ibu Febrianti, M.Si, selaku pembimbing

skripsi. Terima kasih atas nasihat dan dukungan ibu.

5. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, khususnya staf seksi gizi sub bagian

kesehatan keluarga.

xi
6. Staf Puskesmas Pagedangan, khususnya staf yang bertugas dalam program

pemberian PMT-P. Terimakasih atas segala kesempatan, bantuan dan ilmu yang

diberikan selama ini.

7. Para Ibu balita penerima PMT-P beserta keluarga, terimakasih atas kesediaannya

menjadi informan dan membiarkanku melihat kehidupan kalian yang memberikan

banyak sekali pelajaran dan hikmah untukku. Semoga anak-anak ibu kelak menjadi

anak yang sukses dan sehat. Amin.

8. Kedua adikku tersayang, atas kesediannya hidup bersamaku selama ini.

9. Sahabat-sahabatku Eka, Nur, Yeni dan sahabat satu bimbingan yang lain.

Terimakasih atas doa, semangat dan bantuannya selama ini. Bersama kalian

bimbingan dan pembuatan skripsi terasa menyenangkan.

10. Sahabat-sahabatku Ine, Neneng, Rena, Aulia, Nawang, Afni dan indah. Terimakasih

atas saran, doa dan dukungannya, sampai kapanpun kalian tetap sahabatku.

11. Sahabat-sahabatku sedari kecil “barudak sekampung”, terimakasih untuk canda

tawa, dukungan dan pengertian kalian selama menyelesaikan skripsi.

12. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Terimakaih untuk semua.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga

sangat diharapkan saran dan kritikanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

xii
DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………. ii

ABSTRAK………………………………………………………………………... iii

ABSTRACT……………………………………………………………………..... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………...………. vii

PENGESAHAN PANITIA SIDANG…………………………………………… viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS………………………………………………….. ix

LEMBAR PERSEMBAHAN……………………………………………………. x

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. xiiii

DAFTAR ISI ..…………………………………………………………................ xiii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. xviii

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………….. xix

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. xx

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1

1.1 Latar Belakang……………………………….…….………………… 1

1.2 Rumusan Masalah………………..……….….....……………………. 8

1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………… 9

1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 9

1.4.1 Tujuan Umum………………………………………………….. 9

1.4.2 Tujuan Khusus…………………………………………………. 9

xiii
1.5 Manfaat Penelitian……………………………..…………………….. 10

1.5.1 Bagi Civitas Akademika……………………………………….. 10

1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang… 10

1.6 Ruang Lingkup Penelitian………………………………..………….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………… 12

2.1 Perilaku………………………………………………………………. 12

2.1.1 Pengertian……………………………………………………... 12

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku……………………………………….. 13

2.1.3 Domain Perilaku……………………………………………… 14

2.2 Pola Asuh Anak……………………………………………………… 18

2.3 Perilaku Pemberian Makan pada Balita………………………............ 20

2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita………………………… 21

2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan.…………………………. 25

2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan………...................................... 28

2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)....... 30

2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan……………............................. 33

2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan……………............ 34

2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita……..……................... 37

2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita dan Pencarian

Pengobatan……………………………………………………. 38

2.4.2 Perilaku Kesehatan Lingkungan……………………………..... 41

2.4.3 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan……………… 44

xiv
2.5 Status Gizi Balita…………………………………………………….. 48

2.5.1 Pengertian Status Gizi……………….………………………... 48

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita………... 49

2.6 KEP pada Balita………………………………………..…….............. 51

2.6.1 Marasmus..…………………………………………………….. 53

2.6.2 Kwashiorkor…….…………………………………………….. 54

2.6.3 Marasmik-Kwashiorkor……………………………………….. 55

2.7 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)……………………………... 55

2.7.1 Pengertian PMT……………………………………………….. 55

2.7.2 Tujuan PMT…………………………………………………… 56

2.7.3 Jenis-Jenis PMT……………………………………………….. 58

2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT…………………………………… 60

2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT……………………. 61

2.7.6 Penyelenggaraan PMT………………………………………… 61

2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi……………………………….. 62

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI ISTILAH DAN

HIPOTESIS…………………………………………………………… 64

3.1 Kerangka Konseptual……………………………………………...... 64

3.2 Definisi Istilah………………………………………………………… 68

3.3 Hipotesis……………………………………………………………… 76

xv
BAB IV METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN…………..……….. 78

4.1 Jenis Penelitian............................................................................... 78

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 78

4.3 Informan Penelitian............................................................................... 79

4.4 Instrumen Penelitian........................................................................ 80

4.5 Pengumpulan Data................................................................................ 80

4.6 Analisis Data......................................................................................... 81

4.7 Validitas Data................................................................................. 83

BAB V HASIL........................................................................................................ 85

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian..................................................... 85

5.1.1 Profil Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun

2009............................................................................................ 85

5.1.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)

Tahun 2009 - 2010..................................................................... 86

5.2 Karakteristik Informan.......................................................................... 87

5.2.1 Informan Utama.......................................................................... 87

5.2.2 Informan Pendukung.................................................................. 94

5.3 Hasil Penelitian..................................................................................... 98

5.3.1 Gambaran Pengetahuan Pemberian Makan................................ 99

5.3.2 Gambaran Sikap Pemberian Makan........................................... 109

5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan......................................... 119

5.3.4 Gambaran Perilaku Pemberian Makan....................................... 147

xvi
5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita........... 154

5.3.6 Gambaran Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita...................... 163

5.3.7 Gambaran Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita.................... 170

5.3.8 Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita.................. 189

BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................... 195

6.1 Pengetahuan Pemberian Makan............................................................ 195

6.2 Sikap Pemberian Makan....................................................................... 199

6.3 Praktik Pemberian Makan..................................................................... 203

6.4 Perilaku Pemberian Makan................................................................... 220

6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita....................................... 223

6.6 Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita.................................................. 226

6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita................................................ 228

6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita.............................................. 235

6.9 Pola Asuh Gizi...................................................................................... 238

6.10 Faktor-Faktor yang Dominan dalam Menaikkan Status Gizi Balita.... 240

6.11 Keterbatasan Penelitian....................................................................... 245

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 247

7.1 Simpulan............................................................................................... 247

7.2 Saran..................................................................................................... 250

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. xxi

LAMPIRAN…………..………………………………………………………….. xxviii

xvii
DAFTAR TABEL

Nama Tabel Halaman

Tabel 2.1 Pengukuran Makanan Balita……………................................ 30

Tabel 3.1 Definisi Istilah……………………………………………….. 68-75

Tabel 4.1 Sumber dan Metode Pengambilan Data................................... 84

Tabel 5.1 Karakteristik Ibu dari Balita yang Mengalami Peningkatan

Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010…………….. 88

Tabel 5.2 Karakteristik Ibu dari Balita yang Tidak Mengalami

Peningkatan Status Gizi yang Mendapat PMT-P di

Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010...


91

Tabel 5.3 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang

Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010…………….. 94

Tabel 5.4 Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang

Tidak Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010…………….. 96

Tabel 5.5 Karakteristik Staf Puskesmas yang Terlibat Langsung dalam

Program PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten

Tangerang Tahun 2010………………………………………. 97

xviii
DAFTAR BAGAN

Nama Bagan Halaman

Bagan 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi………..… 51

Bagan 3.1 Kerangka Konseptual Pola Asuh Gizi................................. 67

Bagan 4.1 Model Analisis Interaktif…………………………………. 83

xix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat ijin pengambilan data skripsi

Lampiran 2 : Surat ijin penelitian skripsi

Lampiran 3 : Surat keterangan telah melakukan penelitian skripsi

Lampiran 4 : Pedoman wawancara mendalam bagi ibu dari balita KEP yang mendapat

PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 5 : Pedoman wawancara mendalam bagi keluarga dari balita KEP yang

mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun

2010

Lampiran 6 : Pedoman wawancara mendalam bagi Staf Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang yang terlibat langsung dalam program PMT-P

Lampiran 7 : Pedoman Observasi

Lampiran 8 : Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan utama ibu balita

Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun

2010

Lampiran 9 : Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung

keluarga ibu balita Penerima PMT-P di Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 10: Matriks hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung staf

puskesmas yang terlibat dalam program PMT-P di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Lampiran 11: Foto hasil observasi

xx
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Dina S dan Maria Poppy, Herlianty, 2003, Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita,

Puspa Swara, Jakarta.

Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke Empat, PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Anonim, 2008, Status Gizi, Persagi Cabang Kapuas Kalteng, November 2008, [online]

[Diakses tanggal 21 Juni 2010]; <http://persagikapuas.blogspot.com/>.

, 2009, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Anak Usia Prasekolah, Pro-

Health, Februari 2009, [online] [Diakses tanggal 21 Juni 2010];

<http://forbetterhealth.wordpress.com>.

, 2010, Materi IV Observasi, [online] [Diakses 13 juli 2010];

<http://wimamadiun.com/>.

Arisman, 2002, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Palembang.

Austin, J.E. 1981, Agroindustrial Project Analysis, EDI Series in Economic

Development, Washington, D.C. USA.

Baum, Frans, 1998, The New Public Health an Australian Perspective , Oxford

University Press, Melbourne.

Bochari, 2009, Pengertian Septictank, [online] [Diakses 10 April 2011];

<http://teorikuliah.blogspot.com/>.

CORE, 2003, Buku Panduan Pemulihan yang berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi,

Diterjemahkan oleh Project Concern International/PCI-Indonesia.

xxi
Depkes RI, 2002, Pemantauan Pertumbuhan Anak, Direktorat Bina Gizi Masyarakat,

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta.

, 2007, Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi

Kesehatan, Depkes RI, Jakarta.

, 2008, Laporan Hasil RISKESDAS 2007, Depkes RI, Jakarta.

, 2009, Pedoman Penanganan dan Pelacakan Balita Gizi Buruk, Direktorat Bina

Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI,

Jakarta.

Guthrie, H. and Picciano, 1995, Human Nutrition, Masby, New York.

Harsiki, Trinabasilih, 2003, Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan

Keadaan Gizi Anak Batita Keluarga Miskin Di Pedesaan dan Perkotaan

Propinsi Sumatera Barat Tahun 2002, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI,

Depok.

Herawati, M.I. Tri Hadiah, 1999, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Bagi Balita

KEP Terhadap Perubahan Status Gizi Balita di Empat Puskesmas Kabupaten

Sidoarjo Tahun 1998, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Husin, Cut Ruhana, 2008, Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita Umur

24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe

Aceh Darussalam Tahun 2008, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Jahari, A.B. dan Sandjaya, dkk, 2000, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan

Selama Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989 s/d 1999), Jakarta,

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.

xxii
Jelliffe and Jelliffe, 1989, Community Nutritional Assessment. Oxford University Press,

New York.

Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan

Produktivitas Kerja), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Karyadi, Lies Darwin, 1985, Pengaruh Pola Asuh Makan Terhadap Kesulitan Makan

Anak Bawah Tiga Tahun (BATITA). Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Khomsan, Ali, 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat

dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Khomsan, Ali dan Yayuk Farida, Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar

Swadaya. Depok.

Khomsan, Ali, Faisal Anwar, dkk, 2007a, Studi Implementasi Program Gizi:

Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi Balita,

Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor.

, dkk, 2007b, Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu

serta Perbaikan Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi

Manusia IPB, Bogor.

Kodariyah, Witri, 2010, Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Makan Pada

Anak Usia Prasekolah (1-3 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Timur

Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Kodyat, A.B, 2001. Masalah Gizi Apa Tantangannya dan Bagaimana

Penanggulangannya. Jurnal Data dan Informasi Kesehatan Vol 1.

xxiii
Latief, abdul, dkk, 2002, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak FKUI, Jakarta.

Maulana, Mirza, 2008, Anak Autis: Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain

Menuju Anak Cerdas dan Sehat, Kata Hati, Yogyakarta.

Maulana, Heri D.J. 2009, Promosi Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Milles dan Hubberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Gramedia, Jakarta.

Moehji, Sjahmien, 1988, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya

Aksara, Jakarta.

, 2003, Ilmu Gizi, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

, 2008, Bayi Sehat dan Cerdas Melalui Gizi dan Makanan Pilihan: Panduan

Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita, Pustaka Mina, Jakarta.

Moeleong, Lexy J. 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja

Rosadakarya, Bandung.

Moersintowarti, dkk, 2002, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ikatan Dokter Anak

Indonesia, Sagung Seto, Jakarta.

Nency Y dan Arifin MT, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang, Inovasi

Online, edisi vol 5/XVII/November, [online] [Diakses pada tanggal 12 Juli

2010]; <www.inovasi.online.com>

Notoatmodjo, Soekidjo, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

, 2003a, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka

Cipta, Jakarta.

, 2003b, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

xxiv
, 2004, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Pudjiadi, Solihin, 2005, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta.

Rosmana, Dadang, 2003, Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia 6-24

Bulan di Kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2003, Tesis, Program Pasca

Sarjana FKM UI, Depok.

Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne Lies, 1999, Kesehatan Dan Gizi. PT. Rineka Cipta,

Jakarta.

Sarmin dan Rachmawaty Fitri, 2009, Cara Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita. al-

Mawaddah [online], [diakses pada 8 Juni 2010],

<http://almawaddah.wordpress.com/>.

Satoto, 1997, Fitrah dan Tumbuh Kembang Anak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar Tetap dalam Ilmu Gizi, UNDIP Semarang.

Sayogyo, 1994, Pembangunan Daerah dan Masyarakat NTT, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta.

Sediaoetama, Acmad Djaeni, 2008, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I,

Cetakan ke Delapan, Dian Rakyat, Jakarta.

, 2009, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II, Cetakan ke Enam, Dian

Rakyat, Jakarta.

Soekirman, 1994, Masalah Gizi Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua, Agenda

Pelita VI dalam Widya Karya Pangan dan Gizi, LIPI, Jakarta.

xxv
, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat, Ditjen

Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Soenardi. T, 2000, Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi, PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta. [online] [Diakses pada tanggal 12 juli 2010];

<http://repository.usu.ac.id/>

Soetjiningsih, 1998, Tumbuh kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Surabaya.

Suhardjo, 2003, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Suherman, Roji, 2007, Pengetahuan dan Sikap 12 IBU Balita Gizi Buruk yang

Mendapat Program PMT Pemulihan Tahun 2006 Terhadap Peningkatan Status

Gizi Balita Di Wilayah Puskesmas Grogol Depok, Tesis, Program Pasca Sarjana

FKM UI, Depok.

Sunarti, E, 2004, Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah, Media

Kompotindo, Jakarta.

Supariasa, I.D.N, dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Susanto, 2003, Gizi dan Kesehatan, Bayu Media, Malang.

Widjaja, M.C, 2007, Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan Balita,

Agromedia Pustaka.

Yunarto, Heri, 2004, Karakteristik Balita Dan Keluarga Yang Berhubungan Dengan

Perubahan Status Gizi Pada Balita Gizi Buruk Penerima PMT-P Di Kabupaten

Renjang Lebong Tahun 2003. Skripsi FKM UI Depok.

xxvi
Yuniarti, 2010, Analisis Pola Makan dan Aktifitas Fisik Siswa-Siswi Gizi Lebih Di SMA

LABSCHOOL Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009, Skripsi FKIK

KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Zulkarnaen, 2008, Hubungan Karakteristik Keluarga Terhadap Kenaikan Berat Badan

Balita Gizi Buruk Di Klinik Gizi Puslitbang Gizi Dan Makanan Bogor Tahun

2007. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

xxvii
xxviii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi

kurang ialah perilaku yang kurang benar di kalangan masyarakat dalam memilih

dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama kepada anak-

anak. Memberikan makanan (feeding) dan perawatan anak (caring) yang benar

mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada

anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Satoto, 1997).

Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor yang penting dalam

menyebabkan masalah gizi kurang pada balita.

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan

makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam

Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1994) adalah

praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan

makanan balita dan pemeliharaan kesehatan. Selanjutnya menurut Zeitlin (2000)

dalam Rosmana (2000), pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu

praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan


2

perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan

dan perkembangan anak.

Sedangkan Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003) menyatakan bahwa

perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan dalam

pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku

pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan

keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan

ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada

gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang

anak balita.

Menurut Sunarti (2000), pola asuh anak berhubungan dengan keadaan ibu

tentang kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, penghasilan,

pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam

keluarga atau masyarakat dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak.

Selanjutnya menurut Suhardjo (2003), sikap dan pengetahuan gizi ibu dibutuhkan

untuk memperbaiki pola makan anak agar kecukupan gizi anak terpenuhi, dan

dengan cara ini mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pengetahuan

gizi ibu yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari memiliki pengaruh yang

besar terhadap kondisi gizi keluarga.

Dari studi positive deviance yang dilakukan Nency (2005), diketahui bahwa

pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh

ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal

pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin,


3

ternyata anaknya lebih sehat (Nency, 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Harsiki (2003) yang menunjukkan bahwa ada

hubungan yang sangat bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak

batita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak

semakin besar kemungkinan memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita

sebesar 2,568 kali dibandingkan pola asuh anak yang cukup. Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh Rosmana (2003) menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara pola asuh gizi dengan status gizi anak usia 6-24 bulan.

Kekurangan gizi pada anak baik akut maupun kronis, dapat dipastikan

mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif

anak yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan

kesakitan anak serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya

manusia di masa mendatang (Depkes RI, 2009). Sedangkan menurut Almatsier

(2001), kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan

mental (kemampuan berfikir). Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua

tahun, kekurangan gizi pada usia ini dapat berakibat terganggunya fungsi otak

secara permanen (Almatsier, 2001).

Pudjiadi (2005) menyatakan Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah

satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak negara

yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Pada penyakit KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh

kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat


4

kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai

berat (Pudjiadi, 2005).

Timbulnya masalah gizi pada anak terkait dengan beberapa faktor baik

secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Kodyat (2001) faktor yang

langsung mempengaruhi status gizi adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi,

dan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah faktor ekonomi,

sosial politik, budaya dan kepercayaan, faktor fisik dan lingkungan sosial juga

tingkat pendidikan.

Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa secara umum prevalensi

gizi buruk dan gizi kurang menurut indikator BB/U di Indonesia yaitu gizi buruk

sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13,0%. Untuk Provinsi Banten prevalensi gizi

buruk yaitu sebesar 4,4% dan gizi kurang 12,2%. Sedangkan untuk Kabupaten

Tangerang prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 2,6% dan gizi kurang sebesar 10,3%.

Meskipun prevalensi gizi buruk di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten

dibawah angka prevalensi nasional, namun masalah ini merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius (Depkes RI, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang pada bulan Juni 2010, diketahui bahwa jumlah kasus balita

gizi buruk pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,79% (65 balita) dan balita gizi kurang

sebesar 9,21% (761 balita). Sedangkan berdasarkan bulan penimbangan balita bulan

Februari tahun 2010 diketahui bahwa jumlah kasus balita gizi buruk meningkat

menjadi 0,84% (71 balita), namun jumlah balita gizi kurang menurun menjadi

5,49% (462 balita). (Dokumen Puskesmas, 2009).


5

Adapun upaya penanggulangan gizi buruk pada balita yang dilakukan oleh

pemerintah antara lain melalui program PMT-P balita gizi buruk. Menurut Depkes

RI (1999), Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) melalui Program

Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) dengan sasaran keluarga

rawan seperti keluarga miskin, yang memenuhi syarat gizi dan dalam jangka waktu

tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan dapat memperbaiki status

gizi balita. Program ini ternyata dapat menurunkan angka gizi buruk dari 8,1% pada

tahun 1999 menjadi 6,3% pada tahun 2001 (Depkes RI, 2003 dalam Suherman,

2007).

Hasil penelitian tentang PMT di Guatemala tahun 1995 menunjukkan bahwa

PMT yang diberikan kepada balita umur 6 – 36 bulan dengan jumlah energi 128

kalori selama 36 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama

mengikuti program PMT sebesar 780 gram. Sedangkan penelitian di Kolombia

tahun 1990 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada balita umur 6-36

bulan dengan jumlah energi 363 – 458 kalori selama 36 bulan, menghasilkan

perbedaan pertambahan berat badan selama mengikuti program PMT sebesar 476

gram. Sementara itu penelitian di Jamaika tahun 1991 menunjukkan bahwa PMT

yang diberikan kepada balita umur 9 – 24 bulan dengan jumlah energi 343 kalori

selama 12 bulan, menghasilkan perbedaan pertambahan berat badan selama

mengikuti program PMT sebesar 380 gram (WHO (1998) dalam Hasanudin

(2001)). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Herawati di empat Puskesmas di

Kabupaten Siduarjo tahun 1998 menunjukkan bahwa PMT yang diberikan kepada

balita KEP dengan jumlah energi 275 kkal, protein 48 gram selama 58 hari,
6

menghasilkan peningkatan status gizi rata-rata sebesar 3,55 ± 3,46% indeks

presentase median BB/U rujukan WHO-NCHS (Herawati, 1999).

Di Kabupaten Tangerang sejak tahun 1997, penanggulangan masalah KEP

pada balita dilakukan antara lain melalui pemberian makanan tambahan pemulihan

(PMT-P) kepada balita yang menderita gizi buruk dan gizi kurang (Dinkes

Kabupaten Tangerang, 2000 dalam Hasanudin, 2001). Berdasarkan hasil

wawancara yang dilakukan peneliti dengan bagian pengolah data seksi gizi sub

bagian kesehatan keluarga Dinkes Kabupaten Tangerang pada tanggal 31 Agustus

2010, diketahui bahwa program PMT yang telah dilaksanakan didapat dari dana

APBD I dan II Provinsi Banten, yaitu berupa pemberian biskuit sebanyak 76.000

roll atau 45 roll biskuit/anak, susu sebanyak 30.600 kotak atau 18 kotak/anak dan

bubur susu sebanyak 22.895 kotak atau 45 sachet per anak untuk usia 6-11 bulan.

Dengan kandungan energi untuk susu sebanyak 205,2 kalori dan untuk biskuit

sebanyak 343,5 kalori, sedangkan kandungan protein untuk susu sebanyak 9,84

gram dan untuk biskuit sebanyak 5,118 gram. Program PMT dilaksanakan di semua

Puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinkes Kabupaten Tangerang dan

dilakukan selama 90 hari dengan sasaran balita gizi buruk dan gizi kurang, jika

sasaran tidak mengalami peningkatan status gizi maka program diteruskan selama

90 hari berikutnya. Program PMT tersebut diharapkan dapat meningkatkan status

gizi balita penerima PMT-P sebanyak 50% dari sasaran dan peningkatan berat

badan sebanyak 80% dari sasaran.


7

Sebagai tindak lanjut dari program yang dicanangkan Dinkes Kabupaten

Tangerang diatas, Puskesmas Pagedangan yang berada di wilayah kerja Dinas

Kabupaten Tangerang melakukan program yang sama untuk menanggulangi

masalah KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada balita yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang. Namun berdasarkan data tren

evaluasi PMT-P Balita KEP pada tahun 2009 yang diolah pada saat studi

pendahuluan, didapatkan hasil hanya 1,9% balita gizi buruk yang berubah status

menjadi gizi baik, hanya 3,8% balita gizi kurang yang berubah status menjadi gizi

baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status menjadi gizi kurang.

Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan sesudah pemberian

PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi kurang sebelum dan

sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. (Dokumen Puskesmas, 2009).

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan

memberikan hasil yang kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP

penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi dan sisanya yaitu sebesar

55,8% balita KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa hasil yang didapat masih dibawah harapan Dinkes

Kabupaten Tangerang yaitu 50% dari balita penerima PMT-P mengalami

peningkatan status gizi. Karena status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan

makanan dan keadaan kesehatan balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola

asuh anak terutama pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal

tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran mendalam pola asuh gizi

yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada
8

balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang

tahun 2010.

1.2 Rumusan Masalah

Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)1 yang memenuhi syarat

gizi dan dalam jangka waktu tertentu, bila tidak disertai penyakit kronis diharapkan

dapat memperbaiki status gizi balita.

Berdasarkan data tren evaluasi PMT-P Balita KEP2 pada tahun 2009 di

Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang, didapatkan hasil hanya 1,9% balita

gizi buruk yang berubah status menjadi gizi baik, 3,8% balita gizi kurang yang

berubah status menjadi gizi baik, dan 38,5% balita gizi buruk yang berubah status

menjadi gizi kurang. Sedangkan balita yang tetap berstatus gizi buruk sebelum dan

sesudah pemberian PMT-P sebesar 13,5% dan balita yang tetap berstatus gizi

kurang sebelum dan sesudah pemberian PMT-P sebesar 42,3%. Dari data tersebut

dapat diketahui bahwa program PMT-P yang dijalankan memberikan hasil yang

kurang memuaskan karena hanya 44,2% balita KEP penerima PMT-P yang

mengalami peningkatan status gizi, sedangkan sisanya yaitu sebesar 55,8% balita

KEP penerima PMT-P tidak mengalami perubahan status gizi (Dokumen

Puskesmas, 2009).

1
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) adalah suatu program gizi dengan cara pemberian
zat gizi berupa makanan dan memiliki tujuan memperbaiki keadaan gizi balita yang menderita gizi
kurang (undernutrition) khususnya balita dari keluarga miskin.
2
Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
9

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti memfokuskan permasalahan ini

pada upaya yang dilakukan dalam penanganan balita KEP dengan PMT-P. Karena

status gizi balita dipengaruhi langsung oleh asupan makanan dan keadaan kesehatan

balita, dimana hal tersebut tergantung pada pola asuh anak terutama pola asuh gizi

yang dilakukan oleh ibu, maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk

mengetahui gambaran pola asuh gizi yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian

makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP di Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pola asuh gizi ibu yang meliputi perilaku ibu dalam pemberian makan

dan pemeliharaan kesehatan terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di

Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pola asuh gizi ibu terhadap balita KEP yang mendapat

PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemberian makan yang

meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian makan

pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang tahun 2010.


10

2. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan anak

yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemeliharaan

kesehatan anak pada balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas

Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2010.

3. Mengetahui penyebab KEP pada balita khususnya pada balita KEP yang

mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun

2010.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Civitas Akademika

1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu khususnya

terhadap balita KEP yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan

Kabupaten Tangerang tahun 2010.

2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian di tempat yang berbeda atau

ditempat yang sama lima tahun mendatang.

3. Menguji teori yang berlaku di tempat penelitian.

1.5.2 Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang

1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh gizi ibu balita KEP yang

mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun

2010.

2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan

maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dalam menyempurnakan

program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)


11

3. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Pagedangan

maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang untuk menanggulangi

masalah KEP (gizi kurang dan gizi buruk) pada balita.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita KEP

yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun

2010 ini bertujuan melakukan analisis mendalam mengenai pola asuh gizi ibu yang

meliputi perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan pada balita KEP

yang mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun

2010. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan

praktik ibu dalam pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan anak. Penelitian

ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif dan strategi penelitian studi kasus3 (case study). Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini

dilaksanakan di Puskesmas Pagedangan pada bulan Agustus - November tahun

2010.

3
Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu ‘obyek’ yang disebut sebagai ‘kasus’, yang
dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber
data.
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2003b:114), dari segi biologis, perilaku adalah

suatu kegiatan mahluk hidup yang bersangkutan. Perilaku (manusia) adalah

semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Lewit

yang dikutip oleh Maulana (2009:185) perilaku merupakan hasil pengalaman

dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara

kekuatan atau pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat

berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri

seseorang. Sedangkan menurut Skiner (1938) yang dikutip Notoatmodjo

(2003a:118) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil

hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, menurut Notoatmodjo

(2003b:115) perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang


13

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya: seorang ibu hamil tahu

pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS

dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek (practice). Misalnya seorang ibu memeriksakan

kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku

Rogers (1974) dalam Maulana (2009:194) mengungkapkan bahwa

sebelum individu mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan dalam

dirinya. Proses ini disebut AIETA, meliputi awareness (individu menyadari

atau mengetahui adanya stimulus/objek), interest (orang mulai tertarik pada

stimulus), evaluation (menimbang baik buruknya stimulus bagi dirinya), trial

(orang mulai mencoba perilaku baru), dan adoption (orang telah berperilaku

baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus).

Dalam penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan, proses adopsi perilaku

tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut (Maulana, 2009:194).

Selain itu menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003b:122), apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu
14

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung

lama.

2.1.3 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005:50) membagi

perilaku manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif

(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh

ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta

(kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan

peri tindak (Notoatmodjo, 2005:50).

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah

perilaku sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Menurut Engel, Blackwell dan Mianiard (1995) dalam Khomsan

dkk (2007b:6), pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam

ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang. Sedangkan

menurut Notoatmodjo (2005:50) pengetahuan adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya.

Selanjutnya menurut Winkel (1984) dalam Khomsan dkk

(2007b:6) mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan

berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan


15

dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek

tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6).

Menurut Notoatmodjo (2003b:121) pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan

evaluasi.

2. Sikap

Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005:52), sikap

adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus

atau objek. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:52), sikap adalah juga

respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang

sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-

tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap

itu melibatkan pikiran perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut Mar’at (1981) dalam Khomsan dkk (2007b:7), sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa

predisposisi tingkah laku. Predisposisi untuk bertindak senang atau tidak

senang terhadap obyek tertentu mencakup komponen kognisi, afeksi, dan

konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan

tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap suatu obyek.

Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana/kesiapan untuk

bertindak terhadap obyek (Khomsan dkk, 2007b:7).


16

Senada dengan hal diatas Newcomb dalam Notoatmodjo (2005:52)

menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata

lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau rekasi tertutup

(Notoatmodjo, 2005:52).

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005:53) menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Menurut Notoatmodjo (2005:53), ketiga komponen diatas secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam

menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga

mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima

(receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung

jawab (responsible).

Maulana (2009:202) menyatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak

lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan

sepanjang perkembangan individu. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak

lepas dari pengaruh interaksi dengan orang lain (eksternal), selain mahluk

individual (internal). Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap sikap.


17

3. Praktik atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2005:55) sikap belum tentu terwujud

dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu

antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

Menurut Maulana (2009:203), praktik atau tindakan memiliki

beberapa tingkatan, yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme (mechanism)

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau telah merupakan kebiasaan.

d. Adopsi (adoption)

Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik.

Hal ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut.


18

2.2 Pola Asuh Anak

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan

makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam

Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek

pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan

balita dan pemeliharaan kesehatan.

Selanjutnya Longurst dan Tomkins dalam Harsiki (2003:14) menyatakan

bahwa perilaku pengasuhan mencakup empat aspek yaitu (1) perilaku pengasuhan

dalam pemberian makanan, (2) perilaku pengasuhan dalam higiene, (3) perilaku

pengasuhan dalam psiko sosial, (4) perilaku pengasuhan dalam kesehatan. Dengan

keempat aspek pengasuhan ini, tidaklah mengherankan apabila kualitas pengasuhan

ini berpengaruh terhadap jumlah hari sakit dan status gizi balita, serta pada

gilirannya akan menjadi faktor penting dan menentukan dalam tumbuh kembang

anak balita.

Sedangkan menurut Moersintowarti dkk (2002:13) kebutuhan akan asuh

pada anak meliputi kebutuhan akan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan

kesehatan dasar, pakaian, perumahan, higiene diri dan sanitasi lingkungan, dan

kesegaran jasmani berupa olahraga dan rekreasi.


19

Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah

tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta

sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu,

praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),

penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di

rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana,

2003:15).

Pola makan dan kebiasaan makan antar satu keluarga dengan keluarga

lainnya berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan tempat tinggal,

ketersediaan makanan, keadaan kesehatan anak, selera makan, kemampuan daya

beli, kebiasaan hidup dan makan keluarga. Perbedaan pola makan yang terjadi

sebenarnya lebih banyak ditentukan oleh orang tua yang meneruskan nilai-nilai

keluarga dan masyarakat dimana mereka tinggal. Dalam hal ini, memang ibu yang

lebih sering memegang peranan. Ibu akan menyajikan makanan yang diyakininya

baik bagi anaknya berdasarkan pengalaman semenjak ia masih kecil dan

pengetahuan yang didapatnya mengenai pemberian makanan yang baik bagi anak

(Maulana, 2008).

Pola asuh anak merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi status

gizi balita. Hasil penelitian Harsiki (2003) menunjukkan ada hubungan yang sangat

bermakna antara pola asuh anak dengan keadaan gizi anak batita. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan

memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan
20

pola asuh anak yang cukup. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rosmana (2003)

yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan

status gizi anak usia 6-24 bulan.

2.3 Perilaku Pemberian Makan pada Balita

Pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap

balita berusia diatas 6 bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan

makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit,

frekuensi makan dan komposisi makanan (CORE, 2003).

Kemampuan dasar yang dibutuhkan sebagai pengasuh yang baik berupa

kemampuan dalam perencanaan, manajemen dan pemeliharaan. Dalam pemberian

makan anak adalah menyiapkan makanan dalam jumlah dan mutu yang baik,

memberi makan anak dengan sabar dalam suasana yang ceria terutama saat anak

kehilangan nafsu makan. Dukungan dasar yang dibutuhkan untuk menjadi pengasuh

yang baik berupa memperbaiki pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian

makan balita dapat berupa pemberian ASI eksklusif (CORE, 2003).

Anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik, terutama

dalam hal makanan. Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita) mendapat

makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri

mana yang disukainya (Sediaoetama, 2008:239).


21

2.3.1 Komposisi dan Porsi Makanan Balita

Komposisi makanan meliputi jenis dan jumlah atau porsi makanan

yang diberikan. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga

yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa,

bila dinyatakan dalam satuan berat badan, tetapi kalau dinyatakan dalam

kwantum absolut, anak-anak yang lebih kecil itu tentu membutuhkan

kwantum zat makanan yang lebih kecil pula, dibandingkan dengan kwantum

makanan yang diperlukan oleh seorang dewasa (Sediaoetama, 2008).

Menurut Sediaoetama (2009:10) dalam susunan hidangan harus

terlihat adanya (a) makanan pokok, (b) lauk-pauk, (c) sayuran dan (d) buah

cuci mulut. Adanya empat kelompok makanan ini disebut EMPAT SEHAT

dalam kualitas. Kemudian kuantum masing-masing kelompok makanan itu

harus dinilai mencukupi kebutuhan atau tidak; ini mengenai kuantitas

hidangan. Hidangan untuk anak-anak (bayi, balita, remaja) dan ibu hamil atau

menyusukan sebaiknya ditambahkan susu atau telur, sehingga hidangan

menjadi LIMA SEMPURNA. Penambahan makanan terakhir ini untuk

meningkatkan kualitas campuran protein dalam hidangan. Tentu bagi bayi

yang masih belum mendapat makanan padat belum dapat diberikan telur

(Sediaoetama, 2009:10).

Pedoman makan balita menurut Widjaja (2007) dalam Husin

(2008:11), yaitu:

1. Sumber Tenaga: 3-4 piring nasi masing-masing 100 gram atau roti

penggantinya (mie, bihun, roti, kentang).


22

2. Sumber zat pembangun: 4-5 porsi daging masing-masing 50 gram atau

pengganti (tempe, tahu, ikan, telur, daging ayam). Dianjurkan sekurang-

kurangnya 1 porsi berasal dari sumber protein hewani, susu dianjurkan 2

gelas sehari.

3. Sumber zat pengatur: 2-3 porsi sayur dan buah. Gunakan sayur dan buah-

buahan berwarna (1 porsi sayur=1 mangkuk sayur, 1 porsi buah segar

=100 gram).

Menurut Pudjiadi (2005) pangan merupakan kebutuhan dasar utama

mahluk hidup. Energi dan protein mempunyai fungsi yang sangat luas dan

penting didalam tubuh. Energi diperlukan tidak hanya untuk melakukan

kegiatan fisik, tetapi juga untuk pergerakan organ tubuh. Asupan (intake) zat

gizi dalam jumlah yang seimbang mutlak dibutuhkan pada berbagai tahap

tumbuh kembang manusia, khususnya anak balita. Karena itu asupan yang

kurang atau berlebih secara terus menerus akan mengganggu pertumbuhan

dan kesehatan.

Pemberian makanan sehari-hari harus cukup mengandung energi dan

zat-zat gizi esensial untuk kesehatan dan pertumbuhan. Bila syarat pemberian

makanan tidak terpenuhi, baik kurang atau lebih dari yang dibutuhkan sesuai

dengan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu seperti banyaknya aktifitas,

suhu lingkungan, dan lain-lain, maka akan terjadi keadaan malnutisi. Jadi

komposisi karbohidrat, lemak dan protein didalam hidangan perlu

diperhatikan jangan terlalu berat kesalah satu jenis bahan makanan

(Soekirman, 1994).
23

Menurut Guthrie (1995), kelebihan atau kekurangan asupan energi

sebesar 110 kilo kalori per hari akan menyebabkan penambahan atau

penurunan berat badan sebanyak 0,45 kilogram per tahun. Sedangkan

penambahan atau penurunan berat badan sebesar 5 kilogram per tahun

disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi sebesar 100 kilo kalori

sehari.

Apabila anak usia 2-3 tahun setiap makan dapat menghabiskan antara

75-100 gram beras (nasi sebanyak 1 gelas minum yang diisi agak padat)

makan anak akan menerima masukan kalori sekitar 900 kalori setiap hari

setelah ditambah lauk pauk sekedarnya. Penelitian terhadap masukan kalori

dan protein pada anak-anak usia 1-5 tahun diberbagai daerah memang

menunjukkan rendahnya masukan kalori pada kelompok usia ini (Moehji,

1988:80).

Menurut Almatsier (2004:132), energi diperoleh dari karbohidrat,

lemak dan protein yang ada didalam bahan makanan. Senada dengan hal

tersebut menurut Sediaoetama (2008:209), energi yang dibutuhkan oleh tubuh

berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama, ialah karbohidrat, lemak,

dan protein. Energi yang diperlukan ini dinyatakan dalam satuan kalori.

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia yang

harganya relatif murah. Menurut Pudjiadi (2005), tiap gram karbohidrat

memberikan energi sebanyak 4 kilo kalori dan dianjurkan supaya jumlah

energi yang diperlukan tubuh didapat dari 50-60% karbohidrat. Karbohidrat

terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hanya
24

sedikit yang termasuk bahan makanan hewani. Sumber karbohidrat adalah

padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering, dan gula serta

hasil olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan

sebagainya (Almatsier, 2004:44).

Sedangkan lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas

unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O), yang mempunyai

sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut lemak), seperti

petroleum benzene, ether (Sediaoetama, 2008:91). Pudjiadi (2000)

menganjurkan bahwa dalam energi yang diperlukan tubuh di dapat dari 25-

35% lemak. Sedangkan menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134)

menganjurkan lemak yang dibutuhkan tubuh 15-30% dari kebutuhan energi

total. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,

kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega,

margarine dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacang-kacangan, biji-

bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kunig telur, serta

makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak (Almatsier, 2004:73).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena yang paling

erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan (Sediaoetama, 2008:53).

Menurut WHO (1999) dalam Almatsier (2004:134), energi yang diperlukan

tubuh hendaknya didapat dari 10-15% protein. Selain itu menurut

Sediaoetama (2008:75), protein berfungsi sebagai zat pembangun, yang

berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-

sel yang mati dan aus terpakai sebagai protein struktural. Selain itu badan-
25

badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh

melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar dan

masuk kedalam milieu interieur (lingkungan internal) tubuh. Protein juga

berfungsi sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses

metabolisme dalam bentuk enzim dan hormone dan merupakan sumber utama

energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Adapun sumber protein

yang baik menurut Almatsier (2004:100), adalah bahan makanan hewani

dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan

kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti

tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain.

2.3.2 Pengolahan dan Penyajian Makanan

Sebelum di konsumsi, sebagian besar bahan makanan diolah dahulu

didapur, sehingga menjadi hidangan yang bercita rasa lezat. Hal ini akan

menimbulkan nafsu makan dan menghadapi hidangan merupakan sesuatu

yang menyenangkan (Sediaoetama, 2008:11).

Menurut Santoso (1999:14), umumnya pengolahan dilakukan dengan

menggunakan panas, baik panas langsung seperti membakar sate maupun

panas tidak langsung yaitu menggunakan bahan perantara seperti menggoreng

dan merebus. Panas ini mengubah sifat-sifat kimia dari makanan yang

berakibat lebih lanjut pada sifat-sifat gizinya. Pengaruh pengolahan pada

makanan yaitu:
26

1. Pecahnya dinding sel. Pemanasan meninggikan sifat dapat cerna atau

digestibilitas makanan terutama bahan makanan nabati.

2. Melemahkan dan mematikan mikroba.

3. Mengubah berbagai zat gizi secara positif dan negatif. Pengaruh positif

yaitu pemanasan membantu memudahkan proses pencernaan dengan cara

memecah molekul karbohidrat dan protein. Sedangkan pengaruh negatif

dari pengolahan yaitu dapat merusak sifat bahan makanan sehingga

menjadi sukar atau tidak dapat dicerna oleh tubuh. Sebagai contoh

karbohidrat berubah menjadi arang oleh pemanasan tinggi secara langsung

pada teknik pengolahan dibakar.

4. Pemanasan yang terlau tinggi dapat menyebabkan karsinogenik

5. Panas dapat meniadakan zat-zat toksik.

Selanjutnya masih menurut Sediaoetama (2008:12) dengan memasak

makanan, bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat-zat makanan

menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Tetapi mengolah

dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan sebagian

dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin mudah

larut didalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat

rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Penanganan ketika memasak

bahan makanan terdiri atas membuang bagian yang tidak dapat dimakan,

memotong-motong dan mencucinya, sebelum dilakukan pemasakan yang

sebenarnya untuk membuat hidangan. Pada umumnya bagian yang tidak dapat

dimakan, hanya sedikit saja mengandung zat-zat gizi yang berguna, sehingga
27

tidak terlalu merugikan. Cara penanganan bahan makanan yang tidak betul,

akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang percuma. Pada

cara menangani dan memasak makanan yang umum dikerjakan oleh para ibu

rumah tangga, ternyata cukup baik, dan tidak terlalu banyak zat gizi yang ikut

terbuang atau rusak percuma.

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu

mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar

dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si

pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok gelas,

piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal

yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan

adalah (Soenardi, 2000 dalam Husin 2008):

1. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan

binatang.

2. Alat makan dan memasak harus bersih.

3. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci

tangan dengan sabun sebelum memberi makan.

4. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.

Setelah dimasak, makanan dihidangkan dan didistribusikan diantara

para anggota keluarga untuk dikonsumsi. Menghidangkan makanan harus

menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang, bahkan

puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan harus

dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar


28

timbul selera dan nafsu makan (Sediaoetama, 2008:12). Senada dengan hal

tersebut menurut Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariah (2010:53)

penyajian makanan pada anak harus diperhatikan, karena dapat mempengaruhi

selera makan anak, baik penampilan, tekstur, warna, aroma, besar porsi, dan

pemilihan alat makan yang menarik (Febry dan Marendra, 2008 dalam

Kodariah, 2010:53).

Moehji (2008) menyatakan bahwa bentuk potongan atau warna

makanan sering dapat membangkitkan sikap anak untuk menyenangi suatu

makanan yang sebelumnya tidak disenangi. Karena itu, tidak salah jika

makanan anak diberi warna atau bentuk khusus yang menarik perhatian anak

sehingga anak mau memakannya.

Penyusunan menu makanan selain harus memperhatikan komposisi

zat gizi juga harus memperhatikan variasi menu makanan agar anak tidak

bosan, Sebaliknya, dibuat siklus menu tujuh atau sepuluh hari (Febry dan

Marendra, 2008 dalam Kodariyah, 2010:54). Pemberian makanan yang

kurang bervariasi dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri

dengan makanan baru (Maulana, 2008).

2.3.3 Frekuensi Pemberian Makanan

Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan

kegiatan makan dalam sehari baik makanan utama maupun selingan.

Frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi makan setiap harinya tiga kali

makanan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan
29

selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya dua kali

makan utama atau kurang (Suhardjo, 1990 dalam Yuniarti, 2010:43).

Menginjak usia sembilan bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai

pandai mengunyah kepingan makanan orang dewasa. Pada saat itu ia makan

(mungkin) empat sampai lima kali sehari. Anak usia dua tahun memerlukan

makanan separuh takaran orang dewasa (Arisman, 2002:52).

Menurut Moehji (1988:78) waktu makan anak hendaknya dapat diatur

sesuai dengan kebiasaan makan keluarga dengan demikian anak diberi makan

selingan sehingga dapat menambah masukan kalori dan zat gizi yang lain.

Sedangkan menurut Kusumadewi (1998) dalam Kodariyah, (2010:54), waktu

pemberian makan yang tidak tepat seperti pada saat anak sedang mengantuk,

atau belum merasa lapar akan membuat anak tidak menikmati makanannya.

Oleh karena itu, penerapan jadwal makan disertai dengan kondisi anak pada

saat makan akan mempengaruhi anak dalam menerima makanan

(Kusumadewi, 1998 dalam Kodariyah, 2010:54).

Selanjutnya Latief dkk (2002) menyatakan bahwa jadwal makan anak

adalah 3 kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan kecil/selingan.

Makanan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, buah, dan

tambahan susu 2 kali sehari, yaitu 250 ml setiap kali minum. Waktu makan

yaitu pada pagi, siang, dan malam. Sedangkan waktu makan untuk makanan

selingan ialah jam 11.00 dan jam 16.00.


30

Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita,

hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ

pencernaannya (Depkes RI, 2006 dalam Husin, 2008:13).

Tabel 2.1
Pengukuran Makanan Balita

Umur Jenis/bentuk Porsi Per hari Frekuensi


(bulan) makanan
0-6 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan ASI diberikan setiap anak
menangis siang atau malam hari
makin sering makin baik
6-9 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan MP-ASI Usia 6 bulan: 6 sendok makan
Makanan Lunak (setiap kenaikan usia anak 1 bulan 2 kali
porsi ditambah 1 sdm)
9-12 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan Min 6 kali
bulan Makanan Lembik 1 piring ukuran sedang 4-5 kali
Makanan Selingan 1 piring ukuran sedang 1 kali
1-2 ASI Disesuaikan dengan kebutuhan
tahun Makanan Keluarga ½ porsi orang dewasa 3 kali
Makanan Selingan ½ porsi orang dewasa 2 kali
> 24 Makanan Keluarga Disesuaikan kebutuhan 3 kali
bulan Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan 2 kali
Sumber: Depkes RI (2006) dalam Husin (2008:13)

2.3.4 Pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Air susu ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama

pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk

membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik

pada bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang

optimum. Lagipula ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi


31

kejadian eksim atopic1, dan proses menyusui menguntungkan ibunya dengan

terdapat lactational infertility2, hingga memperpanjang child spacing atau

jarak kelahiran (Pudjiadi, 2005:14).

Menurut Pudjiadi (2005:18), ASI pada lima hari pertama warnanya

lebih kuning dan lebih kental, dan dinamakan kolostrum. Walaupun kolostrum

berwarna lain daripada ASI yang dikeluarkan kemudian, jangan sekali-kali

dianggap produk basi, melainkan susu yang bernilai gizi baik sekali.

Disamping mengandung kadar protein tinggi, kolostrum mengandung banyak

zat anti infeksi, hingga baik sekali bagi bayi pada hari-hari pertama setelah

dilahirkan.

Walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, dengan

bertambahnya umur pada suatu saat bayi yang sedang bertumbuh cepat

memerlukan sehari-harinya energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang

didapati dari ASI saja. Bayi harus mendapat makanan tambahan disamping

ASI jika kebutuhannya sudah melampaui jumlah yang didapati dari ASI. Pada

umumnya setelah berumur 4 sampai 6 bulan bayi memerlukan makanan

tambahan (Pudjiadi, 2005:33).

Jika produksi ASI cukup, maka pertumbuhan bayi untuk 4-5 bulan

pertama akan memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi akan

menjadi dua kali lipat daripada berat badan lahir. Maka sampai umur 4-5

bulan tidak perlu memberi makanan tambahan pada bayi tersebut, terkecuali

1
Eksim atopic adalah penyakit radang kulit umum yang sering telah mulai diderita sejak masa kanak-
kanak
2
Lactational infertility adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat hamil karena menyusui.
32

sedikit jus buah seperti tomat, jeruk, pisang dan sebagainya. Setelah berumur

empat atau lima bulan bayi harus dapat makanan tambahan berupa makanan

padat berupa bubur susu, nasi tim. Pada bayi yang bertumbuh terlalu cepat,

maka dimulainya makanan padat dapat diundurkan sampai umur 6-7 bulan

untuk mencegah bayi menjadi terlalu gemuk (Pudjiadi, 2005:18).

Pemberian ASI kepada anak balita hendaknya dilakukan secara

kontinyu dalam jangka waktu berkisar 24 bulan, namun seiring dengan

pertumbuhan bayi yang demikian pesat disatu sisi dan kualitas ASI yang tidak

lagi dapat mencukupi disisi lain, maka dipandang perlu adanya pemberian

makanan sebagai pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-ASI ini

hendaknya diberikan secara bertahap, namun yang perlu mendapatkan

perhatian adalah bahwa ASI merupakan makanan utama bagi balita sehingga

kedudukannya tidak dapat digantikan oleh MP-ASI, sehingga walaupun telah

diberikan MP-ASI, pemberian ASI harus terus diberikan sampai batas waktu

pemberiannya (Rosmana, 2003:16).

Menurut Soenardi (2000), MP-ASI sebaiknya diberikan pada usia

enam bulan, karena pencernaan bayi sebelum usia enam bulan belum

sempurna. Bila dipaksa bisa menyebabkan pencernaan sakit karena pemberian

terlalu cepat, lagi pula kekebalan terhadap bakteri masih kecil dan bisa

tercemar melalui alat makan dan cara pengolahan yang kurang higienis.

Usia penyapihan yang terlalu dini pada bayi merupakan salah satu

penyebab terjadinya gizi kurang pada bayi. Begitu pula sebaliknya, usia

penyapihan yang terlalu lama tanpa diimbangi pemberian makanan yang tepat,
33

jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakibatkan timbulnya masalah gizi pada

anak balita yang dapat berlanjut menjadi lebih berat. Keadaan demikian

kemungkinan besar disebabkan kurang atau tidak terpenuhinya kebutuhan

energi pada usia penyapihan. Keadaan gizi buruk pada anak balita akan

menimbulkan konsekuensi fungsional, antara lain pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental terlambat (Jahari, 1988 dalam Zulkarnaen 2008:21).

2.3.5 Pemberian Makanan Tambahan

Menurut Moehji (1988:81) langkah yang dapat ditempuh untuk

menaikkan masukan kalori pada anak-anak usia balita adalah menambah

frekuensi makan dari dua kali manjadi tiga kali atau memberikan makanan

selingan yang cukup antara dua waktu makan. Makanan selingan atau

makanan yang diberikan antara waktu makan, sering kurang mendapat

perhatian. Para orang tua menganggap setelah anaknya makan pada jam

makan yang sudah ditentukan, anak sudah cukup mendapat makanan. Dalam

hal ini volume makanan yang dapat dihabiskan oleh anak kurang diperhatikan.

Pola makanan keluarga di daerah pedesaan atau pada keluarga dari kelompok

yang berpenghasilan kurang, biasanya sangat sederhana. Keluarga umumnya

makan dua kali sehari, yaitu pada waktu pagi sebelum berangkat bekerja dan

pada sore hari setelah pulang dari tempat bekerja. Antara kedua waktu makan

itu jarang sekali diberikan makanan selingan.

Makanan tambahan dapat didapat dari kebiasaan jajan anak. Menurut

Susanto (2003) kebiasaan jajan makanan cenderung menjadi bagian budaya

keluarga. Makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi
34

akan mengancam kesehatan anak. Nafsu makan anak berkurang dan jika

berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi.

Menurut Moehji (2003), kebiasaan jajan memiliki kelemahan-

kelemahan antara lain sebagai berikut:

1. Jajanan tersebut biasanya banyak mengandung hidrat arang. Walaupun ada

zat-zat makanan lain, tentu jumlahnya sedikit.

2. Dengan terlalu sering jajan, maka anak akan kenyang. Akibatnya anak

tidak mau makan nasi, atau jika mau, jumlah yang dihabiskan hanya

sedikit sekali.

3. Kebersihan dari jajanan itu sangat diragukan.

4. Jika sering kali keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka anak

akan menangis dan menolak untuk makan.

5. Dari segi pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih-

lebih jika anak hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanan itu.

2.3.6 Pengukuran dan Indikator Perilaku Makan

Menurut Notoatmodjo (1993) perilaku terhadap makanan adalah

respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

Perilaku makanan ini meliputi pengetahuan, sikap dan praktek terhadap

makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi).

1. Pengetahuan

Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang perlu

memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan


35

gizi seseorang serta pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya

menu disusun oleh ibu (Santoso, 1999).

Menurut Khomsan dkk (2007b:9) pengelolaan atau penyediaan

makanan dalam keluarga pada umumnya dikoordinir oleh ibu. Ibu yang

mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan

melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada anaknya.

Soewondo dan Sadli (1989) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi

ibu berhubungan dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi

tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikir

sehingga akan lebih banyak informasi zat gizi yang dapat diserapnya.

Dengan demikian akan semakin baik ibu tersebut memilih bahan makanan

yang bergizi untuk keluarganya (Khomsan, 2007b:9).

Menurut Mariani (2002) dalam Khomsan dkk (2007b:6),

ketidaktahuan tentang gizi dapat mengakibatkan seseorang salah memilih

bahan dan cara menyajikannya. Akan tetapi sebaliknya ibu dengan

pengetahuan gizi baik biasanya akan mempraktekkan pola makan sehat

bagi anak-anaknya agar terpenuhi kebutuhan gizinya. Tingkat ekonomi

seseorang yang tinggi belum dapat menjamin tercapainya keadaan gizi

yang lebih baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik.

2. Sikap

Menurut Suhardjo (1989) dalam Khomsan dkk (2007b:7), sikap

manusia terhadap makanan dipengaruhi oleh pengalaman dan respon yang

diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.


36

Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau

sebaliknya, sehingga individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka

terhadap makanan.

Selain itu menurut hasil penelitian Tan (1970) dalam Khomsan dkk

(2007b:9) menunjukkan bahwa dalam hal kepercayaan dan pantangan yang

berhubungan dengan makanan, responden yakin sekali pada kepercayaan

dan pantangan yang berlaku pada bayi, anak, perempuan, wanita hamil dan

menyusui. Dengan adanya makanan pantangan, maka jumlah makanan

yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal tetapi

hanya bersifat merugikan saja. Makanan yang dilarang itu, jika dilihat dari

konteks gizi terkadang merupakan bahan makanan yang mengandung nilai

gizi tinggi (Khomsan dkk, 2007b:9).

3. Praktek

Suhardjo (1989) dalam Khomsan dkk (2007b:8) menyatakan

bahwa praktek atau tindakan konsumsi makanan seseorang tercermin dari

pola konsumsi pangannya. Pola konsumsi pangan adalah susunan beragam

pangan yang biasa dikonsumsi oleh keluarga atau masyarakat dalam

hidangannya sehari-hari. Pola konsumsi pangan ini disusun berdasarkan

jenis makanan, frekuensi makan dan jumlah yang dimakan. Pengukuran

praktek konsumsi ini dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

cara wawancara terhadap responden tentang makanan yang dikonsumsi.

Sedangkan menurut Nasoetion (1989), konsumsi pangan didefinisikan

sebagai informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang
37

atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu

(Khomsan dkk, 2007b:8).

Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk (2007b:9) menyatakan bahwa

konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap

terhadap makanan. Menurut suhardjo (1989) konsumsi pangan keluarga

dan individu maupun golongan tertentu (balita) dapat diketahui dengan

melakukan survey konsumsi pangan.

2.4 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan pada Balita

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga

karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak

yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,

sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah

terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara

konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi.

Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan

kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai

(Soekirman, 2000). Selanjutnya menurut Nency (2005) cakupan pelayanan

kesehatan dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita

yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan
38

pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan

menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.

Kesehatan lingkungan memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang

anak, dimana sanitasi yang kurang baik akan memberikan dampak terhadap

kesehatan yang berakibat akan timbulnya penyakit infeksi yang akan mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan menimbulkan kasus kurang gizi

(Soetjiningsih, 1998:8).

Pelayanan kesehatan merupakan wujud dari upaya kesehatan berupa sarana

kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah dan atau masyarakat. Aksestibilitas masyarakat dan keluarga terhadap

pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan imunisasi, perawatan dan pengobatan

berkaitan dengan pertumbuhan, morbiditas dan mortalitas anak. Imunisasi pada anak

membantu kekebalan tubuh anak dalam melawan atau bertahan terhadap penyakit

infeksi (Notoatmodjo, 2003a).

Menurut Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan

menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan

penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku

pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan.

2.4.1 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita dan Pencarian Pengobatan

Menurut Notoatmodjo (2003b:117) perilaku pemeliharaan kesehatan

adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh

sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek:


39

1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah satu

aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Praktek

pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status

kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta dapat

menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan

meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan

tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga apabila si anak menderita

sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai

terkena suatu penyakit. Praktik perawatan kesehatan anak yang baik dapat

ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan

imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta

upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu

membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik,

puskesmas, polindes (Zeitlin, 1990 dalam Husin, 2008:22).

Perilaku pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit dapat

dilakukan dengan upaya perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS). PHBS

adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga

anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang

kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan
40

berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat . PHBS itu

jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi: makan

beraneka ragam makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi

garam beryodium, memberi bayi dan balita Kapsul Vitamin A. Tentang

kesehatan lingkungan seperti membuang samapah pada tempatnya,

membersihkan lingkungan. PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk

memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu

melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam

gerakan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007).

Menurut Depkes RI (2007), rumah tangga sehat adalah rumah tangga

yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga yaitu :

1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan

2. Memberi ASI ekslusif

3. Menimbang bayi dan balita

4. Menggunakan air bersih

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

6. Menggunakan jamban sehat

7. Memberantas jentik di rumah

8. Makan buah dan sayur setiap hari

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Tidak merokok di dalam rumah.


41

2.4.2 Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon

lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana,

sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya

(Notoatmodjo, 2003b;118).

Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah usaha

untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan

akibat merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed,

1996 dalam Husin, 2008:19).

Widarninggar (2003) dalam Husin (2008:19), mengatakan kondisi

lingkungan anak harus benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-

hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah

bangunan rumah, kebutuhan ruangan (tempat bermain-main), pergantian

udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah, SPAL,

kamar mandi dan WC, dan halaman rumah. Untuk kebersihan, baik

kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan memegang peranan penting

bagi tumbuh kembang anak.

Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya

penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare, cacingan dan lain-lain.

Kebersihan lingkungan erat hubungan dengan penyakit saluran pernapasan,

saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting

membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga

meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan


42

kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan

kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di

sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan

infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari

serangan penyakit (Widarninggar, 2003 dalam Husin, 2008:19).

Upaya untuk meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai dengan

menerapkan standar kebersihan yang lebih terjamin kesehatan balita yaitu:

1. Menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang kebersihan dapur dan

rumah yang bersih sehingga dirinya terbebas dari gangguan penyakit

seperti mual dan diare. Tunjukkan dan ajak balita dengan lembut untuk

berpartisipasi menyimpan makanan di tempat bersih, kondisikan

lingkungan sekitar makanan bersih dan peralatan makan selalu bersih.

2. Si kecil dicontohkan kebersihan, misalnya: mencuci tangan sebelum atau

sesudah memegang makanan, dan sesudah makan, tidak makan buah

sebelum dicuci, setelah buang air besar biasakan cuci tangan dengan

sabun, dan saat bermain dengan hewan peliharaannya (Triton, 2006 dalam

Husin, 2008:20).

Praktek kebersihan perorangan dan kesehatan lingkungan adalah:

1. Kotoran manusia/tinja harus dibuang ke jamban. Cara yang paling penting

untuk mencegah penyebaran kuman adalah dengan membuang kotoran

atau tinja ke jamban, kotoran binatang harus dibuang jauh dari rumah,

jalanan tempat anak-anak bermain, jamban harus sering dibersihkan dan

tersedia sabun untuk mencuci tangan.


43

2. Ibu atau anggota keluarga, termasuk anak-anak harus mencuci tangan

dengan sabun sesudah buang air besar, sebelum menyentuh makanan dan

sebelum memberikan makanan anak. Mencuci tangan dengan sabun dapat

menghilangkan kuman. Hal ini membantu menghentikan kuman dan

kotoran untuk masuk ke makanan atau mulut. Mencuci tangan juga dapat

mencegah infeksi cacing.

3. Jendela rumah harus dibuka setiap pagi sehingga pertukaran udara

didalam rumah menjadi baik.

4. Pakailah air bersih dari sumber air bersih yang aman dan sehat. Tempat air

harus ditutup agar air tetap bersih dan dikuras 1 minggu sekali.

5. Air minum harus dimasak sampai mendidih, buah dan sayuran harus

segera dimakan atau dipanaskan sesudah disimpan.

6. Makanan, alat-alat makan dan peralatan memasak harus selalu dalam

keadaan bersih, makanan harus disimpan pada tempat yang tertutup.

7. Rumah harus mempunyai tempat pembuangan sampah, pembuangan air

limbah yang aman dan sehat untuk membantu dalam pencegahan penyakit.

8. Asap dari dapur di rumah harus dapat keluar dengan baik dan hindari

kebiasaan ibu membawa anak ketika memasak di dapur.

9. Rumah harus dilindungi dari serangga dan binatang penular penyakit

seperti kecoa, nyamuk dan tikus (Depkes RI, 2002).

Sulistijani (2001) dalam Husin (2008:21), mengatakan bahwa

lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak

dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan


44

yang sehat terkait dengan keadaan yang bersih, rapih dan teratur. Oleh karena

itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut:

(a) mandi 2 kali sehari (b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan (c)

menyikat gigi sebelum tidur (d) membuang sampah pada tempatnya (e) buang

air kecil dan besar pada tempatnya.

2.4.3 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (2005:56) menyatakan untuk mengukur perilaku dan

perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain

perilaku.

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003b:128), sebelum seseorang

mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa

arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Masih

menurut Notoatmodjo (2005:56), pengetahuan tentang kesehatan adalah

mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara

memelihara kesehatan.

Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab

penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan,

atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya,

bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.


45

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat

yang meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang

bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan dan

sebagainya.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang meliputi manfaat air

bersih, cara-cara pembuangan limbah yang sehat dan sampah, manfaat

pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi bagi

kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003b:128).

Menurut Notoatmodjo (2005:56), untuk mengukur pengetahuan

kesehatan adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara

langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau

angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan”

responden tentang kesehatan, atau besarnya presentase kelompok

responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-

komponen kesehatan.

2. Sikap

Pranadji (1988) dalam Khomsan dkk (2007b:7) mengemukakan

bahwa sikap seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku

yang mengarah pada obyek tertentu. Sikap positif akan menumbuhkan

perilaku positif dan sebaliknya sikap negatif akan menumbuhkan perilaku

negatif pula seperti: menolak, menjauhi, meninggalkan bahkan sampai hal-

hal yang merusak. Melalui pendidikan baik formal maupun nonformal akan

memungkinkan terjadinya perubahan sikap dan kepercayaan. Pendidikan


46

akan menimbulkan pengalaman belajar pada seseorang, sehingga

mengetahui dan lebih mengerti fakta-fakta tentang berbagai obyek baik

positif maupun negatif.

Notoatmojdo (2003b:129) menyatakan bahwa sikap merupakan

penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek

(dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah

seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai

atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab

itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan

kesehatan, yakni:

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala

atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara pencegahannya atau

cara mengatasinya.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara

memelihara dan berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain

pendapat atau penilaian lain terhadap makanan, minuman, olahraga dan

sebagainya.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap cara-cara

memelihara dan berperilaku hidup sehat. Misalnya pendapat atau


47

penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, dan

sebagainya (Notoatmojdo, 2003b:130).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang

bersangkutan. Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang imunisasi

pada anak balita dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005:57).

3. Praktek atau Tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2003b:130) setelah seseorang mengetahui

stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau

pendapat terhadap apa yang diketahui atau pendapat terhadap apa yang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah

yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan

perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktek

kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut diatas, yakni:

a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit

Mencakup pencegahan penyakit misalnya dengan mengimunisasikan

anaknya dan penyembuhan penyakit misalnya dengan minum obat

sesuai anjuran dokter dan sebagainya.

b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang,

melakukan olahraga secara teratur dan sebagainya.


48

c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan

Mencakup antara lain: membuang air besar di jamban, membuang

sampah pada tempatnya dan sebagainya.

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui

dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran

perilaku yang paling baik adalah secara langsung, yakni dengan

pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subjek dalam

rangka memelihara kesehatannya, misalnya: dimana responden membuang

air besar, makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk mengamati

praktik gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005:59).

Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat

kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan

terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan

objek tertentu (Notoatmodjo, 2005:59).

2.5 Status Gizi Balita

2.5.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi menurut Riyadi (1995) dalam Khomsan dkk (2007a:10)

adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang

diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan.

Sedangkan menurut Supariasa dkk (2002:18) status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari

nutriture dalam bentuk variabel tertentu.


49

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

Menurut Call dan Lavinson (1871) dalam Hasanudin (2001) faktor-

faktor yang menimbulkan masalah gizi dipengaruhi langsung oleh faktor

konsumsi makanan dan kesehatan seseorang. Dan kedua faktor tersebut

dipengaruhi oleh kandungan zat gizi dalam makanan; ada tidaknya program

pemberian makanan diluar keluarga; daya beli keluarga; kebiasaan makan;

upaya pemeliharaan kesehatan; dan lingkungan fisik serta sosial. Senada

dengan hal itu, Paryanto (1996) yang dikutip Anonim (2008) mengatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi status gizi adalah faktor langsung seperti

asupan makan dan penyakit infeksi. Latar belakang terjadinya faktor tersebut

adalah ekonomi keluarga, produksi pangan, kondisi perumahan, ketidaktahuan

dan pelayanan kesehatan yang kurang baik.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh

cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan

secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila

tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi

lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan,

sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Konsumsi makanan

oleh keluarga atau oleh individu bergantung pada jumlah dan jenis pangan

yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan

secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat

istiadat, pendidikan dan jumlah anggota keluarga (Almatsier, 2004:9).


50

Seperti terlihat pada bagan 2.1 dibawah ini, menurut UNICEF (1998)

dalam Husin (2008:38) akar masalah gizi adalah terjadi krisis ekonomi, politik

dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan

kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan

pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya dimasyarakat adalah kurangnya

pemberdayaan wanita, sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak langsung menyebabkan

kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat krisis ekonomi dan

rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak yang tidak memadai akibat

dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya sanitasi

lingkungan dan akses pelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga

berdampak terhadap pola konsumsi dan penyakit infeksi yang secara langsung

menyebabkan kurang gizi.


51

Bagan 2.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
STATUS GIZI

Penyebab
Asupan Gizi Infeksi Penyakit
langsung

Tidak cukup Pola asuh Sanitasi lingkungan, Penyebab


tidak
persediaan anak tidak air bersih, Pel. Kes
langsung
pangan memadai yang tidak memadai

Kurang pendidikan, pengetahuan, keterampilan ibu Pokok


masalah

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga,


kurang pemanfaatan sumber daya manusia

Krisis ekonomi langsung Akar


Masalah nasional
Sumber: UNICEF (1998) dalam Husin (2008).

2.6 KEP pada Balita

Pudjiadi (2005:95) menyatakan Kurang Energi Protein (KEP) merupakan

salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi Indonesia maupun banyak

negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika

Selatan. Pada KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis disebabkan oleh
52

kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang bermacam-macam. Akibat

kekurangan tersebut timbul keadaan KEP pada derajat yang sangat ringan sampai

berat. Sedangkan menurut Jelliffe (1989), KEP adalah keadaan kurang gizi pada

anak yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan

sehari-hari secara terus menerus. Senada dengan itu menurut Supariasa dkk

(2002:18), KEP adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit

tertentu.

Sedangkan menurut Sarmin dan Fitri (2009), gizi buruk adalah suatu kondisi

di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status

nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa

protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein)

adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai dengan

dua macam sindrom yang jelas yaitu kwashiorkor, karena kurang konsumsi protein

dan marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwasiorkor umumnya

terjadi pada anak-anak antara umur 1-3 tahun, biasanya setelah anak lepas dari susu

ibu (disapih). Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun,

yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya (Suhardjo,

2003:8).

Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak

balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya

terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan
53

menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat

menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta

lambatnya proses regenerasi sel tubuh (Suhardjo, 2003:8).

Menurut Herawati (1999:15) pada balita KEP seringkali ditemukan adanya

tingkat konsumsi makanan yang rendah. Studi yang dilakukan oleh Hermana (1983)

dalam Herawati (1999:15), menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein

balita KEP sebelum penelitian sekitar 480 kkal (2000 kj) dan 13,8 gram protein.

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak

adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP

berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus,

kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor.

2.6.1 Marasmus

Marasmus menurut Depkes (2009:v) adalah tanda klinis pada balita

gizi buruk yaitu tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah

seperti orang tua dan kulit keriput. Sedangkan menurut Arisman (2002:102),

marasmus biasanya berkaitan dengan ketiadaan bahan pangan yang sangat

parah, semikelaparan berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini.

Tipe marasmus, dengan tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:

1. Badan anak nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus

kulit.

2. Wajah seperti orang tua.

3. Mudah menangis/cengeng dan rewel.

4. Kulit menjadi keriput.


54

5. Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai

celana longgar).

6. Perut cekung, dan iga gambang.

7. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang).

8. Diare kronik atau susah buang air besar (Depkes, 2009:v).

2.6.2 Kwashiorkor

Kwashiorkor menurut Depkes (2009:v) adalah tanda klinis pada balita

gizi buruk yaitu edema-minimal di kedua punggung kaki, wajah bulat dan

sembab, perut-buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu, rambut

tipis/kemerahan dan mudah dicabut. Sedangkan menurut Arisman (2002:104),

kwashiorkor terkait dengan keterlambatan menyapih serta kekurangan protein.

Kwashiorkor memiliki ciri:

1. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung

kaki dan wajah) membulat dan lembab.

2. Pandangan mata sayu.

3. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut

tanpa rasa sakit dan mudah rontok.

4. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel.

5. Terjadi pembesaran hati.

6. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri

atau duduk.
55

7. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan

berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement

dermatosis).

8. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut.

9. Anemia dan diare (Depkes, 2009:vi).

2.6.3 Marasmik-Kwashiorkor

Menurut Depkes (2009:vi) marasmik-kwashiorkor adalah tanda klinis

pada balita gizi buruk yaitu gabungan marasmik dan kwashiorkor. Menurut

Arisman (2002:105), bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KEP

yang disertai dengan edema, dengan tanda dan gejala khas kwashiorkor dan

marasmus. Gambaran yang utama adalah kwashiorkor edema dengan atau

tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti

marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan

penderita akan meyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwasiorkor

muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah

(Arisman, 2002:105).

2.7 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

2.7.1 Pengertian PMT

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah suatu program gizi

melalui pemberian makanan tambahan khusus kepada keluarga miskin yang

rawan gizi (Austin, 1981). Sedangkan pendapat Underwood (1983) dalam

Yunarto (2003:21), menyatakan bahwa PMT merupakan suatu program yang


56

telah lama dikenal dalam bentuk intervensi untuk mengatasi masalah gizi

kurang (undernutrition). Adanya PMT diharapkan dapat memberikan

konstribusi terhadap total konsumsi makanan sehari. Namun demikian, PMT

hanya dilaksanakan sebagai program penanggulangan masalah gizi jangka

pendek. Pemberian PMT ditujukan untuk mengatasi penyebab langsung

terjadinya gizi kurang. Sedangkan untuk jangka panjang, dibutuhkan suatu

program berupa kegiatan yang secara tidak langsung dapat mengatasi akar

masalah dari penyebab tersebut. Kegiatan tersebut meliputi usaha peningkatan

pendapatan keluarga, pemanfaatan pekarangan, peningkatan perilaku hidup

bersih dan sehat, penyediaan sumber daya yang mendukung penyelenggaraan

pelayanan kesehatan dan gizi (Depkes RI, 1997 dalam Yunarto, 2003:21).

2.7.2 Tujuan PMT

Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan

gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan

dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik

timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis

merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan

yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian

program lebih besar. Diutamakan bahan makanan sumber kalori dan protein

tanpa mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-

umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya

(Anonim, 2009).
57

Saat ini menurunnya kecukupan zat gizi masyarakat berlanjut dengan

menurunnya status gizi, terutama pada kelompok bayi, balita, dan ibu hamil

yang merupakan dampak dari krisis ekonomi. Program PMT dilaksanakan

sebagai bentuk intervensi gizi dengan tujuan untuk mempertahankan dan

meningkatkan status gizi, khususnya pada kelompok resikok tinggi yaitu,

bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas yang menderita KEK (Depkes RI, 1999 dalam

Yunarto, 2003:22).

Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Jahari, dkk (2000) jika tidak

dilakukan upaya khusus selama terjadinya krisis, maka masalah gizi akan

semakin bertambah. Karena pada kondisi tersebut tubuh akan menggunakan

cadangan zat gizi yang ada didalam tubuhnya. Sehingga pemecahan jaringan

tubuh akan semakin meningkat, yang akan mengakibatkan anak mengalami

gizi kurang bahkan gizi buruk. Oleh karena itu, program PMT merupakan cara

yang efektif untuk meningkatkan status gizi anak sesuai dengan tujuan utama

program ini. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah untuk mencegah semakin

memburuknya status gizi anak, dan untuk memfasilitasi program KIE bagi

orang tua dan anak. Pelaksanaan program PMT ini dapat menjadi media

transformasi pengetahuan tentang masalah gizi dan khususnya tentang PMT

itu sendiri, sehingga ibu bisa berpartisipasi dalam kegiatan PMT ini.

Informasi yang didapat dari Gordon dkk (1963) dalam Underwood

(1983) disebutkan bahwa usia 4-36 bulan anak rawan menderita gizi buruk

dan infeksi. Untuk itu agar program PMT dapat memberikan efek yang terbaik

bagi kesehatan dan gizi, maka dilakukan bagi keluarga miskin di Indonesia,
58

selain mendapat pelayanan perbaikan gizi melalui PMT, juga mendapat

pelayanan kesehatan dasar, pelayanan rujukan, pencegahan dan

pemberantasan penyakit menular (Depkes RI, 1999 dalam Yunarto, 2003:23).

2.7.3 Jenis-Jenis PMT

1. PMT Penyuluhan

PMT Penyuluhan merupakan salah satu cara penyuluhan gizi

khususnya untuk meningkatkan keadaan gizi anak balita, ibu hamil dan ibu

menyusui. PMT sebagai sarana penyuluhan bertujuan memberikan

pengetahuan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat ke arah perbaikan

cara pemberian makanan anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui dan

bertujuan untuk memperluas jangkauan pelayanan program UPGK serta

menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan makanan

setempat dan dapat diusahakan secara swadaya PMT penyuluhan tidak

dapat diberikan setiap hari tetapi harus secara periodik (bertahap) dan dapat

mencapai tujuan PMT tersebut. PMT sebagai sarana penyuluhan diberikan

kepada semua anak balita, ibu hamil trismester III dan ibu menyusui yang

anaknya berumur 150 hari (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2003:23).

Kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat untuk meningkatkan

usaha penyuluhan mengenai makanan bayi dan balita. Apabila kegiatan ini

dilakukan dan waktunya bersamaan dengan hari/jadwal Posyandu maka

disediakan meja khusus PMT sesudah meja penyuluhan (setelah meja ke

lima). Dan apabila dilaksanakan di luar jadwal posyandu maka dapat


59

dilaksanakan kapan saja sesuai dengan kegiatan bersama (Setiarso, 2002

dalam Yunarto, 2003:24).

2. PMT Pemulihan

PMT sebagai sarana pemulihan keadaan gizi adalah dalam arti

suatu kegiatan yang nyata merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian

zat gizi berupa makanan ke keluarga dalam rangka program UPGK dan

memiliki tujuan memperbaiki keadaan gizi golongan rawan gizi yang

menderita kurang gizi yaitu anak balita terutama anak dibawah tiga tahun,

ibu hamil dan menyusui. Kegiatan ini diberikan setiap hari sampai keadaan

gizi penerima makanan tambahan itu menunjukkan perbaikan dan

hendaknya PMT Pemulihan itu benar-benar sebagai penambah dan tidak

mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah.

Pelaksanaan PMT Pemulihan yang khusus bagi balita 6 - ≤ 59 bulan

dilaksanakan secara terkoordinir dari tingkat pasar hingga ke Puskesmas

dan diberikan kepada bayi usia 6 - ≤ 59 bulan. Bentuk makanan yang

diberikan berupa blended food (makanan dari bahan makanan setempat),

susu dan biskuit (Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2003:24).

Program PMT pemulihan merupakan program yang ditujukan

kepada balita gizi buruk yang membutuhkan dalam rangka meningkatkan

status gizinya, berupa pemberian makanan tambahan selama 90 hari yang

terbagi dalam dua bentuk PMT yaitu PMT pabrikan (susu instan, biskuit,

makanan hasil olahan pabrik) dan PMT lokal (makanan olahan sendiri

dengan bahan makanan yang dibeli di pasar atau bahan makanan hasil
60

pemanfaatan lahan pekarangan) disusun sesuai menu dengan formula yang

mengandung kalori dan protein tinggi. Tujuan program PMT pemulihan

yaitu mendororong anak untuk makan sebanyak mungkin, memulai dan

atau mendorong pemberian ASI secukupnya, untuk merangsang

perkembangan fisik dan emosional serta menyiapkan ibu dan/atau

pengawas dalam perawatan balita selama mengalami masalah gizi buruk

(Arisman, 2002).

2.7.4 Ketentuan Pemberian PMT

Menurut Depkes RI (1991) dalam Hasanudin (2001:34), ketentuan

pemberian PMT-Pemulihan selama 90 hari pada kelompok umur dan sasaran,

adalah sebagai berikut:

1. Usia 6 – 11 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori dan

protein 10 – 15 gram. Bentuk makanan campuran dalam bentuk tepung

dengan komposisi bahan makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral.

2. Usia 12 – 32 bulan, dengan komposisi zat gizi energi 360 – 430 kalori,

protein 9 – 11 gram. Bentuk makanan padat (biskuit) dengan komposisi

makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral.
61

2.7.5 Indikator Keberhasilan Pelaksanaan PMT

Ada tiga indikator keberhasilan pelaksanaan PMT yaitu, semua bayi

dan balita dari keluarga miskin memperoleh PMT, ibu hamil dan ibu nifas dari

keluarga miskin memperoleh PMT dan 80% sasaran penerima PMT naik berat

badannya (Hasanudin, 2001).

2.7.6 Penyelenggaraan PMT

Tenaga gizi puskesmas dan bidan di desa menjelaskan berbagai model

penyelenggaraan PMT kepada tim desa. Yang selanjutnya tim desa

menentukan model yang digunakan berdasarkan kesepakatan bersama

(Setiarso, 2002 dalam Yunarto, 2004:25).

Ada dua model penyelenggaraan PMT yaitu Pos Pemulihan Gizi atau

feedings centers, dan Ibu Asuh/Penjaja Makanan atau disebut juga home

delivery. Pada model feedings centers, dilakukan bila sasarannya cukup

banyak dan terkumpul dalam satu wilayah posyandu. Kader memberikan

informasi kepada ibu sasaran tentang jadwal pemberian PMT dan

merencanakan kebutuhan blended food (makanan dari bahan makanan

setempat) bersama bidan desa. Sedangkan model home delivery dilaksanakan

bila jumlah sasarannya diketahui dengan jelas dan hanya sedikit. Kegiatan

posyandu buka satu kali sebulan sehingga ibu asuh atau penjaja makanan

menerima uang sebulan sekali dari bidan desa. Namun ibu sasaran mengambil

PMT setiap hari untuk dibawa pulang ke rumah (Depkes RI, 1999; Walker,

1991 dalam Yunarto, 2004:26).


62

Hal yang tidak menguntungkan dari model home delivery adalah

ketika PMT didistribusikan ke rumah sasaran, kemungkinan penyimpangan

dapat terjadi seperti PMT dibagi atau dikonsumsi oleh anggota keluarga

lainnya, PMT dijual atau ditukar (Mora, 1983 dalam Yunarto, 2004:26).

Walker (1991), berpendapat bahwa model feeding centers lebih baik

dibandingkan model home delivery, karena menjamin bahan PMT dikonsumsi

oleh anak yang memerlukannya.

2.7.7 Dampak PMT pada Status Gizi

Pada penelitian pengaruh konsumsi bahan makanan campuran dengan

kedelai atau tempe yang tinggi kalori dan protein terhadap 60 anak balita

penderita KEP dibandingkan hubungan antara cara makan dengan

peningkatan berat badan anak setelah diberi makanan tambahan, yaitu antara

cara dimakan di tempat dengan cara dibawa pulang (dimasak dirumah). PMT

dengan cara dimakan di tempat lebih efektif dibandingkan dengan cara dibawa

pulang, walaupun kurang menguntungkan, ditinjau dari segi biaya, waktu dan

tenaga yang harus disediakan. Dengan bahan makanan campuran yang

mengandung kalori 2407 – 2461 kJ (575,8 kkal – 631,8 kkal) dan protein 16,8

– 17,8 gram, dapat meningkatkan berat badan balita 0,52 kg dan tinggi badan

2,9 cm.

Pada kelompok yang diberi campuran geplek-kedelai, campuran

geplek-tempe, campuran beras-kedelai, dan campuran beras-tempe terjadi

peningkatan proporsi status gizi baik, yaitu berturut-turut sebesar 20%, 27%,

dan 23,3%. Kelemahan dari penelitian ini adalah pengukuran status gizi balita
63

dilakukan secara kelompok bukan individual. Sehingga tidak bisa diketahui

seberapa besar peningkatan berat badan masing-masing balita. Demikian juga

dengan jumlah balita yang sedikit, yaitu seluruhnya 60 balita, menyebabkan

analisnya kurang memuaskan (Hermana, 1983 dalam Herawati, 1999:35).

Penelitian Poollitte dkk (1997) dalam Herawati (1999), membuktikan

bahwa PMT pada balita usia 6 – 60 bulan dengan kandungan kalori sekitar

400 kkal per hari dalam bentuk makanan lokal selama tiga bulan, dapat

memberikan dampak positif jangka panjang khususnya pada anak dalam tahap

puncak perkembangannya, yaitu dibawah 18 bulan. Penelitian yang dilakukan

di Pengalengan Jawa Barat tersebut berhasil membuktikan bahwa setelah

delapan tahun kemudian, PMT dapat memberikan pengaruh yang positif

terhadap tingkat kecerdasan anak penderita KEP (Herawati, 1999:37).

Schroeder dkk (1995) dalam Herawati (1999:38) menyebutkan bahwa

ada perbedaan pengaruh PMT terhadap status gizi balita sesuai dengan

umurnya. Setiap PMT pada anak 0 – 1 tahun sebesar 100 kkal per hari dapat

meningkatkan perubahan tinggi badan 9 mm dan berat badan 350 gram.

Dampak pada anak umur 2 tahun berupa kenaikan tinggi badan 5 mm dan

berat badan 250 gram, dan untuk anak umur 3 tahun hanya berdampak pada

tinggi badan tanpa kenaikan berat badan. Tetapi terhadap anak empat tahun

tidak berdampak sama sekali (Herawati, 1999:38).


64

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL, DEFINISI ISTILAH DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Seperti landasan teoritis yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, dapat

diketahui bahwa akar masalah gizi menurut UNICEF (1998) dalam Husin (2008:38),

adalah terjadi krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga

menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan

tingginya angka inflasi dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya

dimasyarakat adalah kurangnya pemberdayaan wanita, sumber daya manusia,

rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Adapun faktor tidak

langsung menyebabkan kurang gizi adalah tidak cukup persediaan pangan akibat

krisis ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat, pola asuh anak yang tidak

memadai akibat dari rendahnya pengetahuan, pendidikan orang tua dan buruknya

sanitasi lingkungan dan akses pelayanan kesehatan dasar masih sulit sehingga

berdampak terhadap pola konsumsi dan penyakit infeksi yang secara langsung

menyebabkan kurang gizi.

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan social, berupa sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan

makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam

Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek
65

atau perilaku pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan

makanan balita dan pemeliharaan kesehatan.

Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah

tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta

sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu,

praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),

penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di

rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana,

2003:15).

Pola asuh anak merupakan praktek atau perilaku pengasuhan yang

diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan balita dan

pemeliharaan kesehatan (Sayogyo, 1993). Menurut CORE (2003) perilaku

pemberian makan balita adalah cara pemberian makan sehari-hari terhadap balita

berusia diatas 6 bulan yang meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan

makan, makanan tambahan ASI, pemberian makan secara aktif dan selama sakit,

frekuensi makan dan komposisi makanan (CORE, 2003). Selanjutnya menurut

Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi tiga

kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan

penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut perilaku

pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan.


66

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005:50) membagi perilaku

manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif

(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya, teori

Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi

tiga tingkat ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik (tindakan).

(Notoatmodjo, 2005).

Notoatmodjo (2005:56) menyatakan bahwa perilaku mencakup tiga domain

perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik oleh karena itu untuk mengukur

perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga

domain perilaku yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.

Berdasarkan konsep Zeitlin (2000), CORE (2003), Benyamin Bloom (1908)

dalam Notoatmodjo (2005), dan Notoatmodjo (2005) yang telah dijelaskan diatas,

maka terbentuklah kerangka konseptual seperti bagan 3.1 yang digunakan sebagai

kerangka konseptual dalam penelitian ini.


67

Bagan 3.1
Kerangka Konseptual Pola Asuh Gizi

Pengetahuan perilaku pemberian makan :


Pengetahuan pemeliharaan kesehatan
 Komposisi dan porsi makanan balita balita :
 Pengolahan dan penyajian makanan  Penyakit infeksi pada balita
 Frekuensi pemberian makan Perilaku  Cara pemeliharaan kesehatan balita
 Pemberian ASI dan MP-ASI Pemberian
Makan  Kebersihan lingkungan
 Pemberian Makanan Tambahan

Perilaku Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan


Sikap terhadap pemberian makan : Pemeliharaan balita :
 Komposisi dan porsi makanan balita Kesehatan
 Penyakit infeksi pada balita
 Pengolahan dan penyajian makanan
 Cara pemeliharaan kesehatan balita
 Frekuensi pemberian makan POLA ASUH GIZI
 Kebersihan lingkungan
 Pemberian ASI dan MP-ASI
 Pemberian Makanan Tambahan
Asupan Infeksi Praktik pemeliharaan kesehatan balita:
makanan penyakit  Usaha pencegahan dan pengobatan
Praktik pemberian makan :
 Komposisi dan porsi makanan balita penyakit infeksi pada balita

 Pengolahan dan penyajian makanan  Usaha pemeliharaan kesehatan dan

 Frekuensi pemberian makan gizi balita


STATUS GIZI BALITA
 Pemberian ASI dan MP-ASI  Usaha menjaga kebersihan

 Pemberian Makanan Tambahan lingkungan


68

3.2 Definisi Istilah

Tabel 3.1
Definisi Istilah

Cara
Domain
No Definisi Istilah Pengambilan Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran
Penelitian
Data

1. Pengetahuan Pemahaman ibu balita Wawancara Pedoman Mengetahui atau tidak Ibu balita
Pemberian tentang komposisi dan mendalam wawancara mengetahui tentang komposisi KEP
Makan porsi makanan balita, mendalam dan porsi makanan ideal untuk penerima
cara pengolahan dan balita, cara penyiapan atau PMT-P yang
penyajian makanan pengolahan dan penyajian mengalami
balita, frekuensi makanan yang tepat, frekuensi maupun tidak
pemberian makan, dan waktu yang ideal dalam mengalami
praktik pemberian pemberian makan balita, praktik peningkatan
ASI dan MP-ASI, dan pemberian ASI dan MP-ASI status gizi.
pemberian makanan yang ideal bagi balita,
tambahan. pengertian dan waktu yang
tepat dalam pemberian makanan
tambahan, dan makanan jajanan
yang baik untuk balita.

Sumber: Data primer.


69

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

Cara
Domain
No Definisi Istilah Pengambilan Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran
Penelitian
Data

2. Sikap Gambaran penilaian Wawancara Pedoman Sikap baik atau buruk terhadap Ibu balita KEP
terhadap atau pendapat ibu mendalam wawancara komposisi makanan bergizi bagi penerima
pemberian balita terhadap mendalam balita dan pemberian porsi PMT-P yang
makan komposisi dan porsi makanan yang ideal dan sesuai mengalami
makanan yang ideal dengan usia balita, pengolahan maupun tidak
bagi balita, atau penyiapan makanan sehat mengalami
pentingnya dan penyajian makanan yang peningkatan
pengolahan makanan menarik bagi balita, tempat status gizi.
yang sehat dan penyimpanan makanan yang
penyajian makanan tertutup dan bersih, penggunaan
yang menarik baik alat masak dan alat makan yang
dari segi tampilan bersih, pentingnya frekuensi
maupun rasa, dan waktu yang tepat dalam
pentingnya frekuensi pemberian makan balita,
makan yang ideal, pentingnya pemberian ASI
pentingnya eksklusif bagi balita, dan
pemberian ASI dan manfaat pemberian makanan
manfaat pemberian tambahan, kesukaan jajan balita
makanan tambahan. dan kepercayaan terhadap
pantangan makanan.

Sumber: Data primer.


70

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

Cara
Domain
No Definisi Istilah Pengambilan Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran
Penelitian
Data

3. Praktik Praktik atau apa Wawancara Pedoman Ada atau tidaknya a. Ibu balita KEP
pemberian yang dilakukan ibu mendalam dan wawancara komposisi dan porsi penerima PMT-P yang
makan balita dalam usaha observasi mendalam makanan yang ideal mengalami maupun
tidak mengalami
pemberian makan dan pada makanan balita,
peningkatan status gizi.
kepada balita, pedoman pengolahan atau b. Keluarga balita KEP
meliputi komposisi observasi penyiapan makanan penerima PMT-P yang
dan porsi makanan yang memperhatikan mengalami maupun
balita, cara aspek higiene dan tidak mengalami
pengolahan dan rasa, penyajian peningkatan status gizi
penyajian makanan yang dan turut serta dalam
pengasuhan balita.
makanan balita, menarik, frekuensi dan
c. Staf Puskesmas
frekuensi makan, waktu pemberian Pagedangan yang
praktik pemberian makan yang ideal, terlibat langsung dalam
ASI dan MP-ASI, praktik pemberian ASI program pemberian
dan usaha dan MP-ASI yang PMT-P.
pemberian ideal, dan usaha
makanan pemberian makanan
tambahan kepada tambahan.
balita.

Sumber: Data primer.


71

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

Cara
Domain
No Definisi Istilah Pengambilan Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran
Penelitian
Data

4. Pengetahuan Pemahaman ibu balita tentang Wawancara Pedoman Mengetahui atau tidak Ibu balita
pemeliharaan (1) penyakit infeksi yang mendalam wawancara mengetahui tentang (1) penyakit KEP
kesehatan meliputi jenis, penyebab, akibat, mendalam infeksi yang meliputi jenis, penerima
balita gejala, cara penularan, penyebab, akibat, gejala, cara PMT-P yang
pencegahan dan pengobatan penularan, pencegahan dan mengalami
penyakit infeksi pada balita; (2) pengobatan penyakit infeksi pada maupun tidak
cara pemeliharaan kesehatan balita; (2) cara pemeliharaan mengalami
balita yang meliputi pengetahuan kesehatan balita yang meliputi peningkatan
tentang cara meningkatkan dan cara meningkatkan dan status gizi.
memantau status gizi balita, memantau status gizi balita,
dampak KEP pada balita, dampak KEP pada balita,
manfaat imunisasi pada balita, manfaat imunisasi pada balita,
dan perilaku hidup bersih dan dan perilaku hidup bersih dan
sehat; (3) kebersihan lingkungan sehat; (3) kebersihan lingkungan
yang meliputi pengetahuan berupa bangunan rumah sehat,
tentang sanitasi lingkungan kebutuhan ruangan (tempat
berupa bangunan rumah, bermain-main balita), pergantian
kebutuhan ruangan (tempat udara dan sinar matahari yang
bermain-main balita), pergantian baik, cara pembuangan sampah
udara, sinar matahari, dan SPAL yang sehat.
pembuangan sampah dan SPAL.

Sumber: Data primer.


72

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

No Domain Definisi Istilah Cara Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran


Penelitian Pengambilan
Data

5. Sikap Gambaran penilaian atau Wawancara Pedoman Sikap baik atau buruk terhadap Ibu balita
terhadap pendapat ibu balita terhadap (1) mendalam wawancara (1) sakit dan penyakit yang KEP
pemeliharaan sakit dan penyakit yang meliputi mendalam meliputi bahaya penyakit infeksi penerima
kesehatan bahaya penyakit infeksi dan dan pentingnya pencegahan dan PMT-P yang
balita pentingnya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi mengalami
pengobatan penyakit infeksi pada pada balita; (2) pemeliharaan maupun tidak
balita; (2) pemeliharaan kesehatan kesehatan balita yang meliputi mengalami
balita yang meliputi pentingnya pentingnya peningkatan status peningkatan
peningkatan status gizi, imunisasi, gizi, imunisasi, dan perilaku status gizi.
dan perilaku hidup bersih dan hidup bersih dan sehat pada
sehat pada balita; (3) kebersihan balita; (3) kebersihan lingkungan
lingkungan meliputi pentingnya meliputi pentingnya penyediaan
penyediaan ruang bermain bagi ruang bermain bagi balita,
balita, penggunaan air bersih, penggunaan air bersih,
pertukaran udara dan pertukaran udara dan
pencahayaan rumah yang sehat pencahayaan rumah yang sehat
pembuangan limbah dan sampah pembuangan limbah dan sampah
yang sehat, dan penyediaan WC yang sehat, dan penyediaan WC
atau kamar mandi didalam rumah. atau kamar mandi didalam
rumah.

Sumber: Data primer.


73

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

No Domain Definisi Istilah Cara Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran


Penelitian Pengambilan
Data

6. Praktik Apa yang dilakukan ibu dalam Wawancara Pedoman Ada atau tidaknya usaha a. Ibu balita KEP
pemeliharaan usaha (1) pencegahan dan mendalam, wawancara dalam (1) pencegahan dan penerima PMT-P
kesehatan pengobatan penyakit infeksi observasi dan mendalam, pengobatan penyakit infeksi yang mengalami
maupun tidak
balita pada balita; (2) pemeliharaan studi dokumen pedoman pada balita; (2)
mengalami
kesehatan balita yang meliputi observasi pemeliharaan kesehatan peningkatan status
upaya meningkatkan dan dan data balita yang meliputi upaya gizi.
memantau keadaan gizi, rekam meningkatkan dan b. Keluarga balita
pemberian imunisasi dan medik memantau keadaan gizi, KEP penerima
menjaga kebersihan balita; (3) balita pemberian imunisasi dan PMT-P yang
menjaga kebersihan menjaga kebersihan balita; mengalami maupun
tidak mengalami
lingkungan meliputi (3) menjaga kebersihan
peningkatan status
lingkungan bermain balita, lingkungan meliputi gizi dan turut serta
penggunaan air bersih, cara lingkungan bermain balita, dalam pengasuhan
pembuangan sampah dan penggunaan air bersih, cara balita.
limbah rumah tangga, usaha pembuangan sampah dan c. Staf Puskesmas
mengatur pertukaran udara dan limbah rumah tangga, usaha Pagedangan yang
pencahayaan rumah, dan usaha mengatur pertukaran udara terlibat langsung
dalam program
menjaga kebersihan rumah dan dan pencahayaan rumah, pemberian PMT-P.
lingkungan sekitar. dan usaha menjaga
kebersihan rumah dan
lingkungan sekitar.

Sumber: Data primer.


74

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

No Domain Definisi Istilah Cara Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran


Penelitian Pengambilan
Data

7. Perilaku Pengetahuan, Wawancara Pedoman Perilaku baik atau a. Ibu balita KEP penerima PMT-P
Pemberian sikap, dan mendalam, wawancara buruk yang dilihat yang mengalami maupun tidak
Makan praktik/tindakan observasi. mendalam dari segi mengalami peningkatan status gizi.
b. Keluarga balita KEP penerima PMT-
ibu dalam upaya dan pengetahuan, sikap,
P yang mengalami maupun tidak
pemberian makan pedoman dan mengalami peningkatan status gizi
pada balita. observasi praktik/tindakan ibu dan turut serta dalam pengasuhan
dalam upaya balita.
pemberian makan c. Staf Puskesmas Pagedangan yang
pada balita. terlibat langsung dalam program
pemberian PMT-P.

8. Perilaku Pengetahuan, Wawancara Pedoman Perilaku baik atau a. Ibu balita KEP penerima PMT-P
Pemeliharaan sikap, dan mendalam, wawancara buruk yang dilihat yang mengalami maupun tidak
Kesehatan praktik/tindakan observasi dan mendalam, dari segi mengalami peningkatan status gizi.
b. Keluarga balita KEP penerima PMT-
balita ibu dalam upaya studi pedoman pengetahuan, sikap,
P yang mengalami maupun tidak
pemeliharaan dokumen observasi dan mengalami peningkatan status gizi
kesehatan balita. dan data praktik/tindakan ibu dan turut serta dalam pengasuhan
rekam dalam upaya balita.
medik pemeliharaan c. Staff Puskesmas Pagedangan yang
kesehatan balita. terlibat langsung dalam program
pemberian PMT-P.

Sumber: Data primer.


75

Tabel 3.1
Definisi Istilah (lanjutan)

No Domain Definisi Istilah Cara Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran


Penelitian Pengambilan
Data

9. Status Gizi Keadaan kesehatan Studi dokumen Dokumen atau Peningkatan status gizi, Balita KEP
Balita tubuh balita yang hasil data hasil tidak ada perubahan status penerima PMT-P.
diakibatkan oleh pengukuran pengukuran gizi, atau penurunan status
konsumsi, penyerapan penimbangan penimbangan gizi yang dialami balita
dan penggunaan zat-zat balita selama balita selama setelah pemberian PMT-P.
gizi makanan yang program PMT-P program PMT-P
diukur berdasarkan di Puskesmas. di Puskesmas.
indikator BB/U.
76

3.3 Hipotesis

1. Pengetahuan yang buruk mengenai komposisi dan porsi makanan balita, penyiapan dan

penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan

pemberian makanan tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.

2. Sikap yang buruk terhadap pemberian makanan dengan komposisi dan porsi makanan

yang ideal, penyiapan dan penyajian makanan yang sehat dan menarik, frekuensi

pemberian makan yang cukup, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian makanan

tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.

3. Praktik yang buruk dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyiapan dan penyajian

makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI dan MP-ASI, dan pemberian

makanan tambahan menyebabkan perilaku pemberian makan yang buruk.

4. Pengetahuan yang buruk mengenai penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan

kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan menyebabkan perilaku pemeliharaan

kesehatan yang buruk.

5. Sikap yang buruk terhadap penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan kesehatan

balita, dan kebersihan lingkungan menyebabkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang

buruk.

6. Praktik yang buruk dalam hal usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada

balita, pemeliharaan kesehatan dan gizi balita, dan menjaga kebersihan lingkungan

menyebabkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang buruk.

7. Pengetahuan, sikap, dan praktik yang buruk dapat menyebabkan perilaku pemberian

makan dan pemeliharaan kesehatan yang buruk.

8. Perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang buruk menyebabkan pola

asuh gizi yang buruk.


77

9. Pola asuh gizi yang buruk dapat menyebabkan KEP pada balita.

10. Perilaku pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik dapat menyebabkan

kenaikan status gizi pada balita.

11. Faktor-faktor penyebab KEP pada balita adalah pola asuh gizi (perilaku pemberian

makan dan perilaku pemeliharaan kesehatan) yang buruk, yang meliputi pemberian

makanan dengan komposisi dan porsi yang tidak mencukupi, pengolahan dan penyajian

makanan yang tidak baik, frekuensi pemberian makan yang kurang, tidak diberikan ASI

dan MP-ASI yang cukup, dan pemberian makanan tambahan yang kurang, serta tidak

ada atau kurangnya upaya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, cara

pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan.


78

BAB IV
METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi penelitian

studi kasus (case study) tentang pola asuh gizi ibu terhadap balita KEP yang

mendapat PMT-P. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

mendalam dan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong

(1991:3), penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara

holistik (utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang

suatu hal. Sedangkan menurut Baum (1998), penelitian kualitatif merupakan

penelitian dimana data yang didapatkan didasarkan pada fenomena, gejala, fakta,

atau informasi sosial.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - November 2010 di

Puskesmas Pagedangan, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

Lokasi penelitian merupakan tempat pelaksanaan program PMT-P dimana

ibu beserta balitanya yang menderita KEP (balita gizi buruk dan gizi kurang) datang

ke Puskesmas Pagedangan untuk mendapatkan PMT-P berupa biskuit susu dengan

komposisi makanan terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
79

mineral dengan kandungan zat gizi energi 360 – 430 kkal dan protein 9 – 11 gram.

Selain itu diadakan konseling gizi kepada ibu balita, penimbangan balita dan

pemeriksaan kesehatan untuk balita yang sedang mengalami gangguan kesehatan

atau menderita penyakit.

4.3 Informan Penelitian

Pengambilan informan dalam penelitian ini didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat

informan yang sudah diketahui sebelumnya (Baum, 1998). Infoman dalam penelitian

ini dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Informan Utama

Informan utama merupakan objek utama dalam penelitian ini, yaitu ibu balita

KEP (gizi buruk dan gizi kurang) yang mendapat PMT-P (Pemberian Makanan

Tambahan-Pemulihan) dari Puskesmas Pagedangan dengan kriteria:

a. Ibu dari balita KEP yang mengalami peningkatan status gizi atau mengalami

kenaikan berat badan dan telah mengikuti program PMT-P selama minimal

tiga bulan.

b. Ibu dari balita KEP yang tidak mengalami perubahan status gizi; atau ibu dari

balita KEP yang mengalami penurunan status gizi/penurunan berat badan dan

telah mengikuti program PMT-P selama minimal tiga bulan.


80

2. Informan Pendukung

Informan pedukung merupakan informan yang secara langsung terlibat dalam

pelaksanaan PMT-P di Puskesmas Pagedangan, yaitu terdiri dari:

a. Keluarga balita KEP yang mendapat PMT-P yang turut serta dalam

pengasuhan balita dan merupakan keluarga dari informan utama.

b. Staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program pemberian

PMT-P.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

1. Pedoman wawancara mendalam

2. Pedoman observasi

3. Alat perekam

4. Buku catatan

5. Alat tulis.

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan latar tertutup

dimana hubungan peneliti dengan informan perlu akrab (Loftland, 1984 ) dengan

menjamin kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 1991). Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu

wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan masing-

masing teknik:
81

1. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam ini dilakukan peneliti dengan melakukan tanya jawab

dengan informan secara langsung (Baum, 1998). Wawancara dilakukan secara

langsung oleh peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah

disusun terlebih dahulu.

2. Observasi

Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan

sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap

kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987 dalam Anonim 2010).

Dalam penelitian ini observasi meliputi melihat dan mencatat jumlah dan taraf

aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti

(Notoatmodjo, 2004).

3. Studi Dokumen

Metode ini dilaksanakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian melalui laporan, buku, dan dokumen lain yang

berhubungan dengan pola asuh gizi ibu dan program PMT-P di Puskesmas

Pagedangan.

4.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang dikembangkan atau

lebih dikenal dengan analisis interaktif (interactive models of analysis). Analisis

interaktif ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan
82

penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses

pengumpulan data sebagai suatu siklus (Milles dan Hubberman, 1992).

Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis

(fieldnote) di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan melalui

pemisahan data, mempertegas data, membuang hal yang tidak penting dan

mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

2. Penyajian data

Merupakan suatu kegiatan dengan adanya penyajian bagi data kualitatif dalam

bentuk kolom, tabel, maupun deskripsi. Susunan penyajian data yang baik dan

jelas sistematikanya sangatlah diperlukan untuk melangkah pada tahapan

penelitian kualitatif selanjutnya.

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan

memperhatikan hasil wawancara, observasi dan studi dokumen (berupa data-data

awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data tersebut direduksi

dan disajikan.
83

Bagan 4.1
Model Analisis Interaktif

Pengumpulan
Data

Reduksi Penyajian
Data Data

Penarikan
Kesimpulan
Sumber : Milles dan Hubberman, 1992.

4.8 Validitas Data

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan

triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan

mencari sumber data dari dua jenis informan, yaitu informan utama dan informan

pendukung. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan tiga metode

pengumpulan data, yaitu dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumen.
84

Tabel 4.1
Sumber dan Metode Pengambilan Data

No Domain penelitian Sumber Metode


1. Pengetahun Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
pemberian makan yang mendapat PMT-P) mendalam
2. Sikap pemberian Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
makan yang mendapat PMT-P) mendalam
3. Praktik pemberian Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
makan yang mendapat PMT-P) dan mendalam
Informan pendukung (keluarga dan observasi
balita yang mendapat PMT-P)
4. Pengetahuan Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
pemeliharaan yang mendapat PMT-P) mendalam
kesehatan balita
5. Sikap terhadap Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
pemeliharaan yang mendapat PMT-P) mendalam
kesehatan balita
6. Praktik Informan utama (Ibu balita KEP Wawancara
pemeliharaan yang mendapat PMT-P) dan mendalam,
kesehatan balita Informan pendukung (keluarga observasi dan
balita yang mendapat PMT-P dan studi
Staf Puskesmas) dokumen
Sumber: Data primer.
85

BAB V
HASIL

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Profil Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2009

Puskesmas Pagedangan terletak di Desa Pagedangan Kecamatan

Pagedangan yang terletak di bagian Timur Kabupaten Tangerang dengan luas

wilayah 4.802,16 km2 dengan jarak desa paling jauh ke ibukota Tangerang

kira-kira 30 km. Mempunyai wilayah kerja 11 desa yaitu: Desa Pagedangan,

Desa Lengkong Kulon, Desa Cihuni, Desa Medang, Desa Cijantra, Desa

Cicalengka, Desa Situ Gadung, Desa Kadu Sirung, Desa Jatake, Desa Malang

Nengah dan Desa Karang Tengah. Sebelah utara berbatasan dengan Desa

Pakulonan Barat Kecamatan Curug, sebelah timur berbatasan dengan Desa

Sampora Kecamatan Cisauk, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bojong

Nangka Kecamatan Legok, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisauk

Kecamatan Cisauk.

Berdasarkan profil Puskesmas Pagedangan pada tahun 2009 diketahui

bahwa jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas pagedangan sebanyak

83.052 jiwa, jumlah penduduk miskin sebanyak 31.154 jiwa dan jumlah

kepala keluarga sebanyak 16.925 jiwa. Sedangkan jumlah balita yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Pagedangan pada tahun 2009 yaitu sebanyak 8.263

jiwa, dengan jumlah balita gizi buruk sebanyak 65 jiwa, balita gizi kurang
86

sebanyak 761 jiwa, balita gizi baik sebanyak 7.358 jiwa dan balita gizi lebih

sebanyak 79 jiwa (Dokumen Puskesmas, 2009).

Tingkat pendidikan penduduknya sebagian besar masih SLTA/MA

yaitu sebesar 12,08%, SLTP/MTs sebesar 11,2 %, SD/MI sebesar 10,4% dan

tidak/belum pernah sekolah sebesar 8,04%, sedangkan tidak/belum tamat SD

sebesar 5,7% dan perguruan tinggi sebesar 3,9% (Dokumen Puskesmas,

2009).

5.1.2 Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Tahun

2009 - 2010

1. Tujuan Umum

Meningkatkan status gizi balita melalui pemberian makanan

tambahan.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan makanan tambahan yang sesuai dengan persyaratan gizi.

b. Menurunkan prevalensi balita kurang gizi.

c. Menanamkan pengetahuan gizi pada keluarga balita.

d. Meningkatkan kesadaran serta mendorong kemandirian masyarakat

dalam penanggulangan dan pencegahan kurang gizi.

3. Sasaran

Balita gizi buruk dan gizi kurang dengan indikator berat

badan/umur (BB/U)1 dan berat badan/tinggi badan (BB/TB)2.

1
BB/U adalah indeks antropometri yang merupakan rasio dari pengukuran berat badan terhadap umur.
87

4. Komposisi Zat Gizi dan Jenis PMT-P

Komposisi gizi yang diberikan yaitu energi 360 – 430 kkal dan

protein 9 – 11 gram dengan jenis makanan untuk gizi buruk berupa bubur

formula 75 (F75)3 yang terdiri dari susu krim, gula pasir, tepung beras, dan

minyak goreng, sedangkan untuk balita gizi buruk dan gizi kurang

diberikan susu formula dan biskuit balita.

5. Deskripsi Kegiatan

Guna memaksimalkan hasil dalam pemberian makanan tambahan

tersebut juga dilaksanakan pelayanan tata laksana gizi buruk bagi

puskesmas maupun di desa berupa konseling gizi maupun bimbingan

dalam pemberian makanan pada balitanya.

5.2 Karakteristik Informan

5.2.1 Informan Utama

1. Ibu dari Balita Penerima PMT-P yang Mengalami Peningkatan Status


Gizi
Informan ibu dari balita penerima PMT-P yang mengalami

peningkatan status gizi terdiri dari tiga informan. Ketiga informan tersebut

merupakan ibu dari balita gizi buruk dan gizi kurang yang mengalami

peningkatan status gizi, mengikuti program PMT-P minimal tiga bulan dan

masih mengikuti program PMT-P ketika penelitian ini berlangsung. Status

2
BB/TB adalah indeks antropometri yang merupakan rasio dari pengukuran berat badan terhadap
pengukuran tinggi badan.
3
Formula 75 adalah formula makanan khusus yang diberikan kepada balita penderita KEP yang bertujuan
untuk meningkatkan asupan zat gizinya khususnya kalori dan protein.
88

gizi diketahui berdasarkan indikator BB/U dari hasil penimbangan berat

badan selama periode mei sampai agustus. Berikut adalah karakteristik

informan utama ibu dari balita yang mengalami peningkatan status gizi:

Tabel 5.1
Karakteristik Ibu dari Balita yang Mengalami Peningkatan Status Gizi
yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten
Tangerang Tahun 2010

Karakteristik B E S
Umur 36 tahun 36 tahun 37 tahun
Umur nikah 16 tahun 16 tahun 15 tahun
Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SD
Pekerjaan Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah
Tangga Tangga Tangga
Pekerjaan suami Tidak Petugas Wiraswasta
mempunyai keamanan
pekerjaaan
Pendapatan - Rp. 500.000 ± Rp. 650.000
keluarga/bulan
Jumlah anggota 6 orang 7 orang 7 orang
keluarga dalam
serumah
Jumlah balita 1 orang 2 balita 1 balita
dalam Keluarga
Karakteristik Balita Penerima PMT-P
Umur Balita 11 bulan 43 bulan 13 bulan
Anak ke 4 4 5
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Balita
BB Lahir Balita 4 kg 3,3 kg 3 kg
Status gizi balita Gizi buruk Gizi buruk Gizi kurang
bulan ke 1 dan menjadi gizi menjadi gizi menjadi gizi
bulan ke 3 kurang kurang baik
Pertambahan 1,1 kg 1,5 kg 2,1 kg
BB
Riwayat Batuk, demam, Batuk, flu, Batuk, dan
Penyakit Infeksi dan penyakit demam dan demam
kulit penyakit kulit.
Sumber: Data Primer.
89

Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui untuk informan B

berumur 36 tahun, menikah pada umur 16 tahun, pendidikan tidak tamat

SD, pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang tidak mempunyai

pekerjaan, tidak memiliki pendapatan keluarga, memiliki enam anggota

keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga.

Karakteristik balita yaitu berumur 11 bulan, merupakan anak keempat dari

empat bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 4 kg,

mengalami perubahan status gizi dari sebelumnya berstatus gizi buruk

menjadi berstatus gizi kurang dengan pertambahan berat badan sekitar 1,1

kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, dan

penyakit kulit

Sedangkan untuk informan E berumur 36 tahun, menikah pada

umur 16 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga,

pekerjaan suami yaitu petugas keamanan, dengan pendapatan keluarga Rp.

500.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan

memiliki dua orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yang

mengikuti program PMT yaitu berumur 43 bulan, merupakan anak ke

empat dari lima bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir

3,3 kg, mengalami perubahan status gizi dari sebelumnya berstatus gizi

buruk menjadi berstatus gizi kurang dengan pertambahan berat badan

sekitar 1,5 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, flu,

demam, dan penyakit kulit.


90

Dan untuk informan S berumur 37 tahun, menikah pada umur 15

tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan suami

yaitu wiraswasta, pendapatan keluarga Rp. 650.000 per bulan, memiliki

tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita

dalam keluarga. Karakteristik balita yang mengikuti program PMT yaitu

berumur 13 bulan, merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, berjenis

kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 3 kg, mengalami perubahan status

gizi dari sebelumnya berstatus gizi kurang menjadi berstatus gizi baik

dengan pertambahan berat badan sekitar 2,1 kg, dan memiliki riwayat

penyakit infeksi berupa batuk dan demam.

2. Ibu dari Balita penerima PMT-P yang tidak Mengalami Peningkatan


Status Gizi
Informan ibu dari balita penerima PMT-P yang tidak mengalami

peningkatan status gizi terdiri dari empat informan. Keempat informan

tersebut merupakan ibu dari balita gizi buruk dan gizi kurang yang

mengikuti program PMT-P minimal tiga bulan dan masih mengikuti

program PMT-P ketika penelitian ini berlangsung. Tiga dari empat

informan merupakan ibu dari balita penerima PMT-P yang tidak

mengalami perubahan status gizi selama pemberian PMT-P, sedangkan

satu informan lainnya merupakan ibu dari balita penerima PMT-P yang

mengalami penurunan status gizi selama pemberian PMT-P. Status gizi

diketahui berdasarkan indikator BB/U dari hasil penimbangan berat badan


91

selama periode mei sampai agustus. Berikut adalah karakteristik informan

utama ibu dari balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi.

Tabel 5.2
Karakteristik Ibu dari Balita yang Tidak Mengalami Peningkatan
Status Gizi yang Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan
Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Karakteristik SK N Ai SM
Umur 28 tahun 23 tahun 40 tahun 40 tahun
Umur nikah 18 tahun 20 tahun 15 tahun 20 tahun
Pendidikan Tamat SD Tamat SD Tidak tamat Tamat SMA
SD
Pekerjaan Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah Ibu Rumah
Tangga Tangga Tangga/ Tangga/
Petani Wiraswasta
Pekerjaan suami Buruh Buruh Petani Petugas
keamanan
Pendapatan ± Rp. ± Rp. ± Rp. ± Rp.
keluarga/bulan 500.000 400.000 300.000 1.500.000
Jumlah anggota 5 orang 7 orang 7 orang 5 orang
keluarga dalam
serumah
Jumlah balita 1 orang 1 balita 2 balita 1 balita
dalam Keluarga
Karakteristik Balita Penerima PMT-P
Umur Balita 11 bulan 18 bulan 60 bulan 24 bulan
Anak ke 3 1 12 6
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan
Balita
BB Lahir Balita 3,8 kg 3 kg 3 kg 3,5 kg
Status gizi balita Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang Gizi kurang
bulan ke 1 dan menjadi gizi menjadi gizi menjadi gizi menjadi gizi
bulan ke 3 kurang kurang kurang buruk
Pertambahan 0,7 kg 0,8 kg 0,5 kg -0,6 kg
BB (berkurang
0,6 kg)
Riwayat Batuk, Batuk, flu, Demam, Batuk,
Penyakit Infeksi demam, flu, demam dan batuk dan demam, dan
dan diare penyakit muntah. flu.
kulit.
Sumber: Data Primer.
92

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat diketahui untuk informan SK

berumur 28 tahun, menikah pada umur 18 tahun, pendidikan tamat SD,

pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang bekerja sebagai buruh,

dengan pendapatan keluarga ± 500.000 per bulan, memiliki lima anggota

keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga.

Karakteristik balita yaitu berumur 11 bulan, merupakan anak ketiga dari

tiga bersaudara, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 3,8 kg,

tidak mengalami perubahan status gizi yaitu tetap berstatus gizi kurang

selama tiga bulan pemberian PMT-P dengan pertambahan berat badan

sekitar 0,7 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam,

flu, dan diare.

Untuk informan N berumur 23 tahun, menikah pada umur 20 tahun,

pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang

bekerja sebagai buruh, dengan pendapatan keluarga ± 400.000 per bulan,

memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu

orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita yaitu berumur 18 bulan,

merupakan anak tunggal, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir

3 kg, tidak mengalami perubahan status gizi yaitu tetap berstatus gizi

kurang selama tiga bulan pemberian PMT-P dengan pertambahan berat

badan sekitar 0,8 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk,

demam, flu, dan diare.


93

Sedangkan untuk informan Ai berumur 40 tahun, menikah pada

umur 15 tahun, pendidikan tidak tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga dan

petani, memiliki suami yang bekerja sebagai petani, memiliki pendapatan

keluarga ± 300.000 per bulan, memiliki tujuh anggota keluarga dalam satu

rumah, dan memiliki dua orang balita dalam keluarga. Karakteristik balita

yaitu berumur 60 bulan, merupakan anak ke 12 dari 13 bersaudara, berjenis

kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3 kg, tidak mengalami perubahan

status gizi yaitu tetap berstatus gizi kurang selama tiga bulan pemberian

PMT-P dengan pertambahan berat badan sekitar 0,5 kg, dan memiliki

riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, flu, dan diare.

Untuk informan SM berumur 40 tahun, menikah pada umur 20

tahun, pendidikan tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga dan wiraswasta,

memiliki suami yang bekerja sebagai petugas keamanan, dengan

pendapatan keluarga ± 1.500.000 per bulan, memiliki lima anggota

keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga.

Karakteristik balita yaitu berumur 24 bulan, merupakan anak keenam dari

enam bersaudara, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3,5 kg,

mengalami penurunan status gizi yaitu dari sebelumnya berstatus gizi

kurang menjadi berstatus gizi buruk dengan penurunan berat badan sekitar

0,6 kg, dan memiliki riwayat penyakit infeksi berupa batuk, demam, dan

flu.
94

5.2.2 Informan Pendukung

1. Keluarga Balita Penerima PMT-P yang Mengalami Peningkatan


Status Gizi
Informan keluarga balita penerima PMT-P yang mengalami

peningkatan status gizi terdiri dari tiga informan. Ketiga informan tersebut

merupakan keluarga dari informan utama yang memiliki balita penerima

PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi selama pemberian PMT-P.

berikut adalah karakteristik keluarga dari balita penerima PMT-P yang

mengalami peningkatan status gizi:

Tabel 5.3
Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Mengalami
Peningkatan Status Gizi di Puskesmas Pagedangan Kabupaten
Tangerang Tahun 2010

Karakteristik MK/B WH/E I/S


Umur 14 tahun 16 tahun 21 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki
Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMP
Pekerjaan - - -
Hubungan dengan balita Kakak Kakak Kakak
penerima PMT-P
Sumber: Data Primer.

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahui karakteristik keluarga

balita penerima PMT-P yang mengalami peningkatan status gizi, yaitu

untuk informan keluarga MK yang merupakan keluarga informan utama B

berumur 14 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SD, tidak

memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari balita

penerima PMT-P.
95

Sedangkan untuk informan keluarga WH yang merupakan keluarga

informan utama E berumur 16 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan

tamat SMP, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai

kakak dari balita penerima PMT-P.

Dan untuk informan keluarga I yang merupakan keluarga informan

utama S berumur 21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat

SMP, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari

balita penerima PMT-P.

2. Keluarga Balita Penerima PMT-P yang Tidak Mengalami


Peningkatan Status Gizi

Informan keluarga balita penerima PMT-P yang tidak mengalami

peningkatan status gizi terdiri dari empat informan. Tiga dari empat

informan tersebut merupakan keluarga dari informan utama yang memiliki

balita penerima PMT-P yang tidak mengalami perubahan status gizi selama

tiga bulan pemberian PMT-P, sedangkan satu orang sisanya merupakan

keluarga dari balita penerima PMT-P yang mengalami penurunan status

gizi selama pemberian PMT-P. Berikut adalah karakteristik keluarga dari

balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi:


96

Tabel 5.4
Karakteristik Keluarga dari Balita Penerima PMT-P yang Tidak
Mengalami Peningkatan Status Gizi di Puskesmas Pagedangan
Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Karakteristik Mu/SK Ay/N Ml/Ai UM/SM


Umur 30 tahun 47 tahun 24 tahun 40 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki
Pendidikan Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat
sekolah SMA
Pekerjaan Buruh Petani Ibu rumah Petugas
tangga keamanan
Hubungan dengan Ayah Nenek Kakak Ayah
balita penerima PMT-P
Sumber: Data Primer.

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui karakteristik keluarga

balita penerima PMT-P yang tidak mengalami peningkatan status gizi,

yaitu untuk informan keluarga Mu yang merupakan keluarga informan

utama SK berumur 30 tahun, berjenis kelamin laki-laki, pendidikan tamat

SD, memiliki pekerjaan sebagai buruh dan memiliki hubungan sebagai

ayah dari balita penerima PMT-P.

Sedangkan untuk informan keluarga Ay yang merupakan keluarga

informan utama N berumur 47 tahun, berjenis kelamin perempuan,

pendidikan tamat SD, memiliki pekerjaan sebagai petani dan memiliki

hubungan sebagai nenek dari balita penerima PMT-P.

Dan untuk informan keluarga MI yang merupakan keluarga

informan utama Ai berumur 24 tahun, berjenis kelamin perempuan,

pendidikan tamat SD, memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan

memiliki hubungan sebagai kakak dari balita penerima PMT-P.


97

Dan untuk informan keluarga MI yang merupakan keluarga

informan utama Ai berumur 40 tahun, berjenis kelamin laki-laki,

pendidikan tamat SMA, memiliki pekerjaan sebagai petugas keamanan dan

memiliki hubungan sebagai ayah dari balita penerima PMT-P.

3. Staf Puskesmas Pagedangan yang Terlibat Langsung dalam Program


PMT-P
Informan terdiri dari tiga staf puskesmas yang terlibat langsung

dalam program pemberian PMT-P kepada balita gizi buruk dan gizi kurang

di Puskesmas Pagedangan dari tahun 2009 sampai penelitian berlangsung.

Berikut adalah karakteristik informan staf Puskesmas Pagedangan yang

terlibat langsung dalam program PMT-P:

Tabel 5.5
Karakteristik Staf Puskesmas yang Terlibat Langsung dalam Program
PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang Tahun 2010

Karakteristik Y SM P
Umur 33 tahun 30 tahun 39 tahun
Pendidikan S1 Gizi Dokter D1 Kebidanan
Masyarakat
Jabatan Tenaga Dokter umum Staf pemegang
Pelaksana Gizi BP Anak program anak
Lama Bekerja 1 tahun 2 tahun 17 tahun
Sumber: Data Primer.

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui bahwa karakteristik

staf puskesmas pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P

yaitu untuk informan staf puskesmas Y berumur 33 tahun, pendidikan S1

Gizi Masyarakat, memiliki jabatan sebagai tenaga pelaksana gizi di

Puskesmas Pagedangan dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas

Pagedangan selama satu tahun.


98

Sedangkan untuk informan staf puskesmas SM berumur 30 tahun,

pendidikan dokter, memiliki jabatan sebagai dokter umum yang bertugas di

balai pengobatan (BP) anak di Puskesmas Pagedangan dan memiliki

pengalaman bekerja di Puskesmas Pagedangan selama dua tahun.

Sedangkan untuk informan staf puskesmas P berumur 39 tahun,

pendidikan D1 Kebidanan, memiliki jabatan sebagai staf pemegang

program anak di Puskesmas Pagedangan dan memiliki pengalaman bekerja

di Puskesmas Pagedangan selama 17 tahun.

5.3 Hasil Penelitian

Hasil penelitian terdiri dari perilaku informan utama dalam pemberian makan

yang dibedakan menjadi pengetahuan, sikap dan praktiknya dalam pemberian makan

pada balita dan perilaku informan utama dalam pemeliharaan kesehatan yang

dibedakan menjadi pengetahuan, sikap dan praktiknya dalam pemeliharaan

kesehatan balita. Hasil penelitian diperoleh dengan cara wawancara mendalam

dengan informan utama, baik dari kelompok informan yang memiliki balita yang

mengalami peningkatan status gizi selama tiga bulan pemberian PMT-P maupun

kelompok informan yang memiliki balita yang tidak mengalami peningkatan status

gizi selama tiga bulan pemberian PMT-P.

Untuk memvalidasi data mengenai praktik pemberian makan dan praktik

pemeliharaan kesehatan yang didapat dari informan utama, maka dilakukan cross

cek data dengan cara wawancara mendalam dengan informan keluarga yang ikut

serta dalam pengasuhan balita dan staf Puskesmas Pagedangan yang terlibat
99

langsung dalam program PMT-P. Serta dengan cara observasi yang dilakukan rata-

rata lebih dari dua kali di rumah informan utama maupun di Puskesmas Pagedangan

karena terdapat intensitas pertemuan setiap kamis. Selain itu dilakukan cross cek

data antar informasi yang didapat dari informan utama dengan catatan rekam medik

balita yang ada di puskesmas.

5.3.1 Gambaran Pengetahuan Pemberian Makan

Pengetahuan pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah pengetahuan informan utama dalam hal pemberian makan untuk balita

yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang tepat untuk balita, cara

pengolahan dan penyajian makanan yang tepat untuk balita, frekuensi

pemberian makan ideal untuk balita, pemberian ASI (Air susu ibu) dan

pemberian makanan tambahan kepada balita.

1. Komposisi dan Porsi Makanan

Pengetahuan mengenai komposisi dan porsi makanan meliputi

pengetahuan tentang komposisi makanan bergizi bagi balita, zat gizi dalam

makanan, jenis atau sumber makanan bergizi, dan porsi makanan ideal bagi

balita dalam sekali makan.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan

utama, baik dari kelompok yang mengalami peningkatan status gizi maupun

dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan

hanya satu informan yang mengetahui komposisi makanan bergizi yaitu

yang tercakup dalam empat sehat lima sempurna atau yang terdiri dari

makanan pokok, sayuran, buah-buahan, lauk pauk dan susu, sedangkan


100

enam informan yang lain tidak mengetahui komposisi makanan bergizi yang

seharusnya diberikan pada balita. Berikut kutipannya:

“Opat sehat lima sempurna tea, susu bayem kangkung, tempe tahu,
endok, telur, kacang ijo, bubur sangu”
(“Empat sehat, lima sempurna itu, susu, bayam, kangkung, tempe,
tahu, telur, kacang hijau, bubur nasi, buah-buahan”) (Informan E)
“Enggak tahu” (Informan B)
“Teu nyaho”
(“Tidak tahu”) (Informan SK).

Sedangkan pengetahuan mengenai zat gizi dalam makanan, sebagian

besar informan tidak mengetahuinya. Namun meskipun mayoritas informan

tidak mengetahui sumber makanan bergizi, sebagian besar informan

mengetahui makanan sumber lemak yaitu minyak, daging, jeroan, coklat,

dan susu. Sedangkan untuk sumber zat gizi lain seperti energi, karbohidrat,

protein dan vitamin, sebagian besar informan tidak mengetahuinya. Hanya

dua informan yang menjawab sumber energi adalah nasi dan susu. Satu

informan menjawab sumber karbohidrat adalah nasi, kentang, roti dan mie,

tiga informan menjawab sumber protein adalah lauk pauk seperti ayam dan

telur, dan satu informan menjawab sumber vitamin adalah sayur-sayuran.

Berikut kutipannya:

“Naon nyah, teu nyaho lah sumber energi, karbohidrat heunteu


nyaho lah, lemak-lemak teh kos jeroan sapi nyah neng”
(“Apa ya, tidak tahu sumber energi, karbohidrat tidak tahu, lemak-
lamak itu seperti jeroan sapi ya neng”) (Informan E).
“Heunteu si teu terang, paling geh umpamana paling vitamin, di
pasihan kitu sayur-sayuran, lamun anu protein kitu mah nyah
umpamana lauk-pauk jeung ayam., misalken ayam kitu, telor kitu,
lamun lemak terlalu banyak minyak kitu”
101

(“Enggak si tidak tahu, mungkin seperti vitamin yang dikasi seperti


sayur-sayuran, kalo protein gitu seperti lauk pauk seperti ayam,
misal makan sama ayam, telur gitu, kalo lemak terlalu banyak
minyak gitu yah”) (Informan S).
“Makanan yang mengandung energi susu, protein tempe, telur, ikan,
karbohidrat nasi, roti, kentang, mie udah, lemak dari itu yah,
tetelan, daging, mentega” (Informan SM).
“Sumber energi nasi heeh nasi bener, protein susu meureun,
mengandung lemak teh coklat geh sarua kan nyah, susu sarua kan,
eta minyak-minyak, daging, anu berminyak, engges teu nyaho deui
hehe”
(“Sumber energi nasi ya, protein susu kali, karbohidrat lupa lagi
kalo itu, mengandung lemak itu coklat juga sama kan, susu sama,
terus kaya minyak-minyak, daging, yang berminyak, sudah tidak
tahu lagi hehe”) (Informan N).

Dan mengenai pengetahuan porsi makanan yang ideal bagi balita,

didapatkan jawaban yang bervariasi, namun dari jawaban tersebut dapat

disimpulkan bahwa, porsi makanan yang ideal menurut informan yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi lebih besar dari pada porsi

makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan

status gizi. Dua informan yang balitanya mengalami peningkatan status

gizi menjawab porsi makanan pokok adalah dua centong nasi atau

setengah mangkuk sampai satu mangkuk, dan untuk lauknya sepotong

tempe atau sebutir telur. Sedangkan menurut dua informan yang balitanya

tidak mengalami peningkatan status gizi, porsi makanan pokok adalah

secentong nasi atau sepiring kecil, dan lauk sedikit saja sebagai

pelengkap. Berikut kutipannya:

“Atuh bagusnamah dua centong setengah jeung budak mah hayi


manehna daeken, tempe paling sakeret tea neng”
102

(“Ya sebaiknya dua centong setengah kalo untuk anak, jika dia mau,
tempe paling sepotong itu neng,”) (Informan E).
“Setengah mangkok sampe samangkok, atuh telorna sahiji”
(“Setengah mangkok sampai satu mangkok, ya telurnya satu”)
(Informan S).
“Sapiring letik, sacentong heeh, lauk mah paling geh saeutik tea”
(“Sepiring kecil, secentong ya, lauk tu paling juga sedikit itu”)
(Informan SK).
“Satu piring kecil satu porsi” (Informan SM).

2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan

Pengetahuan mengenai cara pengolahan dan penyajian makanan

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan mengenai cara

penyiapan dan pengolahan makanan yang tepat, serta penyajian makanan

yang baik bagi balita.

Menurut sebagian besar informan utama baik yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi maupun yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi, cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik

adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara dikukus dan

direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan

sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran.

Selain itu beberapa informan menambahkan bahan makanan seperti telur

dan sayuran sebaiknya dimasak setengah matang agar mengandung banyak

vitamin untuk balita. Berikut kutipannya:

“Lamun bayem setengah asak, lamun kangkung setengah asak,


endog mah pan didadar, tahu mah di semur”
(“Kalo bayem setengah matang, kalo kangkung setengah matang,
telur di dadar, kalo tahu disemur”) (Informan E).
103

“Masak makanan biasa bae, sampe asak, kadang-kadang setengah


mateng, lamun jeung budak mah setengah mateng, misalken telor
kitu setengah mateng, sok loba vitamina lamun setengah mateng”
(“Masak makanan biasa saja, sampe matang, kadang-kadang
setengah mateng, kalo untuk anak setengah mateng, misalkan telur
gitu setengah matang, nanti banyak vitaminnya kalo setengah
matang”) (Informan S).
“Oh bagusna setengah mateng atau sampe asak, kos telor teh
setengah mateng, lamun nu asak teh kos sayur sop, sangu”
(“Oh sebaiknya setengah matang atau sampe matang, kaya telur
gitu setengah matang, kalo yang matang tuh kaya sayur sop, nasi”)
(Informan SK).

Sedangkan pengetahuan mengenai penyajian makanan yang baik,

menurut mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status

gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang

menarik, dan dibedakan rasanya seperti tidak terlalu asin. Sedangkan dua

informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menjawab

sebaiknya tampilan makanan berupa nasi dan lauk pauknya saja. Berikut

kutipannya:

“Atuh bagusan dihias jadi budak teh rareusepen, komo lamun ku


anu beureum-beureum kos wortol jeung bayem bereum tah, budak
mah raresepen sok di comotan tea, di hias-hias mah”
(“Ya sebaiknya makanan dihias sehingga anak menjadi suka makan,
apalagi kalo pake yang merah-merah seperti wortel dan bayam
merah gitu, pada suka jadi sering di ambilin gitu, kalo dihias-hias
gitu”) (Informan E).
“Lamun anu boga mah heeh di hias-hias, anu di meja makan tea,
bagusnamah dihias jeung budak mah, hayi jeung budak mah
dibedaken rasana, bedana ulah terlalu asin kitu ulah terlalu enak-
enak kitu nyah”
(“Kalo yang punya ya dihias-hias, yang di meja makan gitu,
sebaiknya dihias buat anak mah, kalo buat anak dibedakan rasanya,
104

bedanya jangan terlalu asin gitu jangan terlalu enak-enak (gurih)


gitu ya”) (Informan S).
“Paling atuh sangu jeung tempe, sayur kangkung kadang-kadang,
bayem atuh hayi ker aya duitna”
(“Mungkin sangu sama tempe, sayur kangkung kadang-kadang,
bayam kalo lagi ada duitnya”) (Informan A).
“Dihias make tempe tahu lauk, daun bayem sok di pake”
(“Dihias pakai tempe tahu lauk, daun bayem suka di pake”)
(Informan SK).

3. Frekuensi Pemberian Makan

Pengetahuan mengenai frekuensi pemberian makan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu mengenai frekuensi atau

seringnya pemberian makan yang ideal kepada balita, serta waktu yang tepat

dalam pemberian makan kepada balita.

Dari jawaban yang diberikan seluruh informan baik dari kelompok

yang mengalami peningkatan status gizi maupun kelompok yang tidak

mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil bahwa frekuensi

pemberian makan yang ideal kepada balita adalah tiga kali dalam sehari.

Berikut kutipannya:

“Tiga kali kalo lagi ada, pagi, dhuhur, sama sore, kalo uda nangis
aja dia mah suka lapar, kalo malem gak suka dikasi” (Informan B).
“Tilu kali”
(“Tiga kali”) (Informan SK).
“Bagusnamah tilu kali”
(“Sebaiknya tiga kali”) (Informan N).

Sedangkan waktu pemberian makan menurut sebagian besar

informan adalah saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun

atau mau tidur dan saat balita bermain. Selain itu menurut salah satu
105

informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, sebaiknya

balita diberikan makanan sesuai dengan jam makan atau teratur setiap

harinya. Berikut kutipannya:

“Anu bagusnamah berang saeutik atuh jam delapan, trus jam dua
belas trus sosorean paling geh jam tilu, anu teratur kitu barang
daharna”
(“Sebaiknya siang sedikit jam delapan, kemudian jam 12, kemudian
sore jam tiga, yang teratur gitu makannya”) (Informan S).
“Ker lapar, ker manehna hayangen, menta emam kitu, atuh
manehnamah kudu sambari ulin bae daharna, ja te sambari ulin
mah te daeken”
(“Saat lapar, saat dia mau makan, minta makan gitu, ya dia mah
harus sambil main aja makannya, karena jika tidak sambil main
anaknya tidak mau”) (Informan E).
“Waktu anu bagusna atuh jam delapan atuh, sarapan, pagi-pagi,
siang sore, kadang malem sambari ulin ja lamun te sambari ulin
mah hararese”
(“Waktu yang baik ya jam delapan gitu, sarapan, pagi-pagi, siang
sore, kadang malem sambil main soalnya kalo gak sambil makan
susah”) (Informan SK).

4. Pemberian ASI

Pengetahuan mengenai pemberian ASI yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah praktik pemberian ASI yang ideal bagi balita, meliputi

waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI, lamanya pemberian ASI,

waktu yang tepat dimulainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-

ASI) dan jenis MP-ASI yang baik untuk balita.

Pengetahuan mengenai waktu yang tepat dimulainya pemberian ASI,

menurut sebagian besar informan adalah segera setelah balita dilahirkan.

Namun meskipun demikian, terdapat satu informan yang balitanya


106

mengalami peningkatan status gizi, yang menjawab waktu dimulainya

pemberian ASI adalah setelah tiga hari dilahirkan. Berikut kutipannya:

“Timimiti lahir geh sok dibere ASI ku bidan geh sok dititah dibere
ASI, ceunageh can putih geh neng dibere ASI bae, koneng geh”
(“Dari sejak lahir juga suka dikasi ASI, sama Bidan juga suka
disuruh dikasi ASI, katanya belum putih juga neng dikasi ASI aja,
meskipun kuning”) (Informan E).
“Bagusna mentes lahir langsung dibere bae”
(“Sebaiknya sesudah lahir langsung dikasi aja”) (Informan SK).
“Kalo udah tiga hari aja baru dikasi susu, kalo udah diurut kan suka
banyak air susunya sudah tiga hari baru keluar baru dikasi, sebelum
itu mah kan gak ada airnya makanya gak dikasi” (Informan B).

Pengetahuan mengenai lamanya pemberian ASI, menurut sebagian

besar informan adalah sampai balita berumur dua tahun, meskipun demikian

terdapat dua informan yang menjawab sampai balita berumur satu setengah

tahun. Berikut kutipannya:

“Umur dua tahun dieurenan neng”


(“Umur dua tahun dihentikan neng”) (Informan E).
“Dua tahun penuh” (Informan SM).
“Bagusnamah sih ceunageh sampe sataun setengah”
(“Sebaiknya si katanya sampe setahun setengah”) (Informan N).
“Lamun lalaki mah satahun setengah nyah, lamun perempuan dua
tahun”
(“Kalo laki-laki setahun setengah ya, kalo perempuan dua tahun”)
(Informan S).

Untuk pengetahuan mengenai waktu yang tepat dimulainya

pemberian MP-ASI, didapatkan jawaban yang bervariasi. Tiga informan

menjawab sejak balita berusia enam bulan, sedangkan sisanya menjawab

setelah balita dilahirkan, sejak balita berumur satu minggu dan lain-lain.
107

Dan jenis MP-ASI yang sebaiknya diberikan untuk balita, menurut seluruh

informan adalah pisang, bubur bayi instan, nasi tim, bubur nasi, dan lain-

lain. Berikut kutipannya:

“Ges genep bulan nyah, dibere iye bubur bayi instan “X”, sapuluh
bulan bae karak dibere tim”
(“Saat enam bulan ya, dikasi bubur bayi instan “X”, sepuluh bulan
aja baru dikasi tim”) (Informan E).
“Oh setelah enam bulan, bubur bayi instan apa aja” (Informan
SM).
“Bagusnamah enam bulan karak dibere, bubur bayi instan “X”
(“Sebaiknya enam bulan baru diberi, bubur bayi instan “X””)
(Informan SK).
“Karak lahir dibere kan cau ambon, tilu bulan geh ges dibere kitu,
dibere bubur bayi instan “X””
(“Saat lahir dikasi pisang ambon, tiga bulan juga dikasi bubur bayi
instan “X””) (Informan N).

5. Pemberian Makanan Tambahan

Pengetahuan mengenai pemberian makanan tambahan yang

dimaksud dalam penelitian ini, adalah pengetahuan informan utama

mengenai apa yang dimaksud dengan pemberian makanan tambahan, waktu

pemberian makanan tambahan, dan makanan jajanan yang baik untuk balita.

Pengetahuan mengenai apa yang dimaksud pemberian makanan

tambahan, menurut mayoritas informan adalah makanan selain nasi, atau

makanan seperti biskuit, roti, kue, singkong, buah-buahan dan lain-lain.

Sedangkan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan, menurut

dua informan dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi,

yaitu sebaiknya diberikan di sela-sela waktu makan. Sedangkan informan


108

yang lain menjawab sebelum atau sesudah makan, ketika balita meminta

makan, bangun tidur dan lain-lain. Berikut kutipannya:

“Selain sangu, dibere tambahan barang dahar naon bae neng, kos
biskuit, roti, samentana anak, tipeting, laju hudang hees geh sok
menta”
(“Selain nasi, dikasi tambahan makanan apa aja, seperti biskuit,
roti, roti, semintanya anak, waktu malam, terus bangun tidur juga
suka minta”) (Informan E).
“Makanan tambahan atuh selain sangu bae, bagusnamah isuk-isuk,
meunteus dahar geh hayi hayangen mah dibere”
(“Makanan tambahan ya selain nasi aja, sebaiknya pagi-pagi,
sesudah makan juga kalo mau dikasi”) (Informan N).
“Pemberian makanan tambahan teh salain ASI atau salain nasi, kue,
diberena isuk-isuk bae kitu atuh hudang sare, dohor kitu, diselang
waktu dahar bae leh”)
(“Pemberian makanan tambahan itu selain ASI atau selain nasi,
kue, dikasinya pagi-pagi aja gitu ya bangun tidur, dzhuhur gitu,
diselang waktu makan aja lah”) (Informan SK).
“Apa ya, hehe, setelah makan, sebelum makan sore, sela waktu
makan ya” (Informan SM).

Menurut sebagian besar informan, jajanan yang baik adalah makanan

seperti biskuit, roti, susu, dan buah-buahan. Selain itu dua informan dari

kelompok yang mengalami peningkatan status gizi menambahkan, jajanan

yang baik adalah makanan yang bergizi dan bersih. Dan satu informan dari

kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi menambahkan

jajanan yang baik adalah makanan yang diolah sendiri di rumah. Berikut

kutipannya:

“Nu bagusna ja kos roti, laju anu bagusnamah si ti imah jajanan teh
anu ngagoreng pisang kitu”
(“Yang bagus ya kaya roti, terus yang bagus si jajanan itu dari
rumah kaya menggoreng pisang gitu”) (Informan SK).
109

“Itu paling susu kotak, dia suka beli susu kotak, yang bagus kaya
biskuit ya” (Informan SM).
“Paling makanan yang bergizi kali ya” (Informan B).
“Jajanan nu bagus jeung budak paling geh biskuit meureun, barang
daharna anu kudu bersih kitu, anu teratur kitu barang daharna”
(“Jajanan yang baik untuk anak mungkin biskuit kali, makanan yang
harus bersih gitu, yang teratur makannya”) (Informan S).

5.3.2 Gambaran Sikap Pemberian Makan

Sikap pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu

pendapat informan utama dalam hal perilaku pemberian makan untuk balita,

yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang ideal, pentingnya cara

pengolahan makanan sehat dan penyajian makanan yang menarik dari segi

tampilan maupun rasa, frekuensi pemberian makan ideal, pentingnya

pemberian ASI, dan manfaat pemberian makanan tambahan.

1. Komposisi dan Porsi Makanan

Sikap terhadap komposisi dan porsi makanan yang dimaksud dalam

penelitian ini, meliputi sikap terhadap komposisi makanan bergizi bagi

balita, dan pemberian porsi makanan yang ideal dan sesuai dengan usia

balita.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat

diketahui seluruh informan berpendapat bahwa pemberian makanan dengan

komposisi makanan yang bergizi merupakan hal yang penting, dan

bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Alasan yang

mendasari mereka mengemukakan hal tersebut, adalah karena pemberian

makanan dengan komposisi makanan yang bergizi dapat menyebabkan


110

balita tidak mudah sakit atau meningkatkan daya tahan tubuhnya, balita

menjadi sehat dan kuat, dapat menunjang pertumbuhan, dan menambah

asupan zat gizi seperti protein, vitamin, dan mineral. Berikut kutipannya:

“Penting, biar anak gak kena penyakit, bermanfaat, biar anak sehat,
biar kuat, biar pinter, ya cerdas” (Informan B).
“Penting, bermanfaat, ejeung mempertambah pertumbuhan bayi
atuh kos kitu bae, umpamana jadi kuat, supaya nambah vitamin,
protein, mineral, atuh lamun te salah mah lah”
(“Penting, bermanfaat, untuk mempertambah pertumbuhan bayi
kaya gitu aja, seperti jadi kuat, supaya nambah vitamin, protein,
mineral, ya kalo gak salah mah lah”) (Informan S).
“Penting, ya bermanfaat, untuk menjaga daya tahan tubuh”
(Informan SM).

Selain itu seluruh informan berpendapat, pemberian makanan

dengan porsi yang ideal dan sesuai dengan usia balita merupakan hal yang

penting. Ketika ditanya alasannya, informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi menjawab, supaya balita tidak lapar, menangis dan

jajan terus, dan salah satu informan menambahkan, sebaiknya porsi yang

diberikan tidak terlalu banyak atau cukup setengah mangkuk. Sedangkan

informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, menjawab

sebaiknya porsi yang diberikan tidak terlalu banyak, atau sesuai dengan

kemauan balita. Berikut kutipannya:

“Penting, keuna ulah laparen neng, ulah ceurik bae, ulah keuna
jajan bae”
(“Penting, supaya tidak lapar neng, tidak nangis aja, tidak jajan
terus”) (Informan E).
“Atuh sebenernamah lamun loba teuing teh te bagus nyah, atuh
bagusnamah tiga kali setengah mangkok, setengah mangkuk”
111

(“Ya sebenarnya kalo terlalu banyak juga gak bagus yah, sebaiknya
tiga kali setengah mangkuk, atau setengah mangkuk”) (Informan S).
“Atuh hayi loba teuing mah meureun heunteu bagus, sa etana nyana
bae meureun, ja hayi loba teuing mah nyana engapen, penting si”
(“Ya kalo terlalu banyak mah mungkin tidak bagus, sekenyangnya
dia aja kali, kalo terlalu banyak mah dia juga sesak, penting si”)
(Informan A).
“Penting, karena iye, ulah jajan warung kitu soalna kan jajan ka
warung mah jore ka budak”
(“Penting, karena ini, tidak jajan warung gitu soalnya kan jajan ke
warung itu gak bagus buat anak”) (Informan N).

2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan

Sikap terhadap cara pengolahan dan penyajian makanan yang

dimaksud dalam penelitian ini meliputi sikap terhadap pengolahan atau

penyiapan makanan sehat untuk balita, penyajian makanan yang menarik

baik dalam segi tampilan maupun rasa, tempat penyimpanan makanan yang

tertutup dan bersih, dan penggunaan alat masak dan alat makan yang bersih.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan hasil sebagian

besar informan berpendapat bahwa pengolahan makanan yang sehat dan

penyajian makanan yang menarik baik dari tampilan maupun rasanya

merupakan hal yang penting dalam pemberian makan yang baik untuk

balita. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab bahwa dengan

pengolahan makanan yang sehat dapat memberikan makanan yang benar-

benar matang atau lebih baik daripada membelinya diluar, dapat

menghilangkan penyakit yang ada dalam makanan, makanan mengandung

banyak vitamin dan supaya balita suka makan. Selain itu penyajian makanan

yang menarik baik dari segi tampilan maupu rasa menurut informan dapat
112

menyebabkan balita suka makan dan atau meningkatkan nafsu makannya.

Namun terdapat satu informan dari kelompok yang mengalami peningkatan

status gizi berpendapat bahwa penyajian makanan yang menarik bukanlah

hal yang penting dalam pemberian makan untuk balita, karena menurut

informan tersebut yang terpenting adalah balita diberi makan. Berikut

kutipannya:

“Penting, supaya hilang penyakitna, supaya vitamina meureunan


aya, mengeluarkan vitamin anu loba”
(“Penting, supaya hilang penyakitnya, supaya ada vitaminnya
mungkin, mengeluarkan vitamin yang banyak”) (Informan S).
“Atuh heeh ih setuju, penting, iye kan daripada meli, meli mah pan
te nyaho asakna, mendingan nyien sorangan, penting makanan anu
menarik teh, abeh budak resepen, kan amun dihias-hias kitu budak
mah resepen”
(“Ya iyalah setuju, penting, ini kan daripada beli, kalo beli kan tidak
tahu masaknya, lebih baik bikin sendiri, penting makanan yang
menarik itu kan supaya anak pada suka, kalo dihias-hias gitu anak
kan pada suka”) (Informan N).
“Kadang-kadang harus begitu emang, kadang-kadang yang gede
minta, nasinya coba dibentukin kaya di piring di mangkok gitu
ditaro telor, kecapnya dibiken kaya dicoret gitu, penting si, biar
anaknya mau makan, maksudnya biar dia mau makan gitu”
(Informan SM).
“Penting, ya biar mateng, biar bener, kalo penyajian makanan yang
menarik tuh gak penting yang penting dikasi makan” (Informan B).

Seluruh informan berpendapat bahwa penyimpanan makanan di

tempat yang tertutup dan bersih serta penggunaan peralatan masak dan

makan yang bersih merupakan hal yang penting, karena menurut mereka hal

tersebut dapat mencegah pencemaran pada makanan sehingga makanan

tetap bersih dan sehat untuk dikonsumsi. Berikut kutipannya:


113

“Penting, yang bagusnyah kan ditutup biar gak kejatohan apa gitu,
biar bersih” (Informan B).
“Penting, atuh pan abeh ulah kena debu kitu, karagagan naon kitu,
penting atuh ja lamun kotor mah urang nageh te betah nempona”
(“Penting, ya kan supaya ulah kena debu gitu, kejatohan apa gitu,
penting dong, ya kalo kotor tuh kan kita juga gak betah ngeliatnya”)
(Informan A).
“Penting yah, seharusnya kan tertutup gitu lemarinya terus ada
lubangnya buat pertukaran udara, penting dong, ya untuk menjaga
kesehatan” (Informan SM).

3. Frekuensi Pemberian Makan

Sikap terhadap frekuensi pemberian makan yang dimaksud dalam

penelitian ini, adalah pendapat informan utama dalam hal frekuensi atau

seringnya pemberian makan yang ideal bagi balita, serta pendapat informan

utama dalam hal waktu yang tepat dalam pemberian makan untuk balita.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, dapat diketahui seluruh

informan berpendapat bahwa, frekuensi pemberian makan minimal tiga kali

dalam sehari merupakan hal yang penting dalam usaha meningkatkan status

gizi balita. Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab supaya balita tidak

lapar, tidak jajan terus, tidak sakit dan menjadi kuat. Begitu pula ketika

ditanya apakah penting pemberian makan dilakukan pada waktu yang tepat,

seluruh informan menjawab hal tersebut merupakan hal yang penting supaya

balita mau memakan makanannya. Berikut kutipannya:

“Penting, yah takut dia laper gitu biasa dikasi makan, iya udah
rutin, kalo gak dikasi makan suka ngeliatin aja, lapar kali ya, udah
biasa dikasi makan, kalo dikasi jajan juga suka gak mau, dikasi
makan aja” (Informan B).
114

“Penting atuh, abeh ulah keuna jajan bae lah, keuna dahar pan
kurang hayi jajan bae mah, penting, soalna ja te sambari ulin mah te
daeken”
(“Penting dong, supaya tidak jajan terus lah, makan jadi berkurang
kalo jajan terus mah, penting, soalnya kalo gak sambil main mah
gak mau”) (Informan E).
“Penting atuh, atuh abeh ulah gering, abeh kuat, hehe, abeh
sebehen heeh”
(“Penting dong, supaya tidak sakit, supaya kuat, hehe, supaya
kenyang ya”) (Informan A).

4. Pemberian ASI

Sikap terhadap pemberian ASI yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah pendapat informan utama dalam hal pemberian ASI, dan

pemberian ASI saja sampai balita menginjak usia enam bulan atau

pemberian ASI eksklusif 4.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, seluruh informan berpendapat

bahwa pemberian ASI kepada balita merupakan hal yang penting. Ketika

ditanya alasannya, mereka menjawab karena ASI merupakan makanan yang

lengkap untuk balita dan tidak merepotkan dalam pemberiannya

dibandingkan dengan susu formula, serta dapat menyebabkan balita mereka

sehat. Namun meskipun demikian, satu informan baik dari kelompok yang

mengalami peningkatan maupun tidak mengalami peningkatan status gizi,

mengaku tidak memberikan ASI pada balitanya karena ASI informan tidak

keluar. Berikut kutipannya:

4
ASI eksklusif adalah ASI eksklusif adalah Asi Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja kepada bayi
umur 0 – 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan selain obat untuk terapi (pengobatan
penyakit).
115

“Penting, lamun cara bisamah, penting dibere ASI, soalna lamun di


ASI mah aya segala macam makanan, segala aya jeung budak”
(“Penting, kalo emang bisa, penting dikasi ASI, soalnya klo ASI mah
ada segala macam makanan, segala ada buat anak”) (Informan S).
“Penting dong, ya tidak menyusu mah mungkin meninggal dianya,
yang bagus kan susu ASI, kan kalo susu botol mah repot, harus cuci
dulu, kan susu kita mah tinggal di lap doang tinggal disusukan gak
ada masalah”)(Informan A).
“Penting, atuh abeh sehat lamun selain ASI kurang bagus”
(“Penting, supaya sehat, selain ASI kurang bagus”) (Informan SK).

Selain itu sebagian besar informan setuju jika balita hanya diberikan

ASI saja sampai usia enam bulan, atau pemberian ASI eksklusif. Karena

menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita sehat dan terhindar

dari penyakit. Namun dua informan yang balitanya mengalami peningkatan

status gizi menyatakan tidak setuju jika balita hanya diberikan ASI saja

sampai usia enam bulan, karena menurut mereka sebaiknya balita diberi

makanan pendamping ASI sebelum berusia enam bulan, yaitu mulai usia

tiga hari, dua bulan atau tiga bulan. Berikut kutipannya:

“Penting, atuh abeh sehat lamun selain ASI kurang bagus”


(“Penting, ya supaya sehat kalo selain ASI kurang bagus”)
(Informan SK).
“Penting, pentingna karna iye, naon karah, manehna na nahan iye,
nahan panyakit ka budak teh”
(“Penting, pentingna karena ini, apa tuh, dianya bisa menahan ini,
menahan penyakit buat anak gitu”) (Informan N).
“Kurang setuju ya, saya mah biasa ini suka dikasih makanan pisang
mulai tiga hari, paling sampe umur enam bulan suka diganti, kalo
udah berhenti pisang suka dikasih bubur bayi instan “X” atau apa,
abis gimana anaknya mau, kalo gak dikasi pisang suka nangis”
(Informan B).
“Te nyaho nyah, umur dua bulan kitu tilu bulan tos dibere dahar”
116

(“Tidak tahu ya, umur dua bulan gitu tiga bulan sudah diberi
makan”) (Informan S).

5. Pemberian Makanan Tambahan

Sikap terhadap pemberian makanan tambahan yang dimaksud dalam

penelitian ini, adalah pendapat informan utama dalam hal pemberian

makanan tambahan untuk balita, pemberian PMT-P dari puskesmas,

kesukaan balita terhadap PMT-P, kesukaan jajan balita dan kepercayaan

terhadap pantangan makanan.

Seluruh informan berpendapat bahwa pemberian makanan tambahan

merupakan hal yang penting dan baik untuk dilakukan. Ketika ditanya

alasannya, menurut mereka hal tersebut dapat menyebabkan balita tidak

lapar, tidak jajan terus, dan dapat menambah pertumbuhan dan mempercepat

perkembangan balita. Selain itu seluruh informan juga setuju dengan

pemberian PMT-P dari puskesmas, karena menurut mereka hal tersebut

dapat meringankan mereka dalam pemberian makanan untuk balita, dapat

menyebabkan balita sehat, dan karena balita menyukai PMT yang diberikan.

Berikut kutipannya:

“Bagus neng hayi aya mah, barang dahar naon bae geh bagus,
setuju jasa neng dibere ti puskesmas, malah mah atoh jasa, ja nyana
mah lamun ges peting teh kudu aya biskuit bae, lamun eweh teh
ceurik, jejeritan kitu”
(“Bagus neng kalo ada tuh, makanan apa juga bagus, setuju banget
neng dikasi dari puskesmas, malah seneng banget, dia mah kalo
udah malem itu harus ada biskuit aja, kalo gak ada tuh nangis,
teriak gitu”) (Informan E).
117

“Penting, soalna untuk mempertambah pertumbuhan eta supaya


cepet perkembangan bayi, setuju, soalna bisa memperingan
makanan ti imah, soalna kabeh geh serba dibeli nyah”
(“Penting, karena untuk mempertambah pertumbuhan, supaya
mampercepat perkembangan bayi, setuju, karena bisa memperingan
makanan di rumah, karena semuanya kan serba dibeli ya”)
(Informan S).
“Makanan tambahan teh penting, abeh ulah jajan bae, setuju,
karena kan loba budak nu iye, nu karurang gizi”
(“Makanan tambahan itu penting, supaya jangan terus, setuju,
karena kan banyak anak yang kurang gizi”) (Informan N).
“Penting, kan cemilan gitu kaya kita aja mau ngemil, anak kecil
juga harus, ya setuju karena anak saya senengnya biskuit, emang si
kalo biskuit gak kenyang ya, harus di tambahin” (Informan SM).

Sedangkan untuk kesukaan jajan anak, sebagian besar informan

mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian,

mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi,

mengaku bahwa balita mereka tidak suka jajan, karena informan tidak

pernah membiarkan balitanya jajan atau tidak memiliki uang untuk membeli

jajanan. Berikut kutipannya:

“Heunteu can dibere jajan, selain dibere bubur, lamun ningali mah
sok hayang bae, batur ker dahar sok hayang, tapina heunteu dibere”
(“Tidak belum dikasi jajan, selain dikasi bubur, kalo ngeliat suka
mau juga, orang lagi makan suka mau, tapi gak dikasi”) (Informan
S).
“Gak pernah jajan, uang dari mana, takutnya ada tukang dagang
apa aja dipanggilin, takut kebiasaan” (Informan B).
“Ensok, dibere tapina te sering doang, atuh ngawarung kie”
(“Suka, dikasi tapinya gak sering doang, kan punya warung gini”)
(Informan N).
“Suka, itu bapaknya kalo nangis dikasi aja, dari pada nangis
mending diturutin gitu, kaya permen dimakanin” (Informan SM).
118

Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan,

menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan

bisa menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka seharusnya balita

sehat terus dan tidak sakit meskipun balita suka jajan. Sedangkan mayoritas

informan yang balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status

gizi, menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan jika jajan

sembarangan dapat menyebabkan balita sakit, karena menurut mereka

mungkin dalam jajanan tersebut mengandung penyakit yang bisa

menyebabkan balita keracunan atau sakit seperti batuk. Berikut kutipannya:

“Ulah, heunteu setuju ih, atuh ke anak urang sakit kumaha”


“Jangan, tidak setuju ih, nanti kalo anak kita sakit gimana”
(Informan SK).
“Atuh heunteu, heunteu atuh urang keneh anu haliwu lamun gering
mah”
(“Ya enggak, enggak dong, kita juga yang repot kalo sakit”)
(Informan N).
“Setuju, takutnya ada penyakitnya, takutnya ntar mabok, kita kan
gak tahu bikinnya, suka sakit kalo ada apanya” (Informan B).
“Ya, setuju, kan kita gak tahu bikinnya, kan suka pake pengawet,
pewarna makanan, pemanis buatan ya gitu aja” (Informan SM).

Sedangkan untuk kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh

informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita,

baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang. Namun meskipun

begitu, mereka mempercayai pantangan makanan yang dianjurkan oleh

petugas kesehatan, yaitu pantangan makanan yang dapat menyebabkan

penyakit pada balita, seperti coklat, jajanan bakso dan minuman dingin.

Berikut kutipannya:
119

“Percaya, pantanganna ulah jajan ulah emam es, tapi lamun cek
kolot bahela mah percaya te percaya, ja ayenamah geus percaya ka
bidan-bidan lah, ayenamah dibere bae”
(“Percaya, pantangan jangan jajan, makan es, tapi kalo kata orang
dulu percaya gak percaya, karena sekarang udah percaya ke bidan-
bidan lah, sekarang dikasi aja”) (Informan E).
“Percaya manehna te menang ngadahar coklat, ciki kitu”
(“Percaya dia tidak boleh makan coklat, ciki gitu”) (Informan A).
“Gak, cuma suka dibilangin si ikan, pisang, pepaya, kata orang dulu
gak boleh, ya padahal itu bagus, kan vitamin” (Informan SM).

5.3.3 Gambaran Praktik Pemberian Makan

Praktik pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah praktik informan utama dalam usaha pemberian makan kepada balita,

yang meliputi komposisi dan porsi makanan yang diberikan, cara penyiapan

dan penyajian makanan, frekuensi makan, praktik pemberian ASI, dan usaha

pemberian makanan tambahan kepada balita.

Hasil penelitian mengenai praktik pemberian makan selain didapatkan

dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama, juga

didapat dari hasil wawancara mendalam dengan informan pendukung yaitu

keluarga informan utama dan staf puskesmas pagedangan yang terlibat

langsung dalam program PMT-P, serta dari hasil observasi terhadap praktik

pemberian makan yang dilakukan oleh informan utama.

1. Komposisi dan Porsi Makanan

Komposisi dan porsi makanan yang dimaksudkan dalam penelitian

ini adalah komposisi dan porsi makanan yang diberikan informan utama

kepada balitanya dalam sekali makan.


120

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan

utama dari dua kelompok, dapat diketahui bahwa komposisi makanan yang

diberikan informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, tidak

berbeda dengan komposisi makanan yang diberikan informan yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Sebagian besar informan

mengaku memberikan makanan utama berupa nasi dengan satu macam lauk

saja, seperti telur, ikan, tempe, tahu, atau abon sapi, atau hanya nasi dengan

kuah sayur saja, seperti kuah sayur sop, bayam, kangkung atau toge. Selain

itu sebagian besar informan juga lebih sering memberikan makanan utama

hanya berupa nasi ditambah garam atau kecap, dan terdapat beberapa

informan yang terkadang memberikan makanan instan, seperti bubur bayi,

bubur nasi atau mie instan.

Satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi

mengaku jarang memberikan lauk dalam makanan balitanya, informan

tersebut hanya memberikan nasi dengan kuah sayur asam, sop, atau bayam.

Sedangkan satu informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi,

mengaku sering memberikan makanan dengan komposisi yang cukup

beragam atau sama dengan makanan keluarga, yaitu terdiri dari nasi,

ditambah tempe atau tahu, telur dan sayuran seperti toge, kangkung, dan

bayam.

Sedangkan untuk konsumsi buah, sebagian besar informan mengaku

jarang memberikan buah kepada balitanya. Namun meskipun demikian,

terdapat dua informan yang terkadang memberikan buah berupa jeruk, apel
121

atau pisang satu sampai dua kali dalam seminggu. Dan untuk konsumsi

susu, hanya dua informan utama dari kelompok yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi yang rutin memberikan susu kepada balitanya.

Adapun porsi makanan yang diberikan informan utama yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi, ternyata lebih besar dari pada

yang diberikan informan utama yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi. Informan yang balitanya mengalami peningkatan

status gizi, rata-rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau

bubur yaitu minimal 100 gram tim yang setara dengan 50 gram nasi, atau

bubur setengah mangkuk sekitar 300 gram yang setara dengan 75 gram nasi,

dan maksimal memberikan nasi sebanyak lima sendok makan penuh atau

sekitar 100 gram nasi, seluruh informan mengaku selalu memberikan bubur,

nasi atau tim dalam porsi yang sama meskipun olahannya berbeda.

Sedangkan porsi makanan pokok yang diberikan tiga dari empat informan

yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, adalah sebanyak

dua sendok makan atau sekitar 10 gram, namun meskipun demikian,

terdapat satu informan yang sering memberikan nasi sebanyak satu centong

atau sekitar 100 gram.

Untuk porsi lauk, dua informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi, mengaku terkadang memberikan telur sebanyak satu

butir atau sekitar 60 gram, dan satu informan yang lain mengaku selalu

memberikan lauk seperti telur sebanyak setengah butir atau sekitar 30 gram,

ditambah tahu atau tempe sebanyak satu potong atau sekitar 25 gram.
122

Sedangkan tiga informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan

status gizi, mengaku memberikan lauk seperti telur dan ikan sedikit sekali

atau hanya sebagai pelengkap, dan jarang dimakan oleh balita, namun dua

informan diantaranya, mengaku terkadang balitanya menghabiskan tahu atau

tempe sebanyak satu potong atau sekitar 25 gram.

Sedangkan untuk porsi sayur, sebagian besar informan mengaku

hanya memberikan kuahnya saja, atau jarang diberikan bersama sayurnya.

Sedangkan untuk porsi buah, tiga informan mengaku terkadang memberikan

satu buah jeruk sekitar 100 gram atau pisang sekitar 50 gram. Dan untuk

pemberian susu, satu dari dua informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi dan berusia dibawah dua tahun, mengatakan selalu

memberikan susu formula sebanyak dua botol kecil atau sekitar 100 ml,

yang diberikan enam kali dalam sehari sebagai pengganti ASI, sedangkan

satu informan yang memiliki balita berusia 3,5 tahun mengaku selalu

memberikan susu kental manis satu gelas belimbing atau sekitar 250 ml,

yang diberikan tiga sampai empat kali sehari. Berikut kutipannya:

“Buburna setengah mangkok sakali dahar, aya meureun lima sendok


gede, ngetim sarua lobana jeung bubur, sakali-kali dipasihan jeruk
jeung telor kitu dihijiken jeung buburna, sanguna setengah mangkok
keneh, atuh wortel jeung kentang diparudan saeutik, saminggu tilu
kali, susuna sakali eta dua botol leutik sakali nginum, genep kali
masihan”
(“Buburnya setengah mangkuk sekali makan, ada kali lima sendok
besar, nasi tim banyaknya sama dengan bubur, sekali-kali dikasi
jeruk sama telur gitu, seminggu tiga kali disatukan di buburnya,
nasinya setengah mangkuk juga, wortel dan kentang diparut sedikit,
susu dua botol kecil sakali minum, enam kali ngasi”) (Informan S).
123

“Sangu paling geh setengah centong bae manehna mah, sacentong


pang lobana, aya beak aya heunteu neng, paling aya sahuap atau
dua huap deui, atuh menehnamah aya genep aya tujuh sendok
beakna, endogna sabelah berang, sebelah sore, lamun endog mah
beak, tempe tahu sakeret, atuh make kangkung, bayem ke sayur sop
naon bae neng, pake kuahna bae neng, kadang mie sabungkus
dibagi dua make sangu sacentong-sacentong duaan tea, susu kental
manis sagelas balimbing, seringna tilu kali sapoe, tapi kadang sok
opat kali”
(“Nasi paling juga setengah centong aja dia tuh, secentong paling
banyak, kadang habis kadang enggak neng, paling ada satu suap
atau dua suap lagi, ya dia tuh ada enam ada tujuh sendok habisnya,
telurnya sebelah siang, sebelah sore, kalo telur tuh habis, tempe
tahu sepotong, ya pake kangkung, bayam terus sayur sop apa aja
neng, pake kuahnya aja, kadang mie satu bungkus dibagi dua pake
nasi secentong-secentong berdua itu, susu kental manis segelas
belimbing, seringnya tiga kali sehari, kadang suka empat kali”)
(Informan E).
“Paling setengah centong doang disiuken, seep namah paling geh
dua sendok, kadang-kadang mah lima sendok tapi jarang, saeutik
doang laukna tilok loba nyanamah, lauk mah beak dibalang-
balangken, lamun tempe mah sapoe beak lah dua keret mah, tahu
sakeret, kupat paling sabelah tea dibelah deui, ngadaharna
saparapat tea, seringna mah sangu make abon bae”
(“Paling setengah centong doang diambilin, habisnya paling juga
dua sendok, kadang-kadang lima sendok tapi jarang, sedikit doang
ikannya tidak pernah banyak dia tuh, ikan tuh habis di lempar-
lempar, kalo tempe tuh sehari habis dua potong tuh, tahu sepotong,
ketupat paling sebelah itu dibelah lagi, makannya seperempat itu,
seringnya tuh”) (Informan N).
“Sacentong mah aya, seep hayi ker seep mah, tempena atuh paling
sakeret, kadang lauk asin dua mah, kangkung kadang-kadang,
bayem, lamun ker te boga mah, pake uyah geh manehnamah daeken,
jeung kecap, atuh kadang meli apel jeung jeruk lamun aya
duitnamah saminggu sakali meureun”
“Secentong tuh ada, habis kalo lagi habis, tempenya paling
sepotong, kadang ikan asin dua tuh,kangkung kadang-kadang,
bayem, kalo lagi gak punya, pake garam juga dia mau, sama kecap,
124

kadang beli apel sama jeruk kalo ada, seminggu sekali mungkin”
(Informan A).
“Ya nasi setengah centong, itu juga abisnya cuma tiga suap, dua
suap habis, sama kuah sayur aja, bubur juga habisnya ya gitu aja
dua suap, tiga suap sudah” (Informan SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan keluarga informan utama, didapatkan informasi yang sama dengan

yang diceritakan informan utama. Berikut kutipannya:

“Te nyaho sih, bubur “X”, kadang-kadang dibere bubur sih


samangkok geh te beak sih, aya setengah mangkok beak mah”
(“Tidak tahu sih, bubur “X”, kadang-kadang dikasi bubur si
semangkok juga gak habis, ada setengah mangkuk habis tuh”)
(Informan keluarga S).
“Kejo, endog, tempe atuh, eta sapiring leutik, heunteu beak sih
paling geh saeutik deui sok nyesa, atuh paling endog jeung tempena
sakeret”
(“Nasi, telur, tempe juga, itu sepiring kecil, gak habis si paling juga
sedikit lagi sisa, ya paling telur sama tempenya sepotong”)
(Informan keluarga E).
“Duka atuh, sangu ja carang dahar, paling geh sangu jeung abon,
bubur sangu geh kadang ensok, tahu nyah daeken, tempe seep sahiji
mah”
(“Tidak tahu yah, nasi, jarang makan, paling juga nasi sama abon,
bubur nasi juga kadang suka, tahu ya mau, tempe habis satu potong
tuh”) (Informan keluarga N).
“Sangu sering na make kecap, paling sacentong, sayur bayem,
kangkung, sayur asem geh beki, atuh kadang make endog, kadang
jeung lauk asin kos tembang dua mah, kadang lauk teri”
(“Nasi sering nya pake kecap, paling secentong, sayur bayem,
kangkung, sayur asem juga suka, ya kadang pake telur, kadang sama
ikan asin kaya tembang dua tuh”) (Informan keluarga A).
“Ya suka nasi sama sayur asem, sedikit makannya, bubur, sayur
bayem, sayur asem” (Informan keluarga SM).
125

Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali dalam dua

waktu makan yang berbeda, didapatkan hasil yang hampir sama dengan

yang diceritakan informan. Yaitu untuk informan dari kelompok yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi, informan yang pertama terlihat

memberikan bubur bayi instan “X” sebanyak 3 sendok makan atau satu

bungkus ukuran 20 gram pada observasi yang pertama, dan memberikan

nasi tim dicampur garam sebanyak tiga sendok makan atau sekitar 100 gram

yang setara dengan 50 gram nasi pada observasi yang kedua. Kemudian

informan kedua, terlihat memberikan nasi setengah mangkuk sekitar 100

gram ditambah kecap dan parutan wortel dan kentang pada observasi yang

pertama, dan memberikan nasi saja tanpa lauk sekitar setengah mangkuk

atau lima sendok makan atau sekitar 100 gram pada observasi yang kedua.

Sedangkan informan terakhir memberikan mie rebus yang dimakan sendiri

oleh balitanya sebanyak setengah mangkuk atau sekitar 35 gram pada

observasi yang pertama, dan memberikan nasi sebanyak satu centong atau

sekitar 100 gram, yang ditambah dengan sayur toge dicampur tahu putih

goreng tiga sendok makan atau sekitar 30 gram, dan bakwan jagung dua

potong sedang atau sekitar 40 gram pada observasi yang kedua.

Sedangkan dari observasi yang dilakukan pada kelompok informan

yang tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil yaitu

informan pertama memberikan dodol tape sekitar 10 gram dan biskuit “X”

satu keping sekitar 5 gram selama waktu makan siang pada observasi yang

pertama, dan memberikan nasi dengan kecap sekitar dua sendok makan atau
126

sekitar 10 gram ditambah setengah potong bakso kecil sekitar 20 gram pada

observasi yang kedua. Kemudian informan kedua memberikan nasi yang

hanya dimakan balita sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram

ditambah abon sapi satu sedok makan atau sekitar 5 gram pada observasi

yang pertama, dan bubur beras dengan kecap yang hanya dimakan balita

sebanyak lima ujung sendok makan atau sekitar 80 gram yang setara dengan

20 gram nasi pada observasi yang kedua. Sedangkan informan ketiga

memberikan nasi sebanyak setengah mangkuk atau satu centong atau sekitar

100 gram, ditambah tempe oreg sebanyak satu sendok makan atau sekitar 20

gram pada observasi yang pertama, dan memakan biskuit “X” sebanyak

delapan keping atau sekitar 30 gram selama waktu makan pagi pada

observasi yang kedua. Dan untuk informan terakhir, dia memberikan nasi

dengan kuah sayur asam yang hanya dimakan balita sebanyak dua ujung

sendok makan atau sekitar 10 gram pada observasi yang pertama, dan

memberikan roti tawar yang hanya dimakan balita sebanyak seperempat

lembar atau sekitar 20 gram pada observasi yang kedua. Menurut keterangan

informan utama dan keluarga, makanan utama yang diberikan informan

selama satu hari pada umumnya sama karena mereka hanya melakukan

proses memasak satu kali dalam sehari dengan jenis bahan makanan yang

sama.
127

2. Cara Pengolahan dan Penyajian Makanan

Cara pengolahan dan penyajian makanan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah cara penyiapan dan pengolahan makanan balita,

penyajian makanan balita, tempat penyimpanan makanan, penggunaan alat

masak dalam pengolahan makanan, dan alat makan yang digunakan balita

dalam menyantap makanan.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan utama, dapat diketahui bahwa pengolahan makanan pokok yang

dilakukan seluruh informan pada umumnya dengan cara direbus atau

disiram air panas sehingga menjadi nasi tim, bubur atau nasi. Sedangkan

untuk lauk pauk seperti telur, tahu dan tempe diolah dengan cara digoreng

menggunakan minyak kelapa sawit dan untuk sayuran seperti bayam dan

sayur sop pada umumnya diolah dengan cara direbus. Dan seluruh bahan

makanan selalu dicuci bersih sebelum diolah atau dimasak.

Sedangkan dalam hal penyajian makanan, seluruh informan

mengaku menyajikan makanan secara biasa saja tanpa dihias dan hanya

ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa. Dan mengenai rasanya, sebagian

besar informan mengaku tidak membedakan rasa makanan balita dengan

anggota keluarga lainnya, dan selain itu menurut informan rasa yang

dominan dalam makanan balitanya adalah asin, manis atau gurih. Namun

meskipun demikian, terdapat informan dari kelompok yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi, yang mengaku memberikan makanan


128

balita dengan rasa yang berbeda jika dibandingkan dengan yang diberikan

kepada anggota keluarga lain, yaitu tidak terlalu asin jika untuk balita.

Sebagian besar informan mengaku selalu menyimpan makanan yang

telah diolah dengan cara ditaruh di mangkuk dan diletakkan diatas meja

yang kemudian ditutup dengan penutup makanan, atau ditaruh dalam lemari

tertutup sebelum dihidangkan. Sedangkan untuk penggunaan alat masak dan

alat makan, seluruh informan mengaku selalu menggunakan peralatan yang

dicuci bersih sebelum digunakan. Berikut kutipannya:

“Lamun bubur na anu meli di warung, cara ngolah na atuh di


mangkok bae make cai termos laju dipasihan air dingin kitu,
kadang-kadang ditambahan telor dikulub tea, dihijiken, di ka bubur
bayi instan “X” ken kadang-kadang, kadang-kadang mah ngetim
kitu dicampur jeung bayem, jeung wortel kitu, lamun sangu biasa
bae, rasana ulah terlalu asin kitu, tara disimpen, langsung bae di
mangkok dipasihan”
(“Kalo bubur yang beli di warung, cara masaknya ya di mangkuk
aja pakai air termos terus dikasi air dingin gitu, kadang-kadang
ditambah telur direbus itu, disatukan, di taro sama bubur bayi instan
“X” kadang-kadang, kadang-kadang masak nasi tim gitu dicampur
sama bayam, sama wortel gitu, kalo nasi biasa aja, rasanya jangan
terlalu asin gitu, tidak pernah disimpen, langsung aja di mangkuk
dikasinya”) (Informan S).
“Cara masakna digoreng, direbus bae, jeung budak mah bagusan
direbus, sarua bae lah masak mah, heunteu dibeulem, lamun mere
biasa bae, diaurkeun di mangkok bae, sendok, jeung cai nginumna
ditenden bae deket nyana, di ubin bae, dahar sorangan, tilok
dihuapan, te daekeun, disimpen bae dilamari ditutupan”
(“Cara masaknya digoreng, direbus aja, buat anak tuh bagusan
direbus, sama aja lah masak tuh, tidak dibakar, kalo ngasi biasa aja,
ditaburkan di mangkok aja, sendok, dan air minumnya ditaro aja
dekat dia, di lantai aja, makan sendiri, tidak pernah disuapin, gak
mau, disimpan aja dilemari ditutup”) (Informan N).
129

“Direbus, kadang-kadang kalo bosen ditumis, bagusnya sampe


mateng, kalo nasi pake pemanas, makannya pake mangkok aja,
disuapin, kalo makanannya ya disimpen di lemari aja tertutup,
paling ada lobangnya dibelakang” (Informan SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang

diceritakan informan utama, meskipun salah satu informan keluarga

menjawab tidak tahu karena jarang memperhatikan. Berikut kutipannya:

“Atuh diseduh bae, sampe ka asak bae lah, diberena di mangkok bae
pake sendok, biasa bae teu dihias-hias”
(“Ya diseduh aja, sampe matang aja lah, dikasinya di mangkok bae
pake sendok, biasa aja gak dihias-hias”) (Informan keluarga S).
“Lamun nyangu mah nyangu biasa, lamun digoreng ya digoreng,
lamun sayur asem mah di rebus atuh, dahar sorangan nyanamah”
(“Kalo masak nasi ya masak nasi biasa, kalo digoreng ya digoreng,
kalo sayur asem ya direbus dong, makan sendiri dia tuh”) (Informan
keluarga N).
“Gak tahu hehe” (Informan keluarga SM).

Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali, didapatkan

hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu

pengolahan bahan makanan beras dilakukan dengan cara direbus kemudian

dikukus untuk membuat nasi atau bubur, lauk pauk seperti tempe dan tahu

umumnya digoreng atau ditumis menggunakan minyak kelapa sawit, dan

untuk sayuran seperti sayur asam, toge dan kacang diolah dengan cara

direbus atau ditumis. Makanan disajikan dalam mangkuk biasa tanpa hiasan

atau pemanis apapun, kemudian disuapkan kepada balita atau dimakan


130

sendiri oleh balita dengan menggunakan sendok makan biasa. Alat-alat yang

digunakan umumnya selalu dicuci dan terlihat bersih.

3. Frekuensi Pemberian Makan

Frekuensi pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah frekuensi atau seringnya pemberian makan yang dilakukan informan

utama untuk balitanya, serta waktu dalam pemberiannya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan

utama, didapatkan hasil seluruh informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi, mengaku selalu rutin memberikan makanan utama

sebanyak tiga kali dalam sehari, dan salah satu informan menambahkan

bahwa frekuensi pemberian makan tiga kali sehari yang dilakukannya, baru

berlangsung sekitar dua minggu, sebelumnya dia selalu memberikan

makanan utama sebanyak lima kali dalam sehari atau setiap dua jam sekali

mengikuti saran ahli gizi. Sedangkan mayoritas informan yang balitanya

tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku lebih sering memberikan

makan utama sebanyak dua kali sehari, dan bahkan terkadang hanya

memberikan makan utama satu kali dalam sehari, jika balita sedang tidak

mau makan atau sedang bepergian.

Sedangkan untuk waktu pemberian makan, seluruh informan

mengaku selalu memberikan makan pada waktu pagi, siang dan sore hari.

Selain itu seluruh informan mengatakan, pemberian makan yang dilakukan

tidak mengikuti jam makan yang sama setiap harinya, karena pemberian

makan dilakukan ketika mereka selesai mengerjakan pekerjaan rumah atau


131

ketika anak meminta makan. Dan agar balitanya mau makan, dua informan

diantaranya selalu memberikan makan ketika balita sedang bermain. Berikut

kutipannya:

“Tapi ayenamah tilu kali sapoe, lamun isuk jem opat jem genep jem
sepuluh, trus setengah dua, trus sore jem opat deui dipasihana,
lamun tos magrib manehnamah ges sare, lamun ker iye mah haliwu
kadang-kadang ti peuting geh sok menta, dipang nyeduhken bubur
bayi instan “X” dua kali geh masih keneh cerik bae, lamun ker iye
mah sampe lima kali sapoe, lobaan ker gizi buruk, ayena mungkin
ges dua minggu berkurangna, eker umur genep bulan mah ampe
umur satahun tiap dua jam sekali dipasihan dahar, daeken bae hehe
kan dibere vitamin meureunnyah”
(“Tapi sekarang tuh tiga kali sehari, kalo pagi jam empat jam enam
jam sepuluh, terus setengah dua, terus sore jam empat lagi
dikasihnya, kalo habis magrib dia tuh dah tidur, kalo dulu ini tuh
repot kadang-kadang kalo malam juga suka minta, diseduhkan
bubur bayi instan “X” dua kali juga masih nangis aja, kalo dulu
sampai lima kali sehari makannya, waktu gizi buruk, sekarang
mungkin sudah dua minggu berkurangnya, waktu umur enam bulan
sampai umur setahun tiap dua jam sekali dikasi makan, mau aja
hehe kan dikasi vitamin kali yah”) (Informan S).
“Tilu kali lamun daek, lamun te daekmah kos ayena can daeken,
lamun te daeken mah daharna paling geh sakali doang sapoe teh,
soalna iye nyanamah lobana nyusu, kadang dua kali, tilu kali,
kalobaana mah dua kali isuk jeung sore, lamun menta, soalna
ditawaran geh embungen lamun te menta mah, menta sorangan iye,
mi emam kitu ngomongna, sering dicokotken bae daharna”
(“Tiga kali kalo mau, kalo gak mau kaya sekarang belum mau, kalo
gak mau tuh makannya paling juga sekali doang sehari tuh, soalnya
ini dia tuh banyaknya menyusu, kadang dua kali, tiga kali,
keseringan tuh dua kali pagi sama sore, kalo minta, soalnya
ditawarin juga gak mau kalo gak minta tuh, minta sendiri ini, umi
makan gitu ngomongnya, sering diambilin aja makannya”)
(Informan N).
“Sehari aja kadang-kadang tiga kali, tiga kali ya begitu terus,
seringnya dua kali, jam setengah lapan kalo pagi, tapi kadang
bangun siang, kalo siang jam satu, kalo sore jam lima lebih ato jam
132

enam, seringnya jam segitu tapi gak rutin, kalo dia gak mau ya udah
aja, dipaksa kan gak mau, tapi kadang-kadang mau, sebenernya
kadang sayanya ini ngejar waktu, kan dagang ke sekolah, kalo
sambil disekolah gak pernah mau di suapin” (Informan SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang

diceritakan informan utama. Berikut kutipannya:

“Tilu kali meureun, daharna loba kitu”


(“Tiga kali mungkin, makannya banyak gitu”) (Informan keluarga
S).
“Atuh ker kapeng mah tilu kali, hayi heunteu kapeng mah sakali
lain, hayi tipeuting mah heunteu, sosorean doang lah, kadang-
kadang dua kali, kalobaana mah dua kali isuk jeung sore enya,
lamun tengah hari kiye mah paling geh barang dahar doang, naon
bae kitu lah”
(“Ya kalo lagi mau tuh tiga kali, kalo lagi gak mau tuh sekali bukan,
kalo malem tuh enggak, sore-sore doang lah, kadang-kadang dua
kali, keseringan tuh dua kali pagi sama sore, kalo tengah hari gini
paling juga ngemil doang, apa aja gitu lah”) (Informan keluarga N).
“Gak tentu juga, dua kali tiga kali lah ya, ya biasanya jam tujuhan
sarapan, ibunya yang tahu, emang si kayanya ibunya juga ya yang
gak berusaha nyuapin, kalo dia mah nyuapinnya maunya didalem
rumah aja, kalo anaknya gak mau makan ya udah aja, gak pernah
mau nyuapin diluar gitu” (Informan keluarga SM).

Dari observasi yang dilakukan pada dua waktu makan yang berbeda,

didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan.

Yaitu informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu

memberikan makanan utama pada waktu pagi dan siang hari, serta makanan

diberikan ketika anak terlihat lapar atau meminta makanan.


133

Sedangkan observasi yang dilakukan terhadap informan yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, didapatkan hasil yang

sedikit berbeda dengan yang diceritakan informan. Yaitu pada observasi

yang pertama, mayoritas informan tidak memberikan makanan utama

sepanjang waktu makan siang balita. Namun pada observasi yang kedua,

terlihat lebih banyak informan yang memberikan makanan utama pada

waktu makan balita. Waktu pemberian makan pada umumnya pada pagi,

siang atau sore hari, dan diberikan ketika anak meminta makanan atau

terlihat lapar dan ketika anak bangun tidur.

4. Pemberian ASI

Pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik

pemberian ASI yang dilakukan informan utama untuk balitanya, meliputi

waktu dimulainya pemberian ASI, lamanya pemberian ASI, waktu

dimulainya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), jenis dan porsi

MP-ASI untuk balita.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan

utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan langsung

memberikan ASI setelah balita dilahirkan. Namun meskipun demikian,

sebagian besar informan mengatakan bahwa ASI mereka baru keluar setelah

tiga hari melahirkan, dan salah satu diantaranya mengganti ASI dengan susu

formula.
134

Selain itu untuk lamanya pemberian ASI, lima informan selalu

memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun, satu informan yang lain

mengaku sudah tidak memberikan ASI sejak balita berusia tiga bulan karena

balita tidak mau menyusu, dan satu informan yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak pernah memberikan ASI

dan menggantinya dengan susu formula karena ASInya tidak keluar. Selain

itu satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, mengaku

masih memberikan ASI meskipun balita sudah menginjak usia dua tahun.

Sedangkan frekuensi pemberian ASI menurut sebagian besar

informan, adalah 8-15 kali dalam sehari, bahkan bisa lebih dari itu jika

balita sering minta menyusu. Dan waktu pemberian ASI menurut seluruh

informan adalah ketika anak menangis, minta menyusu atau pada jam

biasanya balita diberikan ASI.

Selain itu seorang informan dari kelompok yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi, mengaku memberikan susu formula

selama satu bulan sebagai tambahan ASI, yang diberikan sebanyak lima

botol kecil ukuran 50 ml atau setara dengan 250 ml sehari, dan seorang

informan lain dari kelompok yang sama, mengaku sudah memberikan susu

formula ketika anak berusia tiga bulan sebagai pengganti ASI sebanyak 12

botol kecil sehari atau setara dengan 600 ml sehari dan mengatakan pernah

memberikan susu formula khusus dari rumah sakit selama dua bulan saat

anak mengalami gizi buruk. Sedangkan dua dari tiga informan yang

memberikan ASI mengaku terkadang memberikan susu formula atau susu


135

UHT dua sampai tiga kali seminggu sekitar kurang lebih 20 sampai 30 ml

sehari, sedangkan satu informan yang lain mengaku anaknya kurang

menyukai susu formula. Berikut kutipannya:

“Waktu umur sabulan sampe dua bulan dibere ASI, laju manehna
embung, ASIna laju saat, laju diganti susu botol, susu “X”, anu
ukuran 150 gram sabungkus sapoe, ker genep bulan dibere susu
khusus “Y” sampe umur dalapan bulan kitu, dicampur jeung susu
“X” bae, lamun ayena mah susuna genep kali sapoe, kadang mah
susu “Z”, kadang mah campur jeung “X”, isuk-isuk jam genep, jam
sembilan, jam dua belas, ke jam setengah tilu, sore tah setengah
tujuh kitu, kadang-kadang peting jam setengah sepuluh ato sebelas,
atos, sakali eta dua botol, soalna botolna pan letik nyah, dua botol
sakali minum, nyeduhna atuh opat sendok susu, opat sendok
sabotol”
(“Waktu umur sebulan sampe dua bulan dikasi ASI, terus dia gak
mau, ASInya kemudian kering, kemudian diganti susu botol, susu
“X”, yang ukuran 150 gram sebungkus sehari, waktu umur enam
bulan dikasi susu khusus “Y” sampe umur delapan bulan gitu,
dikasinya dicampur sama susu “X” aja, kalo sekarang tuh susunya
enam kali sehari, kadang tuh susu “Z”, kadang tuh campur sama
susu “X”, pagi-pagi jam enam, jam sembilan, jam dua belas, terus
jam setengah tiga, sore tuh jam setengah tujuh gitu, kadang-kadang
malam jam setengah sepuluh atau setengah sebelas, sudah, sekali itu
dua botol, soalnya botol kecil kan, dua botol sekali minum, buatnya
ya empat sendok susu, empat sendok sebotol”) (Informan S).
“Kan mimiti lahir langsung dibere, eweh caian tah, ke ges tilu poe
mah aya kan caina, tapina disusukeun bae, teu dibere nanaon, ASI
bae, nepi ayena ASI bae, susu kardusan mah embungen, merena
dalapan kali meureun sapoe, ja nyusu bae, atuh nek sare, unggal
jem geh hayi kadang dibere bae”
(“Kan sejak lahir langsung dikasi, gak ada airnya tuh, terus setelah
tiga hari tuh ada kan airnya, tapi di kasi menyusu terus, gak dikasi
apa-apa, ASI aja, sampe sekarang ASI aja, susu kardus tuh pada gak
mau, dikasinya delapan kali mungkin sehari, soalnya menyusu terus,
mau tidur dikasi aja, tiap jam juga kadang dikasi”) (Informan SK).
“Kalo semua anak saya nol sampai dua tahun, setelah lahir suka
dikasi, tapi ini udah dua tahun juga belum berhenti, saya lahiran
136

juga suka langsung dikasi, selain nenen dikasi susu juga, gak tentu,
lebih sering nenen daripada susu, kalo susu kadang suka minta,
sering nenen dia tuh, suka minta aja, dikasinya setiap mau tidur,
mau nangis, kadang-kadang minta sendiri, minta nenen gitu, paling
tiap dua jam kali” (Informan SM).

Dan untuk waktu dimulainya pemberian MP-ASI, didapatkan hasil

sebagian besar informan mengaku sudah memberikan MP-ASI sebelum

balita berusia enam bulan, bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan

MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Jenis

MP-ASI yang diberikan adalah pisang, bubur bayi instan “X” atau bubur

nasi.

Sedangkan porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok

yang mengalami peningkatan status gizi, ternyata lebih banyak dari pada

porsi MP-ASI yang diberikan informan dari kelompok yang tidak

mengalami peningkatan status gizi. Yaitu rata-rata informan yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi memberikan bubur bayi instan “X”

minimal 20 gram dalam sekali makan, dan terdapat satu informan yang

selalu memberikan bubur bayi instan “X” enam bungkus sehari ukuran 120

gram sejak balita berusia enam bulan dan bertambah menjadi 12 bungkus

sehari sejak balita berusia 6-12 bulan. Sedangkan informan yang balitanya

tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku hanya memberikan bubur

bayi instan “X” maksimal dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram

dalam sekali makan. Berikut kutipannya:


137

“Keur umur dua bulan geh dibere bubur bayi “X” tapina saeutik
can loba, opat bulan seep genep bungkus sapoe, dipasihana tilu kali,
anu ketengan 2500 di warung sakali masihan, trus sampe umur
genep bulan kadie 12 bungkus sapoe, kadang dipasihan telor saeutik
dihijiken, tiap dua jam sekali dipasihan dahar”
(“Waktu umur dua bulan juga dikasi bubur bayi instan “X” tapinya
sedikit belum banyak, empat bulan habis enam bungkus sehari, yang
ketengan 2500 di warung sekali kasi makan, terus sampai umur
enam bulan kesini 12 bungkus sehari, kadang dikasi telur sedikit
disatukan, tiap dua jam sekali dikasi makan”) (Informan S).
“Engges umurna tereh lima bulan dibere bubur bayi instan “X” bae
saeutik ja te gembul, ngalemotan doang, sapoe dua kali, sabungkus
tea dibere dua kali tapina te seep, anu sarebu tea, ukuran 20 gram,
bubur teh umur dalapan bulan, bubur heulan laju karak sangu,
sembilan bulan meureun geus dibere sangu sarua bae lah keur jeung
orok lobana, lamun gues gede mah naon bae ja”
(“Sudah hampir umur lima bulan dikasi bubur bayi instan “X” aja
sedikit soalnya tidak gembul, diemutin doang, sehari dua kalo,
sebungkus itu dikasi dua kali tapi gak habis, yang seribu itu, ukuran
20 gram, bubur tuh emur delapan bulan, bubur dulu baru nasi,
sembilan bulan mungkin yang sudah dikasi nasi sama aja dengan
waktu bayi banyaknya, kalo udah gede tuh apa aja juga dikasi”)
(Informan SK).
“Karak lahir dibere kan cau ambon, cau apu, tilu bulan geh geus
dibere kitu, dibere bubur bayi instan “X”, cau ambon, lobaan ayena
sih, soalna iye nyanamah lobana nyusu, jadi kurang dahar”
(“Baru lahir juga kan pisang ambon, pisang apu, tiga bulan juga
sudah dikasi gitu, dikasi bubur bayi instan “X”, pisang ambon, lebih
banyak sekarang sih, soalnya ini dia tuh lebih banyak menyusu, jadi
kurang makan”) (Informan N).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang sama dengan yang

diceritakan informan utama. Berikut kutipannya:

“Heunteu dibere ASI nyana mah, nyorang meureun keur iye, paling
geh bubur bayi instan “X” tea, te nyaho berahana mah, ibu bae nu
mere, setengah mangkok meureun”
138

(“Gak dikasi ASI dia tuh, pernah mungkin waktu dulu, paling juga
bubur bayi instan “X” itu, gak tahu berapa nya, ibu aja yang ngasi,
setengah mangkuk kali”) (Informan keluarga S).
“Nyusu, atuh kumaha budak bae, ja te tentu, atuh sering, te nyaho
tanya bae ka ibuna, ker orok mah bubur bayi instan “X”, atuh
ayenamah bubur, lobaan ayena atuh”
(“Menyusu, ya gimana anak aja, gak tentu, ya sering, gak tahu tanya
aja sama ibunya, waktu bayi tuh bubur bayi instan “X”, ya sekarang
tuh bubur, lebih banyak sekarang dong”) (Informan keluarga SK).
“Iya suka nenen, nenenya pagi, kadang-kadang suka, kadang-
kadang enggak” (Informan keluarga SM).
“Ti mimiti lahir geh dibere kan cau ambon, cau apu, laju dibere
bubur bayi instan “X” nyah, tilok loba nyana mah”
(“Dari mulai lahir juga dikasi kan pisang ambon, pisang apu, terus
dikasi bubur bayi instan “X” yah, gak pernah banyak dia tuh”)
(Informan keluarga N).

Dari hasil observasi yang dilakukan sebanyak dua kali, didapatkan

hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu sebagian

besar informan selalu memberikan ASI atau susu formula saat balita

menangis atau meminta susu dan diberikan hampir sepanjang wawancara

dilakukan, sedangkan dua informan yang lain tidak dapat di observasi

karena balita sudah berumur diatas dua tahun dan sudah tidak diberikan

ASI. Sedangkan untuk pemberian MP ASI, salah satu informan dari

kelompok yang mengalami peningkatan status gizi, terlihat masih

memberikan bubur bayi instan “X” yang diberikan dari puskesmas sebanyak

tiga sendok makan atau sekitar 20 gram pada salah satu observasi,

sedangkan salah satu informan dari kelompok yang tidak mengalami

peningkatan status gizi, ketika diwawancara dipuskesmas mengatakan baru


139

memberikan bubur bayi “X” sebanyak dua sendok makan atau setengah

bungkus atau sekitar 10 gram.

5. Pemberian Makanan Tambahan

Pemberian makanan tambahan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah apa yang dilakukan informan utama dalam usaha pemberian

makanan tambahan untuk balita, yang meliputi jenis dan waktu pemberian

makanan tambahan, kebiasaan jajan dan jenis jajanan.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan utama, didapatkan hasil bahwa sebagian besar PMT-P yang

diberikan puskesmas baik biskuit ataupun susu, tidak hanya dinikmati oleh

balita penerima PMT-P saja, namun juga dinikmati oleh anggota keluarga

yang lain atau bahkan oleh informan sendiri. Selain itu terdapat informan

yang balitanya mengalami penurunan status gizi, yang mengaku terkadang

memberikan PMT-P dari puskesmas kepada tetangga terdekat sebanyak satu

bungkus. Namun meskipun demikian, mayoritas informan yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi, mengaku hanya memberikan satu

sampai tiga keping biskuit kepada anggota keluarga yang lain dan jarang

memberikan susu dari puskesmas kepada anggota keluarga lain selain balita

penerima PMT-P.

Dua informan dari kelompok yang balitanya mengalami peningkatan

status gizi, mengatakan bahwa balitanya selalu memakan biskuit 10 keping

sehari atau sekitar 100 gram. Sedangkan satu informan yang lain

menghabiskan 24 keping biskuit sehari atau sekitar 240 gram, yang


140

diberikan sebanyak empat kali dalam sehari masing-masing enam keping

setelah minum susu atau setelah makan jika balita masih lapar. Selain

biskuit dari puskesmas, satu informan diantaranya menambahkan bahwa

balitanya terbiasa memakan biskuit “X” setiap malam sebanyak tiga

bungkus kecil atau sekitar 60 gram, dan terkadang memberikan makanan

tambahan berupa singkong atau roti untuk balitanya. Selain itu seluruh

informan dari kelompok ini, mengaku balitanya selalu meminum susu yang

diberikan puskesmas sampai habis.

Sedangkan tiga informan dari kelompok yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, menghabiskan hanya satu sampai tiga

keping biskuit dalam sehari, atau sekitar 10 sampai 30 gram, dan dua

informan diantaranya terkadang memberikan kue tradisional seperti satu

potong lontong, bala-bala, risol, papais, dan lain-lain. Selain itu tiga

informan dari kelompok yang sama, mengaku balitanya kurang menyukai

susu, sehingga susu yang diberikan dari puskesmas jarang diminum oleh

balita, dan akhirnya diminum oleh informan sendiri.

Adapun untuk waktu pemberian makanan tambahan, sebagian besar

informan mengaku selalu memberikan makanan tambahan sebelum atau

sesudah makan atau disela-sela waktu makan. Berikut kutipannya:

“Anu dibere ka nyana mah paling geh biskuit doang, dipasihan


biskuit ti puskesmas mah lamun tos nyusu, tos dahar lamun hayang
keneh kitu, anu dua bungkus teh paling dipake opat kali masihan,
kan sabungkus aya dua kotak nyah, genep-genep, paling sakali
masihan sakotak teh jeung susu, sapoe mah dua bungkus ja opat kali
diberena, susu ti puskesmas geh di pasihan, khusus jeung manehna
141

paling geh dibere kakana nu leutik, soalna lamun dibere ka nu lain


mah atuh seep, ngakana dicelupken bae kacai laju ku manehna di
kenyot”
(“Yang dikasi ke dia tuh paling juga biskuit doang, dikasi biskuit
dari puskesmas aja kalo abis minum susu, habis makan gitu kalo
masih mau, yang dua bungkus tuh paling dipakai empat kali kasi,
kan sebungkus ada dua kotak yah, enam-enam, paling sekali kasi
sekotak tuh sama susu, sehari tuh dua bungkus soalnya empat kali
dikasinya, susu dari puskesmas juga dikasi, khusus buat dia paling
juga dikasi kakanya yang kecil, enggak dikasi lagi sama yang lain
tuh, soalnya kalo dikasi tuh nanti habis, makannya dicelupken aja ke
air terus sama dia di isap”) (Informan S).
“Selain sangu, atuh aya barang dahar naon bae mah dibere neng,
kamari mah dibere dangder, jeung roti dibiken bae, lamun biskuit
mah teu menang tinggalen, unggal poe na lamun biskuit “X” anu
gope tea jeung peting mah tilu, lamun ti puskesmas mah sabungkus
sapeuting paling geh aya dua deui ku kakana adina lamun
hayangeun mah, atuh ibu mah paling geh hiji asal jeung budak bae,
jem dua jem tilu ngakanan biscuit bae make cai, lamun aya susu
mah make susu, lamun susu mah nginum bae”
(“Selain nasi, ya ada makanan apa aja tuh dikasi neng, kemarin tuh
dikasi singkong, sama roti dikasi aja, kalo biskuit tuh gak boleh
ketinggalan, setiap harinya kalo biskuit “X” yang gope itu buat
malam tuh tiga, kalo dari puskesmas sebungkus semalam paling
juga ada dua lagi sama kakanya adiknya kalo mau tuh, ya ibu tuh
paling juga habis satu asal buat anak aja, jam dua jam tiga makanin
biskuit aja pakai air, kalo ada susu tuh sama susu, kalo susu tuh
minum aja”) (Informan E).
“Dodol tape, wajik, tape, dihuapan saeutik-eutik, hayi biskuit mah
atuh unggal poe geh dibere hayi ker aya mah, di warung kitu
saeutik, atuh kadang mah memeh dahar, kadang sakaurna, atuh
hudang hees lamun aya mah dibere, ke diceukeulan ku nyana kitu
nyah, hayi nyana mah naon bae geh dibere, amun ti puskesmas dua
kali kadang, leh eta geh jeung kakana sabungkus geh te seep,
kadang mah dibere paling hiji paling dua tilok sabungkus”
(“Dodol tape, wajik, tape, disuapin sedikit-sedikit, kalo biskuit tuh
tiap hari juga dikasi kalo lagi ada tuh, di warung gitu sedikit,
kadang tuh sebelum makan, kadang sesempetnya, ya bangun tidur
kalo ada tuh dikasi, dipegang sama dia gitu yah, kalo dia tuh apa
142

aja dikasi, kalo dari puskesmas dua kali kadang, itu juga sama
kakanya sebungkus juga gak abis, kadang tuh dikasi paling satu
paling dua gak pernah sebungkus”) (Informan SK).
“Paling biskuit tiga keping sehari, dua bungkus gitu abis satu
minggu, kan kadang-kadang suka kita kasi orang gitu, kakanya juga
suka minta, ya digigit aja, kadang suka saya celupin ke air atau
susu, kadang bakso yang kecil paling satu setengah, kadang somay
satu, paling seminggu dua kali” (Informan keluarga SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan

yang diceritakan informan utama. Meskipun demikian, informan keluarga

mengaku kurang begitu tahu seberapa banyak makanan tambahan yang

diberikan informan utama kepada balitanya, karena mereka jarang

memerhatikan. Berikut kutipannya:

“Eta biskuit jeung susu doang nyelena, aya sih dua bungkus seep
sapoe, urang mah te nyaho si jarang nyele jadinya te nyaho ogeh”
(“Itu biskuit sama susu doang liatnya, ada sih dua bungkus habis
sehari, kit amah gak tahu si jarang liat jadinya gak tahu juga”)
(Informan keluarga S).
“Biskuit, dicocol di cai, buah-buahan cau atuh lamun ayamah, te
nyaho deui lah, unggal peuting nyana mah biskuit bae si”
(“Biskuit, dicelup di air, buah-buahan pisang gitu kalo ada tuh, gak
tahu lagi, tiap malam dia tuh biskuit aja si”) (Informan keluarga E).
“Biskuit doang paling geh jeung dodol meureun, sapoe beraha nyah,
atuh tergantung budak na sih, atuh kakana meureun sok ngakan, ja
urang mah can nyorang”
(“Biskuit doang paling juga sama dodol mungkin, sehari berapa
yah, ya tergantung anaknya sih, ya kakanya kali suka makan, kalo
kita mah gak pernah”) (Informan keluarga SK).
“Biskuit doang paling geh jeung dodol meureun, sapoe beraha nyah,
atuh tergantung budak na sih, atuh kakana meureun sok ngakan, ja
urang mah can nyorang”
143

(“Biskuit doang paling juga sama dodol mungkin, sehari berapa


yah, ya tergantung anaknya sih, ya kakanya kali suka makan, kalo
kita mah gak pernah”) (Informan keluarga SK).

Sedangkan untuk kebiasaan jajan, dua dari tiga informan dari

kelompok yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku tidak

membiarkan balitanya jajan, karena mereka takut hal tersebut menyebabkan

balita mereka suka jajan dan karena balita tidak dalam keadaan sehat.

Sedangkan satu informan yang lain, mengaku balitanya sangat suka jajan,

karena jika tidak diberikan jajan, balita akan menangis. Jenis jajanan yang

sering dikonsumsi balita tersebut adalah ciki atau snack, permen, agar-agar,

minuman sari kelapa, wafer keju, biskuit dan lain-lain. Menurut informan

tersebut dalam satu hari balitanya biasa menghabiskan satu bungkus ciki

sekitar 20 gram, wafer isi keju sekitar 10 gram, dan empat buah agar-agar

sebesar 20 gram.

Sedangkan seluruh informan dari kelompok yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, mengatakan bahwa balitanya sangat

suka jajan dan terbiasa jajan sebanyak dua sampai empat kali dalam sehari.

Dua informan diantaranya selalu memberikan jajanan seperti ciki, astor,

kerupuk, permen, biskuit, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-

snack ringan lainnya, sebanyak satu sampai dua bungkus setiap kali jajan

dengan frekuensi dua sampai tiga kali sehari. Sedangkan dua informan yang

lain mengaku tidak pernah memberikan jajanan seperti ciki, coklat dan

permen, satu informan diantaranya selalu memberikan jajanan berupa


144

biskuit dan minuman dingin, dan dimakan balita sekitar dua keping biskuit

dalam sehari, sedangkan satu informan yang lain memberikan jajanan

berupa satu potong kue, biskuit atau roti dengan frekuensi jajan tiga sampai

empat kali dalam sehari. Berikut kutipannya:

“Kalo dia gak dibiasain jajan, takut kebiasaan” (Informan B).


“Jajana dua kali, tilu kali, ja didie mah ngawarung barang hakan
budak, biskuit, makaroni anu te lada tea, seep sabungkus sorangan,
astor geh beak tah tilu nyaho opat sapoe teh”
(“Jajannya dua kali, tiga kali, soalnya disini tuh punya warung
makanan anak, biskuit, makaroni yang gak pedas itu, habis
sebungkus sendiri astor juga habis tiga tau empat sehari tuh”)
(Informan N).
“Paling jajan bacang, lepet, tilok kurupuk ciki segala batuk lamun
dibere kos kitu, lamun dibere astor geh aya coklatan batuk, atuh aya
tilu kalina opat kalina hayi ker aya duit mah, lamun jajan biskuit
paling manehna mah, lamun aya mah roti anu aya kacangan tea hiji
seep, lamun eweh kos kitu mah te jadi nyana mah jajana”
(“Paling jajan bacang, lepet, gak pernah kerupuk ciki segala batuk
kalo dikasi kaya gitu, kalo dikasi astor juga ada coklatnya batuk, ya
ada tiga kalinya empat kalinya kalo ada duit tuh, kalo jajan biskuit
paling dia tuh, kalo ada roti yang ada kacangnya itu satu habis, kalo
gak ada kaya gitu tuh gak jadi jajannya”) (Informan A).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga tentang kebiasaan jajan balita, didapatkan

informasi yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama.

Berikut kutipannya:

“Enggak suka, gak pernah jajan” (Informan keluarga B).


“Ensok, atuh deket iyeh tinggal nyokot, atuh sering jadina, naon bae
nyana mah nu aya diwarung”
(“Sering, ya dekat ini tinggal ngambil, jadinya sering, apa aja dia
tuh yang ada di warung”) (Informan keluarga N).
145

“Paling geh sapoe tilu kali, lewih meureun hayi ker boga mah,
lamun te boga mah atuh paling geh sekali”
(“Paling juga sehari tiga kali, mungkin lebih kalo lagi punya tuh,
kalo gak punya ya paling sekali”) (Informan keluarga A).

Dan untuk pantangan makanan, sebagian besar informan mengaku

bahwa tidak ada pantangan makanan apapun untuk balitanya. Namun

meskipun begitu, sebagian besar informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi, mengatakan bahwa balitanya pantang untuk diberi

makanan jajanan. Dan terdapat dua informan yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, yang mengaku bahwa balitanya pantang

diberikan minuman dingin atau es ketika sakit, sedangkan satu informan

yang lain mengatakan balitanya pantang diberikan makanan seperti permen,

coklat dan ciki, karena dapat menyebabkan balita batuk. Berikut kutipannya:

“Heunteu aya pantangan makanan, paling geh teu dibiasaken jajan


doang”
(“Gak ada pantangan makanan, paling juga gak dibiasakan jajan
aja”) (Informan S).
“Pantangan mah atuh kadang pantang es, hayi keur gering mah”
(“Pantangan tuh kadang tuh pantang es, kalo lagi sakit tuh”)
(Informan SK).
“Hayi pantang dahar mah eweh, ja dahar naon bae, lamun makanan
mah aya coklat, permen, ciki, manehna nageh embungen, auh
cenah”
(“Kalo pantang makan tuh gak ada, makan apa aja, kalo makanan
jajanan tuh ada coklat, permen, ciki, dia juga gak mau, sakit
katanya”) (Informan A).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan

dengan informan keluarga, didapatkan informasi tentang pantangan


146

makanan yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama.

Berikut kutipannya:

“Naon nyah, paling geh tah ulah ngakan es”


(“Apa yah, paling gak boleh makan es” (Informan keluarga SK).
“Paling geh coklat, permen, ciki, dibere tah embungen nyana mah
auh ceunah, hayi dahar mah eweh, dahar naon bae ja”
“Paling juga coklat, permen, ciki, dikasi juga gak mau dia tuh sakit
katanya, kalo makan tuh gak ada, makan apa aja” (Informan
keluarga A).

Dan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, didapatkan hasil

yang hampir sama dengan yang diceritakan informan. Yaitu seluruh

informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi terlihat

memberikan biskuit yang didapat dari puskesmas sebanyak enam keping

untuk informan pertama, dan tiga sampai lima keping biskuit untuk

informan kedua dan ketiga. Dan selain itu salah satu balita diantaranya

terlihat memakan biskuit “X” dengan cara dicelup kedalam air putih.

Sedangkan tiga dari empat informan yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi, terlihat memberikan biskuit sebanyak satu keping

atau sekitar 12 gram dan terlihat lebih banyak dibuang oleh balita,

sedangkan satu balita yang lain terlihat memakan biskuit sebanyak lima

keping atau sekitar 60 gram.

Dan untuk kebiasaan jajan, dua informan dari kelompok yang

mengalami peningkatan status gizi tidak terlihat memberikan jajanan kepada

balitanya selama beberapa kali observasi, namun salah satu balita dari

kelompok yang sama, terlihat jajan biskuit “X” dan jajan bakso kecil
147

sebanyak tiga buah selama beberapa kali observasi. Sedangkan informan

pertama dari kelompok yang tidak mengalami peningkatan status gizi,

terlihat memberikan biskuit “X” satu keping yang lebih banyak dibuang

balita, dan memberikan dodol tape yang disuapkan informan sebanyak dua

bungkus atau sekitar 40 gram, informan kedua terlihat memberikan astor

sebanyak satu buah dan seperempat kerupuk besar, informan ketiga terlihat

memberikan biskuit “X” dan bakso kecil sekitar lima butir. Dan informan

terakhir yang balitanya mengalami penurunan status gizi, terlihat

memberikan snack pilus “X” sebanyak setengah bungkus atau sekitar 10

gram.

5.3.4 Gambaran Perilaku Pemberian Makan

Perilaku pemberian makan yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu atau informan utama

dalam upaya pemberian makan pada balita. yang meliputi komposisi dan porsi

makanan yang diberikan, cara penyiapan dan penyajian makanan, frekuensi

makan, praktik pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan kepada

balita.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan

pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan atau susunan

hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita, dan tidak mengetahui zat

gizi dalam makanan. Sedangkan porsi makanan yang ideal menurut informan

yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih besar dari
148

pada porsi makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi.

Cara penyiapan dan pengolahan makanan yang baik menurut sebagian

besar informan adalah bahan makanan dimasak sampai matang, dengan cara

dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan

makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis

sayuran. Sedangkan pengetahuan mengenai penyajian makanan yang baik,

menurut mayoritas informan yang balitanya mengalami peningkatan status

gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau memiliki tampilan yang menarik,

dan dibedakan rasanya. Sedangkan dua informan yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, menjawab sebaiknya tampilan makanan

berupa nasi dan lauk pauknya saja.

Frekuensi pemberian makan yang ideal menurut seluruh informan

adalah tiga kali dalam sehari. Waktu pemberian makan menurut sebagian besar

informan adalah saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun

atau mau tidur dan saat balita bermain. Sedangkan waktu yang tepat

dimulainya pemberian ASI, menurut sebagian besar informan adalah segera

setelah balita dilahirkan. Lamanya pemberian ASI, menurut sebagian besar

informan adalah sampai balita berumur dua tahun, meskipun demikian terdapat

dua informan yang menjawab sampai balita berumur satu setengah tahun. dan

waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI menurut tiga informan adalah

sejak balita berusia enam bulan, sedangkan empat informan yang lain
149

menjawab setelah balita dilahirkan, sejak balita berumur satu minggu, dan lain-

lain.

Sedangkan waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan,

menurut dua informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi,

yaitu sebaiknya diberikan di sela-sela waktu makan. Sedangkan informan yang

lain menjawab sebelum atau sesudah makan, ketika balita meminta makan,

bangun tidur dan lain-lain. Sedangkan jajanan yang baik menurut sebagian

besar informan, adalah makanan seperti biskuit, roti, susu, dan buah-buahan.

Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran sikap pemberian

makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui seluruh informan

menganggap penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang

bergizi, porsi yang ideal dan sesuai dengan usia balita, pengolahan makanan

yang sehat, penyajian makanan yang menarik baik dari tampilan maupun

rasanya, penyimpanan makanan di tempat yang tertutup dan bersih,

penggunaan peralatan masak dan makan yang bersih, frekuensi pemberian

makan minimal tiga kali dalam sehari, pemberian makan pada waktu yang

tepat, pemberian ASI, dan pemberian makanan tambahan.

Selain itu sebagian besar informan setuju jika balita hanya diberikan

ASI saja sampai usia enam bulan, atau pemberian ASI eksklusif, dan

pemberian PMT-P dari puskesmas. Namun dua informan yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi menyatakan tidak setuju jika balita hanya

diberikan ASI saja sampai balita berusia enam bulan.


150

Sedangkan dalam hal kesukaan jajan anak, sebagian besar informan

mengaku bahwa balitanya sangat suka jajan. Namun meskipun demikian,

terdapat dua balita yang tidak suka jajan yang ternyata mengalami peningkatan

status gizi. Selain itu sebagian besar informan yang balitanya suka jajan,

menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan

bisa menyebabkan balita sakit, sedangkan sebagian besar informan yang

balitanya tidak suka jajan dan mengalami peningkatan status gizi, menyatakan

persetujuannya terhadap pernyataan jika jajan sembarangan dapat

menyebabkan balita sakit. Sedangkan dalam hal pantangan makanan, seluruh

informan mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita, baik

menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang.

Dan berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran praktik

pemberian makan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa praktik

pemberian makan yang dilakukan sebagian besar informan yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi berbeda dengan praktik pemberian makan

yang dilakukan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status

gizi, terutama dalam hal porsi, frekuensi dan pemberian makanan tambahan.

Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi rata-

rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau bubur dengan porsi 50 -

100 gram nasi, dan terkadang memberikan telur sebanyak ½ - 1 butir atau

sekitar 30 - 60 gram, dan selalu memberikan susu formula sebanyak 100 – 250

ml dalam sekali minum. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu diberikan

informan adalah 20 – 120 gram bubur bayi instan “X”. Sedangkan porsi
151

makanan tambahan yang diberikan informan yaitu rata-rata 10 - 24 keping

biskuit dalam sehari atau sekitar 100 – 240 gram, yang diberikan sebanyak dua

sampai empat kali dalam sehari. Seluruh informan rutin memberikan makanan

utama tiga kali dalam sehari, dan salah satu informan menambahkan bahwa

frekuensi pemberian makan tiga kali sehari yang dilakukannya, baru

berlangsung sekitar dua minggu, sebelumnya dia selalu memberikan makanan

utama sebanyak lima kali dalam sehari atau setiap dua jam sekali. Selain itu

sebagian besar informan tidak membiarkan balitanya jajan, dan PMT yang

diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi balita dibandingkan dengan

anggota keluarga lain.

Sedangkan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan

status gizi rata-rata memberikan makanan pokok sebanyak dua sendok makan

atau sekitar 10 gram, dan terkadang memberikan lauk seperti telur dan ikan

sedikit sekali atau hanya sebagai pelengkap, dan jarang dimakan oleh balita,

serta jarang memberikan susu formula. Selain itu porsi MP-ASI yang dahulu

diberikan informan adalah dua atau tiga sendok makan atau sekitar 10 gram

bubur bayi instan “X” dalam sekali makan. Sedangkan porsi makanan

tambahan yang diberikan, rata-rata hanya satu sampai tiga keping biskuit

dalam sehari, atau sekitar 10 sampai 30 gram. Sebagian besar informan

memberikan makanan utama sebanyak dua kali sehari, dan terkadang hanya

memberikan makanan utama satu kali dalam sehari, jika balita sedang tidak

mau makan atau sedang bepergian. Selain itu seluruh informan selalu

membiarkan balitanya jajan makanan seperti ciki, astor, kerupuk, permen,


152

biskuit, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-snack ringan lainnya,

dengan frekuensi dua sampai empat kali dalam sehari. Dan PMT yang

diberikan dari puskesmas lebih banyak dikonsumsi anggota keluarga lain

dibandingkan oleh balita.

Sedangkan dalam hal pengolahan dan penyajian makanan, seluruh

informan baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, selalu mengolah makanan

dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras, digoreng

untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan

makanan sejenis sayuran. Sedangkan penyajian makanan yang dilakukan

sebagian besar informan utama terlihat tidak menarik, karena tidak adanya

variasi baik dari tampilan warna maupun jenis lauknya, dan makanan hanya

ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa, atau tidak menggunakan peralatan

makan yang dapat merangsang balita untuk makan. Namun meskipun

demikian, sebagian besar informan selalu menggunakan peralatan yang dicuci

bersih dan menyimpan makanan ditempat yang tertutup dan bersih.

Sebagian besar informan utama selalu memulai pemberian ASI sejak

balitanya dilahirkan, dan memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun.

Sebagian besar informan utama telah memberikan MP-ASI berupa bubur bayi

instan, pisang ataupun susu formula sebelum balita berusia empat bulan,

bahkan beberapa diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita

dilahirkan atau sejak balita berusia satu minggu. Dan sebagian besar informan

utama tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali pantangan


153

makanan seperti minuman dingin, permen, coklat dan ciki ketika balita mereka

sakit.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui

bahwa sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status

gizi, selalu memberikan makanan utama maupun makanan tambahan dengan

mengikuti arahan dan petunjuk dari petugas gizi atau kesehatan, baik dari segi

jenis, porsi maupun frekuensinya. Seperti saran untuk memberikan formula 75

yang terdiri dari campuran tepung beras, minyak dan susu, dan pemberian susu

kepada balita, dan saran untuk memberikan makanan dengan frekuensi tiga kali

sehari atau dua jam sekali. Sedangkan sebagian besar informan dari kelompok

yang tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang mengikuti

arahan dan petunjuk yang diberikan petugas gizi atau kesehatan, dengan alasan

balita tidak menyukainya. Seperti terlihat dalam kutipan berikut ini:

“Kan disuruh sama dokter itu bikin tepung beras pake susu, ya selain
dikasi susu sama biscuit dikasi tepung juga saya ikutin aja” (Informan
B).
“Ti dokter gizi kan titah dibere susu khusus “Y” ker gizi buruk laju
dibeliken, laju cek dokter geh kan titah dibere dahar tiap dua jam
sakali atuh dibere dua jam sakali ker umur genep bulan”
(“Dari dokter gizi kan disuruh dikasi susu khusus “Y” waktu gizi buruk
terus dibelikan, terus kata dokter juga kan disuruh dikasi makan tiap
dua jam sekali ya dikasi dua jam sekali waktu umur enam bulan”)
(Informan S).
“Nyorang titah nyien bubur tea sorangan tapina iye mah te daeken,
susu jeung vitamin geh diinum bae ku emakna, dipicen ja hook”
(“Pernah disuruh buat bubur itu sendiri tapina ini mah gak mau, susu
dan vitamin juga diminum aja sama ibunya, dibuang kan sayang”)
(Informan N).
154

Selain itu berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan staf

Puskesmas Pagedangan yang terlibat langsung dalam program PMT-P, dan

hasil observasi yang dilakukan di puskesmas setiap minggunya, dapat diketahui

bahwa staf puskesmas selalu memberikan konseling atau pengarahan kepada

ibu balita atau informan utama mengenai cara pemberian makan untuk balita

baik dari jumlah, variasi dan jenisnya, serta konseling tentang cara pemberian

makanan tambahan, cara menjaga kebersihan dan perawatan kesehatan balita.

Berikut kutipannya:

“Dikasi konseling tentang cara pemberian makanan, kebersihan, pola


makan anak, cara kasi PMTnya diantara waktu makan, biskuit kan
cemilan, pagi siang malem, jangan terlalu deket ke waktu makan, susu
paling diaksi tau takarannya ya, trus kalo pake botol harus direbus,
kebersihannya, kalo susu gak boleh deket waktu makan soalnya
takutnya anaknya kenyang” (Informan staf puskesmas Y).
“Tentang pertama cari tahu pola makan dia, setelah kita tahu, kita
coba koreksi kalo ada yang masih belum bener, dari jumlah, variasi,
dari jenis yah, sama tumbuh kembang dia yah, kebersihan oral, cuci
tangan,, paling itu yah, kalo bayi ya perawatan bayi dirumah kalo bayi
sakit yah” (Informan staf puskesmas SM).

5.3.5 Gambaran Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita

Pengetahuan pemeliharaan kesehatan yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, adalah pengetahuan informan utama dalam pemeliharaan

kesehatan balita yang meliputi pengetahuan tentang penyakit infeksi pada

balita, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan.


155

1. Penyakit Infeksi pada Balita

Pengetahuan mengenai penyakit infeksi yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, meliputi pengertian, jenis, penyebab, akibat, gejala, cara

penularan, pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, sebagian besar

informan menjawab, penyakit infeksi adalah penyakit seperti tetanus yang

disebabkan terkena paku dan penyakit seperti panas. Sedangkan penyakit

menular adalah penyakit yang disebabkan karena tidur bersama, atau

penyakit seperti cacar, TBC, diare, dan muntaber. Berikut kutipannya:

“Penyakit infeksi saperti keuna paku tetanus, hayi penyakit menular


mah iye ceunah amun budak hees direndengkeun sok panas budak
tea, laju lamun tetehna batuk sok iluen batuk”
(“Penyakit infeksi seperti terkena paku tetanus, kalo penyakit
menular katanya kalo anak tidur bareng suka panas anak itu, terus
kalo kakaknya batuk suka ikut batuk”) (Informan E).
“Penyakit infeksi teh anu kena paku, jarum kan teh penyakit infeksi
lain, kawat naon deui, beling, menular teh kos cacar, mata nyah
nular teh, diare geh kadang sok menular”
(“Penyakit infeksi itu yang terkena paku, jarum kan penyakit infeksi
bukan, kawat apa lagi, beling, menular itu kaya cacar, penyakit
mata ya nular, diare juga kadang suka menular”) (Informan SK).

Adapun untuk penyebab dan cara penularan penyakit infeksi pada

balita, mayoritas informan menjawab karena balita melakukan aktivitas

bersama atau kontak langsung dengan orang yang menderita penyakit

menular, atau karena tertusuk paku. Selain itu terdapat beberapa informan

yang menjawab, jika penyakit diare disebabkan oleh konsumsi es dan makan

makanan yang bersantan. Jika penyakit DBD disebabkan oleh gigitan


156

nyamuk dan penurunan daya tahan tubuh. Dan jika penyakit TBC

disebabkan oleh pemakaian peralatan makan atau minum bersama dengan

penderita, dan penurunan daya tahan tubuh. Berikut kutipannya:

“Budak mah sok bangor nyah ulina, jadina aratel laju alergi tea
neng, laju eta budak hees direndengkeun sok panas, laju lamun
tetehna batuk sok iluen batuk”
(“Anak mah suka bandel ya mainnya, jadinya gatal-gatal terus
alergi gitu, terus anak tidur bareng suka panas, terus kalo kakaknya
batuk suka ikut batuk”) (Informan E).
“Penyakit menular gara-gara keuna paku, katonjok paku, teu make
sandal, mun diare mah mencret kadang mah gara-gara minuman
atuh, ngakan es kadang geus nyah, kosna gara-gara daharna anu
medok-medokkan kitu, kos sayur-sayur anu medok kitu, cara es,
sambel, saos”
(“Penyaki menular gara-gara terkena paku, ketusuk paku, tidak
pake sandal, kalo diare itu mencret kadang gara-gara minuman,
makan es kadang yah, kayanya gara-gara makan yang bersantan
gitu, kaya sayur yang bersantan gitu, kaya es, sambal, saus”)
(Informan SK).
“Kalo campak itu ya gak tahu deh saya, kalo TBC itu hilang daya
tahan tubuh, jadi kalo digigit nyamuk demam berdarah kalo daya
tahan tubuhnya bagus ya gak kena kan, kalo TBC paling kuman ato
apa lah” (Informan SM).

Dan untuk akibat atau dampak penyakit infeksi pada balita menurut

empat informan adalah balita menjadi kurus, berat badan menurun, kurang

nafsu makan, dan susah tidur. Sedangkan tiga informan sisanya, mengaku

tidak tahu penyebab, cara penularan, maupun akibat penyakit infeksi pada

balita. Berikut kutipannya:

“Akibat kotoran kitu, jadi kuru, berat badana menurun, barang


daharna kurang, hese sare, kurang barang dahar”
(“Akibat kotoran kitu, jadi kuru, berat badanya menurun, makanan
kurang, susah tidur, kurang makan”) (Informan S).
157

“Ehem, jadi kuru, jadi iye tea ka awak teh teu bagus”
(“Ehem, jadi kurus, jadi ke badan tuh tidak bagus”) (Informan N).

Sedangkan untuk gejala penyakit infeksi, seluruh informan

menjawab panas, batuk, pilek, muntah darah, kurus badannya, makan

berkurang, susah tidur, alergi atau bentol-bentol, dan mencret dan muntah

jika sedang diare. Berikut kutipannya:

“Iye mah lamun budak gering, panas bae tea budak neng, batuk bae,
laju alergi tah barentol, ceunah darah dingin gejalana keneh heeh”
(“Itu mah kalo anak sakit, panas aja budak itu neng, batuk aja, terus
alergi gitu bentol-bentol, katanya darah dingin gejalanya juga ya”)
(Informan E).
“Gejalana batuk, batuk doang meureun, okrok-okrok, lobana
ngaluarken getih pan, amun ges kadalon kitu”
(“Gejalanya batuk, batuk doang kali, uhuk-uhuk, kebanyakan
mengeluarkan darah kan, kalo yang udah parah gitu”) (Informan
A).
“Lamun diare teh sok panas, teu nyaho deui nyah, eta lamun ges
ngising sok laju di bawa bae, laju sok tiis bae, sok marangpet”
(“Kalo diare itu suka panas, tidak tahu lagi yah, itu kalo udah berak
suka langsung dibawa aja, terus suka langsung dingin aja, suka
mampet”) (Informan SK).

Menurut sebagian besar informan, cara pencegahan penyakit infeksi

pada balita yaitu tidak menggunakan peralatan minum yang sama dengan

penderita penyakit infeksi, balita yang sehat tidak disatukan dengan balita

yang sakit, balita tidak dibiarkan main saat terik matahari atau saat hujan,

balita diberikan makanan sehat, tidak main ditempat yang kotor dan jauh

dari rumah, dan selalu menjaga kebersihan. Berikut kutipannya:


158

“Lamun ulah gering teh budakna ulah dihijikeun jeung anu gering
kitu nyah, ulah ulin papanasan, huhujanan, ju ulah ngomean taneh,
ulah ulin ka jauh-jauh kitu tah neng”
(“Biar jangan sakit itu anaknya jangan disatuin sama yang sakit
gitu, jangan main panas-panasan, hujan-hujanan, terus jangan main
tanah, jangan main ke tempat jauh-jauh gitu neng”) (Informan E).
“Supaya ulah gering kumaha atuh nyah, tuh iye bae dahar, bere
dahar, atuh jajana bae ulah, atuh ulah gupak bae, kudu dijagaan”
(“Supaya jangan sakit gimana yah, dikasi makan, jangan jajan aja,
jangan main kotor terus, harus dijaga”) (Informan SK).

Sedangkan untuk pengobatan penyakit infeksi pada balita, menurut

sebagian besar informan adalah dengan memberikan obat dan segera

membawa balitanya ke tempat pelayanan kesehatan. Selain itu mayoritas

informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi,

menambahkan cara pengobatan balita dapat pula dilakukan secara

tradisional, seperti menggunakan ramuan tradisional atau meminta air doa

pada orang pintar, atau memberikan obat yang dijual bebas dipasaran

sebelum dibawa ke pusat pelayanan kesehatan. Berikut kutipannya:

“Atuh dipasihan obat bae kitu pake sendok, lamun atos teu bisa
diubaran di imah mah dibawa ka dokter”
(“Ya dikasi obat aja gitu pake sendok, kalo udah gak bisa diobatin
di rumah dibawa ke dokter”) (Informan S).
“Atuh ke puskesmas, dijampekeun didie mah nyah, sok dijampekeun
lamun dibawa ka bidan can cager, di pentaken cai, pentaken sareat
ka emak kolot, Alhamdulilah sok laju cager, sareatna di nyana”
(“Ya ke puskesmas, didoain disini kan yah, suka didoain kalo
dibawa ke bidan belum sembuh, dimintakan air dimintakan doa ke
nenek, Alhamdulilah suka sembuh, jalannya di dia”) (Informan N).
“Kalo belum parah saya pake cara tradisional, kaya di urut, kaya di
minuman apa gitu, kalo misalkan panas ya di tapel sama itu daun
jarak, supaya ngejaga panas kaya di balurin jahe gitu, kalo udah
parah ya dibawa ke dokter aja hehe” (Informan SM).
159

2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita

Pengetahuan cara pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan

dalam penelitian ini, meliputi pengetahuan informan utama tentang cara

meningkatkan dan memantau status gizi balita, dampak KEP pada balita,

manfaat imunisasi pada balita, serta perilaku hidup bersih dan sehat.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar informan

menjawab cara meningkatkan dan memantau status gizi balita adalah balita

diberi makan yang banyak dan teratur, diberi vitamin dan selalu ditimbang

di puskesmas atau di posyandu. Berikut kutipannya:

“Lamun hayang naik mah dipasihan vitamin bae, iye nyah supaya
nafsu makanna bertambah, makan sing teratur”
(“Kalo mau naik tuh dikasi vitamin aja, ini yag supaya nafsu
makannya bertambah, makan yang teratur”) (Informan S).
“Dibere dahar bae anu sebeh, hehe, atuh bawa bae ka puskesmas ka
posyandu atuh ditimbang”
(“Dikasi makan aja yang kenyang, hehe, bawa ke puskesmas ke
posyandu ditimbang”) (Informan SK).
Sedangkan untuk dampak KEP (gizi buruk dan gizi kurang) pada

balita, menurut mayoritas informan adalah mata balita terlihat layu, perutnya

membuncit, tidak mau makan, berat badan turun atau kurus, mengurangi

kecerdasan, menghambat perkembangan, dan bisa menyebabkan kematian

pada balita. Berikut kutipannya:

“Matana iye neng kos caleuyeun, laju beteng na buncit, urang mah
nyeeng bae di tv, jadi te daek dahar, daharnageh hese budak teh”
(“Matanya ini neng kaya layu, terus perutnya buncit, saya liat aja di
tv, jadi gak mau makan, makannya juga susah”) (Informan E).
“Iye ja budakna badanna kurang, barang daharna kurang, jadi
pikirana teh kurang cerdas budak kurang gizi mah, geus eweh deui”
160

(“Ini anaknya badannya kurang, makannya kurang, jadi pikirannya


kurang cerdas anak kurang gizi, udah gak ada lagi” (Informan N).
“Gak tahu, gak ada umur kali ya neng, badannya gak bisa besar,
kaya kakaknya meninggal, meninggalnya panas badannya”
(Informan B).

Manfaat imunisasi menurut sebagian besar informan, adalah dapat

meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan

balita sehat, kuat, cerdas, dan cepat berjalan. Berikut kutipannya:

“Imunisasi teh kenakeun awakna kebal neng, keuna ulah aya


ngadeketan panyakit kitu lah, sakajen awakna leutik geh kenaken ka
panyakit teh rada jauh”
(“Imunisasi itu supaya badannya kebal neng, supaya tidak
mendekatkan penyakit gitu lah, walaupun badannya kecil supaya ke
penyakit itu jadi jauh”) (Informan E).
“Imunisasi abeh sehat, abeh kuat, cerdas, kan lamun disuntik
campak nyah abeh cepet lempang nyah meureunan, hepatitis segala
ngajaga abeh ulah keuna penyakit naon karah pohoan”
(“Imunisasi supaya sehat, suapaya kuat, cerdas, kan kalo disuntik
campak supaya cepat jalan yah mungkin, hepatitis segala mencegah
supaya tidak terkena penyakit apa tuh lupa”) (Informan SK).

Dan untuk pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat,

beberapa informan menjawab PHBS adalah perilaku menjaga kebersihan

lingkungan, rumah, tempat tidur, makanan, pakaian dan lain-lain. Berikut

kutipannya:

“Hayi perilaku hidup sehat dan bersih mah, imah kudu bersih,
lingkungan sagala kudu bersih, barang dahar kudu bersih, enggon
hees sagala kudu bersih neng. ka ayaana bae kos kiye, hehe”
(“Kalo perilaku hidup sehat dan bersih itu, rumah harus bersih,
lingkungan segala harus bersih, makanan harus bersih, tempat tidur
segala harus bersih neng, keadaannya saja kaya gini, hehe”)
(Informan E).
161

“Perilaku hidup sehat dan bersih atuh kos bersih-bersih kamar


mandi atuh. kamar. abeh ulah keuna penyakit naon karah demam
berdarah”
(“Perilaku hidup sehat dan bersih ya kaya bersih-bersih kamar
mandi, kamar supaya jangan terkena penyakit apa tuh demam
berdarah”) (Informan SK).

3. Kebersihan Lingkungan

Pengetahuan kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, adalah meliputi pengetahuan tentang sanitasi lingkungan,

berupa bangunan rumah sehat dan pergantian udara dan sinar matahari,

kebutuhan ruangan (tempat bermain-main balita), dan cara pembuangan

sampah dan SPAL yang sehat.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, seluruh informan

menyebutkan bahwa bangunan rumah sehat adalah rumah dengan ventilasi

yang baik, sehingga dapat menyebabkan cahaya matahari dan udara masuk

kedalam rumah, atau rumah yang selalu rapi dan bersih. Berikut kutipannya:

“Rumah sehat itu udaranya masuk, cahaya matahari, biar sehat”


(Informan B).
“Imah sehat atuh bersih-bersih bae, cahaya matapoe asup abeh
sehat,imah mah nu bagus keuna mata poe”
(“Rumah sehat ya bersih-bersih aja, cahaya matahari masuk supaya
sehat, rumah itu yang bagus terkena matahari”) (Informan SK).
“Imah sehat teh anu bersih, rapih, aya lobang angina jeung udara
asup”
(“Imah sehat tuh yang bersih, rapih, ada lobang angina untuk udara
masuk”) (Informan N).
162

Dan menurut seluruh informan, tempat bermain anak sebaiknya

didalam atau dihalaman rumah, atau ditempat yang dapat diawasi langsung

oleh informan. Berikut kutipannya:

“Ya main di rumah” (Informan B).


“Dimana atuh nyah, lamun ulin atuh di imah, diharep kitu, atuh
bagusna diharep meureun hehe”
(“Dimana dong yah, kalo main ya di rumah, didepan gitu, sebaiknya
didepan kali, hehe”) (Informan SK).

Dan untuk cara pembuangan sampah, menurut seluruh informan

adalah sebaiknya sampah dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan

kemudian dibakar. Sedangkan untuk pembuangan limbah rumah tangga,

menurut empat informan sebaiknya limbah dibuang disaluran air yang

mengalir ke empang atau sungai. Sedangkan dua informan yang lain

mengatakan sebaiknya limbah dibuang ke saluran air yang tertutup, seperti

septik tank, atau saluran air yang khusus digunakan untuk pembuangan

limbah. Dan untuk tempat buang air besar atau kecil, menurut sebagian

besar informan sebaiknya dilakukan di WC tertutup yang tersedia didalam

rumah. Berikut kutipannya:

“Buang sampah atuh di enggon sampahna neng, laju dibeuleum,


lamun buang limbah atuh ka empang, bagusnamah ngucur bae ka
kali ke, bagusnamah buang air besar mah di WC tapi urang mah di
empang”
(“Buang sampah ya di tempat sampah neng, terus dibakar, kalo
buang limbah ke empang, sebaiknya mengalir ke sungai, sebaiknya
buang air besar di WC tapi kita mah di empang,”) (Informan E).
“Buang sampah atuh bagusna ka luar, ka tempat sampah, cai WC
mah atuh di empang, bagusnamah atuh kudunamah di WC tempat
ngising, buang sembarangan teh kan jorok”
163

(“Buang sampah ya sebaiknya keluar, ke tempat sampah, air WC ya


di empang, sebaiknya ya seharusnya di WC tempat buang air besar.
buang sembarangan tuh kan jorok”) (Informan A).
“Atuh sampah dipirunan, cai WC ka tabung eta septic tank heeh,
lamun didie mah ka jamban, empang, atuh nu bagusnamah di WC”
(“Ya sampah dibakar, air WC ke tabung septic tank ya, kalo disini
ke jamban, empang, ya sebaiknya di WC”) (Informan N).

5.3.6 Gambaran Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita

Sikap pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam

penelitian ini yaitu pendapat informan utama dalam hal perilaku pemeliharaan

kesehatan pada balita yang meliputi pendapat informan utama terhadap

penyakit infeksi yang diderita balita, pemeliharaan kesehatan balita, dan

kebersihan lingkungan.

1. Penyakit Infeksi pada Balita

Sikap terhadap penyakit infeksi pada balita yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, meliputi pendapat informan utama tentang bahaya penyakit

infeksi dan pentingnya pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada

balita.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan utama, didapatkan hasil seluruh informan berpendapat penyakit

infeksi merupakan penyakit yang berbahaya bagi balita. Karena menurut

mereka penyakit infeksi dapat menyebabkan kecacatan dan kematian pada

balita, dan dapat menularkan penyakit ke orang lain. Berikut kutipannya:

“Berbahaya. takut meninggal, kan penyakit gituan mah suka


meninggal” (Informan B).
164

“Berbahaya atuh penyakit menular mah, bahayanamah ka budak


pan karunya, besi asup rumah sakit mah pan teu boga biyayana
neng, kudu dijagaan bae”
(“Berbahaya dong penyakit menular tuh, berbahayanya ke anak kan
kasihan, nanti masuk rumah sakit kan gak punya biayayanya neng,
harus dijagain terus”) (Informan E).
“Berbahaya, keur iye geh aya kan nyah nu keuna kawat, laju potong
nyah, di anak geh berbahaya atuh, besi menular atuh ih ka naon
karah, ka jantung”
(“Berbahaya, waktu dulu juga ada kan yah yang kena kawat terus
dipotong yah, di anak juga berbahaya dong, nanti menular gitu ih
terkena apa tuh, ke jantung”) (Informan SK).

Selain itu seluruh informan berpendapat bahwa usaha pencegahan

penyakit merupakan hal yang penting. Karena menurut mereka usaha

pencegahan efektif untuk menghindarkan balita dari penyakit. Berikut

kutipannya:

“Penting, penting atuh abeh ulah gering bae, ngajaga kesehatana”


(“Penting, penting dong supaya jangan sakit terus, menjaga
kesehatannya”) (Informan S).
“Atuh setuju ih, abeh urang te cape, hayi gering mah cape, asa ku
nyana bae”
(“Yah setuju ih, supaya kita gak cape, kalo sakit tuh cape, rasanya
harus menjaga dia aja”) (Informan SK).
“Iya penting, kan lebih baik mencegah daripada mengobati”
(Informan SM).

Seluruh informan juga setuju dengan usaha pencarian pengobatan ke

tempat pelayanan kesehatan, karena menurut mereka hal tersebut dapat

menyebabkan balita mereka cepat sembuh, dan karena di pelayanan

kesehatan terdapat obat yang mereka butuhkan untuk mengobati balita.

Berikut kutipannya:
165

“Setuju sih, setujuna mah pan dibantu diubaran, ja di imah mah teu
aya ubarna”
(“Setuju sih, setujunya tuh kan dibantu diobatin, kan di rumah gak
ada obatnya”) (Informan E).
“Setuju, pan supaya sehat, supaya cager, lamun teu setuju mah moal
di bawa ka kesmas”
(“Setuju, kan supaya sehat, supaya sembuh, kalo gak setuju gak
akan dibawa ke puskesmas”) (Informan A).

2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita

Sikap terhadap pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan

dalam penelitian ini, meliputi pendapat informan utama tentang pentingnya

peningkatan status gizi, bahaya penurunan berat badan, pentingnya

pemberian imunisasi, dan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat diketahui

bahwa seluruh informan menganggap penting peningkatan berat badan dan

status gizi balita, karena menurut mereka hal tersebut berguna untuk

menambah pertumbuhan dan mempercepat perkembangan balita, serta dapat

menyebabkan balita selalu sehat dan terhindar dari penyakit. Selain itu,

seluruh informan juga menganggap penting penimbangan balita secara

teratur, karena hal tersebut berguna untuk mengetahui perkembangan berat

badan dan status gizi, serta siklus perkembangan balita. Berikut kutipannya:

“Bagus atuh kan bisa mempertambah perkembangan bayi anu


tadinamah buruk atu laju bisa nambah kan gizina, penting atuh
ditimbang supaya berat badana kanyahoan kitu, nyaho naek turuna”
(“Bagus dong kan, bisa mempertambah perkembangan bayi yang
tadinya buruk terus jadi bisa tambah kan gizinya, penting dong
ditimbang supaya berat badannya ketahuan gitu, tahu naik
turunnya”) (Informan S).
166

“Penting, supaya anak urang sehat, ditimbang abeh nyaho naek


terus”
(“Penting, supaya anak kita sehat, ditimbang supaya tahu naek
terus”) (Informan SK).
“Penting, eh apa ya, karena bagus si ya, untuk pertumbuhan juga,
tentunya apalagi anak-anak, penting ya ditimbang, kan biar tahu ya,
siklus perkembangan anak” (Informan SM).

Dan seluruh informan tak terkecuali informan yang balitanya

mengalami penurunan status gizi, menganggap berbahaya jika balita

mengalami penurunan berat badan atau status gizi, karena menurut mereka

penurunan berat badan atau status gizi dapat menyebabkan balita sakit,

kurang gizi, menghambat perkembangan, dan menyebabkan ibu khawatir

dan merasa kesal pada balita karena usaha dalam pemberian makan yang

telah dilakukan menjadi sia-sia. Berikut kutipannya:

“Meureunan berbahaya meureun lamun turun mah nyah, soalna


tadina sehat laju turun deui kitu, berbahaya jadi kurang vitamin
deui”
(“Mungkin berbahaya kali kalo turun yah, soalnya tadinya sehat
trus turun lagi gitu, berbahaya jadi kurang vitamin lagi”) (Informan
S).
“Heeh bahaya, hayangna mah naek, lamun turun bae mah pan
kesel, aya capena bae tapina teu naek-naek”
(“Ya berbahaya, maunya kan naek, kalo turun aja tuh kan kesel, ada
capeknya aja tapi gak naek-naek”) (Informan E).
“Bahaya si, karena itu tidak bisa berkembang, gampang terkena
penyakit” (Informan SM).

Selain itu seluruh informan juga setuju dengan pemberian imunisasi,

karena dapat menyebabkan balita terhindar dari penyakit. Namun meskipun


167

begitu, mayoritas informan mengaku tidak memberikan imunisasi pada

balitanya. Berikut kutipannya:

“Setuju dibere imunisasi, atuh abeh sehat, abeh ulah keuna penyakit
naon kitu, hayi imunisasi mah ngajaga cacar kitu”
(“Setuju dikasi imunisasi, supaya sehat, supaya jangan terkena
penyakit gitu, kalo imunisasi mencegah cacar gitu”) (Informan
SK).
“Setuju, tapi dia mah can nyorang diimunisasi, soalna ka
puskesmas lamun menta gak boleh, soalna kan belum kuat”
(“Setuju, tapi dia tuh belum pernah diimunisasi, soalnya di
puskesmas kalo minta gak boleh, soalnya belum kuat”) (Informan
S).
“Setuju atuh, abeh ulah kena panyakit, tapi nyana mah teu
diimuniasai soalna asal rek di imunisasi geuring”
(“Setuju gitu, supaya jangan terkena penyakit, tapi dia gak di
imunisasi soalnya tiap mau di imunisasi sakit”) (Informan N).

Dan selain itu, seluruh informan juga menganggap penting perilaku

hidup sehat dan bersih dalam pemeliharaan kesehatan balita, karena menurut

mereka hal tersebut dapat menjaga kebersihan dan kesehatan balita,

sehingga balita terhindar dari kuman atau bakteri penyebab penyakit.

Berikut kutipannya:

“Setuju, penting pan ngabersihkeun ka budak”


“Bagus, atuh abeh sehat ka keluarga, ka anak teu gampang
geuring”
(“Bagus, ya supaya sehat buat keluarga, buat anak gak gampang
sakit”) (Informan N).
(“Setuju, penting kan membersihkan ke anak”) (Informan E).
“Setuju, harus ya, karena biar tubuh kita gitu tidak terkena kuman
atau bakteri dari debu” (Informan SM).
168

3. Kebersihan Lingkungan

Sikap terhadap kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, adalah pendapat informan utama mengenai sanitasi

lingkungan, berupa pentingnya penyediaan ruang bermain bagi balita,

penggunaan air bersih, pertukaran udara dan pencahayaan rumah yang baik,

pembuangan limbah dan sampah yang sehat, dan penyediaan WC atau

kamar mandi didalam rumah.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan utama, dapat diketahui seluruh informan menganggap penting

penyediaan ruang bermain bagi balita. Menurut mereka hal tersebut dapat

menyebabkan balita terhindar dari kotoran, bebas dan aman dalam bermain,

serta dapat menjaga kesehatan balita. Berikut kutipannya:

“Penting, abeh sehat, tapina sok kokotoran bae lah budak mah”
(“Penting, supaya sehat, tapi suka main kotor aja lah anak tuh”)
(Informan E).
“Butuh ruangan ulin si, supaya bebas kitu aman, lamun cara aya
mah ”
(“Butuh ruangan main si, supaya bebas gitu aman, kalo ada”)
(Informan S).
“Butuh atuh, lamun ulin diluar mah pan besi ka jalan gede kitu
bahaya pan”
(“Butuh dong, kalo main diluar tuh kan nanti ke jalan raya gitu
bahaya kan”) (Informan N).

Seluruh informan berpendapat bahwa penggunaan air bersih

merupakan hal yang penting dalam usaha menciptakan lingkungan sehat

bagi balita, karena menurut mereka penggunaan air bersih dapat membantu
169

menghilangkan semua kotoran dan kuman penyebab penyakit, serta

membantu dalam menjaga kebersihan lingkungan. Berikut kutipannya:

“Penting atuh, ngajaga kebersihan, ngajaga tina sagala kotoran,


panyakit kitu, kuman-kuman penyebab panyakit kitu”
(“Penting dong, menjaga kebersihan, mencegah dari segala
kotoran, penyakit gitu, kuman-kuman penyebab penyakit gitu”)
(Informan S).
“Setuju, atuh abeh sehat, pan kalo air kotor berkuman naon,
harusnya air bersih, air kotor mah pan dibuang”
(“Setuju, supaya sehat, kan kalo air kotor berkuman gitu, harusnya
air bersih, air kotor tuh kan dibuang”) (Informan A).

Selain itu seluruh informan menganggap penting pertukaran udara

dan pencahayaan yang baik didalam rumah, karena menurut mereka hal

tersebut dapat membantu menjaga kesehatan dan menjauhkan dari penyakit.

Berikut kutipannya:

“Penting, abeh naon karah udara anu jore kaluar, udara anu bagus
teh arasup kitu, seger kitu”
“Penting, supaya apa tuh udara yang jelek keluar, udara yang
bagus tuh masuk gitu, segar gitu”(Informan S).
“Penting ya kalo gak kita gampang sakit, ya cahaya matahari juga
penting” (Informan SM).

Seluruh informan juga setuju dengan pembuangan sampah dan

limbah rumah tangga pada tempatnya, atau pada tempat yang tertutup.

Karena menurut mereka hal tersebut dapat menjaga lingkungan tetap sehat,

terhindar dari kotoran. dan mencegah timbulnya penyakit seperti demam

berdarah. Namun meskipun demikian, seluruh informan mengaku

membuang sampah dan limbah ditempat terbuka, dan dekat dengan rumah.

Berikut kutipannya:
170

“Setuju ya biar lingkungannya sehat aja, biar jaga kesehatan, biar


jangan banyak nyamuk, biar gak kena DBD” (Informan B).
“Setuju, ya buang sampah pada tempatnya, karena sampah itu ya
mengandung sumber penyakit ya” (Informan SM).
“Setuju atuh, urang mah tuh lamun buang sampah didinya, lamun
heunteu atuh ambalayah ih, lamun limbah eta kuduna mah tertutup”
(“Setuju dong, kita mah kalo buang sampah disitu, kalo gak jadinya
berantakan, kalo limbah seharusnya tertutup”) (Informan SK).

Dan seluruh informan setuju dengan penyediaan WC dan kamar

mandi didalam rumah, karena menurut mereka hal tersebut dapat membantu

dalam menjaga kebersihan. Namun meskipun demikian, dalam

kenyataannya sebagian besar informan terutama yang balitannya mengalami

peningkatan status gizi, mengaku tidak memiliki WC didalam rumah.

Berikut kutipannya:

“Setuju, biar enak, gak bau, biar bersih” (Informan B).


“Setuju, di WC jeung di empang kan sarua bae nyah bagus”
“Penting, tapi urang mah di empang”
(“Penting, tapi kita tuh di empang”) (Informan S).
(“Setuju, di WC dan di empang sama aja kan bagus”) (Informan N).

5.3.7 Gambaran Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita

Praktik pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam

penelitian ini adalah apa yang dilakukan informan utama dalam usaha

pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita, cara pemeliharaan

kesehatan balita, dan kebersihan lingkungan.


171

1. Usaha Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Infeksi pada Balita

Usaha pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita yang

dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah meliputi jenis penyakit infeksi

yang diderita balita selama mengikuti program PMT-P, serta upaya

informan utama dalam pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada

balita.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat

diketahui bahwa jenis penyakit infeksi yang sering diderita seluruh balita,

adalah demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami

gatal-gatal, bisul dan mencret atau diare. Selain itu terdapat informan yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengeluh balitanya

sering muntah beberapa malam terakhir meskipun balitanya suka makan.

Dan terdapat informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi,

yang mengaku balitanya hampir selalu demam setiap minggu dan batuk

sebulan sekali. Berikut kutipannya:

“Panas, batuk, araratel, bararentol, laju pan manehna mah sok


bisul, bisulan laleutik tea”
(“Panas, batuk, gatal-gatal, bentol-bentol, terus kan dia tuh suka
bisul, bisul kecil gitu”) (Informan E).
“Iye nyorang batuk bae nyah dua minggu sakali, panas, kitu bae”
(“Ini pernah batuk aja yah dua minggu sekali, panas gitu aja”)
(Informan S).
“Tuh itu kan pararanas, mentes ti ditu teu hudang-hudang, iye keur
utah-utahan bae asal ti peuting geh, laju eta bae nyana sok batuk,
sok panas lamun geuring, eta geh geuring kamari eta manehna
mangkana kuru geh, keur iye mah sok mencret”
(“Ya itu kan panas aja, habis dari sana gak bangun-bangun, ini
kaya muntah-muntah aja tiap malam juga, terus dia tu suka batuk,
172

suka panas kalo sakit, itu juga lagi sakit kemarin itu dia jadinya
kurus juga,waktu dulu mah suka mencret”) (Informan A).
“Dia suka panas, batuk ada sebulan sekali, kalo panas sering ampir
tiap minggu, kalo pilek kadang-kadang si” (Informan SM).

Sedangkan untuk usaha pencegahan penyakit, mayoritas informan

mengaku bahwa pencegahan yang mereka lakukan, yaitu dengan cara

memberi makanan yang sehat dan kenyang, sering mencuci tangan balita,

mencuci pakaian balita, dan melarang balita main saat terik matahari atau

saat turun hujan, serta melarang balita main tanah atau main kotor dan

bermain di tempat yang tidak dapat diawasi oleh informan. Berikut

kutipannya:

“Teu dibiken ulin papanasan, huhujanan, ju ulah ngomean taneh,


ulah ulin ka jauh-jauh kitu tah neng”
(“Tidak dibiarkan main panas, hujan, terus jangan main tanah,
jangan main ke jauh-jauh gitu neng”) (Informan E).
“Dibere dahar bae, ulah gupak kalaluar asal aya taneh manehna
mah didahar, mangkana teu menang meleng, kudu dijagaan bae”
(“Dikasi makan aja, ya jangan main kotor diluar asal ada tanah dia
tuh dimakan, jadinya gak boleh lengah, harus dijaga terus”)
(Informan SK).
“Lamun dahar lengena dikobokan, ulah darapon urangna, indungna
kudu sing apik, dikobokan pokona kudu bebersih bae lah”
(“Kalo makan tangannya dicuci, jangan ceroboh kitanya, ibunya
harus rapih dicuci pokoknya harus bersih-bersih aja”) (Informan
N).

Untuk upaya pengobatan balita, seluruh informan mengaku selalu

membawa balita mereka ke puskesmas atau bidan terdekat. Selain itu

beberapa informan terkadang menggunakan cara tradisional, dengan cara

membuat campuran minyak kelapa sawit, buah asam, dan bawang merah
173

yang dioleskan di kepala balita untuk menurunkan demam, sebelum dibawa

ke puskesmas. Selain itu terdapat dua informan yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, yang terkadang membawa balitanya ke

dukun beranak untuk dipijat, dan salah satu informan diantaranya terkadang

meminta air putih yang telah didoakan ke orang pintar jika penyakit balita

belum sembuh.

Sebagian besar informan mengaku selalu memberikan obat sesuai

anjuran petugas kesehatan. Namun sebagian besar informan yang balitanya

tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang memberikan

suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas. Sedangkan informan yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku selalu memberikan

suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis, dan selalu

mengikuti petunjuk petugas kesehatan dalam pemberian obat pada balita.

Selain itu terdapat seorang informan yang balitanya mengalami penurunan

status gizi, yang mengatakan bahwa balitanya tidak mau memimum obat

dalam bentuk puyer, sehingga obat dan vitamin yang diberikan sebagian

besar tidak dikonsumsi oleh balita. Berikut kutipannya:

“Paling dijagain aja terus dibawa ke puskesmas aja, gak pernah


berobat ke bidan-bidan lain gitu, ya dukun-dukun yang deket-deket
udah gak ada, terus dikasi obatnya aja sampe abis, kalo
dibungkusnya ditulis tiga hari sekali yah saya mah ngikutin aja tiga
kali, kemaren mah dikasi vitamin aja kaya puyer” (Informan B).
“Atuh ke puskesmas, lamun obat batuk mah diseepken, lamun
paracetamol mah lamun panas bae dibere, aya keneh vitamin mah,
vitamin sirup geh aya keneh nyana mah, jarang diinumken ja
diburah-burahken bae ku nyana jadina sok dihakan ku emakna bae
174

vitaminna, kan biasana diboborehan tea, urang marud bawang


putih, bawang beureum sareng asem jeung minyak sayur, memeh
dibawa ka bidan, lamun aya mah bonteng diboborehkeun bae ka
sirah, lamun teu turun karak dibawa ka bidan, sok dijampeken
lamun dibawa ka bidan can cager, dipentaken cai, pentaken sareat
ka emak kolot, cai na ti imahna dibawakena, lamun budak panas bae
teu hade-hade menta cai bae ka imah na ja Alhamdulilah sok laju
cager”
(“Ya ke puskesmas, kalo obat batuk tuh dihabiskan, kalo
paracetamol tuh kalo panas aja dikasi, masih ada vitaminnya,
vitamin sirup juga masih ada tuh, jarang diminumkan soalnya
dimuntahin dia jadinya suka dimakan ke ibunya aja vitaminnya ini
dikompres gitu, kan biasanya dibalurkan gitu, kita parut bawang
putih, bawang merah sama asam dan minyak sayur, sebelum dibawa
ke bidan, kalo ada timun dibalurkan aja ke kepala, kalo gak turun
baru dibawa kebidan, suka didoain kalo dibawa ke bidan belum
sembuh, dipintakan air, dimintakan doa ke nenek, airnya dari
rumahnya dibawakan, kalo anak panas tidak sembuh-sembuh minta
air aja ke rumah nyaAlhamdulillah suka sembuh”) (Informan N).
“Kalo belum parah saya pake cara tradisional, kaya di urut, kaya di
minuman apa gitu, kalo udah parah ya dibawa ke dokter aja, cuman
ini banyak obatnya gak dimakan” (Informan SM).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang

diceritakan informan utama. Namun meskipun demikian, seluruh informan

keluarga mengaku kurang begitu tahu upaya pencegahan penyakit yang

dilakukan informan utama. Berikut kutipannya:

“Panas, batuk, pilek, gak tau yah ibu suka ngapain kalo sakit, paling
dibawa ke puskesmas aja” (Informan keluarga B).
“Ensok, paling geh panas, ka puskesmas bae, rutin nyana mah,
lamun ti kesmas teu cager karak menta cai dijampeken, atuh caina
diinum diboborehkeun, ensok diboborehan asem, bawang, jeung
minyak, obatna geh sok diseepken bae nyah, sapoe tilu kali”
175

(“Sering, paling juga panas, ke puskesmas aja, rutun dia tuh, kalo
dari puskesmas beluum sembuh baru minta air didoakan, airnya
diminum dioleskan, sering dioleskan asam, bawang sama minyak,
obatnya juga suka dihabiskan aja yah, sehari tiga kali”) (Informan
keluarga N).
“Ke puskesmas, kalo parah baru ke dokter, gak suka habis sih
obatnya, kalo yang sirop dia seneng, kalo yang puyer mah dia
susah” (Informan keluarga SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan

pendukung lain, yaitu dua staf Puskesmas Pagedangan yang turut serta

dalam pengobatan balita, didapatkan hasil sebagian besar balita yang

mengikuti program PMT-P sering menderita ISPA, diare, dan koreng atau

penyakit kulit. Pengobatan dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai

dengan diagnosa penyakit, serta pemberian suplemen vitamin setiap

minggunya. Vitamin yang diberikan berupa vitamin C dan B komplek, serta

vitamin yang mengandung lysin untuk meningkatkan nafsu makan balita.

Pada umumnya obat dan vitamin diberikan dalam bentuk puyer, karena obat

dan vitamin dalam bentuk sirup persediannya sangat terbatas. Berikut

kutipannya:

“ISPA diare yang paling banyak, soalnya kan berat badannya turun
otomatis diare, obat-obatan yang dikasi tergantung dengan
penyakitnya ya, vitaminnya itu kan ada lysinnya buat nafsu makan,
kan ada daya tahan tubuh, vitamin C, B komplek, susu” (Informan
staf puskesmas P).
“Nomor satu si ini ISPA yah, diare, koreng, koreng kan bisa aja
karena gizi buruk yah, oh ya tergantung kasusnya, sesuai diagnose,
tergantung ketersedian obatnya juga, kan kadang-kadang obatnya
susah, vitamin ya B complex, B, C, sama mineral, kadang ada
kalsiumnya juga” (Informan staf puskesmas S).
176

Dan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di rumah informan

dan beberapa kali dipuskesmas setiap kamis, didapatkan hasil yang hampir

sama dengan yang diceritakan informan, yaitu untuk balita dari kelompok

yang mengalami peningkatan status gizi, terlihat balita pertama menderita

demam pada salah satu kunjungannya ke puskesmas, balita kedua terlihat

pilek, bisul dan koreng pada dua kali kunjungannya ke puskesmas, dan

balita ketiga terlihat menderita batuk pada dua kunjungannya ke puskesmas.

Sedangkan untuk balita dari kelompok yang tidak mengalami

peningkatan status gizi, terlihat balita pertama menderita batuk, flu serta

muntah ketika diberi makan pada dua kali observasi, balita kedua terlihat flu

dan demam pada dua kunjungannya ke puskesmas, sedangkan informan

ketiga mengeluh balitanya muntah setiap malam di salah satu kunjungannya

ke puskesmas, dan balita keempat terlihat demam pada salah satu observasi

dirumah informan.

Namun dalam hal usaha pencegahan penyakit, informasi dari hasil

observasi yang didapatkan, terlihat berbeda dari yang diceritakan informan

utama, yaitu sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi terlihat memberikan makanan dengan yang porsi

sedikit, selain itu masih terdapat beberapa balita yang bermain ditempat

kotor atau main dengan temannya yang terlihat menderita penyakit infeksi,

serta terlihat informan maupun balitanya tidak mencuci tangan sebelum

makan.
177

Sebagian besar informan terlihat membawa balitanya ke puskesmas

ketika sakit, dan obat yang diberikan terlihat diminum oleh balita. Namun

salah satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi terlihat

masih menyimpan obat dan vitamin yang didapat dari puskesmas maupun

instansi kesehatan lain, dan seorang informan yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi terlihat masih menyimpan suplemen

vitamin yang diberikan dari puskesmas.

Selain itu berdasarkan studi dokumen yang dilakukan dengan cara

melihat catatan rekam medik balita, didapatkan hasil yang sama dengan

yang diceritakan informan, yaitu penyakit yang rata-rata diderita balita

adalah demam, batuk, influenza atau flu, diare dan penyakit kulit.

2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Balita

Cara pemeliharaan kesehatan balita yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, adalah meliputi upaya informan utama dalam usaha

meningkatkan dan memantau status gizi, imunisasi, dan upaya menjaga

kebersihan balita yang terdiri dari upaya mencuci tangan sebelum makan,

mengganti pakaian balita, memandikan balita dan tindakan informan ketika

balita buang air besar ataupun kecil.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan informan

utama, dapat diketahui bahwa upaya seluruh informan dalam meningkatkan

dan memantau status gizi adalah dengan cara memberikan makan yang

banyak dan teratur, memberikan vitamin, dan melakukan penimbangan di

puskesmas setiap minggu atau di posyandu setiap bulan. Namun sebagian


178

besar informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi

mengeluh balitanya susah makan. Selain itu seorang informan yang

balitanya mengalami penurunan status gizi, mengaku tidak rutin datang ke

puskesmas setiap minggunya, karena kesibukan informan sebagai

wiraswasta. Berikut kutipannya:

“Dahar nu teratur eker umur genep bulan mah ampe umur satahun
tiap dua jam sekali dipasihan dahar, dibere vitamin, dibawa ka
puskesmas unggal minggu teu tinggalen dibawa bae”
(“Makan yang teratur waktu umur enam bulan tuh sampai umur
setahun tiap dua jam sekali dikasi makan, dikasi vitamin, dibawa ke
puskesmas tiap minggu gak ketinggalan dibawa aja”) (Informan S).
“Abeh naek deui berat badana dibere barang hakan anu sebeh, sok
ngahaja ku urang lamun rek nimbang dibere dahar, laju dibawa bae
ka puskesmas unggal kemis, unggal bulan dibawa ka posyandu”
(“Supaya naik berat badana dikasi makanan yang kenyang, suka
sengaja mau ditimbang dikasi makan, terus dibawa aja ke
puskesmas tiap kamis, tiap bulan dibawa ke posyandu”) (Informan
SK).
“Ya di kasi makan, di kasi susu, cuman gak mau, susah, dia mah
kaya masuknya banyak keluarnya juga banyak gitu, sering si ke
puskesmas, tapi kadang dua minggu gitu gak kesana-sana, kalo
posyandu sering, dulu kan saya kader” (Informan SM).

Sebagian besar informan mengaku balitanya tidak pernah

diimunisasi, karena balita sedang sakit ketika ada pemberian imunisasi di

posyandu, atau karena pihak puskesmas tidak bersedia memberikan

imunisasi karena balita sedang sakit atau dalam keadaan kurang gizi.

Meskipun demikian, informan yang balitanya mengalami penurunan status

gizi mengaku bahwa balitanya sudah diimunisasi lengkap. Berikut

kutipannya:
179

“Iye mah can nyorang diimunisasi, soalna ka puskesmas lamun


menta, gak boleh ceunageh soalna kan blum kuat”
(“Ini tuh belum pernah diimunisasi, soalnya ke puskesmas kalo
minta, gak boleh katanya soalnya belum kuat”) (Imforman S).
“Heunteu, ja muriang terus asal rek diimunisasi”
(“Enggak,karena meriang trus kalo mau diimunisasi”) (Informan
N).
“Teu diimunisasi soalna kurang berat badana, jadi tara di suntik”
(“Gak diimunisasi soalnya kurang berat badannya, jadi gak pernah
disuntik”) (Informan A).
“Nyana mah kabeh sih dimunisasina, di puskesmas tilok di
posyandu, naon tah poho, campak kumplit pokona”
(“Dia tuh semua sih diimunisasinya, di puskesmas gak pernah di
posyandu, apa tuh lupa, campak lengkap pokonya”) (Informan E).
“Lengkap, BCG, DPT, Polio, trus campak, hepatitis, dari umur tiga
hari de kayannya” (Informan SM).

Seluruh informan mengatakan selalu mencuci tangan atau mencuci

tangan balitanya sebelum makan dan setelah memegang kotoran, meskipun

sebagian besar informan mengaku tidak selalu menggunakan sabun saat

mencuci tangannya. Selain itu mayoritas informan mengatakan selalu

menganti pakaian anaknya lebih dari empat atau lima kali sehari, karena

anak sering mengompol. Dan seluruh informan mengatakan selalu

memandikan balita minimal dua kali dalam sehari, dengan menggunakan

sabun dan air bersih.

Seluruh informan mengatakan selalu membersihkan balita setelah

buang air besar atau buang air kecil, dengan menggunakan sabun dan air

bersih. Namun untuk tempat buang air besar dan kecil, tedapat satu

informan yang selalu membiarkan balitanya buang air besar di halaman

rumah, dan terdapat dua informan lain yang membiarkan balitanya buang air
180

besar di jamban yang terletak diatas empang, sedangkan empat informan

yang lain mengatakan bahwa balitanya selalu buang air besar di WC yang

terletak di kamar mandi didalam rumah. Berikut kutipannya:

“Kalo lagi mandi itu suka saya cuci tanganya, kalo kotor sedikit
sama ngompol disalin, kalo lagi berak juga saya cebokin, pake
sabun colek aja, mandinya dua kali sehari kalo udah keringetan,
kalo berak dia mah suka didepan rumah aja didiriin kalo gak suka
gak ketahuan dicelana” (Informan B).
“Atuh ensok cuci tangan, kadang make sabun kadang heunteu, ker
pohoan mah heunteu, aya sapoe tilu kali mandi, isuk-isuk dohor laju
sore mandi deui kitu, kadang mah opat kali ganti pakean sapoe,
nyana mah gupak malulu kan kotor, lamun buang air besar
dicebokan make sabun, lamun buang air kecil heunteu make sabun,
eta bae di empang”
(“Ya suka cuci tangan, kadang pakai sabun kadang enggak, lagi
lupa tuh enggak, ada sehari tiga kali mandi, pagi-pagi dzuhur terus
sore mandi lagi gitu, kadang tuh empat kali ganti pakaian sehari,
dia tuh main tanah melulu kan kotor, kalo buang air besar
dicebokan pakai sabun, kalo buang air kecil enggak pakai sabun, itu
aja di empang”) (Informan N).
“Rajin dia mah, sering saya omelin kalo gak cuci tangan, kadang
pake sabun kadang enggak, mandi sering tiga kali sehari kali ya,
seneng maen air, ganti baju mah kadang tiga, empat, kadang lima,
soalnya kan pipis basah ganti, saya juga suka cuci tangan, dicebokin
gak bisa sendiri pake sabun” (Informan SM).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang

diceritakan informan utama, meskipun beberapa informan keluarga

mengaku kurang begitu tahu upaya informan utama dalam menjaga

kebersihan balita maupun upaya imunisasi. Berikut kutipannya:

“Iya cuci tangan, dimandiin, dua kali kadang tiga kadang, gak tau
kalo ganti baju, eh gak pernah imunisasi” (Informan keluarga B).
181

“Cuci tangan, ibuna geh sarua bae, make sabun colek bae lah,
mandi dua kali sapoe, isuk jeung sore, saberaha kali rek diimunisasi
muriang bae awakna, eta geh kadang ku kula sok diisangan”
(“Cuci tangan, ibunya juga sama aja, pake sabun colek aja lah,
mandi dua kali sehari, pagi sama sore, beberapa kali mau
diimunisasi meriang terus anaknya, itu juga kadang sama kita suka
dicebokin”) (Informan keluarga N).
“Rajin dia mah cuci tangan, kadang pake sabun kadang enggak kali
ya, kalo mandi dia mah sering, kadang tiga kali sehari kali ya,
seneng maen air, imunisasi lengkap” (Informan keluarga SM).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan

pendukung lain yaitu dua staf puskesmas pagedangan yang turut serta dalam

pemberian PMT dan pengobatan balita, didapatkan hasil bahwa sebagian

besar informan utama rajin berkunjung ke puskesmas jika sedang ada PMT,

sedangkan jika tidak ada PMT, kunjungan informan menjadi berkurang.

Berikut kutipannya:

“Kalo dia emang memerlukan ya suka datang, kalo di rumahnya


susah beli susu, kalo ada PMT ya mereka pada rajin” (Staf
puskesmas Y).
“Kalo yang ada PMT si rajin, kan eneng tahu sendiri kalo ada
susunya lagi ada, rajin kan, tapi kalo kita lagi gak ada, jadi kaya
gini loh, kalo mereka rajin karena ada yang mau dibawa” (Informan
staf puskesmas P).
“Ehm kebanyakan si kalo ada PMT rajin, kalo gak ada PMT pada
enggak ya, tapi ada juga si yang rajin” (Informan staf puskesmas
SM).

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di rumah informan

maupun di puskesmas, didapatkan hasil sebagian besar informan pergi ke

puskesmas setiap minggu untuk mengambil PMT-P, serta melakukan

penimbangan dan pemeriksaan kesehatan, sedangkan satu informan yang


182

balitanya mengalami penurunan status gizi terlihat dua sampai tiga kali tidak

datang ke puskesmas selama pemberian PMT-P.

Seluruh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi

terlihat sering memberikan makanan utama, serta sering memberikan

makanan tambahan berupa biskuit. Sedangkan informan yang balitanya

tidak mengalami peningkatan status gizi terlihat lebih sering memberikan

makanan jajanan berupa makanan ringan, daripada makanan utama seperti

nasi dan lauk-pauk. Sedangkan untuk upaya imunisasi hanya satu informan

yang dapat di observasi, yaitu dengan cara melihat catatan pemberian

imunisasi pada KMS, yang menunjukkan balita telah diimunisasi lengkap,

sedangkan informan yang lain tidak dapat diobservasi karena tidak dapat

memperlihatkan KMSnya.

Sedangkan untuk upaya menjaga kebersihan balita, sebagian besar

informan terlihat tidak mencuci tangan ketika memberikan makan balitanya,

selain itu balita juga tidak terlihat mencuci tangan sebelum makan. Beberapa

informan terlihat mengganti pakaian balita ketika balita mengompol tanpa

membasuh atau membersihkan balita dengan air maupun sabun.

3. Usaha Menjaga Kebersihan Lingkungan

Usaha menjaga kebersihan lingkungan yang dimaksudkan dalam

penelitian ini, adalah meliputi usaha menjaga kebersihan lingkungan

bermain balita, penggunaan air bersih, cara pembuangan sampah dan limbah

rumah tangga, usaha mengatur pertukaran udara dan pencahayaan rumah,

dan usaha menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.


183

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan, dapat

diketahui bahwa enam balita informan terbiasa bermain didalam atau

dihalaman rumah, dan terdapat satu balita yang terbiasa bermain di lapangan

atau di tempat yang kotor seperti di kubangan air hujan, yang ternyata

mengalami peningkatan status gizi. Seluruh informan mengaku selalu

membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah satu

teman bermainnya sedang menderita penyakit, karena menurut mereka

sebagian besar teman bermain balita adalah kakaknya yang tinggal serumah

atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah sehingga susah untuk

dipisahkan. Pada umumnya penyakit yang diderita teman bermain balita

sama dengan penyakit yang diderita balita yaitu seperti demam, flu, batuk

dan diare. Berikut kutipannya:

“Mainnya disini sama didepan maennya ma anak-anak sini aja, kalo


temennya lagi sakit juga pada maen aja pada nyamperin dia, paling
temennya suka sakit pilek, batuk” (Informan B).
“Tuh ulin jeung baturna, lamun geuring geh ulin bae, ja tah ulah
mah sok ngadat, baturna geuring atuh biasa panas, batuk, sok ulin
diharep, dilapangan, bangkong di nubucak geh sok diulinkeun tea,
bangor nyana mah”
(“Ya main sama temennya, kalo sakit juga main aja, ya kalo
dilarang juga suka nangis, temennya suka sakit biasa panas,batuk,
suka main didepan, dilapangan, kodok di tempat becek juga suka
dimainkan gitu, nakal dia tuh”) (Informan E).
“Atuh ulina jeung baturna alo ibu, panas nyana geh sarua, batuk
bae, pilek, laju utah-utahan, mencret, lamun pilek geh arulin bae”
(“Ya mainnya sama temennya keponakan ibu, panas juga sama,
batuk aja, pilek, terus muntah-muntah, mencret, kalo pilek juga
sama main aja”) (Informan N).
184

Sumber air bersih yang digunakan seluruh informan berasal dari

sumur yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah, dan

digunakan informan untuk minum, memasak, mencuci pakaian dan

peralatan dapur, mandi, buang air besar dan kecil, dan lain-lain. Selain itu

tiga informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi mengaku

tidak memiliki WC didalam rumah mereka, dua informan diantaranya

terbiasa buang air besar di jamban yang terletak di atas empang dibelakang

rumah, dan satu informan yang lain terbiasa buang air besar di kebun

belakang rumah dengan cara menggali tanah. Sedangkan sebagian besar

informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku

memiliki WC didalam rumah mereka. Berikut kutipannya:

“Dari sumur aja buat minum, masak, cuci tangan, mandi, berak,
sumurnya deket comberan si, tapi kalo BAB kan rame-rame gali
tanah aja di kebon belakang kalo dah penuh ditutup, gali lagi”
(Informan B).
“Atuh nimba ti sumur bae, deket si ka empang, jeung nginum, mandi
segala, masak, ngumbahan piring atuh”
(“Ya dari sumur aja, dekat si ke empang, buat minum, mandi segala
masak, cuci piring gitu”) (Informan E).
“Iye amun jeung nginum jeung masak mah ti imah bibi tah digigir,
lamun mandi nyeseh sagala mah ti sumur bae, rada kiruh emang”
(“Ini kalo buat minum sama masak tuh dari rumah bibi tuh
disamping, kalo mandi nyuci segala tuh disumur aja, agak keruh
emang”) (Informan N).
“Yah ini dari sumur, jaraknya ada lima meter dari saluran limbah,
yah buat minum, masak, cuci, mandi gitu aja” (Informan SM).
185

Sebagian besar informan terbiasa membuang sampah di halaman

depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dan dibakar, selain itu

mayoritas informan tidak memiliki tempat pembuangan sampah didalam

rumah. Sedangkan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang dimiliki

sebagian besar informan, mengalir kedalam saluran air yang terbuka atau

berbentuk empang. Meskipun demikian, terdapat satu informan yang

balitanya mengalami penurunan status gizi, yang terbiasa membuang

sampah dengan cara dikumpulkan didepan rumah yang kemudian di bawa

petugas ke tempat pengolahan sampah, serta memiliki saluran pembuangan

limbah yang mengalir ke saluran pembuangan yang berbentuk got dan

septictank5. Berikut kutipannya:

“Buang sampah iye di imah dikumpulken heula, dikumpulken laju


dibeuleum ditukang, lamun cai WC mah ka empang”
(“Buang sampah ini dirumah dikumpulkan dulu, dikumpulkan terus
dibakar dibelakang, kalo air WC tuh ke empang”) (Informan S).
“Buang sampah dipipir dikumpulken dibeuleum, cai WCna dipicen
ka empang lain septic tank, WC namah dijero imah”
(“Buang sampah dibelakang dikumpulkan dibakar, air WCnya
dibuang ke empang bukan septic tank, WCnya didalam rumah”)
(Informan SK).
“Dikumpulkan didepan rumah pake plastic aja, tar ada petugas
yang ngambil, air limbah di got, kalo buangan WC ya ke septictank,
ada kali jaraknya lima meter dari sumur” (Informan SM).

5
Septictank adalah adalah bak untuk menampung air limbah yang digelontorkan dari WC (water closet),
konstruksi septictank ada disekat dengan dinding bata dan diatasnya diberi penutup dengan pelat beton
dilengkapi penutup control dan diberi pipa hawa T dengan diameter 1 ½ “, sebagai hubungan agar ada
udara/oksigen ke dalam septictank sehingga bakteri-bakteri menjadi subur sebagai pemusnah kotoran-
kotoran atau tinja yang masuk ke dalam bak penampungannya (Bochari, 2009).
186

Selain itu seluruh informan terbiasa membuka gorden dan jendela

rumah pada pagi hari, sehingga udara segar dan cahaya matahari pagi bisa

masuk kedalam rumah. Berikut kutipannya:

“Lamun isuk-isuk teh buka jandela, buka hordeng neng abeh asup,
lamun sore mah jeung tibeurang ditutup, paling peting make lampu”
(“Kalo pagi-pagi tuh dibuka jendela buka hordeng neng supaya
masuk, kalo sore sama siang tuh ditutup, paling malam pakai
lampu”) (Informan E).
“Atuh urang jendela naon dibuka ja unggal isuk”
(“Ya kita jendela apa dibuka tiap pagi”) (Informan A).

Upaya menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar menurut

seluruh informan, adalah dengan cara menyapu dan mengepel rumah setiap

hari, dan menyapu dan menyiram halaman rumah dengan air supaya tidak

berdebu. Namun terdapat dua informan mengaku jarang melakukan kegiatan

tersebut karena tidak sempat melakukannya, dan satu informan diantaranya

mengaku hanya membersihkan rumah ketika hari libur. Berikut kutipannya:

“Paling ngepel nyapu tiap hari, satu hari tuh bisa berkali-kali kan
dia suka ngompol, paling kalo diluar doang tuh dua kali sehari”
(Informan B).
“Atuh disapuan, dipel, elap kaca, nyapuan luar disiram abeh ulah
ngebul, iye ramatna dibersihan”
(“Ya disapu, dipel, dielap kaca, disapu halaman disiram supaya
tidak berdebu, sarang laba-laba dibersihkan”) (Informan N).
“Disapuan, dipel atuh, iye bae can sempet, lamun hari libur tah
karak rapih-rapih”
(“Disapu, dipel dong, ini aja belum sempat, kalo hari libur baru
rapih-rapih”) (Informan SK).
187

Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan

informan keluarga, didapatkan informasi yang hampir sama dengan yang

diceritakan informan utama. Berikut kutipannya:

“Kalo temennya lagi sakit juga suka maen aja, kalo buang sampah
ditempat sampah, kalo buang air besar dibelakang aja di kebon
deket tempat sampah, paling ngepel sama nyapu” (Informan
keluarga B).
“Nyapuan, ngepel, maen iye di lapangan bola, di harep imah, heeh
sok garering, titah balik si lamun gering, tapina sok te nurut, micen
sampah atuh di luar, limbah mah di empang”
(“Menyapu, mengepel, main dia tuh di lapangan bola, didepan
rumah, ya suka pada sakit, suka disuruh pulang kalo sakit, tapinya
suka gak nurut, buang sampah ya di luar, limbah tuh di empang”)
(Informan keluarga E).
“Di imah ulina, atuh buktina ayena aya di imah, atuh ka harep geh
paling geh sok dijagaan di gendong, jeung kakana bae, geringna
sarua bae, micen sampah di belakang, atuh nyapuan, ngepel,
buktina gak ada, hehe, disebut bersih ja ambalayah, hehe”
(“Di rumah mainnya, ya buktinya sekarang ada di rumah, ke depan
juga suka dijagain digendong, sama kakaknya aja, sakitnya sama
aja, buang sampah di tukang, ya disapu, dipel, buktinya gak ada,
hehe, disebut bersih tapi berantakan, hehe”) (Informan keluarga
SK).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di rumah informan,

didapatkan hasil yang hampir sama dengan yang diceritakan informan utama

maupun pendukung. Yaitu sebagian besar balita terlihat bermain didalam

atau dihalaman rumah, mayoritas informan memiliki rumah yang terlihat

bersih atau bebas dari sampah, sedangkan halaman rumah yang menjadi

tempat bermain balita terlihat kotor dan dekat dengan lokasi pembuangan

sampah. Selain itu terdapat beberapa teman bermain balita yang terlihat
188

sedang menderita flu, dan tetap bermain dengan balita. Dan sumber air

seluruh informan berasal dari sumur yang terletak cukup dekat atau kurang

dari 10 meter dari saluran limbah, tapi terlihat bening dan bersih.

Sedangkan untuk pencahayaan dan penerangan rumah, didapatkan

hasil yang sedikit berbeda dari keterangan informan, yaitu sebagian besar

informan terlihat memiliki rumah dengan pencahayaan yang kurang di

beberapa ruangan seperti ruang tengah, kamar tidur dan dapur, selain itu

jendela hanya terletak didepan rumah atau kamar tidur yang menyebabkan

udara terasa pengap dan lembab, dan sebagian besar informan menggunakan

kayu bakar untuk memasak.

Lokasi pembuangan sampah terletak di halaman depan atau belakang

rumah dan lokasi pembuangan limbah mayoritas terletak di halaman depan

atau belakang rumah, yang berbentuk empang terbuka. Sedangkan satu

informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi, terlihat memiliki

saluran pembuangan limbah yang cukup baik yaitu saluran air yang tertutup

atau berbentuk septictank.

Sedangkan mengenai upaya menjaga kebersihan rumah dan

lingkungan sekitar, dua informan terlihat tidak berupaya membersihkan

lantai yang terkena air kencing balita pada salah satu observasi, sebagian

besar rumah informan terlihat kurang bersih, dan terdapat informan yang

menggunakan salah satu ruangan di dapur sebagai kandang ayam, dengan

alasan takut dicuri dan juga memiliki kandang kambing yang terletak

dibelakang rumah dengan jarak yang cukup dekat dengan rumah informan.
189

5.3.8 Gambaran Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita

Perilaku pemeliharaan kesehatan yang dimaksudkan dalam penelitian

ini, adalah pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu atau informan utama

dalam pemeliharaan kesehatan balita yang meliputi penyakit infeksi pada

balita, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan

pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar informan mengetahui penyakit infeksi adalah penyakit seperti

tetanus yang disebabkan terkena paku dan penyakit seperti panas, dan lebih

mengenal penyakit menular daripada penyakit infeksi. Penyebab dan cara

penularan penyakit infeksi secara umum menurut informan adalah karena

balita melakukan aktivitas bersama atau kontak langsung dengan orang yang

menderita penyakit menular, atau karena tertusuk paku. Sedangkan akibat atau

dampak penyakit infeksi pada balita menurut sebagian besar informan adalah

balita menjadi kurus, berat badan menurun, kurang nafsu makan, dan sulit

tidur.

Menurut sebagian besar informan, cara pencegahan penyakit infeksi

pada balita yaitu tidak menggunakan peralatan minum yang sama dengan

penderita penyakit infeksi, balita yang sehat tidak disatukan dengan balita yang

sakit, balita tidak dibiarkan main saat terik matahari atau saat hujan, balita

diberikan makanan sehat, tidak main ditempat yang kotor dan jauh dari rumah,

dan selalu menjaga kebersihan. Pengobatan penyakit infeksi pada balita,


190

menurut sebagian besar informan adalah dengan memberikan obat dan segera

membawa balitanya ke tempat pelayanan kesehatan.

Sebagian besar informan menjawab cara meningkatkan dan memantau

status gizi balita adalah balita diberi makan yang banyak dan teratur, diberi

vitamin dan selalu ditimbang di puskesmas atau di posyandu. Dampak KEP

(gizi buruk dan gizi kurang) pada balita, menurut mayoritas informan adalah

mata balita terlihat layu, perutnya membuncit, tidak mau makan, berat badan

turun atau kurus, mengurangi kecerdasan, menghambat perkembangan, dan

bisa menyebabkan kematian pada balita. Sedangkan manfaat imunisasi

menurut sebagian besar informan, adalah dapat meningkatkan kekebalan tubuh,

mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan balita sehat, kuat, cerdas, dan cepat

berjalan. Dan untuk pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat,

beberapa informan menjawab PHBS adalah perilaku menjaga kebersihan

lingkungan, rumah, tempat tidur, makanan, pakaian dan lain-lain.

Seluruh informan menyebutkan bahwa bangunan rumah sehat adalah

rumah dengan ventilasi yang baik, sehingga dapat menyebabkan cahaya

matahari dan udara masuk kedalam rumah, atau rumah yang selalu rapi dan

bersih. Menurut seluruh informan, tempat bermain anak sebaiknya didalam

atau dihalaman rumah, atau ditempat yang dapat diawasi langsung oleh

informan.
191

Adapun cara pembuangan sampah menurut seluruh informan adalah

sebaiknya sampah dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan kemudian

dibakar. Sedangkan pembuangan limbah rumah tangga, menurut empat

informan sebaiknya limbah dibuang disaluran air yang mengalir ke empang

atau sungai. Sedangkan dua informan yang lain mengatakan sebaiknya limbah

dibuang ke saluran air yang tertutup, seperti septictank, atau saluran air yang

khusus digunakan untuk pembuangan limbah. Dan tempat buang air besar atau

kecil, menurut sebagian besar informan sebaiknya dilakukan di WC tertutup

yang tersedia didalam rumah.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran sikap pemeliharaan

kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa seluruh

informan menganggap penting usaha pencegahan penyakit, pencarian

pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan, peningkatan berat badan dan status

gizi balita, penimbangan balita secara teratur, pemberian imunisasi, perilaku

hidup sehat dan bersih, penyediaan ruang bermain bagi balita, usaha

menciptakan lingkungan sehat bagi balita, pertukaran udara dan pencahayaan

yang baik didalam rumah, pembuangan sampah dan limbah rumah tangga pada

tempatnya. Selain itu seluruh informan juga menganggap berbahaya jika balita

menderita penyakit infeksi, mengalami penurunan berat badan atau status gizi,

dan setuju dengan penyediaan WC dan kamar mandi didalam rumah.


192

Selain itu berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran praktik

pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar balita hampir selalu menderita penyakit infeksi setiap

minggunya, dan jenis penyakit infeksi yang sering diderita seluruh balita,

adalah demam, batuk, dan pilek, dan beberapa balita sering mengalami gatal-

gatal, bisul dan mencret atau diare.

Adapun usaha pencegahan penyakit yang menurut mereka lakukan

adalah memberi makanan yang sehat dan kenyang, sering mencuci tangan

balita, mencuci pakaian balita, dan melarang balita main saat terik matahari

atau saat turun hujan, serta melarang balita main tanah atau main kotor dan

bermain di tempat yang tidak dapat diawasi oleh informan. Namun berdasarkan

hasil observasi sebagian besar informan yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi terlihat memberikan makanan dengan yang porsi

sedikit, selain itu masih terdapat beberapa balita baik yang mengalami

peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami status gizi, terlihat

bermain ditempat kotor dan bermain dengan temannya yang sedang menderita

penyakit infeksi, serta terlihat sebagian besar informan dan balitanya tidak

mencuci tangan sebelum makan.

Seluruh informan mengaku selalu membawa balita mereka ke

puskesmas atau bidan terdekat ketika sakit, dan terkadang menggunakan cara

tradisional, dengan cara membuat campuran minyak kelapa sawit, buah asam,

dan bawang merah yang dioleskan di kepala balita untuk menurunkan demam,

sebelum dibawa ke puskesmas.


193

Sebagian besar informan mengaku selalu memberikan obat sesuai

anjuran petugas kesehatan. Namun terdapat seorang informan yang balitanya

mengalami penurunan status gizi, yang mengatakan bahwa balitanya tidak mau

memimum obat dalam bentuk puyer, sehingga obat dan suplemen vitamin yang

diberikan puskesmas sebagian besar tidak dikonsumsi oleh balita. Sedangkan

dalam hal pemberian suplemen vitamin, sebagian besar informan yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, mengaku jarang

memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas. Sedangkan

informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, mengaku selalu

memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai habis.

Sebagian besar informan pergi ke puskesmas setiap minggu untuk

mengambil PMT-P, serta melakukan penimbangan dan pemeriksaan kesehatan,

sedangkan satu informan yang balitanya mengalami penurunan status gizi

terlihat dua sampai tiga kali tidak datang ke puskesmas selama pemberian

PMT-P. Sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi terlihat jarang memberikan makanan utama seperti nasi

dan lauk-pauk dan lebih sering memberikan makanan jajanan berupa makanan

ringan seperti ciki, astor, kerupuk, permen, biskuit, coklat, makaroni, dan

snack-snack ringan lainnya.

Sedangkan dalam hal upaya menjaga kebersihan balita, sebagian besar

informan terlihat tidak mencuci tangan ketika memberikan makan balitanya,

dan balita terlihat tidak mencuci tangan sebelum makan. Selain itu beberapa
194

informan terlihat mengganti pakaian balita ketika balita mengompol tanpa

membasuh atau membersihkan balita dengan air maupun sabun.

Seluruh informan mengaku selalu membiarkan balitanya bermain

dengan temannya, meskipun salah satu teman bermainnya sedang menderita

penyakit, karena menurut mereka sebagian besar teman bermain balita adalah

kakaknya yang tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat

rumah sehingga susah untuk dipisahkan.

Sumber air bersih yang digunakan seluruh informan berasal dari sumur

yang jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah, dan digunakan

informan untuk minum, memasak, mencuci pakaian dan peralatan dapur,

mandi, buang air besar dan kecil, dan lain-lain. Seluruh informan yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi tidak memiliki WC didalam

rumah mereka. Dan sebagian besar informan terbiasa membuang sampah di

halaman depan atau belakang rumah dengan cara dikumpulkan dan dibakar.
195

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Pengetahuan Pemberian Makan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama baik yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami peningkatan

status gizi, memiliki pengetahuan yang sama hampir di semua aspek perilaku

pemberian makan kepada balita kecuali dalam hal porsi dan penyajian makanan.

Sebagian besar informan tidak mengetahui komposisi makanan atau susunan

hidangan yang sebaiknya diberikan kepada balita. Meskipun demikian, terdapat satu

informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai komposisi

makanan, dan ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Menurut

informan tersebut, komposisi makanan yang sebaiknya diberikan kepada balita,

adalah terdiri dari makanan pokok, sayuran, buah-buahan, lauk pauk dan susu, atau

yang lebih dikenal dengan istilah empat sehat lima sempurna.

Selain itu sebagian besar informan hanya mengetahui sumber-sumber

makanan yang mengandung lemak, seperti makanan yang mengandung banyak

minyak, contohnya daging, coklat, susu dan mentega. Padahal sumber makanan yang

bergizi lainnya, seperti protein dan karbohidrat sangat baik untuk meningkatkan

asupan kalori dan protein bagi balita.


196

Sebagian besar informan utama juga memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai waktu yang tepat dalam pemberian makanan tambahan dan waktu yang

tepat dimulainya pemberian MP-ASI. Karena hanya sebagian kecil informan yang

menjawab bahwa waktu pemberian makanan tambahan adalah sebaiknya disela-sela

waktu makan utama, dan waktu yang tepat dimulainya pemberian MP-ASI adalah

sejak balita berusia enam bulan. Sedangkan menurut Pudjiadi (2005:53), bayi harus

mendapat makanan tambahan disamping ASI jika kebutuhannya sudah melampaui

jumlah yang didapat dari ASI, yang pada umumnya setelah bayi berumur empat

sampai enam bulan.

Pengetahuan informan yang buruk, mungkin disebabkan oleh rendahnya

pendidikan informan yang sebagian besar hanya setingkat SD, dan kurangnya arahan

dari petugas kesehatan mengenai komposisi atau susunan hidangan yang sebaiknya

diberikan kepada balita. Sebagaimana menurut pendapat Winkel (1984) dalam

Khomsan dkk (2007b:6), yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang

dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya.

Sedangkan pengetahuan informan utama tentang cara penyiapan atau

pengolahan makanan balita secara umum termasuk baik. Menurut mereka bahan

makanan sebaiknya dimasak sampai matang dengan cara dikukus dan direbus untuk

bahan makanan seperti beras, digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan

direbus atau ditumis untuk bahan makanan sejenis sayuran. Dengan memasak

makanan, menurut Sediaoetama (2008:12), bahan makanan menjadi lebih mudah

dicerna dan zat-zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh

tubuh.
197

Selain itu pengetahuan informan utama dalam hal frekuensi dan waktu

pemberian makan secara umum termasuk baik, seluruh informan utama mengetahui

bahwa frekuensi pemberian makan kepada balita adalah tiga kali dalam sehari, yang

mungkin dipengaruhi oleh budaya sebagian besar masyarakat setempat yang selalu

makan tiga kali dalam sehari. Sedangkan waktu pemberian makan menurut mereka

adalah sebaiknya saat balita lapar atau meminta makanan, saat balita bangun atau

mau tidur dan saat balita bermain. Selain itu salah satu informan utama juga

menambahkan, sebaiknya balita diberikan makanan sesuai dengan jam makan atau

teratur setiap harinya, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi.

Pengetahuan informan utama mengenai waktu yang tepat dimulainya dan

lamanya pemberian ASI, dan jenis MP-ASI yang sebaiknya diberikan kepada balita,

ternyata juga termasuk baik. Menurut sebagian besar informan waktu yang tepat

dimulainya pemberian ASI adalah segera setelah bayi dilahirkan, dan lamanya

pemberian ASI adalah sampai balita berusia dua tahun. Sedangkan jenis MP-ASI

yang sebaiknya diberikan kepada balita menurut informan utama adalah pisang,

bubur bayi instan, nasi tim, bubur, dan lain-lain. Pengetahuan informan utama yang

baik mengenai pemberian ASI mungkin disebabkan oleh penyuluhan tentang

pemberian ASI yang sering diberikan petugas kesehatan di puskesmas.

Dan pengetahuan informan utama mengenai pemberian makanan tambahan

dan jajanan yang baik bagi balita secara umum termasuk baik. Menurut sebagian

besar informan utama makanan tambahan adalah makanan selain nasi, seperti

biskuit, roti, kue, singkong, buah-buahan dan lain-lain. Selain itu menurut mereka

makanan jajanan yang baik untuk balita adalah makanan seperti biskuit, roti, susu,
198

dan buah-buahan. Makanan yang disebutkan informan tersebut umumnya diketahui

sebagai makanan yang mengandung banyak kalori dan vitamin yang baik untuk

menambah asupan zat gizi bagi balita. Selain itu beberapa dari informan juga

menambahkan makanan jajanan yang baik adalah makanan yang bergizi dan bersih,

ataupun makanan yang diolah sendiri dirumah.

Sedangkan dalam hal pengetahuan porsi makanan dan penyajian makanan,

sebagian besar informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi,

ternyata memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan informan yang

balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Porsi makanan menurut informan

yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih besar daripada porsi

makanan menurut informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi.

Selain itu penyajian makanan menurut sebagian besar informan utama yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi, adalah sebaiknya makanan dihias atau

memiliki tampilan yang menarik dan dibedakan rasanya jika untuk balita. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sediaoetama (2008:12), yang mengatakan menghidangkan

makanan harus menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang,

bahkan puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan

harus dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar

timbul selera dan nafsu makan.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

informan utama mengenai pemberian makan secara umum termasuk buruk. Karena

sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai

komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan


199

tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan

status gizi balita. Hal tersebut dapat pula dibuktikan dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik

mengenai porsi, komposisi, dan penyajian makanan ternyata memiliki balita yang

mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian besar

informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyiapan atau

pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada

balita.

6.2 Sikap Pemberian Makan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama secara umum menunjukkan

sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita. Namun

meskipun demikian sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik

terhadap aspek-aspek yang lain dalam pemberian makan kepada balita. Selain itu

sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata

menunjukkan sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita.

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan

konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6). Hal ini dibuktikan dengan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki

pengetahuan yang baik mengenai cara penyiapan atau pengolahan dan penyajian

makanan balita, frekuensi pemberian makan, waktu pemberian makan, waktu yang
200

tepat dimulainya pemberian ASI, pemberian makanan tambahan, dan porsi makanan

ideal bagi balita, ternyata secara umum menunjukkan sikap yang baik mengenai hal

tersebut.

Sikap positif informan tersebut bisa dilihat dari pendapat mereka yang

mengatakan bahwa, pengolahan makanan yang sehat dan memperhatikan aspek

kebersihan dan penyajian makanan yang menarik merupakan hal yang penting dan

dapat menghilangkan penyakit yang ada dalam makanan dan meningkatkan nafsu

makan balita. Selain itu mereka menganggap penting pemberian makan minimal tiga

kali dalam sehari dan pemberian makan pada waktu yang tepat, karena dapat

mengurangi kebiasaan jajan balita, menghindarkan balita dari penyakit, serta

menyebabkan balita menikmati makanannya. Dan mereka juga menganggap penting

waktu dimulainya pemberian ASI ketika balita dilahirkan, dan pemberian ASI

sampai balita berumur dua tahun termasuk ASI eksklusif1, dengan alasan dapat

menyebabkan balitanya sehat dan terhindar dari penyakit. Selain itu seluruh

informan utama juga menganggap penting pemberian makanan tambahan dan setuju

dengan pemberian PMT-P dari puskesmas, dengan alasan balita mereka menyukai

PMT-P yang diberikan, serta dapat meringankan beban informan dalam pemberian

makanan kepada balita.

1
ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu saja kepada bayi umur 0 – 6 bulan tanpa diberikan makanan
atau minuman tambahan selain obat untuk terapi (pengobatan penyakit).
201

Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk mengenai

waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga menunjukkan sikap yang

buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari ketidaksetujuan mereka jika

balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat atau enam bulan.

Namun meskipun tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku seseorang, hasil penelitian menunjukkan bahwa informan utama yang

memiliki pengetahuan yang buruk mengenai komposisi makanan ideal, sumber-

sumber makanan yang bergizi, porsi makanan, dan waktu yang tepat dalam

pemberian makanan tambahan, ternyata cenderung menunjukkan sikap yang baik

mengenai hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap

penting pemberian makanan dengan komposisi makanan yang bergizi dan porsi yang

cukup serta pemberian makanan tambahan kepada balita.

Begitu pula sebaliknya, informan yang memiliki pengetahuan yang baik

mengenai makanan jajanan yang baik untuk balita, ternyata memiliki sikap yang

secara umum buruk mengenai hal tersebut, dengan membiarkan balitanya jajan

makanan yang mengandung zat gizi rendah, seperti ciki, coklat, permen, minuman

dingin dan lain-lain, yang dijual bebas dipasaran. Selain itu informan utama juga

mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat

menyebabkan balita mereka sakit. Sikap yang buruk tersebut dimungkinkan terjadi

karena kurangnya pengetahuan informan mengenai akibat dari kebiasaan jajan balita,

serta kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya dari jajan sembarangan

terhadap kesehatan balita.


202

Meskipun demikian, terdapat dua informan yang menunjukan sikap positif

dengan tidak membiarkan balita mereka jajan sembarangan, yang ternyata balitanya

mengalami peningkatan status gizi. Selain itu mereka juga menyatakan

persetujuannya terhadap pernyataan jajan sembarangan dapat menyebabkan balita

mereka sakit.

Sedangkan dalam hal kepercayaan terhadap pantangan makanan, seluruh

informan utama secara umum menunjukkan sikap yang baik terhadap pantangan

makanan. Mereka mengaku tidak mempercayai pantangan makanan untuk balita

baik menurut kepercayaan suku maupun nenek moyang, dan hanya mempercayai

pantangan makanan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan oleh

sebagian besar informan utama yang tidak memberikan pantangan makanan apapun,

kecuali pantangan makanan yang bisa menyebabkan balita sakit seperti minuman

dingin, permen, coklat dan ciki.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap informan

utama terhadap pemberian makan secara umum termasuk buruk. Karena sebagian

besar informan utama menunjukkan sikap yang buruk terhadap pemberian MP-ASI

dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan. Sikap informan

terhadap hal tersebut ternyata berdampak negatif terhadap praktiknya yang pada

akhirnya berpengaruh terhadap penurunan berat badan balita. Hal tersebut dapat

dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang

memiliki sikap yang baik terhadap pemberian makanan tambahan ternyata memiliki

balita yang mengalami peningkatan status gizi. Namun meskipun demikian, sebagian

besar informan memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan,
203

penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian

ASI.

6.3 Praktik Pemberian Makan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan

utama memiliki praktik yang secara umum termasuk buruk dalam hal komposisi dan

porsi makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI

dan pemberian makanan tambahan. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa

informan utama yang memiliki praktik yang secara umum baik dalam hal porsi

makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan, yang

ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Selain itu sebagian besar

informan utama juga memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan makanan,

waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan.

Dalam praktiknya, sebagian besar informan utama hanya memberikan

makanan dengan komposisi yang terdiri dari nasi, tim atau bubur, dengan kuah sayur

atau bumbu seperti kecap atau garam, dan jarang memberikan lauk pauk baik hewani

maupun nabati, yang bisa menyebabkan asupan nutrisi terutama protein dan lemak

kurang memenuhi kebutuhan balita. Selain itu informan utama juga jarang

memberikan sayur ataupun buah yang menyebabkan asupan vitamin dan mineral

kurang memenuhi kebutuhan balita. Sedangkan menurut pendapat Sediaoetama

(2009:10), dalam susunan hidangan harus terlihat adanya makanan pokok, lauk-

pauk, sayuran dan buah cuci mulut. Hidangan untuk anak-anak (bayi, balita, remaja)

dan ibu hamil atau menyusukan sebaiknya ditambahkan susu atau telur. Penambahan
204

makanan terakhir ini untuk meningkatkan kualitas campuran protein dalam

hidangan.

Namun meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang selalu

memberikan makanan dengan komposisi yang terdiri dari nasi ditambah lauk pauk

dan sayuran, serta rutin memberikan susu minimal dua kali dalam sehari. Yang

ternyata hal tersebut dilakukan oleh informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi, dan memiliki pengetahuan serta sikap yang baik mengenai

komposisi makanan yang ideal. Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo

(2003b:121), yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Selain itu Sanjur (1982)

dalam Khomsan dkk (2007b:9) juga menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang

dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan.

Selain komposisi makanan yang tidak beragam, sebagian besar informan

rata-rata hanya memberikan nasi sebanyak dua sendok makan atau sekitar 10 gram,

yang ternyata memiliki balita yang tidak mengalami peningkatan status gizi.

Sedangkan menurut Pudjiadi (2005), asupan (intake) zat gizi dalam jumlah yang

seimbang mutlak dibutuhkan pada berbagai tahap tumbuh kembang manusia,

khususnya anak balita. Karena itu asupan yang kurang atau berlebih secara terus

menerus akan mengganggu pertumbuhan dan kesehatan. Selain itu menurut Suhardjo

(2003:8), kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak

balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, sehingga perkembangan

selanjutnya terganggu.
205

Namun meskipun demikian, porsi makanan pokok yang diberikan informan

utama yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, sesuai dengan anjuran

Widjaja (2007) yaitu 100 gram nasi dalam sekali makan, yang ternyata diberikan

oleh informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi. Namun mengingat

seluruh informan utama memiliki balita yang menderita KEP yang membutuhkan

asupan zat gizi lebih terutama kalori dan protein untuk meningkatkan status gizinya,

porsi yang diberikan tentu seharusnya lebih besar, seperti menurut anjuran Moehji

(1998:80), yang mengatakan bahwa apabila anak usia 2-3 tahun setiap makan dapat

menghabiskan antara 75-100 gram beras (nasi sebanyak satu gelas minum yang diisi

agak padat) maka anak akan menerima masukan kalori sekitar 900 kalori setiap hari

setelah ditambah lauk pauk sekedarnya.

Kurangnya porsi makanan yang diberikan informan utama, mungkin

dipengaruhi oleh faktor kesulitan makan yang dialami beberapa balita yang tidak

mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian

makanan yang kurang menarik, yang bisa dilihat dari kurangnya lauk pauk dalam

makanan balita, serta kebiasaan jajan yang menyebabkan balita kenyang dan tidak

mau makan makanan utamanya.

Selain itu karena sebagian besar informan utama jarang memberikan lauk,

maka dapat diasumsikan porsi lauk yang diberikan tidak sesuai dengan pedoman

makanan balita menurut Widjaja (2007), yang menganjurkan balita diberikan 4-5

porsi daging masing-masing 50 gram tempe, tahu, ikan telur atau daging ayam dalam

satu hari. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi selalu memberikan susu minimal dua gelas
206

sehari, sehingga dapat diasumsikan kebutuhan protein balitanya dapat terpenuhi. Hal

ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (2009:10), yang mengatakan bahwa

penambahan susu atau telur dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas campuran

protein dalam hidangan.

Porsi sayur yang diberikan informan utama cenderung kurang memenuhi

kebutuhan balita, karena sebagian besar informan utama jarang memberikan sayur

dalam makanan balitanya. Selain itu informan utama juga jarang memberikan buah,

sehingga kebutuhan zat pengatur seperti vitamin dan mineral dapat diasumsikan

tidak mencukupi kebutuhan balita. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengetahuan

serta sikap informan utama yang secara umum termasuk buruk, yang bisa dilihat dari

anggapan mereka yang menganggap bahwa pemberian kuah sayur sudah mewakili

porsi sayuran dalam makanan balita. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa

informan utama yang selalu memberikan suplemen vitamin dari puskesmas, yang

dapat menambah asupan vitamin untuk balita, yang ternyata hanya dilakukan oleh

informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi.

Selain komposisi dan porsi makanan yang tidak mencukupi, penyajian

makanan yang dilakukan sebagian besar informan utama juga terlihat tidak menarik,

karena tidak adanya variasi baik dari tampilan warna maupun jenis lauknya, selain

itu makanan hanya ditaruh dalam mangkuk dan sendok biasa, atau tidak

menggunakan peralatan makan yang dapat merangsang balita untuk makan.

Sedangkan menurut pendapat Moehji (2008), bentuk potongan atau warna makanan

sering dapat membangkitkan sikap anak untuk menyenangi suatu makanan yang
207

sebelumnya tidak disenangi. Karena itu, tidak salah jika makanan anak diberi warna

atau bentuk khusus yang menarik perhatian anak sehingga anak mau memakannya.

Penyajian makanan yang kurang menarik mungkin disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan informan utama mengenai cara-cara yang tepat dalam

menyajikan makanan, dan kurangnya kesadaran informan dalam usaha

meningkatkan selera makan balita. Selain itu keterbatasan bahan pangan dan

peralatan, juga dapat menjadi penghambat dalam usaha penyajian makanan yang

menarik bagi balita. Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2005:55), yang

mengatakan sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya

tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana.

Sedangkan dalam hal rasa makanan yang disajikan, sebagian besar informan

utama mengaku tidak membedakan rasa makanan balita dengan anggota keluarga

lain dan rasa yang dominan dalam makanan balita adalah asin, manis dan terkadang

gurih. Namun sebagian besar informan yang balitanya mengalami peningkatan status

gizi mengaku memberikan makanan balita dengan rasa yang berbeda dari yang

diberikan kepada anggota keluarga lain, seperti tidak terlalu asin jika dibandingkan

dengan makanan keluarga. Sedangkan menurut pendapat Febry dan Marendra (2008)

dalam Kodariah (2010:53), penyajian makanan pada anak harus diperhatikan, karena

dapat mempengaruhi selera makan anak, baik penampilan, tekstur, warna, aroma,

besar porsi, dan pemilihan alat makan yang menarik.


208

Selain itu menu yang disajikan terlihat kurang variatif dan selalu hampir

sama setiap harinya. Karena sebagian besar informan utama hanya menghidangkan

makanan utama berupa nasi, bubur ataupun nasi tim dengan kecap, garam, ataupun

kuah sayur. Padahal menurut Febry dan Marendra (2008) dalam Kodariyah

(2010:54), penyusunan menu makanan selain harus memperhatikan komposisi zat

gizi, juga harus memperhatikan variasi menu makanan agar anak tidak bosan, dan

sebaiknya dibuat siklus menu tujuh atau sepuluh hari.

Selain itu menurut Maulana (2008), pemberian makanan yang kurang

bervariasi dapat pula menyebabkan anak sulit menyesuaikan diri dengan makanan

baru. Hal ini terbukti dari pernyataan informan yang mengatakan anaknya kurang

nafsu makan jika menu makanannya diganti, seperti mengganti bubur dengan nasi

ataupun nasi tim, meskipun dalam kenyataannya informan tersebut memiliki balita

yang mengalami peningkatan status gizi.

Selain komposisi dan porsi makanan yang kurang mencukupi dan penyajian

makanan yang kurang menarik, frekuensi pemberian makan yang dilakukan sebagian

besar informan utama juga termasuk masih kurang, karena sebagian besar informan

hanya memberikan makanan utama paling sering dua kali dalam sehari atau bahkan

satu kali jika sedang bepergian, serta jarang memberikan makanan tambahan, yang

ternyata hal tersebut dilakukan oleh informan yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya kesadaran

informan utama untuk mematuhi arahan dari petugas kesehatan tentang frekuensi

pemberian makan kepada balita, serta faktor kesulitan makan dan kesibukan

informan, yang turut menjadi penghambat dalam memberikan makan kepada


209

balitanya, meskipun sebagian besar informan memiliki pengetahuan dan sikap yang

baik mengenai hal tersebut.

Sedangkan jika dilihat dari usia sebagian besar balita yang hendak menginjak

usia dua tahun, yang sudah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah

seharusnya bisa makan makanan lebih sering daripada usia sebelumnya.

Sebagaimana menurut Arisman (2002:52), yang mengatakan bahwa saat menginjak

usia sembilan bulan bayi telah mempunyai gigi dan mulai pandai mengunyah

kepingan makanan orang dewasa. Pada saat itu ia makan (mungkin) empat sampai

lima kali sehari.

Namun meskipun demikian, frekuensi pemberian makan yang dilakukan

informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata cukup

baik, karena mereka selalu memberikan makanan utama minimal tiga kali dalam

sehari dan memberikan makanan tambahan secara rutin minimal satu kali dalam

sehari, dan bahkan terdapat satu informan diantaranya, yang selalu memberikan

makan utama untuk balitanya sampai lima kali dalam sehari ketika balita mengalami

gizi buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo (1990) dalam Yuniarti

(2010:43), yang mengatakan bahwa frekuensi makan dikatakan baik bila frekuensi

makan setiap harinya tiga kali makanan utama atau dua kali makanan utama dengan

satu kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya

dua kali makanan utama atau kurang.

Hal tersebut ditegaskan pula oleh Latief dkk (2002), yang mengatakan bahwa

jadwal makan anak adalah tiga kali makan dan diantaranya dapat diberikan makanan

kecil/selingan. Makanan yang dianjurkan terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk,


210

buah, dan tambahan susu dua kali sehari, yaitu 250 ml setiap kali minum. Waktu

makan yaitu pada pagi, siang, dan malam. Sedangkan waktu makan untuk makanan

selingan ialah jam 11.00 dan jam 16.00.

Selain komposisi, porsi, dan frekuensi pemberian makan yang kurang

mencukupi dan penyajian makanan yang kurang menarik, sebagian besar informan

utama juga memiliki praktik yang secara umum masih buruk dalam hal waktu

dimulainya pemberian MP-ASI. Hal tersebut bisa dilihat dari kebiasaan sebagian

besar informan utama yang telah memberikan MP-ASI berupa bubur bayi instan,

pisang ataupun susu formula sebelum balita berusia empat bulan, bahkan beberapa

diantaranya sudah memberikan MP-ASI sejak balita dilahirkan atau sejak balita

berusia satu minggu. Sedangkan menurut Soenardi (2000), pemberian MP-ASI

sebaiknya pada usia enam bulan, karena pencernaan bayi sebelum usia enam bulan

belum sempurna. Bila dipaksa bisa menyebabkan pencernaan sakit karena pemberian

terlalu cepat, lagi pula kekebalan terhadap bakteri masih kecil dan bisa tercemar

melalui alat makan dan cara pengolahan yang kurang higienis.

Hal senada juga disampaikan oleh Pudjiadi (2005), yang mengatakan jika

produksi ASI cukup, maka pertumbuhan bayi untuk 4-5 bulan pertama akan

memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi akan menjadi dua kali lipat

daripada berat badan lahir. Maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi

makanan tambahan pada bayi tersebut, terkecuali sedikit jus buah seperti tomat,

jeruk, pisang dan sebagainya. Setelah berumur empat atau lima bulan bayi harus

dapat makanan tambahan berupa makanan padat berupa bubur susu atau nasi tim.

Pada bayi yang bertumbuh terlalu cepat, maka dimulainya makanan padat dapat
211

diundurkan sampai umur enam sampai tujuh bulan untuk mencegah bayi menjadi

terlalu gemuk.

Namun meskipun demikian, porsi MP-ASI yang diberikan informan utama

yang balitanya mengalami peningkatan status gizi ternyata lebih baik dibandingkan

dengan informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi.

Karena informan yang balitanya mengalami peningkatan status gizi, selalu

memberikan MP-ASI dengan porsi yang lebih besar dan lebih teratur jika

dibandingkan dengan informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status

gizi. Hal ini terjadi dimungkinkan karena informan utama yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi, selalu mengikuti petunjuk yang diberikan petugas kesehatan,

yang terbukti dari pengakuan salah satu informan utama yang mengatakan selalu

memberikan bubur bayi “X” tiga sendok makan dalam sekali makan, karena

mengikuti arahan atau petunjuk dari petugas kesehatan di puskesmas.

Sebagaimana menurut Rosmana (2003:16), yang mengatakan bahwa

pemberian ASI kepada balita hendaknya dilakukan secara kontinyu dalam jangka

waktu berkisar 24 bulan, namun seiring dengan pertumbuhan bayi yang demikian

pesat disatu sisi dan kualitas ASI yang tidak lagi dapat mencukupi disisi lain, maka

dipandang perlu adanya pemberian makanan sebagai pendamping ASI (MP-ASI).

Pemberian MP-ASI ini hendaknya diberikan secara bertahap, namun yang perlu

mendapatkan perhatian adalah bahwa ASI merupakan makanan utama bagi balita

sehingga kedudukannya tidak dapat digantikan oleh MP-ASI, sehingga walaupun

telah diberikan MP-ASI, pemberian ASI harus terus diberikan sampai batas waktu

pemberiannya.
212

Selain komposisi, porsi, dan frekuensi pemberian makan yang kurang

mencukupi dan penyajian makanan yang kurang menarik, sebagian besar informan

utama juga memberikan makanan tambahan dengan porsi yang kurang, yang

ternyata dilakukan oleh informan yang balitanya tidak mengalami peningkatan status

gizi. Mereka hanya memberikan makanan tambahan satu sampai tiga keping biskuit

dalam sehari atau sekitar 10 sampai 30 gram. Meskipun demikian, terkadang mereka

memberikan kue tradisional, namun dalam jumlah sedikit. Selain itu PMT yang

diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit lebih banyak dikonsumsi oleh

anggota keluarga lain dibandingkan oleh balita itu sendiri. Hal ini terjadi mungkin

disebabkan karena kurangnya kesadaran informan, dalam mengikuti arahan yang

diberikan petugas puskesmas tentang pemberian makanan tambahan kepada balita.

Namun meskipun demikian, seluruh informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi selalu memberikan makanan tambahan secara teratur, dan

dengan porsi yang cukup setiap harinya yaitu minimal 10 keping atau 100 gram

biskuit perhari. Sebagaimana menurut pendapat Moehji (1988:81), yang mengatakan

bahwa langkah yang dapat ditempuh untuk menaikkan masukan kalori pada anak-

anak usia balita adalah menambah frekuensi makan dari dua kali menjadi tiga kali

atau memberikan makanan selingan yang cukup antara dua waktu makan. Praktik

informan yang baik tersebut, mungkin dipengaruhi oleh sikap positif informan yang

menganggap penting pemberian makanan tambahan kepada balita, serta kesadaran

yang tinggi untuk memberikan makanan tambahan secara teratur dan dengan porsi

yang cukup.
213

Selain itu sikap yang buruk terhadap kesukaan jajan balita, ternyata

berdampak negatif terhadap kebiasaan jajan balita, karena dalam kenyataannya

sebagian besar balita terbiasa jajan dua sampai empat kali dalam sehari. Dan

sebagian besar informan utama selalu memberikan jajanan yang mengandung zat

gizi rendah dan mengandung bahan tambahan makanan yang tidak baik, seperti ciki,

astor, kerupuk, permen, coklat, makaroni, minuman dingin, dan snack-snack ringan

lainnya. Namun meskipun demikian terdapat dua informan utama yang tidak

membiarkan balita mereka jajan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan

status gizi.

Kebiasaan jajan balita mungkin juga dipengaruhi oleh kebiasaan jajan yang

dilakukan oleh saudara atau teman mereka, serta lokasi rumah balita yang

berdekatan dengan warung jajanan. Sedangkan menurut Susanto (2003), kebiasaan

jajan makanan cenderung menjadi bagian budaya keluarga. Makanan jajanan yang

kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi akan mengancam kesehatan anak. Nafsu

makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan berpengaruh pada status gizi.

Moehji (2003) mengatakan bahwa kebiasaan jajan memiliki kelemahan-

kelemahan, antara lain jajanan biasanya banyak mengandung hidrat arang dan

walaupun ada zat-zat makanan lain, tapi jumlahnya sedikit. Kemudian jika terlalu

sering jajan maka anak akan kenyang, sehingga anak tidak mau makan nasi, atau jika

mau, jumlah yang dihabiskan hanya sedikit sekali. Selain itu kebersihan dari jajanan

itu sangat diragukan. Dan jika keinginan anak untuk jajan tidak dipenuhi, maka

sering kali anak akan menangis dan menolak untuk makan. Sedangkan dari segi
214

pendidikan, kebiasaan jajan ini tidak dapat dianggap baik, lebih-lebih jika anak

hanya diberikan uang dan membeli sendiri makanannya itu.

Meskipun sebagian besar informan utama memiliki praktik yang buruk

dalam hal komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian

makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan. Sebagian besar

informan utama memiliki praktik yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan

makanan, waktu pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan.

Praktik informan yang baik dalam hal pengolahan makanan, bisa dilihat dari

praktik mereka yang selalu mengolah makanan balitanya dengan cara pemanasan,

seperti merebus, menggoreng, menumis ataupun menyiramnya dengan air panas.

Sebagaimana menurut pendapat Santoso (1999:14), yang mengatakan bahwa

pengaruh pemanasan dalam pengolahan makanan adalah meninggikan sifat dapat

cerna atau digestibilitas makanan terutama bahan makanan nabati, melemahkan dan

mematikan mikroba, dan dapat meniadakan zat-zat toksik.

Namun meskipun demikian, proses pengolahan makanan yang dilakukan

informan terlalu banyak mengalami proses pengulangan, sehingga dikhawatirkan

dapat menyebabkan banyaknya zat gizi dalam bahan makanan terbuang percuma.

Contohnya dalam proses memasak bahan makanan pokok seperti beras, yang

dimulai dengan mencuci, kemudian merebus, disiram air panas dan dikukus kembali,

yang memungkinkan zat gizi terbuang dalam proses pencucian maupun perebusan.

Sebagaimana menurut pendapat Sediaoetama (2008:12), yang mengatakan bahwa

mengolah dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan

sebagian besar dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin
215

mudah larut didalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat

rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Cara penanganan bahan makanan

yang tidak betul, akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang

percuma. Selain itu menurut Santoso (1999:14), jika pengolahan makanan dilakukan

dengan cara pemanasan yang terlalu tinggi dapat berpengaruh negatif yaitu dapat

merusak sifat bahan makanan sehingga menjadi sukar atau tidak dapat dicerna oleh

tubuh dan dapat menyebabkan bahan makanan menjadi karsinogenik.

Selain itu jika dilihat dari praktik sebagian besar informan utama yang selalu

menyimpan makanan balita ditempat tertutup dan bersih, serta selalu menggunakan

peralatan yang dicuci bersih sebelum digunakan, maka dapat diasumsikan proses

pengolahan makanan yang dilakukan informan utama cukup memperhatikan aspek

kebersihan. Sebagaimana menurut pendapat Soenardi (2000), yang mengatakan

bahwa pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat

perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat

menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat

makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan

sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan (Soenardi, 2000 dalam

Husin 2008).

Selain praktik pengolahan dan penyimpanan yang baik, informan utama juga

memiliki praktik pemberian ASI yang secara umum termasuk baik. Hal tersebut

dapat dilihat dari kebiasaan sebagian besar informan utama yang selalu memulai

pemberian ASI sejak balitanya dilahirkan, dan memberikan ASI sampai balita

berusia dua tahun. Namun meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang
216

menghentikan pemberian ASI saat balita berusia tiga bulan karena balita tidak mau

menyusu, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Sedangkan

menurut Pudjiadi (2005:14), ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi

terutama pada bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk

membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik pada

bayi yang baru lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum. Lagipula

ASI memiliki berbagai zat anti infeksi, mengurangi kejadian eksim atopic2, dan

proses menyusui menguntungkan ibunya dengan terdapat lactational infertility3,

hingga memperpanjang child spacing atau jarak kelahiran.

Selain itu terdapat salah satu informan utama yang memiliki kesadaran tinggi

untuk tetap memberikan ASI sejak awal kelahiran, meskipun ASI yang dihasilkan

masih berwarna kuning (kolostrum), yang ternyata dilakukan oleh informan yang

balitanya mengalami peningkatan status gizi. Sebagaimana menurut pendapat

Pudjiadi (2005:18), yang mengatakan bahwa ASI pada lima hari pertama warnanya

lebih kuning dan lebih kental, dan dinamakan kolostrum. Walaupun kolostrum

berwarna lain daripada ASI yang dikeluarkan kemudian, jangan sekali-kali dianggap

produk basi, melainkan susu yang bernilai gizi baik sekali. Disamping mengandung

kadar protein tinggi, kolostrum mengandung banyak zat anti infeksi, hingga baik

sekali bagi bayi pada hari-hari pertama setelah dilahirkan.

2
Eksim atopic adalah adalah penyakit radang kulit umum yang sering telah mulai diderita sejak masa
kanak-kanak
3
Lactational infertility adalah keadaan di mana seseorang tidak dapat hamil karena menyusui.
217

Sebagian besar informan utama yang melakukan praktik menyusui juga

memberikan atau berencana memberikan ASI sampai balita berusia dua tahun.

Meskipun demikian, terdapat satu informan utama yang terlihat masih memberikan

ASI walaupun balitanya sudah menginjak usia dua tahun, yang ternyata mengalami

penurunan status gizi. Hal tersebut bisa dijelaskan dengan pendapat Jahari (1988)

dalam Zulkarnaen (2008:21), yang mengatakan bahwa usia penyapihan yang terlalu

dini pada bayi merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang pada bayi.

Begitu pula sebaliknya, usia penyapihan yang terlalu lama tanpa diimbangi

pemberian makanan yang tepat, jenis, bentuk dan waktunya dapat mengakibatkan

timbulnya masalah gizi pada anak balita yang dapat berlanjut menjadi lebih berat.

Keadaan demikian kemungkinan besar disebabkan kurang atau tidak terpenuhinya

kebutuhan energi pada usia penyapihan. Keadaan gizi buruk pada balita akan

menimbulkan konsekuensi fungsional, antara lain pertumbuhan fisik dan

perkembangan mental terlambat.

Selain itu frekuensi pemberian ASI yang dilakukan informan utama kepada

balitanya secara umum juga termasuk baik, hal ini bisa dilihat dari kebiasaan

sebagian besar informan utama yang selalu memberikan ASI lebih dari enam kali

dalam sehari, dan selalu diberikan saat balita menangis, minta menyusu atau pada

jam biasa diberikan ASI. Frekuensi pemberian ASI yang dilakukan informan

tersebut, sesuai dengan frekuensi pemberian ASI yang ideal menurut Depkes RI

(2006) dalam Husin (2008:13), yaitu minimal enam kali sehari untuk balita

seumuran informan utama.


218

Selain praktik pengolahan dan pemberian ASI yang baik, sebagian besar

informan utama juga memberikan makan pada waktu yang tepat, yaitu saat balita

meminta makan dan pada waktu biasanya balita diberi makanan. Sebagaimana

menurut Kusumadewi (1998) dalam Kodariyah (2010:54), yang mengatakan bahwa

waktu pemberian makan yang tidak tepat seperti pada saat anak sedang mengantuk,

atau belum merasa lapar akan membuat anak tidak menikmati makanannya. Oleh

karena itu penerapan jadwal makan disertai dengan kondisi anak pada saat makan

akan mempengaruhi anak dalam menerima makanan.

Selain itu, sebagian besar informan utama juga tidak memberikan pantangan

makanan yang dapat menurunkan asupan zat gizi untuk balita, yang bisa dilihat dari

praktik informan yang tidak memberikan pantangan makanan apapun, kecuali

pantangan makanan yang bisa menyebabkan balita sakit seperti minuman dingin,

permen, coklat dan ciki.

Menurut hasil penelitian Tan (1970) dalam Khomsan dkk (2007b:9),

menunjukkan bahwa dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan

dengan makanan, responden yakin sekali pada kepercayaan dan pantangan yang

berlaku pada bayi, anak, perempuan, wanita hamil dan menyusui. Dengan adanya

makanan pantangan, maka jumlah makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas,

walaupun tidak berakibat fatal tetapi hanya bersifat merugikan saja. Makanan yang

dilarang itu, jika dilihat dari konteks gizi terkadang merupakan bahan makanan yang

mengandung nilai gizi tinggi (Khomsan dkk, 2007b:9).


219

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik sebagian

besar informan utama mengenai pemberian makan secara umum termasuk buruk,

terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan yang diberikan, penyajian

makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan

tambahan. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh pengetahuan dan sikap sebagian

besar informan utama yang termasuk buruk dalam hal pemberian makan. Namun

meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki praktik yang baik

dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu pemberian makan,

pemberian ASI dan pantangan makanan.

Selain itu terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang baik

dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan

tambahan, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Namun hal

tersebut dikhawatirkan tidak dapat berlangsung langgeng (long lasting), jika tidak

didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik serta kesadaran yang tinggi.

Sebagaimana menurut pendapat Rogers dalam Notoatmodjo (2003b: 122), yang

mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang tinggi maka tidak akan

berlangsung lama.
220

6.4 Perilaku Pemberian Makan

Menurut CORE (2003) perilaku pemberian makan balita adalah cara

pemberian makan sehari-hari terhadap balita yang berusia diatas enam bulan yang

meliputi kebiasaan baik yang berhubungan dengan makan, makanan tambahan ASI,

pemberian makan secara aktif dan selama sakit, frekuensi makan dan komposisi

makanan. Sedangkan perilaku pemberian makan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah perilaku informan utama yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan praktik

informan dalam pemberian makan, yang meliputi komposisi dan porsi makanan, cara

pengolahan dan penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian ASI

dan MP-ASI, dan pemberian makanan tambahan.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku informan

utama dalam hal pemberian makan secara umum termasuk buruk, karena sebagian

besar informan utama memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan

yang buruk. Pengetahuan informan utama dapat dikategorikan buruk karena

sebagian besar informan utama tidak memiliki pengetahuan yang baik mengenai

komposisi dan porsi makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan

tambahan, yang merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan

status gizi balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama

memiliki pengetahuan yang secara umum baik mengenai penyiapan atau pengolahan

makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.


221

Sedangkan sikap informan utama terhadap pemberian makan dapat

dikategorikan buruk, karena sebagian besar informan utama menunjukkan sikap

yang buruk terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan balita atau pemberian

makanan tambahan, dimana hal tersebut ternyata berdampak buruk pada praktik

pemberian makan yang dilakukan informan yang pada akhirnya berpengaruh

terhadap penurunan berat badan balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar

informan utama memiliki sikap yang baik terhadap komposisi dan porsi makanan,

penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, dan pemberian

ASI.

Selain pengetahuan dan sikap yang secara umum termasuk buruk, praktik

sebagian besar informan utama mengenai pemberian makan juga dapat

dikategorikan buruk, terutama dalam hal komposisi dan porsi makanan yang

diberikan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-ASI dan

pemberian makanan tambahan. Praktik informan utama yang buruk tersebut

mungkin menjadi penyebab beberapa balita tidak mengalami peningkatan berat

badan atau bahkan mengalami penurunan berat badan meskipun sudah diberikan

PMT-P. Hal tersebut jika berlangsung terus menerus dikhawatirkan dapat

memperparah KEP yang dialami balita dan menjadikan program PMT-P yang

dijalankan menjadi tidak bermanfaat.

Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang

memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang lebih baik dari yang

lain, yang ternyata balitanya mengalami peningkatan status gizi. Informan utama

tersebut memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian makanan,
222

sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik dalam hal

porsi makanan, frekuensi pemberian makan dan pemberian makanan tambahan.

Namun praktik informan utama yang baik tersebut dikhawatirkan tidak dapat

berlangsung langgeng (long lasting), jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap

yang baik serta kesadaran yang tinggi dalam usaha memberikan makanan kepada

balitanya. Sebagaimana menurut pendapat Rogers dalam Notoatmodjo (2003b: 122),

yang mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku

melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila

perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan

berlangsung lama.

Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan

dan sikap yang baik dalam hal pemberian makan tidak dapat menjamin terjadinya

praktik pemberian makan yang baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa informan utama yang memiliki

pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal penyajian makanan dan frekuensi

pemberian makan, ternyata tidak memiliki praktik yang baik mengenai hal tersebut,

terutama praktik yang dilakukan oleh informan utama yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya

pemahaman dan kesadaran informan untuk mematuhi arahan petugas kesehatan,

serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik

pemberian makan yang baik bagi balita.


223

Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan utama yang

memiliki pengetahuan dan sikap yang baik, serta kesadaran tinggi, yang terbukti

memiliki praktik pemberian makan yang baik, khususnya dalam hal komposisi dan

porsi makanan, dan praktik pemberian ASI, yang ternyata dilakukan oleh informan

utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi.

6.5 Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama baik yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi maupun yang tidak mengalami peningkatan

status gizi, memiliki pengetahuan yang sama di semua aspek perilaku pemeliharaan

kesehatan balita.

Sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang secara umum

termasuk buruk mengenai penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan. Karena

sebagian besar informan tidak mengetahui jenis penyakit infeksi seperti diare, DBD,

TBC, campak dan lain-lain. Selain itu mayoritas informan utama juga lebih

mengenal penyakit menular daripada penyakit infeksi, dan hanya mengenal penyakit

infeksi sebagai penyakit akibat tertusuk paku atau benda tajam. Dan kurang

mengetahui penyebab penyakit infeksi secara tepat, seperti penyebab penyakit

infeksi diare dan TBC4. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan

4
TBC atau Tuberkolosis adalah penyakit infeksi karena bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
merusak paru-paru sistem saraf sentral, tulang dan sendi.
224

ternyata memiliki pengetahuan yang cukup mengenai jenis, cara penularan, akibat,

serta gejala penyakit infeksi secara umum pada balita.

Selain itu dalam hal kebersihan lingkungan khususnya mengenai cara

pembuangan sampah dan limbah, sebagian besar informan menjawab sebaiknya

sampah dibuang dengan cara dikumpulkan ditempat pembuangan sampah dan

kemudian dibakar. Sedangkan untuk limbah, sebaiknnya dibuang disaluran air yang

mengalir ke empang atau sungai. Seperti diketahui bahwa cara pembuangan sampah

dan limbah dilokasi terbuka seperti yang dikemukakan informan tersebut, dapat

menjadi tempat yang baik bagi vektor penyakit menular untuk berkembang biak,

selain itu polusi yang dihasilkan dari pembakaran sampah dapat menimbulkan

beberapa gangguan kesehatan terutama untuk balita, seperti penyakit infeksi saluran

pernafasan atau ISPA. Selain tidak mengetahui cara pembuangan sampah dan

limbah yang baik, sebagian besar informan utama juga tidak mengetahui apa yang

dimaksud dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

Meskipun sebagian besar informan memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai penyakit infeksi, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dan

bersih, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik mengenai

cara pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan

balita secara umum. Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar informan

utama sering mendapatkan konseling atau penyuluhan dari petugas kesehatan, atau

mendapat pengetahuan dari pengalaman tetangga dan kerabat mereka yang pernah

menderita penyakit infeksi atau penyakit menular.


225

Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki pengetahuan yang

baik mengenai cara meningkatkan dan memantau status gizi balita, dan manfaat

imunisasi, yang dapat dilihat dari jawaban mereka yang menjawab cara

meningkatkan dan memantau status gizi balita adalah dengan diberi makan yang

banyak dan teratur, diberi vitamin, dan selalu menimbang anak di puskesmas atau

posyandu. Selain itu mereka juga mengetahui dampak KEP pada balita, yang

menurut mereka dapat menyebabkan mata balita terlihat layu, perutnya membuncit,

tidak mau makan, berat badan balita menjadi menurun atau kurus, mengurangi

kecerdasan, menghambat perkembangan, dan bisa menyebabkan kematian pada

balita. Sedangkan menurut Suhardjo (2003:8), kekurangan gizi pada semua umur

dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta

lambatnya proses regenerasi sel tubuh. Selain itu sebagian besar informan

mengetahui manfaat imunisasi pada balita, yaitu untuk meningkatkan kekebalan

tubuh, mencegah kelumpuhan, dan menyebabkan balita mereka sehat dan kuat.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk

buruk, terutama dalam hal penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan yang

berpengaruh terhadap usaha menciptakan lingkungan bersih untuk balita. Namun

meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang

secara umum baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara

pemeliharaan kesehatan balita.


226

6.6 Sikap Pemeliharaan Kesehatan Balita

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa seluruh informan utama

baik yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, menunjukkan sikap positif terhadap semua aspek

pemeliharaan kesehatan balita dalam penelitian ini.

Seluruh informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap usaha

peningkatan status gizi dan imunisasi pada balita, yang bisa dilihat dari pernyataan

mereka yang menganggap penting usaha peningkatan status gizi, dan menganggap

berbahaya jika balita mengalami penurunan status gizi, yang ternyata juga

diutarakan oleh informan utama yang balitanya mengalami penurunan status gizi.

Mereka juga menganggap penting melakukan penimbangan balita secara teratur,

karena menurut mereka dengan melakukan hal tersebut, mereka dapat mengetahui

perkembangan berat badan, status gizi dan siklus perkembangan balita. Dan seluruh

informan utama juga setuju dengan pemberian imunisasi pada balita.

Selain itu seluruh informan utama juga menunjukkan sikap yang baik

terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi pada balita. Hal tersebut bisa

dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap penting usaha pencegahan

penyakit, serta setuju dengan upaya pencarian pengobatan ke tempat pelayanan

kesehatan seperti puskesmas.

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan

konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007b:6). Namun meskipun

sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang buruk mengenai


227

penyakit infeksi, kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dan bersih, seluruh

informan utama menunjukkan sikap yang baik mengenai hal tersebut.

Hal ini bisa dilihat dari pernyataan mereka yang menganggap bahwa

penyakit infeksi merupakan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan balita. Selain

itu seluruh informan utama juga menganggap bahwa pembuangan sampah dan

limbah dilokasi yang tertutup, penggunaan air bersih, penyediaan WC didalam

rumah, dan usaha membuat pertukaran udara dan pencahayaan rumah menjadi baik,

merupakan hal yang penting dalam usaha menciptakan lingkungan yang sehat bagi

balita. Dan seluruh informan utama juga menganggap penting perilaku hidup bersih

dan sehat, yang mereka tahu sebagai perilaku menjaga kebersihan.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap informan

utama terhadap pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk baik. Karena

sebagian besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap semua aspek

dalam pemeliharaan kesehatan balita. Namun meskipun demikian, sikap baik yang

ditunjukan informan tersebut masih terbatas pada kepercayaan atau keyakinan dan

belum sampai pada tingkatan bertanggung jawab atau kecenderungan untuk

bertindak. Karena menurut Notoatmodjo (2005:53), sikap mempunyai tingkatan

berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon

(responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible).


228

6.7 Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar informan

utama memiliki praktik yang buruk di hampir semua aspek pemeliharaan kesehatan

balita, seperti pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan

kebersihan lingkungan.

Menurut Soekirman (2000), penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya

sanitasi dan bersih, dan juga karena pelayanan kesehatan dasar dan pola asuh yang

tidak memadai. Selanjutnya menurut Nency (2005), cakupan pelayanan kesehatan

dasar terutama imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak

naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi, dukungan pelayanan

di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan lingkungan akan menentukan

tingginya kejadian penyakit infeksi.

Praktik yang buruk dalam hal pencegahan penyakit infeksi, bisa dilihat dari

banyaknya balita yang bermain ditempat kotor atau bermain dengan temannya yang

sedang sakit, serta kebiasaan informan maupun balitanya yang tidak mencuci tangan

sebelum makan, yang bisa meningkatkan resiko balita untuk tertular penyakit.

Praktik pencegahan penyakit yang buruk tersebut, mungkin juga menjadi

penyebab balita mudah terserang penyakit. Hal ini dapat dilihat dari seringnya balita

penerima PMT-P yang menderita penyakit infeksi seperti demam, batuk, dan pilek,

dan beberapa balita sering mengalami gatal-gatal, bisul dan mencret atau diare.

Selain itu terdapat balita yang sering muntah beberapa malam terakhir, yang ternyata

tidak mengalami peningkatan status gizi. Dan juga terdapat balita yang hampir selalu
229

demam setiap minggu dan batuk sebulan sekali, yang ternyata mengalami penurunan

status gizi.

Hal tersebut diatas dapat dijelaskan dengan pendapat Soekirman (2000), yang

mengatakan bahwa timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang

tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi

sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya

anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat

melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan

akhirnya mudah terkena gizi kurang. Sehingga disini terlihat interaksi antara

konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi.

Selain praktik pencegahan penyakit yang buruk, mayoritas informan juga

terlihat jarang memberikan makan dan jarang memberikan suplemen vitamin kepada

balitanya, yang ternyata balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Hal

tersebut mungkin menjadi penyebab beberapa balita mengalami kesulitan makan,

karena beberapa informan utama yang balitanya tidak mengalami kesulitan makan,

terlihat selalu memberikan suplemen vitamin yang didapat dari puskesmas sampai

habis, yang ternyata juga mengalami peningkatan status gizi. Selain itu menurut

petugas kesehatan di puskesmas, suplemen vitamin yang diberikan selain

mengandung vitamin B komplek dan vitamin C, juga mengandung lysine untuk

menambah nafsu makan balita.


230

Selain itu sebagian besar informan utama juga mengaku tidak pernah

melakukan imunisasi kepada balitanya, karena balita sedang sakit ketika ada

pemberian imunisasi di posyandu ataupun di puskesmas. Sedangkan menurut

Notoatmodjo (2003a), imunisasi pada anak membantu kekebalan tubuh anak dalam

melawan atau bertahan terhadap penyakit infeksi.

Sebagian besar informan utama juga melakukan praktik yang buruk dalam

upaya menjaga kebersihan balita, karena berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan, terlihat beberapa informan utama tidak mencuci tangan ketika

memberikan makan pada balitanya, dan terlihat tidak membasuh atau membersihkan

balita setelah buang air kecil. Selain itu berdasarkan hasil wawancara mendalam,

terdapat beberapa informan utama yang selalu membiarkan balitanya buang air besar

di halaman rumah atau memiliki saluran pembuangan limbah yang terbuka.

Kebiasaan tersebut selain dapat menyebabkan lingkungan menjadi kotor, juga dapat

mempercepat penyebaran penyakit, terutama penyakit infeksi. Namun meskipun

demikian, seluruh informan mengatakan selalu memandikan balita minimal dua kali

dalam sehari dengan menggunakan sabun dan air bersih.

Sedangkan menurut pendapat Sulistijani (2001) dalam Husin (2008:21),

lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan

sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait

dengan keadaan yang bersih, rapih dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih

untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut: (a) mandi dua kali sehari,

(b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan, (c) menyikat gigi sebelum tidur, (d)

membuang sampah pada tempatnya, (e) buang air kecil dan besar pada tempatnya.
231

Selain praktik pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan yang buruk,

sebagian besar informan utama juga memiliki praktik kebersihan lingkungan yang

secara umum termasuk buruk. Hal ini bisa dilihat dari tempat atau ruang bermain

balita yang terlihat tidak baik, karena sebagian besar balita terbiasa bermain didalam

atau dihalaman rumah yang terlihat kurang bersih, ataupun bermain dekat dengan

lokasi pembuangan sampah atau lapangan yang terlihat kotor. Selain itu informan

utama juga selalu membiarkan balitanya bermain dengan temannya, meskipun salah

satu dari teman bermainnya sedang menderita penyakit infeksi. Hal ini terjadi

mungkin dikarenakan sebagian besar teman main balita adalah kakaknya yang

tinggal serumah atau saudara-saudaranya yang tinggal didekat rumah balita,

sehingga susah untuk dipisahkan.

Sedangkan menurut Widarninggar, (2003) dalam Husin, (2008:19),

kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan,

saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat

lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman

bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk

eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena

sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari

segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus

diamankan dari serangan penyakit.


232

Selain itu sebagian besar informan utama juga memiliki kebiasaan

membuang sampah di halaman depan atau belakang rumah dengan cara

dikumpulkan dilokasi yang terbuka dan kemudian dibakar, dan sebagian besar

informan juga memiliki saluran pembuangan limbah rumah tangga yang mengalir

kedalam saluran air yang terbuka atau berbentuk empang. Kebiasaan tersebut

memungkinkan terjadinya polusi udara akibat pembakaran sampah dan

meningkatkan pertumbuhan vektor penyebab penyakit seperti nyamuk dan lalat yang

dapat berkembang biak di tempat pembuangan limbah ataupun ditempat

pembuangan sampah yang terbuka.

Menurut Triton (2006) dalam Husin (2008:20), upaya untuk meminimalkan

resiko terserang penyakit dimulai dengan menerapkan standar kebersihan yang lebih

terjamin bagi kesehatan balita, yaitu dengan menanamkan pengetahuan pada anak

balita tentang kebersihan dapur dan rumah yang bersih, sehingga dirinya terbebas

dari gangguan penyakit seperti mual dan diare.

Adapun sumber air bersih yang dimiliki seluruh informan utama juga dapat

dikategorikan buruk, karena air bersih yang digunakan berasal dari sumur yang

jaraknya cukup dekat dengan tempat pembuangan limbah atau kurang dari 10 meter

dari lokasi pembuangan limbah. Selain itu sebagian besar informan utama tidak

memiliki WC didalam rumah mereka dan terbiasa buang air besar di jamban yang

terletak di atas empang dibelakang rumah mereka.


233

Selain itu sebagian besar rumah informan utama juga memiliki sistem

pencahayaan dan pergantian udara yang tidak baik di beberapa ruangan didalam

rumah, seperti di ruang tengah, kamar tidur dan dapur, sedangkan jendela hanya

terletak didepan rumah dan di beberapa kamar tidur, yang menyebabkan udara terasa

pengap dan lembab yang dikhawatirkan dapat menunjang perkembangan kuman

penyebab penyakit infeksi. Dan sebagian besar informan utama juga memasak

menggunakan kayu bakar yang bisa menimbulkan polusi udara didalam rumah yang

dikhawatirkan meningkatkan resiko balita terserang infeksi penyakit saluran

pernapasan. Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang selalu

membuka gorden dan jendela rumah setiap pagi, sehingga udara segar dan cahaya

matahari pagi bisa masuk kedalam rumah.

Menurut Soetjiningsih (1998:8), kesehatan lingkungan memiliki peran yang

penting dalam tumbuh kembang anak, dimana sanitasi yang kurang baik akan

memberikan dampak terhadap kesehatan yang berakibat akan timbulnya penyakit

infeksi yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan

menimbulkan kasus kurang gizi.

Namun meskipun sebagian besar informan memiliki praktik pencegahan

penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan lingkungan yang

buruk, sebagian besar informan memiliki praktik pengobatan yang dapat

dikategorikan baik. Hal ini bisa dilihat dari upaya informan utama yang selalu

membawa balitanya ke pusat pelayanan kesehatan khususnya puskesmas ketika

balita mereka sakit, dan selalu memberikan obat sesuai dengan anjuran petugas

kesehatan.
234

Namun meskipun demikian, masih terdapat informan utama yang terkadang

menggunakan cara tradisional dengan cara membuat campuran minyak sayur, buah

asam, dan bawang merah yang dioleskan ke kepala balita yang berguna untuk

menurunkan demam, atau membawanya ke dukun beranak untuk dipijat, atau

meminta air putih yang telah didoakan ke orang pintar dekat rumah jika penyakit

anak belum sembuh, hal tersebut ternyata dilakukan oleh sebagian besar informan

utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi. Selain itu terdapat

satu informan yang jarang memberikan obat ketika balita sakit, karena balita tidak

menyukai obat dalam bentuk puyer, yang ternyata balitanya mengalami penurunan

status gizi.

Selain praktik pengobatan yang baik, sebagian besar informan utama juga

memiliki usaha pemantauan status gizi yang baik. Hal tersebut bisa dilihat dari

upaya mereka yang selalu menimbang balitanya di puskesmas setiap minggu

ataupun di posyandu setiap bulan.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa praktik sebagian

besar informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita secara umum

termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan

kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan. Hal tersebut mungkin disebabkan

oleh pengetahuan sebagian besar informan yang secara umum termasuk buruk dalam

hal pemeliharaan kesehatan balita.


235

Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki

praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita. Hal ini

mungkin disebabkan seluruh informan utama memiliki balita yang mengikuti

progam pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P), yang membuat mereka

selalu pergi berobat ke puskesmas dan melakukan penimbangan balita secara rutin.

Selain itu terdapat beberapa informan utama yang memiliki praktik yang baik dalam

hal pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi, yang ternyata balitanya mengalami

peningkatan status gizi.

6.8 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Balita

Menurut Notoatmodjo (2003b:117), perilaku kesehatan dapat diklasifikan

menjadi tiga kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian

dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau sering disebut

perilaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan. Sedangkan

perilaku pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku

informan utama yang terdiri atas pengetahuan, sikap dan praktik informan dalam hal

penyakit infeksi pada balita, pemeliharaan kesehatan balita dan kebersihan

lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

informan menunjukkan perilaku pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum

termasuk buruk, karena sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan dan

praktik pemeliharaan kesehatan yang buruk terhadap balitanya. Pengetahuan

sebagian besar informan utama mengenai pemeliharaan kesehatan balita dapat


236

dikategorikan buruk, karena sebagian besar informan utama tidak memiliki

pengetahuan yang baik mengenai penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan yang

diyakini dapat berpengaruh terhadap usaha menciptakan lingkungan bersih untuk

balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama memiliki

pengetahuan yang baik mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan

cara pemeliharaan kesehatan balita.

Selain pengetahuan yang buruk, praktik pemeliharaan kesehatan balita yang

dilakukan sebagian besar informan utama juga termasuk buruk, baik dalam hal

pencegahan penyakit infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan

lingkungan. Praktik informan yang buruk tersebut mungkin menjadi penyebab

sebagian besar balita sering menderita penyakit infeksi.

Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki

praktik yang baik dalam hal pengobatan dan pemantauan status gizi balita. Hal ini

mungkin disebabkan seluruh informan utama memiliki balita yang mengikuti

progam pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P), yang membuat mereka

selalu pergi berobat ke puskesmas dan melakukan penimbangan balita secara rutin.

Selain itu beberapa informan utama terlihat selalu memberikan suplemen vitamin

yang didapat dari puskesmas sampai habis, yang ternyata balitanya mengalami

peningkatan status gizi.

Selain itu meskipun sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan

dan praktik pemeliharaan kesehatan balita yang buruk, sikap informan utama

terhadap pemeliharaan kesehatan balita ternyata dapat dikategorikan baik. Sebagian

besar informan utama menunjukkan sikap yang baik terhadap semua aspek
237

pemeliharaan kesehatan balita. Namun meskipun demikian, sikap positif yang

ditunjukan informan tersebut masih terbatas pada kepercayaan atau keyakinan dan

belum sampai pada tingkatan bertanggung jawab atau kecenderungan untuk

bertindak. Karena menurut Notoatmodjo (2005:53), sikap mempunyai tingkatan

berdasarkan intentitasnya, yaitu terdiri dari menerima (receiving), merespon

(responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible).

Menurut Notoatmodjo (2003b:129) setelah seseorang mengetahui stimulus

atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa

yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Namun dari hasil

pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengetahuan dan sikap yang

baik dalam hal pemeliharaan kesehatan tidak dapat menjamin terjadinya praktik

pemeliharaan kesehatan yang baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa informan yang memiliki

pengetahuan dan sikap yang baik mengenai pencegahan penyakit infeksi dan cara

pemeliharaan kesehatan balita, ternyata tidak memiliki praktik yang baik dalam hal

tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesadaran

informan utama untuk mematuhi arahan petugas kesehatan, serta kurangnya fasilitas

sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemeliharaan kesehatan yang

baik bagi balita.

Namun meskipun demikian, terdapat beberapa informan yang memiliki

pengetahuan dan sikap yang baik, serta kesadaran tinggi, yang memiliki praktik yang

baik dalam pemeliharaan kesehatan balita, khususnya dalam hal upaya peningkatan
238

status gizi balita yang ternyata dilakukan oleh informan yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi.

6.9 Pola Asuh Gizi

Pola asuh gizi adalah praktik di rumah tangga yang diwujudkan dengan

tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk

kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh gizi dapat

dilihat dari perilaku ibu dalam mengasuh anaknya terutama dalam hal pemberian

makan dan pemeliharaan kesehatan anak.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian

besar informan utama tidak menerapkan pola asuh gizi yang baik kepada balitanya,

karena sebagian besar informan utama memiliki perilaku pemberian makan dan

pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum termasuk buruk. Hal tersebut

mungkin disebabkan oleh kurangnya penyuluhan ataupun kurangnya pemahaman

dan kesadaran informan utama untuk mematuhi aturan petugas kesehatan, yang

mungkin juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu

kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik pemberian

makan dan pemeliharaan kesehatan balita, mungkin juga menjadi penghambat bagi

informan utama untuk menerapkan pola asuh gizi yang baik kepada balitanya,

mengingat sebagian besar informan utama memiliki tingkat ekonomi yang rendah.
239

Pola asuh gizi yang buruk mungkin menjadi penyebab balita mengalami KEP

dan tidak mengalami peningkatan status gizi meskipun telah mengikuti program

pemberian PMT-P di Puskesmas. Sebagaimana hasil penelitian Harsiki (2003) yang

menunjukkan bahwa semakin kurang pola asuh anak semakin besar kemungkinan

memberikan dampak terjadi KEP pada anak batita sebesar 2,568 kali dibandingkan

pola asuh anak yang cukup. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rosmana (2003)

yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh gizi dengan

status gizi anak usia 6-24 bulan.

Selain itu menurut Satoto (1997), faktor yang cukup dominan yang

menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar di

kalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota

keluarganya, terutama kepada anak-anak. Memberikan makanan (feeding) dan

perawatan anak (caring) yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola

asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor yang

penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada balita.

Namun meskipun demikian, sebagian besar informan utama yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik

dibandingkan dengan informan utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan

status gizi. Hal ini bisa dilihat dari perilaku pemberian makan dan pemeliharaan

kesehatan yang baik terutama dalam hal porsi makanan utama, makanan tambahan,

dan MP-ASI, serta frekuensi pemberian makanan utama dan makanan tambahan,

kebiasaan jajan balita, pengobatan balita, dan cara menaikkan status gizi balita.
240

Selain itu, mereka juga memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan

penyajian makanan, sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik

yang baik dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian

makanan tambahan dan upaya pengobatan penyakit infeksi yang diderita balita.

6.10 Faktor-faktor yang Dominan dalam Menaikkan Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai perilaku pemberian makan dan

pemeliharaan kesehatan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa

informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi maupun yang

tidak mengalami peningkatan status gizi umumnya memiliki pengetahuan dan sikap

yang sama, yaitu sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan yang baik

mengenai pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan, praktik pemberian

ASI, dan cara pemeliharaan kesehatan balita, dan memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai komposisi dan porsi makanan, penyajian makanan, pemberian MP-ASI,

pemberian makanan tambahan, penyakit infeksi dan kebersihan lingkungan.

Dan seluruh informan utama umumnya memunjukkan sikap yang baik dalam

hal pemeliharaan kesehatan anak. Namun meskipun demikian, sebagian besar

informan utama umumnya secara umum menunjukkan sikap yang buruk terhadap

pemberian makan, khususnya terhadap pemberian MP-ASI dan kebiasaan jajan

anak, terutama ditunjukkan oleh informan utama yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi.


241

Sedangkan praktik informan utama yang balitanya mengalami peningkatan

status gizi terlihat berbeda dan lebih baik dibandingkan dengan praktik informan

utama yang balitanya tidak mengalami peningkatan status gizi, terutama dalam hal

porsi makanan utama, makanan tambahan, dan MP-ASI, serta frekuensi pemberian

makanan utama dan makanan tambahan, kebiasaan jajan balita, pengobatan balita,

dan cara menaikkan status gizi balita.

Informan utama yang balitanya mengalami peningkatan status gizi umumnya

memberikan makanan utama maupun makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi

yang lebih besar dibandingkan dengan informan utama yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi. Informan utama yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi rata-rata memberikan makanan pokok berupa nasi, tim atau

bubur dengan porsi 50 - 100 gram nasi, yang sesuai dengan anjuran Widjaja (2007),

dan selalu memberikan makanan dengan frekuensi makan minimal tiga kali dalam

sehari untuk makanan utama dan dua sampai empat kali sehari untuk makanan

tambahan, yang sesuai dengan pendapat Suhardjo (1990) dalam Yuniarti (2010:43).

Selain itu kebisaaan informan yang selalu memberikan susu dengan porsi

yang cukup setiap harinya serta memberikan telur setiap minggu, dapat

meningkatkan asupan protein yang baik untuk pertumbuhan balita dan meningkatkan

daya tahan tubuh balita terhadap mikroba penyebab penyakit infeksi, sebagaimana

menurut pendapat Sediaoetama (2008:75), yang mengatakan bahwa protein

berfungsi sebagai zat pembangun, berguna untuk pertumbuhan dan pemeliharaan

jaringan, menggantikan sel-sel yang mati dan aus terpakai sebagai protein struktural

dan badan-badan anti, dan berfungsi dalam mekanisme pertahanan tubuh melawan
242

berbagai mikroba dan zat toksik lain, yang datang dari luar dan masuk kedalam

milieu interieur (lingkungan internal) tubuh.

Selain itu sebagian besar informan tidak membiarkan balitanya jajan dan

selalu memberikan PMT yang diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit

dengan porsi yang banyak, dan selalu habis dimakan balita. Porsi dan frekuensi

makanan utama dan makanan tambahan yang cukup besar dan teratur menyebabkan

balita mendapatkan asupan zat gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuhnya.

Selain itu komposisi makanan yang diberikan informan utama yang sebagian

besar terdiri dari makanan yang mengandung banyak kalori, seperti nasi, susu dan

biskuit, dapat menyebabkan penambahan berat badan balita, yang pada akhirnya

meningkatkan status gizi balita. Sebagaimana menurut pendapat Guthrie (1995),

kelebihan atau kekurangan asupan energi sebesar 110 kilo kalori per hari akan

menyebabkan penambahan atau penurunan berat badan sebanyak 0,45 kilogram per

tahun. Sedangkan penambahan atau penurunan berat badan sebesar 5 kilogram per

tahun disebabkan karena kelebihan atau kekurangan energi sebesar 100 kilo kalori

sehari.

Selain praktik pemberian makan yang baik, informan utama yang balitanya

mengalami peningkatan status gizi juga memiliki kesadaran tinggi untuk mematuhi

arahan petugas kesehatan ketika balita mereka sakit. Hal tersebut bisa dilihat dari

upaya pengobatan balita ketempat pelayanan kesehatan dan kepatuhan informan

utama untuk memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan, serta kepatuhan

informan utama untuk memberikan suplemen vitamin secara teratur dan sampai
243

habis. Kebiasaaan informan utama yang selalu memberikan suplemen vitamin

tersebut, dapat menyebabkan nafsu makan balita meningkat meskipun balita sering

menderita penyakit infeksi, karena menurut petugas puskesmas, suplemen vitamin

yang diberikan mengandung lysine untuk meningkatkan nafsu makan balita.

Sedangkan sebagian besar informan utama yang balitanya tidak mengalami

peningkatan status gizi selalu memberikan makanan dengan porsi dan frekuensi yang

kurang mencukupi kebutuhan balita, yaitu rata-rata hanya sebanyak dua sendok

makan atau sekitar 10 gram nasi dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari. Selain itu

sebagian besar informan utama selalu membiarkan balitanya jajan makanan ringan

dan bergizi rendah, dengan frekuensi dua sampai empat kali dalam sehari. Serta

jarang memberikan PMT yang diberikan dari puskesmas baik susu maupun biskuit,

yang sebagian besar dikonsumsi oleh anggota keluarga lain.

Pemberian makanan dengan porsi dan frekuensi yang kurang, jika

berlangsung terus menerus akan menyebabkan balita kurang mendapatkan asupan

nutrisi yang memadai, sehingga lambat laun dapat mengakibatkan penurunan berat

badan yang berdampak pada penurunan status gizi, seperti yang terjadi pada salah

satu balita penerima PMT-P. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soekirman (1994),

yang mengatakan bahwa pemberian makanan sehari-hari harus cukup mengandung

energi dan zat-zat gizi esensial untuk kesehatan dan pertumbuhan. Bila syarat

pemberian makanan tidak terpenuhi, baik kurang atau lebih dari yang dibutuhkan

sesuai dengan umur, jenis kelamin dan kondisi tertentu seperti banyaknya aktifitas,

suhu lingkungan, dan lain-lain, maka akan terjadi keadaan malnutisi.


244

Selain itu kebiasaan jajan makanan ringan yang sering dilakukan balita yang

tidak mengalami peningkatan status gizi, dapat menyebabkan balita tidak mau

memakan makanan utamanya, dan menyebabkan balita mengalami kesulitan makan.

Sebagaimana menurut pendapat Susanto (2003), yang mengatakan kebiasaan jajan

balita dapat menyebabkan nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama

akan berpengaruh pada status gizi. Selain itu cara penyajian dan komposisi makanan

yang diberikan informan utama tersebut terlihat tidak menarik dan bervariasi

sehingga tidak merangsang balita untuk makan. Dan rasa makanan yang cenderung

hambar atau hanya asin karena komposisi makanan yang hanya terdiri dari nasi dan

kuah sayur ataupun garam, terlihat kurang dapat merangsang nafsu makan balita jika

dibandingkan dengan rasa jajanan balita yang cenderung gurih dan manis, yang pada

akhirnya menyebabkan balita lebih menyukai makanan jajanan daripada makanan

utama yang disajikan informan.

Disamping itu sebagian besar informan utama yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, juga jarang memberikan suplemen vitamin yang

didapat dari puskesmas dan terdapat informan utama yang jarang memberikan obat

ketika balitanya sakit yang ternyata balitanya mengalami penurunan status gizi.

Kebiasaan informan utama tersebut menyebabkan balita sulit sembuh dari penyakit

yang diderita, serta memperparah kesulitan makan yang diderita balita.


245

6.11 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Penentuan perkembangan status gizi balita didapat dari hasil penimbangan dan

diagnosa yang dilakukan oleh pihak puskesmas, sehingga peneliti tidak terlibat

langsung dalam penentuan status gizi.

2. Observasi praktik pemberian makan yang dilakukan peneliti hanya terbatas pada

dua waktu makan yang berbeda disiang hari, sehingga perilaku pemberian makan

balita dimalam hari tidak dapat di observasi, namun sebagian besar informan

utama mengaku jarang memberikan makanan untuk balitanya di malam hari.

3. Tidak semua domain perilaku pemberian makan maupun pemeliharaan kesehatan

balita dapat di observasi oleh peneliti, hal ini terjadi karena keterbatasan waktu

maupun karena usia balita yang bervariasi seperti praktik menyusui dimana

terdapat beberapa balita sudah tidak diberi ASI lagi oleh informan utama karena

sudah berusia diatas dua tahun, ataupun tindakan informan utama dalam

melakukan pengobatan balita karena tidak semua balita sedang menderita sakit

ketika observasi dilakukan dan sering kali informan utama terfokus pada peneliti

sehingga kurang memperhatikan balitanya.

4. Sebagian besar praktik pengasuhan balita baik dalam hal pemberian makan

maupun pemeliharaan kesehatan dilakukan hanya oleh ibu balita atau informan

utama, dan informan keluarga atau informan pendukung terkadang kurang begitu

memperhatikan perilaku ibu dalam pengasuhan balita sehingga informan

keluarga terkadang kurang mengetahui praktik pengasuhan balita yang dilakukan

informan utama secara detil atau rinci. Selain itu wawancara mendalam yang
246

dilakukan dengan informan keluarga, seringkali di temani oleh ibu balita,

sehingga terkadang ibu balita ikut menjawab pertanyaan yang ditanyakan

peneliti atau informan keluarga meminta jawaban kepada ibu balita.

5. Dalam penelitian ini tidak menggunakan metode food recall 2 x 24 jam sehingga

tidak dapat mengetahui secara pasti asupan kalori dan zat gizi lain, namun hanya

dapat dilihat dari asumsi jenis dan porsi makanan yang dimakan balita.
247

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemberian makan secara

umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P

memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian makan yang buruk.

a. Pengetahuan ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemberian makan

secara umum termasuk buruk. Terutama dalam hal komposisi dan porsi

makanan, pemberian MP-ASI dan pemberian makanan tambahan, yang

merupakan pengetahuan yang penting dalam usaha menaikkan status gizi

balita. Namun meskipun demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima

PMT-P memiliki pengetahuan yang baik pada beberapa aspek pemberian

makan yang lain, seperti penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi

pemberian makan, dan pemberian ASI kepada balita.

b. Sikap ibu balita KEP penerima PMT-P terhadap beberapa aspek pemberian

makan secara umum termasuk buruk. Terutama terhadap pemberian MP-ASI

dan kebiasaan jajan balita atau pemberian makanan tambahan, yang ternyata

berdampak buruk terhadap praktik pemberian makan dan berpengaruh

terhadap penurunan berat badan balita. Namun meskipun demikian, sebagian

besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki sikap yang baik terhadap

beberapa aspek pemberian makan yang lain, seperti komposisi dan porsi
248

makanan, penyiapan atau pengolahan makanan, frekuensi pemberian makan,

dan pemberian ASI.

c. Praktik ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemberian makan

secara umum termasuk buruk. Terutama dalam hal komposisi dan porsi

makanan, penyajian makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian MP-

ASI dan pemberian makanan tambahan, yang mungkin disebabkan oleh

pengetahuan dan sikap pemberian makan yang buruk. Namun meskipun

demikian, sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki praktik

yang baik dalam hal pengolahan dan penyimpanan makanan, waktu

pemberian makan, pemberian ASI dan pantangan makanan.

2. Perilaku ibu balita KEP penerima PMT-P dalam hal pemeliharaan kesehatan

balita secara umum termasuk buruk, karena sebagian besar ibu balita KEP

penerima PMT-P memiliki pengetahuan dan praktik pemeliharaan kesehatan yang

buruk terhadap balitanya.

a. Pengetahuan ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemeliharaan

kesehatan balita secara umum termasuk buruk, terutama dalam hal penyakit

infeksi dan kebersihan lingkungan, namun meskipun demikian, sebagian besar

ibu balita KEP penerima PMT-P memiliki pengetahuan yang baik mengenai

pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi dan cara pemeliharaan kesehatan

balita.

b. Sikap ibu balita KEP penerima PMT-P terhadap semua aspek dalam

pemeliharaan kesehatan balita secara umum termasuk baik. Namun meskipun

demikian, sikap positif yang ditunjukan ibu balita tersebut masih terbatas pada
249

kepercayaan atau keyakinan dan belum sampai pada tingkatan bertanggung

jawab atau kecenderungan untuk bertindak.

c. Praktik ibu balita KEP penerima PMT-P dalam aspek pemeliharaan kesehatan

balita secara umum termasuk buruk, baik dalam hal pencegahan penyakit

infeksi, cara pemeliharaan kesehatan balita maupun kebersihan lingkungan.

Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh pengetahuan pemeliharaan kesehatan

yang buruk. Namun meskipun demikian, terdapat ibu balita KEP penerima

PMT-P yang memiliki praktik yang baik dalam hal pengobatan dan

pemantauan status gizi balita, yang mungkin disebabkan oleh adanya

pemeriksaan kesehatan yang diberikan puskesmas secara rutin setiap

minggunya.

3. Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P tidak menerapkan pola asuh gizi

yang baik kepada balitanya, yang ditunjukkan dengan perilaku pemberian makan

dan pemeliharaan kesehatan balita yang secara umum termasuk buruk. Hal

tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya arahan dari petugas kesehatan atau

kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka untuk mematuhi aturan petugas

kesehatan, serta kurangnnya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang

praktik pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita.

4. Sebagian besar ibu balita KEP penerima PMT-P yang balitanya mengalami

peningkatan status gizi ternyata memiliki pola asuh gizi yang lebih baik

dibandingkan dengan ibu balita KEP penerima PMT-P yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi. Ibu balita KEP penerima PMT-P tersebut

secara umum memiliki pengetahuan yang baik mengenai porsi dan penyajian
250

makanan, sikap yang baik terhadap kebiasaan jajan balita, dan praktik yang baik

dalam hal porsi makanan, frekuensi pemberian makan, pemberian makanan

tambahan dan pengobatan penyakit infeksi.

5. Faktor-faktor yang dominan dalam menaikkan status gizi adalah pemberian

makanan utama dan makanan tambahan dengan porsi dan frekuensi yang cukup,

serta mengandung kalori tinggi, tidak membiarkan balita jajan, dan selalu

memberikan obat sesuai anjuran petugas kesehatan ketika balita sakit dan

memberikan suplemen vitamin.

6. Pengetahuan dan sikap yang baik dalam hal pemberian makan dan pemeliharaan

kesehatan balita ternyata tidak dapat menjamin adanya praktik pemberian makan

dan pemeliharaan kesehatan yang baik, jika tidak didasari oleh kesadaran tinggi

dan tersedianya fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang praktik

pemberian makan dan pemeliharaan kesehatan yang baik bagi balita.

7.2 Saran

1. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya konseling pemberian makan

dilakukan menggunakan contoh menu makanan dengan komposisi yang beragam

dan lengkap dengan takaran atau porsi yang harus diberikan, serta frekuensi dan

cara yang tepat dalam menyajikan makanan untuk balita, yang mudah dimengerti

ibu balita sehingga dapat dipraktikkan di rumah.

2. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan konseling

mengenai pentingnya pemberian ASI, akibat pemberian MP-ASI yang terlalu


251

dini, akibat kebiasaan jajan terhadap asupan zat gizi balita, dan dampak dari jajan

sembarangan terhadap kesehatan balita.

3. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan motivasi

agar lebih meningkatkan porsi dan frekuensi pemberian makan utama kepada

balitanya, misalnya dengan cara memberikan contoh perilaku pemberian makan

yang dilakukan informan utama yang mengalami peningkatan status gizi,

sehingga dapat dijadikan motivasi bagi ibu balita untuk memberikan makanan

kepada balitanya.

4. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya program PMT-P dapat terus

dilaksanakan karena terdapat beberapa ibu balita yang mengandalkan pemberian

PMT-P dari puskesmas. Namun sebaiknya dilakukan sistem pemantauan atau

pengawasan dalam pemberian PMT-P dengan cara menjalin kerjasama dengan

kader kesehatan atau bidan desa setempat agar hanya balita penerima PMT-P

yang memakan PMT-P yang diberikan.

5. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya dapat menjalin kerjasama lintas

sektoral agar program peningkatan status gizi tidak hanya dengan pemberian

PMT-P saja, misalnya dengan pemberian raskin, karena sebagian besar ibu balita

mengalami keterbatasan ekonomi. Dan sebaiknya dilakukan penambahan

pemberian PMT dalam bentuk makanan yang langsung dimasak dan dimakan di

tempat, sehingga mempermudah proses pengawasan dan dapat menjamin PMT

yang diberikan dikonsumsi oleh balita.


252

6. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya ibu balita diberikan konseling

tentang cara dan manfaat pencegahan penyakit infeksi, pentingnya peningkatan

status gizi, bahaya penurunan status gizi terhadap kesehatan balita, pentingnya

imunisasi pada balita dan dilakukan sosialisasi mengenai perilaku hidup bersih

dan sehat pada tingkat rumah tangga.

7. Disarankan kepada petugas puskesmas, sebaiknya pemberian obat dan suplemen

vitamin diberikan dalam bentuk sirup, karena sebagian besar balita tidak mau

meminum obat dan suplemen vitamin dalam bentuk puyer.

8. Disarankan kepada instansi pemerintahan setempat, sebaiknya dilakukan

peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih, penyediaan jamban sehat, dan

tempat pengolahan sampah terpadu untuk menciptakan lingkungan sehat bagi

balita dan keluarga.

9. Disarankan kepada ibu balita KEP khususnya bagi ibu yang balitanya tidak

mengalami peningkatan status gizi, sebaiknya balita diberikan makanan dengan

komposisi yang beragam dan porsi yang lebih besar, serta menambah frekuensi

makan balitanya, dan mengurangi kebiasaan jajan balita atau menggantinya

dengan makanan tambahan ataupun jajanan yang memiliki kandungan gizi tinggi

dan hiegienis, serta menyajikan makanan yang menarik dan bervariasi untuk

menambah nafsu makan balita.

10. Disarankan kepada ibu balita KEP, sebaiknya dapat lebih menjaga kebersihan

balita, diri sendiri dan lingkungan sekitar balita, serta mematuhi arahan dan

petunjuk petugas kesehatan baik dalam usaha pemberian makan maupun

pemeliharaan kesehatan balita.


253

11. Disarankan kepada keluarga ibu balita KEP, sebaiknya lebih memperhatikan dan

membantu ibu dalam mengasuh balita, terutama dalam hal pemberian makan dan

jajanan, serta dapat lebih menjaga kebersihan balita, diri sendiri dan lingkungan

sekitar balita.

12. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian dengan

metode kuantitatif dengan sampel yang besar tentang faktor-faktor penyebab KEP

pada balita, sehingga dapat diketahui hubungan masing-masing variabel terhadap

kejadian KEP pada balita.


LAMPIRAN 11

FOTO HASIL OBSERVASI


LAMPIRAN 8

MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN UTAMA IBU BALITA PENERIMA PMT-P
DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

Pengetahuan Pemberian Makan Balita


Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Komposisi Tidak tahu. 4 sehat 5 sempurna Tidak tahu. Tidak tahu Tidak tahu. Tidak tahu. Susu, biskuit, nasi,
Makanan gorengan dan lain-
lain.
Makanan bergizi Tidak tahu. Tidak tahu, kacang Lauk pauk dan Tidak tahu Sejenis sayuran. Makanan seperti 4 sehat 5
ijo, tahu, tempe, sayur. tepung, mie, susu, sempurna.
telur, nasi. dan biskuit.
Zat gizi dalam Tidak tahu. Zat besi, mineral, Tidak tahu. Tidak tahu Tidak tahu. Tidak tahu. Karbohidrat,
makanan vitamin protein, nutrisi.
Makanan yang Tidak tahu.. Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu Nasi. Tidak tahu.. Susu.
mengandung
energi
Makanan yang Tidak tahu. Tidak tahu. Lauk pauk seperti Tidak tahu Susu. Tidak tahu.. Tempe, telur, ikan.
mengandung ayam dan telur.
protein
Makanan yang Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu Tidak tahu, lupa. Tidak tahu.. Nasi, kentang, roti,
mengandung mie.
karbohidrat
Makanan yang Minyak Jeroan sapi. Minyak. Tidak tahu Coklat, susu, Tidak tahu.. Tetelan, daging,
mengandung minyak, daging. mentega.
lemak
Manfaat makanan Supaya anak sehat Tidak tahu. Menambah berat Supaya sehat. Supaya sehat. Supaya sehat. Supaya sehat dan
bergizi dan kuat. badan anak dan tidak mudah
menjaga kesehatan. terkena penyakit.
Porsi makanan 3 sendok makan. 2 ½ centong nasi. ½ - 1 mangkok. Satu piring kecil Tidak tahu. Sampai anak Satu piring kecil.
balita yang ideal atau satu centong kenyang.
nasi.
Pengetahuan Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Cara penyiapan Dimasak sampai Sayur setengah Dimasak sampai Telur ½ matang, Dimasak sampai Dimasak sampai Direbus, ditumis,
dan pengolahan matang, dikukus, matang, telur dan matang, kalau untuk atau sampai matang, dan sesuai matang. pokoknya dimasak
makanan yang diseduh. yang lain di goreng. anak sebaiknya matang untuk kemauan anak. sampai matang.
baik setengah matang sayur dan bahan
supaya banyak makanan lain.
vitaminnya.
Tempat Ditaruh diatas Ditaruh diatas meja Ditaruh diatas meja Di kulkas atau Dilemari tertutup. Ditaruh diatas Dilemari tertutup
penyimpanan meja dan di wadah dan di wadah dan di wadah lemari. meja dan di wadah dan terdapat
makanan yang tertutup. tertutup. tertutup. tertutup. lubang anginnya.
baik
Penggunaan alat Menggunakan Menggunakan piring Menggunakan piring Menggunakan Menggunakan Menggunakan Menggunakan
masak dan alat ompreng atau saja. atau mangkuk yang peralatan yang peralatan yang telah peralatan yang peralatan yang
makan yang baik mangkuk yang bersih. telah dicuci bersih. dicuci bersih. telah dicuci bersih. telah dicuci bersih.
bersih.
Cara penyajian Biasa aja, pakai Bagusnya makanan Sebaiknya makanan Tidak tahu, biasa Tidak tahu. Biasa saja nasi Tidak tahu.
makanan yang piring dan sendok. dihias, supaya anak dihias dan dibedakan aja. dengan lauknya.
menarik suka makan. rasanya, jika untuk
anak seperti jangan
terlalu asin.
Frekuensi 3 kali, pagi, 3 kali sehari. 3 kali sehari. 3 kali sampai 4 3 kali sehari. 3 kali sehari. 3 kali sehari.
pemberian makan dzuhur, sore kali sehari
utama
Waktu yang tepat Pagi saat bangun Jika anak lapar, atau Makan makanan Pagi-pagi, siang, Pagi jam 7, siang Saat anak meminta Saat anak bermain
dalam pemberian tidur, saat anak pada saat anak minta yang teratur sesuai sore, malam dan jam 12, sore jam 4. makan. dan sesudah
makan balita nangis karena makan, saat anak jam makan. diberikan sambil bangun tidur.
lapar bangun tidur, dan main.
saat anak bermain.
Waktu Sejak anak berusia Sejak anak Sejak anak Sejak anak Sejak anak Sejak anak Sejak anak
dimulainya 3 hari. dilahirkan. dilahirkan. dilahirkan. dilahirkan. dilahirkan. dilahirkan.
pemberian ASI
Pengetahuan Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Lamanya pemberian Sampai umur 2 Sampai umur 2 1 ½ tahun untuk laki- Sampai umur 2 Sampai umur 1 ½ Sampai umur 2 Sampai umur 2
ASI tahun dan tahun. laki dan 2 tahun untuk tahun. tahun. tahun. tahun.
semaunya anak. perempuan.
Waktu dimulainya 4 hari setelah Saat anak berusia Sejak anak berumur 2 Sebaiknya dikasi Sejak anak Sejak anak umur 1 Saat anak berusia 6
pemberian MP-ASI lahir 6 bulan. atau 3 bulan. saat berumur 6 dilahirkan. minggu atau saat bulan.
bulan anak meminta
makanan.
Jenis MP ASI yang Pisang, bubur Bubur bayi Bubur, susu. Bubur bayi instan., Pisang, bubur bayi Pisang saja. Bubur bayi instan.
baik bayi instan. instan., tim, nasi. kemudian bubur, instan,daging,bakso,
kemudian nasi telur, apel, jeruk.
Manfaat pemberian Tidak tahu. Supaya anak Membuat badan anak Supaya anak sehat Meningkatkan Tidak tahu. Meningkatkan
ASI pintar. cepat besar, makanan dan kuat kecerdasan anak kekebalan atau
lengkap dan bagus dan menjauhkan daya tahan tubuh.
untuk anak. anak dari penyakit.
Pengertian Tidak tahu Makanan selain Makanan seperti Makanan selain Makanan selain nasi Tidak tahu. Makanan cemilan
pemberian makanan nasi sesuai umur buah-buahan. ASI dan nasi seperti singkong, atau selingan.
tambahan anak. dan ubi.
Manfaat pemberian Tidak tahu. Tidak tahu. Menambah berat Supaya anak Supaya anak tidak Supaya anak Tidak tahu.
makanan tambahan badan dan menjaga kenyang banyak makan bergizi.
kesehatan anak. jajanan seperti ciki.
Waktu pemberian Tidak tahu. Setiap malam, dan Sesudah minum susu Disela-sela waktu Sebaiknya pagi-pagi Semaunya anak Di sela-sela waktu
makanan tambahan bangun tidur, atau sesudah makan. makan, pagi-pagi, atau sesudah makan. meskipun sesudah makan dan
siang, bangun tidur. makan. sebelum makan
sore.
Zat gizi yang Tidak tahu Susu, zat besi. Protein, susu dan Tidak tahu Susu. Susu. Susu.
terkandung dalam vitamin.
PMT
Jajanan yang baik Makanan Roti, biskuit. Biskuit dan jajanan Seperti roti dan Buah-buahan seperti Tidak tahu. Susu, biskuit, susu
untuk balita bergizi yang bersih. jajanan yang dibuat jeruk dan apel, kotak.
dirumah seperti makanan seperti
pisang goreng martabak.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Komposisi Penting supaya Penting, untuk Penting, untuk Penting supaya Penting, supaya anak Penting, supaya Penting, untuk
makanan bergizi anak tidak terkena makan anak. supaya pertumbuhan bayi anak sehat dan pintar. anak sehat. menjaga daya
penyakit. anak sehat, kuat dan dan supaya anak kuat. tahan tubuh.
jauh dari penyakit. menjadi kuat.
Manfaat Penting, Bermanfaat, supaya Penting, supaya Bermanfaat, Bermanfaat. Penting, supaya Penting,
pemberian bermanfaat, anak kuat, sehat dan menambah asupan zat supaya anak sehat, anak sehat. bermanfaat, untuk
makanan bergizi supaya anak sehat, terhindar dari gizi untuk balita. cerdas dan kuat. menjaga daya
kuat, dan cerdas. penyakit. tahan tubuh
Porsi makanan Penting, supaya Penting, supaya anak Penting, namun jika Penting, supaya Penting, supaya anak Penting, tapi Penting, tapi anak
ideal dan sesuai anak tidak lapar. tidak lapar dan tidak porsi makanan terlalu anak sehat, tidak jajan pemberian makan saya susah
usia balita jajan terus. banyak tidak baik pemberiannya sembarangan. an sebaiknya tidak makan.
untuk anak, sebaiknya terlalu banyak
sebaiknya porsi dibedakan saat karena tidak baik
makanan ½ mangkuk bertambah usia. jika terlalu
3 x sehari. kenyang.
Pengolahan atau Penting, supaya Penting, supaya anak Penting, supaya dapat Penting, yang Penting, karena Penting, makanan Penting, supaya
penyiapan makanan matang suka dan nafsu untuk menghilangkan penting bagus. makanan sebaiknya sebaiknya dimasak anaknya mau
makanan sehat dan bener. makan. penyakit dalam dimasak sendiri, sampai matang makan.
makanan dan supaya tahu supaya anak sehat.
mengandung banyak makanan dimasak
vitamin. sampai matang.
Penyajian Tidak penting, Penting, supaya anak Penting, jika bahan Penting, supaya Bagus, penting, Bagus, supaya anak Penting, supaya
makanan yang yang penting suka dan nafsu untuk makanannya tersedia. anak suka. supaya anak mau terhindar dari anaknya mau
enak dan dikasi makan. makan. makan. penyakit. makan.
menarik
Tempat Penting, supaya Penting, disimpan Penting, sebaiknya Penting, supaya Penting, supaya Penting, supaya Penting,
penyimpanan tidak terkena tertutup jika anak disimpan di meja sehat. menjaga kesehatan. tidak terkena debu. sebaiknya
makanan yang kotoran dari luar, belum mau makan. makan,. tertutup dan ada
tertutup dan dan supaya bersih. lubang untuk
bersih pertukaran udara.
Penggunaan alat Penting, supaya Penting, dicuci dulu Penting, dicuci dulu Penting, supaya Penting, menjaga Penting, supaya Penting, supaya
masak & makan bersih. supaya sehat. supaya bersih. sehat. kesehatan. emak dipandang. menjaga
yang bersih kesehatan.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Frekuensi makan Penting, supaya Penting, supaya anak Penting, namun Penting, karena Penting, supaya Penting, supaya Penting, jika
ideal anak tidak lapar. tidak suka jajan. sebaiknya tidak lebih anak selalu terlihat anak tidak jajan anak kenyang, anaknya suka
dari tiga kali sehari. lapar. terus. kuat dan tidak makan.
sakit.

Pemberian Penting, karena Penting, karena jika Penting, karena Penting, supaya Penting, supaya Penting, supaya Penting, karena
makan saat sudah rutin tidak sambil main pemberian makan anak mau makan. anak mau makan. anak mau makan. anak tidak boleh
waktu yang tepat sehingga takutnya anak tidak mau memang harus teratur. diberi makan saat
anak menjadi lapar. makan. mengangis.
Pemberian ASI Penting, supaya Penting, tidak tahu Penting, karena ASI Penting, supaya Penting, karena Penting, karena Penting, karena
tidak haus. alasannya. merupakan makanan anak sehat karena dapat menyebabkan jika selain ASI anak labih suka
lengkap untuk anak. jika selain ASI anak tahan lebih merepotkan ASI daripada
kurang bagus untuk terhadap penyakit. ibu. susu formula.
anak.
Pemberian ASI Tidak setuju, Tidak setuju, karena Setuju, supaya berat Setuju, karena Setuju, penting, Setuju, supaya Setuju, karena
eksklusif karena anak sudah anak sudah bisa badan anak naik terus. diberi MP ASI yang supaya anak kebal anak sehat. untuk
diberi MP-ASI diberi ASI sejak usia diberikan sebelum dari penyakit. menghindari
sejak usia 3 hari. 2 atau 3 bulan. usia anak 6 bulan penyakit mag.
cuma sedikit.
Pemberian Penting, supaya Bagus atau penting Penting, untuk Setuju, jika Penting, supaya Bagus, supaya Penting, karena
makanan anak tidak lapar. jika memang ada perkembangan dan makanannya bagus anak tidak jajan anak sehat. anak kecil juga
tambahan untuk makanannya. pertumbuhan bayi untuk anak. terus. membutuhkan
balita cemilan.
Pemberian PMT Setuju, supaya Sangat setuju, karena Setuju, karena dapat Setuju, karena anak Setuju, karena Setuju, karena Setuju, karena
dari Puskesmas anak jadi sehat anak menyukainya. meringankan dalam menyukainya. banyak anak yang anak anak
pemberian makan kurang gizi. menyukainya. menyukainya.
untuk anak.
Kesukaan anak Suka Suka. Suka. Suka. Namun tidak Suka, namun Suka. Suka.
terhadap PMT terlalu suka susu. jarang dimakan.
dari Puskesmas Namun tidak
terlalu suka susu.
Sikap Terhadap Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Kesukaan jajan Tidak pernah jajan, Sering jajan, jika anak Belum dikasi jajan. Suka Suka, karena ibu Suka, jika ada Suka, karena
anak tidak ada uang dan mau jajan selalu mempunyai warung duitnya. ayahnya suka
tidak dibiasakan diberi oleh ibu karena yang menjual menuruti kemauan
jajan anak menangis jika jajanan anak. jajan anak.
tidak dituruti
kemauannya.
Jajan Setuju, karena Tidak setuju, karena Setuju, karena jajan Tidak setuju, Setuju, tapi tidak Tidak setuju, Setuju, karena
sembarangan takut mengandung anak harus sehat. sembarangan dapat jangan sampai jangan sampai sakit. jangan sampai mungkin
dapat penyakit dan menimbulkan sakit. sakit. mengandung
menyebabkan membuat anak penyakit. pengawet,
anak sakit keracunan pewarna, dan
pemanis.
Pantangan Tidak percaya, Tidak percaya, karena Tidak percaya Tidak percaya, Jika untuk anak Percaya pada Tidak percaya
makanan dari karena itu cuma hanya percaya pantangan makanan karena tergantung tidak percaya pantangan pantangan, anak
kepercayaan dan kepercayaan orang perkataan bidan. dari orang zaman kemauan atau adanya pantangan makanan yang diberikan makan
penyakit zaman dahulu dan duhulu. kesukaan anak makanan, tapi dianjurkan dokter aopa saja.
beda dengan saja. percaya jika untuk seperti coklat dan
sekarang. ibu hamil ciki.
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Komposisi - Nasi tim dicampur - Nasi, ditambah - Bubur beras instan Nasi, kuah sayur - Nasi, ketupat, - Nasi terkadang - Nasi, kuah
makanan garam, terkadang di mie rebus/ telur terkadang diberi telur sop atau bayam, ditambah abon ditambah tempe sayur, bubur
beri wortel parut, /tempe/tahu rebus, sayur bayam dan tahu dan tempe. atau kecap dan atau atau ikan nasi
namun jarang atau ditambah sayur jeruk atau nasi tim di kerupuk atau nasi asin atau sayur ditambah
Bubur bayi instan bayam atau sop. campur bayam atau ditambah kuah bayam atau nasi kecap.
“X” - Susu kental manis. wortel. sayur bayam atau dengan kecap
- Susu formula. - Nasi dicampur parutan sop dan tempe dan garam.
wortel kentang, dan atau tahu atau
kecap atau nasi tanpa bubur bayi instan
lauk. “X”.
- Susu formula.
Porsi makanan 3 sendok makan atau Setengah sampai - Bubur beras instan atau 3 sampai 4 2 atau 3 sendok - Secentong nasi, 3 sendok
dalam sekali sepiring kecil atau satu centong nasi nasi tim: setengah sendok makan makan satu (suap tempe satu makan.
makan bubur bayi instan “X” sekali makan, jika mangkuk ukuran (satu suap 1/3 1/3 sendok makan), potong atau satu (3 kali suap,
1 bungkus ukuran 20 satu centong sisa 2 sedang, sendok makan) terkadang sampai 5 sendok makan. satu suap 1/3
gram (Rp.1000) sdm lagi. Sepotong - Nasi : setengah sendok makan, abon sendok makan)
lauk, kuah sayur, mangkuk atau 5 sendok 1 sendok makan satu
susu satu gelas makan. potong tempe atau
belimbing. - Susu formula: 2 botol tahu.
kecil @ 4 takaran
sendok susu.
Cara penyiapan - Bubur bayi instan - Nasi: direbus - Bubur bayi instan dan - Bubur bayi - Nasi: direbus dan - Nasi: direbus - Nasi:
atau pengolahan di siram air panas, kemudian bubur beras instan di instan di siram dikukus. dan dikukus. direbus,
makanan - Nasi tim di rebus dikukus. siram air panas, air panas, - Tempe atau tahu: - Tempe atau dikukus.
atau dikukus - Telur: digoreng. - Nasi tim di rebus atau - Nasi: direbus digoreng. tahu: digoreng - Sayuran:
kemudian di siram - Tempe/tahu: dikukus kemudian di kemudian - Sayur an: di tumis atau ditumis. direbus.
air panas. digoreng. siram air panas. dikukus. atau rebus. - Ikan asin:
- Nasi: direbus - Sayuran: ditumis - Nasi: direbus kemudian - Lauk: - Bubur bayi instan: digoreng atau
kemudian dikukus. atau direbus. dikukus. digoreng. dimakan mentah. dipanggang.
- Telur: direbus. - Telur: direbus. - Sayuran: - Sayuran: ditumis
- Sayur bayam: - Sayur bayam: direbus. direbus. atau direbus.
direbus. - Wortel dan kentang:
- Wortel diparut. diparut.
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Cara penyajian Di taruh di Di piring biasa saja Di taruh di mangkok Di taruh di piring Ditaruh di Di taruh di Ditaruh
makanan ompreng terdiri dari nasi ukuran sedang, kecil. Diberikan mangkok beserta mangkok saja, dimangkuk saja.
(dipiring kecil), ditambah lauk (tempe/ rasanya gurih atau dengan cara di sendok dan air anak mengambil Diberikan
rasanya asin saja, tahu/telur/mie rebus) manis, dan diberikan suapkan ke anak. minum. Nasi sendiri dengan cara di
dan diberikan ditambah sayur dengan cara di Nasi dengan kuah ditambah abon makanannya. Sama suapkan ke anak.
dengan cara bayam/sop, disuapin. suapkan ke anak. sayur rasanya asin sapi. Rasanya asin seperti makanan
disuapkan ke Sama seperti makanan atau gurih. atau gurih. keluarga.
anak. keluarga.
Frekuensi 3 kali sehari, 3-4 kali sehari makan - Bubur beras instan 3 kali sehari jika anak 1 – 3 kali sehari, - 3 – 5 kali sehari, 2-3 kali sehari,
makan utama, 3-4 kali susu atau nasi tim: 3-5 sedang mau makan namun lebih sering namun lebih lebih sering 2
atau jika anak kali sehari. 1-2 hari sekali. sering sehari 3 kali sehari.
menangis. - Nasi : 3 kali kali.
sehari. - Anak tidak
makan jika anak
sedang sakit.
Jam makan - Pagi: jam 6 - Pagi : bangun tidur - Pagi: jam 4, 6, 8 - Pagi : jam 8/9. - Tidak ada jam - Pagi: jam 6/9 - Pagi: jam 8.30
- Siang: sesudah jam tujuh atau 10. - Siang: jam 2 makan yang - Siang: jam 12 - Siang: jam 1
dzuhur - Siang: jam 1 - Siang: jam 11 atau - Sore: jam 5/ 5.30. pasti, semaunya - Sore: 3 - Sore: 5/6
- Sore. - Sore: jam 4/5 1.30 - Kadang-kadang anak. - Tidak selalu - Tidak selalu
Tidak - Makanan diberikan - Sore: jam 4. malam. mengikuti jam mengikuti jam
mengikuti jam sesempetnya ibu. - Tidak selalu - Tidak mengikuti makan yang makan yang
makan yang - Tidak mengikuti jam mengikuti jam jam makan yang sama setiap sama setiap
sama setiap makan yang sama makan yang sama sama setiap harinya, harinya,
harinya. setiap harinya. setiap harinya. harinya. semaunya anak. semaunya
anak.
Waktu Sejak anak Sejak anak dilahirkan. Sejak anak Sejak anak dilahirkan, Sejak anak Anak tidak diberi Sejak anak
dimulainya berusia 3 hari. dilahirkan. namun ASI baru dilahirkan, namun ASI sejak dilahirkan.
pemberian ASI keluar sejak anak ASI baru keluar dilahirkan.
berusia tiga hari. saat anak berusia
tiga hari, sebagai
gantinya anak
diberi susu
formula.
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Frekuensi Sering, semaunya Sering, semaunya Hanya diberikan ASI Sering, semaunya Sering, semaunya Tidak diberikan Sering, semaunya
pemberian anak. anak dan ketika anak sampai umur 2 bulan, anak, atau anak, atau lebih dari ASI. Diber susu anak, hampir 2 jam
ASI menangis. karena anak tidak mungkin 8 atau 9 15 kali dalam sehari. formula kira-kira 8 sekali.
mau menyusu. kali sehari. botol kecil sehari
Susu formula: 6 kali semalam.
sehari.
Waktu Semaunya anak atau Dulu diberi ASI Susu Terkadang tiap Saat bangun tidur, Susu formula Saat anak minta
pemberian saat anak menangis. setiap anak menangis. formuladiberikan jam di beri ASI pagi, siang, sore, diberikan saat anak ASI, saat menangis
ASI padajam 6, 9, 12, sebelum tidur. dan malam. meminta susu atau dan sebelum tidur.
14.30, 18.30, dan saat anak
21.30 atau 22.30. menangis.
Jenis dan - Bubur bayi instan 3 - Bubur bayi instan - Bubur bayi instan, Bubur bayi instan - Pisang, bubur bayi - Pisang 1-2 buah - Bubur bayi instan.
porsi MP sendok makan sekali saat masih bayi. 2 bungkus saat 10 gram setiap instan , porsi satu hari. - Susu formula “X”
ASI makan. - Nasi tim, kemudian berumur 4-6 bulan, kali makan, sedikit karena - Nasi tim di sejak anak berusia
- Bubur yang terdiri nasi biasa 4-5 bungkus saat kemudian bubur anak kurang suka tambah garam. 6 bulan sebagai
dari campuran berumur 6-12 beras. makan. tambahan ASI.
tepung beras, susu bulan, terkadang
dan gula pasir. diberi telur rebus.
- Susu formula saat (1 bungkus= 120
anak berusia 6 bulan gram)
sebagai tambahan
ASI.
Pemberian Biskuit dan bubur bayi Biscuit setiap hari, Biskuit, bubur bayi Biskuit, tape, Roti, jagung, Singkong, jagung, Bakso 2 buah,
makanan instan. Singkong dan roti instan. singkong, kue, risol, biskuit, jeruk, apel. somay 1 buah,
tambahan kadang-kadang, dan bakwan, biskuit, dan biskuit, dan jajanan
jajanan warung jajanan warung warung seperti ciki,
(ciki/permen/agar- seperti astor, wafer dll.
agar) macaroni.
Waktu Pagi, siang sebelum Setiap malam, dan Sesudah anak diberi Disela-sela waktu Semaunya anak. Sesudah makan, Bakso dan somay
pemberian dzuhur atau sebelum sela waktu makan. susu formula pada makan, atau semaunya anak. seminggu 2 kali. Di
makanan waktu makan, kadang- pagi, siang dan sore. sebagai makanan sela-sela waktu
tambahan kadang magrib. selingan. makan dan sebelum
makan sore.
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Porsi Pisang 3 kali sehari, Makanan pokok Mulai umur 1-3 bulan Bubur bayi instan Mulai lahir sampai Porsi makanan Tidak ada
makanan makin bertambah lebih banyak waktu mulai diberi MP ASI satu bungkus umur 3 bulan diberi meningkat seiring perbedaan.
balita pada umur makin banyak bayi. namun dalam jumlah kecil, lebih pisang, kemudian dengan
masa bayi makannya. sedikit, hanya susu banyak sekarang. bubur bayi “X”. Porsi pertambahan
atau usia formula,porsi makanan makanan meningkat umur, terlebih saat
lebih muda bertambah mulai umur seiring bertambahnya balita bisa makan
4–12 bulan. umur . sendiri.
Frekuensi dan Jarang jajan, Setiap hari, ciki, Tidak jajan. Jarang jajan, Suka, karena ibu 3-4 kali sehari, 2 kali sehari,pagi
jenis jajanan agar-agar, permen, namun terkadang punya warung jadi biskuit, roti isi dan sore. Biskuit,
yupi, minuman jajan es dan anak jajan terus. kacang hijau, ciki, tictac
seperti coco atau sari biskuit, tape atau (pilus), coklat,
kelapa, gorengan. permen,
Jenis PMT Biscuit, susu, sun. Biscuit, susu, sun. Biskuit, susu, sun, dan Biskuit 4 kotak Susu, biskuit, Susu, biskuit. Biskuit dan susu.
dari telur rebus 1 kali. seminggu, sun 1
puskesmas bungkus 2 kali.
Orang yang 1 kakanya suka Biscuit dimakan, Terkadang 1 kakaknya. Dua kakaknya, Ibu, bapak, kakek, 1 adiknya, 2 Kakaknya,
menikmati minta jika balita kakak, adik, ibu, dan ibunya. bibi, nenek dan anak kakaknya, ibunya, terkadang
PMT selain sedang makan, (jumlah yang (kakaknya lebih tetangga. (hampir dikasi tetangga 1
balita paling minta 3 biji. dimakan paling banyak makan semua anggota bungkus biskuit.
penerima banyak oleh balita dari pada balita keluarga sering ikut
PMT penerima PMT) penerima PMT) memakan PMT)
Jumlah PMT Kadang 3, kadang Satu hari sekitar 6 keping sekali makan, 1 sampe 3 kepeing 2-3 keping biskuit. 5 keping sekali 3 keping satu
yang dimakan enam sekali makan. sepuluh keeping 4 kali pemberian. biskuit. Balita Balita tidak terlalu makan, atau ± 10 hari. Susu ¼
balita dalam Dalam 1 hari habis 1 biskuit. Susu selalu Hanya diberikan dalam tidak suka susu suka susu yang keping sehari. botol kecil jarang
sehari bungkus (12 habis diminum 2 hari. Susu selalu formula. diberikan, sehingga Susu selalu habis diminum balita.
keping).Susu habis balita. habis diminum balita. susu diminum oleh diminum balita.
diminum balita. ibu balita.
Cara Dicelupkan ke air Dicelupkan ke air Dicelupkan ke air. Dicelupkan ke air Dicelupkan ke air Dimakan langsung Digigit biasa,
mengolah dan putih kemudian putih atau susu. putih saja. atau susu. Dimakan atau dicelupkan ke kadang-kadang
menyajikan digigit oleh anak. sendiri oleh balita. air. Susu diminum dicelupkan ke
PMT langsung. susu.
Pantangan Tidak boleh jajan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan Minuman dingin Tidak ada pantangan. Coklat dan ciki. Tidak ada
makanan sembarangan. makanan. makanan dan anak jikabalita sedang pantangan.
belum diberikan jajan sakit.
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Pengertian Tidak tahu Penyakit infeksi itu Penyakit infeksi itu Penyakit yang Penyakit infeksi itu Tidak tahu. Tidak tahu.
penyakit infeksi seperti terkena paku karena panas, menular melalui seperti penyakit Sedangkan
kemudian tetanus, sedangkan penyakit paku, jarum, kawat karena terkena penykit menular
penyakit menular itu menular misalkan dan penyakit paku, kawat, adalah penyakit
jika anak menderita cacar, muntaber, menular seperti sedangkan penyakit yang menular dari
penyakit seperti demam diare dan batuk pilek. cacar menular adalah orang yang
atau batuk akan menular penyakit seperti terkena penyakit
ke anak lain jika tidur cacar. seperti TBC dan
bersama. cacar.
Jenis-jenis Tidak tahu. Alergi, gatal, tidak tahu Cacar, muntaber, Cacar, diare. Cacar, sakit mata, TBC, cacar, batuk. TBC, DBD,
penyakit infeksi lagi. diare, batuk, pilek. influenza dan campak.
pada balita mencret atau diare.
Penyebab Tidak tahu Tidur bersama dan Terlalu dekat dengan Karena tertusuk Tidak tahu, lupa. Tidak tahu. - Campak: tidak
penyakit infeksi menular dari penderita penyakit dan kotoran paku dan tidak pakai tahu.
pada balita penyakit menular. karena kurang sandal. - DBD :di gigit
menjaga kebersihan. Diare: minum es nyamuk DBD
dan makanan yang dan penurunan
mengandung santan daya tahan
dan sambal. tubuh.
- TBC : kuman.
Akibat Tidak tahu. Tidak tahu. Anak menjadi kurus, Tidak tahu mungkin Anak menjadi Anak menjadi Tidak tahu.
penyakit infeksi berat badan anak anak tidak bisa tidur. kurus dan tidak kurus dan batuk
pada balita menurun, asupan bagus untuk badan terus.
makanan jadi anak.
berkurang, dan susah
tidur.
Gejala atau Mencret jika diare Panas atau demam, Panas atau demam, Jika diare gejalanya Tidak tahu. Batuk, muntah Panas.
tanda penyakit batuk, bentol-bentol. pilek dan batuk. mencret dan demam. darah.
infeksi
Cara penularan Minum dari Tidur bersama, tidak Mungkin melalui Tidak mau makan Tidak tahu, lupa. Tidak tahu. Dahak, udara,
penyakit infeksi sumber sama tahu lagi. alat-alat makanan dan suka minum es. nyamuk.
dengan orang dan minuman.
terkena penyakit.
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Pencegahan Tidak tahu, Anak yang sehat tidak Menjaga kebersihan. Diberi makan dan Jika mau makan Tidak membiarkan Diberi makanan sehat
penyakit tidak boleh disatukan dengan tidak boleh jajan anak cuci tangan anak bermain di dan menjaga
infeksi pada melakukan anak yang sakit, anak terus. terlebih dahulu, tempat kotor, dan kebersihan.
balita tindakan tidak boleh sering main ibunya tidak boleh main hujan.
pencegahan dibawah panas ceroboh, harus
jika anak matahari, ketika hujan, teliti, semangat dan
sedang sehat. main tanah, dan main menjaga
terlalu jauh dari rumah. kebersihan.
Pengobatan Tidak tahu Segera dibawa ke Diberi obat saja, dirawat Dibawa ke Di bawa ke Diberi obat Jika belum parah
penyakit puskesmas. dirumah, jika sudah parah puskesmas atau ke puskesmas jika warung terlebih dirawat secara
pada balita di bawa ke dokter. bidan tidak sembuh minta dahulu, jika tidak tradisional, jika
didoakan ke orang sembuh dibawa ke belum sembuh di
pintar. puskesmas. bawa ke dokter.
Dampak Tidak tahu, Makannya jadi kurang, Badan anak menjadi Tidak tahu Berat badan anak Tidak tahu. Menurunkan
KEP (gizi mungkin bisa mata seperti anak lesu kurus, tidak bisa tidur, menjadi berkurang, perkembangan dan
buruk dan meninggal, atau lemas, perut segalanya serba sulit. asupan makanan kecerdasan anak.
gizi kurang) badan tidak buncit. juga berkurang dan
pada balita dapat tumbuh kecerdasan anak
besar,. menurun.
Manfaat Tidak tahu, Agar tubuh anak kebal Mencegah kelumpuhan Supaya anak sehat, Mencegah terkena Meningkatkan
imunisasi belum pernah terhadap penyakit. dan terkena penyakit kuat dan cerdas. penyakit seperti kekebalan tubuh.
imunisasi. pada anak. campak.
Perilaku Belum pernah PHBS itu rumah, Tidak tahu, lupa. Seperti bersih-bersih Menjaga kebersihan Sering menjaga Tidak tahu.
hidup dengar jadi lingkungan, kamar mandi untuk pakaian dan kebersihan untuk
bersih dan tidak tahu. makanan,dan tempat mencegah demam lingkungan. menjaga
sehat tidur semua harus berdarah. kesehatan.
bersih.
Bangunan Cahaya Rumah yang bersih, Rumah yang selalu Rumah yang bersih Rumah yang bersih Rumah yang Sinar matahari dapat
rumah sehat matahari sering dibersihakan dan bersih. dan cahaya matahari dan terdapat lubang bersih dan cahaya masuk kedalam
dapat masuk matahari dapat masuk masuk ke dalam angin sehingga matahari masuk ke rumah.
kedalam kedalam rumah dan rumah. udara dapat masuk dalam rumah.
rumah. terdapat lubang angin. ke dalam rumah.
Pengetahuan Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Tempat Main didalam Dihalaman rumah. Didalam rumah. Didalam atau Didalam atau Didalam atau di Dilingkungan
bermain anak rumah. dihalaman rumah. dihalaman rumah. halaman rumah. rumah.
Pergantian Jendela harus Sebaiknya Sebaiknya jendela Pintu dan gorden Sebaiknya sinar Sebaiknya udara Terdapat lubang
udara, dibuka supaya menggunakan lampu dibuka agar cahaya harus dibuka matahari masuk segar dan sinar angin didalam
pencahayaan sinar matahari bisa atau lilin, gorden dan matahari masuk. terutama di pagi kedalam rumah, matahari dapat rumah, dan cahaya
dan masuk kedalam jendeladibuka setiap hari agar udara supaya rumah tidak masuk kedalam matahari dapat
penerangan rumah. pagi agar cahaya segar dan cahaya pengap dan gelap. rumah. masuk kedalam
rumah matahari masuk matahari masuk rumah.
kedalam rumah, jika kedalam rumah.
siang ditutup.
Manfaat air Tidak tahu. Untuk minum, mandi Agar tidak terkena Tidak tahu Menyehatkan badan Untuk minum, Tidak mudah
bersih dan memasak. bakteri penyakit dan dan menjauhkan memasak, mandi terkena penyakit,
sehat untuk diminum. dari kuman. dan berwudu. kuman dan bakteri.
Digunakan untuk
mencuci, mandi,
dan memasak.
Cara Dibuang di tempat Dibuang di tempat Buang sampah Dikumpulkan aja Dikumpulkan Di buang di ke Di taruh di kantong
membuang sampah kemudian sampah kemudian di ditempatnya dan kemudian dibakar kemudian dibakar. luar rumah atau plastic kemudian di
sampah dan di bakar, dan bakar, dan limbah limbah sebaiknya dan limbah Sebaiknya limbah tempat sampah buang ke TPS.
limbah rumah limbah sebaiknya sebaiknya dibuang ke dibuang ke empang. sebaiknya dibuang WC dibuang dan limbah Sedangkan untuk
tangga dibuang ke empang. ke empang.. kedalam tangki sebaiknya limbah rumah
empang. seperti septic tank. dibuang ke tangga ke saluran
empang. air.
Tempat buang Sebaiknya di WC Sebaiknya di WC, Di empang. Sebaiknya di WC Sebaiknya di WC Sebaiknya di Sebaiknya di WC
hajat tertutup. namun karena adanya didalam kamar tertutup. WC tertutup. tertutup.
empang ya di empang. mandi.
Kebersihan Rumah disapu dan Rumah disapu dan Rumah dan jalanan Disapu dan dipel. Membersihkan Membersihkan Membersihkan
rumah dan dipel setiap hari, dipel, dielap, dan sebaiknya dibereskan sarang laba-laba, rumah dan rumah dengan cara
halaman jika anak ngompol halaman rumah dan disapu setiap pagi. disapu dan dipel halaman rumah di sapu, di lap dan
rumah langsung dipel, disiram supaya tidak setiap hari. setiap hari. dipel.
halaman rumah berdebu.
disapu setiap hari.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Bahaya penyakit Berbahaya, bisa Berbahaya, karena Berbahaya, karena Berbahaya, bisa Berbahaya, bisa Berbahaya, karena Berbahaya,
infeksi pada meninggal. kasihan jika anak bisa menyebabkan cacat. menyebabkan anak bisa menularkan walaupun penyakit
balita sakit dan kelumpuhan, anak meninggal. pada yang lain. infeksi tidak
membutuhkan sering sakit dan menular. Penyakit
banyak biyaya. berbahaya untuk menular juga
saluran pernafasan berbahaya karena
dan pencernaan. bisa menularkan.
Pencegahan Penting supaya Setuju, Penting, Penting, supaya Setuju, supaya Penting, supaya anak Penting, karena Penting, karena
penyakit infeksi anak tidak sakit. supaya tidak sakit anak tidak sakit tidak merepotkan tidak sakit terus. jika anak sakit mencegah lebih
pada balita karena jika sakit terus. ibu. merepotkan ibu. baik daripada
merepotkan dan mengobati.
membuat ibu capek.
Pencarian Setuju, supaya Setuju, karena bisa Setuju, supaya anak Setuju, supaya Setuju, karena hal itu Setuju, agar anak Setuju, terutama
pengobatan ke anak sembuh dan mendapat obat jika cepat sehat kembali. anak cepat merupakan sehat. jika sudah parah,
instansi tidak sakit. dirumah tidak ada sembuh. pertolongan pertama. supaya tidak
kesehatan obatnya. terlambat.
Peningkatan Penting, supaya Penting, karena jika Bagus, karena bisa Penting, supaya Bagus, penting, Penting, supaya Penting, karena
status gizi balita anak tumbuh besar. turun berat meningkatkan anak sehat. supaya anak tidak anak sehat, dan baik untuk
badannya membuat perkembangan dan sakit dan manjadi bisa berjalan. pertumbuhan,
ibu kesal. pertumbuhan bayi. tangguh. terutama untuk
anak-anak.
Penimbangan Penting, supaya Penting, supaya tahu Penting, supaya Penting, supaya Penting, supaya tahu Penting, supaya Penting, untuk
balita tahu naek atau naik turunnya berat tahu naik dan berat badan anak kenapa anak tidak tahu berat badan mengetahui siklus
turun berat badan anak. turunnya berat naik terus. mengalami anak. perkembangan
badannya. badan anak. pertambahan berat anak.
badan.
Bahaya Tidak tahu. Bahaya, karena kalo Berbahaya, karena Berbahaya, Berbahaya, karena Berbahaya, karena Berbahaya, karena
penurunan berat turun berat jikaberat badannya karena akan anak kurang jika anak sakit menghambat
badan badannya membuat turun bisa mengakibatkan mendapatkan dapat menurunkan perkembangan
ibu kesal. menyebabkan kurang gizi. makanan dan kurang berat badannya. anak dan mudah
penurunan perhatian. terkena penyakit.
kesehatan anak.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Pemberian Setuju, penting, Setuju, karena bisa Setuju, karena bisa Setuju, supaya Setuju, supaya anak Setuju, jika anak Setuju, untuk
imunisasi pada supaya tidak sakit. jauh dari penyakit. menjauhkan anak anak tidak tidak terkena sedang sehat. meningkatkan
balita dari penyakit dan terserang penyakit. kekebalan tubuh.
mencegah penyakit, seperti
kelumpuhan. cacar.
Perilaku hidup Penting, seperti Setuju, karena anak Sebaiknya anak Bagus untuk Bagus, supaya Bagus, karena Setuju, supaya
bersih dan sehat sampah harus menjadi bersih. memang harus anak. keluarga menjadi menjaga terhindar dari
pada balita dibersihkan. bersih dan dijaga. sehat. kebersihan kuman.
merupakan hal
yang penting.
Buang air besar Setuju, supaya Penting, supaya Penting, tapi di Pentingm supaya Penting, tapi di Setuju, karena jika Setuju, karena
di WC atau nyaman, tidak bau tidak berantakan. empang juga sama tidak bau. empang juga sama BAB di hutan atau memang
kakus dan bersih. saja. saja. semak-semak tempatnya.
banyak ular.
Penyediaan Penting, supaya Penting supaya Butuh dan penting Butuh, supaya Penting, supaya anak Butuh, karena anak Penting, karena
ruangan bermain tidak terkena sehat dan tidak supaya anak anak sehat. main dengan aman. main dirumah dan anak bermain di
untuk anak kotoran. terkena kotoran. memiliki ruang dihalaman. rumah.
bermain yang bebas
dan aman.
Penggunaan Penting, untuk Penting, karena jika Penting, untuk Setuju, supaya Setuju, supaya bersih Setuju, supaya Penting, untuk
sumber air menghilangkan air kotor menjaa kebersihan sehat. dan sehat. sehat karena air menjaga
bersih dan menjauhkan mendatangkan dan mecegah dari kotor mengandung kebersihan.
dari penyakit. penyakit pada anak, kotoran dan kuman kuman.
seperti sakit perut. penyebab penyakit.
Pembuangan Setuju, supaya Setuju, supaya Setuju, karena jika Setuju, supaya Setuju, supaya tidak Setuju, supaya Setuju, karena
sampah dan lingkungan sehat samaphnya tidak dibuang tidak berantakan. berantakan dan sampah tidak sampah merupakan
limbah pada dan tidak banyak berantakan. sembarangan dapat menjaga kebersihan. berantakan. sumber penyakit.
tempatnya nyamuk penyebab menyebabkan
penyakit. lingkungan kotor.
Penyediaan WC Setuju, supaya Penting, supaya Penting, tapi saya Penting, karena Penting, tapi di Setuju, karena jika Setuju, karena
atau kamar nyaman, tidak bau tidak berantakan. BAB di empang. kalo di hutan atau empang juga sama BAB di hutan atau memang
mandi didalam dan bersih. kebun berbahaya. saja. semak-semak tempatnya.
rumah banyak ular.
Sikap terhadap Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Pergantian udara Penting, supaya Penting, supaya Penting supaya Setuju, karena itu Penting, supaya Setuju, karena kata Penting, karena
dan pencahayaan cahaya matahari udara segar dapat udara yang baik yang terbaik. rumah tidak pengap. dokter supaya jika tidak mudah
yang baik dapat masuk masuk dan terhindar masuk dan udara sehat. terkena penyakit.
kedalam rumah. dari penyakit. yang buruk keluar.
Menjaga Penting, untuk Penting, supaya Penting, karena Penting, supaya Penting, supaya sehat. Penting, supaya Penting, karena
kebersihan menjaga kesehatan sehat dan tidak menjaga sehat. lingkungan jika tidak bersih
rumah dan supaya lingkungan terkena penyakit. kebersihan. menjadi bersih. dapat menjadi
halaman tidak kotor. sarang penyakit.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Penyakit yang Batuk, pilek , Panas, batuk, gatal- Batuk 2 minggu Batuk, pilek, Koreng, panas, Batuk, panas, Panas atau demam,
diderita balita cacar, dan diare. gatal, bisul, dan sekali, panas atau mencret atau batuk, pilek, muntah, muntah, diare. pilek, dan batuk.
selama mengikuti bentol-bentol. demam. diare. dan bisulan.
program PMT-P
Cara pencegahan Tidak membiarkan Tidak membiarkan Menjaga kebersihan Diberi makan, Kalo mau makan di Diberi makan Diberi makanan
terhadap anak bermain kotor anak bermain saat saja. tidak membiarkan cuci tangan, ibu sampai kenyang, sehat dan menjaga
penyakit infeksi dan pakaian anak terik matahari dan anak bermain harus cermat dan tidak membiarkan kebersihan.
selalu di cuci hujan, bermain kotor kotor, dan anak senantiasa menjaga anak bermain di
bersih. dan bermain jauh harus selalu kebersihan. tempat kotor, dan
dari rumah. dijaga. main hujan.
Upaya imunisasi Tidak pernah Dimunisasi lengkap Belum pernah di Imunisasi Tidak diimunisasi, Tidak pernah di Imunisasi lengkap,
pada balita diimunisasi, karena di puskesmas atau imunisasi, karena lengkap, seperti karena anak sering imunisasi, karena BCG, DPT, Polio,
jika ada jadwal posyandu. jika hendak di tercantum dalam sakit jika hendak petugas kesehatan Campak, Hepatitis.
imunisasi di imunisasi menurut KMS. diimunisasi. tidak bersedia
posyandu anak pihak puskesmas karena anak sedang
sedang demam. anak belum kuat sakit jika hendak
untuk di imunisasi. dimunisasi.
Cara pengobatan Di bawa ke Dibawa ke Dibawa ke Dibawa ke bidan, Diusapkan ramuan Diberi obat warung Diurut, di temple
penyakit yang puskesmas saja. di puskesmas saja, puskesmas saja, dan puskesmas atau yang terdiri dari terlebih dahulu, daun jarak, atau jahe
diderita balita beri obat seperti diberi obat sesuai pernah diurut oleh ke dukun beranak minyak sayur, jika tidak sembuh jika panas,
yang tertulis di yang diberikan dari dukun tapi hanya 3 untuk di urut. bawang merah, dibawa ke kemudian jika
kemasan obat. puskesmas, seperti kali. Obat yang bawang putih, dan puskesmas. belum sembuh di
paracetamol, anti diberikan asem, atau di Memberikan obat bawa ke dokter atau
biotic, obat batuk diminum sesuai kompres dengan dari puskesmas puskesmas.
dan vitamin sesuai anjuran dokter mentimun atau air seuai anjuran. Memberikan obat
anjuran bidan. sampai anak hangat, jika belum sesuai anjuran, tapi
sembuh. sembuh dibawa ke anak tidak mau
bidan puskesmas. minum obat puyer.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Upaya dalam Anak diberi banyak Diberi makan terus, Diberi makan yang Diberi makan yg Di bawa terus ke Anak diberi obat Dikasi makan dan
meningkatkan makan, dan diberi makanan teratur, hampir tiap banyak terutama puskesmas setiap dan vitamin dari susu, namun anak
dan memantau ditimbang di tambahan secara dua jam sekali, saat balita akan minggunya. puskesmas. susah makan dan
keadaan gizi puskesmas. rutin, dan diberi vitamin, dan ditimbang, dan ditimbang di
balita sebelum ditimbang di di timbang ditimbang di puksesmas atau
dan sesudah puskesmas atau dipuskesmas setiap puskesmas atau posyandu.
program PMT posyandu. minggu. posyandu.
Cara menjaga Anak dimandikan Anak dimandikan Anak dimandikan Anak Anak dimandikan, Dimandikan Dimandikan
kebersihan balita jika tidak sedang jika sudah kotor, pake sabun. dimandikan, atau dielap kakinya, menggunakan dicebokin dengan
demam, pakai air cuci tangan sebelum dielap jika dicebokin dengan sabun dan sabun jika buang
hangat atau dingin. makan. demam, sabun colek jika dicebokin dengan air besar.
dicebokin dengan buang air besar. sabun jika buang
sabun jika buang air besar dan buang
air besar. air kecil.
Kebiasaan cuci Cuci tangan saat Cuci tangan Cuci tangan kadang Cuci tangan tidak Cuci tangan kadang Cuci tangan Cuci tangan
tangan pada mandi dan saat sebelum makan menggunakan sabun menggunakan menggunakan sabun menggunakan kadang
balita buang air besar dan menggunakan kadang tidak. sabun. kadang tidak. sabun sebelum menggunakan
kecil. sabun. makan dan sesudah sabun kadang
BAB. tidak.
Kebiasaan cuci Cuci tangan pakai Cuci tangan Cuci tangan Kadang-kadang Cuci tangan Cuci tangan, Suka cuci tangan,
tangan ibu sabun. menggunakan terkadang pake cuci tangan, tidak menggunakan sabun kadang jarang
sabun. sabun, terkadang pakai sabun jika tidak lupa dan mengunakan sabun menggunakan
tidak pake sabun. karena suka lupa. tidak tergesa-gesa. kadang tidak. sabun.
Upaya Mandi 2 kali sehari Kadang mandi 3-4 Mandi 2 kali sehari, Mandi pakai Mandi sehari 2-3 kali, 3 kali sehari, pagi, 2 kali sehari, pagi
memandikan pagi dan sore jika kali dalam sehari, pagi dan sore. sabun atau die pagi, siang, sore. siang, sore. dan sore.
balita sudah keluar karena anak sering lap 2 kali dalam Dimandikan atau
keringat. Kadang- gatal-gatal karena sehari pagi dan anak mandi sendiri.
kadang pakai sabun sering main kotor. sore.
kalau punya. Mandi jam 8 pagi
dan jam 4 sore.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Upaya mengganti 3-4 kali disiang 2 kali (pagi dan 4 kali sehari karena 3 – 4 kali di siang 4 kali sehari, karena 2 kali jika sedang 3 – 5 kali sehari,
pakaian balita hari karena anak sore). anak sering hari dan 3 kali di anak sering bermain sehat, dan 3-4 kali karena anak sering
suka merangkak ngompol. malam hari di tempat kotor. jika sedang sakit, buang air kecil.
atau ngompol, dan karena anak suka terutama saat sakt
1 kali pada malam ngompol. influenza.
hari.
Sumber dan Dari sumur, Dari sumur, Dari sumur, Dari sumur, Dari sumur, letaknya Dari sumur, Dari sumur,
pengunaan air letaknya dekat letaknya dekat letaknya dekat letaknya dekat dekat dengan saluran letaknya dekat letaknya dekat
bersih dengan saluran dengan saluran dengan saluran dengan saluran limbah, digunakan dengan saluran dengan saluran
limbah, digunakan limbah, digunakan limbah, digunakan limbah, untuk minum, mandi. limbah, digunakan limbah, digunakan
untuk minum untuk minum, untuk minum. digunakan untuk untuk minum, untuk mencuci,
masak, cuci tangan. mandi, mencuci dan minum, masak, memasak, mandi mandi, dan
memasak. mencuci. dan berwudu. memasak.
Lingkungan Main didalam atau Main dihalaman Main didalam atau Bermain didalam Main didalam atau di Didalam rumah, Di dalam dan
bermain balita di depan rumah rumah, sering di di depan rumah atau didepan depan rumah saja. dihalaman atau didepan rumah,
saja dan di rumah tempat kotor seperti saja. rumah saja, dirumah tetangga. dan di rumah
tetangga, yang sampah dan becek. karena balita tetangga.
penting tidak kotor Sering maen sering digendong.
dan dibawah binatang, seperti
pengawasan ibu kodok.
atau kakanya.
Penyakit yang Sama dengan Panas dan batuk. Pilek, panas, sakit Sama dengan Batuk, pilek, muntah, Panas, batuk, pilek. Kembung, panas,
biasa diderita balita, pilek, panas perut. balita, sering dan mencret. pilek.
oleh teman dan batuk. demam.
bermain balita
Tindakan ibu Dibiarkan saja. Dibiarkan saja, anak Kakaknya (teman Karena balita Biasanya teman Dibiarkan saja. Dibiarkan saja.
jika anak tidak bisa di larang. bermain balita) hanya main bermain anak tidak
bermain dengan tidak mau main dengan kakaknya mau main jika sedang
temannya yang dengan balita jika jadi jika kakaknya sakit.
sakit sedang sakit. sakit dibiarkan
saja bermain
dengan balita.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Cara membuang Di buang ke Dikumpulkan Dikumpulkan di Dikumpulkan Dikumpulkan Dikumpulkan di Di kumpulkan
sampah belakang rumah, didepan rumah tempat sampah di dibelakang dibelakang rumah tempat samapah didepan rumah
kemudian dibakar. kemudian dibakar. dalam rumah, rumah, kemudian kemudian dibakar. kemudian dengan
kemudian di buang dibakar. dikumpulkan di menggunakan
di belakang rumah depan rumah dan di kantong plastic
dan dibakar. bakar. kemudian di bawa
petugas ke TPS.
Cara membuang Di got atau saluran Di jamban yang Di wc yang Air limbah di Di jamban terbuka Limbah rumah Dibuang ke saluran
limbah rumah air yang terletak mengalir ke mengalir ke alirkan ke yang terletak diatas tangga mengalir ke air atau got.
tangga didepan rumah empang. empang. empang yang empang. Air limbah empang terbuka
dekat dengan terletak dari sumur atau kamar yang terletak di
sumur. dibelakang rumah mandi terbuka juga belakang rumah.
dekat tempat mengalir ke empang.
sampah.
Lokasi tempat Di belakang rumah, Di depan rumah. Di belakang rumah. Dibelakang Di belakang rumah Di depan rumah. Di kumpulkan di
pembuangan di semak-semak rumah. dekat dengan sawah depan rumah dan di
sampah dekat kolam ikan dan kandang kambing TPS yang
dan jamban. dan ayam. lokasinya jauh dari
rumah.
Lokasi tempat Buang hajat di Buang hajat di Buang hajat di Di kamar mandi Buang hajat di jamban Dibelakang rumah, Di kamar mandi
buang hajat, jamban yang digali jamban (wc jamban (wc atau WC yang (wc cemplung) diatas dekat dengan atau WC yang
mandi dan ditanah di semak- cemplung) diatas cemplung) diatas terletak didalam empang yang terletak sumur atau sumber terletak didalam
mencuci semak belakang empang yang empang yang rumah. belakang rumah dekat air dan merupakan rumah.
rumah, tanpa terletak disamping terletak dibelakang dengan sawah dan tempat
sumber air. Mandi, rumah, mandi di rumah, mandi dan sumur. Mandi, buang pemeliharaan ikan
buang air kecil, sumur yang terletak mencuci di kamar air kecil, mencuci di lele.
mencuci di sumur dibelakang rumah. mandi yang terletak sumur yang terletak di
yang terletak di didalam rumah. belakang rumah.
depan rumah.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Utama
B E S SK N A SM
Usaha dalam Kadang-kadang Membuka jendela di Membuka gorden Membuka gorden Membuka gorden dan Gorden dan jendela Membuka gorden
penggantian membuka jendela pagi hari. dan jendela di pagi dan jendela di jendela di pagi hari. dibuka setiap hari. dan jendela di pagi
udara, dari pagi sampai hari. pagi hari atau hari atau membuka
pencahayaan dan sore. membuka pintu. pintu.
penerangan
rumah
Usaha menjaga Membersihkan Membersihkan Membersihkan Membersihkan Membersihkan rumah Membersihkan Membersihkan
kebersihan rumah dengan cara rumah dengan cara rumah dengan cara rumah dengan dengan cara mengelap rumah dengan cara rumah dengan cara
rumah dan menyapu dan menyapu dan menyapu dan cara menyapu dan kaca, menyapu dan menyapu dan di sapu, di lap dan
halaman sekitar mengepel lantai 2- mengepel lantai mengepel lantai jika mengepel jika mengepel lantai, dan mengepel lantai dipel.
rumah 3 kali sehari. setiap hari, namun sempat. tidak sedang membersihkan sarang dan menyapu
Menyapu halaman anak sering main sibuk, sebagian laba-laba. halaman rumah
rumah 2 kali sehari kotor, jadi rumah besar hanya Membersihkan setiap hari.
pagi dan sore. kotor terus. Dan dilakukan pada halaman dengan cara
menyapu halaman hari libur. disapu atau disiram air
rumah setiap hari supaya tidak berdebu.
LAMPIRAN 9

MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG KELUARGA IBU BALITA PENERIMA
PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Komposisi Nasi tim dan Nasi, telor, Bubur bayi Nasi, bubur Nasi ditambah Nasi ditambah kecap, Nasi ditambah
makanan biskuit tempe. instan, bubur beras. abon, atau tempe, terkadang nasi ditambah sayur asam atau
beras, susu. atau bubur beras. kangkung, bayam, sayur bayam, bubur
asem, telur, atau ikan beras.
asin.
Porsi makanan Tidak tahu, karena Sepiring kecil, Setengah Tidak tahu, 1-4 sendok Secentong kecil, ikan Sedikit.
tidak hanya sisa mangkuk atau paling juga makan. kadang-kadang 2 ekor
memperhatikan. sedikit. lebih. sedikit. kecil.
Porsi makanan Tidak tahu, karena Lebih banyak Beda jenisnya, Beda, lebih Beda, lebih Beda, lebih banyak Beda jenisnya,
balita pada tidak dulu. dulu bubur bayi banyak banyak sekarang sekarang, dulu cuma dulu bubur bayi
masa bayi atau memperhatikan. instan sekarang sekarang daripada waktu setengah centong. instan sekarang
usia lebih muda bubur beras. daripada waktu bayi. nasi.
bayi.
Cara penyiapan Direbus, dikukus. Digoreng dan Disiram air Digoreng, Digoreng, Biasa saja, digoreng dan Tidak tahu.
atau pengolahan direbus. panas. direbus. direbus. di rebus.
makanan
Cara penyajian Dimangkuk saja, Biasa saja, Dimangkuk saja Di piring biasa Dipiring diisi nasi Dimangkuk biasa saja, Tidak tahu.
makanan disuapin. disuapin. pake sendok. saja, tidak ditambah rasanya tidak dibedakan.
pernah dihias. lauknya.
Frekuensi 3 kali sehari. 3 kali sehari. Mungkin 3 kali, Tiga kali kalau 1-3 kali sehari, 3-4 kali sehari. 2-3 kali, tidak
makan makannya anaknya mau lebih sering 2 kali tentu.
sering. makan. sehari.
Jam makan Pagi, dzuhur dan Pagi, dzuhur Tidak tahu, Gak pasti. Pagi dan sore. Tidak teratur, sesuai Pagi jam 7, tidak
sore. dan sore. makannya kemauan anak. tahu lagi.
sering.
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Frekuensi Sering. Dulu sering diberi Tidak diberikan Sering. Sering. Tidak diberikan Sering.
pemberian ASI ASI. ASI. ASI. Saat bayi
diberikan susu
formula.
Waktu Waktu balita Pagi, sore dan Tidak diberikan Sesuai Sesuai permintaan Tidak diberikan Pagi-pagi,
pemberian ASI menangis. malam. ASI. permintaan anak. ASI. Saat bayi sesuai
anak. Diberikan susu permintaan
formula 8 kali anak.
sehari.
Jenis dan porsi Pisang, bubur bayi Bubur bayi Bubur bayi Bubur bayi Pisang, bubur bayi Pisang, bubur bayi Bubur bayi
MP-ASI instan. instan. instan setengah instan. instan. instan. instan.
mangkuk.
Pemberian Biskuit. Biskuit, buah- Biskuit, susu. Biskuit. Biskuit, jeruk, apel, Biskuit, roti, Somay, biskuit.
makanan buahan seperti singkong,ubi, talas, bacang.
tambahan pisang. kue, jajanan warung.
Keikutsertaan Pernah Tidak pernah. Pernah sekali. Tidak pernah Pernah. Pernah sekali, Tidak pernah.
memakan PMT mencicipi.
Kesukaan jajan Tidak pernah Suka. Tidak pernah Suka. Suka. Suka. Suka.
anak jajan. jajan.
Frekuensi dan Jarang jajan. Sering jajan, ciki, Tidak pernah Sering, biskuit. Sering, susu, jajanan Sering 3 kali atau Sering, Roti, es,
jenis jajanan permen, biskuit jajan. warung di rumah kadang 1 kali biskuit, ciki,
dll. ciki, astor, macaroni, sehari., biskuit, snack ringan
krupuk. roti. dll.
Jenis PMT yang Biskuit, telur. Biskuit, obat- Biskuit, susu. Biskuit. Biskuit, susu. Susu, biskuit. Biskuit.
diterima dari obatan.
puskesmas
Praktik Pemberian Makan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Orang yang Tidak tahu. Balita penerima Balita penerima Kakaknya. Balita penerima Balita penerima Balita penerima
menikmati PMT PMT dan kakak PMT, dua PMT, bibinya, PMT, adiknya, PMT,
dari Puskesmas perempuannya. kakaknya tapi bapaknya, ibunya, keponakannya, kakaknya.
jarang. neneknya, teman kakak-kakaknya.
bermain balita.
Jumlah PMT Tidak tahu. Tidak tahu. Dua bungkus Tidak tahu ± 6 keping satu hari, 5-6 keping biskuit Tidak tahu.
yang dimakan (24 keping) sisanya diberikan ke sekali makan, satu
balita dalam biskuit perhari. yang lain. bungkus atau 12
sehari keping dalam
sehari.
Cara mengolah Tidak tahu. Dicelupkan ke Dicelupkan ke Dicelupkan ke Dicelupkan ke air. Di makan Dimakan aja.
dan menyajikan air. air dan air. langsung, susu di
PMT disuapkan ke minum langsung.
anak.
Pantangan Tidak tahu. Tidak tahu, balita Tidak tahu. Es atau Tidak ada pantangan. Coklat, permen Tidak ada
makanan makan apa saja. minuman dan ciki. pantangan.
dingin.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Penyakit yang Panas, batuk, Panas, batuk, Batuk, panas. Panas, batuk. Panas. Panas, batuk, Panas.
diderita balita pilek. pilek. mencret.
selama mengikuti
program PMT-P
Cara pencegahan Tidak tahu. Tidak tahu. Anak Tidak tahu. Anak selalu dijaga, tangan Anak tidak dibiarkan Anak diberi
terhadap dimandikan anak selalu dicuci dan main saat hujan dan makan yang
penyakit infeksi atau di lap, menjaga kebersihan. main dengan binatang sehat dan diberi
rumah di ternak. jamu.
sapu.
Cara pengobatan Di bawa ke Di bawa Di bawa Berobat ke Di beri ramuan minyak, Diberi obat warung Dibawa ke
penyakit yang puskesmas kepuskesmas puskesmas, bidan, asem, bawang merah, terlebih dahulu Puskesmas atau
diderita balita dan di beri obat. tidak tahu puskesmas, bawang putih di rumah, kemudian dibawa ke dokter. Diberi
Obat yang lagi. kedukun untuk kemudian di bawa ke puskesmas. obat, tapi gak
diberikan di urut. Obat puskesmas, diberi obat, pernah diminum
kadang habis yang dberikan jika belum sembuh minta jika dalam
kadang tidak. diminum sesuai di doakan dan diberi air bentuk puyer.
anjuran dokter. yang sudah didoakan
orang pintar.
Upaya dalam Dibawa ke Diberi makan Diberi makan Tidak tahu. Diberi makan dan dibawa Dibawa ke posyandu Diberi susu dan
meningkatkan puskesmas. dan dibawa ke dan dibawa ke puskesmas. dan puskesmas untuk makan.
dan memantau puskesmas. ke ditimbang dan berobat
keadaan gizi puskesmas. ke bagian gizi.
balita
Upaya imunisasi Tidak pernah Tidak tahu. Tidak tahu. Di imunisasi. Tidak diimunisasi. Tidak diimunisasi. Di imunisasi
pada balita di imunisasi. lengkap.
Cara menjaga Dimandikan Dimandikan Dimandikan. Dimandikan. Dimandikan, dicebokin Dimandikan dan Dimandikan.
kebersihan balita jika BAB atau BAK. menghilangkan kutu
rambut.
Kebiasaan cuci Tidak tahu Cuci tangan Tidak tahu. Cuci tangan Cuci tangan menggunakan Sering cuci tangan. Cuci tangan.
tangan pada menggunakan sabun cole k.
balita sabun.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Kebiasaan cuci Tidak tahu Cuci tangan. Tidak tahu. Cuci tangan Cuci tangan menggunakan Cuci tangan. Rajin cuci tangan.
tangan ibu sabun colek.
Upaya 2 kali sehari, Mandi jika kotor, 2 kali sehari, 2 kali sehari, 2 kali sehari, pagi dan sore. Minimal 2 kali sehari, 2 kali sehari, pagi
memandikan balita terkadang 3 atau 2 kali sehari. pagi dan sore. pagi dan sore. pago dan sore. dan sore
kali
Upaya mengganti Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu. Tidak tahu. Sering ganti baju. 2-4 kali sehari. Tidak Tidak tahu.
pakaian balita teratur, tergantung
kemauan anak.
Lingkungan Di dalam atau Di halaman Di rumah dan Di dalam atau di Di halaman dan di belakang Di dalam dan di Di dalam dan di
bermain balita di halaman rumah atau di rumah halaman depan rumah. halaman rumah dan di sekitar lingkungan
depan rumah. dilapangan bola. nenek. rumah. rumah tetangga. rumah.

Penyakit yang Tidak tahu. Panas, pilek. Tidak tahu. Panas, batuk. Panas, pilek, mencret. Panas, pilek. Panas, diare.
biasa diderita oleh
teman bermain
balita
Tindakan ibu jika Dibiarkan saja. Tidak tahu, Sebaiknya Dibiarkan saja. Dibiarkan saja, terkadang Dibiarkan saja, karena Dibiarkan saja,
anak bermain kadang suka di tidak di anak yang sakit tidak mau kakaknya satu rumah. karena kakaknya
dengan temannya suruh pulang jika biarkan main. main. satu rumah.
yang sakit sedang sakit.
Cara membuang Dibuang di Di luar rumah, Di tempat Dibuang Di tong sampah di dalam Di depan rumah, Di depan rumah
sampah belakang dikumpulkan, sampah yang dibelakang rumah, kemudian di buang dikumpulkan, kemudian kemudian di bawa
rumah kemudian terletak di samping rumah, ke belakang rumah, dibakar. petugas sampah.
dikumpulkan, dibakar.. belakang dikumpulkan, terkadang digunakan
kemudian rumah, kemudian sebagai bahan bakar untuk
dibakar. dikumpulkan, dibakar. memasak.
kemudian
dibakar.
Cara membuang Dibelakang Di sungai atau Dari WC Dibuang Dibuang dibelakang rumah, Dari kamar mandi atau Dibuang di saluran
limbah rumah rumah dekat empang. mengalir ke dibelakang yang mengalir ke empang. WC mengalir ke air dan septic tank.
tangga tempat empang. rumah, yang empang.
sampah. mengalir ke
empang.
Praktik Pemeliharaan Kesehatan Balita
Domain Informan Pendukung (Keluarga)
MK/B WH/E I/S Mu/SK Ay/N MI/A UM/SM
Lokasi tempat Di kebun Di jamban di atas Di jamban di Di WC didalam Di jamban di atas empang di Di sumur dan WC Di kamar mandi
buang hajat, mandi belakang empang di atas empang di rumah. belakang rumah. didalam rumah. dan WC didalam
dan mencuci rumah. samping rumah. belakang rumah.
rumah.
Usaha dalam Tidak tahu. Jendela di buka Jendela di buka Jendela dan Jendela di buka setiap pagi. Jendela di buka setiap Jendela dan pintu
penggantian udara, setiap pagi. setiap pagi. pintu di buka pagi. di buka setiap pagi.
pencahayaan dan setiap hari.
penerangan rumah
Usaha menjaga Disapu dan Disapu dan dipel. Disapu dan Disapu, dipel Rumah disapu dan dipel, Rumah disapu dan Disapu dan dipel.
kebersihan rumah dipel. dipel. tapi jarang. halaman rumah terkadang dipel. Halaman rumah
dan halaman disiram air agar tidak disapu.
sekitar rumah berdebu.
LAMPIRAN 10

MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN PENDUKUNG STAF PUSKESMAS YANG TERLIBAT
DENGAN PROGRAM PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010
Domain Informan Pendukung (Staf Puskesmas)
Y SM P
Keterlibatan - Pendistribusian, evaluasi hasil - Pemeriksaan kesehatan - Penyuluhan tentang cara pemberian makanan
petugas dalam pendistribusian PMT/ - Konseling kesehatan tentang pola tambahan,
program PMT-P makan yang baik untuk anak,
tumbuh kembang anak, kebersihan
oral, cuci tangan dan perawatan
bayi di rumah jika sedang sakit.
Pengawasan yang - Ditanya di puskesmas apa yang ibu lakukan - Tidak mengawasi, pengawasan - Pengawasan dilakukan di puskesmas saja oleh
dilakukan dengan PMT yang diberikan. dilakukan oleh ahli gizi. staff gizi, dilakukan selama balita gizi buruk
mengikuti program PMT yaitu selama 90 hari.
Kegiatan yang - Penimbangan balita, pengobatan, konseling - Pemeriksaan kesehatan - Pemberian PMT
dilakukan selama tentang cara pemberian makanan, kebersihan - Konseling kesehatan - Pemeriksaan kesehatan
program PMT-P dan pola makan anak. - Penyuluhan. - Penimbangan balita
- Konseling kesehatan oleh dokter anak. - Kunjungan rumah jika ibu balita tidak datang ke
puskesmas.
Jenis PMT-P yang - Biskuit 15 roll/bulan/balita - Biskuit - Susu untuk balita gizi buruk
diberikan - Susu 16 kotak/bulan/balita. - Susu - Biskuit untuk balita gizi buruk dan gizi kurang.

Permasalahan - Ibu balita tidak datang untuk mengambil - Ketersedian obat kadang tidak - Ibunya tidak mengerti tentang pemberian
dilapangan PMT sehingga pemberian PMT menjadi mencukupi, sehingga harus makanan terbaik untuk balita karena
terputus. diberikan resep luar atau di tunda pendidikannya rendah.
- Balita tidak memakan semua PMT yang di pemberiannya jika penyakit balita - Faktor social ekonomi yang rendah.
berikan karena terkadang diberikan kepada tidak parah. - Banyaknya pengunaan makanan instan seperti
yang lain. bakso, nugget, bubur instan dan lain-lain, karena
ibu malas, yang menyebabkan anak kurang
asupan makanan bergizi terutama sayuran.
- Kurang kerjasama antar lintas sektor di tingkat
pemerintahan.
Domain Informan Pendukung (Staf Puskesmas)
Y SM P
Karakteristik - Tingkat pendidikan rendah, - Pengetahuan kurang. - Ibu balita yang datang jika disuluh
ibu balita - Kebiasaan jajan sembarangan balita. - Tingkat ekonomi rendah. trelihat nurut, tapi dalam
- Pemberian makan masih mengikuti cara - Tingkat pendidikan rendah. pelaksanaannya tidak tahu sperti
tradisional seperti pemberian pisang sebelum - Malas. apa.
usia anak 6 bulan. - Jika ibu balita memiliki kepedulian terhadap - Susah di edukasi karena lingkungan
- Tingkat ekonomi rendah sehingga ibu sulit anaknya maka mudah untuk di edukasi. masih pedesaan.
untuk disuruh mandiri. - Jarang yang memberikan ASI eksklusif.
- Menikah pada usia muda sehingga ibu kurang
mengetahui cara merawat bayi yang benar.
Frekuensi - Rajin karena ada PMT terutama susu, susu ada - Rajin jika ada PMT. - Ibu rajin dating ke Puskesmas jika
kunjungan ibu dari bulan November 2009 – Maret 2010. sedang ada PMT saja, jika tidak ada
balita ke ibu jarang datang, karena
puskesmas kesadarannya kurang.
Penyakit yang - Diare, batuk, pilek, korengan, cacingan. - Flu/ISPA - ISPA dan diare paling banyak,
paling sering - Diare - TBC anak dan Pnemonia.
diderita balita - Koreng
- Gastritis
- Anemia namun jarang.
Tindakan yang - Terus diberi PMT dan edukasi kepada ibunya. - Dilihat faktor penyebabnya terlebih dahulu - Dilakukan pemantauan terus
dilakukan jika - Di beri pengobatan. jika penyebabnya karena pola asuh ibu yang menerus melalui penimbangan.
balita tidak - Penimbangan. kurang baik maka ibu di edukasi. - Penyuluhan terhadap ibu balita di
mengalami - Kunjungan rumah. - Jika pola makannya tidak baik maka di tingkatkan.
peningkatan koreksi baik dari jumlah, variasi maupun - Jika selama tiga bulan masih gizi
berat badan jenis makanan yang diberikan. buruk maka program PMT-P
- Jika penyebabnya karena factor ekonomi diteruskan kembali selama tiga
maka diberi bantuan hanya sedikit karena ini bulan berikutnya.
kurang mendidik.
Domain Informan Pendukung (Staf Puskesmas)
Y SM P
Cara pemberian - Diutamakan untuk balita gizi buruk.
PMT-P - Aturan pemberian mengikuti petunjuk dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang.
- Pemberian makanan tambahan berupa biskuit
sebaiknya pada sela-sela waktu makan, dan
digunakan hanya untuk tambahan tanpa
mengurangi makanan yang biasa di konsumsi.
- Untuk susu di minum tidak terlalu dekat dengan
waktu makan, sesuai takaran dan menjaga
kebersihan botol atau peralatan yang digunakan.
Penanganan - Obat diberikan sesuai dengan diagnosa dan - Obat diberikan sesuai dengan jenis
kesehatan balita ketersediaan obat. penyakit yang diderita.
- Ubtuk balita gizi buruk dan gizi kurang diberi - Pemberian vitamin yang
vitamin C, B komplek, dan kadang-kadang mengandung lisin untuk nafsu
mineral kalsium. makan, vitamin C dan B komplek
untuk daya tahan tubuh dan
pemulihan kesehatan.
LAMPIRAN 4

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI IBU DARI BALITA KEP


YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN
KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

“Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang
Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang
Tahun 2010”

(Untuk mempermudah dalam menggali informasi dari informan penelitian, wawancara


dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah setempat yaitu Bahasa sunda)

Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : ……….. s/d …………

Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan :
5. Umur nikah :
6. Nama anak :
7. Pendidikan suami :
8. Pekerjaan suami :
9. Pendapatan keluarga :
10. Jumlah anggota keluarga :
11. Jumlah balita dalam keluarga :
12. Alamat :
Pertanyaan
1. Pengetahuan
a. Pemberian Makan
1) Apa yang ibu ketahui tentang komposisi makanan sehat untuk balita?
2) Apa yang ibu ketahui tentang makanan bergizi?
3) Zat gizi apa saja yang terdapat dalam makanan?
4) Apa saja makanan yang mengandung energi?
5) Apa saja makanan yang mengandung protein?
6) Apa saja makanan yang mengandung karbohidrat?
7) Apa saja makanan yang mengandung lemak?
8) Manfaat makanan yang bergizi untuk anak?
9) Berapa porsi makanan yang sebaiknya diberikan kepada balita setiap kali
makan? Dalam sehari?
10) Seperti apa penyiapan dan penyajian makanan yang baik untuk balita?
11) Berapa kali sebaiknya anak di beri makan? Kapan waktu yang tepat dalam
memberi makan anak?
12) Menurut ibu apa manfaat dari pemberian ASI?
13) Sejak kapan sebaiknya anak diberi ASI?
14) Berapa lama anak seharusnya diberi ASI?
15) Apa yang ibu ketahui tentang praktik pemberian ASI? Menurut ibu seperti
apa praktik menyusui yang baik?
16) Kapan sebaiknya anak di beri makanan tambahan selain ASI?
17) Makanan seperti apa yang sebaiknya diberikan kepada bayi selain ASI?
18) Apa yang ibu ketahui tentang pemberian makanan tambahan?
19) Apa manfaat pemberian makanan tambahan untuk balita?
20) Waktu (kapan) dan cara pemberian makanan tambahan?
21) Apa saja zat makanan yang terkandung dalam PMT?
22) Apa yang ibu ketahui tentang jajanan yang baik untuk balita?
b. Pemeliharaan Kesehatan Balita
1) Apa yang ibu ketahui tentang penyakit infeksi pada balita?
2) Apa saja yang termasuk dalam penyakit infeksi pada balita?
3) Apa yang ibu ketahui tentang penyebab penyakit infeksi pada balita?
4) Apa yang ibu ketahui tentang akibat penyakit infeksi pada balita?
5) Apa yang ibu ketahui tentang gejala atau tanda-tanda penyakit infeksi pada
balita?
6) Apa yang ibu ketahui tentang cara penularan penyakit infeksi?
7) Apa yang ibu ketahui tentang cara pencegahan agar anak ibu tidak sakit?
8) Apa yang ibu ketahui tentang cara pengobatan penyakit infeksi?
9) Apa yang ibu ketahui tentang perilaku hidup bersih dan sehat pada balita?
10) Apa yang ibu ketahui tentang cara meningkatkan dan memantau gizi anak?
11) Apa yang ibu ketahui tentang dampak dari KEP pada balita?
12) Apa saja manfaat dari pemberian makanan yang bergizi, ASI ekslusif, dan
imunisasi pada balita?
13) Apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan?
14) Seperti apa rumah yang sehat? Bangunan rumah yang sehat?
15) Dimana sebaiknya anak bermain?
16) Apa manfaat air bersih untuk kesehatan? Dan sebaiknya digunakakan untuk
apa?
17) Apa yang ibu ketahui tentang cara pembuangan limbah dan sampah yang
benar?
18) Seperti apa pertukaran udara yang baik dalam rumah? Apa yang harus
dilakukan agar terjadi pertukaran udara yang sehat didalam rumah?
19) Seperti apa pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat? Dan apa
manfaatnya?
20) Dimana sebaiknya anak dan keluarga buang air besar, buang air kecil dan
mandi?
21) Bagaimana cara menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar?
2. Sikap
a. Pemberian Makan
1) Bagaimana pendapat ibu tentang komposisi makanan sehat atau bergizi
untuk balita? Apakah menurut ibu penting? Mengapa?
2) Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian makanan bergizi pada balita?
Apakah menurut ibu penting? Mengapa?
3) Apakah menurut ibu pemberian makanan bergizi pada balita itu bermanfaat?
Alasannya apa?
4) Apakah menurut ibu pemberian porsi makanan yang cukup dan sesuai usia
itu penting? Mengapa?
5) Bagaimana pendapat ibu tentang pengolahan dan penyajian makanan yang
enak dan menarik untuk balita? Apa menurut ibu penting? Mengapa?
6) Bagaimana pendapat ibu tentang frekuensi makan yang cukup untuk balita?
Apa menurut ibu penting? Kenapa?
7) Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian ASI Eksklusif untuk balita?
Apa menurut ibu penting? Mengapa?
8) Bagaimana pendapat ibu tentang pemberian makanan tambahan untuk
balita? Apa menurut ibu penting? Mengapa?
9) Apa ibu setuju dengan pemberian PMT-P? Mengapa?
10) Apakah anak ibu menyukai pemberian PMT-P?
11) Apa anak ibu suka jajan? Apa yang akan ibu lakukan jika anak ibu ingin
jajan?
12) Apakah ibu setuju jajan sembarangan dapat menyebabkan anak sakit?
Mengapa?
13) Apakah ibu percaya pada pantangan beberapa makanan? Apa saja makanan
yang menjadi pantangan bagi anak ibu? Mengapa?
b. Pemeliharaan Kesehatan Balita
1) Bagaimana pendapat ibu tentang penyakit infeksi pada anak? Apa menurut
ibu berbahaya?
2) Bagaimana pendapat ibu tentang usaha mencegah anak untuk tidak sakit
ketika anak sehat? Apa menuru ibu penting? Kenapa?
3) Apakah ibu setuju jika anak sakit harus dibawa ke pelayanan kesehatan?
Mengapa?
4) Apa ibu setuju dengan pemberian imunisasi pada anak? Mengapa?
5) Bagaimana pendapat ibu tentang perilaku hidup sehat dan bersih pada anak?
6) Apakah menurut ibu peningkatan berat badan dan status gizi balita itu
penting? Mengapa?
7) Menurut ibu seberapa penting penimbangan balita? Alasannya?
8) Apakah menurut ibu penurunan berat badan dan satus gizi itu berbahaya
bagi kesehatan anak? Mengapa?
9) Apa ibu setuju dengan penggunaan air bersih untuk keperluan sehari-hari
(seperti minum, memasak, mencuci, mandi dll)? Apa menurut ibu penting?
Kenapa?
10) Apa ibu setuju sampah dan limbah rumah tangga harus dibuang ke
tempatnya? Tempat tertutup? Apa menurut ibu penting? Kenapa?
11) Apa ibu setuju buang hajat harus di wc atau kakus? Apa menurut ibu
penting? Kenapa?
12) Bagaimana pendapat ibu tentang pergantian udara yang baik dan cahaya
matahari dapat masuk kedalam rumah? Apa menurut ibu penting? Kenapa?
13) Bagaimana pendapat ibu tentang menjaga kebersihan rumah? Apa menurut
ibu penting? Kenapa?

3. Praktik atau tindakan


a. Pemberian Makan
1) Apa saja makanan yang diberikan pada balita?
2) Berapa porsi makanan yang diberikan ibu pada balita setiap kali makan?
3) Apakah porsi yang diberikan sama ketika balita bayi atau berumur lebih
muda?
4) Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikan makanan untuk anak
ibu?
5) Berapa kali anak ibu makan dalam sehari?
6) Pada jam berapa saja biasanya anak ibu diberi makan?
7) Apa ibu memberikan ASI pada balita?
8) Seberapa sering ibu menyusui balita? Kapan biasanya ibu menyusui anak
ibu?
9) Makanan selingan apa yang biasa ibu berikan pada anak?
10) Kapan anak ibu diberikan makanan tambahan?
11) Apa anak ibu suka jajan? Berapa kali dan jajanan apa saja yang biasa
dimakan oleh anak ibu dalam sehari?
12) Apa saja yang diterima ibu selama program pemberian PMT-P?
13) Berapa lama pemberiannya?
14) Siapa saja yang menikmatinya?
15) Dalam satu hari berapa yang dimakan balita?
16) Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikannya?
17) Apa ada pantangan makanan untuk anak? Apa saja makanan yang menjadi
pantangan untuk anak?
b. Pemeliharaan Kesehatan Balita
1) Apa anak ibu pernah menderita penyakit infeksi saat pemberian PMT-P?
2) Apa yang ibu lakukan agar anak ibu tidak jatuh sakit?
3) Apa yang ibu lakukan jika anak ibu sakit?
4) Kemana ibu membawa anak ibu untuk berobat?
5) Apa obat yang diberikan habis diminum dan sesuai anjuran petugas
kesehatan?
6) Apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan keadaan gizi anak sebelum dan
sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
7) Apa yang ibu lakukan untuk memantau keadaan gizi anak sebelum dan
sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
8) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balita?
9) Apa anak ibu suka cuci tangan? Apa ibu mengajarkan atau menyuruh anak
ibu untuk cuci tangan?
10) Apa ibu suka cuci tangan sebelum memberi makanan pada balita?
11) Berapa kali ibu memandikan anak?
12) Berapa kali anak ganti pakaian dalam sehari?
13) Apa anak ibu dimunisasi?
14) Bagaimana cara ibu menjaga kebersihan anak?
15) Apa yang ibu lakukan saat anak ibu buang air besar atau kecil?
16) Dimana biasanya balita bermain? Seperti apa lingkungan bermain balita?
17) Apakah teman bermain anak ibu sering menderita penyakit infeksi?
Penyakit apa saja?
18) Apa yang ibu lakukan jika anak ibu bermain dengan orang yang sedang
sakit?
19) Bagaimana cara ibu membuang limbah rumah tangga dan sampah?
20) Dimana ibu biasa membuang sampah?
21) Dimana biasanya anak ibu dan keluarga mandi, buang air besar dan kecil,
mencuci piring dan pakaian?
22) Apa yang biasa ibu lakukan untuk membuat udara dan cahaya matahari
masuk? Apa ibu sering melakukakannya? Kapan biasanya ibu
melakukakkannya?
23) Bagaimana cara ibu dalam membersihkan rumah dan lingkungan sekitar
rumah?
LAMPIRAN 5

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI KELUARGA DARI BALITA


KEP YANG MENDAPAT PMT-P DI PUSKESMAS PAGEDANGAN
KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2010

“Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang
Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang
Tahun 2010”

(Untuk mempermudah dalam menggali informasi dari informan penelitian, wawancara


dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah setempat yaitu Bahasa sunda)

Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : ……….. s/d …………

Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan :
5. Hubungan dengan balita :
6. Nama balita :
7. Alamat :

Pertanyaan
1. Pemberian Makan
1) Apa saja makanan yang diberikan ibu pada balita?
2) Berapa porsi makanan yang biasa diberikan ibu pada balita setiap kali makan?
3) Apakah ada perbedaan porsi makanan yang diberikan saat balita bertambah
usia?
4) Bagaimana cara ibu dalam mengolah dan menyajikan makanan untuk anak?
5) Berapa kali balita makan dalam sehari?
6) Pada jam berapa saja biasanya ibu memberi makan balita?
7) Apa ibu memberikan ASI pada balita?
8) Seberapa sering ibu menyusui anaknya? Kapan biasanya ibu menyusui
anaknya?
9) Makanan selingan apa yang biasa ibu berikan pada anak?
10) Kapan ibu memberikan makanan tambahan untuk balitanya (pemberian makan
selain makanan pokok atau nasi)?
11) Apa balita suka jajan? Berapa kali dan jajanan apa saja yang biasa dimakan oleh
anak ibu dalam sehari?
12) Apa anda turut serta dalam pemberian PMT-P pada balita?
13) Apa saja yang diterima selama program pemberian PMT-P?
14) Berapa lama pemberiannya?
15) Siapa saja yang menikmatinya? Apa anda pernah memakannya?
16) Dalam 1 hari berapa yang dimakan balita?
17) Bagaimana cara ibu balita dalam mengolah dan menyajikannya?
18) Apa ada pantangan makanan untuk anak? Apa saja makanan yang menjadi
pantangan untuk anak?

2. Pemeliharaan Kesehatan Balita


1) Apa balita pernah menderita penyakit saat pemberian PMT-P?
2) Apa yang ibu lakukan agar anaknya tidak jatuh sakit ketika anaknya sehat?
3) Apa dilakukan ibu balita jika anaknya sedang sakit?
4) Kemana biasanya ibu membawa anaknya untuk berobat?
5) Apa obat yang diberikan habis diminum dan sesuai anjuran petugas kesehatan?
6) Apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan keadaan gizi anaknya sebelum dan
sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
7) Apa yang ibu lakukan untuk memantau keadaan gizi anaknya sebelum dan
sesudah mengikuti program PMT di Puskesmas?
8) Apa yang ibu lakukan dalam menjaga kebersihan balitanya?
9) Apa anak ibu suka cuci tangan? Apa ibu mengajarkan atau menyuruh anaknya
untuk cuci tangan?
10) Apakah ibu atau orang lain suka cuci tangan sebelum memberi makanan pada
balita?
11) Berapa kali balita mandi dalam sehari?
12) Berapa kali ibu menggantikan pakaian balita?
13) Apa balita dimunisasi?
14) Bagaimana cara ibu balita menjaga kebersihan anaknya?
15) Dimana balita biasa bermain? Seperti apa lingkungan bermain balita?
16) Apakah teman bermain balita sering menderita penyakit infeksi? Penyakit apa
saja yang bisanya diderita teman bermain balita?
17) Apa yang dilakukan ibu balita jika balita bermain dengan orang yang sedang
sakit?
18) Bagaimana cara ibu balita membuang limbah rumah tangga dan sampah?
19) Dimana ibu balita biasa membuang sampah?
20) Dimana biasanya anak dan keluarga mandi, buang air besar dan kecil, mencuci
piring dan pakaian?
21) Apa yang biasa ibu lakukan untuk membuat udara dan cahaya matahari masuk
kedalam rumah? Apa ibu sering melakukannya? Kapan biasanya ibu
melakukannya?
22) Bagaimana cara ibu balita dalam membersihkan rumah? Dan halaman sekitar
rumah?
LAMPIRAN 6

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI STAF PUSKESMAS


PAGEDANGAN KABUPATEN TANGERANG YANG TERLIBAT
LANGSUNG DALAM PROGRAM PMT-P

“Analisis Pola Asuh Gizi Ibu terhadap Balita Kurang Energi Protein (KEP) yang
Mendapat PMT-P di Puskesmas Pagedangan Kabupaten Tangerang
Tahun 2010”

Tanggal wawancara :
Waktu wawancara : ……….. s/d …………

Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jabatan :
4. Pendidikan :
5. Lama bekerja :
6. Alamat :
Pertanyaan
1. Bagaimana keterlibatan petugas kesehatan dalam program pemberian PMT-P? Apa
ada pengawasan terhadap ibu balita dalam pemberian PMT-P pada balitanya?
2. Apa saja yang dilakukan dalam pelaksanaan PMT-P pada balita?
3. Apa saja jenis PMT-P yang diberikan pada balita?
4. Apa permasalahan yang biasa ditemui selama pelaksanaan program PMT-P?
5. Bagaimana karakteristik ibu balita penerima PMT-P?
6. Apakah ibu balita sering memeriksakan balitanya ke Puskesmas?
7. Apa saja penyakit yang biasa diderita balita penerima PMT-P?
8. Apa yang dilakukan jika balita yang mendapat PMT-P tidak mengalami peningkatan
berat badan?
LAMPIRAN 7

PEDOMAN OBSERVASI

No Domain Dimensi Keterangan

1. Komposisi dan Adanya komposisi makanan yang terdiri dari


porsi makanan makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah
serta susu.
Porsi makanan yang diberikan mencukupi dan
sesuai dengan usia balita.

2. Penyiapan dan Bahan makanan dimasak sampai matang,


penyajian penggunaan perlatan masak dan makan yang
makanan bersih, adanya tempat penyimpanan makanan
yang bersih, adanya perilaku mencuci tangan
sebelum menjamah makanan, adanya penyajian
makanan yang menarik.

3. Frekuensi Adanya pemberian makanan tiga kali atau lebih


pemberian dalam sehari, balita makan pada jam makan.
makanan

4. Pemberian ASI Adanya pemberian ASI, ASI diberikan setiap


anak menangis.

5. Pemberian PMT-P yang diberikan ibu dimakan habis oleh


Makanan balita, ada atau tidak ada orang lain selain balita
Tambahan penerima PMT-P yang memakan PMT-P,
pemberian makanan selain ASI pada balita,
adanya pemberian makanan selingan diantara
dua waktu makan, anak tidak diberi atau
dibiarkan jajan sembarangan.
No Domain Dimensi Keterangan

6. Praktik Adanya upaya pencarian pengobatan ke instansi


pemeliharaan kesehatan ketika anak sakit,
kesehatan

7. Kebersihan Adanya usaha memandikan anak, menganti


perorangan dan pakaian dan mencuci tangan, lingkungan rumah
lingkungan dan tempat bermain anak yang bersih, adanya
penggunaan air bersih, membuang limbah dan
sampah pada tempatnya, adanya pencahayaan
dan penerangan rumah yang cukup, dan adanya
usaha dalam membersihkan rumah.

Anda mungkin juga menyukai