Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH TRAGEDI CHERNOBYL

Kecelakaan nuklir Chernobyl itu sejajar dengan kasus lumpur panas sumur Banjar
Panji-1 di Porong Sidoarjo.Yakni sama2 berangkat dari tujuan baik (pada Chernobyl
berpangkal dari eksperimen pembangkitan daya darurat, pada Banjar Panji-1 untuk mencari
migas), namun dilaksanakan tanpa mematuhi prosedur standar (pada Chernobyl semua
prosedur standar keamanan operasi reaktor dilanggar, pada Banjar Panji-1 ngebornya ugal2an
dan ngeyel). Akhirnya terjadilah bencana. Andaikata dua operator reaktor unit 4 PLTN
Chernobyl tidak nekat melanjutkan eksperimennya pada 26 April 1986 lepas tengah malam,
barangkali tragedi takkan pernah terjadi. Namun tragedi itu juga membuka mata dunia akan
persoalan cacat desain reaktor dan manajemen pembangkit yang “ajaib” di eks-Uni Soviet.
Sebelum tragedi April 1986 PLTN Chernobyl hanyalah kompleks pembangkit tak terlalu
dikenal di Ukraina, bahkan juga di kalangan petugas pemadam kebakaran setempat (yang
akhirnya justru menjadi korban pertamanya). PLTN ini berlokasi di koordinat 51,3872 LU
30,1114 BT, berdekatan dengan perbatasan Belarus. Terdapat 4 unit reaktor : reaktor unit 1
mulai beroperasi pada 1977, reaktor unit 2 pada 1978, reaktor unit 3 pada 1981 dan reaktor
unit 4 pada 1983. Keseluruhan unit menghasilkan daya 4.000 MWe yang menyuplai 10 %
kebutuhan listrik Ukraina.
PLTN ini memakai reaktor RBMK-1000, yakni reaktor air mendidih (boiling water
reactor/BWR) berdaya termal 3.200 MWt dengan moderator (bahan pelambat neutron) dari
grafit (karbon). Pendinginnya air biasa, yang diambilkan dari Sungai Pripyat didekatnya dan
didestilasi dulu, untuk kemudian dialirkan secara vertikal dengan inlet dibawah dan
dididihkan di dalam reaktor untuk memproduksi uap bertekanan tinggi yang memutar
turbogenerator pembangkit listrik. Grafit dipilih sebagai moderator karena murah dan tersedia
melimpah di Siberia. Untuk mengendalikan reactor digunakan batang kendali dari batang
boron karbida berujung grafit. Di antara ujung grafit dan batang boron karbida terdapat ruang
kosong sepanjang 1 m yang bakal terisi air pendingin ketika dimasukkan ke dalam reaktor.
Ada dua tipe batang kendali : manual dan otomatis. Sebagai bahan bakar digunakan Uranium
diperkaya (kadar U-235 3,8 %) sejumlah 220 ton.Konsekuensinya ukuran reaktor RBMK-
1000 memang besar.
Reaktor RBMK-1000 unggul dalam efisiensi (34 %, bandingkan dengan reaktor2 tipe
tekan/pressurized reactor yang berkisar 29 – 31 %) dan penggantian bahan bakar saat tetap
menyala. Reaktor2 tipe lainnya (kecuali PHWR-CANDU yang dipasarkan Canada) harus
dimatikan dahulu untuk mengganti bahan bakarnya. Meski begitu dalam prosedur
pengoperasiannya, selama 1 tahun penuh reaktor hanya dijalankan 9 bulan saja dengan 3
bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin, termasuk penggantian bahan bakar.
Namun keunggulan2 ini tidak seberapa dibandingkan dengan kelemahan2nya. Sebagai
reaktor air mendidih bermoderator grafit, RBMK-1000 memiliki “problem gelembung”,
kondisi dimana adanya gelembung2 dalam pendingin saat proses pembentukan uap bisa
mengacaukan pengendalian reaktor, karena gelembung2 itu meningkatkan jumlah neutron
lambat. Kondisi ini sangat dirasakan RBMK-1000 ketika berada dalam daya rendah, baik
ketika dalam proses dinyalakan (start-up) maupun dimatikan (shut-down).
Kelemahan lain ada pada batang kendalinya. Grafit dan ruang kosong berisi air di
batang kendali mengakibatkan peningkatan daya temporal di detik2 pertama saat batang
kendali masuk ke reaktor, karena sifat grafit dan air pendingin yang memoderasi neutron.
Bila terjadi kondisi batang kendali gagal masuk sepenuhnya karena macet (entah kejepit atau
apa) sehingga bagian boron karbidanya tidak bisa masuk, maka reaktor tidak bisa mati, justru
dayanya malah melambung terus. Aliran pendingin juga menjadi salah satu titik lemah.
Dengan model aliran vertikal dan inletnya dari bawah, maka terdapat suhu pendingin di
dalam reaktor jadi takhomogen, dimana di bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah.
Kondisi ini bisa berbahaya jika terjadi penguapan total pada bagian atas sehingga bahan
bakar disana tak terdinginkan sepenuhnya. Selain bisa meningkatkan daya secara mendadak,
kondisi ini juga beresiko pada melelehnya bahan bakar. Pendinginan vertikal juga memaksa
pompa pendingin untuk terus menerus bekerja meski daya reaktor sudah sangat rendah
sehingga tidak sanggup lagi membangkitkan listrik yang cukup.Dan akhirnya, sebagai reaktor
berukuran besar, RBMK-1000 hanya dilindungi oleh satu lapis dinding beton tipis guna
menghemat biaya. Tak ada system pelindung bergandab sebanyak lima lapis sebagaimana
yang distandarkan pada reaktor2 tipe lainnya. So, reaktor yang secara desain sudah cacat ini
tidak mempunyai pelindung yang layak, sehingga jika terjadi kecelakaan peluang terlepasnya
radioisotop ke lingkungan cukup besar dibanding reaktor2 tipe lain.
Kompleks PLTN Chernobyl dilayani oleh manajemen “ajaib” yang tidak
berpengalaman sama sekali dalam mengoperasikan reaktor bertenaga besar. V.P. Bryukhanov,
direktur, hanya berpengalaman di PLTU tanpa pernah sekalipun ke PLTN. Nikolai Fomin,
insinyur kepala, juga lama bekerja di lingkungan PLTU. Hanya Anatoliy Dyatlov, wakil
insinyur kepala, yang pernah bekerja dengan reaktor itupun hanya pada reaktor berdaya
rendah. Diduga kuat pemilihan manajemen tidak didasarkan pada kepakaran dan
kemampuannya dalam teknologi nuklir, namun lebih pada loyalitasnya terhadap Partai
Komunis Uni Soviet. Manajemen juga tidak pernah diberitahu otoritas ketenaganukliran Uni
Soviet tentang sifat khas RBMK-1000 dan prosedur operasi daruratnya ketika berada dalam
daya rendah. Singkatnya, manajemen ‘buta’ terhadap titik2 lemah RBMK-1000. Kombinasi
cacat desain dan manajemen “ajaib” inilah yang berpuncak pada tragedi 26 April 1986.
Ekskursi Nuklir.
Salah satu masalah yang menggayuti manajemen adalah bagaimana menjaga pompa
pendingin tetap bekerja meski aliran listrik putus. Reaktor RBMK-1000 membutuhkan aliran
pendingin terus menerus karena sifatnya vertikal. Sementara jika terjadi kerusakan sistim
pembangkit listrik, aliran listrik ke pompa pendingin menghilang. Memang tiap unit reaktor
telah dilengkapi dengan sepasang generator diesel otomatis, namun baru bisa menyuplai
aliran listrik 40 detik setelah aliran listrik utama putus. Kondisi ini bisa menyebabkan
perlambatan aliran pendingin, dan berpotensi menimbulkan kehilangan aliran pendingin
(LOHSA : lostof heat sink accident).
Manajemen tidak menghendaki hal itu terjadi terutama setelah kasus LOCA (lost of coolant
accident, setingkat lebih parah dibanding LOHSA) yang sampai melelehkan sebagian reaktor
unit 2 PLTN Three Mile Islands, Pennsylvania (AS), 28 Maret 1979. Untuk itu dicoba
memanfaatkan putaran sisa turbogenerator guna pembangkitan daya darurat untuk
menggerakkan pompa pendingin selama minimum 40 detik. Eksperimen sejenis pernah
sukses dilakukan pada 1983 di reaktor unit 1 tanpa masalah apapun dengan mematuhi semua
prosedur standar, meski hasilnya negatif : turbogenerator tak sanggup memasok daya
mencukupi.
Setelah dilakukan pengembangan2 tambahan pada turbogenerator, dirasakan perlu adanya
eksperimen ulang. Pilihan jatuh pada reaktor unit 4 dengan setting waktu pada Jumat 25 April
1986, mengingat reaktor ini memang hendak dimatikan guna menjalani perawatan dan
perbaikan rutin setelah menyala selama lebih dari setahun penuh.
Eksperimen sudah siap dijalankan pada tengah hari 25 April. Sebagai awalnya system
pendingin darurat (ECCS : emergency core coolant system) dimatikan, meski dalam prosedur
operasi standar hal ini sama sekali tidak diperbolehkan. Namun mendadak otoritas kelistrikan
Kiev meminta manajemen PLTN Chernobyl menjaga pasokan listriknya ke jaringan sampe
jam 11 malam untuk mengantisipasi lonjakan penggunaan daya. Manajemen menyetujui hal
itu sehingga daya reactor yang sudah terlanjur diturunkan ke 1.600 MWt tidak direduksi lagi.
Selama 12 jam kemudian reaktor beroperasi dengan output 50 % dari normal dan tanpa
ECCS.
Eksperimen dilanjutkan kembali pasca jam 23:00 setempat, kali ini oleh dua operator malam
yang kedua-duanya berlatarbelakang teknik listrik dan tak satupun yang sebelumnya pernah
bekerja di lingkungan reaktor. Daya reaktor diturunkan ke 700 – 1.000 MWt dengan
memasukkan batang2 kendali otomatis, namun rupanya dua kru tak terlatih ini tak menyadari
penurunan dayanya terlalu cepat. Pada kondisi ini produksi radioisotop Xenon-135 (salah
satu produk samping reaksi fissi) jadi berlebih, padahal radioisotop ini dikenal sebagai “racun
reaktor” karena menyerap neutron lambat dalam jumlah besar. Kontan daya reaktor anjlok ke
30 MWt. Operator tak menyadari adanya peracunan ini dan menganggap anjloknya daya
lebih karena kegagalan daya, sehingga memutuskan menaikkan kembali batang kendali
otomatis. Tindakan ini sangat menyalahi aturan, karena pada prosedur standarnya, begitu
daya anjlok maka reaktor harus segera dimatikan.
Naiknya batang kendali otomatis hanya sanggup mengangkat daya ke 200 MWt saja, atau
sepertiga dari daya nominal yang dibutuhkan untuk eksperimen. Namun operator merasa
pada daya rendah itupun eksperimen bisa dilakukan. Maka pada pukul 01:05 setempat,
operator menghidupkan seluruh pompa pendingin cadangan yang mengirimkan air pendingin
berlebihan ke dalam reaktor, melampaui batas maksimum volume air dalamb reaktor yang
diperkenankan. Selanjutnya batang kendali manual pun diangkat, hal yang lagi2 menyalahi
prosedur operasi standar. Reaktor kini jadi sangat berbahaya karena tidak lagi memiliki
batang kendali. Jika pada saat itu daya reaktor masih tetap rendah, alias jumlah neutron
lambatnya tetap kecil, itu lebih disebabkan oleh kombinasi berlebihnya air dan Xenon-135
yang bisa menggantikan peran batang kendali.
Dalam keadaan demikian operator memutuskan untuk memulai eksperimen. Pukul 01:23,
operator menutup katup uap ke turbogenerator. Putaran turbogenerator pun berkurang
sehingga pasokan listrik ke pompa pendingin berkurang dan aliran pendingin jadi menyusut.
Di dalam reaktor kini terbentuk lebih banyak uap dan celakanya diikuti dengan pembentukan
gelembung2 air. Problem gelembung pun terjadi, sehingga daya reaktor segera menanjak.
Dalam 5 detik pertama daya reaktor sudah bergerak ke angka 510 MWt. Pada tahap ini
Xenon-135 mulai menghilang seiring makin banyaknya jumlah neutron. Sehingga dengan
makin banyaknya air pendingin yang berubah menjadi uap, menghilangnya Xenon-135 dan
dimatikannya ECCS, pengontrol daya reaktor menjadi tidak ada. Terjadilah ekskursi nuklir :
kenaikan daya teramat cepat secara eksponensial pada waktu teramat singkat.
Operator yang panik segera menekan tombol SCRAM guna memasukkan semua batang
kendali (baik manual maupun otomatis) ke dalam reaktor. Namun butuh waktu 20 detik agar
batang kendali bisa masuk sepenuhnya ke dalam reaktor. Ketika suhu reaktor kian tinggi,
gerak batang kendali pun macet, hanya bagian ujung grafit dan ruang kosong saja yang
sempat masuk. Ini malah makin meningkatkan intensitas ekskursi nuklir. Dalam 20 detik itu
daya reaktor sudah meningkat hingga 30.000 MWt alias sepuluh kali lipat dari daya
normalnya.
Peningkatan daya luar biasa menghasilkan penguapan teramat brutal dimana semua cairan
berubah jadi uap. Ini menghasilkan tekanan teramat besar yang merusak batang kendali,
bahan bakar, grafit dan akhirnya menjebol atap beton reaktor yang tipis dalam ledakan uap.
Andaikata reaktor dilindungi kubah double containment Mark-II setebal 2 meter seperti yang
diterapkan pada reaktor2 lainnya, maka ledakan uap ini tidak akan terjadi. Ledakan uap ini
segera disusul oleh reaksi uap air dengan grafit dan oksigen (dari udara luar yang masuk
lewat lubang) dengan grafit sehingga timbul ledakan kedua yang tak kalah besarnya.
The China Syndrome
Pasca ledakan, reaksi oksigen dan grafit menyebabkan kebakaran besar pada reaktor. Inilah
penyebab 4 % radioisotop – setara 9 ton – terloloskan ke lingkungan. Meski 4 dekade
sebelumnya dunia sudah menyaksikan dahsyatnya bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, pada
26 April 1986 itulah, untuk pertama kalinya sebuah reaktor bertenaga besar melepaskan
radioisotopnya ke lingkungan dalam jumlah besar. Sekitar 5,4 ton radioisotop itu mendarat di
Belarus. Namun sisanya terbang dibawa angin ke barat hingga menjangkau Kepulauan
Inggris. Paparan radiasi tertinggi berada di gedung reactor mencapai 5,6 Roentgen/detik, 202
kali lipat lebih besar daripada ambang batas dosis mematikan 0,028 Roentgen/detik.
Celakanya ledakan menyebabkan kerusakan dua dosimeter (pengukur radiasi) dengan limit
1.000 Roentgen/detik. Hanya tersisa dosimeter2 kecil dengan limit 0,001 Roentgen/detik, dan
semuanya “off scale.” Karena itu kru reaktor dipimpin Alexander Akimov menganggap dosis
radiasi saat itu paling banter 0,001 Roentgen/detik, mengabaikan tanda2 seperti potongan
grafit, pipa bahan bakar dan batang kendali yang berceceran di sekitar gedung reaktor.
Sehingga mereka memutuskan bertahan dan terus memompakan air ke gedung reaktor.
Bantuan segera datang dari brigade pemadam kebakaran Chernobyl, dipimpin Vladimir
Pravnik, yang tak diberitahu sama sekali bahwa yang dihadapi adalah reaktor RBMK-1000
yang telah bolong. Kerja keras mereka bersama kru reaktor berhasil memadamkan api di atas
gedung reaktor dan gedung turbin pada jam 05:00. Namun dalam tiga minggu kemudian,
sebagian besar kru reaktor dan pemadam ini telah meregang nyawa.
Pada senja 26 April, Kremlin membentuk komite penyelidik dan memerintahkan Valeri
Legasov dari otoritas ketenaganukliran Uni Sovet ke Chernobyl. Ia menjumpai 2 orang telah
tewas dan 52 dirawat di rumah sakit, dengan gejala2 nyata akibat paparan radiasi berlebihan.
Dosimeternya juga menunjukkan tingkat paparan radiasi yang sangat tinggi di sejumlah titik.
Pada 27 April 14:00 ia memerintahkan dimulainya evakuasi penduduk kota Pripyat dan
sekitarnya. Agar tidak timbul kepanikan, detil bencana tidak diberitahukan kepada penduduk,
dan agar beban tidak terlalu berat, diberitahukan kepada penduduk bahwa evakuasi bersifat
temporal, hanya untuk 3 hari. Total penduduk yang dievakuasi sejumlah 336.000 orang.
Kepanikan justru merebak di Swedia, 1.100 km dari Chernobyl. Pada 27 April itu juga kru
PLTN Forsmark mendeteksi lonjakan paparan radiasi yang spektakuler di lingkungan mereka.
Anehnya dosis paparan radiasi di luar gedung jauh lebih besar dibanding di dalam gedung.
Setelah konfirmasi ke PLTN2 lain di Swedia memastikan tidak ada reaktor mereka yang
bocor, kecurigaan diarahkan ke PLTN2 Uni Soviet di kawasan Barat. Atas desakan Swedia,
tak lama kemudian Mikhail Gorbachev mengumumkan bocornya salah satu reactor Soviet.
Pernyataan sama juga dikeluarkan Boris Yeltsin yang sedang mengunjungi Berlin.
Horor Chernobyl belum usai. Meski reaktor RBMK-1000 telah jadi puing, sisa bahan bakar
Uranium yang masih cukup besar (> 200 ton) dan puing2 grafit ternyata masih sanggup
menjalankan reaksi fissi. Meski daya yang dihasilkan kecil, tiadanya cairan pendingin
membuat grafit terus memanas. Maka kebakaran pun berlanjut di interior puing. Pada dasar
puing, panas kebakaran bahkan cukup tinggi hingga sanggup membuat bahan bakar dan
beton penyangga reaktor meleleh membentuk lava. Jika lava ini bisa menembus dasar
bangunan dan tanah dibawahnya hingga mencapai cadangan air tanah dalam, maka kontak
lava dengan air akan menciptakan erupsi freatoradiatik (“The China Syndrome”), ledakan uap
berkekuatan besar yang sanggup membongkar tanah diatasnya membentuk kawah. Letusan
ini akan memuntahkan debu terkontaminasi radioisotope hingga ketinggian 1 km. Jika ini
terjadi, area yang tercemar dipastikan akan jauh lebih besar.
Untuk mencegah erupsi freatoradiatik, otoritas memutuskan puing reaktor RBMK-1000 harus
dimatikan dan didinginkan. Lewat ratusan sorti penerbangan helikopter, ke bangunan reaktor
dijatuhkan 5.000 ton bahan penyerap neutron berupa campuran pasir, lempung dan asam
borat. Setelah puing reaktor dipastikan telah mati dan dingin, sebuah struktur sarkofagus
raksasa dibangun untuk menyelubungi seluruh puing pada Desember 1986.
Jumlah radioisotop yang dilepaskan 160 kali lipat lebih besar dibanding bom Hiroshima (9
ton vs 55 kg). Sampai 2005, IAEA dan WHO mencatat jumlah korban tewas 56 orang (47 kru
reaktor dan petugas pemadam kebakaran serta 9 anak2 penderita kanker tiroid). Dari 6,6 juta
orang yang terpapar radioisotop, diperkirakan 9.000 diantaranya terpapar berat. Hingga 2002
dideteksi terdapat 4.000 kasus anak penderita kanker tiroid.

Anda mungkin juga menyukai