BAB I
PENDAHULUAN
Demam dan nyeri tenggorokan disertai dengan keterbatasan gerakan leher dan membuka
mulut dapat dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam
terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi
dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal dan leher. Gejala dan
tanda klinis biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam.
Abses submandibular merupakan salah satu abses leher dalam yang banyak disebabkan
oleh infeksi gigi. Abses submandibular dadalah salah satu abses leher dalam yang sering
ditemukan, menduduki urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam yaitu 70-85% kasus
yang disebabkan oleh infeksi gigi. Diagnosis harus ditegakkan dengan cepat dan akurat untuk
menentukan lokasi dan perluasan abses. Keterlambatan dalam diagnosis atau lebih buruk lagi
jika salah menentukan diagnosis dapat menyebabkan konsekuensi yang berbahaya seperti
Diagnosis dan penatalaksanaan infeksi ruang leher dalam masih merupakan tantangan.
Anatomi daerah yang kompleks dapat membuat diagnosis dan tatalaksana infeksi cenderung
sulit. Infeksi ini, sampai saat ini tetap menjadi masalah kesehatan dengan resiko morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Apabila pada infeksi leher dalam telah terjadi pembentukan abses, terapi
yang dapat dilakukan yaitu pemberian antibiotik, drainase abses, menghilangkan fokus infeksi.
Meskipun penggunaan antibiotic telah menurunkan angka kematian, namun abses leher dalam
2
masih merupakan masalah yang serius dan menimbulkan komplikasi yang dapat mengancam
nyawa.
Sehingga dari penjelasan di atas, mendorong penulis untuk membuat laporan kasus
mengenai pasien dengan diagnosa Abses Submandibula yang ada di RSHS Bandung.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abses didefinisikan sebagai kumpulan nanah yang telokalisir atau merupakan rongga
patologis yang terisi oleh jaringan granulasi dan pus. Supurasi merupakan ciri khas abses,
bakteri yang biasanya terdapat pada abses adalah staphylococci yang biasanya terdapat pada
kulit.
Abses submandibular merupkan abses yang terbentuk pada ruang potensial di regio
submandibular yang disertai adanya gejala nyeri tenggorokan, demam dan terbatasnya gerakan
membuka mulut. Abses submandibular termasuk dari bagian abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di ruang potensial diantara fasial leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi
dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal, telinga tengah dan
leher. Gejala dan tanda klinis biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibular. Sebagian lain dapat merupaka kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya.
Sebelum ditemukannya antibiotik, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan
tonsil, tetapi saat ini penyebab tersering adalah infeksi gigi. Sebagian nesar kasus infeksi leher
dalam disebabkan oleh berbagai macam bakteri, baik anaerob maupun aerob. Bakteri anaerob
4
yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp,
Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan
Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam suatu rongga disebabkan oleh proses
infeksi bakteri, parasit atau benda asung lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang
bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ketubuh bagian lainnya. Pus merupakan
kumpulan jaringan local yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benfa-
benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah.
Bakteri yang masuk kedalam jaringan yang sehat dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel yang
terinfeksi. Sel-sel darh putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak kedalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri maka sel darah putih akan mati.
Sel darah putih yang mati inilah akan membentuk pus dan mengisi rongga tersebut.
Penimbunan pus ini yang menyebabkan jaringa sekitarnya akan terdorong dan tumbuh di
Infeksi ruang leher dalam dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu limfogen, hematogen
dan infeksi langsung. Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan
lokasi anatomi. Ruang submandibular terletak dianta oto mylohyoid yang memiliki batas
posterior yang terbuka sehingga berhubungan dengan ruang didekatnya. Ruang mandibula
5
mengalami infeksi, pembengkakan dimulai pada batas inferior lateral dari mandibula dan
meluas ke medial melalui area digastrikus dan ke posterior menuju tulang hyoid (Ghali, et al.,
2014).
Perluasan infeksi ke parafarung juga dapat langsung dari ruang submandibular. Selanjutnya
infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebabran abses leher dalam dapat
melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam dan trauma
2.4 Klasifikasi
Tulang, otot, fasia, neurovaskular, dan kulit dapat bertindak sebagai penghalang
penyebaran infeksi. Namun bagian-bagian ini tidak sebagai penghalang yang begitu ketat,
sehingga infeksi seringkali tetap menyebar ke bagian tersebut. Berikut ini adalah daerah yang
1. Upper Lip
Infeksi di dasar bibir atas berasal dari gigi anterior atas, menyebar ke otot orbicularis
dari sulkus labial antara otot levator labii superioris dan otot levator angularis oris.
2. Canine Fossa
Penyebaran infeksi pada fosa kaninus biasanya berasal dari gigi kaninus rahang atas
atau gigi premolar atas, sering muncul di perlekatan otot buccinator..Spasia ini dekat
dengan kelopak mata bawah , sehingga treatment awal sangat dianjurkan untuk
6
menghindari infeksi circumorbital. Ada risiko penyebaran kranial melalui vena angular
eksternal.
penyebaran infeksi di wilayah molar mandibula dan maksila. Infeksi menyebar secara
intraoral pada otot buccinator di depan batas anterior otot masseter. Oleh karena itu
manifestasi klinis dari infeksi spasia ini ditandai dengan pembengkakan pada pipi.
Namun, infeksi dapat menyebar secara superior ke spasia temporal, inferior ke spasia
submandibular atau posterior ke spasia masseter. Dalam beberapa kasus, infeksi dapat
4. Palate
Palatum biasanya terkena infeksi yang berasal dari gigi insisivus lateral maksila
atau akar gigi posterior. Infeksi menyebar dari apeks gigi, melubangi tulang alveolar
5. Submasseteric
Sumber infeksi yang paling umum di spasia ini dari perikoronitis molar ketiga
bawah. Spasia ini terikat secara medial oleh otot masseter, lateral oleh permukaan luar
ramus mandibula, posterior dengan spasia faring lateral. Trismus berat karena spasme
6. Retropharyngeal
Spasia ini terletak di antara dinding posterior faring dan fascia prevertebralis.
Spasia ini berbatasan langsung dengan dasar tengkorak secara superior dan
mediastinum secara inferior. Memiliki gejala klinis yang sama dengan infeksi spasia
7. Lateral Pharyngeal
Spasia ini terletak di sisi lateral leher, dibatasi secara medial oleh otot konstriktor,
superior oleh faring, dan posterolateral oleh spasia parotis. Infeksi di spasia ini dapat
berasal dari molar mandibula atau perikoronitis molar ketiga. Spasia ini juga dapat
menjadi tempat penyebaran infeksi dari spasia parotid atau spasia fascial di ramus
glossopharyngeal, saraf aksesori, dan saraf hypoglossal, serta saraf simpatik. Oleh
karena itu, penyebaran infeksi ke spasia ini dapat menyebar ke infeksi leher dan
keterlibatan mediastinum. Gejala klinis infeksi spasia faring adalah kaku leher,
8. Pterygomandibular Space
pterygoideus. Spasia ini dibatasi secara medial oleh otot pterygoid medial, lateral oleh
oleh lobus dalam kelenjar parotid. Otot pterygoid lateral membentuk atap spasia ini.
9. Infratemporal Fossa
Infeksi dari molar rahang atas dapat masuk ke spasia ini. Infeksi juga dapat
arah lateral. Spasia infratemporal dibatasi secara superior oleh tulang sphenoid yang
lebih besar dan dekat dengan fisura orbital inferior dengan kemungkinan risiko
Keterlibatan spasia ini mungkin merupakan perluasan infeksi dari telinga tengah
atau daerah mastoid. Infeksi dari masseteric atau ruang faring lateral juga dapat
menyebar ke daerah parotid. Oleh karena itu, gejala klinis paling khas adalah
1) Submandibular Space
Spasia ini terletak di bawah otot mylohyoid, medial ke ramus dan corpus
mandibula. Infeksi dari gigi mandibula posterior dapat melewati lingual di bawah
submandibular terlihat jelas, menyebabkan rasa sakit dan kemerahan pada kulit
2) Submental Space
Infeksi spasia ini biasanya timbul dari gigi anterior mandibula di mana infeksi
yang khas. Kulit di atas pembengkakan meregang dan mengeras, dan pasien
mengalami rasa sakit dan kesulitan menelan. Infeksi dapat berkembang sehingga
3) Sublingual Space
Infeksi menyebar ke spasia ini sebagai hasil perforasi korteks lingual di atas
perlekatan otot mylohyoid. Spasia ini dibatasi secara superior oleh selaput lendir
dan inferior oleh otot mylohyoid. Genioglossus dan geniohyoid membentuk batas
medial. Secara lateral, ruang ini dibatasi oleh permukaan lingual mandibula.
Infeksi di ruang ini akan menaikkan dasar mulut dan menggeser lidah secara
1. Gambaran Klinis
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submandibula. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada pemeriksaan intra oral tidak
merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Tes Serologi
Tes Serologi yang paling sering digunakan adalah tes fiksasi komplemen dan tes
Komplikasi dari abses terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak
tepat dan tidak adekuat. Salah satu penyebaran infeksi pada abses submandibula yang
dapat terjadi adalah ke ruang submental. Ruang ini adalah ruang fasia kepala dan leher
inferior, terletak digaris tengah bawah dagu. Ruang ini terletak tepat di wilayah segitiga
submental, bagian dari segitiga anterior leher. Abses dari gigi molar mandibula kedua
dan ketiga dapat melubangi mandibula dan menyebar ke dalam ruang submandibula
dan submental.
13
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur
neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi
ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan
trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan
osteomielitis mandibula dan vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran
nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis dengan tanda dan gejala awal menggigil,
selama 20 tahun terakhir dan sekarang menjadi penyebab utama endokarditis di seluruh
meluas ke parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis (Ariji, et al.,
2002). Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati M.
modern, telah dilaporkan angka kematian akibat komplikasi dari abses submandibula
mencapai 40%.. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah.
14
Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi rupture, sehingga terjadi
perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis
terapi antibiotik yang adekuat, insisi (pembuatan jalan keluar nanah secara bedah) dan
drainase abses. Yang paling penting untuk diperhatikan sebelum dilakukan tindakan
pembedahan ialah keadaan umum pasien, tidak adanya sumbatan jalan nafas, resusitasi
penjelasan diberikan kepada pasien dan orang tua (wali) serta dilakukan
meliputi:
2. Melakukan kultur pus dan darah untuk mengetahui jenis bakteri dan menentukan
membunuh semua jenis kuman baik gram negatif atau gram positif, ataupun
metronidazole masih cukup baik. Bila penderita alergi terhadap golongan penicilin
Drainase abses dapat dilakukan dengan aspirasi abses yang kemudian dilanjutkan
dengan insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang
ditimbulkannya.
Evakuasi abses dapat dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi
umum. Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Insisi tersebut
sedapat mungkin sejajar dengan garis lipatan kulit menembus jaringan subkutan, M.
Diseksi tumpul dengan hemostat dilakukan sampai ke dalam rongga abses dan
kemudian dilakukan drainase abses. Setelah itu rongga abses diirigasi dengan larutan
Apabila sudah terjadi drainase spontan (sudah ada fistula) maka dapat langsung
dilakukan pencabutan gigi penyebab sebagai source control. Pencabutan gigi yang
penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan
17
gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga
Sesudah dilakukan insisi dan drainase, yang perlu dimonitor adalah tanda-tanda
respon terhadap terapi, kultur dan sensitifitas bakteri terhadap antibiotik, ada tidaknya
tanda-tanda sumbatan jalan nafas, dan ada tidaknya komplikasi dari abses
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Umur : 8 tahun
Alamat : Bandung
Agama : Islam
NRM : 0001718272/18120796
Dirujuk : RS Pindad
Nomor HP : 081348963255
1. Keluhan Utama
2. Keluhan
Pasien anak perempuan usia 8 tahun datang dengan keluhan bengkak disertai
keluar nanah pada pipi kiri. ± 14 hari SMRS, pasien mengeluh sakit gigi di
19
Bodas dan diberi dua macam obat yaitu Amoxicillin dan Paracetamol. ± 7
hari SMRS, pasien mengeluh rahang bawah kiri membengkak lalu pasien
berobat ke klinik dokter umum di daerah Jalan Gatot Subroto dan diberi tiga
macam obat (pasien lupa namanya). ± 4 hari SMRS, pasien mengeluh ada
nanah keluar dari rahang bawahnya namun pasien tidak berobat dan hanya
1. VAS : 3/10
2. Kesadaran : Komposmentis
4. Suhu : 36,6 oC
5. Respirasi : 28 x/menit
6. Sp O2 : 87 %
4. Leher : JVP
1. Ekstra Oral:
fluktuasi (+)
2. Intra Oral:
1) Bibir : TDL
2) Gingival : hiperemi
3) Vestibulum : TDL
5) Palatum : TDL
6) Lidah : TDL
21
8) Tonsil : T1-T1
3. Odontogram
1. Hematologi
Hb 12.8 11,2
2. Thorax : TDL
22
Tidak ada
Tidak ada
R/ Ranitidin 50 mg IV
5. Ekstraksi 36
8. Rawat inap
3.10 Saran
4. R / Ceftriaxone inj I gr IV
10. Pro dilakukan penambalan gigi 64, 75, 84, 46 di poli peododonsia pada
waktu kerja
11. Pro ekstraksi gigi 55, 54, 73 dari poli pedododonsi di jam & waktu kerja
3.11 Foto
1. Foto Profil
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Infeksi odontogenik adalah infeksi yang terjadi pada tulang alveolar, rahang, atau
wajah dimana sumber infeksi dapat berasal dari gigi atau dari struktur pendukung
lainnya (Ogle, OE., 2017). Pada laporan kasus ini, diketahui pasien Arina telah
berasal dari gigi yang telah mengalami nekrotik yaitu gangrene pulpa gigi 36.
Keluhan awal pasien berawal dari pada gigi rahang bawahnya yang berlubang
dialami oleh pasien Arina pada kasus tersebut sesuai dengan teori perjalanan infeksi
odontogenik dimana infeksi dapat berawal dari pulpa yang ter-invasi oleh bakteri
setelah karies gigi, kemudian terjadi inflamasi, edema dan kurangnya suplai darah.
Kondisi tersebut menyebabkan kongesti vena dan akhirnya pulpa menjadi nekrosis.
Gigi yang telah nekrosis ini kemudian berperan sebagai reservoir untuk pertumbuhan
Berdasarkan teori, infeksi dari gigi dapat menyebar ke spasia wajah atas dan juga
jaringan lunak bawah, di leher atau bahkan di wilayah dada. Penyebaran infeksi ke
Penyebaran infeksi yang berasal dari bidang wajah kepala dan leher ke bawah
sepanjang fasia servikal ini dapat terjadi karena difasilitasi oleh gravitasi, pernapasan,
28
dan tekanan intrathoracic negatif. Selain itu berdasarkan rute penyebaran, infeksi dapat
terjadi melalui kontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan oleh limfatik ke nodus lime
regional. Penyebaran melalui pembuluh darah jarang terjadi, peyebaran ini dapat
terinfeksi ke pembuluh darah. Sementara itu rute penyebaran infeksi yang terjadi dari
nodus limfe ke jaringan akan menyebabkan selulitis pada area sekunder dan atau abses
lakukan dengan pemberian terapi antibiotik dan terapi pembedahan. Terapi antibiotik
diantaranya adalah pemilihan antibiotik, jika tidak terdapat eksudat untuk kultur dan
bakteri yang terlibat tidak sensitif antibiotik sebelum terapi awal, maka antibiotik
dipilih secara empiris. Selain pemilihan atibiotik dilakukan terapi suportif yakni
administrasi antibiotik, hidrasi melalui IV, analgesik, bed rest, aplikasi obat kumur,
membuka kavitas gigi untuk drainase. Terapi pembedahan meliputi insisi, drainase,
Penatalaksanaan yang diberikan di IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin pada pasien
Arina tersebut sesuai dengan teori diatas, dimana pasien diberikan terapi suportif
500 mg sebagai terapi empiris karena menurut kepustakaan pada abses leher dalam
kemungkinan mikroorganisme penyebab lebih dari satu jenis dan ranitidin 50 mg untuk
medikamentosa yang sesuai teori juga dilakukan yakni dilakukan ekstraksi gigi 36 yang
dianggap sebagai penyebab infeksi, kemudian dilakukan insisi dan drainase dengan
cara drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses
pengeluaran pus. Selanjutnya dilakukan penempatan drain karet di dalam rongga abses
BAB V
5.1 Kesimpulan
Infeksi odontogenik adalah infeksi yang terjadi pada tulang alveolar, rahang,
atau wajah dimana sumber infeksi dapat berasal dari gigi atau dari struktur
pendukung lainnya (Ogle, OE., 2017). Abses submandibula yang dialami pada
pasien Arina adalah abses yang disebabkan oleh infeksi odontogenik dimana sumber
infeksinya berasal dari gigi yang telah mengalami nekrotik yaitu gigi 36 dan terjadi
penyebaran infeksi yaitu faktor umum dan faktor lokal. Penatalaksana pada kasus
Pada pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien Arina menunjukkan hasil
adanya kekurangan nutrisi dan zat besi. Hal ini menyebabkan sistem imun pada
pasien anak ini rendah, sehingga saat pasien terkena infeksi akan dengan mudah
berlanjut. Pemeriksaan darah ini juga menunjukkan jumlah leukosit yang tinggi yang
Perawatan yang dilakukan pada pasien Arina ini adalah insisi drainase dengan
5.2 Saran
anak baik berupa prevalensi maupun penelitian berupa laporan kasus yang lebih
kompleks agar para pembaca dapat memahami secara mendalam mengenai kasus abses
submental yang terjadi pada anaki dan dapat membedakan kasus ini dengan diagnosa
yang lain.