Disusun oleh:
Wina Sophia Ngantung
1261050062
Dosen Pembimbing:
dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ (K), S.H.
dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked (KJ), Sp.KJ
dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ
Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Cibubur, 13/02/2018
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala limpahan kasih
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu pemenuhan tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur, Jakarta.. Referat yang berjudul “Depresi
Pada Remaja” diharapkan dapat memiliki manfaat bagi penulis dan pembaca referat ini.
Penulis menyadari bahwa di dalam melaksanaan pendidikan kepaniteraan Ilmu
Kesehatan Jiwa, banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi, namun berkat bimbingan dan
arahan dari para dokter, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini.
Maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat dr. Gerald Mario Semen, Sp.
KJ, S.H., dr. Imelda Wijaya, Sp. KJ, dan dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp. KJ
selaku dosen pembimbing referat, atas kesediaan waktu, berbagi pikir, memberi arahan dan
pandangan dalam sudut tinjau ilmiah demi terselesaikannya refarat ini. Serta teman-teman
kepaniteraan FK UKI yang saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam program
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKO Cibubur.
Penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun agar
dapat menjadi bekal yang baik dalam penulisan berikutnya.
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... i
PENDAHULUAN
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal
dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap
diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak
diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. 1
Depresi dapat terjadi pada semua usia, mulai dari anak-anak sampai usia lanjut.
Gangguan ini dapat menimbulkan penderitaan yang berat. Prevalensi penderita depresi pada
usia remaja menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan usia kanak-
kanak dan usia dewasa. Depresi yang dialami oleh remaja telah menarik minat para peneliti
klinis sejak awal 1980. Prevalensi penderita depresi pada usia remaja menimjukkan
peningkatan yang sangat tinggi dibandingkan dengan usia kanak-kanak dan usia dewasa.
Penelitian yang dilakukan oleh Radloff dan Rutter pada remaja-remaja di antara ras-ras yang
berbeda menemukan bahwa simtom depresi meningkat mulai dari masa kanak-kanak ke masa
remaja, dan tanda meningkatnya depresi muncul antara usia 13-15 tahun, mencapai
puncaknya sekitar usia 17 -18 tahun, dan kemudian menjadi stabil pada usia dewasa. 2
Menurut National Institute of Mental Health, terdapat sekitar 2,8 juta remaja di
Amerika berusia 12-17 yang mengalami paling sedikit satu episode depresi mayor di tahun
2014 dan hanya 30% dari remaja yang depresi tersebut mendapatkan pengobatan. Di
Indonesia, terdapat sekitar 40 juta remaja (Badan Pusat Statistik, 2014) dan sekitar 3,4 juta
remaja usia 10- 19 mengalami gangguan mental di tahun 2013, dengan depresi sebagai
gangguan yang paling umum. 4
Depresi pada remaja ditandai dengan adanya perubahan tingkat fungsi disertai dengan
suasana perasaan depresi atau hilangnya minat pada hampir seluruh aktivitas.3 Anak remaja
yang mengalami depresi akan menunjukkan gejala-gejala seperti perasaan sedih yang
berkepanjangan, suka menyendiri, sering melamun di dalam kelas/ di rumah, kurang nafsu
makan atau makan berlebihan, sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu atau kurang
bertenaga, serasa rendah diri, sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan.5
Gangguan depresi pada remaja tidak dapat diabaikan dan dibiarkan tanpa penanganan
karena berisiko untuk berkembang menjadi gangguan depresi pada saat dewasa. Depresi pada
remaja lebih mungkin berlanjut pada usia dewasa dibandingkan dengan depresi pada anak.
Depresi meningkat secara drastis dari usia anak ke remaja sebanyak 17% pada usia remaja
tengah hingga remaja akhir. Peningkatan depresi terjadi sebesar enam kali lipat dari usia 15
tahun sebesar 3% dan meningkat menjadi 17% pada usia 18 tahun.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Depresi
Istilah depresi pertama kali dikenalkan oleh Meyer (1905) untuk menggambarkan suatu
penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologis lainnya,
gangguan somatik (fisik), maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan ke dalam gangguan afektif.5,6
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri.7
American Psychiatric Association (APA) memberikan definisi depresi merupakan
perasaan sedih atau kosong yang disertai dengan penurunan minat terhadap aktivitas yang
menyenangkan, gangguan tidur dan pola makan, penurunan kemampuan berkonsentrasi,
perasaan bersalah yang berlebihan, dan munculnya pikiran tentang kematian atau bunuh diri.8
C. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko berkembangnya simtom-simtom depresif pada remaja berada dalam 2
tingkatan, yaitu:
1. Faktor-faktor risiko pada tingkat komunitas
Faktor risiko terkait individual dapat berarti faktor demografik, faktor keluarga dan
faktor personal. Pada faktor-faktor demografik termasuk kepada rendahnya pendapatan
keluarga, jenis pekerjaan orangtua, terbatasnya pendidikan ibu, banyaknya anggota
keluarga yang tinggal bersama, status orangtua tunggal, jenis kelamin anak sebagai
anak perempuan dan suku yang minoritas. Faktor-faktor risiko keluarga termasuk
kepada pola pengasuhan yang kasar dan negatif dan ketidakkonsistenan dalam
pengasuhan, penggunaan hukuman fisik dalam pengasuhan, kejadian dalam hidup yang
menekan dapat memperburuk keadaan anak, dan berhubungan dengan adaptasi yang
buruk dan pengembangan kemampuan dan ketrampilan yang buruk. Pengalaman anak
terhadap sikap pengasuhan yang negatif dan kejadian menekan dalam hidup dapat
mengaktifkan pikiran-pikiran depresif tertentu pada individu tertentu dan membentuk
simtom-simtom depresif dengan cara meningkatkan kerentanan kognitif anak terhadap
depresi. 11
Faktor Risiko: Riwayat orangtua dengan gangguan mental, perceraian orangtua, gaya
pengasuhan yang negatif, fungsi keluarga yang kurang, kenakalan pada anggota
keluarga, hidup dengan kurang dari kedua orangtua kandung.
Bukti yang kontradiktif: anak bungsu, anggota dari keluarga besar, dan memiliki ibu
dengan usia tua, berhubungan dengan tingginya kejadian depresi dan pikiran bunuh diri
pada usia muda. 13
Faktor Risiko pada masa infant dan anak-anak.
Masa Infancy: yang akan menjadi prediktif dari simtom-simtom depresi berkembang di
usia muda yaitu masalah kesehatan pada neonatal (khususnya pada laki-laki) dan berat
badan lahir rendah pada perempuan dan perawatan inkubator yang diindikasikan
merupakan faktor protektif untuk perempuan.
Faktor Masa anak-anak: hal yang dilaporkan dapat memprediksikan simtom depresi,
depresi atau percobaan bunuh diri adalah perilaku disruptive, kontrol emosi yang
buruk, dan penyiksaan seksual dan fisik,. korban, maupun pelaku bullying.6
Faktor psikologikal, mengalami masalah ini pada tingkat tertentu pada sebahagian
besar remaja telah dilaporkan meningkatkan risiko simtom-simtom depresi, depresi
atau percobaan bunuh diri termasuk rendahnya rasa percaya diri, persepsi buruk
terhadap peran bersama dengan keluarga, atribusi negatif, gaya kognitif beresiko tinggi
(perfeksionis, pesimis), image tubuh yang buruk, gangguan makan atau simtom-simtom
gangguan makan pada perempuan.
Faktor gaya hidup. Diet yang ekstrim dapat memprediksikan simtom depresi, pikiran
bunuh diri dan percobaan bunuh diri pada perempuan muda.
Faktor sosial: kualitas yang rendah dari hubungan, keterlibatan hubungan romantis
dalam memprediksi dan berkembangnya simtom depresi dan percobaan bunuh diri.
Faktor biologi: remaja dengan masalah kesehatan fisik lebih mungkin mengalami
simtom-simtom depresi, depresi dan pikiran bunuh diri.
Kejadian hidup negatif: Faktor seperti konflik dalam keluarga, kehilangan teman atau
kerabat dan pengalaman traumatik dapat memprediksi simtom depresi, gangguan
depresi dan pikiran bunuh diri. secara khusus terpapar kepada bunuh diri komplit dan
percobaan bunuh diri dari teman ataupun anggota keluarga secara substansial
meningkatkan risiko depresi dan percobaan bunuh diri. 13
Meskipun faktor risiko depresi pada anak dan remaja dapat dikategorikan dari biologis,
psikologis, atau lingkungan, namun faktor-faktor tersebut saling terkait. Misalnya, depresi
pada orangtua sangat terkait dengan depresi pada masa kanak-kanak dan remaja. Anak dari
orangtua dengan depresi memiliki risiko tiga kali lipat lebih besar terkena depresi
dibandingkan mereka yang orangtuanya tidak memiliki riwayat tersebut.14
D. Etiopatofisiologi
Faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor
genetik, dan faktor psikososial. Dari faktor biologi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-hidroksi-indol-asetic-acid), HVA
(homo-vanilic-acid), MGPH (5-methoxy-0-hydroksi-phenil-gliko l), di dalam darah, urin, dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan
patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan
depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada
terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi.
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun.10
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron
yang mengandung neurotransmitter-amin-biogenic. Pada pasien depresi ditemukan adanya
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang
mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis hypothalamic-
pituitary-adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin-biogenic-central. Aksis
neuro-endokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon
pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti. Hipersekresi
corticotropin realising hormone (CRH) merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya kerusakan
pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH. Sekresi CRH dipengaruhi oleh
emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan para-ventriculer-
nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh
sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan CRH.10
Kehilangan saraf atau penurunan nuerotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami
kehilangan secara selektif pada sel-sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan
sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks
dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus serolus, substansia nigra,
serebelum dan bulbus olfaktorius. Bukti menunjukan bahwa ada ketergantungan dengan
umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di
dalam otak.10
Dari faktor genetik, penelitian genetik dan keluarga menunjukan bahwa angka risiko di
antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan
sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot.10
Dari faktor psikososial, menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab
depresi adalah kehilangan objek yang dicintai. Ada sejumlah faktor psikososial yang
diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya
berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial,
hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif.10
Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas
dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset episode
depresi adalah kehilangan pasangan. Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti
kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis, misalnya kekurangan finansial yang
berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan
depresi.10
E. Gambaran Klinis
Depresi dikarateristikkan dengan rentang luas dari emosi, kognitif dan tanda dan gejala
fisik. Tanda dari depresi sering bersamaan dengan simtom dari ansietas tetapi dapat muncul
terpisah.
Tabel 1. Tanda dan gejala yang umum didapati pada usia muda.
Orang muda yang menunjukkan hanya beberapa gejala atau perilaku, dapat saja sedang
dalam gangguan depresi, terutama apabila mereka muncul pada waktu yang sama. Penting
untuk membedakan dengan emosi yang normal. Hal terpenting yang membedakan adalah
depresi berhubungan dengan hendaya fungsi, yang ditunjukkan seperti hilangnya kompetensi
dalam menyelesaikan tugas harian, mempertahankan hubungan dengan teman dan keluarga
dan kemampuan disekolah dan lingkungan kerja. Perubahan ini seiring dengan perubahan
mood dan perilaku yang persisten dan mencolok, bersama dengan relatif berkurangnya
respons terhadap pengalaman yang secara normal dapat memberi rasa senang atau lega.13
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-)
H. Pengobatan
The American Psychiatric Association and The American Academy of Child and
Adolescent Psychiatry merekomendasikan bahwa psikoterapi selalu menjadi komponen
dalam pengobatan depresi pada anak dan remaja. Psikoterapi direkomendasikan sebagai
pilihan untuk depresi ringan, dan kombinasi obat-obatan dan psikoterapi untuk depresi
berat.10 Bentuk terapi (Tabel 3)
Diagnosis Tindakan Utama Oleh
MDD ringan Terapi psikologis (CBT/IPT) apabila perawatan dalam komunitas +/-
Sedang tersedia guided self-help (termasuk nasihat pelayan kesehatan mental
cara hidup, informasi)
Dikutip dari: Clinical Practice Guidelines. Depression in adolescents and young adults. Februari 2011
Secara umum terapi yang efektif hanya dapat dicapai dengan pemeriksaan
berkesinambungan yang dilakukan dengan hati-hati terhadap kealamiahan dari proses yang
mendasari problema yang sedang dihadapi seorang individu. 13
1. Terapi psikologis
Cognitive behavior therapy (CBT) dan terapi interpersonal telah terbukti efeftif dalam
pengobatan depresi pada anak-anak dan remaja. CBT biasanya terdiri dari teknik aktivasi
perilaku dan metode untuk meningkatkan keterampilan coping, meningkatkan kemampuan
komunikasi dan hubungan dengan teman sebaya, memecahkan masalah, memerangi pola
berpikir negatif, dan mengatur emosi. Sebaliknya, terapi interpersonal yang umumnya
terfokus pada adaptasi dengan perubahan dalam berhubungan, transisi peran pribadi, dan
membentuk hubungan interpersonal. Kombinasi CBT dan obat-obatan telah terbukti lebih
efektif daripada obat saja dalam mencapai remisi depresi. Terapi interpersonal belum
dibandingkan dengan obat-obatan, kombinasi pengobatan, atau plasebo, tetapi telah terbukti
lebih efektif dari pada kelompok kontrol tanpa terapi, dan efektif atau lebih efektif dari pada
CBT.14
2. Terapi Farmakologi
Selain dari pemberian SSRI fluksetin, bukti dari manfaat, kerugian dan cost-
effectiveness dari terapi farmakologis lainnya pada remaja dan usia muda masih inconclusive.
Ditemukan peningkatan dari pemikiran dan perilaku bunuh diri pada pemakaian fluksetine
dan SSRI yang lain pada anak, remaja dan usia muda. 13
3. Terapi Kombinasi
Pada berbagai penelitian terapi kombinasi SSRI dan CBT memberikan manfaat dalam
menurunkan pemikiran bunuh diri dan simtom depresi dan perbaikan fungsi serta pencegahan
dari munculnya keadaan depresi berulang. 13
Jenis-jenis obat anti depresi adalah:17
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Banyak dokter yang memulai
pengobatan depresi dengan SSRI. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok ini
biasanya lebih sedikit menimbulkan efek samping yang mengganggu dibandingkan
dengan obat anti depresi lainnya. Obat-obat yang termasuk dalam kelompok SSRI
antara lain: fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil) sertraline (Zoloft), citalopram
(Celexa), dan escitalopram (Lexapro). Efek samping yang paling sering adalah
menurunnya dorongan seksual dan sulit mencapai orgasme. Berbagai efek samping
lainnya biasanya menghilang sejalan dengan penyesuaian tubuh terhadap obat-obatan
tersebut. Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah: sakit kepala, sulit tidur,
gangguan pencernaan, dan resah / gelisah.
Serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs). Obat-obatan anti depresi
yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: duloxetine (Cymbalta) venlafaxine
(Effexor XR) dan desvenlafaxine (Pristiq). Efek samping yang ditimbulkannya serupa
dengan efek samping yang ditimbulkan SSRI.
Norepinephrine and Dopamine reuptake inhibitors (NDRI). Bupropion (Wellbutrin)
termasuk dalam kategori NDRI. Obat ini merupakan salah satu dari sedikit obat anti
depresi yang tidak menyebabkan melemahnya dorongan seksual. Pada dosis yang
tinggi bupropion dapat menyebabkan meningkatnya risiko serangan kejang-kejang.
Atypical antidepressant merupakan obat anti depresi yang tidak bisa dimasukkan
kedalam kelompok obat lainnya. Obat obatan yang termasuk kedalam kelompok ini
antara lain: trazodone (Oleptro) dan mirtazapine (Remeron). Kedua obat anti depresi
tersebut membuat mengantuk sehingga sebaiknya diminum pada sore atau malam hari.
Pada beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi efeknya terhadap
tidur.Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone (Viibryd). Obat vilazidone
mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan seksual. Beberapa efek samping dari
vilazodone yang sering muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur.
Tricyclic antidepressants. Obat obatan yang termasuk kedalam kelompok ini sudah
dipakai bertahun tahun dan telah terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat
anti depresi yang lebih baru. Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya efek
samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak diberikan sebelum
obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil mengobati depresi. Efek samping obat ini
antara lain: penglihatan kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan gangguan
kencing, detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis ini juga sering menyebabkan
penambahan berat badan.
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs).Termasuk kedalam kelompok ini adalah
tranylcypromine (Parnate) and phenelzine (Nardil). Obat obatan dalam kelompok ini
biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat dari kelompok lain sudah tidak mempan
mengobati depresi. Obat obatan dalam kelompok ini bisa menimbulkan efek samping
yang serius, bahkan bisa menyebabkan kematian. Obat MAOIs memerlukan diet ketat
karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar mentimun (pickles) dan
anggur, serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat fatal. Selegiline (Emsam)
merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang memakainya tidak dengan
diminum, cukup dengan ditempelkan di kulit. Obat selegiline mempunyai lebih sedikit
efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.Obat obatan kelompok ini
tidak bisa dikombinasikan dengan obat dari kelompok SRRIs.
Untuk mencegah depresi dapat dilakukan dengan menggunakan keberadaan dan peran
serta guru pembimbing di sekolah. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, kegiatan
ekstrakurikuler, pemilihan jurusan, pramuka dan semacamnya, kesemuanya itu merupakan
bagian dari rangkaian upaya preventif. Layanan bimbingan dapat berfungsi preventif atau
pencegahan. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program
bimbingan karir, inventarisasi data, dan sebagainya. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah menitik beratkan kepada bimbingan terhadap perkembangan pribadi melalui
pendekatan perorangan dan kelompok siswa yang menghadapi masalah untuk
mendapatkanbantuan khusus untuk mampu mengatasinya. Selain itu, diperlukan pula peranan
orang tua (keluarga) dengan menghabiskan waktu bersama sehingga dapat mempererat
hubungan antara anggota keluarga, bersikap lebih terbuka dengan cara mendengarkan
pendapat anak dan mau dikritik sehingga remaja merasa lebih dihargai.10
Deteksi dini dengan menggunakan alat skrining (Child Behavior Checklist, Beck
Depression Inventories , Child Depression Inventory) saat didapatkannya permasalahan
disekolah baik prestasi atau permasalahan perilaku anak akan sangat membantu mengenali
lebih dini remaja dengan depresi.13
J. Prognosis
Prognosis depresi tergantung penyebab, bentuk klinis, pikiran bunuh diri, kepribadian
pramorbid dan keluarga dengan gangguan jiwa serta umur saat terjadinya depresi. Apabila
depresi berat tidak diobati dan terus berlangsung dalam kurun waktu 7-12 bulan akan
berlanjut menjadi episode depresi berulang (recurrent) dengan gangguan sosial yang
persisten antar dua episode. Usaha bunuh diri (suicide attempt) dan bunuh diri (suicide)
merupakan komplikasi yang sering timbul. Semakin muda usia mulainya depresi, semakin
jelek prognosisnya, tetapi erat hubungannya dengan faktor genetik. Remaja yang mengalami
depresi berat cenderung untuk menderita depresi berat berulang dan gangguan bipolar.
BAB III
KESIMPULAN
Depresi pada remaja ditandai dengan adanya perubahan tingkat fungsi disertai dengan
suasana perasaan depresi atau hilangnya minat pada hampir seluruh aktivitas. Anak remaja
yang mengalami depresi akan menunjukkan gejala-gejala seperti perasaan sedih yang
berkepanjangan, suka menyendiri, sering melamun di dalam kelas/ di rumah, kurang nafsu
makan atau makan berlebihan, sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu atau kurang
bertenaga, serasa rendah diri, sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan. Selain itu
merasa putus asa, gairah belajar berkurang, tidak ada inisiatif, hipoaktif atau hiperaktif. Anak
remaja dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas, inisiatif dan motivasi
belajar yang menurun, sehingga akan menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat
prestasi belajar anak menurun dari hari ke hari.
Pengobatan depresi pada anak-anak dan remaja terdiri dari psikoterapi, farmakoterapi,
atau kombinasi keduanya. Pengobatan harus sesuai dengan tingkat depresi, prefensi pasien,
tingkat perkembangan pasien, faktor risiko yang terkait, dan ketersediaan layanan
DAFTAR PUSTAKA