Anda di halaman 1dari 3

Analisis Jurnal Manajemen Tatalaksana Kegawatdaruratan

Pada Kasus Stroke

Stroke merupakan kondisi yang terjadi ketika suplai darah ke otak


terganggu atau kurang akibat penyumbatan(stroke non hemoragik) atau
pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik).

Penatalaksaan kegawatdaruratan stroke bersifat mendesak dan urgent,


terlebih mengingat proses terapi hanya berlangsung selama 3-6 jam saja.
Tindakan yang dilakukan diruang gawat darurat untuk stroke yang akut minimal
meliputi stabilisasi pasien, pengecekan darah, EKG,rontgen thorax, pemeriksaan
fisik, diagnosis berdasarkan anamnesis dan MRI/CT-Scan kepala Pada kasus
stroke, dapat membedakan stroke infark dan stroke hemoragik. Pemeriksaan CT
scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis stroke. Secara
umum pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitive
dibandingkan CT scan. MRI mempunyai kelebihan mampu melihat adanya
iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke non
hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medulla spinalis. Bila dari
pemeriksaan data didapatkan hasil indikasi positif, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan, screening toksikologi, dan pemeriksaan AGD
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi asidosis
metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan neurologis.
Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT)
digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari
pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta
morfologi sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia
esensial adalah kelainan sel darah yang dapat menyebabkan stroke.

Adapun tatalaksana kegawatdaruratan pada kasus stroke secara umum


yaitu;

1. Untuk tatalaksana keperawatan ialah memanajemen ABC, kemudian


memonitoring status hemodinamik, pemeriksaan tekanan darah, monitoring
agar tidak terjadi komplikasi pada pasien, rehabilitasi dan pemulihan
2. Untuk tatalaksana medis ialah memanajemen glukosa, koagulopati,
pemberian obat antikejang, pengobatan dengan bedah ICH.

Setelah ditegakkan diagnosa dan dilakukan penanganan awal


sebaiknya petugas kesehatan segera melakukan tindakan lanjutan
diruang ICU atau unit stroke. Sebuah studi mengatakan semakin lama
pasien berada di IGD prognosis pasien semakin memburuk meskipun
ada yang menyatakan bahwa dapat dilakukan agar menguragi efek dari
stroke

Referensi :

1. Hempill et al. 2015. Management of spontaneous intracerebral


Hemorrhage. American Heart Association Journal. Vol.46 : 1524-4628.
2. Amarenco et al. 2009. Classification of stroke subtypes. Cerebrovascular
Diseases. Vol.27 : 493-501.

Penanganan keperawatan untuk stroke hemorrhagic ialah pertama


dengan membebaskan jalan nafas, monitoring Blood Pressure, posisikan kepala
setinggi 30ͦ, posisikan kepala dan dada dalam satu bidang.

Penanganan medis untuk stroke hemorrhagic ialah dengan pemberian


manitol 0,25 - 1 gr/kgBB/ 30 menit jika ditemukan keadaan memburuk dilanjutkan
0,25 gr/kgBB/ 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. pemberian captopril per oral
bila pasien memiliki tekanan sistolik > 180 mmHg, tekanan diastolik > 120
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila memiliki gagal jantung, tekanan
darah harus diturunkan dengan labetalol melalui iv sebanyak 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian 10 menit), dengan dosis max 300 mg;
enalapril iv 0,625-1,25 mg per 6 jam. Tekanan Intra cranial harus dimonitor,
harus turun dalam waktu 60 – 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah 0.5 –
1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor
selama mendapatkan terapi manitol. Diperlukan perhatian dalam pemberian
manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena Diureis, Hipotensi dan
dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang
banyak.

Pemberian manitol juga dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan


anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan
intra kranial, kecuali bila akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang
hipersensitivitas terhadap manitol.

Tujuan pemberian obat antiplatelet, antikoagulan, neuroprotektan, dan


anti hipertensi untuk mengurangi progresifitas kerusakan neurologi dan
mengurangi angka kematian serta mencegah terjadinya stroke ulangan.

Referensi :

1. Edward C, et al. 2010. Part 11: Adult Stroke. American Heart Association
Journal. Vol.122: S818-S828
2. Imail Setyopranoto. 2010. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan.
Continuing Medical Education. Vol.38: 247-250
3. Indra Gunawan, et al. 2016. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial
Pada Stroke. Continuing Medical Education. Vol.43 no.3: 180-184
4. Wang et al.2015. Manitol and Cerebral Hemorrhage. American Heart
Association Journal. Vol.46: 2762-2767

Penanganan keperawatan untuk stroke non hemorhagic ialah letakkan


kepala pasien pada posisi 300 kepala dan dada pada satu bidang dengan tujuan
untuk elevasi kepala pada tempat tidur tidak menyebabkan perubahan
berbahaya dalam aliran darah di otak yang berhubungan dengan vasospasme ,
ubah posisi tidur setiap 2 jam mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Membebaskan jalan nafas, monitoring Blood Pressure, pemberian
cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai
kebutuhan.

Penanganan medis untuk stroke non hemorrhagic ialah terap farmakologi


pemberian hipertonis, diuretika osmotik yang bekerja dengan cara meningkatkan
tekanan osmotik cairan intravaskuler sehingga diharapkan cairan tertarik ke
dalam vaskuler dan efek pada ginjal dapat meningkatkan aliran plasma, dan
menghambat reabsorpsi air dan elektrolit di tubulus proksimal, ansa henle, dan
duktus koligentes, steroid, dan pemberian neuroprotektan untuk mengurangi
progresifitas kerusakan neurologi dan mengurangi angka kematian serta
mencegah terjadinya stroke ulangan.

Referensi :

1. Dini, et al. 2013. Studi Penggunaan Obat Neuroprotektan Pada Pasien


Stroke Iskemik. Vol.10: 147-158
2. Imail Setyopranoto. 2010. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing
Medical Education. Vol.38: 247-250

Anda mungkin juga menyukai