Refreshing Kelainan Maksilofasial
Refreshing Kelainan Maksilofasial
Pembimbing :
Dr. Rini Febrianti, SpTHT-KL
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
kasih sayang dan karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis refreshing dengan
judul “Kelainan pada Maksilofasial“, sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta di Rumah
Sakit Umum Daerah Banjar periode 7 November – 10 Desember 2016. Selain itu,
besar harapan dari penulis bilamana refreshing ini dapat membantu proses
pembelajaran dari pembaca sekalian.
Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis telah mendapat bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. Rini Febrianti, SpTHT-KL selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah
Sakit Umum Daerah Banjar.
2. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT Rumah
Sakit Umum Daerah Banjar periode 7 November – 10 Desember 2016.
Penulis menyadari bahwa refreshing ini tidak luput dari kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai refreshing yang
sempurna.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 4
1. Anatomi Maksilofasial ....................................................................................................................... 4
2. Kelainan Kongenital Maksilofasial ................................................................................................ 4
3. Infeksi Maksilofasial ........................................................................................................................... 7
4. Keganasan Maksilofasial ................................................................................................................ 12
5. Trauma Maksilofasial ...................................................................................................................... 12
1. Anatomi Maksilofasial
b. Ankyloglossia
Di mandibula, lingual frenum dapat menciptakan masalah,
menyebabkan ankyloglossia parsial atau lengkap. Kasus ini karena
keterikatan dari frenum ke lantai mulut atau mukosa alveolar. Bahkan
mungkin frenum sangat pendek yang terhubung ke ujung lidah.
Ankyloglossia sangat membatasi gerakan lidah, sehingga kesulitan
berbicara.3
c. Torus palatinus
Eksostosis ini terlokalisir di pusat palatum durum dan penyebab pasti
belum diketahui. Secara klinis, tonjolan tulang ditutupi oleh mukosa
normal. Ukurannya bervariasi, dan bentuk berkisar dari eksostosis diskrit
tunggal, multiloculated, bosselated, dan bentuk tidak teratur. Biasanya
tidak memerlukan terapi khusus, kecuali untuk pasien edentulous
membutuhkan rehabilitasi prostetik, dan dalam kasus di mana pasien
sangat terganggu oleh eksostosis.3
d. Torus mandibularis
Torus mandibularis adalah eksostosis yang etiologinya tidak diketahui.
Terlokalisasi dalam lingual dari mandibula, baik di satu sisi atau lebih
umum pada kedua sisi, iasanya terdapat pada daerah caninus dan
premolar. Secara klinis, tonjolan tulang bersifat asimtomatik ditutupi oleh
mukosa normal. Torus mandibularis tidak memerlukan terapi apapun,
kecuali dalam kasus di mana gigi palsu akan dibangun.3
3. Infeksi Maksilofasial
Diagnosis perlu ditegakkan agar penetalaksaan infeksi maksilofasial
dapat dilakukan secara capat dan tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat perlu dilakukan:
a. Anamnesis mulai terjadinya penyakit, lamanya kemungkinan lokasi
infeksi primer, intensitas penyakit adanya kambuh ulang dari penyakit
serupa, serta perawatan yang telah didapat. Perlu juga ditanyakan
kemungkinan adanya gejala sistemik, pyrexia, malaise, kesulitan
menelan, kesulitan bernapas. Kemungkinan adanya penyakit sistemik
yang memperberat infeksi dan yang dapat mempengaruhi
perawatannya.
b. Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan umum, pemeriksaan ekstra
oral, dan intraoral. Pemeriksaan keadaan umum pasien meliputi
pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan untuk
mengetahui apakah ada penyebaran atau komplilasi infeksi
oromaksilofasial ke bagian tubuh lain. Dalam pemeriksaan ekstra oral
diperhatikan adanya pembengkakan, lokasi, luas dan besarnya,
cardinal sign, fluktuasi, limfadenopati pada kelenjar limfe regional,
adanya trismus, sinus tract atau fistula, pada pemeriksaan intraoral
perlu diperhatikan keadaan gigi geligi, adanya karies, gigi nonvital,
nyeri tekandan mobilitas gigi, kemudian dilihat pula apakah ada proses
supurasi pada jaringan periodontium, adanya pembengkakan jaringan
lunak di dasar mulut, vestibulum, pipi, palatum dan daerah orofaring.
c. Pemeriksaan radiografik
Pada sebagian besar infeksi jenis ini perlu dilakukan pemeriksaan
radiografik, dalam hal ini foto panoramic, untuk mengetahui gigi
penyebab dan mengevaluasi perluasan dan intensitas kerusakan tulang.
Apabila infeksi sudah lebih lanjut perlu pula dilakukan foto toraks.
d. Pemeriksaan laboratorik
Pada kasus infeksi yang berat atau yang berpotensi berat, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorik darah, serta identifikasi kumam
penyebab dan test resistensi kuman.
1) Abses peritonsil
Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia
(nyeri menelan) yang hebat biasanya pada sisi yang sama juga
terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat muntah
(regusgitasi), mulut berbau (foetoe ex ore), banyak ludah
(hipersalivasi), suara gumam (hot potato voice) dan kadang-
kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan
kelenjar sub mandibular dengan nyeri tekan.1
Pemeriksaan : kadang-kadang sukar untuk memeriksa seluruh
faring, karena trismus. Palatum mole tampak membengkak dan
menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontra lateral. Tansil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus dan terdorong kea rah tengah, depan dan
bawah. 1
2) Abses retrofaring
Gejala utama abses retrofiring ialah rasa nyeri dan sukar
menelan, pada anak kecil rasa nyeri menyebabkan anak menangis
terus (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Juga terdapat
demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena
sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring, dapat timbul stridor,
terjadi perubahan suara.1
Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya
unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis.1
Pemeriksaan: riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau
trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto
rongent jaringan lunak leher lateral. Foto rongent akan tampak
pelebaran ruang retrofiring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa
serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih
dari 22 mm pada orang dewasa, juga terlihat berkurangnya
lordosis vertebra servikal.1
3) Abses parafaring
Gejala dan tanda utama ialah trismus, indurasi atau
pembengkakan disekitar angulus mandibular, demam tinggi dan
pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol kea rah
medial.1
Pemeriksaan: riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto
rontgen jaringan lunak AP atau CT scan.1
4) Abses submandibular
Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan dibawah
mandibula dan atau dibawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus
sering ditemukan.1
5) Angina ludovici
Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di
daerah submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada
perabaan.1 Dasar mulut membengkak dapat mendorong lidah ke
belakang, sehingga menimbulkan sesak napas, karena sumbatan
jalan napas.1
Pemeriksaan: riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi,
gejala dan tanda klinik. Pada “Pseudo Angina Ludovici” dapat
terjadi fluktuasi.1
4. Keganasan Maksilofasial
5. Trauma Maksilofasial
Trauma luka dapat disebabkan oleh banyak faktor dan dapat
menimbulakan kelainan berupa sumbatan jalan napas, syok karena
perdarahan, gangguan pada vertebra servikalis atau terdapat gangguan fungsi
saraf otak. Penanganan khusus pada trauma luka harus dilakukan dengan
segera (immediate) atau pada waktu berikutnya (delayed).1
Pada periode akut (immediate) setelah terjadi kecelakaan, tidak ada
tindakan khusus untuk praktur muka kecuali mempertahankan jalan napas,
mengatasi perdarahan dan memperbaiki sirkulasi darah serta cairan tubuh.
Tindakan reposisi dan fiksasi definitive bukan merupakan tindakan life-
saving.1
Lamanya terjadi trauma serta timbulnya kelainan karena trauma muka
perlu diperhatikan. penderita dengan trauma yang mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak pada muka, harus dibersihkan dari kotoran atau benda asing
yang menempel pada kulit. Laserasi atau luka sayat pada muka yang mungkin
terdapat harus dijahit secepatnya bila mungkin dalam waktu 6-8 jam dan
diusahakan kurang dari 24 jam. Setelah itu tindakan selanjutnya dapat
dilakukan di kamar operasi.1
Luka terbuka pada muka disertai fraktur wajah harus segera dapat
didiagnosis agar dapat dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi.
1. Soepardi, E.A., et al., Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 7 ed. FKUI
2. Adams, George L, Boies : Buku Ajar Penyakit THT (Boeis Fundamentals
Otolaringology). Edisi ke-6. Jakarta : EGC. 1997
3. Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Greece: Springer-Verlag
4. Probst, Rudolf et al. 2006. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step
Learning Guide. Stuttgart : Gearg Thieme.