Anda di halaman 1dari 12

itc ^oi/uiuuU

Fiqh dan Permasalahan Perempuan


Kontemporer

Pendahuluan dalam masyarakat. Perempuan tetap saja


dipande^ sebagai 'makhluk dpmestik' yang
Permasalahan perempuan nampaknya situs'gei^ya ada di sekte 'surmir, dapur
tetap akan menjadi aktual, kontroversial dan dan kasur \ Sejauhap^un melampaih
menjadi agenda dari tahun ke tahim..W tni situs tersebut, tetap saja ia akan ditarik
tentu saja paralel dengan petgeseran ^ran kembali ke dunia yang telah dikonstruksikan
perempuan yang tidak lagi terbatas pada untuknya. Seberapa banyak uang yang
en^atdindii^rumahtai^gamelainkan seluas didapat, ia tidak akan pemah dianggap
ruang kehidupan modem ini. Di kalangan sebagai pencari nafkah. Permasalahan
masyarakat menengah, demokratisasi 'naflcah' baiangkali tidak akan berarti banyak
peiulidikanyai^ ditawaikan, pada gilirannya^ bagi perempuan apabila tidak digunakan
beiimbas pada peningkatan kesadaran untuk untuk meniadakan hak aktualisasi dirinya
mengaktualisasikan diri di luar rumah sebagai manusia.
sekaligus memenuhi tuntutan ekonomi
keluarga. Sedangkan di tingkat bawah, Sedikit banyak, Islam turut pula
perempuan hams keluar rumah demi untuk menegaskan posisi perempuan dalam
memenuhi tuntutan ekcmomi yang tidak lagi masyarakat. Sanqiai saat ini sosialisasiajaran
mampu dipenuhi oleh suaini Hdak Islam tet^ menempatkan sosok perempuan
jarang, justm mei^ y^ l^>ih'i;l!^ipduang dalam fi(^ sebagai ceiminan perenqjuan Is
untuk mencari naflcab keluaiga ^ri pada lam yang ideal. Sesuai dengan semangat
suaminya. zamannya, fiqh memang tidak memiliki
gambaran tentangperempuanb^^a Mereka
Namim demdciati^i p^ididikan dan yang keluar rumah, sekal^un untuk salat di
peluang keija yang sania tidak diikuti masji4 dipandang sebagai perempuan yang
dengan peiuba^n idiolo^ yang ada meayalahi keutamaannya. Dragan (kmitdan.

Dra. SitriRiikaina Dzuhayatin, MA adalah Dosen Fahtltas Syari'ah IAINSunan Kalijaga


Yogyakata

n Al-Mawarid Edisi V, Agustus-November 1196


terdapat kesenjangan antara rumusan- menunit catatan Asa (1987) banyak sekaii
rumusan fiqh (teks) deogan tuntutan realitas ket^ituan fiqh tentang perempuan tidak selalu
kontanporer Syu'bahAsa(1987)mensiiQ'alir didukung oleh ayat-ayat al Qur'an.
bahwa menjadi perempuan Islam dalam
m^yarakat modemlebihberat dibandii^kan Pereduksian perempuan hanya sebatas
di jmasa RasuIuUah. Sebaiiknya, mencoba objek nampak pula dalam analisis Farid
konsisten dengan nimusan fiqh, dalam (1987) yang didasarican~pada bagaimana laki^
be^i^ hai, tidakmaijadikanposismya lebih laki dtpandangsebagaipihak yang meminang^
baik. memberi mahar dan pencari naflcah (Masdar
F. Mas'udi, 1987:158). Pertimbangan
ekonomis inilah yang kemudian menobatkan
Spsok Perempuan dalam Fiqh laki-laki sebagai patriach dalam faniilia
(Sydie, 1987) yang menuntut ketaatan dan
Tulisaninibukanmerupakan 'pioneer' pelayanan dari perempuan dan anak*anaknya.
dan wacana perempuandalam fiqh. Sewindu Ketaatan ini tidak hanya sebatas hubungan
yang lalu, Syu'bah Asa (1987) telah horisontal (hablun min al-nas) tetapi
menampilkan sosokperempuandarl beberapa mencakup masalah-masalah yang veitikal
kitabfiqh yangcukupdikenal dikalangan para (hablun min Allah) seperti shalat dan puasa
sunnat:
ulama dan santri di pondok-pondok pesantren
danjuga di lembaga pendidikanIslam seperti
IAIN. Pada tahun 1993, Masdar F. Mas'ud Tidak halal puasa sunnah seorang isteri
telahpula membahas sosokperempuandalam manakala suaminya ada di rumah kecuali
kitab kuning loigkap dengan proses peleburan , atas ridanya. (HR. Bukhari Muslim)
perempuan ke dalam sosok laki-laki \

disebabkan oleh karakter bahasa yang Demi untuk menegaskan posisi instru-
digunakan oleh kitab-kitab tersebut. Di maital seorang isteri teriiadap suaminya maka
samping ku, tak terhkung lagi tulisan-tulisan hadis di bawah ini seringkali digunakan
yang mengulas tentang masalah perempuan sebagai landasannya:
dalam fiqh.
Jika seorang laki-lakimemanggilisterinya
Dari sekian banyak tulisan, hampir kepelananan lalu si isteri menolaknya dan
semua sq^akat bahwaperempuan ditempafican suaminya tidak rida maka laknat seribu
secara instrumental dari pada substansial malaikat akan memmpanya sampai subuh
dalam fiqh. Ketidakhadiran suara perempuan tiba. (HR. Buldiori) -
dalam budaya dimana fiqh dirumuskan
diartikan dengan ketiadaan substansi Hadis lain yang cukup luas digunakan
perempuan dalamIslam(Aminah W.Muhsin, oleh ulama fiqh untuk memberikan legitimasi
1994). Masharul Haq Khan (1994) posisi pereitqiuansebagai makhli^ domestik
menegaskan bahwa sepeninggal Rasulullah aHalah ;
wacana keislaman lebih banyak dikerobalikan
padakonsep W(kehomiat^suku)daripada
konsep'konsep keadilan Islam. Bahkan

: Al-Mawarid Edisiy Agustus-November 1996 13


*iSeorang isteri bertariggungjawab lumah tangga yang melaksanakan pekeijaan
-'terhadap rumah tangga suaminya. (HR rumah tangga mulai mewamai fiqh Isl^.
Bukhari dengan lafalMuslim)
Helmy (1989) menggambaikan. bahwa
Namun tidak semua ulama sepakat dalam 'tradisi Arab perempuan memang
bahwa isteri adalab pelaksana pekeijaan dibiarkan gemuk di dalam rumah'. Mereka
rumah tangga. Sa'id Abu Habieb (1987), tidakdiperbolehkan bedceliaran di luar rumah.
berpendapat bahwa pelayanan dalam bentuk Oleh sd)ab itu, sama sekali tidak memiliki
memasak, mencuci, membersihkan rumah gambaran peren^uan bekeija (Asa, 1989).
serta pekerjaan rumah lainnya adalah Ibn Arabi (seperti dikutip oleh Quraisy
pekeijaan yang dihukumi 'mubahMemirut Shihab) berpend^at b^wa 'agama penuh
an-Nawa^ (dicetak ulang 1975) kewajiban tiinfnnfln agar wanita-wanitatinggal di rumah
igfftri dalamnimah adalah y^"g mereka dan tidak keluar kecuali dalam
berkaitan dengan masalah seksualitas. keadaan darurat. Argumentasi yang umum
Sedangkan pekerjaan rumah, termasuk dipakai adalah ayat yang berbunyi:
menjaga anak-anak diklajjifikasikan sebagai
'shadaqah'. An-Nawawi mendasaricanpada Waqamafi buyutikunnawa la iabarrajna
keluhan 'oleh Umar ibn Khattab tatkala tabarrujal-jahiliyyah al-ula (QS. 33:33)
dimarahi oleh isterinya dan ia harus menahan
dill: Meski ayat tersebut diperuntukkan
secara khusus untuk para isteri Nabi, namun
Soya harus membiarkannya. Mengapa? para ulama seringkali mencakupkan pada
tanya sekelompok kaum muslimin. Umar seluruh perempuan muslimah.
menjawab : "isteriku itulah yang
memasakkan makananku, menyediakan Pada saat mereka digiring ke sektor
rotiku, mencuci bajuku, menyusui anak- domestik, bukan berarti perempuan
anakku dan memberikan kepuasan yang menempati posisi sebagai decission-maker.
membuat aku tidakjqtuh padaperbuatan Han^ir s^ua ulama fiqh menempatkan laki-
haram. Padahal, itu bukah kewajibarmya. laki sebagai patriach yang mendidik yang
(an-Nawawi, 1975:5) mcngatur, mendidikdan mcmciintah di dalam
rumah (al-Qiirfiiubi, 1969).Dengan demikian,
Menurut analisis Musthafa Helmy kata *_ *rfalfltn hadis Nabi yzng
(1987) dan Asghar Ali Engineer (1994) apa berarti penanggungjawab secara manajerial
yang diungkapkan oleh Umar Ibn Khattab tidak mend^atkan makna yang sebenamya.
adalah ceiminan kehidupan masyarakat Arab
pada lunumnya, dimana pengelolaan rumah Beibeda dengan kebanyakan ulama, al-
tangga, dari mulai urusan mengadakan Qurthubi mengatakan bahwa Islam tidak
makanan sampai siap sant^ qHfllah fancrgting menganjurkannya. Pada masa Rasulullah,
jawab suami. Baru setelah Islam bersentuhan kaum perempuanjuga telah bekeija atas dasar
dengan budaya lain yang memiliki konsep kebutuhan ekonomi serta pekeijaan tersebut
'keluarga batih' (nuclearfemily)maka peran membutuhkan keahlian mereka. Meski
pertangggungjawaban isteri sebagai ibu demikian, bukan berarti kaum perempuan

14 Al-Mawarid Edisi V, Agustus-Novcmbcr 1996


dapait mogoperposisi laki-lakis^agai dalam waktu'jertentu, hendaklah l^mu
(pencari naftah). ' tuliskan... danpersaksikanlahdengdndta
I ' ^ I
orang saksi laki-laki, jika tidak ada'^ia
Secara umum, sosok perbmpuan orang laki-laki, maka ^oleh) seorangla/d-
digambaikan sebagai makhluk lem^ hams • lakidariduaorangperempuanyangdapai
dilindungi Han diatur. Oleh karenahya tiHak kamu terima sebagai sqksi...{(i^. 2:282).
cbpok dengan pekeijaan yang men^iunakan i • I

kekuatan fisik maupun kekuatan nal^ seperti Generalisasi kesaksian perempuan


kepemimpinan. Gambaran budaya abad : s^engah darilaki-laki tidaksajapadamasalah
pertengahan yang menempatkan perempuan ; yang berkaitan dengan kegiataii ekonomi,
sebagai the secondsex mendapatkan legitim- tetapi pada bidang-bidang laindi luar cakupan
asijdari suratan-Nisa' ayat34danpembagian ayatnya. Bahkan tanpa; dukungan ayat
waris pada surat an-Nisa* ayat 11.; Alasan- ; apapui^ tebusan' diat bagilperempuan yang
alasan yang dikemukan oleh para ulama. terbunuh secaratidak sengajaadalahsetengah
sebetulnya hanya berkisar pada masalah dari laki-laki. , \

sosiologis. Kalangan ulama Mu'tazilah


(seperti dikutip oleh Didin Syafiudin, 1994) Dengan mengabaikan sabab an-nuzul
yang cukup terkenal sangat radikal juga ayat tersebut, para uliama mendeduksikan
memberikan alasan yang tidak substansial sebagai aluran iimiun tentang persaksian.
seperti tekad yang kuat {al-hazm), keteguhan Sesiingguhnya ayat tersebut secara jelas
(aljozm), konampuantulisan {alddtabah) dan menyebutkan persaksian pada masalah
penalaran (aZ-'a^/). Larangan menjadi ekonomi di mana perempuan tidak
peij^pu^ seba^ pemimpin yang bersi&t mend^atl^ akses yang sama dragan laki-
sosiologiskemudian mend^atkan l^timasi; . laki. M^mt Engineer ayat tersebut tidak
teologis hadis Rasulullah, yang menurut dapat diberlakukah terhadap 'masalah-
beberapa kalangan adalah bersi&t khusus magalflh lain. '
• * 1
pada kasus pengangkatan putri kaisar Persia, i \
yang tidak cakap dalam ilnrn polid^ untuk Hdi orang-orang yang beriman, apabila
menggantikan ayahnya (Syihab, 1993) di antara kamu mendekati kematian dan
(Anwar, 1994). ; akan menginggalkan wasiat hendaklah
disaksilcan oleh dua orang yang adil di
Pandangan di atas pada gilirannya antara kamu ...{QS. 5:106) '
i i . .
beimbas pada masalah persaksian. Kualitas ; 1

persaksian perempuan diangg^ s^aro dari Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan jenis
laki-laki. Engineer mencatat bahwa telah • kelamin dari kedua saksi sehinggakesaksian
teijadi generalisasi yang tidak proporsional perempuan sama d^igan;laki-l^i. Lebih
tentang masalah persaksian. Al-Qur'an lanjut dikatakan bahwa dalaiii kasus lian
mensyaratkan satu laki-laki atau dua' kesaksian seorang perempuan dapat
perempuan hanya pada masalah ekonomi. menggugurican kesaksian seorang'suami dan

Lfl/ orahg-orangymgberiman, apabila


kamu bermuamalah tidak secara tunai
memastikan laki-laki itu sebagai pendusta.
(QS. 24:6-9) ! ,

A1-Mawarid Edisi V. Agustus-Novcmber l99o 15


posisi lebih tinggivdalm peran kdbu^ya.
dim^ perempuan mendudu^.posisi sec^ Namun patut disayangkan,.' dalam. .
substansi^.vSepei»^^ doig^Engin^.^a peikembangan sejarah; peran keisterian yang
(1987)vmen^^kan b^^.tidak selanrnj^ instrumOTtal lebih .diked^ankan ^ri pada
perempum ,ber^. padaxpqsisi subordmt per^kei^uan -.iivi''-

i- 'f av..!,"" .m r'.'!5


kail lipat dari seorang ayah. Engineer
meneg^kap.Jb^^.praghormt^ tersebut Dinamika^danr^ermasalahaii;:^;
berken^ dOTg^pOTderitaanjasrnaniy^g...^ Perempuan'Kontemporer r.r.
merekaaland ket^m^s^ung, r
dan menyusui.Bahl^AU^al^^ •:'-Dalam tiga-iiasa- warsa'^tefakhir^dari^-
prose's'inbdemisasi >^g beriangsiii^ (h^Ih-''
pai;saat menjaM reprpdi^inya.p.; donesia'tercatatibahwa'tingkat'partisipasi'^:
.1-^ -L.k^z d .hk'ii -.a;:-: .3 perempuan 1 di''"sekt6r'''publik - cukiip f^
Lebih dari itu, Islam mcmandwg b^\ya;i.\ mena^iibkan dan selrali^s -mericemaskan.
peran reproduksi bukan hanya bersifat Mehakjublcam'daram'afti'^bahwa ;sektidr^-
biplogis,;«t^pijuga:bersifet ekpnqnu^^ pendidikan'telah''mampu mehmtuhkan mito"s-^;
Qur'an^membeb^amfaspek ekonqmis ;dii; mitos tehtang^sosbk perempiian^yang ihemi-
pundakiald-laki. Seorang ay^ berke liki l% akaldaifsclcbiHnya adalah cm6si 'dan -
untuk>meny;^iakan mak^an tambahan.dan.; perasaanriya ^y&g tidak^ mWungkinkahnya--
pakai^^ selagi- per^puan^ menj^^ peran. ; mencapai' derajat-keihanusiaamlaki-laki1-^
reproduksi^ sec^a biologis.r-Ba^an kalau\, Tin^fpendidik^-yang tinggi telah<m^pu'^
seorang isteri menolak .menypsm dengan memberikan kesadafari' akan'-pehtirighya''
alasan ,^apapun^:-,(sampai- pada; alasan, aktualisasi difi.^' Bekerja^di'-1uar"''rumalf'
pemeUh^a^r_^b^ yang flazm dilakul^ s merup^an salahsatu alterhatifiiya.^^
perempuan Arab) suami wajib menye«iha]^
gaji bagiperempuan yangmenyusui anaknya bi^mn piliak^- paitisipasi perem
(Asa,^J,98,7-6)..,^Asghar.,.A^^ masik bersifat'-.kualritrt'atif-yan^^^^ -
(1994:223,)f menegaskan .bahyva-naftah selamanya-'-beibasis'' pada; ka'pasit'as^"-
diberik^;setel^^^ad:njkah.yang.mem^ intelektualnya. Menurut catatan Ifwarf
kipkaimya.tegaiti pembualm. Dengw.k^ Abdullah(1995) mobilisasi perempuanjustru
lain, nafkah bWkait erat dengan^proses
reproduksi yang transendental dalam ran^ Sedahgkah di tihglratvtenaga profesionaldah-
missilain.

yang befarti; Fakta-ini tehtii saja cukup '


• Bcrdasarkan ,pa^^^ ,analisis singkat j niencemaskahj 'Sebab^mungkin' saja yang
tediadap sosok perempu^ dalain fiqhma^ , teijadi'a^lMi repr^uksi^k^impangah gen- >
dapat, £simpulkan. b^vya^ per^pu^,. defdari -sektbr- domestik ke sektor^publikn
dig^bar^be^tukom^^ Secara.umum^ Kalau the'sis di atas"behar, maka benar apa J
per^puan melebur dakim.ba^gM laId-1^ , yang disinyalir olch Alvan lUidi (1981) bahwa
dan menjadi fhakhluk kedua dalam peran ,di masa modem yang^menjanjikan-begitu
keisterian.Di sisilain, perempuanmenempati banyak altematifvkehidupan^ perempuan

16 Al-Mawarid Edisi V, Agustus-November 1996


justmteipuruk padapenderiataanyang belum (naflcah) disebut karier. Tetapi karier dapat
I^mah mereka alami sebelumnya. menyediakan imbalan materi yangdibutuhkan
oleh nafkah. Karier adalah pekerjaan
Fakta di aitas memberikan gambaran profesional yang diperoleh karena kpahlign
-dinamika perempuan dalam masyarakat seseorang yang memungkinkan adanya
kontemporer. Tetapi mengapa partisipasi peluang jenjang promosi di masa mendatang
merdca dipandang dilematis?Bukankah sudah (The Collin English Dictionary, 1979:239).
sejak dahulu kalaperenqjuan bdcega. Bahkan Jadi, p^^aan yang dilakukan tanpa kftahiian
menurut catatan Engels (1971), di tangan khusus dan bersi&t repetitifdan tanpa adaiya
Ijerempuaiilah kebudayaan - manusia promosi tidak d^at dikategorikan sebagai
berkembang sebelum.laki-laki mengambil karier.
alihnya. Kalau di kemudian hari perempuan
dijeiat persoalan kodrati dalam tata ruang Fenomena wanita karier merebak
budaya dan Ungkup legitimasi teologi, bersamaan dengan pergeseran peran
barangkali ada tehdensi tertentu yang barus perempuan yang semula hanya dianggap
^cermati. Setidaknya ada status quo yang makhluk domestik menuju sektor publik yang
ingin dipeitahankan, baik atas pertimbangan sejak lama dianggap sebagai dunia laki-laki.
politis, ekonomis dan kultural. Kendati demikian, istilah wanita karier tanpa
dibarengi oleh istilah lelaki karier, secara
konotatif mengisyaratkan bahwa karier
Kendala Profesionalisme Perempuan bukanlah bagian dari dunia perempuan.
Dengan katalain, perempuan hanya imigran
Tingginya pendidikan yang dapat diraih dalam dunia karier.
kaum perempuan memberikan peluang
aktualisasi diri secara profesional dari pada Tanpadisad^ perempuan sendiri tumt
h^ya amatir sebagai pembantu suami Halam serta menegaskan bahwa mereka hanya
mencari nafkah. Pro^ionalisme perempuan kelcmipok pendatang dengan istilah pengusaha
bukan didasarkan pada konsensi idiologi waiiita, wartawan wanita, polisi wanita
k^na ia perempuan tet^i berdasarkan pada Dampaknya, secara psikologis mereka
alasan rasional terhadap kapasitas dan seringkali terperangkap oleh sindrom
keahlian mereka. Bagaimanapun Cinderella complex (Collett Dowling, 1983).
profesionalisme ini akan memberikan Sedangkan secara sosio-ekonomis, mereka
kekuatan yang secara konkrit untuk mengubah seringkali dipandang sebagai reserved labor
perimbangan hubimgan yang tidak setara yang tidak lebih baik dari laki-lald sebagai
(^) antara laki-laki danperempuan. citizen di dunia publikolehkarenanya dapat
dilecehkanserta dibayar lebih miuah.
Di Indonesia, profesionalisme ini
seringkali disebut 'k^er' (career). Karier Perempuan seringkali terikat, secara
dalam dunia modem bukan semata-mata idiologis, dengan Panca Tugas Wanita yang
diarahkan untukmencari nafkah tetapihams dicanangkan olehpemerintah (A.P. Mumiati,
diartikan sebagai saranaaktuaHoagi diri. Hdak 1993):
setiap pekeijaan yang mendatangkan uang
1. Wanita sebagai pendamping suami

Al-Mawarid Edisi V, Agustus-Novcmbcr 1996 17


2. AVanita sebagai penenis generasi (semisai fiqh) tidak mudah untuk dib<»]^car.
3. Wanita sebagai pengums nimah tangga Bahkan, Halam kadar tertentu, dunia modem
4. Wanita sebagai pencari naflcah sengaja mempertahankan idiologi gender
5. Wanita sebagai anggota masyarakat tradisional atas pertimbangan akumulasi
keuntungan.
Dalampraktck,kcmsq) diatas dijabaikan
ke dalam istilahperan ganda peren^uan yang
Bila dibandingkan dengan masa lain,
sangat dilematisbagi diii perempuansendiri.
posisi perempuanterasalebih dilematis dalam
Di satu sisi, perempuan diharuskan
masyarakat modem. Ekonomi kapitalistik
mempertahankan peran tradisionalnya.
yang telah menghancurkan basis industri
Sedang di sisi Iain, perempuan dibarapkan
rumah tangga telah pula melumpuhkan
sukses dalam peran publiknya. Peran ganda
kekuatan ekonomi perempuan di masa lalu.
perempuan yang dicanangkan pemerintah
Industri yang dilakukan di lingkungan
tanpa disertai peran ganda di pibak laki-laki
keluaiga(seperti usahabatiktradisional) tidak
telah memotivasi perempuan menjadi super
memisahkan peran reproduksi dan produksi
women. Pereti^uanyangbeikatierjugacukup
perempuan. Karena setiap anggotakeluaiga
terbebani dengan kenakalan anak-anak yang
berperan serta maka tidak diperlukan
selalu dianggap sebagai akibat seorang ibu
pembagian tugas secara seksual dengan ketat.
yang keluar rumah.
Manakala aktifitas ekonomi berpindah ke
pabrikdan birokrasi semakin komplek maka
Mcrcka juga mcnanggung dosa setiaporanghams mempertimbangkan fektor
struktural suaminya. Ketidakberhasilankaiier sosio-biologisnya.
suami seringkalidiangg^ sebagai kegagalan
seorang perempuan untuk berperan sebagai
Dalamperkembangannya, sektorpublik
seorangisteri. Sebaliknya, bila merekagagal
lebih diberi muatan moralitas maskulin yang
daiam berkarier, maka tudingan tertuju pada
agresif, ekploitatif, keras, penuh persaingan
diri mereka sebagai perempuan, yang tidak
dan tipu daya dan menafikan moralitas
pemah dapat menyamai laki-laki. Posisi
feminim yangpenuhkasih,nurturing tenggang
dilematis ini sangat berpotensi menimbulkan
rasa dan saling menghargai. Bahkan ukuran
krisis psikologis dan tidak jarang menyulut
profesionalisme ditentukan sejauhmana
disharmoni rumah tangga. Fakta inilah yang
seseorang mampu meisahkan diri dari
membuat kaum aktifis perempuan menghim-
moralitas sektor domestik yang altraistik
bau agar pemerintah meninjau kebijakan (RossPole, 1995).Kalau seorangperenpuan,
tentang peran ganda dengan peran mitra
secara utuh, ingin berkarier ia hams mampu
kesejajaran.
memaskulinkan dirinya dan sedapat mungkin
menjauhi peran r^roduksi (bemmah tangga)
Namun dalam praktek, karena tidak yangdianggap menghalangi kariemya. Being
diikuti oleh perombakan di tingkat idiologi single juga bukan persoalan mudah dalam
gender, maka perubahan konsep di atas tidak masyarakat Indonesia dan seringkali
membawa perubahan yang berarti. Terlebih menimbulkan prasangka buruk atas dirinya.
lagi, idiologi gender, yang menempatl^n
perempuan sebagai makhluk domestik
didukung oleh interpretasi keagamaan

IS AI^Mawarid Edisi V, Agustus-November 1996


Bukan berarti, persoalan ini teratasi . .^Kendala Sosio-Ekonomis Perempuan
hanya dengan menggirii^ peren^uank^biali Pekerja
ke rumah.Di dal^ ruinah,per^puan tid^dc
pemah diberi hak penuh untuk mengatur Seperti telah dising^ng oleh Irwan
rumahtauggai^: Negara menempatkan laki- Abdullah (1995) bahwa mobilisasi
iaid sebagai kepala keluaiga dengandicision- perempuanb lebih mengarah pada pekeijaan
mafdng ada ditangannya. Perempuan hanya kasar {casual work). Berbeda dengan
menempati porsi sebagai pelaksana tugas- kelompok pertama, perempuan pekeija,
tugas rumah tangga yang beridsar pada dapiir, umumnya tidak memiliki asset iOnansial,
siimur dan kasur. Yang lebih memprihatinkan kurang mengeyam pendidil^ formal dan
lagi, keteigantungan ekonomi isteri pada bekerja karena alasan ekonomi. Mereka
siiami telah berimbas pada hilangnya daya sangat rentan terhadap .proses pemerasan,
tajwar perempuan sebagai pasangan yang eksploitasi, s ^ kekerasan(fisikd^ seksual).
sailing melengkapi dalam nuansa kesejajaran.
H^aman surat kabar makin sering dipenuhi Secara sosiologis, kelon^ok ini aHalah
dleh perlakuan biadab suami terhadap korban dari kebijakan pembangunan yang
is^riiQ^. Perlakuan tersebut bervari^i, dari kapitalistik. Prosesrevolusi hijautelahmeng^
mulai penganiayaan ringan sampai pada per- hancurkan basis ekonomi mereka sebagai
selingkuhan dan puncaknya adalah penuai dan penumbuk padi. Dunia industri
p^bunuhan. menmfaatkan mereka bukan atas dasar
ketrampilan merekatet^i atas pertimbangan
Pengamatan sepintas dalam suratkabar keperen:q)uanan m^eka yang pasif, patuh,
Berita Nasional (Gktober-November 1995) penurut dan nrimo. Dengan mempek^akan
teriiadap kasus pelecehan peronpiian mem- mereka, prpdusen menekan upah mereka
buktikan bahwa ibu rumah tangga temyata tanpa banyak protes. Disamping itu,
lebih berpeluang untuk mengalamipelecelm perempuan akan merasa tidak berdaya
dibandingkan mereka yang bekeija di luar terhadap pelecehan seksual yang mer^
ruinah. Berangkat dari realitas di atas maka, lalnjWan
keteriibatanperenqiuandi sektorpublikhams
dilihat secara lebih makro dari pada.hanya Sepertijuga yangteijadi pada kelomp(^
melihat mereka sebagai pihak yang tidak pertama, idiologi gender dalam ma^^aiakat
diberi beban naflcah. Bisa jadi aktualisasi diri berdampak langsung terhadap jms dan nilai
yang mereka lakukan akan mampu pdceijaaan yang dilakukan perempuan (Tati
menampilkan mereka menjadi sosok yang Krisnawati, ,1993). Meski dalam realitas
dinamifi Han dapat menjadimitra yang galing meraka adalah pencari nafkah naniun
melengkapi, baik secara psikologis. dan pekeijaan mereka selalu dianggap sebagai
teriebihlagi secara ekonomisyang seringtidak sambilan dari tugas utama dalam rumah
dapat diatasi oleh laki-laki seorang diri. tangga. Konsekuensinya, mereka tidak
mendapatkan tunjangan keluaiga meskipun
mereka adalah pencari nafkah utama Haiam
kasus perceraian dan kffmatian suami.

Al-Mawarid Edisi V, Agustus-Novcmber 1996 19


lanjut Krisnawaty fiqh tidak akan met^elesaikan masalah secara
mei^ungkq)kan b^wa pembangunan yang moidasar.
lebih berorientasi pada pertumbuhan yang
berbasis pada industriaiisasi dalam skala Peran ganda yang diakibatkan dari
besar telab memaiginalisasikan perenq)uan sosialisasi idiologi gender tradisional sudah
mUldn R?^g^tmanapiTn keuletan motka untuk saatnya mendapatkan sentuhan rasionalisasi
menciptakan pelnang-peluang keija untuk dunia modem. Sehingga pada tataran relasi
mewujudkan kehidupan yanglayak seringkali gender tercipta ketergantungan yang
dijegal oleh kepentingan kelas menengah yang proporsional dan tidak subordihat.
ekspansif dan eksploitatif. Surplus tenaga
kerja perempuan akibat revolusi hijau
berpindah ke kota. Karena tidak memiliki Fiqh dan Problema Perempuan
bekal yang memadai, umumnya mereka hanya Kontemporer
tertampung di sektor informal tidak
terlindungiimdang-imdang seperti pedagang
Bilasosok pcrcn:q)uan yang tanq)il dalam
keliling, pembantu rumah tangga dan kitab-kitab fiqh dihadapkan pada realitas
pemulung.
perempuan Indonesia, maka yang terjadi
adalah proses idealisasi pada stereotip yang
Seperti kalanganprofesional, peren:q)uan berangkap dari gagasan abstrak, umum dan
pekeija juga menanggung bebangandayang statis (JohanMeuleman, 1993). Aplikasi fiqh
cukup membebani fisiknya. Tingkat pendidi- dalam rentang waktu yang panjang dan
kanyang rendah tidakmemungkinkan mereka melampaui sosio-kultural di mana fiqh
untuk memikirkan kemitrasejajaran. Yang diformulasikan, tanpa dibarengi olehsnalisis
merekatabu adalah bagaimana mereka dapat sosiologis yang memadai, akan
mendapatkan bagi dirinya dan memberikan menghilangkan keragaman sosokperempuan
padaanaknya kehidupan yang layak. yang khas dan tidak mungkin
digeneralisasikan. Meuleman menandasakan^
1 Dari tclaah tcntang dinamika dan b^wa upaya untuk mempertahankan fiqh
i problematika perempuan kontemporer d^at klasik tanpa mempertimban^can pembahan
disinq)ulkan bahwa akses perempuan disdctor zaman, golcoigan sosial dantingkat pendidikan
publik harusdilihat sebagaimakro darihanya dan konsep kesetaraan masyarakat telah
s^edar sambilan dari peran reproduksinya. mcnafikan perempuan sebagaimakhluk yang
Di tingkat profesional, keterlibatan mereka berkembang dan berabah sebagaimana laki-
hams dipandang sebagai proses aktualisasi lald.
diri yang inherent pada setiap manusia.
Sedangkan mobilisasi perempuan pekeija Kecenderungan untuk mempertahankan
hams ditempatiean secaraproporsional. Sebab fiqh klasik dengan menekankan posisi
bukan mustahil mereka adalah breadwinner instmmentalnya telah membawa stagnasi
bagi Jceluarganya. Dengan serta merta pemikiran Islam terhadap problema kaum
menggirihg mereka ke dalam rumah dengan perempuan; yang dari masa ke masa selalu
sanksi^anksi teologis sq>erti teigambardalam direduksi hanya untuk kepentingan
kapitalisme perempuan disudutkan padaperan

20 Al-Mawarid EdisiV; Agustus-Novembcr 1996


g^da yang membebani. Sejauh ini, Islam mampu menjawab permasalahan
belum mampu memberikan solusi yang kontemporer. Ini sebenaraya bukan hal yang
memadai kecuali hanya memberikan bam, al-Magribi (dicetak ulangtahun 1970)
l^timasi teoiogis upaya-upaya dcsnestifikasi telah menetapkan bahwa dalam
yang tidak selamanya menyelamatkan hubungankemasyarakatan, termasuk di
per^puan dari kesewenangan laki-Iaki. dalamnya relasi sosial laki-laki dan
perempuan, hams disesuaikan dengan
Sudahwaktunya diadakanreaktualisasi, semangat keadilan zamannya. Hal ini juga
bila tidak rekontniksi, terhadap konsep- didukung olehsebagianbesar ulamaushulfiqh
konsep Islam yang lebih memberi peluang (Syamsul Anwar, 1995) bahwa hukum
perempim untuk hadir sebagai sosok yang bersandar pada kausanya.
dinamis, sopan dan berman&at ba^ agama
danmasyarakati Bukan sebagai makhluk >ang Secara lebih spesifik, problema peran
tericuningdi empat dinding rumah yang maiya ganda masihsaja monbebani peren^uan, baik
dan disibukkan olehintiik-intrikpeigaulanelit di tingkat elit maupun di kalangan pekeija.
seperti yang disinyalir oleh Masharul Haq Karier seingkali direduksi hanya sebatas
Khan (1994). Seharusnya sosok perempuan mencari nafkah. M^nang fiqh hampir tidak
dikembaiikan pada perempuan-perempuan di memiliki gambaran perempuan bekerja.
masaNabi, yang seringterlupakandalam fiqh, Sedangkan dalam realitas, kalangan
sebagai sosok yang dinamis, mandiri, sopan perempuan miskin,. sudah sejak saat fiqh
d^ teijaga akhlalcnya. dirumuskan, bekeija di mmah-rumah mewah
pada pangeran dan orang kaya. Nampaknya
'Masalah mendasar yang beikaitan erat benar apa yang dikatakan oleh Hak Khan
dengan problema adalah langgengnya budaya (1994)bahwafit^ tidaksaja bisa gendertetapi
patriarkhi dalam masyarakat kontemporer, juga lebih berorientasi kelas menengah.
yang dalam kadar tertentu, selaras dengan
latar kebudayaan dari kitab-kitab fiqh klasik. Sosialisasi fi(^ yang lebih menonjolkan
S^ementara itu^ modemisasi telah memberi posisi keisterian yang instrumental, telah
peluang pendidikan yang sama antara laki- menafikan kebutuhan aktualisasi perempuan
laki dan perempuan, yang pada digilirannya yang dijamin oleh al-Qur'an (Q.S. 3:195).
menumbuhkan kesadaran bam tentang hak Barangkali menarik ^>a yang dikatakan ql-
dan kewajiban mereka sebagai seorang Quithubi bahwa peren^uan mempunyaihak
manusia. Di saat mereka mencoba untuk untuk bekeija selama ia membutuhkan dan
membongkarjeratan-jeratan kultural teriiadap pekeijaan itu membutuhkan keahliaimya. Hal
perempuan di saat itu pula bias-bias kuhur sempa juga dilakukan oleh semua isteh
d^am kitab4dtab fic^ akan terkuak. Rasulullah. Mereka bekeija bukan karena
• mencari uang tet^i karena keahlian mereka.
Sehingga tidak mengherankan bila Uang yang mereka dapatkan mereka
b'anyak kalangan pemikir Islam, yang sumbangkan pada baitul mal.
bersimpati pada perempuan, untuk
mengadakan kajian kritis terhadap Mistifikasi perempuan pada posisi
keibuan telah pula maicalaq) pdcojaan rumah

Al-Mawarid Edisi V Agustus-Novcmbcr 1996 21


dan moididik anak-nak yang bukan menjadi yang beragam bagi perempuan untuk
kewajiban mereka (an-Nawawi, 1975). me»gaknia1igagikan konsep amal shaleh dan
Aminah W. Muhsin meoegaskan bahwa tugas memberikan peluang seluas kehidupan itu
utama perempuan bukanhanyamenjadi ibu; sendiri.

Tidak ada istilah dalam al-Quran yang Dan akhimya, batasan-batasan normatif
menunjukan bahwa melahirkan anak yang terdapat dalam fiqh, bila dikaji lebih
menipakan hal yang utama bagi perempuan seksama, hanya terbatas pada tataran
(wanita). Tidak ada indikasi yang diberikan sosiologis. Secara logis, konteks sosiologis
bahwa masalah keibuan merupakan peran akan terns berubah dari waktu ke waktu dan
eksklusifnya. Hal ini memperlihatkan melampaui ruang budaya yang berlainan.
kenyataan bahwa wanita (meskipun tidak Sejauh ada kemauan untuk menggali konsep
semuawanita)merupakan makhluk eksklusif keadilan al-Qur'an, dengan
yang mampu melahirkan anak. Fungsi ini mengesampingkan kepentingan status quo
utama hanya sebatas kepentingan kelanjutan satu pihak, maka al-Qur'an cukup fldcsibel
umat. Dengankata lain, karena hanya wanita untuk mengakomodirkeragaman budaya yang
yang bisa melahirkan, maka apa yang ada di muka bumi ini.
Hiialfiilfan menjadi penting dan utama.

Sedangkanmasalah perawatan anak, al- Daftar Pustaka


Qur'an membebankan pada kedua orang
tuanya (Q.S. 33:12-18). Meskipun dalam al-Qur'an al-Karim, Departemen Agama
kasus seorang ayah sebagai pencari nafkah Republik indcmesia, 1993.
tunggal,pengasuhand^at dilakukanolehibu Abdullah, Irwan, Reproduksi Ketimpangan
yang tinggal di rumah. Tetapi pola ini bukan Gender, Prisma, 6, hal. 3-14, 1995
satu-satunya yang diajarkan olch Islam. Anwar, Syamsul Amiea, Masalah Permpuan
Apabila isteri memiliki kontribusi ekonomis Menjadi Pimpinan dalam PerspektifFiqh
dalam keluaiga, maka menyerahkanpekeijaan Siyasah, al-Jami'ah, No. 56, hal. 36-42,
1994
rumah tangga dan perawatan anak, semata-
mata, di pimdaknya adalah sesuatu yang tidak an-Nawawi, Uqudul Lujain ji Huququz
adil.
Zawjayn (Semarang: reproduksi Usaha
Keluaiga)
Aminah W. Muhsin mengajukan A.P. Mumiati, Perempuan dan Pola
Ketergantungan, Citra Wanita dan
penyelesaian yang lebih adil melalui sistem
Kekuasaan, Kanisius, Yogyakarta
kcrjasama yang flcksibcl, tcrpadu dan
Berita Nasional, Oktober-November 1995
dinamis, baik di sektor domestik dan sektor
Didin Syafiuddin, Argumen Supremasi atas
publik. Tidak semua pekerjaan yang
Perempuan, UlumulQuran, V. 5 & 6, hal.
membosankan harus dibebankan pada
4-10, 1994
perempuandantidak pula setiap penghargaan
dan dinamika di bidang ekonomi, politik dan Dowling CoUett, The Cinderella Complex,
sosial selalu dikaidcan dengan laki-laki. Sebab Fonta Paperback, USA
Engineer, Asghar Ali, The Right of Women
pada kenyataannya, Islam memilikigambaran
Teq., LSPPA, Yogyakarta

22 AlrMawarid EdisiV, Agustus-NoyembCT 1996


"elmy, Musthafe, Mahkota Muslimah yang Ross Poole, Moralitas danModemitas, Teij.,
Tertinggal, Pesantren, IV:2, hal. 92-94, Kanisius, Yogyakarta, 1995. '
, 1989 Syihab, Quraish, Konsep Wanita menurut
I lich, Ivan, Gender, Pantheon Book, 1982 Qur'^ Hadis, dan Sumber-sumberAjaran
al-Qurthubi, al-Jami' li Ahkam al-Qur 'an, Islam, Wanita Islam Indonesia dalam
IDar al-Katib, Cairo, 1982 Kajian Teks dan Kontekstual, Ed. Lies
Mas'ud, Masdar Farid, Perempuan di antara Marcoes dan Johan H. Meuleman, INIS,
Lembaran Kitab Kuning, Wanita Islam Jakarta, 1993
dalam Kajian dan KonteksUial, Ed. Lies Syu'bah Asa, Wanita di Dalam dan di Luar
Marcoes dan Johan H. Meuleman, INIS, Fiqh, Pesantren, IV:2, hal. 3-16, 1989
Jakarta, 1993 Masharul Haq Khan, Wanita Korban Patologi
I^snawati, Tati, Peluang Perempuan Miskin Sosial, Pustaka, Bandung, 1994
dan Strategi Survive, Dinamika Gerakan Muhsin, Aminah Wadud, Women in the
Perempuan di Indonesia, Ed. Lusy Qur'an, Teij., Pustaka, Bamdung, 1994
Maigianu, LSPPA, Yogyakarta, 1993

Al-Mawarid Edisi V, Agustus^November 1996 23:

Anda mungkin juga menyukai