Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS EKSPLOITASI PERIKANAN JARING APONG

DI SEGARA ANAKAN CILACAP


[Studi Kasus Jaring Apong di Laguna Segara Anakan Cilacap]

Mata Kuliah

PENGANTAR MANAJEMEN EKSPLOITASI SUMBERDAYA


PANTAI

Dosen Pengampu
Prof. DR. Ir. Sutrisno Anggoro, MS

Oleh
F. Eko Dwi Haryono

PROGRAM DOKTOR MANAJEMEN SUMBERDAYA PANTAI


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
DAFTAR ISI

Halaman

Daftar isi Ii
Daftar Gambar iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Kegunaan 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3

A. Peranan Kawasan Segara Anakan Bagi Sumberdaya


Perikanan 3
B. Perikanan Jaring Apong 5
C. Produksi 8

BAB III. ANALISIS EKSPLOITASI JARING APONG 10


DI SEGARA ANAKAN CILACAP 10
A. Eksploitasi Sumberdaya Ikan di Perairan Tritih Cilacap 11
B. Produksi Hasil Tangkapan Jaring Apong 12
C. Produksi Ikan Bukan Jaring Apong
13
13
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 13
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Desain Umum Jaring Apong (Warsidi, 2003) 6


2. Pengoperasian Jaring Apong di Dasar Perairan. [Warsidi, 2003] 7
3. Produksi Total Ikan di Segara Anakan tahun 1987-2001. 9
Boesono (2003).
4. Produksi (g) Udang Hasil Alat Tangkap Jaring Apong. 9
Muslih (2010).

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kawasan Segara Anakan, berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap Nomor 17 tahun
2001 tentang Pengelolaan Perikanan di Kawasan Segara Anakan merupakan daerah yang
bebas dari aktivitas penangkapan, selain itu juga merupakan kawasan hutan mangrove
yang di lindungi.
Perairan Tritih Cilacap pada wilayah antara 07030”- 07044” LS dan 108042”-
109002” BT dan memiliki luas sekitar 45.340 ha adalah merupakan bagian dari Kawasan
Segara Anakan bagian Timur, berupa perairan sungai yang bermuara di Samudra Hindia.
Kondisi perairan saat pasang didominasi air laut dan saat surut merupakan perairan
payau. (Badan Meteorologi dan Geofisika Cilacap T.A 2001/2003). Perairan ini
walaupun berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap yang tertuang dalam Perda Nomor 16
tahun 2001 tentang Pengelolaan Perikanan di Kawasan Segara Anakan, merupakan
daerah tertutup bagi kegiatan penangkapan ikan, namun banyak para nelayan tetap
melakukan penangkapan ikan, alat tangkap ikan tersebut antara lain, jaring apong, jala
otek, ciker dan waring surung. Dari keempat alat tangkap tersebut yang paling banyak di
operasikan adalah jaring apong.
Jaring apong adalah alat tangkap ikan sejenis tidal filter net (Tarp and Kailola,
1981) yang merupakan hasil modifikasi dari alat tangkap trawl dan keberadaannya sangat
dominan di kawasan perairan Tritih. Alat tangkap jenis apong ini di perairan Tritih
sebanyak 103 buah. Nelayan memiliki apong 1 sampai 6 buah/orang dan mata jaring
yang digunakan mempunyai ukuran kurang dari satu inchi, khususnya pada bagian
kantong jaring.
Perairan Tritih merupakan bagian dari kawasan mangrove Segara Anakan, dimana
kawasan mangrove tersebut merupakan daerah pemijahan (spawning ground), daerah
asuhan (nursery ground) dan daerah mencari makan (feeding ground) bagi beberapa jenis
hewan aquatik ekonomis penting. Hal ini dijadikan pertimbangan utama dalam
pengelolaan perikanan tangkap.

dengan demikian maka perlu untuk mengetahui seberapa besar kontribusi atau daya
dukung produksi jaring apong kaitannya dengan sumberdaya ikan dari perairan Tritih
Cilacap yang mempunyai kawasan mangrove.
Terdapat beberapa alat tangkap lain selain jaring apong yang beroperasi di perairan
Tritih, yaitu : jaring ciker, waring dan jaring kantong. Kontribusi hasil tangkapan ikan
jaring apong di perairan Tritih, belum ada yang meneliti.
Perumusan Masalah
Sejak dilarangnya pengoperasian trawl karena sifatnya yang tidak selektif dan
merusak sumberdaya ikan berdasarkan keppres No 39 Th 1980, maka salah satu alat
tangkap yang diperbolehkan dan banyak digunakan oleh nelayan di perairan Tritih untuk
menangkap ikan maupun udang adalah jaring apong. Jaring apong merupakan merupakan
alat tangkap yang efektif sebagai alat tangkap ikan. Berdasarkan uraian tersebut di atas
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana produksi ikan hasil tangkapan per unit tangkapan jaring apong.
Berapa kontribusi jaring apong terhadap produksi ikan di perairan Tritih.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kontribusi jaring apong terhadap
produksi ikan di perairan Tritih.
C. Manfaat
Hasil kajian kontribusi jaring apong terhadap sumberdaya perikanan dan di
harapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi manajemen eksploitasi sumberdaya
perikanan Pantai di Cilacap.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peranan Kawasan Segara Anakan Bagi Sumberdaya Perikanan

Ekosistem perairan Segara Anakan terdiri dari perairan payau dan hutan mangrove
disertai endapan yang berasal dari sungai-sungai oleh karena itu merupakan perairan
yang kaya akan nutrien, seperti kondisi mangrove pada umumnya. Laguna Segara
Anakan kaya akan sumberdaya perikanan seperti ikan, udang, kepiting dan berbagai jenis
kerang. Nutrien dan larva dari berbagai jenis organisme air yang terdapat di Segara
Anakan merupakan mata rantai pangan (food chain) bagi sumberdaya perikanan yang ada
di Samudera Hindia (Rusmanto, 1999).
Laguna Segara Anakan merupakan kawasan mangrove, adapun fungsi ekologis
mangrove secara umum dikemukakan oleh Purnobasuki, (2005) adalah sebagai tempat
pemijahan (Nursery Ground), feeding ground, dimana lingkungan mangrove relatif
tenang dari deburan ombak, karena tertahan oleh akar-akar mangrove, sehingga kawasan
mangrove sangat efektif untuk meredam gelombang laut. Hal ini memudahkan terjadinya
perkembang biakan telur ikan yang berlangsung eksternal. Sistem perakaran mangrove
berfungsi sebagai tempat bagi telur ikan yang telah dibuahi agar tidak hanyut, sampai
terjadinya penetasan telur tersebut. Perlindungan Pantai Terhadap Bahaya Abrasi,
dimana sistem perakaran mangrove yang rapat dapat berfungsi untuk meredam gempuran
ombak, karena cengkeraman akar yang menancap pada tanah dapat menahan lepasnya
partikel tanah. Kondisi tersebut berfungsi agar bahaya abrasi atau erosi oleh gelombang
air laut dapat dicegah . Sebagai perangkap sedimen, dimana sistem perakaran mangrove
efektif untuk menangkap partikel-partikel tanah yang berasal dari di daerah hulu.
Perakaran mangrove menangkap partikel-partikel tanah tersebut dan mengendapkannya.
Dengan demikian akan terjadi suatu kondisi dimana endapan lumpur tidak hanyut oleh
arus gelombang laut. Hutan mangrove di daerah pelabuhan berfungsi untuk membantu
mencegah terjadinya pendangkalan dasar dermaga. Lumpur yang terperangkap oleh
perakaran mangrove dapat menyebabkan penambahan lahan baru ke arah lautan .
Sebagai penyerap bahan pencemar, mangrove yang tumbuh di daerah perkotaan
berfungsi menyerap bahan pencemar, gas buangan kendaraan, industri, dan sebagainya.
Bahan buangan industri yang dibuang melalui sungai akan terbawa ke muara dan
tersaring oleh perakaran mangrove. Sebagai penghambat intrusi air laut, mangrove di
pantai menjadi wilayah penyangga untuk mengurangi dampak rembesan air laut (intrusi)
ke daratan. Sebagai penahan angin, ekosistem mangrove yang tumbuh di pantai
melindungi pemukiman nelayan yang mengarah ke daratan dari hembusan angin laut
yang kencang .
A.1. Perikanan Tangkap di Perairan Tritih

Alat tangkap bukan jaring apong yang beroperasi di Perairan Tritih meliputi :
A.1.1. Jaring Ciker (Trammel Nets)

Jaring Ciker adalah alat penangkap ikan dengan tiga lapis jaring dengan bentuk
segi empat . Dua bagian outer net terletak disisi kiri dan kanan terbuat dari nylon
monofillament no 70 dengan mesh size 14,3 cm dengan iner net (midle net) terbuat dari
nylon monofillament no 25 dengan mesh size 4,0 cm. Panjang net pada masing-masing
bagian adalah 18 m dan lebar 1,5 m (Boesono, 2003).
A.1.2. Jaring Kantong (gillnet)

Alat tangkap ini terbuat dari nylon monofillament berbentuk persegi dengan mesh
size 2,5 cm. Satu net mempunyai panjang sekitar 18 m dengan lebar 25 m . Jaring
kantong ini dioperasikan pada permukaan perairan dengan cara menghanyutkan jaring
kemudian ditarik kearah prahu (Boesono, 2003).
A.1.3. Waring (Wide lingkar)

Alat ini memiliki mata jaring yang sangat kecil 0,2 inci dengan panjang 600 – 1200
m dan pengoperasiannya dilingkarkan pada hutan bakau pada saat surut (Boesono,
2003).

B. Perikanan Jaring Apong

Alat tangkap yang beroperasi di perairan Tritih dinyatakan oleh Zarochman (2003)
antara lain jaring apong, wide waring, ciker, otek/jala, dan sodong. Alat tangkap jaring
apong banyak mendapat perhatian umum, di mana pada awalnya konstruksi jaring apong
ini adalah jaring trawl yang dioperasikan dengan cara ditarik kapal serta mempunyai mata
jaring yang sangat kecil (tidak selektif), dewasa ini jaring apong dimodifikasi menjadi
alat tangkap pasang surut yang hanya berada di sekitar kawasan Segara Anakan Cilacap,
sehingga jaring apong merupakan alat tangkap yang statis dipasang menghadang arus
(Amin, 1990).
Apong adalah alat jenis tidal filter net (Tarp and kailola, 1981) keberadaannya
sangat dominan di kawasan Segara Anakan. Alat tangkap ikan ini berbentuk kerucut yang
memanjang mulai dari kedua sayap paling depan kebelakang dan kantong (cod end).
Bentuk alat mirip jaring pukat seperti trawl, cantrang.
Jaring apong dipasang menetap pada dasar perairan dengan membentangkan ujung
sayap ke arah horizontal dan mulut jaring ke arah vertikal untuk menyaring kolom air
yang yang mengalir yaitu arus pasang surut, dimana arus pasang surut tersebut membawa
biota bersifat planktonik (Warsidi, 2003).
Jaring yang bentuknya menyerupai trawl ini terbuat dari bahan Polyetheylene.
Bentuknya terdiri dari dua panel yaitu, panel atas dan panel bawah. Bentuk jaring
melembung (semi balon) dan memanjang mulai dari bagian sayap, bagian mulut dan
bagian kantong serta bagian ujung kantong. Konstruksi jaring apong di perairan Tritih
sangat beragam, mulai dari yang panjang keseluruhannya 20 - 70 meter. Jaring apong
yang banyak dimiliki dan digunakan nelayan di perairan Tritih adalah jaring apong yang
mempunyai panjang 20 meter (Warsidi, 2003), selanjutnya dinyatakan bahwa bagian
sayap berfungsi sebagai pengarah terhadap sasaran penangkap menuju bagian kantong,
yang sebelumnya melalui bukaan mulut jaring. Tali ris atas dilengkapi dengan pelampung
dan tali ris bawah dilengkapi dengan pemberat. Perbandingan daya apung pelampung dan
gaya berat pemberat menentukan dalam bukaan mulut jaring kearah vertikal secara
maksimal.
Ukuran lingkaran mulut jaring tergantung pada kedalaman perairan. Besarnya
bukaan mulut jaring menentukan peluang sasaran udang dan ikan masuk menuju kantong.
Ukuran mata jaring mulai dari bagian ujung sayap. (Gambar 1)
Gambar 1. Desain Umum Jaring Apong (Warsidi, 2003)

Bagian ujung kantong (cod end) umumnya mempunyai mata jaring berkisar 0,5 - 1
inch. Panjang kantong secara keseluruhan berkisar antara
2 - 15 meter. Panjang total jaring yang beroperasi di perairan Tritih berukuran antara 10 -
15 meter, sedangkan panjang kantong apong berkisar 2 - 3 meter (Warsidi, 2003).
B.1. Daerah Pengoperasian Jaring Apong

Nelayan apong Tritih Kulon mengoperasikan alat di sungai Donan menggunakan


sistem kapling yaitu wilayah pengoperasian jaring apong yang sudah ditentukan
berdasarkan pancang milik perorangan (Zarochman, 2003).
Lokasi pancang berada di satu deretan atau larapan yang menyilang dan dasar alur
sungai dengan topografi relatif datar. Lokasi yang dipilih mengalami arus deras yang
memungkinkan jaring apong terbuka mengerucut sampai ke ujung kantong sehingga
cukup efektif untuk menyaring kolom air yang melintasinya. Lokasi larapan yang sudah
ditetapkan dapat dipasang beberapa jaring apong sesuai kelaikan lebar topografi dasar,
yang apabila dipasang jaring apong posisi jaring stabil. Selanjutnya dipilih dua titik
tempat pancang satu dengan yang lainnya berjarak relatif sesuai dengan panjang (head
rope) jaring apong (Zarochman, 2003).
B.2. Cara Pengoperasian Jaring Apong

Prinsip kerja jaring apong adalah di pasang menghadap arus pasang dan di pasang
secara menetap. Dengan kontruksi jaring apong yang memanjang dengan ujung
berbentuk kantong agar sasaran tangkap yang terdorong masuk oleh arus kedalam jaring
mengalami kesulitan untuk keluar lagi dari mulut kantong ketika air mulai surut (Marleni,
1994).
Tiang pancang ujung sayap jaring apong di pasang sesuai perairan dengan
pemancang. Pada dasar perairan bertekstur lumpur dengan kekuatan arus sedang
digunakan tiang pancang dari kayu, namun bila tekstur dasarnya cadas atau keras
digunakan tiang pancang dari besi (Warsidi, 2003).
Gambar 2. Pengoperasian Jaring apong (Warsidi, 2003)

Gambar 2. Pengoperasian Jaring Apong di Dasar Perairan. [Warsidi, 2003]

Ikan tertangkap disebabkan karena tersangkut mata jaring atau terdorong oleh jaring
tersebut (Ayodhya, 1981). Kegiatan pengoperasian jaring apong oleh Zarochman (2003),
dinyatakan bahwa menurut perhitungan Jawa, pasang surut purnama pertama dimulai
tanggal 11 Jawa, sedangkan pasang purnama kedua dimulai tanggal 25 Jawa. Arus
pasang surut yang kuat sesuai dengan kebutuhan efektif pengoperasian jaring apong
biasanya terjadi setelah tiga hari pasang purnama. Perhitungan Jawa di tetapkan
berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi, oleh karena itu dengan menyesuaikan
kondisi tersebut pemasangan jaring apong dimulai pada tanggal 13 atau 27 jawa. Waktu
pengoperasian jaring apong yaitu pada periode ngangkat.
Cara kerja alat yang berdasarkan periode pasang surut ini maka segala biota yang
dalam pengaruh arus (pasang dan surut) akan sulit untuk kembali keluar dari alat, kondisi
ini memberi peluang segala biota perairan terjebak dan terkumpul di kantong. Di perairan
Tritih pasang surut terjadi dua kali dalam satu hari (diurnal).
Nelayan apong Tritih Kulon menempatkan apong mereka di sungai Donan bagian
hulu sebelum masuk wilayah Karang Talun, dengan ukuran lebar sungai 200-250 meter ,
ditemukan ada 4-6 apong berjajar dilokasi tersebut. Jarak rata-rata jajar apong antara jalur
satu dengan jalur yang lain adalah 200 meter (Zarochman, 2003).
C. Produksi

Produksi hasil tangkapan menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1997) adalah


hasil tangkapan ikan (pisces), hewan berkulit lunak (crustacea) dan hewan air lainya atau
tumbuhan air yang ditangkap atau dieksploitasi dari suatu sumber perikanan alami atau
dari tempat pemeliharaan, baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun
rumah tangga perikanan. Produksi hasil tangkapan yang didaratkan pada suatu tempat
pendaratan pengukuranya dibedakan atas:
a. Berat atau volume produksi, yaitu berat basah pada waktu hasil tangkapan di
daratkan.
b. Nilai produksi, yaitu nilai jual pada waktu hasil tangkapan didaratkan (Direktorat
Jenderal Perikanan, 1997).
Jaring apong tidak mempunyai ikan target yang spesifik, alat ini dapat menangkap
ikan pelagis maupun demersal, hasil tangkap beragam jenis dan ukuran. Keragaman ini
diperkaya oleh ikan peruaya baik dari ikan demersal maupun pelagis, dimana ikan hasil
tangkapan dapat dimanfaaatkan dan ikan yang tidak memiliki nilai ekonomis (discarded)
(Amin, 1990).
Dudley (2000) menyatakan bahwa hasil tangkapan utama jaring apong adalah ikan
demersal seperti Layur (Trichiuridae) sedangkan hasil tangkapan dari kelompok jenis
ikan pelagis adalah ikan teri (engraulidae), dan ikan yang terdiri dari berbagai spesies
berukuran besar dan ikan kecil.
Gambar 3 berikut menunjukan produksi total jaring Apong di Kawasan Segara
Anakan, bahwa produksi ikan di Segara Anakan dari tahun 1987 sampai dengan tahun
2001 mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun.

Gambar 3. Produksi Total Ikan di Segara Anakan tahun 1987-2001.


Boesono (2003).

Gambar 4 merupakan produksi hasil tangkapan udang, berdasarkan penelitian yang


dilakukan oleh Muslih (2010) dari 23 unit jaring Apong sampel di peroleh, hasil paling
tinggi adalah udang Jari (Metapenaeus elegans), dengan produksi paling rendah 5900 g
dan produksi tertinggi 11.000 g. Produksi hasil tangkapan udang Peci (Penaeus
merguensis), dengan produksi terendah sebanyak 4.500 g dan produksi tertinggi sebanyak
6.000 g, sedangkan produksi udang Windu (P. monodon). diperoleh hasil tangkapan
terendah sebanyak 1.400 dan tertinggi 3.000 g.

J u m l a h P r o d u k s i (g )
Produksi Udang Jaring Apong

12000
10500 11000
10000 10000
8000
7000
6000 5900 5900 5500 6000
4000 4500 4500
3000 3000
2000 1400 1900
1000
0
1 2 3 4 5
Minggu ke-

Udang Peci Udang Jari Udang Windu

Gambar 4. Produksi (g) Udang Hasil Alat Tangkap Jaring Apong. Muslih (2010).

BAB III. ANALISIS EKSPLOITASI JARING APONG


DI SEGARA ANAKAN CILACAP

A. Eksploitasi Sumberdaya Ikan di Perairan Tritih Cilacap

Kegiatan penangkapan ikan di Perairan Tritih masih bersifat sederhana, sarana


penangkapan ikan yang digunakan adalah perahu tempel dan perahu dayung. Secara
keseluruhan jenis-jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan Tritih, dimana Jaring
apong merupakan alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan Tritih [63%],
ciker [19%] , jaring kantong [12%] dan waring [6%]. Sedangkan jumlah nelayan yang
terlibat dalam pengoperasian alat tangkap ikan di Sungai Donan bahwa ciker berjumlah
31 orang, nelayan apong 24 orang, jaring kantong berjumlah 19 orang dan yang paling
sedikit adalah nelayan waring dengan jumlah nelayan 9 orang [Haryono dan
Handoko.2010]. Namun Jumlah unit jaring apong di Tritih sebanyak 103 unit [2010]
dimana pada tahun 2003 sebanyak 131 unit jaring apong. [Zarochman. 2003], penurunan
jumlah unit jaring apong yang beroperasi karena nelayan beralih profesi, antara lain
sebagai pedagang, tengkulak dan buruh.
A.1. Perikanan Jaring Ciker

Jaring ciker adalah alat penangkap ikan dengan tiga lapis jaring dengan bentuk segi
empat atau dikenal dengan nama trammelnet. Spesifikasi alat adalah lebar 1,20 m,
panjang 35 m terdiri dari 6 pis. Dua bagian outer net terletak disisi kiri mesh size 5 inch
dan kanan mesh size 5 inch terbuat dari nylon monofillament dengan dengan iner net
(midle net) dengan mesh size 1,5 inch.
A.2. Perikanan Jaring Kantong

Jaring kantong atau jaring udang adalah jaring satu lapis berkantong dengan tujuan
penangkapan utama adalah udang. Jaring kantong yang di operasikan di Perairan Tritih
pada umumnya mempunyai mesh size 2,5 inch terdiri dari 6 pis, dimana 1 pis mempunyai
ukuran 70 meter.

A.3. Perikanan Waring (Wide lingkar)

Pengoperasian alat dilingkarkan pada hutan bakau saat air pasang. Waring
berukuran mata jaring paling kecil karena itu hasil tangkapan waring cenderung beragam.
Panjang paket alat mencapai 25 pis, 1 pis berukuran 18 meter. Hasil tangkapan berbagai
spesies ikan ekonomis tinggi, seperti udang, ikan belanak dan ikan bojor. Hasil tangkapan
yang tidak bernilai ekonomis tinggi biasa dibuang atau dikonsumsi sendiri oleh nelayan.
Alat tangkap ini sering menimbulkan konflik di antara nelayan karena menangkap anakan
ikan, sehingga pemilik alat tangkap ini memiliki jumlah paling sedikit di antara alat
tangkap lain.
A.4. Perikanan Jaring Apong

Apong merupakan alat tangkap pasif/statis (stationary), yang terdiri dari sepasang
sayap, mulut jaring, badan jaring dan kantong. Secara umum ukuran dan jumlah mata
jaring apong yang di operasikan di Tritih dengan panjang head rope 10 m dan
groundrope yang lebih pendek. Arah memanjang, sayap mempunyai ukuran 15 m, badan
15 m dan bagian kantong (cod end) dua meter. Pengoperasian alat dimulai pada saat air
mulai pasang dan selisih (amplitudo) pasang surut tinggi dan dioperasikan hanya satu kali
pemasangan (setting) dan satu kali ngangkat (houling). Selisih Pasut tinggi ditentukan
menggunakan kalender Jawa, dimana pasang purnama pertama dimulai tanggal 11 dan
periode pasang kedua pada tanggal 25 tanggal Jawa. Zarochman, [2003] menyatakan
pemasangan jaring apong adalah tiga hari pasang purnama akan tetapi pada saat
penelitian nelayan apong di perairan Tritih sudah melakukan operasi penangkapan pada
saat hari pertama pasang purnama.

B. Produksi Hasil Tangkapan Jaring Apong

Hasil tangkapan ikan tiap unit jaring Apong di perairan Tritih berfluktuasi, hasil
tangkapan ikan tertinggi pada terjadinya amplitudo pasang surut tertinggi. Tingginya
amplitudo (selisih) pasang dan surut yang berarus kuat semakin menyebabkan jaring
apong menjadi lebih efektif menyaring kolom air yang melintasinya, sehingga ikan-ikan
mudah terjebak dalam kantong jaring. Hasil tangkapan terendah adalah karena periode
mongso ngangkat memasuki hari ke delapan yaitu merupakan hari berakhirnya mongso
ngangkat menurut perhitungan Jawa, hal tersebut membuktikan bahwa pengoperasian
jaring apong dipengaruhi oleh amplitudo pasang surut.
Hasil tangkapan ikan jaring Apong di Perairan Tritih Cilacap meliputi Tenggeleng
(Acentrogobius cavarensi) 33 %, Belodog (Periopthalamus Argentilonatus) 22 %,
Belanak (mugil dussumieri) 21 %, Mbaleng (Polynemus sp)12 %, Bojor (Silago sihama)
8 % dan ikan rucah 4 %. Ikan runcah ini antara lain : petek (Leighnathus sp), sidat
(Anguilla sp.), pahatan (Platycephalus sp), buntek (Sphaeroidaes sp.), dan kiper
(Scathophagus argus).
Kondisi hasil tangkapan dipengaruhi oleh musim, hasil tangkapan sumberdaya
perikanan akan mencapai titik optimal apabila dalam musim penangkapan dan berada
pada daerah penangkapan. Peristiwa penurunan jumlah hasil tangkapan, dalam jumlah
produksi yang mengalami peningkatan, penurunan dan bahkan terjadi kekosongan jumlah
produksi, dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain seperti musim, cuaca, alat
tangkap yang digunakan dan sifat ikan yang dipengaruhi oleh pasangsurut adalah ikan
tipe peruaya atau sedentary. [Ayodhya,1981], selain itu keberhasilan usaha penangkapan
selain dipengaruhi oleh kondisi/karakteristik lingkungan perairan setempat terutama arus,
juga bergantung pada daya tangkap (fishing power), sifat mudah kena (vulnerabelity),
tingkah laku ikan dan banyak sedikitnya kelompok ikan yang menghuni daerah tersebut
serta strategi penangkapan baik waktu dan cara. [Soedibya. 2008]
C. Produksi Ikan Bukan Jaring Apong
Produksi hasil tangkapan ikan bukan jaring Apong yaitu alat tangkap Waring,
Kantong dan Ciker, dengan komposisi jenis hasil tangkapan ikan jaring Ciker yang
paling banyak adalah ikan Belanak, kemudian ikan Tenggeleng, Bojor dan Mbaleng.
Hasil tangkapan jaring Kantong dimana dengan target utama hasil tangkapan adalah
udang, hasil tangkapan ikan dengan urutan terbanyak adalah ikan Belanak. Hasil
tangkapan jaring waring dengan urutan terbanyak adalah ikan Belanak, ikan Blodog,
ikan Tenggeleng, ikan bojor dan yang paling sedikit adalah ikan Mbaleng. Dalam hal
produksi ikan alat tangkap yang beroperasi di Segara Anakan, khususnya di Sungai
Donan Cilacap, jaring apong berkontribusi paling tinggi dibandingkan dengan alat
tangkap waring, kantong dan ciker yaitu sebesar 57% sedangkan alat tangkap waring
memberikan kontribusi sebesar 20%, alat tangkap kantong sebesar 7%, dan ciker
sebesar16%. Hal tersebut menyebabkan jaring apong selain alat tangkap sangat dominan
di perairan Tritih juga merupakan alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap
ikan.
Alat tangkap yang tinggi memberikan kontribusi produksi hasil tangkapan di
Sungai Donan adalah Jaring Apong (rupiah) yaitu 49%, sedangkan jaring ciker
mempunyai kontribusi 17%, jaring kantong mempunyai kontribusi 9% dan Waring
dengan kontribusi 25%.
III. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian terdsahulu dapat disimpulkan bahwa, eksploitasi sumberdaya


perikanan pantai di kawasan Segara Anakan, khususnya di Sungai Donan, jaring apong
dengan kondisi memberikan kontribusi hasil tangkapan ikan tertinggi, dibanding kan alat
tangkap lainnya, urutan terbesar kedua adalah jaring ciker, selanjutnya jaring kantong
dan yang terakhir jaring waring.

B. SARAN

Perlu penelitian mendalam jaring ciker sebagai alat alternatif pengganti jaring
Apong.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, E. M. 1990. The Capture Fisheries of Segara Anakan. Research Institute for
Marine Fisheries. Jakarta.

Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri.
Fakultas Perikanan IPB. Bogor.

Badan Meterologi dan Geofisika Kabupaten Cilacap, T.A. 2001/2003. Jurnal Curah
Hujan. Cilacap.

Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2004. Iptek Kelautan dan Perikanan Masa Kini.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Boesono, H. 2003. Analisis Perkembangan Perikanan Tangkap Tahun 1987-2001 Akibat


Perubahan Luasan Laguna Segara Anakan Cilacap. Tesis Program pascasarjana
(tidak di publikasikan)Universitas Diponegoro. Semarang.

Direktorat Jenderal Perikanan 1997. Statistik Perikanan Indonesia Tahun 1996 Koperasi
Mina Utama. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dudley, R. 2000. Segara Anakan Fishereies Management Plan. Interim Report SACDP
Cilacap. Central Java. Indonesia.

Haryono, F.Eko Dwi; Handoko, Arif Untung. 2010. Kontribusi Jaring Apong terhadap
Produksi Ikan di Perairan Tritih, Cilacap. Laporan hasil Penelitian. Jurusan
Perikanan dan Kelautan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Marleni, H. 1994. Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Bahari untuk Kemakmuran Bangsa.


Jaringan LSM Sang Saka Merah Putih. Jakarta.

Muslih. 2010. Kontribusi Jaring Apong Terhadap Produksi Ikan Di Perairan Tritih
Cilacap. Skrpsi. Program pascasarjana Perikanan dan Kelautan (tidak di
publikasikan) Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. 68 hal.

Odum,E. P. I971. Fundamental of Ecology. Sounder and Company. Philadelphia.


Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Airlangga University Press.
Surabaya

Rusmanto, D. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I Manual FAO.
PublitBang Perikanan Badan Litbang Pertanian.
Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Sugiharto. 2005. Analisis Keberadaan dan Sebaran Komunitas Larva Pelagis Ikan Pada
Ekosistem Pelawangan Timur Segara Anakan – CilacapL. Tesis. Program
pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Tarp, T. G. and P.J. Kailola. 1981. Trawled Fishes of Southern Indonesia and North
Western Australia. The Directoratre General Fisheries of Indonesia.

Warsidi. 2003. Komposisi Jenis dan Ukuran Panjang Berat Udang Jerbung (Penaeus
merguiensis) Yang Tertangkap Alat Tangkap Jaring Apong di kawasan Segara
Anakan Cilacap. Karya Ilmiah Praktek Akhir. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Zarochman. 2003. Laju Tangkpan dan Masalah Jaring Apong di Pelawangan Timur
Laguna Segara Anakan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Semarang.

Anda mungkin juga menyukai