Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi Pasien Rawat Inap

Menurut Almatsier (2004), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi merupakan ekspresi

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Zat gizi berguna untuk

memenuhi kebutuhan tubuh, produksi kalori dan proses yang terjadi dalam tubuh

(Supariasa, 2001).

Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan dimana penderita tinggal/mondok

sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan. Rawat

inap merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap

pada sarana kesehatan yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas

perawatan dan rumah bersalin (Budiningsari, 2004).

Status gizi pasien rawat inap dipengaruhi oleh asupan makanan selama

dirawat di rumah sakit. Asupan makanan harus dapat memenuhi kebutuhan kalori

tubuh yang semakin meningkat akibat proses metabolisme yang meningkat.

Disamping itu, kebutuhan kalori pasien selama sakit akan meningkat dikarenakan

terjadinya kerusakan jaringan, dan meningkatnya pembentukan zat anti. Besarnya

kalori yang diperlukan sangat tergantung pada macam penyakit, berat penyakit, dan

lama sakit. Bila besar kalori yang dibutuhkan dihitung dengan metebolisme basal

sebagai patokan, maka diperkirakan peningkatannya 10 - 25% atau bahkan sampai

100% , terutama pada keadaan luka bakar dan trauma mayor. Misalnya saja pada

Universitas Sumatera Utara


penderita infeksi, kerusakan jaringan berat menyebabkan kenaikan kebutuhan kalori

sebesar 10% dari kebutuhan metabolisme basal. Lain halnya pada pasien demam

tinggi, kenaikan kebutuhan kalori mencapai 13% setiap kenaikan suhu tubuh 1 0C

(Suandi, 1997).

Selain asupan makanan, proses penyakit juga dapat mempengaruhi status gizi

pasien. Beberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya anoreksia nervosa

(penurunan selera makan) maupun malabsorbsi zat gizi. Malabsorbsi zat gizi

merupakan kelainan yang terjadi akibat penyerapan zat gizi yang tidak adekuat dari

usus kecil ke dalam aliran darah. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami gangguan pencernaan (gastroentritis).

2.1.1. Klasifikasi Status Gizi

Status gizi dibedakan menjadi gizi baik, gizi kurang dan gizi lebih. Gizi baik

adalah keadaan yang seimbang antara konsumsi pangan dengan kebutuhan zat gizi.

Gizi kurang (under nutrition) adalah kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau

absolut untuk periode tertentu. Gizi lebih (over nutrition) adalah kelebihan konsumsi

pangan untuk periode tertentu (Supariasa, 2001).

Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa

penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal dapat menimbulkan

gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunkan kemampuan fungsional.

Karena itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal mutlak diperlukan

sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah sesuai dengan

yang dianjurkan setiap hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan zat gizi,

diperlukan konsumsi makanan yang seimbang baik jumlah maupun kualitasnya.

Universitas Sumatera Utara


Pada orang dewasa, masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan

masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu juga

dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu pemantauan keadaan

tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan

memantau perbandingan antara berat dan tinggi badan (IMT). Penggunaan IMT

hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat

diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.

Berat Badan (kg)


IMT =
Tinggi Badan (m)x Tinggi badan (m)

Kategori ambang batas IMT untuk masyarakat Indonesia adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT


Kategori IMT
Kurus (underweight) < 18,5
Berat badan normal 18,5 – 24,9
Berat badan berlebih (overweight) 25 – 29,9
Obesitas – kelas 1 30 – 34,9
Obesitas – kelas 2 35 – 39,9
Obesitas – kelas 3 (obesitas morbid) ≥ 40,0
sumber: WHO, 2004

2.1.2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah tingkat

konsumsi dan tingkat kesehatan (penyakit infeksi) (Depkes, 2003).

1. Faktor Tingkat Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang secara langsung

berpengaruh terhadap status gizi seseorang, keluarga dan masyarakat. Untuk

mendapatkan status gizi yang baik diperlukan keseimbangan antara asupan zat gizi

Universitas Sumatera Utara


yang berasal dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Rendahnya konsumsi pangan

atau kurang seimbangnya masukan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi

mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, terjadinya

penyakit dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta

menurunnya kemampuan kerja (Marsetyo, 1991).

Menurut Marsetyo (1991), konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan,

tersedianya bahan makanan, pendidikan, dan pengetahuan gizi. Terjadinya masalah

gizi disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhan akan zat gizi yang

diperoleh dari makanan. Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang

memadai harus selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat.

Keadaan ekonomi keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumsi

pangan, terutama pada golongan miskin. Pada golongan miskin, mereka

menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan makanan. Faktor

ekonomi yang paling berperan adalah pendapatan keluarga dan harga (baik harga

pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar). Bila pendapatan keluarga

berubah maka secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan

keluarga. Pendapatan meningkat berarti peluang untuk membeli bahan pangan

dengan kuantitas dan kualitas yang baik menjadi lebih besar, namun bila pendapatan

menurun akan terjadi sebaliknya.

Pengetahuan keluarga terhadap bahan makanan yang bergizi, yang banyak

ragamnya, dan yang dapat diperoleh dengan kemampuannya akan berpengaruh baik

terhadap tingkat konsumsi pangan keluarga. Dengan demikian, maka setiap keluarga

dapat menyusun suatu hidangan makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup

Universitas Sumatera Utara


setiap harinya, sehingga kebutuhan tubuh masing- masing anggota keluarga akan zat

gizi dapat terpenuhi.

2. Faktor Tingkat Kesehatan (Penyakit infeksi)

Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan konsekuensi berupa

penyakit defisiensi. Bila kekurangan dalam batas marginal dapat menimbulkan

gangguan yang sifatnya lebih ringan atau menurunkan kemampuan fungsional

misalnya menyebabkan badan cepat merasa lelah, menurunnya prestasi kerja dan

prestasi belajar, serta menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

Pada orang sehat, absorbsi zat gizi akan berlangsung secara optimal dan

proses metabolisme tubuh pun normal. Sebaliknya pada orang sakit, akan terjadi

gangguan proses metabolisme sehingga menyebabkan malabsorbsi gizi dan

penurunan persediaan gizi dalam tubuh. Terjadinya peningkatan kebutuhan kalori

selama sakit dikarenakan terjadinya kerusakan jaringan, meningkatnya pembentukan

zat anti, dan meningkatnya metabolisme juga sangat mempengaruhi pemakaian zat

gizi dalam tubuh. Apabila orang sakit mengalami penurunan nafsu makan sehingga

asupan makanan tidak adekuat, maka kondisi ini akan memperburuk status gizi

mereka (Marsetyo, 1991).

2.2. Penilaian Status Gizi

Peran dan kedudukan penilaian status gizi adalah untuk mengetahui keadaan

gizi yaitu ada tidaknya malnutrisi pada individu atau masyarakat. Karena terjadinya

kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi, maka dengan melakukan penilaian

status gizi pada individu atau masyarakat kita akan dapat mengetahui kelainan

tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Metode penilaian status gizi dibedakan menjadi dua cara (Supariasa, 2001) :

a. Penilaian status gizi secara langsung : antropometri, biokimia, klinis dan

biofisik.

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung : secara konsumsi, statistik vital,

faktor ekologi.

2.2.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian,

yaitu (Supriasa, 2002) :

1. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan

melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur

dari jaringan.

2. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji

secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan

tubuh seperti hati dan otot.

3. Klinis

Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan

dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

kulit, mata, rambut dan organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh.

Universitas Sumatera Utara


4. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat

gizi. Berbagai jenis ukuran antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan

atas dan tebal lemak bawah kulit.

Cara penilaian status gizi adalah yang paling sering digunakan adalah metode

antropometri. Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak digunakan dalam

berbagai penelitian atau survei. Pengukuran antropometri diakui sebagai indeks yang

baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara berkembang.

Pengukuran ini merupakan cara pengukuran yang sederhana, sehingga

pelaksanaannya tidak hanya di rumah sakit atau puskesmas, tetapi dapat dilakukan di

posyandu atau rumah penduduk (Pudjiadi, 2000).

Pengukuran status gizi orang dewasa menggunakan Indeks Massa Tubuh

(IMT) . IMT merupakan hasil hitung dari berat badan (dalam kg) dibagi kuadrat

tinggi badan (dalam cm). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status

gizi orang dewasa khususnya yang berkitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan.

2.2.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei

konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Survei konsumsi makanan

dimaksudkan untuk melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Salah satu

Universitas Sumatera Utara


metode pengukuran konsumsi makanan tingkat individu atau perorangan adalah

metode penimbangan makanan (food weighing) (Supariasa, 2001).

Pada metode penimbangan makanan (food weighing), responden atau petugas

menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama satu

hari. Kemudian, jumlah makanan yang dikonsumsi sehari dianalisis dengan

menggunakan Daftar komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau Daftar Kandungan

Zat Gizi Makanan Jajanan (DKGJ). Setelah itu, hasilnya dibandingkan dengan

kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG).

2.3. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet adalah makanan ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu.

Dalam diet jenis dan banyaknya suatu makanan ditentukan (Budiyanto, 2001).

Makanan adalah bahan yang jika dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkan

paling sedikit satu macam nutrien. Nutrien adalah istilah yang dipakai secara umum

pada setiap zat yang dicerna, diserap dan digunakan untuk mendorong kelangsungan

faal tubuh (Beck, 1995). Zat-zat nutrien ini dibagi dalam dua golongan besar yakni

makronutrien (zat gizi makro) dan mikronutrien (zat gizi mikro)(Paath dkk, 2005).

Diet tinggi kalori tinggi protein adalah diet yang mengandung kalori dan

protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa

ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur dan daging,formula

komersial dan gula pasir. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu

makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari
Bahan Makanan Berat URT
Beras 300 4 ½ gls nasi
Daging 100 2 ptg sdg
Telur ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang hijau 25 2 ½ sdm
Sayuran 200 2 gls
Buah pepaya 200 2 ptg sdg
Gula pasir 25 2 ½ sdm
Minyak 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2004

Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti

yang terdapat pada Tabel 2.2. ditambahkan dengan bahan makanan seperti pada tabel

2.3.

Tabel 2.3. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang Ditambahkan pada
Makanan Biasa
Bahan Makanan TKTP I TKTP II
Berat (g) URT Berat (g) URT
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula komersial 200 1 gls 200 1 gls
Gula pasir 30 3 sdm 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2004

Menurut Almatsier (2004), ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan

tidak dianjurkan berdasarkan golongan bahan makanan dalam diet Tinggi Kalori

Tinggi Protein (TKTP). Adapun bahan makanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)
Golongan Bahan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Makanan
Sumber Karbohidrat Nasi, roti, mi, makaroni, dan
hasil olah tepung-tepungan
lain, seperti cake, tarcis,
puding, dan pastry; dodol; ubi;
karbohidrat sederhana seperti
gula pasir.

Sumber Protein Daging sapi, ayam, ikan, telur, Dimasak dengan


Hewani susu, dan hasil olah seperti banyak minyak atau
keju dan yoghurt custard dan kelapa/ santan kental
es krim

Sumber Protein Semua jenis kacang-kacangan Dimasak dengan


Nabati dan hasil olahnya, seperti tahu, banyak minyak atau
tempe, dan pindakas kelapa/ santan kental

Sayuran Semua jenis sayuran, terutama Dimasak dengan


jenis B, seperti bayam, buncis, banyak minyak atau
daun singkong, kacang kelapa/ santan kental
panjang, labu siam, dan wortel
direbus, dikukus, dan ditumis

Buah-buahan Semua jenis buah segar, buah


kaleng, buah kering, dan jus
buah

Lemak dan Minyak Minyak goreng, mentega, Santan kental


margarin, santan encer

Minuman Soft drink, madu, sirup, teh, Minuman rendah energi


kopi encer

Bumbu Bumbu tidak tajam seperti Bumbu yang tajam


bawang merah, bawang putih, seperti cabe dan merica
laos, salam, dan kecap
Sumber: Almatsier, 2004

Universitas Sumatera Utara


Dalam upaya pemenuhan zat gizi yang optimal pada pelaksanaan asuhan gizi

diperlukan keterlibatan dan kerjasama yang erat antar berbagai profesi terkait yang

bergabung dalam tim asuhan gizi. Profesi yang terlibat adalah dokter, perawat,

dietisien, dan profesi kesehatan lainnya sebagai pendukung seperti farmakolog, ahli

patologi klinik, radiologi rekam medik dan administrasi. tiap anggota tim

memberikan sumbangan spesifik sesuai dengan keahliannya yang diharapkan saling

mengisi dalam upaya memberikan asuhan gizi yang optimal. Agar efektif diperlukan

koordinasi yang baik melalui komunikasi secara teratur, baik secara tertulis melalui

rekam medik, secara lisan melalui diskusi sewaktu-waktu, atau melalui kunjungan

keliling (rounde) bersama yang dilakukan secara periodik. Tim asuhan gizi ini

dibentuk di setiap unit rawat inap (Budiningsari, 2004)

Upaya pemenuhan kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap dilakukan melalui

pelayanan gizi dengan penyediaan makanan atau diet. Bagi sejumlah pasien dengan

penyakit berat (critically ill patients) upaya pelayanan gizi tersebut tidak dapat

dilaksanakan, karena berbagai keterbatasan pada penerimaan, pencernaan, dan

penyerapan berbagai makanan (zat gizi). Untuk pasien demikian, diperlukan

pelayanan gizi dengan pemberian makan enteral (enteral feeding) atau makanan

parenteral (parenteral feeding) yang dikenal sebagai pemberian zat gizi pendukung

(nutritional support). selain itu mungkin diperlukan pemberian zat gizi pelengkap

(suplemen) dalam bentuk beraneka jenis vitamin dan mineral (Almatsier, 2004).

2.3.1. Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori

dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan

Universitas Sumatera Utara


tubuh. Selain itu, pemberian diet ini juga dimaksudkan untuk menambah berat badan

hingga mencapai berat badan normal (Almatsier, 2004).

2.3.2. Syarat Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Syarat – syarat diet tinggi kalori tinggi protein adalah menurut Almatsier

(2004) adalah sebagai berikut :

1. Kalori tinggi, yaitu 40-45 kkal/ kg BB

2. Protein tinggi, yaitu 2,0 - 2,5 g/kg BB

3. Lemak cukup, yaitu 10 – 25% dari kebutuhan kalori total

4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan kalori total

5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal

6. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna

2.3.3. Jenis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Ada dua jenis diet tinggi kalori tinggi protein yang dibedakan berdasarkan

jumlah kalori dan protein yang dikandung, yaitu (Almatsier, 2004):

1. Diet tinggi kalori tinggi protein I (2600 kkal/hari, 100 gr protein/hari)

2. Diet tinggi kalori tinggi protein II (3000 kkal/hari, 125 gr protein/hari)

Berdasarkan keadaan, pasien dapat diberikan salah satu dari dua jenis diet

tinggi kalori tinggi protein tersebut (Almatsier, 2004).

2.3.4. Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein

Diet tinggi kalori tinggi protein ini dapat diberikan kepada beberapa pasien

dengan kondisi tertentu, yaitu pasien yang Kurang Energi Protein (KEP), pasien

penyakit infeksi tertentu, pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, pasien lama

radioterapi dan kemoterapi, pasien yang terkena luka bakar, pasien yang baru sembuh

Universitas Sumatera Utara


dari penyakit dengan panas tinggi, pasien yang sedang hamil dan post partum(nifas)

dimana dalam keadaan tersebut kebutuhan akan kalori dan protein meningkat. Diet

ini diberikan dengan tujuan agar dapat mencegah, mempertahankan dan memperbaiki

jaringan tubuh yang rusak serta menambah berat badan pasien hingga mencapai berat

badan normal, untuk itu diharapkan agar pemberiannya sesuai dengan anjuran agar

mencapai hasil yang optimal (Almatsier, 2004).

2.3.4.1. Pasien Sebelum dan Sesudah Operasi

Bagi pasien yang akan menjalankan pembedahan maupun yang sudah

dilakukan pembedahan, diet merupakan faktor yang pening baik untuk mengurangi

resiko pembedahan maupun untuk mempercepat waktu rekonvalesensinya. Jika

tindakan pembedahan merupakan pengobatan kausal, maka diet merupakan

pengobatan penunjangnya (Suandi, 1997).

Pada pembedahan yang harus dilakukan secara darurat seperti pada

apendisitis akuta (radang usus buntu), hernia inkarserata (penonjolan rongga perut),

strangulasi usus (penyumbatan usus), dan sebagainya, kesempatan untuk

memperbaiki keadaan umum penderita tidak ada. Akan tetapi banyak kasus yang

dapat ditunda pembedahannya seperti bibir sumbing, tonsilektomia (amandel), dan

sebagainya. Untuk mengurangi resiko pembedahan, keadaan gizi penderita harus

diperbaiki dulu. Penderita yang sedang menderita gizi buruk atau kurang gizi maupun

obesitas mempertinggi resiko pembedahan. Pada mereka harus diberikan diet untuk

memperbaiki status gizinya. Penderita gizi kurang atau buruk harus diberi makanan

yang mengandung cukup kalori, banyak karbohidrat dan cukup protein. Jumlah

Universitas Sumatera Utara


karbohidrat yang tinggi dapat mengurangi kebutuhan protein dan memberi

kesempatan bagi hepar (hati) untuk menimbun glukosa dan glikogen.

Proses pembedahan mengakibatkan hilangnya protein tubuh yang kadang-

kadang tidak sedikit. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tubuh berusaha untuk

memenuhi kebutuhan bagi penyembuhan luka-lukanya. Pada penderita pasca bedah

harus diberi makanan yang mengandung cukup kalori dan protein. Jika jumlah kalori

yang didapati dari karbohidrat dan lemak tidak cukup, maka tubuh memakai protein

yang sudah terdapat dalam tubuh sebagai gantinya.

2.3.4.2. Pasien Baru Sembuh dari Penyakit dengan Panas Tinggi

Panas tinggi atau demam diartikan sebagai peningkatan suhu tubuh diatas

batas normal. Pada keadaan demam (diatas 37 0C), terjadi peningkatan kebutuhan

kalori sebesar 12% untuk setiap kenaikan suhu tubuh 1 0C (Suandi, 1997).

Panas tinggi merupakan gejala penting pada penyakit infeksi. Pada penyakit

infeksi kebutuhan kalori menjadi lebih tinggi untuk mengganti jaringan yang rusak,

juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan zat anti yang semakin meningkat.

Beberapa penyakit infeksi yang paling berbahaya di Indonesia antara lain: demam

berdarah, demam chikungunya, diare, filiariasis, flu burung, malaria, pneumonia,

polio, SARS, dan tuberculosis.

Menurut Satari (2004) untuk mendukung perawatan medis yang dilakukan

dokter, penderita DBD membutuhkan diet kalori dan protein tinggi serta cairan dalam

jumlah yang cukup. Pada tahap gejala awal DBD, diet ditujukan untuk menjaga dan

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Sedangkan pada tahap lanjut, terjadi mual,

nyeri perut, muntah, sakit kepala hebat, dan terjadi kebocoran plasma. Keadaan ini

Universitas Sumatera Utara


diantisipasi dengan pemberian cairan yang cukup melalui oral dan infus, serta

makanan yang berkalori dan berprotein tinggi.

Penderita penyakit infeksi akut seperti influenza, cacar air, campak, bronkitis

akut disertai kenaikan suhu tubuh membutuhkan tambahan kalori, protein, air dan

elektrolit. Protein yang cukup harus diasup guna mengimbangi kehilangan protein

yang berlebihan dikarenakan destruksi (perusakan) protein sel. Kerusakan jaringan

berat menyebabkan kenaikan kebutuhan kalori sebesar 10% dari kebutuhan

metabolisme basal.

2.3.4.3. Pasien Hamil dan Post Partum (Nifas)

Pola makan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi sumber karbohidrat,

protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Demi suksesnya kehamilan, keadaan

gizi ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik dan selama hamil harus

mendapatkan tambahan protein, mineral, vitamin dan kalori (Paath, 2005).

Tambahan kalori selama hamil diperlukan baik bagi komponen janin maupun

perubahan yang terdapat pada dirinya sendiri. Kurang lebih 27.000 kkal atau 100

kkal/hari dibutuhkan selama mengandung. Kebutuhan protein tergantung pada

kecepatan pertumbuhan janinnya. Menurut WHO tambahan protein ibu hamil adalah

0,75 gram/kg berat badan.

Periode post partum atau masa nifas pada ibu adalah masa dimana seorang ibu

yang baru melahirkan mengalami waktu penyembuhan. Untuk membantu

mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan

diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup dan

Universitas Sumatera Utara


sebagainya. Ibu nifas memproduksi 600-800 ml ASI per hari, oleh karena itu

diperlukan tambahan kalori sebanyak 500 kkal dan 20 gr protein (Paath, 2005).

2.4. Manfaat Pemberian Diet bagi Proses Penyembuhan

Pemberian diet merupakan upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien yang

dilakukan melalui pelayanan gizi rawat inap. Pelayanan gizi rawat inap adalah

serangkaian kegiatan terapi gizi medis yang dilakukan di institusi kesehatan (rumah

sakit) untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien untuk keperluan metabolisme tubuh,

peningkatan kesehatan, maupun mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka

upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Depkes, 2005).

Pelayanan gizi yang baik akan menunjang terapi selama perawatan

berlangsung. Pelayanan gizi rawat inap sering disebut juga dengan terapi gizi medik.

Terapi gizi harus disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis,

status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Terapi gizi menjadi salah satu faktor

penunjang utama penyembuhan yang harus diperhatikan. Hal ini dapat diartikan

bahwa dengan pelayanan makanan yang baik diharapkan dapat mempercepat proses

penyembuhan penyakit pasien (Depkes, 2003).

Setiap pasien yang masuk rumah sakit memiliki kondisi yang berbeda-beda.

Umumnya bagi pasien yang penyakitnya ringan, tidak banyak terkait dengan

kebiasaan makan yang salah, pelayanan gizi dilakukan dengan lebih sederhana yaitu

mengkaji status gizi, identifikasi kebutuhan gizi yang adekuat, memberikan

pendidikan gizi, misalnya dengan mensosialisasikan pedoman umum gizi seimbang

untuk pencegahan.

Universitas Sumatera Utara


Pasien yang kondisinya sedang dan berat/kompleks yang dalam pelayanannya

bukan sekedar memberikan makanan 3 kali sehari, namun harus melakukan

pengkajian konsumsi gizi. Jika diketahui bahwa pasien menderita penyakit yang

memerlukan diet untuk menunjang upaya penyembuhannya, atau jika hasil

pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien menderita penyakit yang memerlukan

perubahan makanan, maka kepadanya diberikan terapi diet (Moehyi, 1997).

Konsumsi makanan yang seimbang sesuai kebutuhan akan berpengaruh

terhadap proses penyembuhan yang cepat bagi pasien yang dirawat di rumah sakit,

sebaliknya pemberian makanan yang tidak sesuai akan memperlambat penyembuhan

pasien bahkan bisa juga berakibat fatal terhadap pasien.

Pemberian diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP) bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan kalori dan protein pasien yang semakin meningkat akibat proses penyakit.

Kalori diperlukan oleh tubuh dalam proses pertumbuhan dan

mempertahankan jaringan tubuh, dalam proses mempertahankan suhu tubuh serta

dalam proses gerakan otot. Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk

membantu proses penyembuhan luka, sintesis protein, dan sel kekebalan aktif (Made,

2007).

Rumah sakit ditujukan untuk mencapai status gizi yang baik bagi pasien,

makanan yang dikelola secara baik diharapkan dapat membantu untuk tercapainya

gizi yang baik disamping mendukung proses penyembuhan (Depkes, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,

maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Status gizi awal Diet TKTP yang Perubahan berat badan


(IMT) pasien yang diberikan rumah yang dilihat dari berat
mendapat diet sakit: badan awal dan akhir.
TKTP TKTP I

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam kerangka konsep di atas dijelaskan bahwa peneliti ingin mengetahui

status gizi pasien rawat inap yang mendapat diet TKTP yang dapat diukur melalui

indikator IMT. Setelah melakukan pengukuran, maka perubahan berat badan pasien

rawat inap dapat dilihat dari selisih berat badan awal dan akhir pasien. Selain itu,

peneliti juga ingin mengetahui jumlah kalori dan protein diet TKTP yang diberikan

oleh rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai