Anda di halaman 1dari 3

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
Pengkajian dilakukan pada tanggal 17 April 2018 pukul 10.00 WITA

di ruang Sri Krisna RSJ Bangli dengan halusinasi pendengaran. Sumber

data diperoleh dari status klien dan wawancara dengan klien. Pengkajian

ini ditemukan sebuah kasus halusinasi pendengaran pada Tn. A dengan

umur 37 tahun. Pengumpulan data tersebut diperoleh dari klien dan

perawat yang menanganinya. Alasan klien masuk RSJ Bangli yaitu klien

mengatakan sering mengamuk. Faktor predisposisi pada Tn. A yaitu klien

pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan sebelunya

kurang berhasil, ada penolakan dari lingkungan, dan memiliki pengalaman

masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu trauma fisik (klien mengalami

trauma kepala), trauma psikis (pernah dibully). Pasien di rawat sebanyak

3 kali yaitu pada 17 tahun yang lalu, pada tanggal 18 Desember 2017 dan

terakhir pada tanggal 08 April 2018. Saat ini klien kembali masuk di RSJ

Bangli dikarenakan putus obat selama ± 1 bulan.


Diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

dikarenakan data fokus pada pasien lebih cenderung pada diagnosa

tersebut. Berdasarkan pengkajian pada Tn. A secara garis besar

ditemukan data subyektif dan data obyektif yang menunjukkan

karakteristik diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran dan penglihatan pada Tn. A yang ditandai dengan data


subyektif yaitu Tn. A kemarin klien mendengar suara berisik, suara laki-

laki dan perempuan bergantian yang menjelek-jelekkan dirinya, suara itu

berkata “kamu jelek, kamu tidak berguna”. klien mengatakan suara itu

muncul ± 2 kali sehari yaitu pagi hari saat klien bangun tidur dan maghrib

dengan durasi selama ± 5 menit. Suara itu muncul saat klien sendiri dan

tidak ada aktivitas. Saat suara itu muncul klien merasa cemas dan

berusaha menghindar dan memanggil perawat. Data objektif didapatkan

pasien klien tampak mondar-mandir, mendengar suara, tampak ketakutan

saat menceritakan suara yang ia dengarkan.


Strategi Pelaksanaan yang digunakan meliputi SP1: ajarkan klien

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. SP2: ajarkan klien

mengontrol halusinasi dengan cara minum obat teratur. SP3: ajarkan klien

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap. SP4: ajarkan klien

cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas kegiatan.


Penulis melakukan tindakan komunikasi terapeutik saat

memberikan strategi pelaksanaan dari SP 1 sampai SP 4 yang

diharapkan pasien dapat melakukan dengan baik. Strategi pelaksanaan

dengan melakukan komunikasi terapeutik terdiri dari tiga fase yang

meliputi fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.


Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

S.O.A.P diantaranya sebagai berikut: S: respon subjektif klien terhadap

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, O: respon subjektif klien

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, A: analisis ulang

atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah


masih tetap dan muncul masalah baru atau ada data yang berkontradiksi

dengan masalah yang ada, P: perencanaan atau tindak lanjut

berdasarkan hasil analisis pada repon klien yang terdiri dari tindak lanjut

klien.

5.2 Saran
1. Diharapkan dapat menjadi masukan pada pelayanan keperawatan

tentang pentingnya halusinasi agar lebih meningkatkan pelayanan

keperawatan baik kepada klien, keluarga dan lingkungan dimana kita

berada.
2. Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka

menambah wawasan pengetahuan dan sebagai wadah latihan dan

pengembangan keilmuan yang diperoleh serta mengaplikasikannya

dalam mengidentifikasi klien dengan halusinasi.


3. Memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga akan pentingnya

menjauhkan klien terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan

terjadinya halusinasi dan dapat langsung mengaplikasikannya.

Anda mungkin juga menyukai