Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
PENELITIAN
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lokal
Lanjut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C.
Poetiray, Zubairi Djoerban
TINJAUAN PUSTAKA
Peran Radioprotektor pada Cidera Jaringan Normal
Akibat Radiasi
Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang
Hendrik
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang
Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila
Nuranna
LAPORAN KASUS
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus
Kanker Laring
Dian Bajora Nasution, R. Susworo
Journal of
the Indonesian Radiation Oncology Society
Radioter
Page Jakarta, ISSN
Onkol Vol. 2 Issue 1
1-43 March 2011 2086-9223
Indones
Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society
Pemimpin Umum
Soehartati A. Gondhowiardjo
Ketua Penyunting
Sri Mutya Sekarutami
Dewan Penyunting
Fielda Djuwita Harman Juniardi Gregorius Ben Prajogi
Rafiq Sulistyo Nugroho Arundito Widikusumo Elia Aditya Bani Kuncoro
Ratnawati Soediro Riana Rikanti Hakim
Desain Layout
Rafiq Sulistyo Nugroho Arundito Widikusumo Harman Juniardi
Panduan Penulisan Artikel: Artikel yang diterima dalam bentuk penelitian, tinjauan pustaka, laporan kasus,
editorial, dan komentar. Artikel diketik dengan font Times New Roman 11, spasi 1,
margin narrow, 1 kolom, maksimal 10 halaman untuk artikel pendek dan maksimal
15 halaman untuk artikel panjang. Ukuran kertas A4 (210 x 297 mm) sesuai
rekomendasi UNESCO. Judul artikel harus singkat menggambarkan isi artikel,
jumlah kata hendaknya tidak lebih dari 15 kata.
Penelitian, berisi hasil penelitian original. Format terdiri dari pendahuluan, metode
penelitian, hasil, diskusi, kesimpulan, dan daftar pustaka. Pernyataan tentang conflict
of interest dan ucapan terima kasih diperbolehkan bila akan dimuat.
Tinjauan Pustaka, berisi artikel yang membahas suatu bidang atau masalah yang baru
atau yang penting di munculkan kembali (review) berdasarkan rujukan literatur.
Format menyangkut pendahuluan, isi, dan daftar pustaka.
Laporan kasus, berisi laporan tentang kasus yang menarik untuk dipublikasikan.
Format terdiri dari pendahuluan, laporan kasus/ilustrasi kasus, diskusi,
kesimpulan/rangkuman, dan daftar pustaka.
Editorial, berisi topik-topik hangat yang perlu dibahas. Surat, berisi komentar,
pembahasan, sanggahan atau opini dari suatu artikel. Editorial dan surat diakhiri
format daftar pustaka sebagai rujukan literatur
Abstrak wajib disertakan dalam setiap artikel, ditulis dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, maksimal 200 kata. Kata kunci berjumlah minimal 3 kata. Abstrak
pada artikel penelitan harus berisi tujuan penelitian/latar belakang, metode penelitian,
hasil utama, dan kesimpulan utama. Rujukan ditulis dengan gaya Vancouver, diberi
nomor urut sesuai dengan urutan rujukan dalam teks artikel. Tabel dan gambar harus
singkat dan jelas. Gambar boleh berwarna maupun hitam-putih. Judul tabel ditulis
diatas tabel, catatan ditulis dibawah tabel. Judul gambar ditulis dibawah gambar.
*Catatan: bulan dan tanggal terbit jurnal (bila ada) dapat dituliskan setelah tahun
terbit jurnal tersebut.
2. Buku.
Penulis pribadi atau penulis sampai 6 orang:
Beyzadeoglu M, Ozyigit G, Ebruli C. Basic radiation oncology. Heidelberg
(Germany):Springer-Verlag;2010
Buku terjemahan:
van der Velde CJH, Bosman FT, Wagener DJTh, penyunting. Onkologi ed 5 direvisi
[Arjono, alih bahasa]. Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito;1999
*Catatan: penulis lebih dari 6 ditulis et al setelah penulis ke-6. Khusus bab dalam
buku harus ditulis judul bab dan halamannya.
3. Internet (web).
National Cancer Institute. Cervical cancer treatment [internet].2009 [cited 2009 Jul
13]. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdg/treatment/cervical/
healthprofessional
4. Tipe artikel jurnal yang perlu disebutkan (seperti abstrak, surat atau editorial):
Fowler JS. Novel radiotherapy schedules aid recovery of normal tissues after
treatment [editorial]. J Gastrointestin Liver Dis 2010;19(1):7-8
6. Laporan Organisasi/Instansi/Pemerintah.
Prescribing, recording, and reporting photon beam therapy (suplemen to ICRU 50).
ICRU report. Bethesda, Maryland (US): International Comission of Radiation Units
and Measurements;1999. Report No.: 62
8. Pertemuan Ilmiah.
Makalah yang dipublikasikan:
Fowler JF. Dose-rate effects in normal tissues. In: Mould RF,editor. Brachytherapy 2.
Proceedings of Brachytherapy Working Conference 5th International Selectron Users
Meeting;1988;The Hague, The Netherlands. Leersum, The Netherlands: Nucletron
International B.V.;1989.p.26-40
Alamat penerbit: Sekretariat PORI, Departemen Radioterapi Lt.3 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 10430 Tlp. (+6221) 3903306
Email: pori2000@cbn.net.id
No Rekening Bank Mandiri Cab Jakarta RSCM No. 122-0005699254 an P.O.R.I
DAFTAR ISI
Penelitian
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lanjut Lokal 1
Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C. Poetiray, Zubairi Djoerban
Tinjauan Pustaka
Peran Radioprotektor pada Cidera Jaringan Normal Akibat Radiasi 5
Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 16
Hendrik
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis 26
Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna
Laporan Kasus
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 37
Dian Bajora Nasution, R. Susworo
DAFTAR ABSTRAK
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker order to be able to perform surgery (mastectomy or breast
Payudara Lanjut Lokal conserving surgery plus irradiation).
Siti Khotimah1, Soehartati A. Gondhowiardjo2,3, Evert D.C. Methods and materials: We conduct retrospective analysis
Poetiray3, Zubairi Djoerban3,4 in 67 loccaly advance breast cancer patients undergoing
1. Sub Departemen Radioterapi Rumkital Dr. Ramelan, chemotherapy or neoadjuvant chemoradiation during period
Surabaya of 2004 – 2005. The research was being done in RSUPN Dr.
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Operability post-
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas chemoradiation or chemotherapy was analyzed using
Indonesia, Jakarta Pearson Chi-Square test.
3. Jakarta Breast Center, Jakarta Result: From 83,3% inoperable cases in chemoradiation
4. Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen group, 75% became operable. As much as 53,3% could be
Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, done by breast conserving therapy (BCT). From 86%
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta inoperable cases in chemotherapy group, 75,6% cases
became operable. Only 3,6% was able to be done by BCT.
The use of neoadjuvant therapy significantly correlated to
Abstrak: operability of advanced local breast cancer (p<0.05)
Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan mengetahui peran Conclusion: Neo adjuvant therapy can increase the
kemoradiasi neoajuvan dalam meningkatkan operabilitas operability of advanced local breast cancer. The use of
pada pasien kanker payudara (KPD) lanjut lokal inoperabel chemoradiation increase the ability to perform BCT to
sehingga dapat dilakukan operasi (mastektomi atau breast preserve the breast in advance local breast cancer patients.
conserving surgery ditambah radiasi). Key words: Chemoradiation, chemotherapy, breast cancer,
Metode dan material: Kami melakukan analisis operable
retrospektif terhadap 67 pasien KPD lanjut lokal yang
menjalani kemoterapi maupun kemoradiasi neoajuvan
selama periode tahun 2004 sampai tahun 2005. Penelitian
dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan
Jakarta. Operabilitas pasca kemoradiasi maupun pasca Normal Akibat Radiasi
kemoterapi dianalisis dengan tes Pearson Chi-Square. Rafiq Sulistyo Nugroho1, Irwan Ramli1
Hasil: Dari 83,3% kasus inoperabel pada kelompok yang 1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
dilakukan kemoradiasi, 75% kasus menjadi operabel. Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Sejumlah 53,3%-nya dapat dilakukan breast conserving Indonesia, Jakarta
therapy (BCT). Dari 86% kasus inoperabel pada kelompok
yang dilakukan kemoterapi, 75,6% kasus menjadi operabel. Abstrak:
Sedangkan hanya 3,6%-nya yang bisa dilakukan BCT. Cedera jaringan normal akibat radiasi dibagi menjadi tiga
Penggunaan terapi neoajuvan secara signifikan berhubungan menurut waktu perkembanganya yaitu immediate, early, dan
dengan operabilitas kasus KPD lokal lanjut (p<0,05). delayed. Lesi immediate dapat berupa pembentukan radikal
Kesimpulan: Pemberian terapi neoajuvan dapat bebas, terlepasnya ikatan molekul, strand breaks DNA. Lesi
meningkatkan operabilitas kasus KPD lokal lanjut. early berupa hilangnya sel epithelial yang bersifat sensitif
Penggunaan kemoradiasi meningkatkan usaha penyelamatan terhadap radiasi. Sedangkan lesi delayed dapat melibatkan
payudara dengan dilakukan BCT pada kasus KPD lokal komponen epithelial, stromal, maupun pembuluh darah.
lanjut. Tidak ada gambaran yang spesifik dari efek radiasi pada
Kata kunci: Kemoradiasi, kemoterapi, kanker payudara, jaringan sehat. Namun lesi pada stromal berupa fibrosis
operabel. merupakan lesi yang sangat khas dan dapat dijumpai pada
hampir semua organ. Radioprotektor adalah agen
farmakologi yang digunakan untuk melindungi jaringan
Abstract: normal terhadap toksisitas radiasi. Radioprotektor ini mulai
Background: The purpose of this research was exploring berkembang pada tahun 1948. Agen farmakologi yang
the role of adjuvant chemoradiation to enhance operability pertama kali ditemukan adalah cystein. Agen ini bekerja
of inoperable locally advance of breast cancer patients, in dengan cara scavenging radikal bebas dan mengurangi
kerusakan DNA akibat radikal bebas. Saat ini telah Penggunaan Bifosfonat pada Kanker
berkembang bermacam macam radioprotektor. Agen Metastasis Tulang
radioprotektor yang kita kenal saat ini diklasifikasikan Hendrik1
menjadi tiga kategori berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu 1. Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
proteksi (scavenging radikal bebas), mitigation
(meminimalkan kerusakan dengan cara menstimulasi
Abstrak:
proliferasi), dan terapi (menghambat rilis mediator inflamasi
Bisfosfonat secara dramatis telah merubah penatalaksanaan
atau menekan pertumbuhan flora). Kelompok protektor
penyakit tulang metastasis dengan mencegah terjadinya
antara lain amifostine, selenium, zinc, superoxide
komplikasi pada tulang yang berhubungan dengan penyakit-
dismuthase, melatonin. Kelompok mitigation antara lain
penyakit kanker melalui penghambatan proses resorpsi
palifermin, rHu EGF, GM CSF, pravastatin. Kelompok
tulang yang termediasi osteoklas. Penggunaan dan jenis
terapi antara lain sukralfat, benzydamine, thalidomite,
bisfosfonat makin berkembang pesat bahkan pada saat ini
curcumin, iseganan, balsalzine, escelentoside, dan
data dari studi klinis mutakhir menunjukkan bahwa
glutamine. Radioprotektor yang telah terbukti bermanfaat
bisfosfonat dapat digunakan pada penderita Cancer
adalah amifostine, selenium, zinc, palifermin, rHu EGF,
Treatment Induced Bone Loss (CTIBL). Struktur kimia
benzydamine, dan balsalazine.
bisfosfonat sangat stabil, terdiri dari 2 kelompok gugus
Kata kunci: Toksisitas radiasi, jaringan normal,
fosfat yang mengapit dan/terikat pada atom karbon (“C”-
radioprotektor
central) dan dapat mengikat 2 buah gugus lainnya (pada
posisi R1 dan R2), yang selanjutnya berfungsi untuk
Abstract: meningkatkan kekuatan afinitas senyawa bisfosfonat-nya
Effect of ionizing radiation to normal tisue classified in 3 terhadap kristal-kristal hydroxyapatit tulang dan juga
categories according to time of development reaction : berperan dalam menghambat terjadinya proses resorpsi
immediate, early and delayed. Immediate lession consist of tulang. Bisfosfonat memiliki beberapa mekanisme aksi
development free radicals, the destruction of molecular berupa antitumor, apoptosis, anti-angiogenik, menghambat
binding, and strand breaks of DNA Early lession include proses adhesi dan invasi sel tumor pada matriks tulang, dan
disappearnce of epithel wihch is sensitive to ionizing anti pengeroposan tulang. Pilihan cara pemberian
radiation. Delayed lession involved component of epithelial, bisfosfonat harus menyesuaikan pada penentuan tujuan dan
stromal, and vascular. There are no spesific features effect perhatian khusus pemberiannya, serta efek-efek samping
of ionizing Radiation in normal tissue. However lesion in obat yang dapat ditimbulkannya.
stromal in term of fibrosis is a very spesific and can be Kata kunci: Bisfosfonat, resorpsi, kanker
found in every organ. Radioprotector is pharmacologic
agent to protect normal tissue against toxicity of ionizing
Abstract:
radiation. Radioprotector started to developed in 1948.
Bisphosphanate had dramatically changed the management
Cystein is first radioprotector founded. This agent act as
of metastatic bone disease to prevent cancer-related skeletal
scavening free radical and decrease damage of DNA. To
complications by the inhibitions to osteoclast-mediated bone
day there are many radioprotector use in Radiotherapy,
resorption process. The uses and types of bisphosphonates
classified in 3 Categories in terms of protection (Sscavening
currently were developing even the current clinical study
free radicals), mitigation (to minimize destruction by
showed that bisphosphonates had an eficacy on Cancer
stimulating cell proliferation), and treatment (inhibit the
Treatment Induced Bone Loss (CTIBL). The
releasing inflamation mediator to supress growth of normal
bisphosphonate’s chemical structure was stable, consist of 2
flora). The protector group include amifostin, selenium,
phosphate groups that were linked to the carbon (“C”-
zinc, superoxide dismutase, and melatonine. Mitigation
central) and able to bind 2 other groups, thereby had a
group include Palifermine, rHU EGF, GM CSF,
potency to increase its afinities to the bone hydroxyapatit
pravastatin. The treatment group include sukralfat,
crystals and also to inhibit the bone resorption process.
benzydamine, thalidomite, curcumin, iseganan, balsazine,
Bisphosphonate had some mechanisms of action such as
escelentoside ang Glutamine. Radioprotector proved to be
antitumor effects, apoptosis, antiangiogenic effects,
usefull are: Amifostine, selnium, zinc, palifermin, rHU EGF,
inhibition of tumor cell adhession and invasion of the
Benzydamine and balsalazine.
extracelluler bone matrix, and anti bone-loss effects. The
Key words: Radiation toxicity, normal tissue, radioprotector
choice of administration route of bisphosphonate should be
adjusted to the aim of dosing of bisphosphonates, its special
concern and adverse event drugs.
Key words: Bisphosphonate, resorption, cancer have surgery. Endometrial applicators provide a better
homogeneous irradiation of the endometrial cavity and
uterine walls.
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien Key words: endometrial cancer, radiation therapy, external
beam irradiation, intracavitary brachytherapy
yang Menolak Operasi atau Secara Klinis
Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat1, Nana Supriana1, Gatot Purwoto2, Laila
Nuranna2 Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Kasus Kanker Laring
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Dian Bajora Nasution1, R. Susworo
Indonesia, Jakarta 1. Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
2. Divisi Onkologi Departemen Obstetri & Ginekologi Sumatera Utara, RSUP Adam Malik, Medan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran 2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
Universitas Indonesia, Jakarta Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Abstrak:
Penatalaksanaan standar dari kanker endometrium adalah Abstrak:
histerektomi abdominal total dengan salfingo-ooforektomi Kanker pada kehamilan merupakan kasus jarang, namun
bilateral (TAH/BSO) dengan atau tanpa biopsi kelenjar adanya penderita kanker saat masa reproduksi meningkatkan
getah bening pelvis. Radiasi eksterna dan/atau brakiterapi kemungkinan adanya kasus kanker dengan kehamilan.
merupakan komponen utama pada terapi ajuvan pascabedah. Penentuan terapi radiasi dengan dosis tinggi pada kasus-
Radioterapi definitif yang terdiri dari radiasi eksterna dan kasus kanker dengan kehamilan seyogyanya memperhatikan
brakiterapi intrakaviter harus dipertimbangkan pada pasien dosis yang akan diterima oleh janin. Disamping itu
yang menolak tindakan pembedahan atau secara klinis tidak perencanaan radiasi diharapkan mengurangi paparan dosis
bisa dioperasi. Aplikator endometrial dapat memberikan pada janin selama radiasi. Dilaporkan kasus kanker laring
radiasi yang lebih homogen pada rongga endometrium dan dengan kehamilan yang memperoleh radiasi pada daerah
dinding uterus. kepala-leher.
Kata kunci: kanker endometrium, radioterapi, radiasi Kata kunci: radiasi, kanker, kehamilan, janin
eksterna, brakhiterapi intrakaviter
Abstract:
Abstract: Cancer in pregnancy is a rare case, but the existence of
The standard management of endometrial cancer is a total cancer patients during the reproductive period increases the
abdominal hysterectomy with bilateral salpingo- likelihood of cancer cases with pregnancy. Determination of
oophorectomy (TAH/BSO) with or without removal of pelvic high-dose radiation therapy in cancer cases with pregnancy
lymph nodes. External beam radiation therapy (EBRT) should pay attention to the doses received by the fetus.
and/or brachytherapy are integral components in Besides, plans are expected to reduce the radiation exposure
postoperative adjuvant therapy of selected patients. of radiation dose to the fetus. Reported a case of laryngeal
Definitive radical radiation therapy comprising external cancer with radiation to obtain pregnancies in the head-
beam irradiation and intracavitary brachytherapy should be neck region.
offered to patients who are clinically inoperable or refuse to Key words: irradiation, cancer, pregnancy, fetus
Penelitian
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lanjut
Lokal
Siti Khotimah1, Soehartati A. Gondhowiardjo2,3, Evert D.C. Poetiray3, Zubairi Djoerban3,4
1. Sub Departemen Radioterapi Rumkital Dr. Ramelan, Surabaya
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
3. Jakarta Breast Center, Jakarta
4. Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Alamat Korespondensi: Background: The purpose of this research was exploring the role of adjuvant
Dr. Siti Khotimah, SpRad (K) Onk chemoradiation to enhance operability of inoperable locally advance of breast
Rad cancer patients, in order to be able to perform surgery (mastectomy or breast
Sub Departemen Radioterapi conserving surgery plus irradiation).
Rumkital Dr. Ramelan, Surabaya Methods and materials: We conduct retrospective analysis in 67 loccaly advance
Jl. Gadung No. 1 Surabaya 60244 breast cancer patients undergoing chemotherapy or neoadjuvant chemoradiation
Email: khotimahhamid@yahoo.com during period of 2004 – 2005. The research was being done in RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Operability post-chemoradiation or chemotherapy was
analyzed using Pearson Chi-Square test.
Result: From 83,3% inoperable cases in chemoradiation group, 75% became
operable. As much as 53,3% could be done by breast conserving therapy (BCT).
From 86% inoperable cases in chemotherapy group, 75,6% cases became
operable. Only 3,6% was able to be done by BCT. The use of neoadjuvant
therapy significantly correlated to operability of advanced local breast cancer
(p<0.05)
Conclusion: Neo adjuvant therapy can increase the operability of advanced local
breast cancer. The use of chemoradiation increase the ability to perform BCT to
preserve the breast in advance local breast cancer patients.
Key words: Chemoradiation, chemotherapy, breast cancer, operable
yang telah diterapi dengan paclitaxel perminggu (83%) menjadi operabel, dan 3 dari 10 kasus secara
konkuren dengan radiasi adalah 34% berlawanan klinik tidak ditemukan tumor lagi sehingga cukup
dengan penggunaan kemoterapi neoajuvan saja dimana dilakukan BCT.14
angka respon komplit patologik umumnya terbatas 10-
15%. Angka respon komplit patologik antara
penggunaan paclitaxel tiap minggu lebih tinggi dari Kesimpulan
tiap 3 minggu (28% vs 15%).10 Skinner KA dkk,
melakukan kombinasi preoperasi paclitaxel konkuren Penggunaan terapi neoajuvan, terutama
dengan radiasi pada 28 pasien KPD lanjut lokal. kemoradiasi neoajuvan dapat meningkatkan
Penggunaan kemoradiasi tersebut efektif dalam operabilitas pasien KPD lanjut lokal yang inoperabel,
menurunkan ukuran tumor pada pasien T3 dan T4. dan dapat meningkatkan penyelamatan payudara
Sebanyak 89% pasien mempunyai respon klinis pasien dengan dilakukan BCT. Kemoradiasi neoajuvan
obyektif dan semua pasien dapat direseksi dengan tepi dapat menghasilkan konsep baru dalam peningkatan
sayatan bebas tumor. Dari 27 pasien yang dapat BCT pada kasus KPD lanjut lokal. Pemilihan
dioperasi, 2 pasien dengan BCS, dan 25 pasien dengan paclitaxel yang diberikan konkuren radiasi merupakan
MRM. Sebanyak 33% tanpa residu atau minimal kemoterapi yang rasional sebagai sensitizer sehingga
residu secara mikroskopis. Toksisitas akut kemoradiasi dapat meningkatkan efek radiasi. Penelitian kami
terbatas. Hasil ini lebih baik dari penggunaan mempunyai kekurangan dengan tidak menganalisis
neoajuvan lainnya.6 Hasil yang setara juga terdapat efek samping kemoradiasi karena keterbatasan
pada penelitian pendahuluan oleh Gondhowiardjo SA kelengkapan data pasien terutama efek samping
dkk tahun 2000, dimana kasus KPD lanjut lokal yang pascaoperasi, namun dari berbagai penelitian terdahulu
diberikan paclitaxel menunjukkan hasil yang sangat dilaporkan efek samping yang dapat ditoleransi baik
menjanjikan dengan didapatkan 10 dari 12 kasus saat pemberian kemoradiasi maupun pascaoperasi.
Daftar Pustaka
Tinjauan Pustaka
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat
Radiasi
Rafiq Sulistyo Nugroho1, Irwan Ramli1
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Alamat Korespondensi: Effect of ionizing radiation to normal tisue classified in 3 categories according
Dr. Rafiq Sulistyo Nugroho to time of development reaction : immediate, early and delayed. Immediate
Departemen Radioterapi RSUPN lession consist of development free radicals, the destruction of molecular
Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas binding, and strand breaks of DNA Early lession include disappearnce of
Kedokteran Universitas Indonesia, epithel wihch is sensitive to ionizing radiation. Delayed lession involved
Jakarta component of epithelial, stromal, and vascular. There are no spesific features
Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat effect of ionizing Radiation in normal tissue. However lesion in stromal in term
Email: nugroho83dr@gmail.com of fibrosis is a very spesific and can be found in every organ. Radioprotector
is pharmacologic agent to protect normal tissue against toxicity of ionizing
radiation. Radioprotector started to developed in 1948. Cystein is first
radioprotector founded. This agent act as scavening free radical and decrease
damage of DNA. To day there are many radioprotector use in Radiotherapy,
classified in 3 Categories in terms of protection (scavening free radicals),
mitigation (to minimize destruction by stimulating cell proliferation), and
treatment (inhibit the releasing inflamation mediator to supress growth of
normal flora). The protector group include amifostine, selenium, zinc,
superoxide dismutase, and melatonine. Mitigation group include Palifermine,
rHU EGF, GM CSF, pravastatin. The treatment group include sukralfat,
benzydamine, thalidomite, curcumin, iseganan, balsazine, escelentoside ang
Glutamine. Radioprotector proved to be usefull are: Amifostine, selnium, zinc,
palifermin, rHU EGF, Benzydamine and balsalazine.
Key words: Radiation toxicity, normal tissue, radioprotector
Lesi Early. Secara morfologi dan klinis, lesi kelenjar, dan permukaan epitelial tanpa sugestif
yang muncul pada periode ini disebut akut atau neoplasia. Atipia ini dapat terjadi pada epidermis,
subakut. Contoh paling baik adalah saluran mukosa skuamosa, bronkus, alveoli paru, kelenjar
pencernaan, sumsum tulang, dan testis. Lesi ini paling saliva, endometrium, urothelium, kelenjar payudara,
baik dilihat dalam hitungan hari. Pada mukosa saluran dan prostat. Displasia adalah abnormal, maturasi sel
pencernaan (usus halus) terjadi nekrosis progresif dan preneoplastik. Terdapat perubahan maturasi yang
hilangnya sel epithelial tanpa vili. Setelah total body terdisorganisasi dan menyebabkan perubahan
irradiation, cedera mencapai maksimum dalam kira- arsitektur. Displasia harus dicurigai sebagai lesi
kira 7 hari. Penurunan sel hemopoetik pada sumsum premalignant. Neoplasma yang disebabkan oleh radiasi
tulang disebabkan oleh nekrosis sel progenitor dari tiga hampir semua muncul pada area radiasi. Radiation
sel progenitor utama dan migrasi dari sumsum tulang induce neoplasms membutuhkan waktu sedikitnya 2
elemen matur. Pada testis juga dapat terjadi nekrosis tahun untuk leukemia dan 5 tahun atau lebih untuk
spermatogonia tipe B dan spermatosit, sel yang paling tumor padat. Morfologi dari neoplasma ini tidak
radiosensitif, menjadi maksimal dalam 5 jam hingga berbeda dengan neoplasma yang tidak bergantung
20 hari setelah paparan. Hal ini dapat menyebabkan radiasi. Maka, tidak ada neoplasma yang didiagnosis
depopulasi tubulus seminiferus dan oligospermia karena radiasi berdasarkan penampilan gross maupun
dalam beberapa minggu setelah paparan. Efek early mikroskopis. Neoplasma yang terjadi hanya tipe
juga dapat terjadi pada traktus respiratorius, kelenjar tertentu saja seperti tiroid yang paling sering tipe
saliva, dan kulit.2 papiler sedangkan leukemia bersifat granulositik.2
Lesi Delayed. Lesi mempunyai pola morfologi
yang repetitive dari organ ke organ lainnya. Sehingga, Lesi stromal
deskripsi lesi ini tidak hanya pada organ tekait tetapi Lesi stromal merupakan lesi yang paling
termasuk kompartemen seperti epitel, stromal, dan mudah diketahui oleh ahli patologi sebagai radiation
vaskuler.2 Macam-macam lesi delayed antara lain: induced karena sangat khas. Fibrosis merupakan
manifestasi lesi delayed paling sering ditemui. Fibrosis
Lesi epitelial ini ditemukan hampir pada semua jaringan dan organ
Atrofi. Lesi epitelial dan parenkimal paling dan tergantung waktu dan dosis namun luas dan
sering disebabkan oleh atrofi yang dapat terjadi pada derajatnya bervariasi dari lokasi ke lokasi yang
epitel yang melapisi gastrointestinal, respirasi, lainnya. Ciri khas fibrosis adalah tidak homogen,
urinarius, kelenjar saliva, pankreas, mammae, dan beberapa area tampak lebih banyak mengandung
jaringan kulit. Atrofi ini disebabkan oleh kehilangan kolagen sedangkan area yang lain hanya sedikit
yang progresif karena nekrosis, apoptosis, atau fibrosisnya. Fibrosis ini tidak dapat terjadi pada SSP
senescence yang dipercepat. Sering ditemukan bahwa (terjadi gliosis), sumsum tulang hematopoetik
hilangnya sel diganti dengan sel yang lain yang lebih (penggantian dengan jaringan lemak) kecuali jika
tipis sebagai mekanisme kompensasi. Atrofi yang terdapat neoplasma atau lesi inflamasi yang muncul
bersifat berat terjadi pada epidermis dan kelenjar sebelum paparan radiasi. Cedera oleh radiasi pada
sebasea, epitel saluran cerna, urotelium, kelenjar tulang paling banyak menyebabkan nekrosis daripada
saliva, dan sel germinal di testis. Atrofi yang bersifat fibrosis. Pada kelenjar getah bening juga hanya terjadi
sedang terjadi pada epitel saluran nafas atas dan fibrosis apabila terdapat metastasis sebelumnya karena
traktus saluran cerna, paru, dan ginjal. Atrofi yang hanya sedikit jaringan ikat pada kelenjar getah bening.
bersifat ringan terjadi pada kelenjar endokrin. Atrofi Fibrosis tidak hanya menjadi tanda cedera akibat
ini tidak pernah seragam walaupun dalam organ yang radiasi namun juga dapat menyebabkan kerusakan
menerima dosis yang sama.2 organ lainnya seperti retraksi kulit, stenosis esofagus,
Nekrosis. Delayed nekrosis tidak muncul intestinal, atau urinarius dengan obstruksi, fibrosis
pada semua jaringan. Nekrosis fokal ditemukan pada myocardial difus dengan kegagalan jantung kiri,
epitel yang melapisi organ yang bervariasi meliputi pericardial restrictive disease, dan fibrosis paru
kulit, saluran cerna atas, traktus respiratorius, traktus interstitial dengan penurunan fungsi paru. Fibrosis ini
intestinal, traktus urinarius, dan genetalia. Delayed disebabkan oleh karena iskemia karena defisiensi
nekrosis dapat dilihat dengan jelas pada sistem syaraf vaskuler dan juga karena peningkatan TGF-β (suatu
pusat, terutama pada white matter hemisfer serebri sitokin fibrogenik). Eksudat fibrinous pada stroma
atau pada sumsum tulang belakang. Radionekrosis terlihat spesifik hampir pada semua cedera delayed.
pada sistem syaraf pusat (SSP), memperlihatkan tipe Eksudat ini disebabkan oleh perubahan fungsi
koagulatif, disebabkan oleh kerusakan mikrovaskuler pembuluh darah kecil dan sel endotelial.2
dengan iskemia.2 Atypical fibroblast (radiation fibroblast),
Metaplasia. Metaplasia (penggantian jaringan merupakan gambaran yang sangat khas untuk lesi
matur dengan jaringan lain) terjadi pada beberapa delayed. Keadaan ini terjadi predominan pada
organ seperti kelenjar prostat dan payudara. Atipia submukosa saluran nafas atas, semua traktus
yaitu distorsi (sering pembesaran) dari sitoplasma dan gastrointestinalis, saluran kencing bagian bawah, dan
hiperkromasia nukleus yang terjadi pada duktus, genetalia terutama pada dinding organ yang terdapat
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 8
banyak bakteri. Sehingga hal ini tidak hanya Tinjauan Tentang Radioprotektor
disebabkan oleh radiasi saja tetapi karena produk
bakteri atau leukosit. Sedangkan pada jantung, hepar, Sejarah Radioprotektor
atau ginjal jarang terjadi.2
Agen yang paling sederhana dari kelompok
Lesi vaskuler. sulfhydryl (true radioprotector) adalah cysteine yang
Lesi pada vaskuler ini merupakan efek paling ditemukan oleh Patt pada tahun 1948. Pada waktu
sering terjadi pada jaringan normal. Perubahan kapiler yang bersamaan, Bacq beserta koleganya menemukan
dan arteriol merupakan gambaran patologi kerusakan cysteamine yang kedua agen ini dapat memproteksi
delayed yang menyebabkan efek lainnya seperti atrofi hewan dari efek total body irradiation. Agen golongan
dan fibrosis organ. Pembuluh kapiler dan sinusoid ini bekerja dengan cara scavenging radikal bebas dan
merupakan pembuluh terkecil dan yang paling mengurangi kerusakan pada DNA akibat radikal bebas.
radiosensitif. Hal ini terkait dengan sensitivitas sel Agen ini paling efektif pada radiasi energy transfer
endotel yang paling penting pada dinding kapiler. (LET) rendah dibandingkan pada yang tinggi. Dengan
Keadaan ini dapat kita lihat pada kulit atau mukosa pemberian kedua agen ini, kita kenal dose-reduction
sebagai telangiaktasia yang dapat menyebabkan factor (DRF) yaitu perbandingan antara dosis radiasi
perdarahan, irregularitas, asimetri kapiler dan dinding pada kondisi adanya obat dengan tanpa obat untuk
sinusoid, pembesaran dan atau hiperkromasia sel menghasilkan mortality rate yang sama.6
endotel nuclei dan trombosis. Pada pembuluh darah Selain dapat menurunkan NTCP,
kecil, yang mempunyai dinding muskuler, dapat radioprotector juga dapat bersifat menurunkan TCP
terhindar dari ruptur dan dapat terjadi fibrosis. dan mempunyai toksisitas intrinsik. Jadi meskipun
Pada pembuluh darah medium dapat terjadi radioprotektor menurunkan toksisitas yang bermakna,
aterosklerosis spontan. Sedangkan pada pembuluh agen kimia yang dapat menyebabkan toksisitas
darah besar tampak lebih jarang terkena mungkin signifikan tidak dapat diberikan. Cysteine juga
karena proteksi dindingnya yang tebal. Aterosklerosis mempunyai efek toksis pada dosis radioprotektor
dapat juga terjadi walaupun sulit dibedakan dengan seperti mual dan muntah. Penelitian oleh The Walter
penyebab yang lain. Dapat juga terjadi proliferasi Reed Army Research Institute (Angkatan Bersenjata
myointimal, trombosis dan ruptur pada pembuluh Amerika Serikat) menunjukkan bahwa efek toksis
darah besar. Ruptur pembuluh darah dapat terjadi cysteamine dapat diminimalkan dengan memberikan
walaupun sangat jarang biasanya ditemukan pada fosfat (seperti pada cytapos dan amifostine) sehingga
arteri karotis, aorta, dan arteri femoralis. Sedangkan meningkatkan efek protektif. Amifostine (WR-2721)
pada pembuluh darah vena jarang dapat terdeteksi ini memiliki DRF 1,8/2,7 untuk
dibandingkan pada arteri. Pada hepar, radiasi gastrointestinal/hematopoietik dan digunakan astronot
menyebabkan cedera vena lebih banyak daripada dalam perjalanannya ke bulan.6,8 Agen radioprotektor
arteri.2 yang kita kenal saat ini diklasifikasikan menjadi tiga
kategori berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu
Dosis Toleransi proteksi, mitigation, dan terapi.5
Ekspresi cedera akibat radiasi diatas
tergantung dosis yang diberikan oleh karena itu Proteksi
seorang spesialis onkologi radiasi harus waspada
terhadap dosis dan dosis fraksinasi. Tidak adanya dosis Amifostine
toleransi yang eksak untuk organ tertentu sehingga Sifat sitotoksik radiasi pengion dihasilkan dari
dosis toleransi ini menggunakan rentang dosis. Konsep terbentuknya radikal bebas yang menyebabkan DNA
popular saat ini adalah menggunakan dosis toleransi strand breaks dan kematian mitotic. Radioprotektor
TD5/5 atau TD50/5 yaitu dosis radiasi diharapkan yang bekerja melalui mekanisme scavenging radikal
menghasilkan komplikasi secara klinik sebesar 5% bebas disebut kategori proteksi. Radioprotektor ini
atau 50% dalam waktu 5 tahun. Hal ini berlaku apabila bekerja pada saat terbentuknya radikal bebas atau pada
kita menggunakan besar dosis yang baku 200 cGy saat immediate. Amifostin, radioprotektor pertama
perhari 5 hari perminggu dari sumber radiasi yang pada golongan ini, merupakan prodrug mengandung
standar. Tidak hanya itu, volume organ yang terlibat thiol yang diakumulasikan pada ginjal dan kelenjar
merupakan variabel yang mempengaruhi komplikasi. saliva. Amifostine memerlukan defosforilasi dengan
Kondisi lain yang harus diperhitungkan antara lain enzim alkali fosfatase menjadi bentuk aktif thiol.
kondisi umum pasien, terapi pendamping lainnya.2 Amifostine ini bekerja melalui beberapa mekanisme
Dosis toleransi dapat dilihat pada tabel 1.5 yaitu: 1. Scavenging radikal bebas7,
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 9
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)
Tabel 1. Dosis toleransi dan nilai α/β ratio untuk kerusakan organ akut dan lanjut pada manusia
Organ Endpoint Time to α/β Tolerance Organ Endpoint Time to α/β Tolerance
Manifestation Ratio dose for Manifestation Ratio dose for
(Gy) total (Gy) total
volume volume
Cartilage, Growth arrest Next growth 6 20 Urinary bladder Cystitis During RT 10 20-35
growing spurt Shrinkage, Years-decades 5-10 50
ulceration Months-years
Urethra Stricture 60-70
Cartilage, Necrosis Months-year 70 Larynx Oedema During RT 45
adult Chronic Months 2-4 70
oedema,
necrosis
Bone, adult Osteoradionecrosis Years-decades 60 Mandible Lung Pneumonitis 2-6 weeks 5 12-14
40-50 Pneumonitis 4-6 weeks 5 45
Fibrosis 6 months-2 4
years
Connective Fibrosis 9 months- 2 60 Testis Permanent Weeks- 1.5
tissue years sterility months
Cappilaries Capillary 6 months- 3 60 Ovary Permanent Weeks- 2.5
changes/loss years sterility months
Large vessel Wall changes, Years 70 Uterus Atrophy Months-years 100
stenosis
Heart ECG-changes, During RT 20 Vagina Mucositis During RT 30
arytmia Ulcer, fibrosis Months-years 50
Cardiomyopathy Months-years 3 40
(pericarditis)
Skin Erythema During RT 9-10 Breast, child Growth arrest At puberty 10
Dry During RT 10 40 (100
radiodermatitis cm2)
Moist During RT 10 60 (100
radiodermatitis cm2)
Gangrene, ulcer 3 55 (100
cm2)
Hair follicle Hair loss During RT (4th 7 40 Breast, adult Fibrosis/atrophy Years 2-3 60
week)
Sebaceous Dry skin During RT 12 Adrenal glands Loos of Months-years 90
gland (2nd week) function
Perspiratory Dry skin, loss of During RT (4th 30-40 Pituitary glands Growth Months-years 18-24
glands transpiration week) hormone deficit
Oral mucosa Ulcerative During RT 10 20 Cerebrum, child Somnolence During-post 24
mucositis (2nd to 3rd 60-70 syndrome RT
Atrophy/fibrosis week)
Salivary Transient loss of During RT 10-20 Cerebrum, adult Necrosis Months-years 55
glands function – (2nd week)
xerostomia
Permanent loss of Continous 3 25
function – development
xerostomia from early
response
Oesophagus Dysphagia 40-45 Spinal cord Lhermitte Weeks-years 35
Ulcer-fistula During RT- 55 syndrome
months
Stomach Atony During RT 20 Cervical/thoracic Radiation 6 months-2 2 55
Ulcer Months 4 50 myelopathy years
Small Malabsorbsi During RT 8 30 Thoracic/lumbar Radiation 6 months-2 2 55
intestine Ulcer/obstruction Months 4 40 myelopathy years
Large Diarrhoea, pain During-post 10-20 Peripheral Functional Months-years 60
intestine RT nerves impairement
Ulcer/obstruction Months-years 45
Rectum Proctitis During RT 50 Eye lens Cataract Months-years 1-2 5
Chronic Months-years 5 60
inflammation,
ulcer
Liver Veno-occlusive 2-3 weeks 30 Lachrymal Dry eye, Weeks- 3 40
disease system ulceration months
Fibrosis Months-years 1 Retina Retinopathy Weeks- 45
months
Biliary tract Stenosis/stricture Months-years Optic nerve Neuropathy Months-years 2 55
Pancreas Fibrosis Months-years 50-60 Chiasma Loos of vision Months-years 2 55
opticum
Kidney Nephropathy 9 months- 2 20 Conjuctiva Kerato- During-post 50
years conjuctivitis RT
Ureter Stricture 2 years 60-70 Ear Serous otitis During-post 30
RT
Inner ear injury During RT 30
Plus months
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 10
2. donasi atom hydrogen, 3. Induksi hipoksia berdasarkan penilaian dokter terhadap disfagia, tidak
intraseluler dengan autooxidasi, 4. Induksi mnSOD2.8,9 berbeda bermakna diantara kelompok.17,18 Meta-
Pada penelitian fase III dengan 303 pasien analisis yang dilakukan oleh Mell dkk menunjukkan
mendapatkan post operasi (50-60 Gy) maupun radiasi bahwa pemberian amifostine pada pasien kanker paru
definitif (66-70 Gy). Kriteria inklusi penelitian ini bukan sel kecil yang menjalani radiasi dengan maupun
adalah kedua parotis (volume >75%) mendapatkan tanpa kemoterapi tidak mempengaruhi respon tumor
radiasi. Amifostine yang diberikan sebesar 200 dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan
mg/m2/hari 15-30 menit sebelum radiasi. Insiden bahwa amifostine tidak memproteksi tumor terhadap
xerostomia grade 2 keatas 1 tahun pasca radiasi radiasi.19 Keadaan ini disebabkan oleh karena
sebesar 34% dibandingkan 56% pada yang tidak kecepatan masuknya amifostine kedalam tumor,
mendapatkan amifostine (p=0.002). Produksi saliva oksigenasi relatif, pH, kadar alkali fosfatase pada
unstimulated > 0.1 g lebih besar pada yang mendapat tumor lebih rendah dibandingkan jaringan sehat.
amifostine (72% vs 49%, p=0.003). Dua tahun setelah Sehingga sebaiknya radiasi dimulai tidak lebih dari 15
radiasi keuntungan pemberian amifostine menurun menit setelah pemberian amifostine.20
menjadi 19% vs 36%, p=0.05. Toksisitas berat akibat Beberapa peneliti berpendapat bahwa
amifostine muncul < 10% pasien yaitu mual, muntah, amifostine dapat menurunkan kesintasan akibat dari
dan hipotensi transien. Seperlima pasien tidak proteksi tumor. Namun penelitian meta-analisis
melanjutkan amifostine karena toksisitasnya.10 Dengan menunjukkan bahwa tidak ada bukti amifostine
dosis amifostine yang sama, Buentzel dkk gagal melemahkan efek radiasi. US-FDA menyetujui
menunjukkan efek protektif pada pasien kanker kepala penggunaan amifostine untuk xerostomia dengan
leher yang mendapat kemoradiasi. Hal ini mungkin radioterapi saja pada kanker kepala leher yang
disebabkan oleh dosis yang tidak adekuat.11 Anne dkk menempatkan kelenjar parotis sebagai organ at risk.
menunjukkan bahwa efektivitas amifostine subkutan Pada kondisi kemoradiasi, amifostine disarankan
dibandingkan intravena sama-sama menurunkan penggunaannya namun belum mempunyai bukti level.
insiden xerostomia akut, namun respon berupa late Penggunaan amifostine pada IMRT masih belum
xerostomia adalah intermediate antara amifostine diketahui. Namun proteksi amifostine terhadap
intravena dan tanpa amifostine.12 Pemberian secara kelenjar saliva pada radiasi kanker kepala leher teknik
subkutan menurunkan insiden nausea, muntah, dan konvensional memiliki efektivitas yang setara dengan
hipotensi namun meningkatkan toksisitas kulit seperti IMRT apabila dosis rata-rata yang diterima kelenjar
eritema multiformis, sindroma steven johnson, dan parotis < 40,6 Gy.21
nekrolisis epidermal toksis (13% pada penelitian ini Meta-analisis terhadap 14 randomized control
atau 6-9/10.000).12,13 Namun dengan peningkatan trial (RCT) yang melibatkan 1.451 pasien yang
kewaspadaan dokter, tata laksana yang sesuai, monitor membandingkan antara RT dan RT plus amifostine
sebelum pemberian amifostine, intervensi dini atau pada terapi kanker. Hasil penelitian ini adalah
diskontinyu pemberian amifostine bila reaksi yang amifostine secara bermakna menurunkan resiko
tidak berada pada lokasi injeksi dapat menurunkan mukositis (odds ratio [OR], 0.37; 95%[CI], 0.29–0.48;
reaksi kulit dan meningkatkan keamanan amifostine.14 p < 0.00001), esophagitis (OR, 0.38; CI, 0.26–0.54; p
Penelitian pada kanker serviks menunjukkan < 0.00001), acute xerostomia (OR, 0.24; CI, 0.15–
bahwa pemberian amifostine pada kemoradiasi 0.36; p < 0.00001), late xerostomia (OR, 0.33; CI,
memberikan manfaat antara lain: penundaan terapi dan 0.21– 0.51; p < 0.00001), dysphagia (OR, 0.26; CI,
tidak ada pasien yang mengalami toksisitas hematologi 0.07– 0.92; p = 0.04), acute pneumonitis (OR, 0.15;
grade 3. Trombositopenia grade 2 dijumpai pada 10 CI, 0.07– 0.31; p < 0.00001) and cystitis (OR, 0.17;
pasien dari 35 pasien sedangkan toksisitas CI, 0.09–0.32; p < 0.00001). Tidak ada perbedaan
genitourinary dan gastrointestinal muncul pada 5 dan 9 yang bermakna pada respon rate diantara kedua
dari 35 pasien. Penelitian dengan jumlah sampel yang kelompok. Namun, complete response rate lebih
besar diperlukan untuk konfirmasi hasil penelitian superior pada pasien yang mendapat amifostine (OR,
ini.15 Penelitian lain dengan kelompok kontrol 1.81; CI, 1.10 –2.96; p= 0.02).22
menunjukkan bahwa amifostine menurunkan toksisitas
pada usus maupun buli. Namun penelitian ini Selenium
menggunakan jumlah sampel yang kecil.16 Selenium, berdasarkan penelitian
Penelitian fase III pada kanker paru bukan sel eksperimental dan klinik, telah diketahui mempunyai
kecil yang mendapatkan amifostine dibanding tanpa efek sitoprotektif dengan cara meningkatkan
amifostine dan induksi kemoterapi paclitaxel- biosintesis glutathione peroxidase dan thioreduxin
carboplatin dilanjutkan dengan kemoradiasi. Pasien reductase isoenzymes. Muecke dkk melakukan
yang mendapatkan amifostine dilaporkan penelitian pada pasien dengan kanker serviks dan
menunjukkan reduksi nyeri setelah kemoradiasi uterus yang telah menjalani operasi. Kadar selenium
dibandingkan tanpa amifostine. Pasien yang dalam darah diperiksa setelah operasi, selama radiasi,
mendapatkan amifostine juga sedikit yang mengalami setelah radiasi. Pada pasien dengan kadar selenium
gangguan menelan dan penurunan berat badan. Namun darah kurang dari 84µg/L diberikan suplementasi
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 11
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)
selenium selama radiasi 500 mg/hari dan dihari tidak penting seperti superoxide dismutase dan glutathione
diradiasi diberikan 300 mg atau tidak mendapatkan peroxidase dan menurunkan NO synthase. Disamping
suplementasi sama sekali. Terdapat 81 pasien dapat berfungsi sebagai radioprotektor, melatonin juga
mengikuti penelitian ini dengan 39 pasien kelompok dapat berfungsi sebagai terapi antikanker dengan
selenium. Kadar selenium dikedua kelompok sama meningkatkan efektivitas radiasi maupun kemoterapi.
pada saat awal dan kadar selenium lebih tinggi pada Sehingga melatonin dapat meningkatkan rasio terapi
kelompok selenium setelah radiasi. Insiden diare pengobatan kanker. Melatonin tidak memberikan efek
menurut NCI CTC grade ≥ 2 pada kelompok selenium samping yang serius pada dosis pemberian 1 g selama
lebih rendah (20.5% vs 44.5%, p=0.04). Status 30 hari. Masih diperlukan penelitian lanjutan
performans dan kualitas hidup tidak berbeda penggunaan melatonin terutama dosis optimal yang
bermakna pada kedua kelompok. Disease free survival akan diberikan.29,30
dan overall survival pada kedua kelompok tidak
terdapat perbedaan bermakna. Penelitian prospektif ini
membuktikan keuntungan pemberian selenium dengan Mitigation
tanpa mengganggu kerja radiasi.23
Pemberian agen farmakologi yang dapat
Zinc meminimalkan kerusakan akibat paparan radiasi
Zinc, komponen katalisator lebih dari 300 adalah salah satu pendekatan dalam tatalaksana
enzim dan trace elemen esensial untuk sistem imun, toksisitas akibat radiasi. Strategi ini berlawanan
mempunyai efek antioksidan dengan menginduksi dengan mekanisme klasik scavenging radikal bebas.
pembentukan metallothionein (MT) yang protektif Mekanisme kerjanya antara lain meningkatkan
terhadap radikal bebas. Zinc juga mempunyai efek proliferasi sel epithelial. Obat ini bekerja pada lesi
menjaga integritas mukosa dan meningkatkan early dimana pada saat itu terjadi depopulasi sel
pertumbuhan sel. Ertekin dkk menunjukkan bahwa epithelial. Obat yang pertama berkembang pada
pemberian suplementasi zinc, onset dan keparahan kategori ini adalah palifermin.
mukositis lebih minimal pada kanker kepala leher yang
mendapat radiasi dibandingkan kelompok placebo.24
Lin dkk juga melakukan penelitian dengan pasien Palifermin
kanker kepala leher yang diberi suplementasi zinc Palifermin merupakan rHu keratinocyte
dengan dosis standar dibandingkan dengan kontrol growth factor family (FGF-7) yang menstimulasi
(1:1). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa proliferasi dan diferensiasi pada jaringan epitelial
pemberian zinc dapat menurunkan derajat keparahan meliputi mukosa saluran cerna, kelenjar saliva,
dan menunda terjadinya mukositis dan dermatitis. pneumosit tipe II.31,32 Palifermin mengatur mekanisme
Namun dampak terhadap pertumbuhan tumor dan sitoprotektif yg dimediasi oleh glutathione intrinsik.
kesintasan hidup pasien masih dalam tahap Penelitian preklinik membuktikan bahwa palifermin
penelitian.25 meningkatkan ketahanan mukosa terhadap radiasi,
preservasi produksi saliva, menurunkan derajat
Superoxide Dismutase keparahan dan durasi pneumonitis, fibrosis pulmoner,
Superoxide dismutase (SOD) merupakan salah dan menurunkan efek akut maupun late pada mukosa
satu strategi untuk membatasi kerusakan oksidatif. buli.31,33-36 Penelitian pada pasien dengan limfoma non
Pada kondisi patologis yang didasari oleh peningkatan hodgkin yang mendapat ablasi sumsum tulang dengan
produksi oksidan maupun respon inflamasi, SOD TBI 12 Gy/1,5 Gy perfraksi 2 kali sehari. Pemberian
mempunyai peranan dalam terapi. SOD dapat palifermin 60 mcg/kgBB perhari tiga kali. Palifermin
menurunkan keparahan radiation-induced secara signifikan menurunkan mukositis grade 3-4 dari
intestinal/lung injury pada hewan coba melalui 90% menjadi 60% dan menurukan durasi dari 10,4 hari
penurunan stress oksidatif. Selain itu, pemberian SOD pada placebo menjadi 3,7 hari. Toksisitas paling sering
tidak memberikan toksisitas pada hewan coba.26-28 pada obat ini adalah eritema pada wajah (50%) dan
tidak membatasi dosis yang diberikan. Pada penelitian
Melatonin ini tidak ada bukti penurunan outcome terapi pada
Melatonin (N-acetyl-5-methoxytryptamine) pasien yang mendapat terapi palifermin.5 Pada
adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal penelitian fase II dengan 100 pasien mendapatkan
yang berfungsi sebagai kontrol sikardian. Konsentrasi kemoradiasi dosis konvensional dan accelerated
melatonin ini menurun pada siang hari dan meningkat hyperfractionated (hiperfraksi dipercepat) 1.25 Gy 2
pada malam hari. Melatonin merupakan antioksidan kali sehari. Palifermin dibanding placebo 1:2 dengan
yang potensial baik secara langsung maupun tak dosis palifermin 60 mcg/kgBB. Palifermin diberikan
langsung. Pada penelitian in vitro menunjukkan bahwa sebelum inisiasi radiasi kemudian tiap hari jumat dan
melatonin 5 kali dan 14 kali lebih poten dibandingkan diteruskan hingga 1-2 minggu paska radiasi.
glutathione dan manitol. Melatonin dilaporkan Palifermin tidak menurunkan insidens ataupun durasi
meningkatkan beberapa aktivitas antioksidan yang toksisitas mukosa atau saliva namun pada pasien
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 12
pada percobaan dengan hewan, namun dapat terjadi leukotrienes, tromboxanes, platelet activating factor,
rebound bila dexametason dihentikan.43 menghambat fungsi sel NK, mast, neutrofil dan
limfosit mukosa. Penelitian awal mengenai balsalazine
Thalidomite pada kanker prostat yang mendapatkan radiasi
Penggunaan antisitokain seperti thalidomite menunjukkan bahwa balsalazine dapat mencegah
pada pasien kanker paru bukan sel kecil yang proktitis secara bermakna (indeks proktitis, pada grup
mendapatkan radiasi menimbulkan efek toksik yaitu balsalazine 35.3 dan placebo 74.1, p=0.04).49
terjadi trombosis pada 6 pasien dengan 2 pasien
trombosis berat. Sehingga penelitian ini tidak Escelentoside (EsA)
dilanjutkan lagi karena efek toksis yang berat.44 Obat ini berasal dari herbal china phytolaccta
Penggunaan anti-TNF telah terbukti pada mencit esculenta, mempunyai efek antiinflamasi. Agen ini
dalam menurukan permeabilitas dan adesi leukosit telah diujikan secara in vivo maupun in vitro dapat
sawar darah otak.45 Efek curcumin yang diberikan menghambat mediator inflamasi seperti IL-1, TGF
secara intragaster maupun intraperitoneal dan beta, TNF, MCP-1. Pada penelitian ini, EsA dapat
diberikan 5 hari sebelum dan/atau setelah radiasi pada menurunkan toksisitas kulit pada mencit.50
mencit telah terbukti dapat menurunkan toksisitas
kulit. Mekanisme kerja curcumin adalah dengan Glutamine
downregulasi baik sitokin inflamasi maupun Glutamine, salah satu asam amino yang
fibrogenik.46 berperan dalam metabolism nitrogen dan
meningkatkan imunologi, telah terbukti dapat
Iseganan menurunkan derajat keparahan mukositis,
Eksaserbasi flora oral terjadi pada proses meningkatkan pertumbuhan mukosa, dan mencegah
inflamasi ketika terjadi gangguan integritas mukosa. translokasi bakteri pada penelitian hewan. Algara dkk
Infeksi sekunder dapat memperpanjang mukositis. melaporkan bahwa pemberian glutamine 10 g tiap 8
Protegrin merupakan peptide yang memiliki aktivitas jam pada pasien kanker paru yang mendapatkan
antimikroba spectrum luas. Iseganan merupakan kemoradiasi berperan dalam pencegahan esofagitis.
analog sintetik dari kelas ini dapat menurunkan Namun, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
stomatitis ulseratif, nyeri telan, dan kesulitan menelan menyimpulkan efek pemberian glutamine.51
pada pasien yang mendapat kemoterapi. Troti dkk
melakukan penelitian fase III pada pasien yang
mendapatkan dosis radiasi minimal 60 Gy, 40% dari Ringkasan
seluruh pasien menerima kemoterapi konkuren.47
Respon radiasi pada jaringan atau organ
Penelitian ini terdiri dari tiga kelompok yaitu iseganan
bergantung pada sensitivitas sel, dosis, laju dosis,
plus standart oral care (SOC), placebo plus SOC, dan
fraksinasi, ukuran lapangan radiasi, waktu observasi,
SOC. Efek Iseganan dan placebo terhadap terjadinya
kondisi stroma dan suplai vaskuler. Lesi atau cedera
mukositis oral ekuivalen, namun kedua kelompok ini
akibat radiasi berdasarkan waktu perkembangannya
lebih superior dibandingkan dengan SOC saja. Dua
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Immediate
pertiga pasien dikedua kelompok terjadi mukositis
(terbentuknya radikal bebas, terlepasnya ikatan
confluent dibandingkan 79% pada kelompok yang
molekul, dsb DNA), 2. Early (nekrosis progresif dan
mendapatkan supportive oral care saja (p=0.02).
hilangnya sel yang radiosensitif), 3. Delayed (Atrofi
Hanya 2% yang hanya mendapat oral care tidak
sel epitelial, fibrosis jaringan stromal, kerusakan
terjadi reaksi mukosa dibandingkan dengan 9% pada
pembuluh darah).
iseganan dan placebo (p=0.04). Nyeri mulut dan
Berbagai macam agen farmakologi yang
kesulitan menelan pada kelompok iseganan maupun
digunakan sebagai radioprotektor telah berkembang
placebo lebih rendah daripada SOC saja. Jadi
sejak tahun 1948. Mekanisme kerja radioprotektor
pemberian antimikroba tidak memberikan keuntungan
adalah melalui scavenging radikal bebas, stimulasi
terhadap oral mukositis.47 Hal ini disebabkan karena
proliferasi sel epitelial, dan menghambat rilis mediator
mikroorganisme tidak mempunyai peran kritis
inflamasi dan antimikroba. Beberapa dari
terhadap terjadinya mukositis oral. Terbukti dengan
radioprotektor ini telah terbukti dapat melindungi
pemberian antimikroba selektif aerobic gram negative
jaringan sehat tanpa menurunkan kontrol lokal.
bacteria (Polymixin E, Tobramycin, Amphotericin)
Radioprotektor tersebut antara lain amifostine,
untuk mengeliminasi flora normal tidak dapat
selenium, zinc, palifermin, rHu EGF, benzydamine,
menurunkan mukositis pada radiasi kanker kepala
dan balsalazine. Radioprotektor yang masih dalam
leher.48
penelitian adalah superoxide dismuthase, melatonin,
Balsalazine pravastatin, curcumin, glutamine, escelentoside.
Balsalazine, golongan 5-ASA, merupakan Sedangkan yang tidak bermanfaat untuk mengurangi
inhibitor yang poten terhadap sintesis dan rilis toksisitas radiasi antara lain GM CSF, sukralfat,
mediator proinflamasi seperti nitric oxide, thalidomite, iseganan, dan obat antiinfektif.
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 14
Daftar Pustaka
1. Halperin EC, Perez CA, Brady LW. The discipline of 17. Sarna L, Swann S, Langer C, et al. Clinical meaningful
radiation oncology. In: Perez CA, Brady LW, editors differences in patient-reported outcomes with
Principles and practice of radiation oncology, 5th ed. amifostine in combination with chemoradiation for
Philadephia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008 locally advanced non-small-cell lung cancer: an
2. Fajardo LF, Berthrong M, Anderson RE. Overview of analysis of RTOG 9801. Int J Radiat Oncol Biol Phys
radiation injury in organ and tissue. Radiation 2008;72(5):1378–1384
pathology. Hongkong: Oxford University Press; 2001 18. Wei X, Komaki P, Allen P.K, et al. Effects of
3. Dorr W. Acute radiation effect in normal tissue: amifostine on acute and late toxicity of radiotherapy
translational aspect of biological research. Front Radiat and concurrent chemotherapy for local advanced non-
Ther Oncol 2002; 37: 1–8 small cell lung cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys
4. Small W, Woloschak GE. Radiation toxicity: a 2007;69 Suppl:S3
practical guide. United Stated of America: Springer 19. Mell LK, Malik R, Komaki R, et al. Effect of
Science; 2006 amifostine on response rates in locally advanced non-
5. Brizel DM. Chemical modifiers of radiation response. small-cell lung cancer patients treated on randomized
In: Perez CA, Brady LW, editors. Principles and controlled trials: a meta-analysis. Int J Radiat Oncol
practice of radiation oncology, 5th ed. Philadelphia: Biol Phys 2007;68(1):111–118
Lippincott Williams and Wilkins; 2008 20. Kouloulias VE, Kouvaris JR, Kokakis JD, et al. Impact
6. Hall EJ, Giaccia AJ. Radioprotectors in radiobiology on cytoprotective efficacy of intermediate interval
for the radiologist 6th ed. Philadelphia: Lippincott between amifostine administration and radiotherapy: a
Williams & Wilkins; 2006 retrospective analysis. Int J Radiat Oncol Biol Phys
7. Dorr W. Pathogenesis of normal-tissue side-effect. 2004;59(4):1148–1156
Basic Clinical Radiobiology 4th ed. UK: MPG, 2009 21. Munter MW, Hoffner S, Hof H, et al. Changes in
8. Beer KT. Aminofostine: basic principles and clinical salivary gland function after radiotherapy of head and
practice. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; neck tumors measured by quantitative pertechnetate
Suppl:S60 scintigraphy: comparison of intensity modulated
9. Grdina DJ, Murley JS, Kataoka Y, et al. Amifostine radiotherapy and conventional radiation therapy with
induces antioxidant enzymatic activity in normal tissue and without amifostine. Int J Radiat Oncol Biol Phys
and a transplantable tumor that can affect radiation 2007;67(3):651–659
response. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2009; 73(3): 22. Sasse AD, Clark L, Sasse EC, et al. Amifostine
886–896 reduces side effect and improves complete response
10. Wasserman TH, Brizel DM, Henke M, et al. Influence rate during radiotherapy: result of metaanalysis. Int J
of intravenous amifostine on xerostomia, tumor Radiat Oncol Biol Phys 2006;64(3):784–791
control, and survival after radiotherapy for head and 23. Muecke R, Schomburg L, Glatzel M, et al.
neck cancer: 2-year follow up of a prospective Multicenter, phase 3 trial comparing selenium
randomized, phase III trial. Int J Radiat Oncol Biol supplementation with observation in gynecologic
Phys 2005;63(4): 985–990 radiation oncology. Int J Radiat Oncol Biol Phys
11. Buentzel J, Micke O, Adamietz IA, et al. Intravenous 2010:1–8. In press
amifostine during chemoradiotherapy for head and 24. Ertekin MV, Koc M, Karslioglu I, et al. Zinc Sulfate in
neck cancer: a randomized placebo-controlled phase III the prevention of radiation-induced oropharyngeal
study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;64(3): 684– mucositis: a prospective, placebo-controlled,
691 randomized study. Int J Radiat Oncol Biol Phys
12. Anne PR, Machtay M, Rosenthal D. A phase II trial of 2004;58(1):167–174
subcutaneus amifostine and radiation therapy in 25. Lin L, Que J, Lin LK, et al. Zinc supplementation to
patients with head and neck cancer. Int J Radiat Oncol improve mucositis and dermatitis in patients after
Biol Phys 2007;67(2): 445–452 radiotherapy for head and neck cancers; a double-
13. Valeyrie-Allanore L, Poulalhon N, Fagot JP, et al. blind, randomized study. Int J Radiat Oncol Biol Phys
Stevens–johnson syndrome and toxic epidermal 2006;65(3):745–750
necrolysis induced by amifostine during head and neck 26. Kang SK, Rabbani ZN, Folz R, et al. Overexpression
radiotherapy. Radiother Oncol 2008;87: 300–303 of extracellular superoxide dismutase protects mice
14. Boccia R, Anne PR, Bourhis J, et al. Assessment and from radiation-induced lung injury. Int J Radiat Oncol
management of cutaneus reaction with amifostine Biol Phys 2003;57(4):1056–1066
administration: finding of the ethyol (amifostine) 27. Molla M, Gironella M, Salas A, et al. Protective effect
cutaneus treatment advisory panel (ECTAP). Int J of superoxide dismutase in radiation induced
Radiat Oncol Biol Phys 2004;60(1):302–309 inflammation. Int J Radiat Oncol Biol Phys
15. Antonadou D, Komi P, Patridis A. Amifostine protects 2005;61(4):1159–1166
from acute toxicity patients with cancer of the cervix 28. Epperly MW, Liggitt D, Greenberg JS. Systemic
treated with radiochemotherapy. Radiother Oncol intravenous (IV) as well as local administration of
2000;32 Suppl:S31 manganese superoxide dismutase-plasmid/liposome
16. Leonard CE, Shapiro H, Henkenberns P, et al. (MnSOD-PL) displays no detectable toxicity while
Amifostine used as a normal tissue protectant in offering protection from irradiation-induced damage.
patients receiving pelvic radiotherapy. Int J Radiat Int J Radiat Oncol Biol Phys 2005;63 Suppl 2:S487
Oncol Biol Phys 2005;63 Suppl:S2
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 15
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)
29. Vijyalaxmi, Reiter RJ, Tan DX, et al. Melatonin as a 41. Stellamans K, Lievens Y, lambin P, et al. Does
radioprotective agent: a review. Int J Radiat Oncol Biol sucralfate reduce early side effects of pelvic radiation?
Phys 2004;59(3):639–653 a double-blind randomized trial. Radiother Oncol
30. Shirazi A, Ghobadi G, Ghazi-Khansari M. A 2002;65:105–108
Radiobiological review on melatonin: a novel 42. O’Brien P, Franklin I, Poulsen M, et al. Acute
radioprotector. J Radiat Rec 2007;48:263-272 symptoms, not rectally administered sucralfate, predict
31. Terry N, Brinkley J, Doig AJ, et al. Cellular kinetic of for late radiation proctitis: longer term follow-up of a
murine lung: model system to determine basis for phase III trial-Trans-Tasman Radiation Oncology
radioprotector with keratinocyte growth factor. Int J Group. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002;54(2):442–
Radiat Oncol Biol Phys 2004;58(2):435–444 449
32. Dörr W, Spekl K, Farrel C. Amelioration of acute oral 43. Hong J, Chiang CS, Tsao CY, et al. Can thort-term
mucositis by keratinocyte growth factor: fractionated administration of dexamethasone abrogate radiation-
irradiation. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; induced acute cytokine gene response in lung and
54(1):245–251 modify subsequent molecular response? Int J Radiat
33. Dörr W, Reichel S, Spekl K. Effects of keratinocyte Oncol Biol Phys 2001;51(2):296–303
growth factor (palifermin) administration protocols on 44. Anscher M, Garst J, Marks LB, et al. Assesing the
oral mucositis (mouse) induced by fractionated ability of the antiangiogenic and anticytokine agent
irradiation. Radiother Oncol 2005 75:99–105 thalidomite to modulated radiation induced lung injury.
34. Borges L, Rex KL, Wei P. A Protective Role for Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;66(2):477–482
keratinocyte growth factor in a murine model 45. Wilson CM, Gaber W, Sabek OM, et al. Radiation-
chemotherapy and radiation-induced mucositis. Int J induced astrogliosis and blood brain barrier damage
Radiat Oncol Biol Phys 2006;66(1):254–262 can be abrogated using anti-TNF treatment. Int J
35. Jaal J, Dörr W. Effect of Recombinan human Radiat Oncol Biol Phys 2009;74(3):934–941
keratinocyte growth factor (rHuKGF, palivermin) on 46. Okunieff P, Xu J, Hu D, et al. Curcumin protects
radiation induced mouse urinary bladder dysfunction. against radiation-induced acute and chronic cutaneus
Int J Radiat Oncol Biol Phys 2007;69(2):528–533 toxicity in mice and decrease mRNA expression of
36. Le Q, Kim H, Schneider C. Palifermin reduces severe inflammatory and fibrogenic cytokines. Int J Radiat
oral mucositis in subjects with locally advanced head Oncol Biol Phys 2006;65(3):890–898
and neck cancer undergoing chemoradiotherapy Int J 47. Troti A, Garden A, Warde P, et al. A Multinational,
Radiat Oncol Biol Phys 2008;72 Suppl 1:S1 randomized phase III trial of iseganan HCL oral
37. Lee S, Wu H, Song S. The therapeutic effect of solution for reducing the severity of oral mucositis in
recombinant human epidermal growth factor (rhuEGF) patients receiving radiotherapy for head and neck
on mucositis in patients with head and neck cancer malignancy. Int J Radiat Oncol Biol Phys
undergoing radiotherapy with or without 2004;58(3):674–681
chemotherapy: a double-blind placebo-controlled 48. Wijers OB, levendag PC, Harms E, et al. Mucositis
prospective phase II multi-institutional clinical trial. Int reduction by selective elimination of oral flora in
J Radiat Oncol Biol Phys 2008;72 Suppl 1:S1 irradiated cancers of the head and neck: a placebo
38. Ryu JK, Swann S, LeVeqle F, et al. The impact of controlled double-blind randomized study. Int J Radiat
concurrent granulocyte macrophage-colony stimulating Oncol Biol Phys 2001;50(2):343–352
factor on radiation-induced mucositis in head and neck 49. Jahraus CD, Bettenhausen D, Malik U, et al.
cancer patient: a double blind placebo-controlled Prevention of acute radiation-induced
prospective phase III study by Radiation Oncology proctosigmoiditis by balsalazine: a randomized,
Group 9901. Int J Radiat Oncol Biol Phys double-blind, placebo controlled trial in prostate
2007;67(3):643–650 cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2005;63(5):1483–
39. Haydont V, Gilliot O, Rivera S, et al. Succesful 1487
mitigation of delayed intestinal radiation injury using 50. Xiao Z, Su Y, Yang S, et al. Protective effect of
pravastatin is not associated with acute injury esculentoside a on radiation-induced dermatitis and
improvement or tumor protection. Int J Radiat Oncol fibrosis. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;65(3):882–
Biol Phys 2007;68(5):1471–1482 889
40. Kneebone A, Mameghan H, Bolin T, et al. Effect of 51. Algara M, Rodriguez N, Vinals P, et al. Prevention of
oral sucralfate on late rectal injury associated with radiochemotherapy-induced esophagitis with
radiotherapy for prostate cancer: a double blind, glutamine: result of a pilot study. Int J Radiat Oncol
randomized trial. Int J Radiat Oncol Biol Phys Biol Phys 2007;69(2):342–349
2004;60(4):1088–1097
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 16
Tinjauan Pustaka
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang
Hendrik1
1. Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
Alamat Korespondensi: Bisphosphanate had dramatically changed the management of metastatic bone
Dr. H. Hendrik, MKes disease to prevent cancer-related skeletal complications by the inhibitions to
Instalasi Radioterapi RSUD Dr. osteoclast-mediated bone resorption process. The uses and types of
Moewardi, Surakarta bisphosphonates currently were developing even the current clinical study
Jl. Kol. Sutarto No.132 Surakarta showed that bisphosphonates had an eficacy on Cancer Treatment Induced Bone
Email: Loss (CTIBL). The bisphosphonate’s chemical structure was stable, consist of 2
erick_marx2005@yahoo.com phosphate groups that were linked to the carbon (“C”-central) and able to bind 2
other groups, thereby had a potency to increase its afinities to the bone
hydroxyapatit crystals and also to inhibit the bone resorption process.
Bisphosphonate had some mechanisms of action such as anti tumor effects,
apoptosis, anti angiogenic effects, inhibition of tumor cell adhession and invasion
of the extracelluler bone matrix, and anti bone-loss effects. The choice of
administration route of bisphosphonate should be adjusted to the aim of dosing of
bisphosphonates, its special concern and adverse event drugs.
Key words: Bisphosphonate, resorption, cancer
CTIBL).1-4 Tinjauan pustaka ini akan menyajikan data Bisfosfonat) dapat meningkatkan potensi antiresorpsi
mengenai bukti langsung efikasi penggunaan suatu bisfosfonat sebesar 10 sampai dengan 10000
bisfosfonat pada terapi tumor padat, khususnya kalinya (gambar 2).2
penyakit MBD, dan pencegahan CTIBL, beserta
aspek-aspek keamanannya.
secara oral dan menyebabkan terjadinya flu like modifikasi posttranslational (isoprenylation)
syndrome, atralgia, mialgia, dan nyeri kepala bila proteinnya termasuk small GTP-binding proteins,
bisfosfonat diberikan secara intravena.3 yakni Rab; Rac; Rho-geranyl geraniol pyrophosphate,
yang berperan penting dalam regulasi inti aktivitas sel-
Mekanisme aksi bisfosfonat sel osteoklas, dan selanjutnya akan membawa kepada
induksi terjadinya proses apoptosis sel-sel osteoklas
Gambaran struktur farmakologi semua dan penghambatan resorpsi tulangnya (gambar 4).3-5,7
bisfosfonat yang penting adalah menunjukkan afinitas
yang tinggi dan ekstrim terhadap konsentrasi mineral
pada seluruh tulang sehingga dapat dijadikan sebagai
terapi kelainan tulang yang ditandai dengan proses
remodelling yang berlebihan dan tidak seimbang
antara aktivitas sel-sel osteoblas dan osteoklasnya, dan
kemudian membawa pada terjadinya resorpsi tulang
yang termediasi osteoklas secara berlebihan.
Mekanisme aksi utama semua senyawa bisfosfonat,
baik generasi awal maupun terbaru, secara sederhana
adalah mengkondisikan terjadinya apoptosis pada sel
osteoklas melalui proses konversi Adenosine Tri-
Phosphate (ATP) intrasel (pada bisfosfonat generasi
awal) dan penghambatan aktivitas protein ikat
Guanosine Tri-Phosphat (GTP)-binding proteins (pada
bisfosfonat generasi terbaru). Proses apoptosis ini juga Gambar 3. Struktur ATP dan tipe metabolit AppCp
dapat menginduksi terjadinya proses apoptosis lainnya Clodronate (AppCCl2p). Bagian bawah, osteoklas kelinci
pada mukosa usus (saluran cerna) dan tubulus ginjal, yang diterapi dengan liposom kosong (A); Liposom yang
mengandung clodronate (B); dan Liposom yang
bila bisfosfonat terakumulasi di jaringan-jaringan
mengandung AppCCl2p (C), dan kemudian dipulas dengan
tersebut.3-5,7 Senyawa bisfosfonat generasi awal (non 4’,6-diamidino-2-phenylindole untuk menunjukkan
nitrogen-bisfosfonat/non N-BP, seperti etidronate dan morfologi inti (osteoklas tunggal ditunjukkan pada
clodronate), yang mengandung struktur kimia hampir pembesaran yang sama). Baik clodronate maupun AppCCl2p
sama dengan inorganic pyrophosphate (analogue PPi), menyebabkan kondensasi inti dan karakteristik fragmentasi
akan berinteraksi dengan molekul-molekul ATP yang dari apoptosis kematian sel. Dikutip dari kepustakaan5
baru terbentuk. Beberapa studi menunjukkan bahwa
pemberian bisfosfonat generasi awal dapat dikonversi Beberapa studi tersebut ternyata juga
secara intrasel oleh sel-sel mamalia (termasuk sel menunjukkan bahwa N-BP lebih poten daripada non
manusia) menjadi AppCp type, yang akan diserap N-BP, namun demikian karena terjadinya penekanan
secara efektif oleh sel-sel osteoklas melalui proses aktivitas sel osteoklas yang dihasilkan dari pemberian
lakunae di matriks permukaan mineral tulang atau oleh bisfosfonatnya sangat bervariasi maka dalam hal ini
sel-sel lainnya yang bersifat/bertipe sama dengannya. dapat ditunjukkan bahwa kesuperioran dari suatu N-
Kemudian hasil metabolit bisfosfonat (AppCp type) ini BP tidak menjadi penentu pada pencegahan fraktur
akan terakumulasi dengan konsentrasi yang tinggi di tulang melainkan tipe obat bisfosfonat apapun masih
dalam sitosol sel osteoklas dan selanjutnya dapat tetap dianggap relevan terhadapnya.3-5
menghambat terjadinya proses aktivasi enzim-enzim Banyak studi klinis secara in vitro juga telah
ATP–cell dependent dengan bantuan dari class-II menunjukkan kemampuan N-BP dalam menurunkan
aminoacyl-tranfer RNA synthetase, yang pada survival, proliferasi, adhesi, migrasi, dan invasi sel-sel
akhirnya akan membawa pada induksi terjadinya tumor. Pada umumnya efek anti tumor yang
proses apoptosis sel osteoklas dan penghambatan ditunjukkan oleh studi-studi tersebut adalah
proses resorpsi tulangnya (gambar 3).3-5,7 penghambatan pada FPP synthetase (FPPs) dan
Sementara itu, beberapa studi lainnya hilangnya protein prenylation, sebagaimana
menunjukkan bahwa mekanisme aksi senyawa- sebelumnya telah dijelaskan mekanismenya. Beberapa
senyawa bisfosfonat generasi terbaru (nitrogen studi in vitro pada hewan uji juga menunjukkan bahwa
bisfosfonat/N-BP, seperti alendronate, risedronate, dan bisfosfonat dapat menghambat proses metastasis
lain-lain) dalam menyebabkan apoptosis sel osteoklas tulang, menurunkan beban tumor pada tulang,
adalah mengganggu proses metabolisme mevalonate menghambat angiogenesis, dan menurunkan kadar
yang aksinya penting dalam biosintesis kolesterol, faktor pertumbuhan endotel vaskuler proangiogenik di
lipid isoprenid dan derivatnya). Senyawa bisfosfonat sirkulasi dan platelet-derived growth factor pada
generasi terbaru tersebut mengikat dan menghambat penyakit-penyakit kanker, walau hal tersebut masih
aktivitas enzim farmesyl pyrophosphate synthetase belum dapat dibuktikan hubungannya terhadap proses
(FPPs) yaitu suatu enzim regulator yang ada pada jalur penghambatan dari FPPs dan hilangnya protein
asam mevalonate, kemudian akan menghambat proses prenylation sebelumnya.3-5
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 19
(Hendrik)
Gambar 4. Skema jalur mevalonate N-BPs menghambat FPP synthase selanjutnya mencegah sintesis FPP dan GGPP dengan
bantuan protein prenylation. Statins, GGTI-298 dan 3-PEHPC secara in vitro juga mencegah protein prenylation osteoklas dengan
menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA reductase), geranylgeranyltransferase I (GGTase I), dan
Rab geranylgeranyltransferase (Rab GGTase), dan menyerupai efek-efek N-BPs pada osteoklas (yang bergantung pada
geranylgeranylated proteins). Dikutip dari kepustakaan5
Terjadinya proses penghambatan FPPs dan ATP atau Adenosine Di-Phosphat/ADP mitokondria)
protein prenylation yang ada pada sel-sel MN dan menghambat/mengikat aktivitas enzim FPPs
(mononuclear) di sirkulasi darah akibat pemberian dan/atau menginduksi pengeluaran cytochrom-C dari
bisfosfonat secara intravena akan menyebabkan ekspresi BCL2 melalui penghambatan aktivitas
terjadinya akumulasi inhibitor prenylation protein Ras/small GTPase-binding protein/isoprenylation
(IIP), yang muncul dalam bentuk sel T V 9V 2+ ( , ,T) (menurut beberapa studi klinis terbaru), sebagaimana
melalui suatu mekanisme yang belum jelas, dan sebelumnya telah dijelaskan mekanismenya.4,5
kemudian akan menimbulkan pengeluaran cytokine
sehingga dapat menyebabkan terjadinya flu like Mekanisme penghambatan proses adhesi dan invasi
syndrome (dengan gejala-gejalanya seperti atralgia, sel tumor pada matriks tulang
mialgia, nyeri kepala, dan lain-lain), atau bila Beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa
bisfosfonatnya diberikan secara oral akan BP dapat menghambat terjadinya proses adhesi sel
menyebabkan terjadinya esofagitis dan ulseratif pada tumor pada protein matriks ekstrasel (extracellular
saluran cerna (gambar 5).3-5 matrix/ECM) dan invasi/metastasis sel-sel tumornya.
Di antara studi-studi tersebut adalah studi in vitro
Mekanisme anti tumor Matrigel dkk, yang berdasarkan pada invasion assay
Mekanisme anti tumor dari bisfosfonat adalah oleh Boissier dkk, yang menunjukkan bahwa BP dapat
penghambatan resorpsi tulang yang termediasi sel menghambat kemampuan sel-sel kanker payudara dan
osteoklas dan osteoklastogenesis, melalui penurunan prostat yang menginvasi ECM, dan BP juga dapat
pengeluaran growth factors yang menstimulasi menghambat aktivitas matrix metalloproteinase
pertumbuhan tumor di tulang. Sebagai tambahan, (MMPs) yang dihasilkan oleh tumor cell lines yang
bisfosfonat juga dapat secara langsung menghambat diduga berhubungan dengan derajat keganasan suatu
pertumbuhan sel tumor, kesintasannya, dan sel tumor, walau hal ini belum ada penjelasannya
kemampuannya untuk berkoloni di tulang.3-5 secara nyata).4,5
melekatkan pada tulang dan membentuk lakunae harus mempertimbangkan adanya faktor-faktor risiko
secara aktif selama terjadinya proses resorpsi tulang, yang berhubungan baik dengan BMD, yang dapat
dan juga ekspresi dari 3 tersebut menyerupai sifat dilakukan melalui pemeriksaan tes BMD (dial-energy
sel tumor yang cenderung menimbulkan metastasis x-ray absorptiometry/DXA), ataupun yang
yang besar. Fakta dari suatu studi klinis adalah bahwa berhubungan dengan beberapa pertimbangan lainnya.
suatu penghambat molekul kecil 3 terakhir Faktor risiko tersebut di antaranya meliputi: (1)
digunakan untuk mencegah terjadinya proses Penggunaan aromatase inhibitors; (2) Nilai T<2,0
metastasis (MDA-MB-435) sel-sel kanker payudara (atau T<1,5 dengan 1 faktor resiko lainnya); (3) Umur
secara efektif pada tulang, di mana kemudian efek- > 65 tahun; (4) Didapatkan penggunaan steroid > 6
efek 3–nya menjadi bersifat pleiotropic pada
bulan; dan (5) Terdapat riwayat keluarga terhadap
proses-proses resorpsi tulang dan metastasis adanya fraktur panggul atau terhadap kelainan-
tumornya.4,5 kelainan di mana mudah mengalami patah tulang
Sebagai tambahan, data terakhir yang setelah berumur 50 tahun, dengan ketentuan bahwa
dilaporkan bahwa asam zolendronate (ZOL; N-BP) bila ditemukan hasil tes dari pemeriksaan BMD
menurunkan survival HUVECs dengan tersebut adalah menunjukkan terdapat 2 atau lebih
mensensitisasikannya pada TNF-induced program cell faktor risikonya maka selanjutnya dapat
death/apoptosis. Asam zolendronate (ZOL; N-BP) dipertimbangkan untuk diberikan terapi bisfosfonat
dapat memodulasi kadar serum proangiogenic growth ZOL dengan tambahan suplemen vitamin D3 dan
factors (seperti VEGF dan TGF) pada penyakit kalsium.1,2
kanker.4,5 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi
mekanisme yang potensial untuk melihat adanya efek
anti angiogenik pada bisfosfonat.4,5
tulang metastasis (metastatic bone disease/MBD) (seperti ZOL dan CLO) dalam pencegahan terjadinya
paling banyak adalah berasal dari kanker payudara dan metastasis ke tulang (di antaranya adalah studi klinis
prostat (65% dan 75%), diikuti oleh kanker thyroid ABCSG-12; NSABP-B-34; AZURE; S0307; dan
(60%), paru (40%), dan buli (30-40%).1,2 SUCCESS).1,2
Sifat lesi metastasis pada tulang yang telah
terjadi tersebut adalah sangat ganas, dengan ditandai Penggunaan bisfosfonat untuk meningkatkan kualitas
oleh terjadinya metabolisme tulang yang mengalami hidup
kelainan yang kemudian sangat berisiko untuk Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tujuan
terjadinya komplikasi tulang yang makin berkembang, pemberian terapi bisfosfonat pada penyakit kanker
dan selanjutnya akan meningkatkan angka kematian metastasis tulang (MBD) di antaranya adalah
(mortalitas). Kenyataan ini kemudian dijadikan memelihara fungsi dan mobilitas pasien semaksimal
sebagai dasar dibutuhkannya terapi yang efektif untuk mungkin termasuk mempertahankan kualitas hidup
menghambat terjadinya proses resorpsi tulang pada dan menunda terjadinya proses deteriorasi/penurunan
para penderita MBD. Banyak data dari hasil studi fisiologis, menurunkan dan menghambat terjadinya
klinis menunjukkan bahwa bisfosfonat terbukti dapat komplikasi dan mortalitas yang dapat mengganggu
menurunkan dan/ menunda terjadinya patah tulang, kehidupannya.2
dan mengontrol nyeri tulang pada para penderita MBD
sehingga dapat mempertahankan mobilitas, fungsi Penggunaan bisfosfonat untuk mengurangi rasa nyeri
sosial, dan kualitas hidupnya selama berlangsungnya Penggunaan bisfosfonat dalam hal tujuan ini
progresivitas dari penyakit metastasisnya tersebut.1,2 harus mengikuti kaidah-kaidah penurunan nyeri
Tiga studi klinis dalam mengevaluasi dengan regimen-regimen tertentu secara berkala sesuai
penggunaan bisfosfonat CLO (clondronate) untuk dengan guidelines yang telah ditetapkan oleh WHO
pencegahan metastasis sudah dilakukan, di mana 2 (the step ladder escalation regiments). Data dari studi
studi di antaranya berdisain open lable yang dilakukan klinis menunjukkan bahwa pemberian bisfosfonat
di Jerman dan Finlandia, dan 1 studinya berdisain ternyata dapat memberikan kemanfaatan klinis pada
randomized double-blind yang dilakukan di Kanada, terjadinya morbiditas tulang melalui penurunan nyeri
Norwegia, dan Finlandia. Data dari hasil studi klinis tulang, termasuk nyeri yang resisten terhadap opioid,
tersebut menunjukkan bahwa terdapat dan lebih dapat mempertahankannya sampai dengan
ketidakkonsistenan efikasi obat dalam meningkatkan tingkat yang lebih rendah pada saat
overall survival (OS), namun demikian pada awal perjalan/progresivitas penyakitnya dibanding agent-
studinya menunjukkan dapat menurunkan disease free agent pengontrol nyeri lainnya yang dipakai secara
survival (DFS) dan meningkatkan metastasis extra rutin.2
skeletal.1,2 Data dari studi klinis lainnya yang
dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa terdapat Penggunaan bisfosfonat untuk bone markers
penurunan metastasis ke tulang yang bermakna pada Penggunaan bisfosfonat dengan tujuan sebagai
pemberian bisfosfonat CLO setelah 3 tahun.1,2 bone marker, baik untuk penyesuaian terapi ataupun
Beberapa studi klinis terbaru menunjukkan prediksi resiko terjadinya metastasis tulang, dapat
bahwa bisfosfonat dapat diindikasikan untuk para dilakukan dengan pemberian bisfosfonat ZOL,
penderita MBD yang berasal dari kanker payudara walaupun belum ada studi klinis prospektif yang
yang sedang menjalani kemoterapi dan/atau terapi menunjukkan bahwa secara per individu bone marker
hormon terbukti dapat menghambat perkembangan dapat dijadikan sebagai pedomannya, sehingga belum
komplikasi skeletal dan menurunkan kejadian fraktur ada rekomendasi penggunaan klinis bisfosfonat secara
patologik, nyeri tulang dan hiperkalsemia, serta rutin sebagai bone marker.1,2
penambahan pemberian terapi pembedahan atau
radiasi adjuvant, walaupun tidak didapatkan
kemanfaatan survival secara bermakna.8 Pada saat ini, Pilihan cara pemberian obat
data dari suatu meta-analisis dalam penggunaan terapi
bisfosfonat CLO pada penderita kanker payudara Pemberian bisfosfonat secara oral, seperti
stadium dini dan lanjut menunjukkan bahwa tidak etidronate dan clodronate, telah disetujui pada pasien-
terdapat bukti kemanfaatan kesintasan secara pasien dengan kanker payudara, atau dapat
bermakna menurut statistik terhadap parameter- dipertimbangkan juga bagi para penderita rawat jalan.
parameter bone metastasis free survival dan Pemberian bisfosfonat secara oral membutuhkan
nonskeletal metastasis free survival. Sementara itu, aturan peringatan untuk menjamin terjadinya proses
data dari studi klinis lainnya menunjukkan bahwa absorpsi dan pencegahan terjadinya efek samping obat
penggunaan bisfosfonat ZOL adjuvant dapat pada saluran cerna. Kompleksitas dari besaran dosis,
meningkatkan 12 month bone metastasis free survival pemberian secara oral, potensial terjadinya efek
pada tumor yang agresif.1,2 Pada saat ini masih banyak samping obat (terutama pada saat rekomendasi aturan-
studi klinis yang sedang dilakukan untuk lebih jauh aturan pemberian dosis pengkonsumsiannya tidak
mengkaji penggunaan beberapa jenis bisfosfonat diikuti), rendahnya angka absorbsi saat diberikan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 22
secara oral, dan tidak idealnya kondisi tubuh, dapat kemanfaatan (efikasi) terapi bisfosfonat ZOL dan IBA
berperan dalam timbulnya prognosis yang lebih pada kanker payudara baru dapat ditunjukkan pada
buruk.1,2 Pada umumnya, pemberian bisfosfonat secara pemberiannya selama 2 tahun, dan pemberiaannya
oral (seperti etidronate atau clodronate) sebagaimana tersebut bila akan diteruskan kembali (lebih dari 2
yang telah dijelaskan sebelumnya harus diberikan tahun) harus selalu dilakukan pengkajian resiko tiap
dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas individu pemakainya.2
air putih dalam posisi tubuh yang tegak selama 30 Kontraindikasi pemberian bisfosfonat ZOL
menit6, namun demikian pemberian bisfosfonat secara adalah disfungsi ginjal berat (yakni kadar serum
intravena (seperti clodronate, alendronate, ibandronate, kreatinin > 265 mol/l/ >3,0 mg/dl; CrCl < 30
risendronate, pamidronate, dan zoledronic acid/ZOL), ml/menit). Sementara itu, kontraindikasi pemberian
dengan rentang waktu dari 15 menit hingga 2 jam, bisfosfonat CLO adalah kelainan ginjal dengan CrCl <
lebih disukai karena dapat menjamin pemeriharaan 10 ml/menit atau kadar serum kreatinin > 440 mol/l.2
kondisi tubuh dibanding dengan pemberian bisfosfonat Pemberian bisfosfonat tidak boleh dihentikan hanya
secara oral, dan dapat dikombinasikan dengan infus karena telah terjadi kelainan tulang (skeletal event),
untuk pemberian kemoterapi nonnefrotoksik atau karena data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
monitoring terjadinya metastasis (tabel 1).2 pemberian bisfosfonat ZOL secara bermakna dapat
menurunkan resiko terjadinya skeletal event.
Tabel 1. Profil farmakokinetik khusus pada bisfosfonat Penggantian bisfosfonat PAM menjadi ZOL dan IBA
pemberian intravena. Dikutip dari kepustakaan7 secara oral juga dapat meningkatkan pain control
secara bermakna pada penyakit-penyakit progresif
Dosis/lam Protein t ½ (jam) Cmax
a infus binding (ng/mL)
tulang dan nyerinya.2 Penelitian terbaru tahun 2005
(mg/jam) menunjukkan bahwa pemberian dosis bisfosfonat 1
Ibandronate 6/1.0 87 12.0-16.0 384 kali seminggu (weekly) lebih baik dibandingkan 1 kali
Zeledronic 4/0.15 56 1.4-1.9 468 sehari (daily) dalam hal kepatuhan (compliance) dan
acid kesinambungan (continuity) terapi yang akan
Pamidronate 90/1.0 54 0.8-2.5 2,790 berpengaruh pada keberhasilan terapinya.6
Clodronate 1,500/2.0 36 2.0-2.3 12,000
Penderita usia lanjut dan anak-anak Tabel 2. Efek samping obat dari bisfosfonat. Dikutip dari
Tidak ada pembatasan khusus berhubungan kepustakaan7
dengan penggunaan bisfosfonat pada penderita usia
Efek Samping Bifosfonat
lanjut, namun demikian International Society of
Common
Geriatric Oncology merekomendasikan bahwa kadar Renal toxicity
serum kreatinin harus dimonitor tiap individu Acute-phase reactions
disebabkan oleh adanya kemungkinan terjadinya kadar Gastrointestinal toxicity
serum kreatinin yang tidak jelas pada penderita usia Rare
lanjut. Penggunaan bisfosfonat harus dilakukan bila Hypocalcemia (symptomatic)
telah ada data kemanfaatan klinis penggunaan Ocular complications (retinitis, uveitis, scleretis)
terapinya secara jelas pada keadaan ginjal dengan Asthma (aspirin sensitive)
toleransi yang baik. Kadar serum kreatinin juga harus Erythema
dimonitor pada penderita berusia lanjut yang sering Phlebitis
mengalami dehidrasi. Pada keadaan ini dilakukan Altered taste
CNS side effect
pengkajian dan optimalisasi dari status hidrasinya
Emerging
secara berkala.2 Osteonecrosis of the jaw
Sementara itu, penggunaan bisfosfonat pada
anak-anak masih jarang dilakukan mengingat masih
sedikitnya data kemanfaatan klinis yang didapat dari
beberapa studi klinis yang telah dilakukan (terutama suplemen yang mengandung kalsium dan vitamin D3
pada pengobatan kasus cystic fibrosis, juvenile sejak awal pemberian terapi bisfosfonatnya. Efek
rhematoid arthritis, atau anorexia nervosa) dan adanya samping hipokalsemia ini secara khas tampak pada
profile keamanan dari pemberian obatnya yang sangat kondisi turn over (resorpsi) tulang yang tinggi berupa
berisiko mengingat data dari hasil beberapa studi klinis lesi-lesi mixed atau sklerotik.2,3,7 Efek samping obat
menunjukkan bahwa bisfosfonat memiliki waktu paruh berupa reaksi fase akut pada umumnya terlihat
yang panjang pada tulang (skeletal) dan metabolitnya bersama dengan adanya nyeri pada lesi-lesi tulang,
dapat bertahan dalam waktu yang lama di dalam urin yang ditandai dengan adanya demam dan mialgia
tubuh (seperti metabolit PAM yang ditemukan dalam (pada + 15-30 % kasus insidens) dan berhubungan
spesimen urin tubuhnya setelah 8 tahun pasca dengan terjadinya proses resorpsi tulang secara agresif
pemberiannya).2 Namun demikian terdapat satu atau pada saat pemberian bisfosfonat secara intravena (pada
dua studi klinis pada anak-anak penderita OI (suatu umumnya pada pemberian infus pertama, yang
kelainan tulang turunan yang ditandai dengan puncaknya pada 24–48 jam pertama), namun demikian
hilangnya massa tulang dan/atau sangat mudah rapuh) reaksinya biasanya berderajat ringan/sedang dan dapat
yang dilakukan dengan pemberian bisfosfonat dikontrol dengan pemberian obat-obatan analgetik
alendronate (ALE) secara oral, atau pamidronate (seperti OAINS atau asetaminofen).2,3,7 Efek samping
(PAM) secara intravena dengan dosis 9 mg/kg yang obat berupa nefrotoksik pada umumnya ditandai
diberikan dalam siklus 3 harian setiap 2-4 bulan, untuk dengan peningkatan kadar serum kreatinin dan/
meningkatkan bone mineral density (BMD), penebalan terjadinya proses nekrosis tubuler akut potensial
korteks (sampai dengan 88%), peningkatan trabeculer dengan adanya kerusakan ginjal yang bersifat
bone volume (sampai dengan 46%), dan membatasi sementara atau menetap, yang terjadi pada saat
terjadinya fraktur.3 pemberiaan bisfosfonat secara intravena. Data dari
suatu studi klinis menunjukkan bahwa peningkatan
kadar serum kreatinin derajat 3 (3,3%) terjadi pada 3
Efek samping pemberian bisfosfonat subyek uji penderita kanker prostat yang mendapatkan
4 mg bisfosfonat ZOL. Sementara itu, studi klinis
Efek samping obat dari pemberian bisfosfonat Medline menunjukkan bahwa peningkatan kadar
secara umum terdiri dari efek samping yang serum kreatinin lebih sering terjadi pada pemberian
berhubungan langsung dengan pemberian obat etidronate/ETI atau clodronate/CLO (8% dan 5%)
bisfosfonat yakni osteomalasia, yang sering muncul daripada pemberian PAM (2%), atau alendronate/ALE
pada penggunaan bisfosfonat generasi pertama, (0%), atau IBA (<1%), di mana tidak ada perbedaan
hipokalsemia, dan osteonekrosis jaws/ONJ, dan efek bermakna di antara penggunaan 4 mg ZOL secara
samping yang tidak berhubungan langsung dengan intravena (> 15 menit) dengan 90 mg PAM secara
pemberian obat bisfosfonat seperti reaksi fase akut, intravena (> 2 jam).2,3,7
masalah saluran pencernaan, reaksi lokal pada tempat Pada umumnya efek samping berupa
bekas injeksi, dan nefrotoksikosis dan uveitis walau nefrotoksik tersebut terjadi bila bisfosfonat diberikan
kasusnya jarang terjadi.2,3,7 melalui tetesan infus cepat sehingga menyebabkan
Efek samping obat berupa hipokalsemia sangat konsentrasinya meningkat di dalam aliran darah dan
jarang terjadi dan dapat dicegah dengan pemberian ginjal. Data dari suatu studi klinis menunjukkan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 24
bahwa pemberian bisfosfonat ZOL akan lebih aman nyeri, pembengkakkan lokal, dan ulserasi, pada
bila dilakukan monitoring kadar serum kreatinin secara umumnya sangat jarang terjadi dan dapat pulih
berkala, sementara data dari studi klinis fase 3 kembali dalam 1-2 minggu pada masa pemberian
menunjukkan bahwa pada kasus MBD, pemberian IBA terapi bisfosfonat.2,3,7
intravena dengan dosis 6 mg (> 1-2 jam) ternyata juga Efek samping osteonecrosis jaws (ONJ)
mempunyai profil keamanan yang baik. Kemudian merupakan efek samping obat yang sangat jarang
data dari hasil-hasil studi klinis tersebut menjadi terjadi namun demikian dapat menyebabkan
pedoman yang harus diikuti untuk meminimalkan komplikasi yang serius bila sudah terjadi. Efek
potensi terjadinya efek samping nefrotoksik karena samping ONJ ini mulai muncul saat pemberian
pengaruh langsung konsentrasi maksimum dari bisfosfonat N-BP yang potent secara intravena (seperti
pemberian bisfosfonat. Usaha untuk menghindari efek IBA, PAM, dan ZOL), dan pada umumnya terjadi
samping nefrotoksik tersebut adalah dengan pemberian selama pengobatan pada kasus-kasus myeloma
hidrasi yang adekuat sebelum pemberian terapi multiple atau kanker payudara. Efek samping ONJ
bisfosfonat, dan melakukan monitoring kadar serum juga pernah muncul setelah pemberian ALE
kreatinin.2,3,7 (alendronate) dan RISE (risedronate) pada penyakit
Efek samping obat berupa gangguan/kelainan osteoporosis atau paget’s disease, serta pemberian
saluran pencernaan yang terjadi saat pemberian bisfosfonat CLO (clodronate) pada penyakit myeloma
bisfosfonat secara oral meliputi terjadinya iritasi multiple. Etiologi dari efek samping ONJ ini masih
lambung, diare, dan terkadang dapat terjadi ulserasi, belum jelas namun kemungkinannya adalah
perforasi, dan striktur pada saluran cerna. Walaupun multifaktorial, yang diindikasikan pada umumnya
jarang terjadi, efek samping gangguan saluran cerna dengan adanya osteomyelitis pada cidera gigi/rahang
ini dapat terjadi pada pemberian bisfosfonat weekly, (karena ditemukannya jamur actinomyces dari cidera
sehingga pemberiannya juga harus diinstruksikan gigi/rahang tersebut). Resiko terjadinya efek samping
setiap minggu. Cara minum bisfosfonat adalah ONJ tersebut tergantung pada penentuan dosis dan
minimal 1-2 jam sebelum makan (pada keadaan puasa) lama dari pemberian terapi bisfosfonatnya. Usaha
atau minimal 1 jam setelah makan, kecuali pemberian untuk menghindari terjadinya cidera gigi tersebut (baik
bisfosfonat IBA secara oral dapat dilakukan minimal 1 yang disebabkan infeksi atau menjalani pembedahan
jam setelah makan.2,3,7 gigi invasif dental alveolar) adalah harus terlebih
Bifosfonat generasi pertama (seperti etidronate dahulu menjalani pemeriksaan dan penatalaksanaan
dan clodronate) memiliki efek samping lain, yaitu masalah gigi yang sudah ada sebelum memulai
dapat mengganggu proses mineralisasi tulang dan pemberian N-BP secara intravena bila pemberian
menimbulkan hipokalsemia sehingga tidak boleh terapi bisfosfonat belum dilakukan, atau pemberian
diberikan secara kontinyu melainkan harus diberikan terapi bisfosfonat harus dihentikan sementara sampai
secara siklik dan harus selalu diperhatikan mengenai dengan tercapainya kesembuhan penyembuhan dari
asupan kalsiumnya.6 infeksi/pembedahan invasif giginya tersebut bila
Efek samping obat berupa reaksi lokal pada sedang berada dalam masa pemberian bisfosfonat.2,3,7
tempat injeksi, yang meliputi terjadinya phlebitis,
Tabel 3. Efek samping obat yang paling umum dari bisfosfonat. Dikutip dari kepustakaan7
Nonaminobophosphonate
Intravenous (iv) + 0 0 0 0
Clodronate 1,500 mg Oral 0 0 + ++ 0
Clodronate 800 mg (x2) Oral 0 0 + ++ 0
Clodronate 520 mg (x2)
Aminobophosphonate
Ibandronate 6 mg iv 0 + 0 0 +
Ibandronate 50 mg oral 0 0 + 0 0
Zoledronic acid 4 mg iv ++ ++ 0 0 ++
Pamidronate 90 mg iv ++ ++ 0 0 ++
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 25
(Hendrik)
Daftar Pustaka
1. Van den Wyngaert T, Huizing MT, Fossion E, current status. Clin Cancer Res 2006;12 Suppl
Vermorken JB. Bisphosphonates in oncology: rising 20:S6222 –6230
stars or fallen heroes. Oncologist 2009;14(2):181-191 6. Pengelolaan osteoporosis: Panduan diagnosis dan
2. Aapro M, Abrahamsson PA, Body JJ, Coleman RE, pengelolaan osteoporosis. Jakarta: Pengurus Besar
Colomer R, Costa L, et al. Guidance on the use of Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA); 2005
bisphosphonates in solid tumors: recommendations 7. Diel IJ, Bergner R, Grotz KA. Adverse effects of
of an international expert panel. Annals Oncol bisphosphonates: current issues. J Support Oncol
2008;19(3):420-32 2007; 5(10):475-82
3. Drake MT, Clark BL, Khesla S. Bisphosphonates: 8. Janjan NA, Declos ME, Crane CH. Palliative versus
Mechanism of action and role in clinical practice. curative care phylosophical and economic
Mayo Clin Proc 2008;83(9):1032-1045 differences. In: Cox JD, Ang KK, editors. Radiation
4. Green JR, Novartis Pharma AG. Bisphosphonates: oncology: rationale, technique, and result, 9th ed.
preclinical review. Oncologist 2004;9 Suppl 4:S3-13 Philadelphia (USA): Elsevier Mosby Inc; 2010
5. Roelofs AJ, Thompson K, Gordon S, Rogers MJ.
Molecular mechanisms of action of bisphosphonates:
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 26
Tinjauan Pustaka
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang
Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat1, Nana Supriana1, Gatot Purwoto2, Laila Nuranna2
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2. Divisi Onkologi Departemen Obstetri & Ginekologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
tingkat kelenjar getah bening di atasnya dimasukkan dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen.
dalam lapangan penyinaran.6 Neoplasma ovarium yang mensekresi estrogen (sel
granulosa atau fungsional tekoma) dan polycystic
ovarian syndrome (stein-leventhal syndrome), yang
mengakibatkan sekresi yang tinggi dari estrogen, yang
menyebabkan hiperplasia endometrium dan kemudian
menjadi kanker.5,7,8
Adenokarsinoma endometrium dibagi
menjadi 2 tipe berdasarkan gambaran histomorfologi,
patogenesis, dan prognosis.
Adenokarsinoma endometrium tipe 1,
umumnya timbul dari hiperplasia endometrium. Pada
tipe ini terdapat fokus hiperplasia di dalam karsinoma.
Adenokarsinoma endometrium tipe 1 tergolong
berdiferensiasi baik dan sulit untuk dibedakan dengan
kelenjar endometrium normal. Tipe ini disebut
Gambar 8. Anatomi Uterus. (Dikutip dari kepustakaan5
dengan modifikasi)
adenokarsinoma tipe endometrioid5,7,8 yang
mempunyai ciri khas yaitu:
Pada umumnya tipe ini tidak menginvasi
Aliran getah bening ovarium dan endometrium sampai bagian dalam miometrium, dan
bagian atas mengikuti aliran darah ovarium yang prognosisnya baik.
berakhir di kelenjar getah bening paraaorta setinggi Tipe ini dijumpai pada 80-95% dari semua
ginjal dan mengikuti ligamen rotundum yang akan karsinoma endometrium.
melibatkan kelenjar getah bening inguinal. Pola
drainase dari leher rahim dan pola drainase tambahan Adenokarsinoma endometrium tipe 2, tipe ini
dari uterus dan ovarium melalui rantai iliaka eksterna, tidak ada hubungannya dengan hiperplasia. Penderita
obturator dan iliaka interna. Drainase getah bening tipe ini biasanya lebih tua dari penderita tipe 1 dan
untuk vagina bagian atas mengikuti jalur leher rahim. diferensiasinya buruk. Ciri khasnya5,7,8 yaitu:
Drainase vagina bagian bawah mengikuti aliran vulva Terdiri dari 10-15% dari kanker endometrium,
menuju kelenjar getah bening inguinal.6 dan prognosisnya buruk.
Tidak ada hubungannya dengan estrogen.
Derajat keganasannya tinggi dan potensial
sangat ganas.
Karsinoma serosa dan clear cell termasuk
pada grup neoplasia ini.
Tipe selain dari adenokarsinoma mempunyai
resiko yang tinggi untuk terjadinya
Iliaka Komunis
kekambuhan dan metastasis jauh.
Iliaka Internal Prognosis jelek pada adenoskuamosa, clear
Iliaka Eksternal cell dan tipe papiler.
Klasifikasi Seluler
Endometrioid (75-80%)
Gambar 9. Gambar Aliran Limfe Dari Uterus. (Dikutip dari Ciliary adenocarcinoma
kepustakaan5 dengan modifikasi) Secretory adenocarcinoma
Papillary or villoglandular
Squamous differentiated adenocarcinoma
Adenochantoma
Patologi
Adenosquamosa
Uterine papillary serous carcinoma (<10%)
Kanker endometrium pada umumnya adalah Mucinous (1%)
adenokarsinoma. Mekanisme dasar terjadinya kanker Clear Cell (4%)
endometrium merupakan periode panjang dari Squamous Cell (<1%)
ketidakseimbangan hormon estrogen dengan hormon Mixed (10%)
progesteron. Ketidakseimbangan hormonal dapat Undifferentiated
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 28
Faktor Prognostik
Keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta/ Pada lapangan radiasi extended field, batas
pelvis bagian atas dilakukan radiasi paraaorta dengan atas sampai di atas lumbal 1, dianjurkan menggunakan
lapangan radiasi extended-field.5,10 perencanaan CT untuk menghindari ginjal dan
dianjurkan menggunakan metode IMRT. Pada IMRT
harus diberikan perhatian terhadap deliniasi target dan
mempertimbangkan internal treated volume (ITV).
Volume vagina pada saat dilakukan CT kosong atau
penuh.5
Brakiterapi
Indikasi Brakhiterapi
Brakhiterapi endovaginal mencegah
Gambar 11. Foto Simulator Lapangan Seluruh Pelvis AP kekambuhan lokal di vagina. Indikasi spesifik dari
dan Lateral brakhiterapi setelah total abdominal histerektomi-
bilateral salfongoovorektomi (TAH-BSO) dan eksisi
puntung vagina tergantung dari berbagai faktor resiko
untuk kekambuhan vagina, yang biasanya terdiri dari
stadium, derajat keganasan, kedalaman invasi
miometrium, invasi ke leher rahim, histolopatologi dan
batas sayatan. Indikasi untuk radiasi eksterna pelvis
tergantung dari faktor resiko untuk kekambuhan
pelvis, pada umumnya terdiri dari keterlibatan kelenjar
getah bening, derajat keganasan, kedalaman dari invasi
miometrium penyebaran ekstra uterin dan
Gambar 12. Foto Simulator Lapangan Extended Field histolopatologi.1,4,15
dengan radiasi eksterna postoperasi jika ada faktor CTV, termasuk didalamnya endometrium, lapisan
prognostik yang buruk (invasi miometrium, G2/3, yang berbeda dari miometrium dan serosa. Tergantung
stadium II/III, histolopatologi yang kurang disukai).15 dari pola penyebaran, sebagian dari jaringan
parametrium dapat dimasukkan sebagai target pada
Radioterapi Definitif penderita dengan stadium I lanjut, II, dan III.15 CTV
Jika pembedahan merupakan kontra indikasi, untuk brakhiterapi vagina adalah punting vagina dan
brakhiterapi seluruh uterus dan bagian atas dari vagina dinding vagina yang bersebelahan dengan sepertiga
merupakan bagian yang penting dari pengobatan untuk atas vagina.15
tujuan kuratif. Radiasi eksterna diberikan jika ada Untuk penentuan CTV yang ideal, informasi
faktor prognostik yang buruk pada stadium 1 (invasi dari kuretase leher rahim atau uterus, histeroskopi dan
miometrium > 50%, grade 3) dan selalu diberikan pada pencitraan harus tersedia (MRI, USG, atau CT).
stadium II/III.15 Histeroskopi dapat menentukan lokasi tumor lebih
akurat dalam rongga uterus, CT untuk deliniasi
Penentuan Volume Target pada Brakhiterapi anatomi uterus dan organ kritis. USG dan MRI untuk
lokasi, perkiraan volume tumor dan deliniasi dari
Brakhiterapi Pascaoperasi perluasan makroskopis ke dinding uterus.15
Target dari penyinaran adalah mukosa vagina Cara yang ideal untuk menentukan CTV
dari puntung vagina, termasuk didalamnya parut adalah dengan melakukan histeroskopi dan MRI
operasi, dan untuk sebagian penulis keseluruhan sebelum pemasangan aplikator, untuk mendapatkan
panjang dari dinding vagina. Akan tetapi, sekitar 90% perencanaan yang tepat untuk prosedur brakhiterapi
dari kekambuhan terjadi pada puntung vagina dan uterus. Sebagai tambahan, MRI atau CT sebaiknya
hanya 10% terjadi pada bagian distal, terutama di regio dilakukan pada saat aplikator terpasang di tempatnya.15
periuretra. Kedalaman yang dipilih pada beberapa mm American Brachytherapy Society
di bawah permukaan mukosa. Titik acuan adalah 5 mm merekomendasikan penentuan dari ketebalan dinding
di bawah permukaan vagina. Permukaan mukosa harus uterus menggunakan CT, MRI atau USG. MRI
kontak langsung terhadap permukaan aplikator. memberikan informasi tambahan mengenai kedalaman
Ketebalan dinding vagina (2-8 mm) dapat menjadi dari miometrium dan invasi leher rahim.1,15
pertimbangan, terutama jika dinding sangat tipis,
karena akan memberikan efek dosis pada dinding Teknik Brakiterapi
depan rektum. Perhatian khusus harus diberikan pada
puntung vagina dengan permukaan dan bentuk yang Aplikator standar untuk brakhiterapi vagina
iregular setelah pembedahan. Jika ada parut tebal atau pada kasus pascaoperasi adalah:
jarak tertentu antara aplikator dan mukosa , titik acuan Aplikator silinder (diameter 20-40 mm) dan
disesuaikan secara individual , tetapi lokasi puntung panjang (2,5-10 cm).15,16
vagina yang berdekatan secara langsung dengan usus
harus tetap dipertimbangkan.15
Brakhiterapi Preoperasi
Pada kasus brakhiterapi yang diberikan
sebelum operasi, 1/3 atas dari vagina dimasukkan
dalam volume target dengan kedalaman 5 mm ke
dalam dinding vagina, pada stadium I. Pada stadium
II, ismus uteri dan leher rahim dapat dimasukan dalam
target volume.15
Radiasi Definitif
Clinical target volume (CTV) pada
brakhiterapi uterus adalah tumor makroskopik dan Gambar 13. Gambar Aplikator Silinder
penyebaran mikroskopik ke dinding uterus. Jika tumor
terbatas pada dinding uterus (stadium I), seluruh uterus
dan bagian yang bersebelahan dengan leher rahim 2 ovoid dengan ukuran yang berbeda dengan 1
dianggap sebagai CTV. Jika tumor bersebelahan saluran pada tiap ovoid.15,16
dengan leher rahim dan meluas ke leher rahim
(stadium II), lokasi ini harus secara lengkap Aplikator standar untuk brakhiterapi vagina
dimasukkan sebagai CTV. Harus dilakukan deliniasi pada kasus preoperasi adalah:
gross tumor volume (GTV) pada lokasi dan kedalaman Aplikator 2 atau 3 tandem. Peralatan standar
tersebut dan CTV (seluruh kedalaman dinding uterus). ini terdiri dari 2 aplikator tandem dengan sudut
Untuk alasan praktis, diameter keseluruhan dari diujungnya untuk mencapai kedua ujung
dinding uterus biasanya diambil sebagai ketebalan dari uterus. Aplikator ke-3 dapat ditambahkan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 32
Perencanaan Radiasi
Daftar Pustaka
1. Nag S, Erickson B, Parikh S, et al. The american 5. Beyzadeoglu M, Ebruli C, Ozyigit G. Gynecological
brachytherapy society recommendations for high- cancers. In: Beyzadeoglu M, Ozyigit G, Ebruli C,
dose-rate brachytherapy for carcinoma of the editors. Basic radiation oncology. Berlin: Springer
endometrium. Int J Radiat Oncol Biol Phys Verlag; 2010
2000;48:779–790 6. Uschold GM, Andersen JE. Gynecological tumors.
2. Coon D, Beriwal S, Heron DE, et al. High dose rate In: Washington CM, Leaver D, editors. Principles and
“Y” applicator brachytherapy for definitive treatment practice of radiation therapy. 3rd ed. St. Louis:
of medically inoperable endometrial cancer: 10-year Mosby Elsevier; 2010
results. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2008;71:779– 7. Creasman WT. Adenocarcinoma of the uterus. In:
783 Creasman WT, Disaia PJ, editors. Clinical
3. Solhjem MC, Petersen IA, Haddock MG. Vaginal gynecologic oncology 7th ed. St. Louis: Mosby
brachytherapy alone is sufficient adjuvant treatment Elsevier; 2007
of surgical stage I endometrial cancer. Int J Radiat 8. Chu CS, Lin LL, Rubin SC. Cancer of the uterine
Oncol Biol Phys 2005; 62:1379–1384 body. In: Devita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA
4. Wong FCS, Wong JSY, Sze WK, Tung SY. Adjuvant editors. Devita, Hellman & Rosenberg’s Cancer:
treatment for endometrial carcinoma. J HK Coll principles & practice of oncology 8th ed.
Radiol 2008:11:3-12 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)
35
9. Cardenes HR, Look K, Michael H, Cerezo L. rate and pulse-dose-rate. In: Halperin EC, Perez CA,
Endometrium. In: Halperin EC, Perez CA, Brady Brady LW, editors. Principles and practice of
LW, editors. Principles and practice of radiation radiation oncology 5th ed. Philadelphia: Lippincott
oncology 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Williams & Wilkins; 2008
Wilkins; 2008 21. Gao M, Albuequerque K, Chi A, Rusu I. 3D CT-
10. Bermudez RS, Huang K, Hsu IC. Endometrial cancer. based volumetric dose assessment of 2D pans using
In: Hansen EK, Roach M, editors. Handbook of GEC-ESTRO guidelines for cervical cancer
evidence-based radiation oncology 2nd ed. Berlin: brachytherapy. Brachytherapy 2010; 9: 55-60
Springer Verlag; 2010 22. Potter R, Meder CH, Limbergen EV, Barillot I,
11. Lee KM. Endometrial cancer. In: Lu JJ, Brady LW, Brabandere MD et al. Recommendations from
editors. Radiation oncology an evidence-based gynecological GEC ESTRO working group (II):
approach. Berlin: Springer Verlag; 2008 Concepts and terms in 3D image-based treatment
12. Niazi TM, Souhami L, Portelance L, et al. Long-term planning in cervix cancer brachytherapy-3D dose
results of high-dose-rate brachytherapy in the primary volume parameters and aspects of 3D image-based
treatment of medically inoperable stage I-II anatomy, radiation physics, radiobiology. Radiother
endometrial carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys Oncol 2006; 78: 67-77
2005;63:1108–1113 23. Viswanathan AN, Erickson BA. Three-dimensional
13. Citron JR, Sutton H, Yamada SD, Mehta N, Mundt imaging in gynecologic brachytherapy: A Survey of
AJ. Pathologic stage I-II endometrial carcinoma in The American Brachytherapy Society. Int J Radiat
the elderly: radiotherapy indications and outcome. Int Oncol Biol Phys 2010;76:104–109
J Radiat Oncol Biol Phys 2004;13:1432–1438 24. Fishman DA, Roberts KB, Chambers JT et al.
14. Knocke TH, Kucera H, Weidinger B, et al. Primary Radiation therapy as exclusive treatment for
treatment of endometrial carcinoma with high-dose- medically inoperable patient with stage I and II
rate brachytherapy: Results of 12 years of experience endometrioid carcinoma wih endometrium. Gynecol
with 280 patients. Int J Radiat Oncol Biol Phys Oncol 61: 189-196
1997;37:359–365 25. Jhingran A, Eifel PJ. The Endometrium. In: Cox JD,
15. Potter R, Gerbaulet A, Meder CH. Endometrial Ang KK, editors. Radiation oncology rationale,
cancer. In: Gerbaulet A, Puller R, Mazeron JJ, technique, results 9th ed. Philadelphia: Mosby
Meertens H, Umbergen EV, editors. The GEC Elsevier; 2010
ESTRO handbook of brachytherapy. Brussels: 26. Kucera H, Knocke TH, Kucera E, et al. Treatment of
ESTRO; 2002 endometrial carcinoma with high-dose-rate
16. Visnawathan AN, Petereit DG. Gynecologic brachytherapy alone in medically inoperable stage I
brachytherapy. In: Devlin PM, editor. Brachytherapy patients. Acta Obstet Gynecol Scand 1998;77: 1008-
applications and techniques. Philadelphia: Lippincott 1012
Williams & Wilkins; 2007 27. Rose PG, Baker S, Kern M, et al. Primary radiation
17. Martinez endometrial applicator set [internet]. 2010 therapy for endometrial carcinoma: A case controlled
[cited 2010 Sept]. Available from: study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1993;27:585–590
http://www.nucletron.com/en/ProductsAndSolutions/ 28. Nguyen TV, Petereit DG. High-dose-rate
Pages/MartinezEndometrialApplicatorSet.aspx. brachytherapy for medically inoperable stage I
18. Dose and volume specification for reporting endometrial cancer. Gynecol Oncol 1998; 71:196-203
intracavitary therapy in gynecology. ICRU report. 29. Petereit DG, Sakaria JN, Chappel RJ. Perioperative
Bethesda: International Commission on Radiation morbidity and mortality of high dose rate gynecologic
Units and Measurements; 1985. Report No.: 38 bracytherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 1998; 42:
19. Ladner HA, Pfleiderer A, Ladner S, Karck AU. 1025-1031
Brachytherapy for treating endometrial cancer. In: 30. Wegner RE, Beriwal S, Heron DE et al. Definitive
Joslin CA, Flynn A, Hall EJ, editors. Principles and radiation therapy for endometrial cancer in medically
practice of brachytherapy. London : Arnold; 2001 inoperable elderly patients. Brachytherapy. 2010; 9:
20. Montemaggi P, Guerrieri P, Federico M, Montellaro 260-265
G. Clinical applications of brachytherapy: Low-dose-
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:36-41 36
Laporan Kasus
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker
Laring
Dian Bajora Nasution1, R. Susworo2
1. Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP Adam Malik , Medan
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Alamat Korespondensi: Cancer in pregnancy is a rare case, but the existence of cancer patients during
Dr. Dian Bajora Nasution, SpRad the reproductive period increases the likelihood of cancer cases with pregnancy.
Departemen Radiologi Fakultas Determination of high-dose radiation therapy in cancer cases with pregnancy
Kedokteran USU, RSUP Adam should pay attention to the doses received by the fetus. Besides, plans are
Malik, Medan expected to reduce the radiation exposure of radiation dose to the fetus. Reported
Jl. Dr. T. Mansur No. 5, Medan case of laryngeal cancer with radiation to obtain pregnancies in the head-neck
Email: dbn301067@yahoo.com region.
Key words: irradiation, cancer, pregnancy, fetus
Hasil pemeriksaan histopatologi tanggal 12 Maret dosis dan laju dosis. Probabilitas terjadi malformasi
2008 adalah KSS berkeratin berdiferensiasi sedang. meningkat dengan bertambahnya dosis diterima dan
Batas sayatan trakea bebas tumor. Massa tumor hubungan ini diawali dengan dosis ambang.3,4,6 3.
menginfiltrasi tiroid. Retardasi mental berat. Efek retardasi mental pada
Dilakukan radiasi eksterna portal laterolateral periode janin merupakan efek deterministik. Retardasi
33 x 2 Gy menggunakan 60Co. Radiasi dimulai 18 Juni mental beresiko tertinggi di periode awal janin (8-15
2010. Pasca radiasi ke-24 (20 Juli 2008) pasien kontrol minggu). Dosis ambang efek ini 0,3 Gy7 dengan
ke poliklinik dengan keluhan amenorhoe sejak 2 bulan penurunan IQ hingga 30 point per Gy pada usia
yang lalu. Dilakukan USG fetomaternal (22 Juli 2008) kehamilan 8-5 minggu.3,4 4. Retardasi pertumbuhan.
dengan kesan kehamilan tunggal hidup sesuai dengan Retardasi pertumbuhan ditandai dengan penurunan
kehamilan 12-13 minggu. tinggi dan berat badan, umumnya terjadi akibat radiasi
Dilakukan pengukuran dosis yang diterima di periode organogenesis dan awal janin.3,4 5.
janin (22 juli 2008), jarak dari sentrasi lapangan ke Sterilitas. Pada keadaan sel gonial imatur selama
fundus 39 cm, ketebalan anteroposterior dan lateral di periode organogenesis maupun janin, efek sterilitas
setinggi fundus 18 dan 29 cm. Dilakukan perhitungan terjadi dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan perkiraan dosis di fundus adalah 0,054 Gy pada orang dewasa.3,4 6. Induksi kanker. Diperkirakan
setelah pemberian dosis 66 Gy di daerah laring. resiko absolut untuk fatal cancer pada usia 0-15 tahun
Radiasi diputuskan untuk dilanjutkan dan pasien setuju setelah radiasi intrauterin sekitar 0,006%/mGy dan
melanjutkan radiasi setelah dilakukan informed untuk sepanjang hidup sekitar 0,015%/mGy.2,3,4
consent. Pasca radiasi 66 Gy pasien tidak kontrol ke American Association of Physicists in
poliklinik Radioterapi maupun poliklinik Telinga Medicine (AAPM report No. 50) secara umum
Hidung dan Tenggorokan, Kepala dan Leher (THT- membagi dosis radiasi berdasarkan kemungkinan
KL) RSCM. Pada tanggal 23 Maret 2009 suami resiko terhadap janin4, sebagai berikut:
pasien dapat dihubungi melalui telefon dan < 0,05 Gy kecil risiko terjadi kerusakan
menyatakan pasien saat ini masih dalam keadaan baik. 0,05-0,10 Gy risiko tidak dapat dipastikan
Anak lahir dengan Sectio Caesarea (SC) karena tali 0,10-0,50 Gy risiko signifikan untuk terjadi
pusat melilit leher, lahir dalam keadaan sehat dan saat kerusakan selama trisemester I
ini pada usia 3 bulan perkembangan anak baik. >0,50 risiko tinggi untuk terjadi kerusakan
. pada semua trisemester
Diskusi
The International Commission on
Perkembangan prenatal dimulai dari Radiological Protection (ICRP) dalam rekomendasi
preimplantasi - embrionik sampai perkembangan janin tahun 2007 kembali menegaskan dosis ambang untuk
bersifat radiosensitif. Hal ini disebabkan, karena dalam terjadinya malformasi adalah sekitar 100 mGy dan
perkembangan ini sel-sel mempunyai laju proliferasi risiko untuk terjadinya kanker selama kehidupan pada
tinggi dan pengaruh proses diferensiasi serta migrasi radiasi intrauterin adalah sama dengan risiko pada
sel yang terjadi selama perkembangan prenatal. radiasi yang diberikan setelah usia awal anak.7 Saat
Perbedaan tingkat laju proliferasi, proses diferensiasi, dilakukan radioterapi pada penderita kanker bersamaan
dan migrasi sel yang terjadi selama kehamilan dengan kehamilan, janin dapat terpapar radiasi karena
menyebabkan perbedaan sensitivitas dan perbedaan divergensi radiasi, kebocoran berasal dari machine
efek yang dapat terjadi akibat radiasi selama head sumber radiasi, dan radiasi hambur (hambur
kehamilan.3 Efek yang dapat terjadi setelah radiasi: 1. kolimator, beam modifier, hambur internal pasien,
Letal. Efek letal paling dominan terjadi apabila radiasi hambur ruangan).
dilakukan pada periode preimplantasi dan awal Batasan kebocoran source housing yang masih
embrionik karena sulitnya perbaikan sel yang telah diperbolehkan dapat dilihat dari NRCP report 102,
mengalami kerusakan pada periode ini. Data letal pada untuk pesawat teleterapi 60Co pada posisi digunakan,
embrio manusia, terutama pada awal kehamilan, masih kebocoran tidak boleh melebihi 0,1% dari dosis yang
sedikit yang diketahui karena tingginya frekwensi digunakan di jarak satu meter dari sumber.9 Radiasi
embryonic loss di populasi umum. Data yang ada dihamburkan ke segala arah dengan jumlah hamburan
adalah data letalitas primer janin manusia pada pasien tergantung dari intensitas radiasi awal, kualitas radiasi,
wanita hamil yang mendapatkan radioterapi daerah luas area (ukuran lapangan radiasi), dan sudut
abdomen selama periode embrionik atau hamburan. Rasio dosis hamburan terhadap dosis awal
organogenesis dengan dosis 3,6 dan 5 Gy telah dapat biasanya dalam α dan untuk radiasi megavolt, α
mengakibatkan aborsi.3,4,5 2. Malformasi anatomi. biasanya diasumsikan sebesar 0,1% untuk hamburan
Insidensi malfomasi dominan terjadi setelah embrio 900. Besar dosis radiasi di luar lapangan atau dosis
berada di periode embrionik sampai awal janin, periferal dapat diperoleh dengan cara perhitungan
sedangkan selama periode janin sampai lahir maupun pengukuran.
kemungkinan terjadinya malformasi lebih kecil dan Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis
ringan. Efek malformasi akibat radiasi tergantung periferal adalah: 1. Jarak. Penurunan dosis periferal di
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:36-41 38
suatu tempat berbanding eksponensial dengan jarak faktor kondisi sinar-x, menghindari potongan (slice)
dari tepi lapangan ke tempat tersebut. Dalam yang tidak perlu atau berulang.4,13 2. Modifikasi
perhitungan dosis janin, jarak dapat berubah sesuai teknik radiasi. Penggunaan pesawat teleterapi 60Co
dengan usia kehamilan. Selain itu besar sudut sentral sebaiknya dihindarkan karena dosis radiasi pada jarak
sinar primer terhadap janin (scatering angle from di atas 10 cm dari tepi lapangan lebih besar pada
central ray) juga mempengaruhi besarnya rasio dosis pesawat 60Co dibandingkan menggunakan pesawat
hamburan terhadap dosis sinar primer. Jarak gantry ke sinar-x (Linear Accelerator). Penggunaan sinar foton
janin dan jarak gantry ke sentrasi lapangan dengan energi lebih tinggi dapat mengurangi
menentukan besar sudut.9,10 2. Profil dosis ke luar hamburan radiasi ke luar lapangan, tetapi penggunaan
lapangan, yaitu energi radiasi, ukuran lapangan, energi lebih dari 10 MV tidak dianjurkan karena
kedalaman, dan design accelerator.9,10 menghasilkan hamburan neutron. Pemilihan sudut
Dilakukan perhitungan dosis periferal pada gantry dan sudut hambur dengan tujuan menjauhkan
pasien dengan kehamilan di Departemen Radioterapi gantry dari janin dapat mengurangi paparan dosis ke
RSCM menggunakan rumus11, sebagai berikut: janin. Membatasi luas lapangan dapat mengurangi
Radiasi foton: radiasi hambur internal. Menghindari penggunaan
DLR = d X PDD fundus/PDD tumor X (100 wedge dapat mengurangi hamburan radiasi ke luar
cm/L)2XAXF lapangan14 dan penggunaan tertier multi leaves
DISR = d X α X PDD fundus x (100cm/L)2 collimator (MLC) dapat mengurangi radiasi hambur
Dosis yang diterima = DLR + DSR dari kolimator primer dan sekunder. Pada metode
radiasi dengan intensity modulated radiation therapy
Keterangan (IMRT) biasanya Monitor Unit (MU) yang digunakan
DLR : Dose Leakage Radiation (Dosis Radiasi lebih besar dibandingkan radiasi konformal biasa,
Kebocoran)
DISR : Dose Internal Scatter Radiation (Dosis mengakibatkan dosis periferal pada IMRT lebih besar
Radiasi Hamburan Internal) dibandingkan konformal biasa.4,13,15-17 3. Penggunaan
PDD : Percentage Depth Dose (Persentase Dosis pelindung khusus (special shields).4 Pelindung
Kedalaman) (shielding) dapat digunakan sebagai pelindung
L : Jarak fokus ke fundus
F : Faktor konversi, dimana energi lebih besar
terhadap radiasi di atas diafragma dan ekstremitas
atau sama dengan 1 MV adalah 1 bawah dari arah anterior, posterior, dan lateral. Tetapi
A : Batas kebocoran yang diizinkan, untuk untuk perlindungan radiasi dari lapangan oblik sulit
megavolt adalah 0,1% dosis primer pada dilakukan karena beratnya konstruksi pelindung.
jarak satu meter Keamanan adalah faktor yang harus diperhatikan
α : Rasio dosis hamburan terhadap dosis awal
disudut hambur 900 adalah 0,1% dalam penggunaan pelindung, karena beratnya
pelindung maka kekuatan kontruksi dan pendukung
Besar dosis periferal dapat diperoleh dengan harus diperhatikan. Penggunaan pelindung dapat
pengukuran, seperti menggunakan alat pengukur mengurangi dosis radiasi yang diterima janin sampai
dosimetri Thermo Luminenscent Dosimetri (TLD). sekitar 50%. Sebelum penggunaan pelindung juga
Sebelum digunakan, TLD terlebih dahulu dikaliberasi harus dipertimbangkan faktor-faktor yang paling
dengan alat ukur absolut Ionization Chamber. mempengaruhi dosis periferal.4 Faktor-faktor tersebut
Pengukuran biasanya dilakukan di fantom dan dapat antara lain: a. Dalam jarak 10 cm dari tepi lapangan
juga dilakukan di permukaan kulit pasien pada tiga hamburan kolimator dan hamburan internal merupakan
titik, yaitu fundus, umbilikus, dan pertengahan simfisis komponen besar pembentuk dosis periferal. b. Jarak
pubis. Tetapi pengukuran kadang-kadang memerlukan 10-20 cm dari tepi lapangan hamburan kolimator
banyak waktu karena luasnya pengukuran dosimetrik berkurang, sedangkan komponen besar pembentuk
dan diperlukannya kontruksi fantom yang sesuai dosis periferal adalah hamburan interna. Pada jarak ini
dengan geometri anatomi pasien, dalam keadaan hamburan kolimator dan kebocoran machine head
seperti ini dapat digunakan data yang telah ada.12,13 ikut membentuk dosis periferal. c. Jarak sekitar 30 cm
dari tepi lapangan komponen hamburan interna dan
Upaya mengurangi dosis janin kebocoran machine head mempunyai kontribusi yang
Untuk mengurangi dosis pada janin dapat sama dalam pembentukan dosis periferal. d. Jarak
dilakukan: 1. Proteksi di simulator: Memperhatikan lebih dari 30 cm dari tepi lapangan kebocoran dari
masalah proteksi radiasi pada saat simulator, seperti: machine head yang paling berperanan dalam
menggunakan fluoroskopi seminimal mungkin guna pembentukan dosis periferal.
mengurangi terpajannya pasien pada sinar-x secara Pemahaman tersebut perlu karena pelindung
berlebihan, hindari pembukaan kolimator yang terlalu hanya dapat mengurangi dosis periferal yang berasal
lebar saat memulai simulator. Pemakaian apron dapat dari hamburan kolimator dan kebocoran machine head,
melindungi pasien dari sinar hambur dan kebocoran sedangkan hamburan interna tidak dapat dikurangi
dari sumber sinar-x, tetapi tidak dapat mengurangi dengan pelindung.
sinar hambur internal. Sedangkan pada simulator
berbasis CT dapat dilakukan dengan memperhatikan Jenis-jenis pelindung
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 39
(Dian Bajora Nasution)
mGy berefek abnormalitas sistem saraf, jurnal, tetapi sebaiknya juga dipertimbangkan
malformasi, retardasi pertumbuhan dan penggunaan data-data pengukuran yang telah ada
kematian janin. sebelumnya sebagai pembanding. Sedangkan untuk
Semua petugas, termasuk radiografer, kehamilan yang telah diketahui sebelum radioterapi,
sebaiknya memahami manfaat radiasi untuk sebaiknya masih dipertimbangkan membandingkan
medik dan risikonya terhadap janin. hasil perhitungan dengan pengukuran, walaupun
3. Setelah radioterapi biasanya perbedaan hanya sedikit atau tidak
Setelah radioterapi rekam teknik dan perkiraan bermakna.12,18 Pada kasus ini dosis yang diterima janin
dosis janin. Karena kemungkinan terdapat adalah 0,054 Gy dan pada saat diketahui pasien telah
konsekuensi terhadap janin, dianjurkan konseling mendapatkan radiasi ke-24 dengan usia kehamilan 12-
dan pemeriksaan rutin dengan cermat. Walaupun 13 minggu. Hal ini berarti paling cepat janin mulai
terdapat peraturan batasan lama penyimpanan mendapatkan radiasi pada usia kehamilan 39 hari atau
rekam medik, sebaiknya rekam medik kasus ini dimulai pada periode embrionik sampai ke periode
disimpan selama bertahun-tahun sampai anak awal janin. Pada periode ini radiasi berefek teratogenik
menjadi dewasa. dengan resiko mengalami malformasi anatomi. Sesuai
dengan AAPM TG 36 risiko signifikan pada
Umumnya petugas medik dalam menghadapi trisemester pertama adalah apabila janin menerima
pasien kanker lebih terfokus kepada masalah dosis radiasi 0,1-0,5 Gy, sedangkan pada kasus ini
pemeriksaan dan penanganan onkologi, begitu juga janin menerima dosis 0,054 Gy yang berati masih
perhatian pasien beserta keluarganya lebih tertuju dalam batas risiko yang belum dapat dipastikan.
kepada masalah penyakit yang sedang dideritanya. Berdasarkan pertimbangan ini, dilakukan informed
Perhatian terhadap keadaan pasien wanita yang masih consent kepada pasien dengan keputusan melanjutkan
berusia reproduksi dengan kemungkinan berisiko radiasi. Karena pasien tidak pernah kontrol dan sulit
hamil saat diterapi menjadi berkurang, sehingga jarang dihubungi, evaluasi baru dapat dilakukan melalui
anamnesis yang menanyakan riwayat menstruasi atau telefon tujuh bulan setelah radiasi dan diketahui bayi
pertanyaan-pertanyaan lain untuk memastikan lahir dalam keadaan baik dan sehat sampai saat
pasiennya tidak dalam keadaan hamil. Keadaan ini dihubungi.
dapat terjadi karena kasus kanker bersamaan dengan Pada pasien ini modifikasi teknik radiasi tidak
kehamilan memang sangat jarang. Selain pada kasus dilakukan karena pasien telah mendapatkan radiasi ke-
ini, di kepustakaan juga dibahas kejadian yang sama, 24 dan perkiraan dosis diterima janin masih dalam
sehingga dalam ICRP publication 84 dinyatakan batas toleransi. Pada kasus kehamilan yang telah
pentingnya untuk memastikan apakah pasien wanita diketahui sebelum radioterapi sebaiknya modifikasi
dalam keadaan tidak hamil sebelum mendapatkan teknik tetap menjadi perhatian, karena dengan memilih
radioterapi. AAPM TG 36 dan ICRP publication 84 pesawat dan energi disertai upaya-upaya lainnya dapat
telah merekomendasikan sikap yang dilakukan apabila mengurangi dosis radiasi yang diterima janin. Hal ini
berhadapan dengan kasus ini, seperti menyelesaikan penting karena selain malformasi anatomi, perlu
seluruh rencana terapi seperti keadaan pasien tidak mendapat perhatian mengenai efek stokastik yang
hamil, perkirakan dosis yang diterima janin, dan dapat terjadi tanpa dosis ambang dengan probabilitas
pertimbangkan risiko terhadap janin. meningkat sesuai dosis yang diterima janin, walaupun
Dalam kasus ini telah dilakukan perhitungan persentase untuk resiko ini kecil. Saat terakhir
dosis total yang diterima janin dengan menggunakan dihubungi keadaan ibu dan perkembangan bayi baik.
perhitungan yang biasa dilakukan di Radioterapi Evaluasi lanjut dengan menyimpan rekam medik untuk
RSCM. Pengukuran belum dilakukan karena jangka lama perlu menjadi pertimbangan sesuai
memerlukan waktu dan persiapan, sedangkan pasien dengan rekomendasi ICRP yang menganjurkan
telah mendapatkan radiasi yang ke-24. Hal ini penyimpanan rekam medik sampai anak berusia
diperbolehkan dalam AAPM TG 36 dan beberapa dewasa walaupun pasien tidak pernah kontrol kembali.
Daftar Pustaka
1. Weisz B, Schiff E, Lishner M. Cancer in pregnancy: 11. Handayani L, Terapi radiasi pada pasien keganasan
maternal and fetal implications. Hum Reproduction dengan kehamilan, ilustrasi kasus dengan tinjauan
Update 2001; 7: 384-393 kepustakaan [Unpublished case report]. Jakarta:
2. Orecchia R, Lucignani G, Tosi B. Prenatal irradiation Departemen Radioterapi RSCM; 2006
and pregnancy: the effects of diagnostic imaging and 12. Bradley B, Fleck A, Osel EK. Normalized data for the
radiation therapy. In: Surbone A, Paceatoni F, Pavlidis estimation of fetal radiation dose from radiotherapy of
N, editors. Cancer and pregnancy. New York: Springer; the breast. Br J Radiol 2006;79:818-827
2008 13. Pregnancy and medical radiation. ICRP Publication 84.
3. Biological effect after prenatal irradiation (embryo and Ottawa (Canada): The International Commision on
fetus). ICRP publication 90. Ottawa (Canada): The Radiological Protection; 2000
International Commision on Radiological Protection; 14. Sherazi S, Kase KR. Measurements of dose from
2003 secondary radiation outside a treatment field: effects of
4. Fetal dose from radiotherapy with photon beams. wedges and blocks. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1985;
AAPM report. Maryland (US): American Association 11:2171-2176
of Physicist in Medicine by the American Institute of 15. Sharma DS, Amimesh, Desphande SS. Peripheral dose
Physic; 1995. Report No.: 60 from uniform dynamic multileaf collimation fields:
5. Arnon J, Meidrow D, Rones HL. Genetic and implication for sliding window intensity modulated
teratogenic effects of cancer treatments on gametes and radiotherapy. Br J Radiol 2006; 79:331-335
embryos, Hum Reproduction Update 2001;7: 394-403 16. Broderick M, Leech M, Coffey M. Review direct
6. A Primer on low level ionizing radiation and its aperture optimization as a mean of reducing the
biological effect. AAPM report. Maryland (US): complexity of intensity modulated radiation therapy
American Association of Physicist in Medicine by the plans. Radiat Oncol 2009;4:8
American Institute of Physic; 1986. Report No.: 18 17. Lindsay KA, Wheldon EG, Deehan C, Wheldon TE.
7. Wrixon AD, Review New ICRP Recommendations. J Radiation carcinogenesis modelling for risk of
Radiol Prot 2008; 28:161-168 treatment-related second tumours following
8. Mc Collough CH, Shelder BA, Atwell TD. Radiation radiotherapy. Br J Radiol 2001;74:529-536
exposure and pregnancy: when should we be concerned. 18. Prado KL, Nelson SJ, Nhyteens JS, William TE.
Radiographics 2007; 27:908-918 Clinical implementation of the AAPM Task Group 36
9. Khan FM. Physics of radiation therapy. Philadelphia: Recommendations on fetal dose from radiotherapy with
Lippincott Williams & Wilkins; 2003 photon beams: a head and neck irradiation case report. J
10. Uselmann A, Thomadson B. Effective dose to non- Appl Clin Med Physics 2000; 1:1-7
target organs from radiotherapy [slide power point].
Rochester (US): NCCAAPM Spring Meeting; 2008
Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society
P ENGUMUMAN
Bersamaan dengan terbitnya volume 2 ini, majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia melakukan
beberapa perubahan yaitu: perubahan format tampilan majalah yang disesuaikan dengan Pedoman
Penampilan Majalah Ilmiah Indonesia terbitan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) tahun 2005, perubahan susunan dewan redaksi, singkatan
nama majalah dan informasi lain pada halaman judul. Perubahan tampilan majalah tidak banyak
merubah gaya selingkungan penulisan artikel dan ciri khas dari majalah Radioterapi & Onkologi
Indonesia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Redaksi majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia mengucapkan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Mitra Bestari atas kontribusinya pada penerbitan volume 2 issue 1 tahun
2011:
Prof. DR. Dr. Soehartati, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. Dr. H.M. Djakaria, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. R. Susworo, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. S. Maesadji T., SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Gadjah Mada/
RSUP Prof. Dr. Sardjito, Yogyakarta
INDEKS PENULIS
D
Dian Bajora Nasution Radiat Onkol Indones 2011;2(1):37-41
H
Hendrik Radiat Onkol Indones 2011;2(1):16-25
Henry Kodrat Radiat Onkol Indones 2011;2(1):26-36
S
Siti Khotimah Radiat Onkol Indones 2011;2(1):1-4
R
Rafiq Sulistyo Nugroho Radiat Onkol Indones 2011;2(1):5-15
A
Angela Giselvania Radiat Onkol Indones 2010;1(1):20-25
Arie Munandar Radiat Onkol Indones 2010;1(2):67-72
Arundito Widikusumo Radiat Onkol Indones 2010;1(1):30-34
E
Enrico Napitupulu Radiat Onkol Indones 2010;1(2):59-66
G
Gregorius Ben Prajogi Radiat Onkol Indones 2010;1(1):6-19
J
Julijamnasi Radiat Onkol Indones 2010;1(1):26-29
N
Nana Supriana Radiat Onkol Indones 2010;1(2):73-78
R
Rafiq Sulistyo Nugroho Radiat Onkol Indones 2010;1(2):40-42
Ratnawati Soediro Radiat Onkol Indones 2010;1(2):43-47
Rd. Riyani Sabariani Radiat Onkol Indones 2010;1(2):54-58
Rosmita Ginting Radiat Onkol Indones 2010;1(1):1-5
Rudiyo Radiat Onkol Indones 2010;1(1):35-39
S
Sri Rahayu Subandini Radiat Onkol Indones 2010;1(2):48-53
Y
Yoke Surpri Marlina Radiat Onkol Indones 2010;1(2):79-83
High-Tech
TU
NY MA da Stereotactic Radiosurgery (SRS)
Ad
i IN n SAT
DO U
NE -
SIA
Radiotherapy
!
Stereotactic Radiosurgery
(SRS)
✓Stereotactic Radiosurgery (SRS) adalah suatu bentuk radiasi
eksterna yang menggunakan
✓Stereotactic Radiotherapy (SRT) dosis tinggi dalam satu kali
✓Intensity-modulated Radiotherapy (IMRT) Di Departemen kami, SRS telah penyinaran untuk
menghancurkan jaringan tumor
dilakukan sejak Februari 2009,
✓Image-guided Radiotherapy (IGRT) dan hingga kini kami telah dan malformasi vaskular.
melayani lebih dari 50 pasien.
Intensity-Modulated Radiotherapy
(IMRT)
Departemen Radioterapi
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Alamat : Jl. Diponegoro No. 71, Jakarta
Telepon : +62 21 3921155; Fax : +62 21 3926288
Email : info@radioterapi-cm.org
Website : www.radioterapi-cm.org