Anda di halaman 1dari 53

Volume 2 Issue 1 March 2011 ISSN 2086-9223

Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
PENELITIAN
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lokal
Lanjut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C.
Poetiray, Zubairi Djoerban
TINJAUAN PUSTAKA
Peran Radioprotektor pada Cidera Jaringan Normal
Akibat Radiasi
Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang
Hendrik
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang
Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila
Nuranna
LAPORAN KASUS
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus
Kanker Laring
Dian Bajora Nasution, R. Susworo

Journal of
the Indonesian Radiation Oncology Society
Radioter
Page Jakarta, ISSN
Onkol Vol. 2 Issue 1
1-43 March 2011 2086-9223
Indones
Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

Tujuan dan Ruang Lingkup


Majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia, Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society (ISSN 2086-9223) diterbitkan
3 kali dalam setahun. Tujuan diterbitkannya adalah untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan perkembangan ilmu
onkologi radiasi di Indonesia. Ruang lingkupnya meliputi semua aspek yang berhubungan dengan onkologi radiasi, yaitu onkologi
molekuler, radiobiologi, kombinasi modalitas terapi (bedah-radioterapi-kemoterapi), onkologi pencitraan, fisika medis radioterapi,
dan ilmu radiografi-radioterapi (radiation therapy technology/RTT).

Pemimpin Umum
Soehartati A. Gondhowiardjo

Ketua Penyunting
Sri Mutya Sekarutami

Dewan Penyunting
Fielda Djuwita Harman Juniardi Gregorius Ben Prajogi
Rafiq Sulistyo Nugroho Arundito Widikusumo Elia Aditya Bani Kuncoro
Ratnawati Soediro Riana Rikanti Hakim

Mitra Bestari (peer-reviewer)


Soehartati A. Gondhowiardjo M. Djakaria R. Susworo
K.R.M.T. Salugu Maesadji T. Setiawan Soetopo Sri Sunarsih

Desain Layout
Rafiq Sulistyo Nugroho Arundito Widikusumo Harman Juniardi

Panduan Penulisan Artikel: Artikel yang diterima dalam bentuk penelitian, tinjauan pustaka, laporan kasus,
editorial, dan komentar. Artikel diketik dengan font Times New Roman 11, spasi 1,
margin narrow, 1 kolom, maksimal 10 halaman untuk artikel pendek dan maksimal
15 halaman untuk artikel panjang. Ukuran kertas A4 (210 x 297 mm) sesuai
rekomendasi UNESCO. Judul artikel harus singkat menggambarkan isi artikel,
jumlah kata hendaknya tidak lebih dari 15 kata.

Penelitian, berisi hasil penelitian original. Format terdiri dari pendahuluan, metode
penelitian, hasil, diskusi, kesimpulan, dan daftar pustaka. Pernyataan tentang conflict
of interest dan ucapan terima kasih diperbolehkan bila akan dimuat.

Tinjauan Pustaka, berisi artikel yang membahas suatu bidang atau masalah yang baru
atau yang penting di munculkan kembali (review) berdasarkan rujukan literatur.
Format menyangkut pendahuluan, isi, dan daftar pustaka.

Laporan kasus, berisi laporan tentang kasus yang menarik untuk dipublikasikan.
Format terdiri dari pendahuluan, laporan kasus/ilustrasi kasus, diskusi,
kesimpulan/rangkuman, dan daftar pustaka.

Editorial, berisi topik-topik hangat yang perlu dibahas. Surat, berisi komentar,
pembahasan, sanggahan atau opini dari suatu artikel. Editorial dan surat diakhiri
format daftar pustaka sebagai rujukan literatur

Abstrak wajib disertakan dalam setiap artikel, ditulis dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, maksimal 200 kata. Kata kunci berjumlah minimal 3 kata. Abstrak

Volume 2 Issue 1 March 2011 ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

pada artikel penelitan harus berisi tujuan penelitian/latar belakang, metode penelitian,
hasil utama, dan kesimpulan utama. Rujukan ditulis dengan gaya Vancouver, diberi
nomor urut sesuai dengan urutan rujukan dalam teks artikel. Tabel dan gambar harus
singkat dan jelas. Gambar boleh berwarna maupun hitam-putih. Judul tabel ditulis
diatas tabel, catatan ditulis dibawah tabel. Judul gambar ditulis dibawah gambar.

Artikel dikirim melalui email: onkologi.radiasi@gmail.com atau alamat penerbit.


Artikel yang masuk menjadi hak milik dewan redaksi. Artikel yang diterima untuk
dipublikasikan maupun yang tidak akan diinformasikan ke penulis.

Contoh penulisan rujukan:


1. Artikel jurnal.
Jurnal dengan volume tanpa nomor/issue, pengarang 6 orang atau kurang:
Swaak-Kragten AT, de Wilt JHW, Schmitz PIM, Bontenbal M, Levendag PC.
Multimodality treatment for anaplastic thyroid carcinoma–treatment outcome in 75
patients. Radiother Oncol 2009;92:100-104

Jurnal dengan volume dan nomor:


Kadin ME. Latest lymphoma classification in skin deep. Blood 2005;105(10):3759

Jurnal suplemen dengan pengarang lebih dari 6 orang:


Aulitzky WE, Despres D, Rudolf G, Aman C, Peschel C, Huber C, et al. Recombinant
interferon beta in chronic myelogenous leukemia. Semin Hematol 2005; 30 Suppl
3:S14-17

*Catatan: bulan dan tanggal terbit jurnal (bila ada) dapat dituliskan setelah tahun
terbit jurnal tersebut.

2. Buku.
Penulis pribadi atau penulis sampai 6 orang:
Beyzadeoglu M, Ozyigit G, Ebruli C. Basic radiation oncology. Heidelberg
(Germany):Springer-Verlag;2010

Penulis dalam buku yang telah diedit:


Perez CA, Kavanagh BD. Uterine cervix. In: Perez CA, Brady LW, Halperin EC,
Schmidt-Ullrich RK, editors. Principles and practice of radiation oncology 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2004

Bab (chapter) dalam buku:


Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran ed
3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2000. Bab 5, Ilmu Bedah; p.281-409

Buku terjemahan:
van der Velde CJH, Bosman FT, Wagener DJTh, penyunting. Onkologi ed 5 direvisi
[Arjono, alih bahasa]. Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito;1999

*Catatan: penulis lebih dari 6 ditulis et al setelah penulis ke-6. Khusus bab dalam
buku harus ditulis judul bab dan halamannya.

3. Internet (web).
National Cancer Institute. Cervical cancer treatment [internet].2009 [cited 2009 Jul
13]. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdg/treatment/cervical/
healthprofessional

Volume 2 Issue 1 March 2011 ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

4. Tipe artikel jurnal yang perlu disebutkan (seperti abstrak, surat atau editorial):
Fowler JS. Novel radiotherapy schedules aid recovery of normal tissues after
treatment [editorial]. J Gastrointestin Liver Dis 2010;19(1):7-8

5. Organisasi/Instansi sebagai penerbit.


Sastroasmoro S, editor. Panduan pelayanan medis Departemen Radioterapi RSCM.
Jakarta:RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo;2007

6. Laporan Organisasi/Instansi/Pemerintah.
Prescribing, recording, and reporting photon beam therapy (suplemen to ICRU 50).
ICRU report. Bethesda, Maryland (US): International Comission of Radiation Units
and Measurements;1999. Report No.: 62

7. Disertasi atau tesis.


Soetopo S. Faktor angiogenesis VEGF-A dan MVD sebagai prediktor perbandingan
daya guna radioterapi metode fraksinasi akselerasi dan konvensional pada pengobatan
karsinoma nasofaring [disertasi]. Bandung: Universitas Padjadjaran;2008

8. Pertemuan Ilmiah.
Makalah yang dipublikasikan:
Fowler JF. Dose-rate effects in normal tissues. In: Mould RF,editor. Brachytherapy 2.
Proceedings of Brachytherapy Working Conference 5th International Selectron Users
Meeting;1988;The Hague, The Netherlands. Leersum, The Netherlands: Nucletron
International B.V.;1989.p.26-40

Makalah yang tidak dipublikasikan:


Kaanders H. Combined modalities for head and neck cancer. Paper presented at:
ESTRO Teaching Course on Evidence-Based Radiation Oncology: Methodological
Basis and Clinical Application;2009 June 27-July 2;Bali, Indonesia

Penerbit: Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Alamat penerbit: Sekretariat PORI, Departemen Radioterapi Lt.3 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 10430 Tlp. (+6221) 3903306
Email: pori2000@cbn.net.id
No Rekening Bank Mandiri Cab Jakarta RSCM No. 122-0005699254 an P.O.R.I

Majalah Radioterapi dan Onkologi Indonesia dapat diakses di http//:www.pori.go.id

Volume 2 Issue 1 March 2011 ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

DAFTAR ISI

Penelitian
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lanjut Lokal 1
Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C. Poetiray, Zubairi Djoerban

Tinjauan Pustaka
Peran Radioprotektor pada Cidera Jaringan Normal Akibat Radiasi 5
Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 16
Hendrik
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis 26
Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna
Laporan Kasus
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 37
Dian Bajora Nasution, R. Susworo

Volume 2 Issue 1 March 2011 ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

DAFTAR ABSTRAK

Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker order to be able to perform surgery (mastectomy or breast
Payudara Lanjut Lokal conserving surgery plus irradiation).
Siti Khotimah1, Soehartati A. Gondhowiardjo2,3, Evert D.C. Methods and materials: We conduct retrospective analysis
Poetiray3, Zubairi Djoerban3,4 in 67 loccaly advance breast cancer patients undergoing
1. Sub Departemen Radioterapi Rumkital Dr. Ramelan, chemotherapy or neoadjuvant chemoradiation during period
Surabaya of 2004 – 2005. The research was being done in RSUPN Dr.
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Operability post-
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas chemoradiation or chemotherapy was analyzed using
Indonesia, Jakarta Pearson Chi-Square test.
3. Jakarta Breast Center, Jakarta Result: From 83,3% inoperable cases in chemoradiation
4. Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen group, 75% became operable. As much as 53,3% could be
Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, done by breast conserving therapy (BCT). From 86%
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta inoperable cases in chemotherapy group, 75,6% cases
became operable. Only 3,6% was able to be done by BCT.
The use of neoadjuvant therapy significantly correlated to
Abstrak: operability of advanced local breast cancer (p<0.05)
Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan mengetahui peran Conclusion: Neo adjuvant therapy can increase the
kemoradiasi neoajuvan dalam meningkatkan operabilitas operability of advanced local breast cancer. The use of
pada pasien kanker payudara (KPD) lanjut lokal inoperabel chemoradiation increase the ability to perform BCT to
sehingga dapat dilakukan operasi (mastektomi atau breast preserve the breast in advance local breast cancer patients.
conserving surgery ditambah radiasi). Key words: Chemoradiation, chemotherapy, breast cancer,
Metode dan material: Kami melakukan analisis operable
retrospektif terhadap 67 pasien KPD lanjut lokal yang
menjalani kemoterapi maupun kemoradiasi neoajuvan
selama periode tahun 2004 sampai tahun 2005. Penelitian
dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan
Jakarta. Operabilitas pasca kemoradiasi maupun pasca Normal Akibat Radiasi
kemoterapi dianalisis dengan tes Pearson Chi-Square. Rafiq Sulistyo Nugroho1, Irwan Ramli1
Hasil: Dari 83,3% kasus inoperabel pada kelompok yang 1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
dilakukan kemoradiasi, 75% kasus menjadi operabel. Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Sejumlah 53,3%-nya dapat dilakukan breast conserving Indonesia, Jakarta
therapy (BCT). Dari 86% kasus inoperabel pada kelompok
yang dilakukan kemoterapi, 75,6% kasus menjadi operabel. Abstrak:
Sedangkan hanya 3,6%-nya yang bisa dilakukan BCT. Cedera jaringan normal akibat radiasi dibagi menjadi tiga
Penggunaan terapi neoajuvan secara signifikan berhubungan menurut waktu perkembanganya yaitu immediate, early, dan
dengan operabilitas kasus KPD lokal lanjut (p<0,05). delayed. Lesi immediate dapat berupa pembentukan radikal
Kesimpulan: Pemberian terapi neoajuvan dapat bebas, terlepasnya ikatan molekul, strand breaks DNA. Lesi
meningkatkan operabilitas kasus KPD lokal lanjut. early berupa hilangnya sel epithelial yang bersifat sensitif
Penggunaan kemoradiasi meningkatkan usaha penyelamatan terhadap radiasi. Sedangkan lesi delayed dapat melibatkan
payudara dengan dilakukan BCT pada kasus KPD lokal komponen epithelial, stromal, maupun pembuluh darah.
lanjut. Tidak ada gambaran yang spesifik dari efek radiasi pada
Kata kunci: Kemoradiasi, kemoterapi, kanker payudara, jaringan sehat. Namun lesi pada stromal berupa fibrosis
operabel. merupakan lesi yang sangat khas dan dapat dijumpai pada
hampir semua organ. Radioprotektor adalah agen
farmakologi yang digunakan untuk melindungi jaringan
Abstract: normal terhadap toksisitas radiasi. Radioprotektor ini mulai
Background: The purpose of this research was exploring berkembang pada tahun 1948. Agen farmakologi yang
the role of adjuvant chemoradiation to enhance operability pertama kali ditemukan adalah cystein. Agen ini bekerja
of inoperable locally advance of breast cancer patients, in dengan cara scavenging radikal bebas dan mengurangi

Volume 2 Issue 1 March 2011 i ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

kerusakan DNA akibat radikal bebas. Saat ini telah Penggunaan Bifosfonat pada Kanker
berkembang bermacam macam radioprotektor. Agen Metastasis Tulang
radioprotektor yang kita kenal saat ini diklasifikasikan Hendrik1
menjadi tiga kategori berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu 1. Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
proteksi (scavenging radikal bebas), mitigation
(meminimalkan kerusakan dengan cara menstimulasi
Abstrak:
proliferasi), dan terapi (menghambat rilis mediator inflamasi
Bisfosfonat secara dramatis telah merubah penatalaksanaan
atau menekan pertumbuhan flora). Kelompok protektor
penyakit tulang metastasis dengan mencegah terjadinya
antara lain amifostine, selenium, zinc, superoxide
komplikasi pada tulang yang berhubungan dengan penyakit-
dismuthase, melatonin. Kelompok mitigation antara lain
penyakit kanker melalui penghambatan proses resorpsi
palifermin, rHu EGF, GM CSF, pravastatin. Kelompok
tulang yang termediasi osteoklas. Penggunaan dan jenis
terapi antara lain sukralfat, benzydamine, thalidomite,
bisfosfonat makin berkembang pesat bahkan pada saat ini
curcumin, iseganan, balsalzine, escelentoside, dan
data dari studi klinis mutakhir menunjukkan bahwa
glutamine. Radioprotektor yang telah terbukti bermanfaat
bisfosfonat dapat digunakan pada penderita Cancer
adalah amifostine, selenium, zinc, palifermin, rHu EGF,
Treatment Induced Bone Loss (CTIBL). Struktur kimia
benzydamine, dan balsalazine.
bisfosfonat sangat stabil, terdiri dari 2 kelompok gugus
Kata kunci: Toksisitas radiasi, jaringan normal,
fosfat yang mengapit dan/terikat pada atom karbon (“C”-
radioprotektor
central) dan dapat mengikat 2 buah gugus lainnya (pada
posisi R1 dan R2), yang selanjutnya berfungsi untuk
Abstract: meningkatkan kekuatan afinitas senyawa bisfosfonat-nya
Effect of ionizing radiation to normal tisue classified in 3 terhadap kristal-kristal hydroxyapatit tulang dan juga
categories according to time of development reaction : berperan dalam menghambat terjadinya proses resorpsi
immediate, early and delayed. Immediate lession consist of tulang. Bisfosfonat memiliki beberapa mekanisme aksi
development free radicals, the destruction of molecular berupa antitumor, apoptosis, anti-angiogenik, menghambat
binding, and strand breaks of DNA Early lession include proses adhesi dan invasi sel tumor pada matriks tulang, dan
disappearnce of epithel wihch is sensitive to ionizing anti pengeroposan tulang. Pilihan cara pemberian
radiation. Delayed lession involved component of epithelial, bisfosfonat harus menyesuaikan pada penentuan tujuan dan
stromal, and vascular. There are no spesific features effect perhatian khusus pemberiannya, serta efek-efek samping
of ionizing Radiation in normal tissue. However lesion in obat yang dapat ditimbulkannya.
stromal in term of fibrosis is a very spesific and can be Kata kunci: Bisfosfonat, resorpsi, kanker
found in every organ. Radioprotector is pharmacologic
agent to protect normal tissue against toxicity of ionizing
Abstract:
radiation. Radioprotector started to developed in 1948.
Bisphosphanate had dramatically changed the management
Cystein is first radioprotector founded. This agent act as
of metastatic bone disease to prevent cancer-related skeletal
scavening free radical and decrease damage of DNA. To
complications by the inhibitions to osteoclast-mediated bone
day there are many radioprotector use in Radiotherapy,
resorption process. The uses and types of bisphosphonates
classified in 3 Categories in terms of protection (Sscavening
currently were developing even the current clinical study
free radicals), mitigation (to minimize destruction by
showed that bisphosphonates had an eficacy on Cancer
stimulating cell proliferation), and treatment (inhibit the
Treatment Induced Bone Loss (CTIBL). The
releasing inflamation mediator to supress growth of normal
bisphosphonate’s chemical structure was stable, consist of 2
flora). The protector group include amifostin, selenium,
phosphate groups that were linked to the carbon (“C”-
zinc, superoxide dismutase, and melatonine. Mitigation
central) and able to bind 2 other groups, thereby had a
group include Palifermine, rHU EGF, GM CSF,
potency to increase its afinities to the bone hydroxyapatit
pravastatin. The treatment group include sukralfat,
crystals and also to inhibit the bone resorption process.
benzydamine, thalidomite, curcumin, iseganan, balsazine,
Bisphosphonate had some mechanisms of action such as
escelentoside ang Glutamine. Radioprotector proved to be
antitumor effects, apoptosis, antiangiogenic effects,
usefull are: Amifostine, selnium, zinc, palifermin, rHU EGF,
inhibition of tumor cell adhession and invasion of the
Benzydamine and balsalazine.
extracelluler bone matrix, and anti bone-loss effects. The
Key words: Radiation toxicity, normal tissue, radioprotector
choice of administration route of bisphosphonate should be
adjusted to the aim of dosing of bisphosphonates, its special
concern and adverse event drugs.

Volume 2 Issue 1 March 2011 ii ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

Key words: Bisphosphonate, resorption, cancer have surgery. Endometrial applicators provide a better
homogeneous irradiation of the endometrial cavity and
uterine walls.
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien Key words: endometrial cancer, radiation therapy, external
beam irradiation, intracavitary brachytherapy
yang Menolak Operasi atau Secara Klinis
Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat1, Nana Supriana1, Gatot Purwoto2, Laila
Nuranna2 Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Kasus Kanker Laring
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Dian Bajora Nasution1, R. Susworo
Indonesia, Jakarta 1. Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
2. Divisi Onkologi Departemen Obstetri & Ginekologi Sumatera Utara, RSUP Adam Malik, Medan
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran 2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
Universitas Indonesia, Jakarta Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Abstrak:
Penatalaksanaan standar dari kanker endometrium adalah Abstrak:
histerektomi abdominal total dengan salfingo-ooforektomi Kanker pada kehamilan merupakan kasus jarang, namun
bilateral (TAH/BSO) dengan atau tanpa biopsi kelenjar adanya penderita kanker saat masa reproduksi meningkatkan
getah bening pelvis. Radiasi eksterna dan/atau brakiterapi kemungkinan adanya kasus kanker dengan kehamilan.
merupakan komponen utama pada terapi ajuvan pascabedah. Penentuan terapi radiasi dengan dosis tinggi pada kasus-
Radioterapi definitif yang terdiri dari radiasi eksterna dan kasus kanker dengan kehamilan seyogyanya memperhatikan
brakiterapi intrakaviter harus dipertimbangkan pada pasien dosis yang akan diterima oleh janin. Disamping itu
yang menolak tindakan pembedahan atau secara klinis tidak perencanaan radiasi diharapkan mengurangi paparan dosis
bisa dioperasi. Aplikator endometrial dapat memberikan pada janin selama radiasi. Dilaporkan kasus kanker laring
radiasi yang lebih homogen pada rongga endometrium dan dengan kehamilan yang memperoleh radiasi pada daerah
dinding uterus. kepala-leher.
Kata kunci: kanker endometrium, radioterapi, radiasi Kata kunci: radiasi, kanker, kehamilan, janin
eksterna, brakhiterapi intrakaviter
Abstract:
Abstract: Cancer in pregnancy is a rare case, but the existence of
The standard management of endometrial cancer is a total cancer patients during the reproductive period increases the
abdominal hysterectomy with bilateral salpingo- likelihood of cancer cases with pregnancy. Determination of
oophorectomy (TAH/BSO) with or without removal of pelvic high-dose radiation therapy in cancer cases with pregnancy
lymph nodes. External beam radiation therapy (EBRT) should pay attention to the doses received by the fetus.
and/or brachytherapy are integral components in Besides, plans are expected to reduce the radiation exposure
postoperative adjuvant therapy of selected patients. of radiation dose to the fetus. Reported a case of laryngeal
Definitive radical radiation therapy comprising external cancer with radiation to obtain pregnancies in the head-
beam irradiation and intracavitary brachytherapy should be neck region.
offered to patients who are clinically inoperable or refuse to Key words: irradiation, cancer, pregnancy, fetus

Volume 2 Issue 1 March 2011 iii ISSN 2086-9223


Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lokal Lanjut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 1
(Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C. Poetiray, Zubairi Djoerban)

Penelitian
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lanjut
Lokal
Siti Khotimah1, Soehartati A. Gondhowiardjo2,3, Evert D.C. Poetiray3, Zubairi Djoerban3,4
1. Sub Departemen Radioterapi Rumkital Dr. Ramelan, Surabaya
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
3. Jakarta Breast Center, Jakarta
4. Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Latar Belakang: Penelitian ini bertujuan mengetahui peran kemoradiasi
Diterima 10 Januari 2011 neoajuvan dalam meningkatkan operabilitas pada pasien kanker payudara (KPD)
Disetujui 15 Maret 2011 lanjut lokal inoperabel sehingga dapat dilakukan operasi (mastektomi atau breast
conserving surgery ditambah radiasi).
Metode dan material: Kami melakukan analisis retrospektif terhadap 67 pasien
KPD lanjut lokal yang menjalani kemoterapi maupun kemoradiasi neoajuvan
selama periode tahun 2004 sampai tahun 2005. Penelitian dilakukan di RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Operabilitas pasca kemoradiasi
maupun pasca kemoterapi dianalisis dengan tes Pearson Chi-Square.
Hasil: Dari 83,3% kasus inoperabel pada kelompok yang dilakukan kemoradiasi,
75% kasus menjadi operabel. Sejumlah 53,3%-nya dapat dilakukan breast
conserving therapy (BCT). Dari 86% kasus inoperabel pada kelompok yang
dilakukan kemoterapi, 75,6% kasus menjadi operabel. Sedangkan hanya 3,6%-
nya yang bisa dilakukan BCT. Penggunaan terapi neoajuvan secara signifikan
berhubungan dengan operabilitas kasus KPD lokal lanjut (p<0,05).
Kesimpulan: Pemberian terapi neoajuvan dapat meningkatkan operabilitas kasus
KPD lokal lanjut. Penggunaan kemoradiasi meningkatkan usaha penyelamatan
payudara dengan dilakukan BCT pada kasus KPD lokal lanjut.
Kata kunci: Kemoradiasi, kemoterapi, kanker payudara, operabel.

Alamat Korespondensi: Background: The purpose of this research was exploring the role of adjuvant
Dr. Siti Khotimah, SpRad (K) Onk chemoradiation to enhance operability of inoperable locally advance of breast
Rad cancer patients, in order to be able to perform surgery (mastectomy or breast
Sub Departemen Radioterapi conserving surgery plus irradiation).
Rumkital Dr. Ramelan, Surabaya Methods and materials: We conduct retrospective analysis in 67 loccaly advance
Jl. Gadung No. 1 Surabaya 60244 breast cancer patients undergoing chemotherapy or neoadjuvant chemoradiation
Email: khotimahhamid@yahoo.com during period of 2004 – 2005. The research was being done in RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Operability post-chemoradiation or chemotherapy was
analyzed using Pearson Chi-Square test.
Result: From 83,3% inoperable cases in chemoradiation group, 75% became
operable. As much as 53,3% could be done by breast conserving therapy (BCT).
From 86% inoperable cases in chemotherapy group, 75,6% cases became
operable. Only 3,6% was able to be done by BCT. The use of neoadjuvant
therapy significantly correlated to operability of advanced local breast cancer
(p<0.05)
Conclusion: Neo adjuvant therapy can increase the operability of advanced local
breast cancer. The use of chemoradiation increase the ability to perform BCT to
preserve the breast in advance local breast cancer patients.
Key words: Chemoradiation, chemotherapy, breast cancer, operable

Hak cipta ©2010 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia


Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:1-4 2

Pendahuluan lanjut lokal, namun regimen yang optimal dan


rangkaiannya belum menjadi ketetapan. Kombinasi
Kanker Payudara (KPD) saat ini merupakan neoajuvan paclitaxel dengan konkuren radiasi efektif
salah satu keganasan terbanyak pertama pada wanita di dalam menurunkan ukuran tumor pada pasien dengan
Indonesia, dan terdapat kecenderungan insiden ini T3 atau T4.6
meningkat dari tahun ke tahun seperti halnya di negara Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
barat. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik peran kemoradiasi neoajuvan dalam meningkatkan
Kementerian Kesehatan menunjukkan data bahwa operabilitas pada pasien KPD lanjut lokal inoperabel
tahun 2004 terdapat 5.196 kasus baru KPD sebagai sehingga dapat dilakukan mastektomi atau operasi
kanker terbanyak wanita dan 369 kasus kematian penyelamatan payudara (breast conserving
terbanyak karena KPD. Di RS Kanker Dharmais juga surgery/BCS).
tercatat sejak tahun 1998 hingga 2006, KPD
merupakan kanker terbanyak pertama.1 Secara global, Metode dan Material
KPD masih merupakan kanker utama penyebab
kematian pada wanita. Tahun 2002 sebanyak Kami melakukan analisis retrospektif terhadap
1.152.161 kasus baru KPD dan 411.093 wanita 67 pasien KPD lanjut lokal yang menjalani
meninggal karena KPD.2 Di Amerika Serikat, data kemoradiasi maupun kemoterapi neoajuvan selama
tahun 2006 menunjukkan KPD merupakan kanker periode tahun 2004 sampai tahun 2005. Penelitian
terbanyak (31% dari 679.510 kasus keganasan) dan dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
menjadi penyebab kematian kedua tertinggi akibat (RSCM), Jakarta. Operasi dilakukan dengan
keganasan, yaitu 15% dari 273.560 kematian pada mastektomi atau BCS ditambah radiasi (breast
wanita, setelah kanker paru.3 Di Departemen conserving therapy/BCT) Cara penelitian dilakukan
Radioterapi RSCM selama periode tahun 2004 dan dengan pengumpulan catatan medik, pencatatan awal
2005 tercatat 243 dan 205 penderita KPD sebagai pelayanan radiasi berdasarkan stadium, kunjungan
urutan kedua setelah kanker leher rahim yang terakhir, dan data-data deskriptif pasien. Selanjutnya
menjalani radiasi. dianalisis operabilitas pasca kemoterapi maupun pasca
Angka kejadian KPD lanjut lokal di Indonesia kemoradiasi dengan tes Pearson Chi-Square.
menurut laporan dari berbagai senter saat ini masih
cukup tinggi yaitu 40-60%, sedangkan menurut Ramli,
KPD stadium IIIA dan IIIB terdapat sebanyak 43,4% Hasil
dari seluruh KPD dan pengobatan pada keadaan
tersebut memerlukan multimodalitas terapi.4 Pada kelompok KPD lanjut lokal yang
Angka ketahanan hidup penderita KPD dilakukan kemoradiasi neoajuvan terdapat 83% kasus
tergantung pada berbagai faktor diantaranya adalah yang inoperabel (20 dari 24). Pasca kemoradiasi
stadium penyakit saat diagnosis ditegakkan dan pilihan terdapat 75% kasus menjadi operabel (15 dari 20).
terapi yang tepat antara pembedahan, radiasi, Dari 15 kasus yang menjadi operabel maka 53,3%
kemoterapi, terapi hormonal dan sebagainya. Di dapat dilakukan BCT (8 dari 15). Pada 4 kasus yang
Indonesia pasien kebanyakan datang berobat sudah sebelumnya operabel, 50% dapat dilakukan BCT (2
dalam keadaan lanjut. Angka ketahanan hidup 5 tahun dari 4).
pada KPD stadium III adalah 55-60% sedangkan Sedangkan pada kelompok KPD lanjut lokal
angka ketahanan hidup 10 tahun adalah 35-40%. yang dilakukan kemoterapi neoajuvan terdapat 86%
Pengobatan yang optimal untuk pasien-pasien dengan kasus yang inoperabel (37 dari 43). Pasca kemoterapi
KPD lanjut lokal memaksimalkan kesintasan dan terdapat 75,6% kasus menjadi operabel (28 dari 37),
mencegah terjadinya rekurensi lokoregional.5 namun hanya 3,6% kasus yang dapat dilakukan BCT
Radiasi merupakan salah satu modalitas untuk (1 dari 28). Kasus yang sebelumnya operabel (6 kasus)
pengobatan keganasan secara lokal dan regional, yang hanya 16,7% yang dapat dilakukan BCT (1 dari 6).
sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya rekuren Dari analisis statistik terdapat hubungan antara terapi
lokoregional (RLR) pada KPD lanjut lokal baik neoajuvan dengan operabilitas pada kasus KPD lokal
sebagai neoajuvan atau sebagai ajuvan terapi.5 Terapi lanjut (p<0.05).
multimodalitas menjadi standar pengobatan KPD

Tabel 1. Hasil operabilitas KPD lokal lanjut dengan terapi neoajuvan

Kemoterapi neoajuvan Kemoradiasi neoajuvan Total


Operabel Inoperabel Operabel Inoperabel
Tidak operasi 0 9 0 5 14
BCT 1 1 2 8 12
Mastektomi 5 27 2 7 41
Total 6 37 4 20 67
Kemoradiasi Neoajuvan pada Kanker Payudara Lokal Lanjut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3
(Siti Khotimah, Soehartati A. Gondhowiardjo, Evert D.C. Poetiray, Zubairi Djoerban)

Tabel 2. Karakteristik pasien yang menjalani terapi neoajuvan

Karakteristik Kemoterapi neoajuvan Kemoradiasi neoajuvan p


(n=43) (n=24)
Umur: 0,870
- < 45 tahun 17 (39,5%) 9 (37,5%)
- ≥ 45 tahun 26 (60,5%) 15 (62,5%)
T (ukuran tumor primer): 0,116
- T1 0 (0%) 0 (0%)
- T2 3 (7%) 6 (25%)
- T3 18 (41,9%) 8 (33,3%)
- T4 22 951,1%) 10 (41,7%)
PA: 0,582
- Ductal invasif 28 (65,1%) 14 (58,3%)
- Non Ductal invasif 15 (34,9%) 10 (41,7%)
ER: 0,705
- Negatif 10 (23,3%) 4 (16,7%)
- Positif 5 (11,6%) 2 (8,3%)
- Tidak ada data 28 (65,1%) 18 (75%)
PR: 0,563
- Negatif 10 (23,3%) 3 (12,5%)
- Positif 5 (11,6%) 3 (12,5%)
- Tidak ada data 28 (65,1%) 18 (75%)
HER2: 0,484
- Negatif 6 (14%) 2 (8,3%)
- Positif 9 (20,9%) 3 (12,5%)
- Tidak ada data 28 (65,1%) 19 (79,2%)

Diskusi yang berasal dari brevafolia yang terbukti mempunyai


aktifitas antitumor pada rodent cell line. Obat ini
Pengobatan KPD lanjut lokal harus mencapai menstabilkan mikrotubules melalui ikatan heterodimer
dua tujuan, yaitu kontrol lokoregional yang tinggi dan tubulin menyebabkan bentukan dan fungsi abnormal
eradikasi metastasis, sehingga memerlukan terapi lokal dari organela seperti mitosis spindel. Walaupun
dan sistemik.7 Manajemen umum KPD lanjut lokal bekerja pada semua fase siklus sel tapi sangat kuat
adalah modified radical mastectomy (MRM) bahkan pada fase G2 dan M. Duplikasi kromosom yang harus
pada pasien berespon baik terhadap kemoterapi terjadi pada fase M tidak terjadi karena
neoajuvan sekalipun. Namun dengan semakin inhibisi/hambatan. Dari penelitian pada hewan terlihat
berkembangnya peran kemoterapi neoajuvan dan fase G2 dan M terhenti setelah 10 jam pemberian
akhir-akhir ini kemoradiasi neoajuvan maka banyak paclitaxel. Terdapat pula peningkatan apoptosis 24 jam
pasien yang dapat dilakukan BCS untuk setelah pemberian paclitaxel dan terjadi peningkatan
menyelamatkan payudara.8 Penggunaan terapi oksigenasi. Proses ini diperlukan dalam peningkatan
neoajuvan ini menyebabkan pengecilan tumor efek radiasi.10,12 Pada kasus KPD metastasis, paclitaxel
sehingga terjadi peningkatan operabilitas baik dengan memberikan respon klinis obyektif 50-60% ketika
BCS atau MRM.9 digunakan pada terapi awal dan memberikan respon
Kemoterapi telah banyak dipakai sebagai klinis obyektif 20-25% pada pasien yang telah gagal
terapi neoajuvan pada KPD. Salah satu pemikiran dengan regimen lain. Paclitaxel sebagai agen tunggal
penggunaan kemoterapi ini karena tingginya juga sama efektifnya dengan regimen kombinasi
metastasis hematogen dari KPD yaitu 60-80%. Akhir- kemoterapi pada KPD lanjut lokal inoperabel.13
akhir ini terdapat beberapa penelitian yang berusaha Dengan pertimbangan diatas, paclitaxel dipilih
mengkombinasikan kemoterapi dan radiasi sebagai sebagai agen kemoterapi yang dikombinasikan dengan
terapi neoajuvan pada KPD lanjut lokal. Kemoterapi radiasi pada penelitian ini. Kami mendapatkan bahwa
yang sering digunakan sebagai neoajuvan adalah penggunaan terapi neoajuvan dapat meningkatkan
anthracycline, namun karena toksisitasnya yang tinggi operabilitas KPD lanjut lokal. Bahkan penggunaan
tidak dipertimbangkan digunakan bersamaan dengan kemoradiasi neoajuvan lebih dapat menyelamatkan
radiasi.10 Suatu penelitian random memperlihatkan payudara (dengan dilakukan BCS) daripada
bahwa respon klinik dan patologik pada penggunaan kemoterapi neoajuvan.
paclitaxel (golongan taxan) neoajuvan sama dengan Pada penelitian yang dilakukan Chakravarthy
anthracycline neoajuvan.11 Paclitaxel merupakan obat dkk, angka respon komplit patologik pada kasus KPD
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:1-4 4

yang telah diterapi dengan paclitaxel perminggu (83%) menjadi operabel, dan 3 dari 10 kasus secara
konkuren dengan radiasi adalah 34% berlawanan klinik tidak ditemukan tumor lagi sehingga cukup
dengan penggunaan kemoterapi neoajuvan saja dimana dilakukan BCT.14
angka respon komplit patologik umumnya terbatas 10-
15%. Angka respon komplit patologik antara
penggunaan paclitaxel tiap minggu lebih tinggi dari Kesimpulan
tiap 3 minggu (28% vs 15%).10 Skinner KA dkk,
melakukan kombinasi preoperasi paclitaxel konkuren Penggunaan terapi neoajuvan, terutama
dengan radiasi pada 28 pasien KPD lanjut lokal. kemoradiasi neoajuvan dapat meningkatkan
Penggunaan kemoradiasi tersebut efektif dalam operabilitas pasien KPD lanjut lokal yang inoperabel,
menurunkan ukuran tumor pada pasien T3 dan T4. dan dapat meningkatkan penyelamatan payudara
Sebanyak 89% pasien mempunyai respon klinis pasien dengan dilakukan BCT. Kemoradiasi neoajuvan
obyektif dan semua pasien dapat direseksi dengan tepi dapat menghasilkan konsep baru dalam peningkatan
sayatan bebas tumor. Dari 27 pasien yang dapat BCT pada kasus KPD lanjut lokal. Pemilihan
dioperasi, 2 pasien dengan BCS, dan 25 pasien dengan paclitaxel yang diberikan konkuren radiasi merupakan
MRM. Sebanyak 33% tanpa residu atau minimal kemoterapi yang rasional sebagai sensitizer sehingga
residu secara mikroskopis. Toksisitas akut kemoradiasi dapat meningkatkan efek radiasi. Penelitian kami
terbatas. Hasil ini lebih baik dari penggunaan mempunyai kekurangan dengan tidak menganalisis
neoajuvan lainnya.6 Hasil yang setara juga terdapat efek samping kemoradiasi karena keterbatasan
pada penelitian pendahuluan oleh Gondhowiardjo SA kelengkapan data pasien terutama efek samping
dkk tahun 2000, dimana kasus KPD lanjut lokal yang pascaoperasi, namun dari berbagai penelitian terdahulu
diberikan paclitaxel menunjukkan hasil yang sangat dilaporkan efek samping yang dapat ditoleransi baik
menjanjikan dengan didapatkan 10 dari 12 kasus saat pemberian kemoradiasi maupun pascaoperasi.

Daftar Pustaka

1. Atmakusuma D, Suzanna E, Setyowati T. after primary chemotherapy in locally advanced


Introduction top 10 cancer cases in Indonesia: Update breast cancer. Acta Chir Belg 2005;105(1):62-68
status. Paper presented at: Two Days Seminar & 9. Taghian AG, Powell SN. Breast cancer management:
Exhibition Cancer Update: 2008; Jakarta, Indonesia The role of radiation therapy for primary breast
2. Perkin DM, Bray F, Ferlay J, Pisani P. Global cancer cancer. Surg Oncol NA 1999;79(5):1091-1109
statistics 2002. CA Cancer J Clin 2005;55:74-108 10. Chakravarthy AB, Kelley MC, McLaren B, Truica
3. American Cancer Society. Cancer statistics CI, Billheimer D, Mayer IA, et al. Neoadjuvant
presentation 2006 [internet]. 2006 [update 2006; concurrent paclitaxel and radiation in stage II/III
cited 2006 Jul]. Available from: http://www. breast cancer. Clin Cancer Res 2006;12(5):1570-
cancer.org. 1576
4. Ramli M. Epidemiological review of breast cancer in 11. Buzdar AU, Singletary SE, Theriault RL, Booser DJ,
Indonesia. Paper presented at: Jakarta International Valero V, Ibrahim N, et al. Prospective evaluation of
Cancer Conference: 1997; Jakarta, Indonesia paclitaxel versus combination chemotherapy with
5. Taylor ME, Perez CA, Mortimer JE, Levitt SH, flourourascil, doxorubicine, and cyclophosphamide
Ieumwananonthachai N, Wahab SH. Breast: Locally as neoadjuvant therapy in patients with operable
advanced (T3 and T4) and recurrent tumors. In: Perez breast cancer. J Clin Oncol 1999;17:3412-3417
CA, Brady LW, Halperin EC, Schmidt-Ullrich RK, 12. Radriques M, Sevin BU, Perras J, Nguyen HN, Pham
editors. Principles and practice of radiation oncology C, Steren AJ, et al. Paclitaxel: A radiosensitizer of
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; human cervical cancer. Gynecol Oncol 1995;57:165-
2004 169
6. Skinner KA, Silberman H, Florentine B, Lomis TJ, 13. Hortobagyi GN, Buzdar AU. Locally advanced
Corso S, Spicer D, et al. Preoperative paclitaxel and breast cancer: A review including the MD Anderson
radiotherapy for locally advanced breast cancer: experience. In: Ragaz J, Ariel IM, editors. High risk
Surgical aspect. Ann Surg Oncol 1999;7(1):145-149 breast cancer therapy. Berlin: Springer Verlag; 1991
7. Jagsi R, Abi RR, Goldberg S, Sullivan T, Michaelson 14. Gondhowiardjo SA, Poetiray ED, Tjarta A, Djoerban
J, Powel SN et al. Locoregional recurrence rates and Z, Reksodipoetro AH. Preliminary report
prognostic factors for failure in node-negative concomitant irradiation and paclitaxel as
patients treated with mastectomy: Implications for radiosensitizer to increase the operability of
postmastectomy radiation. Int J Radiat Oncol Biol unresectable locally advanced breast cancer. Gan To
Phys 2005;62(4):1035-1039 Kagaku Ryoho (Jpn) 2000;27 Suppl 2: S461-468
8. Asoglu O, Muslumanoglu M, Igci A, Ozmen V,
Karanlik H, Ayalp K, et al. Breast conserving surgery
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 5
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

Tinjauan Pustaka
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat
Radiasi
Rafiq Sulistyo Nugroho1, Irwan Ramli1
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Cedera jaringan normal akibat radiasi dibagi menjadi tiga menurut waktu
Diterima 21 Oktober 2010 perkembanganya yaitu immediate, early, dan delayed. Lesi immediate dapat
Disetujui 17 Desember 2010 berupa pembentukan radikal bebas, terlepasnya ikatan molekul, strand breaks
DNA. Lesi early berupa hilangnya sel epithelial yang bersifat sensitif terhadap
radiasi. Sedangkan lesi delayed dapat melibatkan komponen epithelial,
stromal, maupun pembuluh darah. Tidak ada gambaran yang spesifik dari efek
radiasi pada jaringan sehat. Namun lesi pada stromal berupa fibrosis
merupakan lesi yang sangat khas dan dapat dijumpai pada hampir semua
organ. Radioprotektor adalah agen farmakologi yang digunakan untuk
melindungi jaringan normal terhadap toksisitas radiasi. Radioprotektor ini
mulai berkembang pada tahun 1948. Agen farmakologi yang pertama kali
ditemukan adalah cystein. Agen ini bekerja dengan cara scavenging radikal
bebas dan mengurangi kerusakan DNA akibat radikal bebas. Saat ini telah
berkembang bermacam macam radioprotektor. Agen radioprotektor yang kita
kenal saat ini diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan mekanisme
kerjanya yaitu proteksi (scavenging radikal bebas), mitigation (meminimalkan
kerusakan dengan cara menstimulasi proliferasi), dan terapi (menghambat rilis
mediator inflamasi atau menekan pertumbuhan flora). Kelompok protektor
antara lain amifostine, selenium, zinc, superoxide dismuthase, melatonin.
Kelompok mitigation antara lain palifermin, rHu EGF, GM CSF, pravastatin.
Kelompok terapi antara lain sukralfat, benzydamine, thalidomite, curcumin,
iseganan, balsalzine, escelentoside, dan glutamine. Radioprotektor yang telah
terbukti bermanfaat adalah amifostine, selenium, zinc, palifermin, rHu EGF,
benzydamine, dan balsalazine.
Kata kunci: Toksisitas radiasi, jaringan normal, radioprotektor

Alamat Korespondensi: Effect of ionizing radiation to normal tisue classified in 3 categories according
Dr. Rafiq Sulistyo Nugroho to time of development reaction : immediate, early and delayed. Immediate
Departemen Radioterapi RSUPN lession consist of development free radicals, the destruction of molecular
Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas binding, and strand breaks of DNA Early lession include disappearnce of
Kedokteran Universitas Indonesia, epithel wihch is sensitive to ionizing radiation. Delayed lession involved
Jakarta component of epithelial, stromal, and vascular. There are no spesific features
Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat effect of ionizing Radiation in normal tissue. However lesion in stromal in term
Email: nugroho83dr@gmail.com of fibrosis is a very spesific and can be found in every organ. Radioprotector
is pharmacologic agent to protect normal tissue against toxicity of ionizing
radiation. Radioprotector started to developed in 1948. Cystein is first
radioprotector founded. This agent act as scavening free radical and decrease
damage of DNA. To day there are many radioprotector use in Radiotherapy,
classified in 3 Categories in terms of protection (scavening free radicals),
mitigation (to minimize destruction by stimulating cell proliferation), and
treatment (inhibit the releasing inflamation mediator to supress growth of
normal flora). The protector group include amifostine, selenium, zinc,
superoxide dismutase, and melatonine. Mitigation group include Palifermine,
rHU EGF, GM CSF, pravastatin. The treatment group include sukralfat,
benzydamine, thalidomite, curcumin, iseganan, balsazine, escelentoside ang
Glutamine. Radioprotector proved to be usefull are: Amifostine, selnium, zinc,
palifermin, rHU EGF, Benzydamine and balsalazine.
Key words: Radiation toxicity, normal tissue, radioprotector

Hak cipta ©2010 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia


Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 6

Pendahuluan Efek immediate dan early biasanya muncul


hanya sementara. Cedera akibat radiasi sering terjadi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas dari immediate menjadi early kemudian delayed secara
pengobatan keganasan maupun nonkeganasan dengan progresif. Walaupun jarang bermanifestasi klinik, dan
menggunakan radiasi pengion. Tujuan radioterapi kadang tidak terdeteksi, kerusakan seluler dapat terus
adalah memberikan dosis radiasi yang maksimal pada terjadi. Lesi mungkin tidak menyebabkan kematian
volume tumor serta meminimalkan kerusakan pada tapi hanya kematian yang menghentikan progresi
jaringan sehat disekitarnya sehingga menghasilkan cedera tersebut.2
eradikasi tumor, kualitas hidup yang tinggi, dan Efek early dan immediate merupakan lesi yang
memperpanjang kesintasan hidup. Perbandingan antara paling penting apabila radiasi diberikan ke seluruh
tumor control probability dengan normal tissue tubuh (total body irradiation) karena dapat
complication probability, disebut juga therapeutic mengancam jiwa. Namun hal ini kurang penting jika
ratio, dapat ditingkatkan dengan meningkatkan lapangan radiasi kecil bahkan terkadang lesi ini secara
sensitivitas sel kanker maupun melindungi jaringan klinik tidak muncul. Dilain pihak, efek delayed sering
sehat disekitarnya.1 muncul pada kerusakan permanen, tergantung pada
Telah diketahui bahwa radioterapi organ atau jaringan yang terlibat, dan dapat
memberikan dampak toksik bagi jaringan sehat menyebabkan perubahan fungsional yang signifikan.2
sekitarnya sehingga dapat menurunkan kualitas hidup
pasien. Dokter harus mendiskusikan kemungkinan Morfologi dan Patogenesis Umum Cedera
terjadinya toksisitas ini pada pasien disamping hasil Radiasi
terapi yang diperoleh.1-4 Upaya untuk menurunkan Tidak ada gambaran yang pathognomonic
toksisitas radiasi terhadap jaringan normal dengan (spesifik) dari efek radiasi. Namun, ketika dilakukan
pemberian bahan kimia dari luar disebut dengan analisis pada kelompok sel tertentu, variasi perubahan
pemberian radioprotektor.5,6 Pada artikel ini akan (terutama pada jaringan penyokong) sering
dibahas tentang patogenesis dan manifestasi klinik memperlihatkan cedera radiasi yang khas.2
kerusakan jaringan normal akibat radiasi dan Lesi Immediate. Cedera awal meliputi
radioprotektor meliputi mekanisme kerjanya beserta pembentukan radikal bebas, terlepasnya ikatan
contoh-contohnya.5,6 molekul, strand breaks DNA. Mikroskop elektron
mungkin diperlukan untuk mendeteksi perubahan awal
(sebagai contoh pada 8 menit di nukleus limfosit).
Cedera Akibat Radiasi pada Jaringan Normal Setelah 24 jam paparan radiasi lesi dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya. Sebagai contohnya nekrosis
Radiasi pengion merusak sel normal melalui mukosa pencernaan, nekrosis jaringan hemopoetik
jalur molekuler yang bervariasi. Respon radiasi pada pada sumsum tulang, nekrosis pada spermatogonia
jaringan atau organ bergantung pada sensitivitas sel, dan spermatosit, yang terjadi awal setelah paparan
dosis, laju dosis, fraksinasi, ukuran lapangan radiasi, tunggal dan progresi dengan cepat dengan maksimum
waktu observasi, kondisi stroma dan suplai vaskuler. jam hingga hari setelah paparan. Efek ini terutama
Salah satu faktor penting adalah waktu observasi disebabkan oleh kerusakan DNA yang sangat sensitif,
setelah paparan radiasi sebab perubahan morfologi dan stem sel yang berproliferasi dengan cepat atau
fungsional bervariasi tergantung waktu. Lesi/cedera apoptosis pada sel seperti limfosit. Walaupun
akibat radiasi berdasarkan waktu perkembangannya kerusakan molekul telah terjadi dan kadang
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Immediate bermanifestasi bulan hingga tahun kemudian sebagai
(milidetik hingga jam biasanya kurang dari 24 jam, lesi morfologi. Namun cedera ini juga dapat tidak
disebut secara morfologi dan klinik sebagai lesi akut), progresif menjadi lesi early atau delayed. Lesi
2. Early (hari hingga minggu biasanya dari 24 jam immediate ini dapat hilang dalam periode waktu (hari
hingga 2 bulan, disebut juga secara morfologi dan ke minggu). Tidak ada lesi yang dapat terdeteksi oleh
klinik sebagai lesi akut atau subakut), 3. Delayed mikroskop cahaya sampai kerusakan permanen muncul
(bulan hingga tahun biasanya 2 bulan sampai beberapa bulan hingga tahun kemudian. Hal ini terjadi pada
tahun kemudian, secara morfologi maupun klinik radiation induced heart disease yang mana terdapat
sebagai lesi akut, subakut, atau kronik/late). gap antara immediate eksudat seluler akut dan fibrosis
Terminologi immediate, early, delayed digunakan perikardial-miokardial yang muncul > 2 bulan
untuk mendefinisikan munculnya lesi secara temporal. kemudian. Walaupun cedera endotel dapat muncul
Sedangkan terminologi akut, subakut, dan kronik dengan cepat, namun jarang terdeteksi pada
digunakan untuk mendefinisikan tipe lesi yang immediate. Inflamasi eksudat seluler dapat muncul
muncul. Cedera akut dapat muncul sebagai early pada saat ini namun tidak semua muncul pada tiap
ataupun delayed sedangkan kronik hanya muncul pada organ atau jaringan.2
waktu delayed.2
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 7
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

Lesi Early. Secara morfologi dan klinis, lesi kelenjar, dan permukaan epitelial tanpa sugestif
yang muncul pada periode ini disebut akut atau neoplasia. Atipia ini dapat terjadi pada epidermis,
subakut. Contoh paling baik adalah saluran mukosa skuamosa, bronkus, alveoli paru, kelenjar
pencernaan, sumsum tulang, dan testis. Lesi ini paling saliva, endometrium, urothelium, kelenjar payudara,
baik dilihat dalam hitungan hari. Pada mukosa saluran dan prostat. Displasia adalah abnormal, maturasi sel
pencernaan (usus halus) terjadi nekrosis progresif dan preneoplastik. Terdapat perubahan maturasi yang
hilangnya sel epithelial tanpa vili. Setelah total body terdisorganisasi dan menyebabkan perubahan
irradiation, cedera mencapai maksimum dalam kira- arsitektur. Displasia harus dicurigai sebagai lesi
kira 7 hari. Penurunan sel hemopoetik pada sumsum premalignant. Neoplasma yang disebabkan oleh radiasi
tulang disebabkan oleh nekrosis sel progenitor dari tiga hampir semua muncul pada area radiasi. Radiation
sel progenitor utama dan migrasi dari sumsum tulang induce neoplasms membutuhkan waktu sedikitnya 2
elemen matur. Pada testis juga dapat terjadi nekrosis tahun untuk leukemia dan 5 tahun atau lebih untuk
spermatogonia tipe B dan spermatosit, sel yang paling tumor padat. Morfologi dari neoplasma ini tidak
radiosensitif, menjadi maksimal dalam 5 jam hingga berbeda dengan neoplasma yang tidak bergantung
20 hari setelah paparan. Hal ini dapat menyebabkan radiasi. Maka, tidak ada neoplasma yang didiagnosis
depopulasi tubulus seminiferus dan oligospermia karena radiasi berdasarkan penampilan gross maupun
dalam beberapa minggu setelah paparan. Efek early mikroskopis. Neoplasma yang terjadi hanya tipe
juga dapat terjadi pada traktus respiratorius, kelenjar tertentu saja seperti tiroid yang paling sering tipe
saliva, dan kulit.2 papiler sedangkan leukemia bersifat granulositik.2
Lesi Delayed. Lesi mempunyai pola morfologi
yang repetitive dari organ ke organ lainnya. Sehingga, Lesi stromal
deskripsi lesi ini tidak hanya pada organ tekait tetapi Lesi stromal merupakan lesi yang paling
termasuk kompartemen seperti epitel, stromal, dan mudah diketahui oleh ahli patologi sebagai radiation
vaskuler.2 Macam-macam lesi delayed antara lain: induced karena sangat khas. Fibrosis merupakan
manifestasi lesi delayed paling sering ditemui. Fibrosis
Lesi epitelial ini ditemukan hampir pada semua jaringan dan organ
Atrofi. Lesi epitelial dan parenkimal paling dan tergantung waktu dan dosis namun luas dan
sering disebabkan oleh atrofi yang dapat terjadi pada derajatnya bervariasi dari lokasi ke lokasi yang
epitel yang melapisi gastrointestinal, respirasi, lainnya. Ciri khas fibrosis adalah tidak homogen,
urinarius, kelenjar saliva, pankreas, mammae, dan beberapa area tampak lebih banyak mengandung
jaringan kulit. Atrofi ini disebabkan oleh kehilangan kolagen sedangkan area yang lain hanya sedikit
yang progresif karena nekrosis, apoptosis, atau fibrosisnya. Fibrosis ini tidak dapat terjadi pada SSP
senescence yang dipercepat. Sering ditemukan bahwa (terjadi gliosis), sumsum tulang hematopoetik
hilangnya sel diganti dengan sel yang lain yang lebih (penggantian dengan jaringan lemak) kecuali jika
tipis sebagai mekanisme kompensasi. Atrofi yang terdapat neoplasma atau lesi inflamasi yang muncul
bersifat berat terjadi pada epidermis dan kelenjar sebelum paparan radiasi. Cedera oleh radiasi pada
sebasea, epitel saluran cerna, urotelium, kelenjar tulang paling banyak menyebabkan nekrosis daripada
saliva, dan sel germinal di testis. Atrofi yang bersifat fibrosis. Pada kelenjar getah bening juga hanya terjadi
sedang terjadi pada epitel saluran nafas atas dan fibrosis apabila terdapat metastasis sebelumnya karena
traktus saluran cerna, paru, dan ginjal. Atrofi yang hanya sedikit jaringan ikat pada kelenjar getah bening.
bersifat ringan terjadi pada kelenjar endokrin. Atrofi Fibrosis tidak hanya menjadi tanda cedera akibat
ini tidak pernah seragam walaupun dalam organ yang radiasi namun juga dapat menyebabkan kerusakan
menerima dosis yang sama.2 organ lainnya seperti retraksi kulit, stenosis esofagus,
Nekrosis. Delayed nekrosis tidak muncul intestinal, atau urinarius dengan obstruksi, fibrosis
pada semua jaringan. Nekrosis fokal ditemukan pada myocardial difus dengan kegagalan jantung kiri,
epitel yang melapisi organ yang bervariasi meliputi pericardial restrictive disease, dan fibrosis paru
kulit, saluran cerna atas, traktus respiratorius, traktus interstitial dengan penurunan fungsi paru. Fibrosis ini
intestinal, traktus urinarius, dan genetalia. Delayed disebabkan oleh karena iskemia karena defisiensi
nekrosis dapat dilihat dengan jelas pada sistem syaraf vaskuler dan juga karena peningkatan TGF-β (suatu
pusat, terutama pada white matter hemisfer serebri sitokin fibrogenik). Eksudat fibrinous pada stroma
atau pada sumsum tulang belakang. Radionekrosis terlihat spesifik hampir pada semua cedera delayed.
pada sistem syaraf pusat (SSP), memperlihatkan tipe Eksudat ini disebabkan oleh perubahan fungsi
koagulatif, disebabkan oleh kerusakan mikrovaskuler pembuluh darah kecil dan sel endotelial.2
dengan iskemia.2 Atypical fibroblast (radiation fibroblast),
Metaplasia. Metaplasia (penggantian jaringan merupakan gambaran yang sangat khas untuk lesi
matur dengan jaringan lain) terjadi pada beberapa delayed. Keadaan ini terjadi predominan pada
organ seperti kelenjar prostat dan payudara. Atipia submukosa saluran nafas atas, semua traktus
yaitu distorsi (sering pembesaran) dari sitoplasma dan gastrointestinalis, saluran kencing bagian bawah, dan
hiperkromasia nukleus yang terjadi pada duktus, genetalia terutama pada dinding organ yang terdapat
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 8

banyak bakteri. Sehingga hal ini tidak hanya Tinjauan Tentang Radioprotektor
disebabkan oleh radiasi saja tetapi karena produk
bakteri atau leukosit. Sedangkan pada jantung, hepar, Sejarah Radioprotektor
atau ginjal jarang terjadi.2
Agen yang paling sederhana dari kelompok
Lesi vaskuler. sulfhydryl (true radioprotector) adalah cysteine yang
Lesi pada vaskuler ini merupakan efek paling ditemukan oleh Patt pada tahun 1948. Pada waktu
sering terjadi pada jaringan normal. Perubahan kapiler yang bersamaan, Bacq beserta koleganya menemukan
dan arteriol merupakan gambaran patologi kerusakan cysteamine yang kedua agen ini dapat memproteksi
delayed yang menyebabkan efek lainnya seperti atrofi hewan dari efek total body irradiation. Agen golongan
dan fibrosis organ. Pembuluh kapiler dan sinusoid ini bekerja dengan cara scavenging radikal bebas dan
merupakan pembuluh terkecil dan yang paling mengurangi kerusakan pada DNA akibat radikal bebas.
radiosensitif. Hal ini terkait dengan sensitivitas sel Agen ini paling efektif pada radiasi energy transfer
endotel yang paling penting pada dinding kapiler. (LET) rendah dibandingkan pada yang tinggi. Dengan
Keadaan ini dapat kita lihat pada kulit atau mukosa pemberian kedua agen ini, kita kenal dose-reduction
sebagai telangiaktasia yang dapat menyebabkan factor (DRF) yaitu perbandingan antara dosis radiasi
perdarahan, irregularitas, asimetri kapiler dan dinding pada kondisi adanya obat dengan tanpa obat untuk
sinusoid, pembesaran dan atau hiperkromasia sel menghasilkan mortality rate yang sama.6
endotel nuclei dan trombosis. Pada pembuluh darah Selain dapat menurunkan NTCP,
kecil, yang mempunyai dinding muskuler, dapat radioprotector juga dapat bersifat menurunkan TCP
terhindar dari ruptur dan dapat terjadi fibrosis. dan mempunyai toksisitas intrinsik. Jadi meskipun
Pada pembuluh darah medium dapat terjadi radioprotektor menurunkan toksisitas yang bermakna,
aterosklerosis spontan. Sedangkan pada pembuluh agen kimia yang dapat menyebabkan toksisitas
darah besar tampak lebih jarang terkena mungkin signifikan tidak dapat diberikan. Cysteine juga
karena proteksi dindingnya yang tebal. Aterosklerosis mempunyai efek toksis pada dosis radioprotektor
dapat juga terjadi walaupun sulit dibedakan dengan seperti mual dan muntah. Penelitian oleh The Walter
penyebab yang lain. Dapat juga terjadi proliferasi Reed Army Research Institute (Angkatan Bersenjata
myointimal, trombosis dan ruptur pada pembuluh Amerika Serikat) menunjukkan bahwa efek toksis
darah besar. Ruptur pembuluh darah dapat terjadi cysteamine dapat diminimalkan dengan memberikan
walaupun sangat jarang biasanya ditemukan pada fosfat (seperti pada cytapos dan amifostine) sehingga
arteri karotis, aorta, dan arteri femoralis. Sedangkan meningkatkan efek protektif. Amifostine (WR-2721)
pada pembuluh darah vena jarang dapat terdeteksi ini memiliki DRF 1,8/2,7 untuk
dibandingkan pada arteri. Pada hepar, radiasi gastrointestinal/hematopoietik dan digunakan astronot
menyebabkan cedera vena lebih banyak daripada dalam perjalanannya ke bulan.6,8 Agen radioprotektor
arteri.2 yang kita kenal saat ini diklasifikasikan menjadi tiga
kategori berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu
Dosis Toleransi proteksi, mitigation, dan terapi.5
Ekspresi cedera akibat radiasi diatas
tergantung dosis yang diberikan oleh karena itu Proteksi
seorang spesialis onkologi radiasi harus waspada
terhadap dosis dan dosis fraksinasi. Tidak adanya dosis Amifostine
toleransi yang eksak untuk organ tertentu sehingga Sifat sitotoksik radiasi pengion dihasilkan dari
dosis toleransi ini menggunakan rentang dosis. Konsep terbentuknya radikal bebas yang menyebabkan DNA
popular saat ini adalah menggunakan dosis toleransi strand breaks dan kematian mitotic. Radioprotektor
TD5/5 atau TD50/5 yaitu dosis radiasi diharapkan yang bekerja melalui mekanisme scavenging radikal
menghasilkan komplikasi secara klinik sebesar 5% bebas disebut kategori proteksi. Radioprotektor ini
atau 50% dalam waktu 5 tahun. Hal ini berlaku apabila bekerja pada saat terbentuknya radikal bebas atau pada
kita menggunakan besar dosis yang baku 200 cGy saat immediate. Amifostin, radioprotektor pertama
perhari 5 hari perminggu dari sumber radiasi yang pada golongan ini, merupakan prodrug mengandung
standar. Tidak hanya itu, volume organ yang terlibat thiol yang diakumulasikan pada ginjal dan kelenjar
merupakan variabel yang mempengaruhi komplikasi. saliva. Amifostine memerlukan defosforilasi dengan
Kondisi lain yang harus diperhitungkan antara lain enzim alkali fosfatase menjadi bentuk aktif thiol.
kondisi umum pasien, terapi pendamping lainnya.2 Amifostine ini bekerja melalui beberapa mekanisme
Dosis toleransi dapat dilihat pada tabel 1.5 yaitu: 1. Scavenging radikal bebas7,
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 9
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

Tabel 1. Dosis toleransi dan nilai α/β ratio untuk kerusakan organ akut dan lanjut pada manusia

Organ Endpoint Time to α/β Tolerance Organ Endpoint Time to α/β Tolerance
Manifestation Ratio dose for Manifestation Ratio dose for
(Gy) total (Gy) total
volume volume

Cartilage, Growth arrest Next growth 6 20 Urinary bladder Cystitis During RT 10 20-35
growing spurt Shrinkage, Years-decades 5-10 50
ulceration Months-years
Urethra Stricture 60-70
Cartilage, Necrosis Months-year 70 Larynx Oedema During RT 45
adult Chronic Months 2-4 70
oedema,
necrosis
Bone, adult Osteoradionecrosis Years-decades 60 Mandible Lung Pneumonitis 2-6 weeks 5 12-14
40-50 Pneumonitis 4-6 weeks 5 45
Fibrosis 6 months-2 4
years
Connective Fibrosis 9 months- 2 60 Testis Permanent Weeks- 1.5
tissue years sterility months
Cappilaries Capillary 6 months- 3 60 Ovary Permanent Weeks- 2.5
changes/loss years sterility months
Large vessel Wall changes, Years 70 Uterus Atrophy Months-years 100
stenosis
Heart ECG-changes, During RT 20 Vagina Mucositis During RT 30
arytmia Ulcer, fibrosis Months-years 50
Cardiomyopathy Months-years 3 40
(pericarditis)
Skin Erythema During RT 9-10 Breast, child Growth arrest At puberty 10
Dry During RT 10 40 (100
radiodermatitis cm2)
Moist During RT 10 60 (100
radiodermatitis cm2)
Gangrene, ulcer 3 55 (100
cm2)
Hair follicle Hair loss During RT (4th 7 40 Breast, adult Fibrosis/atrophy Years 2-3 60
week)
Sebaceous Dry skin During RT 12 Adrenal glands Loos of Months-years 90
gland (2nd week) function
Perspiratory Dry skin, loss of During RT (4th 30-40 Pituitary glands Growth Months-years 18-24
glands transpiration week) hormone deficit
Oral mucosa Ulcerative During RT 10 20 Cerebrum, child Somnolence During-post 24
mucositis (2nd to 3rd 60-70 syndrome RT
Atrophy/fibrosis week)
Salivary Transient loss of During RT 10-20 Cerebrum, adult Necrosis Months-years 55
glands function – (2nd week)
xerostomia
Permanent loss of Continous 3 25
function – development
xerostomia from early
response
Oesophagus Dysphagia 40-45 Spinal cord Lhermitte Weeks-years 35
Ulcer-fistula During RT- 55 syndrome
months
Stomach Atony During RT 20 Cervical/thoracic Radiation 6 months-2 2 55
Ulcer Months 4 50 myelopathy years
Small Malabsorbsi During RT 8 30 Thoracic/lumbar Radiation 6 months-2 2 55
intestine Ulcer/obstruction Months 4 40 myelopathy years
Large Diarrhoea, pain During-post 10-20 Peripheral Functional Months-years 60
intestine RT nerves impairement
Ulcer/obstruction Months-years 45
Rectum Proctitis During RT 50 Eye lens Cataract Months-years 1-2 5
Chronic Months-years 5 60
inflammation,
ulcer
Liver Veno-occlusive 2-3 weeks 30 Lachrymal Dry eye, Weeks- 3 40
disease system ulceration months
Fibrosis Months-years 1 Retina Retinopathy Weeks- 45
months
Biliary tract Stenosis/stricture Months-years Optic nerve Neuropathy Months-years 2 55
Pancreas Fibrosis Months-years 50-60 Chiasma Loos of vision Months-years 2 55
opticum
Kidney Nephropathy 9 months- 2 20 Conjuctiva Kerato- During-post 50
years conjuctivitis RT
Ureter Stricture 2 years 60-70 Ear Serous otitis During-post 30
RT
Inner ear injury During RT 30
Plus months
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 10

2. donasi atom hydrogen, 3. Induksi hipoksia berdasarkan penilaian dokter terhadap disfagia, tidak
intraseluler dengan autooxidasi, 4. Induksi mnSOD2.8,9 berbeda bermakna diantara kelompok.17,18 Meta-
Pada penelitian fase III dengan 303 pasien analisis yang dilakukan oleh Mell dkk menunjukkan
mendapatkan post operasi (50-60 Gy) maupun radiasi bahwa pemberian amifostine pada pasien kanker paru
definitif (66-70 Gy). Kriteria inklusi penelitian ini bukan sel kecil yang menjalani radiasi dengan maupun
adalah kedua parotis (volume >75%) mendapatkan tanpa kemoterapi tidak mempengaruhi respon tumor
radiasi. Amifostine yang diberikan sebesar 200 dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan
mg/m2/hari 15-30 menit sebelum radiasi. Insiden bahwa amifostine tidak memproteksi tumor terhadap
xerostomia grade 2 keatas 1 tahun pasca radiasi radiasi.19 Keadaan ini disebabkan oleh karena
sebesar 34% dibandingkan 56% pada yang tidak kecepatan masuknya amifostine kedalam tumor,
mendapatkan amifostine (p=0.002). Produksi saliva oksigenasi relatif, pH, kadar alkali fosfatase pada
unstimulated > 0.1 g lebih besar pada yang mendapat tumor lebih rendah dibandingkan jaringan sehat.
amifostine (72% vs 49%, p=0.003). Dua tahun setelah Sehingga sebaiknya radiasi dimulai tidak lebih dari 15
radiasi keuntungan pemberian amifostine menurun menit setelah pemberian amifostine.20
menjadi 19% vs 36%, p=0.05. Toksisitas berat akibat Beberapa peneliti berpendapat bahwa
amifostine muncul < 10% pasien yaitu mual, muntah, amifostine dapat menurunkan kesintasan akibat dari
dan hipotensi transien. Seperlima pasien tidak proteksi tumor. Namun penelitian meta-analisis
melanjutkan amifostine karena toksisitasnya.10 Dengan menunjukkan bahwa tidak ada bukti amifostine
dosis amifostine yang sama, Buentzel dkk gagal melemahkan efek radiasi. US-FDA menyetujui
menunjukkan efek protektif pada pasien kanker kepala penggunaan amifostine untuk xerostomia dengan
leher yang mendapat kemoradiasi. Hal ini mungkin radioterapi saja pada kanker kepala leher yang
disebabkan oleh dosis yang tidak adekuat.11 Anne dkk menempatkan kelenjar parotis sebagai organ at risk.
menunjukkan bahwa efektivitas amifostine subkutan Pada kondisi kemoradiasi, amifostine disarankan
dibandingkan intravena sama-sama menurunkan penggunaannya namun belum mempunyai bukti level.
insiden xerostomia akut, namun respon berupa late Penggunaan amifostine pada IMRT masih belum
xerostomia adalah intermediate antara amifostine diketahui. Namun proteksi amifostine terhadap
intravena dan tanpa amifostine.12 Pemberian secara kelenjar saliva pada radiasi kanker kepala leher teknik
subkutan menurunkan insiden nausea, muntah, dan konvensional memiliki efektivitas yang setara dengan
hipotensi namun meningkatkan toksisitas kulit seperti IMRT apabila dosis rata-rata yang diterima kelenjar
eritema multiformis, sindroma steven johnson, dan parotis < 40,6 Gy.21
nekrolisis epidermal toksis (13% pada penelitian ini Meta-analisis terhadap 14 randomized control
atau 6-9/10.000).12,13 Namun dengan peningkatan trial (RCT) yang melibatkan 1.451 pasien yang
kewaspadaan dokter, tata laksana yang sesuai, monitor membandingkan antara RT dan RT plus amifostine
sebelum pemberian amifostine, intervensi dini atau pada terapi kanker. Hasil penelitian ini adalah
diskontinyu pemberian amifostine bila reaksi yang amifostine secara bermakna menurunkan resiko
tidak berada pada lokasi injeksi dapat menurunkan mukositis (odds ratio [OR], 0.37; 95%[CI], 0.29–0.48;
reaksi kulit dan meningkatkan keamanan amifostine.14 p < 0.00001), esophagitis (OR, 0.38; CI, 0.26–0.54; p
Penelitian pada kanker serviks menunjukkan < 0.00001), acute xerostomia (OR, 0.24; CI, 0.15–
bahwa pemberian amifostine pada kemoradiasi 0.36; p < 0.00001), late xerostomia (OR, 0.33; CI,
memberikan manfaat antara lain: penundaan terapi dan 0.21– 0.51; p < 0.00001), dysphagia (OR, 0.26; CI,
tidak ada pasien yang mengalami toksisitas hematologi 0.07– 0.92; p = 0.04), acute pneumonitis (OR, 0.15;
grade 3. Trombositopenia grade 2 dijumpai pada 10 CI, 0.07– 0.31; p < 0.00001) and cystitis (OR, 0.17;
pasien dari 35 pasien sedangkan toksisitas CI, 0.09–0.32; p < 0.00001). Tidak ada perbedaan
genitourinary dan gastrointestinal muncul pada 5 dan 9 yang bermakna pada respon rate diantara kedua
dari 35 pasien. Penelitian dengan jumlah sampel yang kelompok. Namun, complete response rate lebih
besar diperlukan untuk konfirmasi hasil penelitian superior pada pasien yang mendapat amifostine (OR,
ini.15 Penelitian lain dengan kelompok kontrol 1.81; CI, 1.10 –2.96; p= 0.02).22
menunjukkan bahwa amifostine menurunkan toksisitas
pada usus maupun buli. Namun penelitian ini Selenium
menggunakan jumlah sampel yang kecil.16 Selenium, berdasarkan penelitian
Penelitian fase III pada kanker paru bukan sel eksperimental dan klinik, telah diketahui mempunyai
kecil yang mendapatkan amifostine dibanding tanpa efek sitoprotektif dengan cara meningkatkan
amifostine dan induksi kemoterapi paclitaxel- biosintesis glutathione peroxidase dan thioreduxin
carboplatin dilanjutkan dengan kemoradiasi. Pasien reductase isoenzymes. Muecke dkk melakukan
yang mendapatkan amifostine dilaporkan penelitian pada pasien dengan kanker serviks dan
menunjukkan reduksi nyeri setelah kemoradiasi uterus yang telah menjalani operasi. Kadar selenium
dibandingkan tanpa amifostine. Pasien yang dalam darah diperiksa setelah operasi, selama radiasi,
mendapatkan amifostine juga sedikit yang mengalami setelah radiasi. Pada pasien dengan kadar selenium
gangguan menelan dan penurunan berat badan. Namun darah kurang dari 84µg/L diberikan suplementasi
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 11
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

selenium selama radiasi 500 mg/hari dan dihari tidak penting seperti superoxide dismutase dan glutathione
diradiasi diberikan 300 mg atau tidak mendapatkan peroxidase dan menurunkan NO synthase. Disamping
suplementasi sama sekali. Terdapat 81 pasien dapat berfungsi sebagai radioprotektor, melatonin juga
mengikuti penelitian ini dengan 39 pasien kelompok dapat berfungsi sebagai terapi antikanker dengan
selenium. Kadar selenium dikedua kelompok sama meningkatkan efektivitas radiasi maupun kemoterapi.
pada saat awal dan kadar selenium lebih tinggi pada Sehingga melatonin dapat meningkatkan rasio terapi
kelompok selenium setelah radiasi. Insiden diare pengobatan kanker. Melatonin tidak memberikan efek
menurut NCI CTC grade ≥ 2 pada kelompok selenium samping yang serius pada dosis pemberian 1 g selama
lebih rendah (20.5% vs 44.5%, p=0.04). Status 30 hari. Masih diperlukan penelitian lanjutan
performans dan kualitas hidup tidak berbeda penggunaan melatonin terutama dosis optimal yang
bermakna pada kedua kelompok. Disease free survival akan diberikan.29,30
dan overall survival pada kedua kelompok tidak
terdapat perbedaan bermakna. Penelitian prospektif ini
membuktikan keuntungan pemberian selenium dengan Mitigation
tanpa mengganggu kerja radiasi.23
Pemberian agen farmakologi yang dapat
Zinc meminimalkan kerusakan akibat paparan radiasi
Zinc, komponen katalisator lebih dari 300 adalah salah satu pendekatan dalam tatalaksana
enzim dan trace elemen esensial untuk sistem imun, toksisitas akibat radiasi. Strategi ini berlawanan
mempunyai efek antioksidan dengan menginduksi dengan mekanisme klasik scavenging radikal bebas.
pembentukan metallothionein (MT) yang protektif Mekanisme kerjanya antara lain meningkatkan
terhadap radikal bebas. Zinc juga mempunyai efek proliferasi sel epithelial. Obat ini bekerja pada lesi
menjaga integritas mukosa dan meningkatkan early dimana pada saat itu terjadi depopulasi sel
pertumbuhan sel. Ertekin dkk menunjukkan bahwa epithelial. Obat yang pertama berkembang pada
pemberian suplementasi zinc, onset dan keparahan kategori ini adalah palifermin.
mukositis lebih minimal pada kanker kepala leher yang
mendapat radiasi dibandingkan kelompok placebo.24
Lin dkk juga melakukan penelitian dengan pasien Palifermin
kanker kepala leher yang diberi suplementasi zinc Palifermin merupakan rHu keratinocyte
dengan dosis standar dibandingkan dengan kontrol growth factor family (FGF-7) yang menstimulasi
(1:1). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa proliferasi dan diferensiasi pada jaringan epitelial
pemberian zinc dapat menurunkan derajat keparahan meliputi mukosa saluran cerna, kelenjar saliva,
dan menunda terjadinya mukositis dan dermatitis. pneumosit tipe II.31,32 Palifermin mengatur mekanisme
Namun dampak terhadap pertumbuhan tumor dan sitoprotektif yg dimediasi oleh glutathione intrinsik.
kesintasan hidup pasien masih dalam tahap Penelitian preklinik membuktikan bahwa palifermin
penelitian.25 meningkatkan ketahanan mukosa terhadap radiasi,
preservasi produksi saliva, menurunkan derajat
Superoxide Dismutase keparahan dan durasi pneumonitis, fibrosis pulmoner,
Superoxide dismutase (SOD) merupakan salah dan menurunkan efek akut maupun late pada mukosa
satu strategi untuk membatasi kerusakan oksidatif. buli.31,33-36 Penelitian pada pasien dengan limfoma non
Pada kondisi patologis yang didasari oleh peningkatan hodgkin yang mendapat ablasi sumsum tulang dengan
produksi oksidan maupun respon inflamasi, SOD TBI 12 Gy/1,5 Gy perfraksi 2 kali sehari. Pemberian
mempunyai peranan dalam terapi. SOD dapat palifermin 60 mcg/kgBB perhari tiga kali. Palifermin
menurunkan keparahan radiation-induced secara signifikan menurunkan mukositis grade 3-4 dari
intestinal/lung injury pada hewan coba melalui 90% menjadi 60% dan menurukan durasi dari 10,4 hari
penurunan stress oksidatif. Selain itu, pemberian SOD pada placebo menjadi 3,7 hari. Toksisitas paling sering
tidak memberikan toksisitas pada hewan coba.26-28 pada obat ini adalah eritema pada wajah (50%) dan
tidak membatasi dosis yang diberikan. Pada penelitian
Melatonin ini tidak ada bukti penurunan outcome terapi pada
Melatonin (N-acetyl-5-methoxytryptamine) pasien yang mendapat terapi palifermin.5 Pada
adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal penelitian fase II dengan 100 pasien mendapatkan
yang berfungsi sebagai kontrol sikardian. Konsentrasi kemoradiasi dosis konvensional dan accelerated
melatonin ini menurun pada siang hari dan meningkat hyperfractionated (hiperfraksi dipercepat) 1.25 Gy 2
pada malam hari. Melatonin merupakan antioksidan kali sehari. Palifermin dibanding placebo 1:2 dengan
yang potensial baik secara langsung maupun tak dosis palifermin 60 mcg/kgBB. Palifermin diberikan
langsung. Pada penelitian in vitro menunjukkan bahwa sebelum inisiasi radiasi kemudian tiap hari jumat dan
melatonin 5 kali dan 14 kali lebih poten dibandingkan diteruskan hingga 1-2 minggu paska radiasi.
glutathione dan manitol. Melatonin dilaporkan Palifermin tidak menurunkan insidens ataupun durasi
meningkatkan beberapa aktivitas antioksidan yang toksisitas mukosa atau saliva namun pada pasien
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 12

hiperfraksinasi dipercepat menunjukkan perbaikan mampu melindungi jaringan normal tanpa


39
durasi maupun keparahan mukositis. Kurangnya mengganggu efek radiasi.
efektivitas ini disebabkan karena dosis radiasi yang
diberikan pada penelitian ini lebih besar yaitu 70 Gy
bila dibandingkan dengan penelitian total body Terapi
irradiation (TBI) 12 Gy.5
Penelitian fase III pada 188 pasien kanker Baik radioprotektor maupun radiation
kepala leher inoperable yang mendapat kemoradiasi mitigator sama-sama didesain untuk meminimalkan
(70 Gy/2 Gy perfraksi dan cisplatin 100 mg/m2 per 3 resiko kematian klonogenik sel normal. Telah
minggu). Penelitian ini membandingkan insiden diketahui bahwa radiasi pada kepala leher juga
mukositis oral grade ¾ dan xerostomia menggunakan menyebabkan rilisnya mediator seperti IL-1, IL-6,
CTCAE v.3.0 pada pasien yang diberi palifermin (180 TNF-α yang berperan dalam gangguan mukosa.
mcg/kg) atau plasebo pada 3 hari sebelum radiasi Pertumbuhan flora seperti bakteri dan jamur yang
kemudian tiap minggu selama 7 minggu. Hasil berlebihan juga ikut berperan dalam terjadinya
penelitian ini menunjukkan bahwa palifermin gangguan mukosa secara sekunder. Radioprotektor
mengurangi median onset (dari 35 hari menjadi 47 dalam kelompok ini berperan melalui hambatan proses
hari) dan median durasi mukositis (dari 26 hari sekunder yang terjadi. Obat-obatan kelompok ini
menjadi 5 hari). Palifermin juga menurunkan insiden diberikan setelah terjadi morbiditas akibat radiasi.5
xerostomia grade 2 dari 80% menjadi 66%. Tidak ada
perbedaan dalam hal kesintasan pada kedua perlakuan Sukralfat
ini. Toksisitas yang terjadi antara lain rash (9% Sukralfat, digunakan pada terapi ulkus
palifermin vs 2% placebo), dysgeusia (5% palifermin peptikum, memberikan proteksi pada jaringan yang
vs 1% placebo), dan flushing (5% palifermin vs 0% ulserasi dengan jalan berikatan dengan protein yang
placebo).5 terekspose pada sel yang rusak. Sukralfat juga
menstimulasi produksi mukus, mitosis, dan migrasi
Epidermal Growth Factor sel.5 Penelitian pada pasien kanker prostat yang
Faktor pertumbuhan seperti rHuEGF juga mendapat radiasi definitif, diberikan sukralfat oral 3 g
menurunkan insiden mukositis berat pada pasien atau placebo (143 pasien kelompok sukralfat dan 155
kanker kepala leher yang mendapat kemoradiasi atau kelompok placebo). Hasil penelitiaan ini menunjukkan
radiasi postoperatif. Respon reduksi mukositis setelah bahwa tidak ada perbedaan diantara kelompok
pemberian EGF 50 µg sebesar 63% dibanding placebo sukralfat dan placebo dalam hal toksisitas rektum
34% (p=0.022).37 lanjut (28% vs 22%, p=0.23), rectal bleeding (17% vs
23%, p=0.18), bowel frequency, mucous discharge,
Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating dan inkontinensia alvi.40 Beberapa penelitian
Factor menggunakan sukralfat telah dilakukan, namun belum
Berbeda dengan rHu EGF, Granulocyte- ada data yang menunjukkan keuntungannya.41,42
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM CSF)
bekerja secara tidak langsung terhadap mukositis Benzydamine
dengan menurunkan komplikasi akibat pertumbuhan NSAID dengan sifat antibakteri merupakan
berlebihan flora normal seperti bakteri dan jamur yang inhibitor yang potensial terhadap TNF-α. Sitokin
dapat memperburuk keadaan mukositis. Namun proinflamasi ini mengalami upregulasi pada jaringan
penelitian prospektif double blind placebo controlled mukosa dengan kadar puncak setelah radiasi dosis total
fase III RTOG 99-01 menunjukkan tidak adanya efek 20 Gy. Kemampuan benzydamine untuk mengurangi
yang bermakna setelah pemberian GM CSF subkutan mukositis selama radiasi kepala dan leher telah
terhadap mukositis pada pasien kanker kepala leher dicobakan dengan penelitian acak berganda dengan
yang mendapat radiasi kuratif.38 placebo sebagai kontrol. Pada penelitian ini 30%
pasien mengalami reduksi eritema dan ulserasi
Pravastatin terutama pada dosis > 25 Gy. Sepertiga dari pasien
Komplikasi intestinal lanjut yang disebabkan benzydamine tidak mengalami ulkus mukosa sama
oleh radiasi berhubungan dengan akumulasi mediator sekali dibandingkan pada kelompok placebo yang
fibrogenic connective tissue growth factor (CTGF) hanya 18%. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada
terutama fibroblas, myofibroblas, sel otot polos, sel nyeri pada pasien yang mengalami mukositis yang
endotel, dan matriks ekstraseluler. Deposit CTGF telah mendapatkan benzydamine. Benzydamine tidak efektif
dibuktikan dapat meningkatkan fibrosis pada jaringan dalam mengatasi nyeri pada saat makan dan penurunan
normal. Jadi hambatan pembentukan CTGF dapat berat badan pada kedua kelompok. Walaupun dalam
menurunkan fibrosis melalui terapi antifibrogenik. penelitian ini disebutkan bahwa benzydamine
Pravastatin dapat menghambat fibrosis melalui mencegah mukositis, namum hasil penelitian ini tidak
hambatan rho kinase yang meregulasi CTGF. Pada konklusif.5 Obat antiinflamasi seperti dexametason
penelitian eksperimental dengan hewan, pravastatin juga dapat menurunkan kadar mediator proinflamasi
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 13
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

pada percobaan dengan hewan, namun dapat terjadi leukotrienes, tromboxanes, platelet activating factor,
rebound bila dexametason dihentikan.43 menghambat fungsi sel NK, mast, neutrofil dan
limfosit mukosa. Penelitian awal mengenai balsalazine
Thalidomite pada kanker prostat yang mendapatkan radiasi
Penggunaan antisitokain seperti thalidomite menunjukkan bahwa balsalazine dapat mencegah
pada pasien kanker paru bukan sel kecil yang proktitis secara bermakna (indeks proktitis, pada grup
mendapatkan radiasi menimbulkan efek toksik yaitu balsalazine 35.3 dan placebo 74.1, p=0.04).49
terjadi trombosis pada 6 pasien dengan 2 pasien
trombosis berat. Sehingga penelitian ini tidak Escelentoside (EsA)
dilanjutkan lagi karena efek toksis yang berat.44 Obat ini berasal dari herbal china phytolaccta
Penggunaan anti-TNF telah terbukti pada mencit esculenta, mempunyai efek antiinflamasi. Agen ini
dalam menurukan permeabilitas dan adesi leukosit telah diujikan secara in vivo maupun in vitro dapat
sawar darah otak.45 Efek curcumin yang diberikan menghambat mediator inflamasi seperti IL-1, TGF
secara intragaster maupun intraperitoneal dan beta, TNF, MCP-1. Pada penelitian ini, EsA dapat
diberikan 5 hari sebelum dan/atau setelah radiasi pada menurunkan toksisitas kulit pada mencit.50
mencit telah terbukti dapat menurunkan toksisitas
kulit. Mekanisme kerja curcumin adalah dengan Glutamine
downregulasi baik sitokin inflamasi maupun Glutamine, salah satu asam amino yang
fibrogenik.46 berperan dalam metabolism nitrogen dan
meningkatkan imunologi, telah terbukti dapat
Iseganan menurunkan derajat keparahan mukositis,
Eksaserbasi flora oral terjadi pada proses meningkatkan pertumbuhan mukosa, dan mencegah
inflamasi ketika terjadi gangguan integritas mukosa. translokasi bakteri pada penelitian hewan. Algara dkk
Infeksi sekunder dapat memperpanjang mukositis. melaporkan bahwa pemberian glutamine 10 g tiap 8
Protegrin merupakan peptide yang memiliki aktivitas jam pada pasien kanker paru yang mendapatkan
antimikroba spectrum luas. Iseganan merupakan kemoradiasi berperan dalam pencegahan esofagitis.
analog sintetik dari kelas ini dapat menurunkan Namun, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
stomatitis ulseratif, nyeri telan, dan kesulitan menelan menyimpulkan efek pemberian glutamine.51
pada pasien yang mendapat kemoterapi. Troti dkk
melakukan penelitian fase III pada pasien yang
mendapatkan dosis radiasi minimal 60 Gy, 40% dari Ringkasan
seluruh pasien menerima kemoterapi konkuren.47
Respon radiasi pada jaringan atau organ
Penelitian ini terdiri dari tiga kelompok yaitu iseganan
bergantung pada sensitivitas sel, dosis, laju dosis,
plus standart oral care (SOC), placebo plus SOC, dan
fraksinasi, ukuran lapangan radiasi, waktu observasi,
SOC. Efek Iseganan dan placebo terhadap terjadinya
kondisi stroma dan suplai vaskuler. Lesi atau cedera
mukositis oral ekuivalen, namun kedua kelompok ini
akibat radiasi berdasarkan waktu perkembangannya
lebih superior dibandingkan dengan SOC saja. Dua
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Immediate
pertiga pasien dikedua kelompok terjadi mukositis
(terbentuknya radikal bebas, terlepasnya ikatan
confluent dibandingkan 79% pada kelompok yang
molekul, dsb DNA), 2. Early (nekrosis progresif dan
mendapatkan supportive oral care saja (p=0.02).
hilangnya sel yang radiosensitif), 3. Delayed (Atrofi
Hanya 2% yang hanya mendapat oral care tidak
sel epitelial, fibrosis jaringan stromal, kerusakan
terjadi reaksi mukosa dibandingkan dengan 9% pada
pembuluh darah).
iseganan dan placebo (p=0.04). Nyeri mulut dan
Berbagai macam agen farmakologi yang
kesulitan menelan pada kelompok iseganan maupun
digunakan sebagai radioprotektor telah berkembang
placebo lebih rendah daripada SOC saja. Jadi
sejak tahun 1948. Mekanisme kerja radioprotektor
pemberian antimikroba tidak memberikan keuntungan
adalah melalui scavenging radikal bebas, stimulasi
terhadap oral mukositis.47 Hal ini disebabkan karena
proliferasi sel epitelial, dan menghambat rilis mediator
mikroorganisme tidak mempunyai peran kritis
inflamasi dan antimikroba. Beberapa dari
terhadap terjadinya mukositis oral. Terbukti dengan
radioprotektor ini telah terbukti dapat melindungi
pemberian antimikroba selektif aerobic gram negative
jaringan sehat tanpa menurunkan kontrol lokal.
bacteria (Polymixin E, Tobramycin, Amphotericin)
Radioprotektor tersebut antara lain amifostine,
untuk mengeliminasi flora normal tidak dapat
selenium, zinc, palifermin, rHu EGF, benzydamine,
menurunkan mukositis pada radiasi kanker kepala
dan balsalazine. Radioprotektor yang masih dalam
leher.48
penelitian adalah superoxide dismuthase, melatonin,
Balsalazine pravastatin, curcumin, glutamine, escelentoside.
Balsalazine, golongan 5-ASA, merupakan Sedangkan yang tidak bermanfaat untuk mengurangi
inhibitor yang poten terhadap sintesis dan rilis toksisitas radiasi antara lain GM CSF, sukralfat,
mediator proinflamasi seperti nitric oxide, thalidomite, iseganan, dan obat antiinfektif.
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:5-15 14

Daftar Pustaka

1. Halperin EC, Perez CA, Brady LW. The discipline of 17. Sarna L, Swann S, Langer C, et al. Clinical meaningful
radiation oncology. In: Perez CA, Brady LW, editors differences in patient-reported outcomes with
Principles and practice of radiation oncology, 5th ed. amifostine in combination with chemoradiation for
Philadephia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008 locally advanced non-small-cell lung cancer: an
2. Fajardo LF, Berthrong M, Anderson RE. Overview of analysis of RTOG 9801. Int J Radiat Oncol Biol Phys
radiation injury in organ and tissue. Radiation 2008;72(5):1378–1384
pathology. Hongkong: Oxford University Press; 2001 18. Wei X, Komaki P, Allen P.K, et al. Effects of
3. Dorr W. Acute radiation effect in normal tissue: amifostine on acute and late toxicity of radiotherapy
translational aspect of biological research. Front Radiat and concurrent chemotherapy for local advanced non-
Ther Oncol 2002; 37: 1–8 small cell lung cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys
4. Small W, Woloschak GE. Radiation toxicity: a 2007;69 Suppl:S3
practical guide. United Stated of America: Springer 19. Mell LK, Malik R, Komaki R, et al. Effect of
Science; 2006 amifostine on response rates in locally advanced non-
5. Brizel DM. Chemical modifiers of radiation response. small-cell lung cancer patients treated on randomized
In: Perez CA, Brady LW, editors. Principles and controlled trials: a meta-analysis. Int J Radiat Oncol
practice of radiation oncology, 5th ed. Philadelphia: Biol Phys 2007;68(1):111–118
Lippincott Williams and Wilkins; 2008 20. Kouloulias VE, Kouvaris JR, Kokakis JD, et al. Impact
6. Hall EJ, Giaccia AJ. Radioprotectors in radiobiology on cytoprotective efficacy of intermediate interval
for the radiologist 6th ed. Philadelphia: Lippincott between amifostine administration and radiotherapy: a
Williams & Wilkins; 2006 retrospective analysis. Int J Radiat Oncol Biol Phys
7. Dorr W. Pathogenesis of normal-tissue side-effect. 2004;59(4):1148–1156
Basic Clinical Radiobiology 4th ed. UK: MPG, 2009 21. Munter MW, Hoffner S, Hof H, et al. Changes in
8. Beer KT. Aminofostine: basic principles and clinical salivary gland function after radiotherapy of head and
practice. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004; neck tumors measured by quantitative pertechnetate
Suppl:S60 scintigraphy: comparison of intensity modulated
9. Grdina DJ, Murley JS, Kataoka Y, et al. Amifostine radiotherapy and conventional radiation therapy with
induces antioxidant enzymatic activity in normal tissue and without amifostine. Int J Radiat Oncol Biol Phys
and a transplantable tumor that can affect radiation 2007;67(3):651–659
response. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2009; 73(3): 22. Sasse AD, Clark L, Sasse EC, et al. Amifostine
886–896 reduces side effect and improves complete response
10. Wasserman TH, Brizel DM, Henke M, et al. Influence rate during radiotherapy: result of metaanalysis. Int J
of intravenous amifostine on xerostomia, tumor Radiat Oncol Biol Phys 2006;64(3):784–791
control, and survival after radiotherapy for head and 23. Muecke R, Schomburg L, Glatzel M, et al.
neck cancer: 2-year follow up of a prospective Multicenter, phase 3 trial comparing selenium
randomized, phase III trial. Int J Radiat Oncol Biol supplementation with observation in gynecologic
Phys 2005;63(4): 985–990 radiation oncology. Int J Radiat Oncol Biol Phys
11. Buentzel J, Micke O, Adamietz IA, et al. Intravenous 2010:1–8. In press
amifostine during chemoradiotherapy for head and 24. Ertekin MV, Koc M, Karslioglu I, et al. Zinc Sulfate in
neck cancer: a randomized placebo-controlled phase III the prevention of radiation-induced oropharyngeal
study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;64(3): 684– mucositis: a prospective, placebo-controlled,
691 randomized study. Int J Radiat Oncol Biol Phys
12. Anne PR, Machtay M, Rosenthal D. A phase II trial of 2004;58(1):167–174
subcutaneus amifostine and radiation therapy in 25. Lin L, Que J, Lin LK, et al. Zinc supplementation to
patients with head and neck cancer. Int J Radiat Oncol improve mucositis and dermatitis in patients after
Biol Phys 2007;67(2): 445–452 radiotherapy for head and neck cancers; a double-
13. Valeyrie-Allanore L, Poulalhon N, Fagot JP, et al. blind, randomized study. Int J Radiat Oncol Biol Phys
Stevens–johnson syndrome and toxic epidermal 2006;65(3):745–750
necrolysis induced by amifostine during head and neck 26. Kang SK, Rabbani ZN, Folz R, et al. Overexpression
radiotherapy. Radiother Oncol 2008;87: 300–303 of extracellular superoxide dismutase protects mice
14. Boccia R, Anne PR, Bourhis J, et al. Assessment and from radiation-induced lung injury. Int J Radiat Oncol
management of cutaneus reaction with amifostine Biol Phys 2003;57(4):1056–1066
administration: finding of the ethyol (amifostine) 27. Molla M, Gironella M, Salas A, et al. Protective effect
cutaneus treatment advisory panel (ECTAP). Int J of superoxide dismutase in radiation induced
Radiat Oncol Biol Phys 2004;60(1):302–309 inflammation. Int J Radiat Oncol Biol Phys
15. Antonadou D, Komi P, Patridis A. Amifostine protects 2005;61(4):1159–1166
from acute toxicity patients with cancer of the cervix 28. Epperly MW, Liggitt D, Greenberg JS. Systemic
treated with radiochemotherapy. Radiother Oncol intravenous (IV) as well as local administration of
2000;32 Suppl:S31 manganese superoxide dismutase-plasmid/liposome
16. Leonard CE, Shapiro H, Henkenberns P, et al. (MnSOD-PL) displays no detectable toxicity while
Amifostine used as a normal tissue protectant in offering protection from irradiation-induced damage.
patients receiving pelvic radiotherapy. Int J Radiat Int J Radiat Oncol Biol Phys 2005;63 Suppl 2:S487
Oncol Biol Phys 2005;63 Suppl:S2
Peran Radioprotektor pada Cedera Jaringan Normal Akibat Radiasi 15
(Rafiq Sulistyo Nugroho, Irwan Ramli)

29. Vijyalaxmi, Reiter RJ, Tan DX, et al. Melatonin as a 41. Stellamans K, Lievens Y, lambin P, et al. Does
radioprotective agent: a review. Int J Radiat Oncol Biol sucralfate reduce early side effects of pelvic radiation?
Phys 2004;59(3):639–653 a double-blind randomized trial. Radiother Oncol
30. Shirazi A, Ghobadi G, Ghazi-Khansari M. A 2002;65:105–108
Radiobiological review on melatonin: a novel 42. O’Brien P, Franklin I, Poulsen M, et al. Acute
radioprotector. J Radiat Rec 2007;48:263-272 symptoms, not rectally administered sucralfate, predict
31. Terry N, Brinkley J, Doig AJ, et al. Cellular kinetic of for late radiation proctitis: longer term follow-up of a
murine lung: model system to determine basis for phase III trial-Trans-Tasman Radiation Oncology
radioprotector with keratinocyte growth factor. Int J Group. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002;54(2):442–
Radiat Oncol Biol Phys 2004;58(2):435–444 449
32. Dörr W, Spekl K, Farrel C. Amelioration of acute oral 43. Hong J, Chiang CS, Tsao CY, et al. Can thort-term
mucositis by keratinocyte growth factor: fractionated administration of dexamethasone abrogate radiation-
irradiation. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2002; induced acute cytokine gene response in lung and
54(1):245–251 modify subsequent molecular response? Int J Radiat
33. Dörr W, Reichel S, Spekl K. Effects of keratinocyte Oncol Biol Phys 2001;51(2):296–303
growth factor (palifermin) administration protocols on 44. Anscher M, Garst J, Marks LB, et al. Assesing the
oral mucositis (mouse) induced by fractionated ability of the antiangiogenic and anticytokine agent
irradiation. Radiother Oncol 2005 75:99–105 thalidomite to modulated radiation induced lung injury.
34. Borges L, Rex KL, Wei P. A Protective Role for Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;66(2):477–482
keratinocyte growth factor in a murine model 45. Wilson CM, Gaber W, Sabek OM, et al. Radiation-
chemotherapy and radiation-induced mucositis. Int J induced astrogliosis and blood brain barrier damage
Radiat Oncol Biol Phys 2006;66(1):254–262 can be abrogated using anti-TNF treatment. Int J
35. Jaal J, Dörr W. Effect of Recombinan human Radiat Oncol Biol Phys 2009;74(3):934–941
keratinocyte growth factor (rHuKGF, palivermin) on 46. Okunieff P, Xu J, Hu D, et al. Curcumin protects
radiation induced mouse urinary bladder dysfunction. against radiation-induced acute and chronic cutaneus
Int J Radiat Oncol Biol Phys 2007;69(2):528–533 toxicity in mice and decrease mRNA expression of
36. Le Q, Kim H, Schneider C. Palifermin reduces severe inflammatory and fibrogenic cytokines. Int J Radiat
oral mucositis in subjects with locally advanced head Oncol Biol Phys 2006;65(3):890–898
and neck cancer undergoing chemoradiotherapy Int J 47. Troti A, Garden A, Warde P, et al. A Multinational,
Radiat Oncol Biol Phys 2008;72 Suppl 1:S1 randomized phase III trial of iseganan HCL oral
37. Lee S, Wu H, Song S. The therapeutic effect of solution for reducing the severity of oral mucositis in
recombinant human epidermal growth factor (rhuEGF) patients receiving radiotherapy for head and neck
on mucositis in patients with head and neck cancer malignancy. Int J Radiat Oncol Biol Phys
undergoing radiotherapy with or without 2004;58(3):674–681
chemotherapy: a double-blind placebo-controlled 48. Wijers OB, levendag PC, Harms E, et al. Mucositis
prospective phase II multi-institutional clinical trial. Int reduction by selective elimination of oral flora in
J Radiat Oncol Biol Phys 2008;72 Suppl 1:S1 irradiated cancers of the head and neck: a placebo
38. Ryu JK, Swann S, LeVeqle F, et al. The impact of controlled double-blind randomized study. Int J Radiat
concurrent granulocyte macrophage-colony stimulating Oncol Biol Phys 2001;50(2):343–352
factor on radiation-induced mucositis in head and neck 49. Jahraus CD, Bettenhausen D, Malik U, et al.
cancer patient: a double blind placebo-controlled Prevention of acute radiation-induced
prospective phase III study by Radiation Oncology proctosigmoiditis by balsalazine: a randomized,
Group 9901. Int J Radiat Oncol Biol Phys double-blind, placebo controlled trial in prostate
2007;67(3):643–650 cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2005;63(5):1483–
39. Haydont V, Gilliot O, Rivera S, et al. Succesful 1487
mitigation of delayed intestinal radiation injury using 50. Xiao Z, Su Y, Yang S, et al. Protective effect of
pravastatin is not associated with acute injury esculentoside a on radiation-induced dermatitis and
improvement or tumor protection. Int J Radiat Oncol fibrosis. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2006;65(3):882–
Biol Phys 2007;68(5):1471–1482 889
40. Kneebone A, Mameghan H, Bolin T, et al. Effect of 51. Algara M, Rodriguez N, Vinals P, et al. Prevention of
oral sucralfate on late rectal injury associated with radiochemotherapy-induced esophagitis with
radiotherapy for prostate cancer: a double blind, glutamine: result of a pilot study. Int J Radiat Oncol
randomized trial. Int J Radiat Oncol Biol Phys Biol Phys 2007;69(2):342–349
2004;60(4):1088–1097
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 16

Tinjauan Pustaka
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang
Hendrik1
1. Instalasi Radioterapi RSUD Dr. Moewardi, Surakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Bisfosfonat secara dramatis telah merubah penatalaksanaan penyakit tulang
Diterima 27 Agustus 2010 metastasis dengan mencegah terjadinya komplikasi pada tulang yang
Disetujui 17 Desember 2010 berhubungan dengan penyakit-penyakit kanker melalui penghambatan proses
resorpsi tulang yang termediasi osteoklas. Penggunaan dan jenis bisfosfonat
makin berkembang pesat bahkan pada saat ini data dari studi klinis mutakhir
menunjukkan bahwa bisfosfonat dapat digunakan pada penderita Cancer
Treatment Induced Bone Loss (CTIBL). Struktur kimia bisfosfonat sangat stabil,
terdiri dari 2 kelompok gugus fosfat yang mengapit dan/ terikat pada atom karbon
(“C”-central) dan dapat mengikat 2 buah gugus lainnya (pada posisi R1 dan R2),
yang selanjutnya berfungsi untuk meningkatkan kekuatan afinitas senyawa
bisfosfonat-nya terhadap kristal-kristal hydroxyapatit tulang dan juga berperan
dalam menghambat terjadinya proses resorpsi tulang. Bisfosfonat memiliki
beberapa mekanisme aksi berupa anti tumor, apoptosis, anti angiogenik,
menghambat proses adhesi dan invasi sel tumor pada matriks tulang, dan anti
pengeroposan tulang. Pilihan cara pemberian bisfosfonat harus menyesuaikan
pada penentuan tujuan dan perhatian khusus pemberiannya, serta efek-efek
samping obat yang dapat ditimbulkannya.
Kata kunci: Bisfosfonat, resorpsi, kanker

Alamat Korespondensi: Bisphosphanate had dramatically changed the management of metastatic bone
Dr. H. Hendrik, MKes disease to prevent cancer-related skeletal complications by the inhibitions to
Instalasi Radioterapi RSUD Dr. osteoclast-mediated bone resorption process. The uses and types of
Moewardi, Surakarta bisphosphonates currently were developing even the current clinical study
Jl. Kol. Sutarto No.132 Surakarta showed that bisphosphonates had an eficacy on Cancer Treatment Induced Bone
Email: Loss (CTIBL). The bisphosphonate’s chemical structure was stable, consist of 2
erick_marx2005@yahoo.com phosphate groups that were linked to the carbon (“C”-central) and able to bind 2
other groups, thereby had a potency to increase its afinities to the bone
hydroxyapatit crystals and also to inhibit the bone resorption process.
Bisphosphonate had some mechanisms of action such as anti tumor effects,
apoptosis, anti angiogenic effects, inhibition of tumor cell adhession and invasion
of the extracelluler bone matrix, and anti bone-loss effects. The choice of
administration route of bisphosphonate should be adjusted to the aim of dosing of
bisphosphonates, its special concern and adverse event drugs.
Key words: Bisphosphonate, resorption, cancer

Hak cipta ©2010 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan menghambat proses resorpsi tulang yang termediasi


osteoklas sehingga dapat digunakan sebagai pelindung
Dalam bidang onkologi, bisfosfonat secara tulang terhadap penyakit kanker metastasis (metastatic
dramatis telah merubah penatalaksanaan penyakit bone diseases/MBD).2
tulang metastasis1 dan hingga saat ini masih menjadi Penggunaan dan jenis bisfosfonat pada saat ini
agen anti resorpsi yang efektif untuk terapi berbagai makin berkembang pesat, terutama dalam hal
penyakit dengan peningkatan aktivitas osteoklas, komposisi, potensi, efikasi (kemanfaatan klinis), dosis,
termasuk osteolisis yang berhubungan dengan tumor cara pemberian, dan indikasinya.2 Studi efikasi dan
dan hiperkalsemia.2 Bisfosfonat juga dapat mencegah, safety (keamanan) terakhir menunjukkan bahwa
menurunkan dan/atau menghambat terjadinya bisfosfonat dapat digunakan untuk pengobatan
komplikasi pada tulang yang berhubungan dengan kehilangan massa tulang yang terinduksi oleh suatu
penyakit kanker. Bisfosfonat secara efektif dapat terapi kanker (Cancer Treatment Induced Bone Loss/
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 17
(Hendrik)

CTIBL).1-4 Tinjauan pustaka ini akan menyajikan data Bisfosfonat) dapat meningkatkan potensi antiresorpsi
mengenai bukti langsung efikasi penggunaan suatu bisfosfonat sebesar 10 sampai dengan 10000
bisfosfonat pada terapi tumor padat, khususnya kalinya (gambar 2).2
penyakit MBD, dan pencegahan CTIBL, beserta
aspek-aspek keamanannya.

Struktur kimia bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan senyawa kimia sintetik


dan tidak bisa dihidrolisis (nonhydrolizable). Struktur
kimianya stabil, mirip (analogue) dengan struktur
kimia pyrophosphate inorganic (PPi), terdiri dari 2
kelompok gugus fosfat yang mengapit dan/atau terikat
secara esterifikasi pada atom karbon (“C”-central)
yang dapat mengikat maksimal 2 buah gugus alkil
(pada posisi R1 dan R2).3
Gambar 2. Potensi bisfosfonat secara in vivo sebanding
dengan potensi in vitronya. Perbedaan struktur bisfosfonat
memiliki pengaruh yang kuat terhadap potensinya. Dikutip
dari kepustakaan2

Gambaran secara sederhana struktur kimia


senyawa bisfosfonat adalah dapat mengikat atau
memiliki afinitas yang tinggi terhadap ion-ion
logam/metal yang divalent (seperti ion kalsium),
permukaan mineral tulang (di tempat proses
remodelling tulang yang sedang aktif atau yang sedang
mengalami resorpsi osteoklas), dan kristal-kristal
hydroxyapatit (yang akan menghambat penghancuran
kristal-kristalnya),3-5 sehingga dapat menekan
terjadinya resorpsi, menjadikan keadaan sitotoksik
pada osteoklas, dan membatasi terjadi apoptosis
osteoblas dan osteosit (walaupun studi-studi klinis
Gambar 1. Struktur bisfosfonat dan potensinya dalam
penghambatan osteoklas. Dikutip dari kepustakaan3
yang menunjukkan mekanisme-mekanismenya
5
tersebut masih belum jelas).
Gugus atom karbon yang bersifat non- Beberapa aspek farmakokinetik dari senyawa
hydrolizable pada bisfosfonat tersebut merupakan inti bisfosfonat di antaranya adalah senyawanya sangat
utama senyawanya, sementara kedua kelompok gugus hidrofilik (mudah larut di dalam air) dan nonlipophilic
fosfat yang mengapit atom karbon merupakan (tidak larut dalam lemak/lipophobic), sangat buruk
pemelihara struktur senyawanya yang akan absorbsinya di saluran cerna setelah pemberian secara
meningkatkan kekuatan afinitas senyawa bisfosfonat oral (yakni < 1% absorbsinya3,6 sehingga harus
terhadap kristal-kristal hydroxyapatit tulang (yakni diberikan dalam keadaan perut kosong dengan
kalsium, fosfor, dan karbonat). Hampir semua struktur dibarengi 2 gelas air putih dalam posisi tubuh yang
senyawa bisfosfonat generasi awal (seperti etidronate) tegak selama 30 menit6), hanya 50% dari obatnya yang
dan mutakhir (seperti alendronate) memiliki kelompok terabsorbsi (dan secara selektif juga tertahan di tulang,
(gugus) hydroxyl (OH) yang berada pada posisi R1 dan dan sisa metabolitnya dieliminasikan hanya melalui
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan senyawa urin tanpa dimetabolisme dahulu.3 Ambilan dan
bisfosfonat dalam mengikat ion kalsium (Ca2+) secara penahanan metabolitnya tergantung dari fungsi ginjal,
kolektif melalui interaksi tersier antara kelompok resorpsi tulang, ketersediaan tempat ikatan senyawa
(gugus) hydroxyl dan fosfat (yang ada pada senyawa dan potensi bisfosfonat pada matriks tulang, dan
bisfosfonat tersebut) dengan matriks tulang. Adanya mudahnya pendeteksian pada banyak jaringan tubuh
tambahan kelompok (gugus) pada posisi R2 dari (termasuk aliran darah dan urin) dari pejamunya.3 Zat
senyawa bisfosfonat tersebut ternyata berperan dalam aktif senyawa bisfosfonat mudah menghilang dari
penentu potensi suatu senyawa bisfosfonat primer sirkulasi darah.3 Pemberian bisfosfonat akan
untuk menghambat terjadinya proses resorpsi tulang.3 menimbulkan pengeluaran cytokine yang dapat
Hal ini didukung suatu studi klinis mutakhir yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi di antaranya
menunjukkan bahwa adanya suatu kelompok (gugus) berupa terjadinya esofagitis, refluks esofagus, ulseratif
nitrogen (N-Bisfosfonat) atau amino (Amino- saluran cerna, dan diare bila bisfosfonat diberikan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 18

secara oral dan menyebabkan terjadinya flu like modifikasi posttranslational (isoprenylation)
syndrome, atralgia, mialgia, dan nyeri kepala bila proteinnya termasuk small GTP-binding proteins,
bisfosfonat diberikan secara intravena.3 yakni Rab; Rac; Rho-geranyl geraniol pyrophosphate,
yang berperan penting dalam regulasi inti aktivitas sel-
Mekanisme aksi bisfosfonat sel osteoklas, dan selanjutnya akan membawa kepada
induksi terjadinya proses apoptosis sel-sel osteoklas
Gambaran struktur farmakologi semua dan penghambatan resorpsi tulangnya (gambar 4).3-5,7
bisfosfonat yang penting adalah menunjukkan afinitas
yang tinggi dan ekstrim terhadap konsentrasi mineral
pada seluruh tulang sehingga dapat dijadikan sebagai
terapi kelainan tulang yang ditandai dengan proses
remodelling yang berlebihan dan tidak seimbang
antara aktivitas sel-sel osteoblas dan osteoklasnya, dan
kemudian membawa pada terjadinya resorpsi tulang
yang termediasi osteoklas secara berlebihan.
Mekanisme aksi utama semua senyawa bisfosfonat,
baik generasi awal maupun terbaru, secara sederhana
adalah mengkondisikan terjadinya apoptosis pada sel
osteoklas melalui proses konversi Adenosine Tri-
Phosphate (ATP) intrasel (pada bisfosfonat generasi
awal) dan penghambatan aktivitas protein ikat
Guanosine Tri-Phosphat (GTP)-binding proteins (pada
bisfosfonat generasi terbaru). Proses apoptosis ini juga Gambar 3. Struktur ATP dan tipe metabolit AppCp
dapat menginduksi terjadinya proses apoptosis lainnya Clodronate (AppCCl2p). Bagian bawah, osteoklas kelinci
pada mukosa usus (saluran cerna) dan tubulus ginjal, yang diterapi dengan liposom kosong (A); Liposom yang
mengandung clodronate (B); dan Liposom yang
bila bisfosfonat terakumulasi di jaringan-jaringan
mengandung AppCCl2p (C), dan kemudian dipulas dengan
tersebut.3-5,7 Senyawa bisfosfonat generasi awal (non 4’,6-diamidino-2-phenylindole untuk menunjukkan
nitrogen-bisfosfonat/non N-BP, seperti etidronate dan morfologi inti (osteoklas tunggal ditunjukkan pada
clodronate), yang mengandung struktur kimia hampir pembesaran yang sama). Baik clodronate maupun AppCCl2p
sama dengan inorganic pyrophosphate (analogue PPi), menyebabkan kondensasi inti dan karakteristik fragmentasi
akan berinteraksi dengan molekul-molekul ATP yang dari apoptosis kematian sel. Dikutip dari kepustakaan5
baru terbentuk. Beberapa studi menunjukkan bahwa
pemberian bisfosfonat generasi awal dapat dikonversi Beberapa studi tersebut ternyata juga
secara intrasel oleh sel-sel mamalia (termasuk sel menunjukkan bahwa N-BP lebih poten daripada non
manusia) menjadi AppCp type, yang akan diserap N-BP, namun demikian karena terjadinya penekanan
secara efektif oleh sel-sel osteoklas melalui proses aktivitas sel osteoklas yang dihasilkan dari pemberian
lakunae di matriks permukaan mineral tulang atau oleh bisfosfonatnya sangat bervariasi maka dalam hal ini
sel-sel lainnya yang bersifat/bertipe sama dengannya. dapat ditunjukkan bahwa kesuperioran dari suatu N-
Kemudian hasil metabolit bisfosfonat (AppCp type) ini BP tidak menjadi penentu pada pencegahan fraktur
akan terakumulasi dengan konsentrasi yang tinggi di tulang melainkan tipe obat bisfosfonat apapun masih
dalam sitosol sel osteoklas dan selanjutnya dapat tetap dianggap relevan terhadapnya.3-5
menghambat terjadinya proses aktivasi enzim-enzim Banyak studi klinis secara in vitro juga telah
ATP–cell dependent dengan bantuan dari class-II menunjukkan kemampuan N-BP dalam menurunkan
aminoacyl-tranfer RNA synthetase, yang pada survival, proliferasi, adhesi, migrasi, dan invasi sel-sel
akhirnya akan membawa pada induksi terjadinya tumor. Pada umumnya efek anti tumor yang
proses apoptosis sel osteoklas dan penghambatan ditunjukkan oleh studi-studi tersebut adalah
proses resorpsi tulangnya (gambar 3).3-5,7 penghambatan pada FPP synthetase (FPPs) dan
Sementara itu, beberapa studi lainnya hilangnya protein prenylation, sebagaimana
menunjukkan bahwa mekanisme aksi senyawa- sebelumnya telah dijelaskan mekanismenya. Beberapa
senyawa bisfosfonat generasi terbaru (nitrogen studi in vitro pada hewan uji juga menunjukkan bahwa
bisfosfonat/N-BP, seperti alendronate, risedronate, dan bisfosfonat dapat menghambat proses metastasis
lain-lain) dalam menyebabkan apoptosis sel osteoklas tulang, menurunkan beban tumor pada tulang,
adalah mengganggu proses metabolisme mevalonate menghambat angiogenesis, dan menurunkan kadar
yang aksinya penting dalam biosintesis kolesterol, faktor pertumbuhan endotel vaskuler proangiogenik di
lipid isoprenid dan derivatnya). Senyawa bisfosfonat sirkulasi dan platelet-derived growth factor pada
generasi terbaru tersebut mengikat dan menghambat penyakit-penyakit kanker, walau hal tersebut masih
aktivitas enzim farmesyl pyrophosphate synthetase belum dapat dibuktikan hubungannya terhadap proses
(FPPs) yaitu suatu enzim regulator yang ada pada jalur penghambatan dari FPPs dan hilangnya protein
asam mevalonate, kemudian akan menghambat proses prenylation sebelumnya.3-5
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 19
(Hendrik)

Gambar 4. Skema jalur mevalonate N-BPs menghambat FPP synthase selanjutnya mencegah sintesis FPP dan GGPP dengan
bantuan protein prenylation. Statins, GGTI-298 dan 3-PEHPC secara in vitro juga mencegah protein prenylation osteoklas dengan
menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA reductase), geranylgeranyltransferase I (GGTase I), dan
Rab geranylgeranyltransferase (Rab GGTase), dan menyerupai efek-efek N-BPs pada osteoklas (yang bergantung pada
geranylgeranylated proteins). Dikutip dari kepustakaan5

Terjadinya proses penghambatan FPPs dan ATP atau Adenosine Di-Phosphat/ADP mitokondria)
protein prenylation yang ada pada sel-sel MN dan menghambat/mengikat aktivitas enzim FPPs
(mononuclear) di sirkulasi darah akibat pemberian dan/atau menginduksi pengeluaran cytochrom-C dari
bisfosfonat secara intravena akan menyebabkan ekspresi BCL2 melalui penghambatan aktivitas
terjadinya akumulasi inhibitor prenylation protein Ras/small GTPase-binding protein/isoprenylation
(IIP), yang muncul dalam bentuk sel T V 9V 2+ ( , ,T) (menurut beberapa studi klinis terbaru), sebagaimana
melalui suatu mekanisme yang belum jelas, dan sebelumnya telah dijelaskan mekanismenya.4,5
kemudian akan menimbulkan pengeluaran cytokine
sehingga dapat menyebabkan terjadinya flu like Mekanisme penghambatan proses adhesi dan invasi
syndrome (dengan gejala-gejalanya seperti atralgia, sel tumor pada matriks tulang
mialgia, nyeri kepala, dan lain-lain), atau bila Beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa
bisfosfonatnya diberikan secara oral akan BP dapat menghambat terjadinya proses adhesi sel
menyebabkan terjadinya esofagitis dan ulseratif pada tumor pada protein matriks ekstrasel (extracellular
saluran cerna (gambar 5).3-5 matrix/ECM) dan invasi/metastasis sel-sel tumornya.
Di antara studi-studi tersebut adalah studi in vitro
Mekanisme anti tumor Matrigel dkk, yang berdasarkan pada invasion assay
Mekanisme anti tumor dari bisfosfonat adalah oleh Boissier dkk, yang menunjukkan bahwa BP dapat
penghambatan resorpsi tulang yang termediasi sel menghambat kemampuan sel-sel kanker payudara dan
osteoklas dan osteoklastogenesis, melalui penurunan prostat yang menginvasi ECM, dan BP juga dapat
pengeluaran growth factors yang menstimulasi menghambat aktivitas matrix metalloproteinase
pertumbuhan tumor di tulang. Sebagai tambahan, (MMPs) yang dihasilkan oleh tumor cell lines yang
bisfosfonat juga dapat secara langsung menghambat diduga berhubungan dengan derajat keganasan suatu
pertumbuhan sel tumor, kesintasannya, dan sel tumor, walau hal ini belum ada penjelasannya
kemampuannya untuk berkoloni di tulang.3-5 secara nyata).4,5

Mekanisme apoptosis Mekanisme anti angiogenik


Merupakan salah satu aktivitas BP secara Efek penghambatan N-BP terhadap proses
langsung terhadap tumor, yakni menginduksi adhesi sel endotel yang migrasinya terjadi melalui
terjadinya apoptosis sel-sel tumor dan osteoblas modulasi integrins (seperti 3; 5) yang terlibat
melalui aktivasi caspases, baik dengan penghasilan dalam proses angiogenesis, di samping integrin ( 3)
ATP analogues (yang dapat memutuskan translokasi tersebut juga diperlukan oleh sel osteoklas untuk
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 20

melekatkan pada tulang dan membentuk lakunae harus mempertimbangkan adanya faktor-faktor risiko
secara aktif selama terjadinya proses resorpsi tulang, yang berhubungan baik dengan BMD, yang dapat
dan juga ekspresi dari 3 tersebut menyerupai sifat dilakukan melalui pemeriksaan tes BMD (dial-energy
sel tumor yang cenderung menimbulkan metastasis x-ray absorptiometry/DXA), ataupun yang
yang besar. Fakta dari suatu studi klinis adalah bahwa berhubungan dengan beberapa pertimbangan lainnya.
suatu penghambat molekul kecil 3 terakhir Faktor risiko tersebut di antaranya meliputi: (1)
digunakan untuk mencegah terjadinya proses Penggunaan aromatase inhibitors; (2) Nilai T<2,0
metastasis (MDA-MB-435) sel-sel kanker payudara (atau T<1,5 dengan 1 faktor resiko lainnya); (3) Umur
secara efektif pada tulang, di mana kemudian efek- > 65 tahun; (4) Didapatkan penggunaan steroid > 6
efek 3–nya menjadi bersifat pleiotropic pada
bulan; dan (5) Terdapat riwayat keluarga terhadap
proses-proses resorpsi tulang dan metastasis adanya fraktur panggul atau terhadap kelainan-
tumornya.4,5 kelainan di mana mudah mengalami patah tulang
Sebagai tambahan, data terakhir yang setelah berumur 50 tahun, dengan ketentuan bahwa
dilaporkan bahwa asam zolendronate (ZOL; N-BP) bila ditemukan hasil tes dari pemeriksaan BMD
menurunkan survival HUVECs dengan tersebut adalah menunjukkan terdapat 2 atau lebih
mensensitisasikannya pada TNF-induced program cell faktor risikonya maka selanjutnya dapat
death/apoptosis. Asam zolendronate (ZOL; N-BP) dipertimbangkan untuk diberikan terapi bisfosfonat
dapat memodulasi kadar serum proangiogenic growth ZOL dengan tambahan suplemen vitamin D3 dan
factors (seperti VEGF dan TGF) pada penyakit kalsium.1,2
kanker.4,5 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi
mekanisme yang potensial untuk melihat adanya efek
anti angiogenik pada bisfosfonat.4,5

Mekanisme anti pengeroposan tulang


Risiko terjadinya pengurangan massa tulang
yang terinduksi suatu terapi kanker/CTIBL (termasuk
terjadinya osteopenia dan osteoporosis) dapat
disebabkan oleh pemberian terapi-terapi anti kanker
(seperti kemoterapi) dan hormon (seperti golongan-
golongan serm/serd, aromatase inhibitors, dan
gonadotropin releasing hormone agonists), karena
secara langsung akan mempengaruhi densitas mineral
tulang (bone mineral density/BMD) dan struktur
arsitektur secara mikro-nya, serta akan
meningkatkan/mempercepat terjadinya bone loss.1-3,5
Beberapa studi klinis menunjukkan bahwa
pemberian bisfosfonat clodronate (CLO) dan
risedronate (RIS) pada seorang wanita yang
premenopause dengan deplesi estrogen yang terinduksi Gambar 5. Mekanisme reaksi fase akut berupa aktivasi sel
kemoterapi serta telah mendapatkan terapi anti T / oleh substrat-substrat pada metabolisme mevalonate
estrogen sebelumnya relatif secara bermakna dapat yang terinhibisi. Dikutip dari kepustakaan7
menurunkan terjadinya bone loss, demikian juga pada
pemberian bisfosfonat pamidronate (PAM) yang dapat Penggunaan bisfosfonat
menstabilkan terjadinya bone loss pada karsinoma
prostat nonmetastatik yang sedang menjalani terapi Penggunaan bisfosfonat untuk pencegahan dan
deprivasi androgen. Studi klinis terbaru menunjukkan pengobatan kanker metastasis tulang
bahwa ZOL secara bermakna dapat mencegah Banyak kanker merupakan suatu osteotropik,
terjadinya bone loss selama pemberian terapi endokrin baik metastasis ke tulang ataupun tumbuh secara
adjuvan atau terapi anastrozole (salah satu terapi primer di dalam sumsum tulang (seperti multiple
hormon golongan aromatase inhibitors) dan goserelin myeloma), di mana pertumbuhannya sering membawa
(salah satu terapi gonadotropin/luteinizing releasing pada keadaan hiperkalsemia, nyeri tulang yang berat,
hormonal) pada seorang wanita yang premenopause. destruksi tulang, dan pembentukkan tulang yang
Beberapa studi klinis tersebut juga dijadikan sebagai patologik.1,2 Beberapa studi klinis menunjukkan
pedoman bahwa pada pasien-pasien yang berisiko bahwa tulang merupakan tempat yang paling disukai
menjalani perkembangan terapi bisfosfonat pada untuk terjadinya suatu penyakit metastasis dan pada
penyakit kanker, yang kemungkinan dapat berisiko organ tubuh lainnya dan minimal 90% dari pengidap
menginduksi terjadinya osteopenia/osteoporosis, harus penyakit kanker stadium lanjut akan berkembang
juga diberikan suplemen vitamin D3 dan kalsium, di menjadi lesi metastasis pada tulang. Studi klinis
samping dalam penggunaan bisfosfonatnya tersebut menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya penyakit
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 21
(Hendrik)

tulang metastasis (metastatic bone disease/MBD) (seperti ZOL dan CLO) dalam pencegahan terjadinya
paling banyak adalah berasal dari kanker payudara dan metastasis ke tulang (di antaranya adalah studi klinis
prostat (65% dan 75%), diikuti oleh kanker thyroid ABCSG-12; NSABP-B-34; AZURE; S0307; dan
(60%), paru (40%), dan buli (30-40%).1,2 SUCCESS).1,2
Sifat lesi metastasis pada tulang yang telah
terjadi tersebut adalah sangat ganas, dengan ditandai Penggunaan bisfosfonat untuk meningkatkan kualitas
oleh terjadinya metabolisme tulang yang mengalami hidup
kelainan yang kemudian sangat berisiko untuk Sebelumnya telah dijelaskan bahwa tujuan
terjadinya komplikasi tulang yang makin berkembang, pemberian terapi bisfosfonat pada penyakit kanker
dan selanjutnya akan meningkatkan angka kematian metastasis tulang (MBD) di antaranya adalah
(mortalitas). Kenyataan ini kemudian dijadikan memelihara fungsi dan mobilitas pasien semaksimal
sebagai dasar dibutuhkannya terapi yang efektif untuk mungkin termasuk mempertahankan kualitas hidup
menghambat terjadinya proses resorpsi tulang pada dan menunda terjadinya proses deteriorasi/penurunan
para penderita MBD. Banyak data dari hasil studi fisiologis, menurunkan dan menghambat terjadinya
klinis menunjukkan bahwa bisfosfonat terbukti dapat komplikasi dan mortalitas yang dapat mengganggu
menurunkan dan/ menunda terjadinya patah tulang, kehidupannya.2
dan mengontrol nyeri tulang pada para penderita MBD
sehingga dapat mempertahankan mobilitas, fungsi Penggunaan bisfosfonat untuk mengurangi rasa nyeri
sosial, dan kualitas hidupnya selama berlangsungnya Penggunaan bisfosfonat dalam hal tujuan ini
progresivitas dari penyakit metastasisnya tersebut.1,2 harus mengikuti kaidah-kaidah penurunan nyeri
Tiga studi klinis dalam mengevaluasi dengan regimen-regimen tertentu secara berkala sesuai
penggunaan bisfosfonat CLO (clondronate) untuk dengan guidelines yang telah ditetapkan oleh WHO
pencegahan metastasis sudah dilakukan, di mana 2 (the step ladder escalation regiments). Data dari studi
studi di antaranya berdisain open lable yang dilakukan klinis menunjukkan bahwa pemberian bisfosfonat
di Jerman dan Finlandia, dan 1 studinya berdisain ternyata dapat memberikan kemanfaatan klinis pada
randomized double-blind yang dilakukan di Kanada, terjadinya morbiditas tulang melalui penurunan nyeri
Norwegia, dan Finlandia. Data dari hasil studi klinis tulang, termasuk nyeri yang resisten terhadap opioid,
tersebut menunjukkan bahwa terdapat dan lebih dapat mempertahankannya sampai dengan
ketidakkonsistenan efikasi obat dalam meningkatkan tingkat yang lebih rendah pada saat
overall survival (OS), namun demikian pada awal perjalan/progresivitas penyakitnya dibanding agent-
studinya menunjukkan dapat menurunkan disease free agent pengontrol nyeri lainnya yang dipakai secara
survival (DFS) dan meningkatkan metastasis extra rutin.2
skeletal.1,2 Data dari studi klinis lainnya yang
dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa terdapat Penggunaan bisfosfonat untuk bone markers
penurunan metastasis ke tulang yang bermakna pada Penggunaan bisfosfonat dengan tujuan sebagai
pemberian bisfosfonat CLO setelah 3 tahun.1,2 bone marker, baik untuk penyesuaian terapi ataupun
Beberapa studi klinis terbaru menunjukkan prediksi resiko terjadinya metastasis tulang, dapat
bahwa bisfosfonat dapat diindikasikan untuk para dilakukan dengan pemberian bisfosfonat ZOL,
penderita MBD yang berasal dari kanker payudara walaupun belum ada studi klinis prospektif yang
yang sedang menjalani kemoterapi dan/atau terapi menunjukkan bahwa secara per individu bone marker
hormon terbukti dapat menghambat perkembangan dapat dijadikan sebagai pedomannya, sehingga belum
komplikasi skeletal dan menurunkan kejadian fraktur ada rekomendasi penggunaan klinis bisfosfonat secara
patologik, nyeri tulang dan hiperkalsemia, serta rutin sebagai bone marker.1,2
penambahan pemberian terapi pembedahan atau
radiasi adjuvant, walaupun tidak didapatkan
kemanfaatan survival secara bermakna.8 Pada saat ini, Pilihan cara pemberian obat
data dari suatu meta-analisis dalam penggunaan terapi
bisfosfonat CLO pada penderita kanker payudara Pemberian bisfosfonat secara oral, seperti
stadium dini dan lanjut menunjukkan bahwa tidak etidronate dan clodronate, telah disetujui pada pasien-
terdapat bukti kemanfaatan kesintasan secara pasien dengan kanker payudara, atau dapat
bermakna menurut statistik terhadap parameter- dipertimbangkan juga bagi para penderita rawat jalan.
parameter bone metastasis free survival dan Pemberian bisfosfonat secara oral membutuhkan
nonskeletal metastasis free survival. Sementara itu, aturan peringatan untuk menjamin terjadinya proses
data dari studi klinis lainnya menunjukkan bahwa absorpsi dan pencegahan terjadinya efek samping obat
penggunaan bisfosfonat ZOL adjuvant dapat pada saluran cerna. Kompleksitas dari besaran dosis,
meningkatkan 12 month bone metastasis free survival pemberian secara oral, potensial terjadinya efek
pada tumor yang agresif.1,2 Pada saat ini masih banyak samping obat (terutama pada saat rekomendasi aturan-
studi klinis yang sedang dilakukan untuk lebih jauh aturan pemberian dosis pengkonsumsiannya tidak
mengkaji penggunaan beberapa jenis bisfosfonat diikuti), rendahnya angka absorbsi saat diberikan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 22

secara oral, dan tidak idealnya kondisi tubuh, dapat kemanfaatan (efikasi) terapi bisfosfonat ZOL dan IBA
berperan dalam timbulnya prognosis yang lebih pada kanker payudara baru dapat ditunjukkan pada
buruk.1,2 Pada umumnya, pemberian bisfosfonat secara pemberiannya selama 2 tahun, dan pemberiaannya
oral (seperti etidronate atau clodronate) sebagaimana tersebut bila akan diteruskan kembali (lebih dari 2
yang telah dijelaskan sebelumnya harus diberikan tahun) harus selalu dilakukan pengkajian resiko tiap
dalam keadaan perut kosong dengan dibarengi 2 gelas individu pemakainya.2
air putih dalam posisi tubuh yang tegak selama 30 Kontraindikasi pemberian bisfosfonat ZOL
menit6, namun demikian pemberian bisfosfonat secara adalah disfungsi ginjal berat (yakni kadar serum
intravena (seperti clodronate, alendronate, ibandronate, kreatinin > 265 mol/l/ >3,0 mg/dl; CrCl < 30
risendronate, pamidronate, dan zoledronic acid/ZOL), ml/menit). Sementara itu, kontraindikasi pemberian
dengan rentang waktu dari 15 menit hingga 2 jam, bisfosfonat CLO adalah kelainan ginjal dengan CrCl <
lebih disukai karena dapat menjamin pemeriharaan 10 ml/menit atau kadar serum kreatinin > 440 mol/l.2
kondisi tubuh dibanding dengan pemberian bisfosfonat Pemberian bisfosfonat tidak boleh dihentikan hanya
secara oral, dan dapat dikombinasikan dengan infus karena telah terjadi kelainan tulang (skeletal event),
untuk pemberian kemoterapi nonnefrotoksik atau karena data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
monitoring terjadinya metastasis (tabel 1).2 pemberian bisfosfonat ZOL secara bermakna dapat
menurunkan resiko terjadinya skeletal event.
Tabel 1. Profil farmakokinetik khusus pada bisfosfonat Penggantian bisfosfonat PAM menjadi ZOL dan IBA
pemberian intravena. Dikutip dari kepustakaan7 secara oral juga dapat meningkatkan pain control
secara bermakna pada penyakit-penyakit progresif
Dosis/lam Protein t ½ (jam) Cmax
a infus binding (ng/mL)
tulang dan nyerinya.2 Penelitian terbaru tahun 2005
(mg/jam) menunjukkan bahwa pemberian dosis bisfosfonat 1
Ibandronate 6/1.0 87 12.0-16.0 384 kali seminggu (weekly) lebih baik dibandingkan 1 kali
Zeledronic 4/0.15 56 1.4-1.9 468 sehari (daily) dalam hal kepatuhan (compliance) dan
acid kesinambungan (continuity) terapi yang akan
Pamidronate 90/1.0 54 0.8-2.5 2,790 berpengaruh pada keberhasilan terapinya.6
Clodronate 1,500/2.0 36 2.0-2.3 12,000

Perhatian klinis khusus terhadap pemberian


bisfosfonat
Penentuan awal, dosis, dan lama pemberian
bisfosfonat pada terapi kanker metastasis Penggunaan bisfosfonat bersamaan (concomitant)
Untuk memaksimalisasikan keuntungan terhadap terapi anti kanker
penggunaan bisfosfonat, maka dapat diberikan Studi klinis secara pada hewan uji
sesegera mungkin setelah ditegakkan diagnosis menunjukkan bahwa bisfosfonat dapat menurunkan
metastasis pada tulang (MBD) dengan menggunakan volume tumor dan mencegah metastasis ke tulang.
teknik imaging clinical radiography. Beberapa studi klinis juga menunjukkan bahwa efek
Pemberian/penentuan dosis bisfosfonat harus anti tumor yang dimiliki oleh N-BP didapat melalui
mengikuti data dari evidance based clinical trials. induksi terjadinya apoptosis dan beberapa mekanisme
Pemberian bisfosfonat pada gangguan/kelainan ginjal lainnya, seperti ZOL dengan cara menghambat proses
ringan/sedang (CrCl 30-60 ml/menit) dapat diberikan adhesi, mutasi, dan angiogenesis sel-sel tumor pada
bisfosfonat CLO dan ZOL dosis rendah atau dengan matriks ekstra sel; atau IBA dengan cara mencegah
tetesan infus lambat (PAM), atau menurut European terjadinya proses adhesi, penyebaran (invasi) sel-sel
Regulatory Authorithies, bisfosfonat IBA tumor pada tulang, dan menurunkan perkembangan
(ibandronate) juga dapat diberikan dengan dosis 6 mg lesi osteolitik. Aktivitas anti tumor yang dihasilkan N-
(> 60 menit), termasuk 15 menit pada CrCl 30-50 BP tersebut menurut data dari beberapa studi klinis
ml/menit.2 ternyata dapat ditingkatkan secara sinergis bila
Pemberian bisfosfonat, pada deteriorasi ginjal pemberian ZOL atau IBA dikombinasikan dengan
selama masa terapinya, harus diberikan secara agent-agent anti kanker secara bervariasi, seperti
intravena, dan dapat kembali diganti kepada pemberian kemoterapi (pada kombinasi IBA dengan
secara oral. bila kadar serum kreatinin-nya sudah paclitaxel/docetaxel), terapi hormonal, radioterapi,
berada pada 10% baselinenya. Bisfosfonat, pada atau antibodi monoklonal, namun demikian perhatian
keadaan penurunan fungsi ginjal yang persisten, dapat khusus tetap harus dilakukan pada saat pemberian
diberikan baik dengan cara penurunan dosis ataupun obat-obatan sitotoksik/kemoterapi yang beresiko
dengan cara tetesan infus lambat (dengan kontrol ketat terhadap timbulnya nefrotoksik (seperti kemoterapi
pada adanya indikasi klinis penghentian pemberian dari golongan garam platinum dan antibiotik, serta
bisfosfonat selanjutnya).2 Pemberian bisfosfonat IBA agent OAINS) di mana pemberian bisfosfonat secara
dapat dilakukan pada kanker payudara, walaupun intravena tidak boleh diberikan pada saat keadaan
belum ada data mengenainya. Sementara itu, nefrotoksik belum teratasi.2
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 23
(Hendrik)

Penderita usia lanjut dan anak-anak Tabel 2. Efek samping obat dari bisfosfonat. Dikutip dari
Tidak ada pembatasan khusus berhubungan kepustakaan7
dengan penggunaan bisfosfonat pada penderita usia
Efek Samping Bifosfonat
lanjut, namun demikian International Society of
Common
Geriatric Oncology merekomendasikan bahwa kadar Renal toxicity
serum kreatinin harus dimonitor tiap individu Acute-phase reactions
disebabkan oleh adanya kemungkinan terjadinya kadar Gastrointestinal toxicity
serum kreatinin yang tidak jelas pada penderita usia Rare
lanjut. Penggunaan bisfosfonat harus dilakukan bila Hypocalcemia (symptomatic)
telah ada data kemanfaatan klinis penggunaan Ocular complications (retinitis, uveitis, scleretis)
terapinya secara jelas pada keadaan ginjal dengan Asthma (aspirin sensitive)
toleransi yang baik. Kadar serum kreatinin juga harus Erythema
dimonitor pada penderita berusia lanjut yang sering Phlebitis
mengalami dehidrasi. Pada keadaan ini dilakukan Altered taste
CNS side effect
pengkajian dan optimalisasi dari status hidrasinya
Emerging
secara berkala.2 Osteonecrosis of the jaw
Sementara itu, penggunaan bisfosfonat pada
anak-anak masih jarang dilakukan mengingat masih
sedikitnya data kemanfaatan klinis yang didapat dari
beberapa studi klinis yang telah dilakukan (terutama suplemen yang mengandung kalsium dan vitamin D3
pada pengobatan kasus cystic fibrosis, juvenile sejak awal pemberian terapi bisfosfonatnya. Efek
rhematoid arthritis, atau anorexia nervosa) dan adanya samping hipokalsemia ini secara khas tampak pada
profile keamanan dari pemberian obatnya yang sangat kondisi turn over (resorpsi) tulang yang tinggi berupa
berisiko mengingat data dari hasil beberapa studi klinis lesi-lesi mixed atau sklerotik.2,3,7 Efek samping obat
menunjukkan bahwa bisfosfonat memiliki waktu paruh berupa reaksi fase akut pada umumnya terlihat
yang panjang pada tulang (skeletal) dan metabolitnya bersama dengan adanya nyeri pada lesi-lesi tulang,
dapat bertahan dalam waktu yang lama di dalam urin yang ditandai dengan adanya demam dan mialgia
tubuh (seperti metabolit PAM yang ditemukan dalam (pada + 15-30 % kasus insidens) dan berhubungan
spesimen urin tubuhnya setelah 8 tahun pasca dengan terjadinya proses resorpsi tulang secara agresif
pemberiannya).2 Namun demikian terdapat satu atau pada saat pemberian bisfosfonat secara intravena (pada
dua studi klinis pada anak-anak penderita OI (suatu umumnya pada pemberian infus pertama, yang
kelainan tulang turunan yang ditandai dengan puncaknya pada 24–48 jam pertama), namun demikian
hilangnya massa tulang dan/atau sangat mudah rapuh) reaksinya biasanya berderajat ringan/sedang dan dapat
yang dilakukan dengan pemberian bisfosfonat dikontrol dengan pemberian obat-obatan analgetik
alendronate (ALE) secara oral, atau pamidronate (seperti OAINS atau asetaminofen).2,3,7 Efek samping
(PAM) secara intravena dengan dosis 9 mg/kg yang obat berupa nefrotoksik pada umumnya ditandai
diberikan dalam siklus 3 harian setiap 2-4 bulan, untuk dengan peningkatan kadar serum kreatinin dan/
meningkatkan bone mineral density (BMD), penebalan terjadinya proses nekrosis tubuler akut potensial
korteks (sampai dengan 88%), peningkatan trabeculer dengan adanya kerusakan ginjal yang bersifat
bone volume (sampai dengan 46%), dan membatasi sementara atau menetap, yang terjadi pada saat
terjadinya fraktur.3 pemberiaan bisfosfonat secara intravena. Data dari
suatu studi klinis menunjukkan bahwa peningkatan
kadar serum kreatinin derajat 3 (3,3%) terjadi pada 3
Efek samping pemberian bisfosfonat subyek uji penderita kanker prostat yang mendapatkan
4 mg bisfosfonat ZOL. Sementara itu, studi klinis
Efek samping obat dari pemberian bisfosfonat Medline menunjukkan bahwa peningkatan kadar
secara umum terdiri dari efek samping yang serum kreatinin lebih sering terjadi pada pemberian
berhubungan langsung dengan pemberian obat etidronate/ETI atau clodronate/CLO (8% dan 5%)
bisfosfonat yakni osteomalasia, yang sering muncul daripada pemberian PAM (2%), atau alendronate/ALE
pada penggunaan bisfosfonat generasi pertama, (0%), atau IBA (<1%), di mana tidak ada perbedaan
hipokalsemia, dan osteonekrosis jaws/ONJ, dan efek bermakna di antara penggunaan 4 mg ZOL secara
samping yang tidak berhubungan langsung dengan intravena (> 15 menit) dengan 90 mg PAM secara
pemberian obat bisfosfonat seperti reaksi fase akut, intravena (> 2 jam).2,3,7
masalah saluran pencernaan, reaksi lokal pada tempat Pada umumnya efek samping berupa
bekas injeksi, dan nefrotoksikosis dan uveitis walau nefrotoksik tersebut terjadi bila bisfosfonat diberikan
kasusnya jarang terjadi.2,3,7 melalui tetesan infus cepat sehingga menyebabkan
Efek samping obat berupa hipokalsemia sangat konsentrasinya meningkat di dalam aliran darah dan
jarang terjadi dan dapat dicegah dengan pemberian ginjal. Data dari suatu studi klinis menunjukkan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:16-25 24

bahwa pemberian bisfosfonat ZOL akan lebih aman nyeri, pembengkakkan lokal, dan ulserasi, pada
bila dilakukan monitoring kadar serum kreatinin secara umumnya sangat jarang terjadi dan dapat pulih
berkala, sementara data dari studi klinis fase 3 kembali dalam 1-2 minggu pada masa pemberian
menunjukkan bahwa pada kasus MBD, pemberian IBA terapi bisfosfonat.2,3,7
intravena dengan dosis 6 mg (> 1-2 jam) ternyata juga Efek samping osteonecrosis jaws (ONJ)
mempunyai profil keamanan yang baik. Kemudian merupakan efek samping obat yang sangat jarang
data dari hasil-hasil studi klinis tersebut menjadi terjadi namun demikian dapat menyebabkan
pedoman yang harus diikuti untuk meminimalkan komplikasi yang serius bila sudah terjadi. Efek
potensi terjadinya efek samping nefrotoksik karena samping ONJ ini mulai muncul saat pemberian
pengaruh langsung konsentrasi maksimum dari bisfosfonat N-BP yang potent secara intravena (seperti
pemberian bisfosfonat. Usaha untuk menghindari efek IBA, PAM, dan ZOL), dan pada umumnya terjadi
samping nefrotoksik tersebut adalah dengan pemberian selama pengobatan pada kasus-kasus myeloma
hidrasi yang adekuat sebelum pemberian terapi multiple atau kanker payudara. Efek samping ONJ
bisfosfonat, dan melakukan monitoring kadar serum juga pernah muncul setelah pemberian ALE
kreatinin.2,3,7 (alendronate) dan RISE (risedronate) pada penyakit
Efek samping obat berupa gangguan/kelainan osteoporosis atau paget’s disease, serta pemberian
saluran pencernaan yang terjadi saat pemberian bisfosfonat CLO (clodronate) pada penyakit myeloma
bisfosfonat secara oral meliputi terjadinya iritasi multiple. Etiologi dari efek samping ONJ ini masih
lambung, diare, dan terkadang dapat terjadi ulserasi, belum jelas namun kemungkinannya adalah
perforasi, dan striktur pada saluran cerna. Walaupun multifaktorial, yang diindikasikan pada umumnya
jarang terjadi, efek samping gangguan saluran cerna dengan adanya osteomyelitis pada cidera gigi/rahang
ini dapat terjadi pada pemberian bisfosfonat weekly, (karena ditemukannya jamur actinomyces dari cidera
sehingga pemberiannya juga harus diinstruksikan gigi/rahang tersebut). Resiko terjadinya efek samping
setiap minggu. Cara minum bisfosfonat adalah ONJ tersebut tergantung pada penentuan dosis dan
minimal 1-2 jam sebelum makan (pada keadaan puasa) lama dari pemberian terapi bisfosfonatnya. Usaha
atau minimal 1 jam setelah makan, kecuali pemberian untuk menghindari terjadinya cidera gigi tersebut (baik
bisfosfonat IBA secara oral dapat dilakukan minimal 1 yang disebabkan infeksi atau menjalani pembedahan
jam setelah makan.2,3,7 gigi invasif dental alveolar) adalah harus terlebih
Bifosfonat generasi pertama (seperti etidronate dahulu menjalani pemeriksaan dan penatalaksanaan
dan clodronate) memiliki efek samping lain, yaitu masalah gigi yang sudah ada sebelum memulai
dapat mengganggu proses mineralisasi tulang dan pemberian N-BP secara intravena bila pemberian
menimbulkan hipokalsemia sehingga tidak boleh terapi bisfosfonat belum dilakukan, atau pemberian
diberikan secara kontinyu melainkan harus diberikan terapi bisfosfonat harus dihentikan sementara sampai
secara siklik dan harus selalu diperhatikan mengenai dengan tercapainya kesembuhan penyembuhan dari
asupan kalsiumnya.6 infeksi/pembedahan invasif giginya tersebut bila
Efek samping obat berupa reaksi lokal pada sedang berada dalam masa pemberian bisfosfonat.2,3,7
tempat injeksi, yang meliputi terjadinya phlebitis,

Tabel 3. Efek samping obat yang paling umum dari bisfosfonat. Dikutip dari kepustakaan7

Compound Route of Renal Acute-phase Upper GI Diarrhea ONJ


administration toxicity reactions side effect

Nonaminobophosphonate
Intravenous (iv) + 0 0 0 0
Clodronate 1,500 mg Oral 0 0 + ++ 0
Clodronate 800 mg (x2) Oral 0 0 + ++ 0
Clodronate 520 mg (x2)

Aminobophosphonate

Ibandronate 6 mg iv 0 + 0 0 +
Ibandronate 50 mg oral 0 0 + 0 0
Zoledronic acid 4 mg iv ++ ++ 0 0 ++
Pamidronate 90 mg iv ++ ++ 0 0 ++
Penggunaan Bifosfonat pada Kanker Metastasis Tulang 25
(Hendrik)

Rangkuman demikian, untuk memaksimalkan kemanfaatan klinis


dan keamanan dari penggunaan bisfosfonat tersebut
Penggunaan bisfosfonat yang makin sangatlah dibutuhkan suatu penentuan tujuan dan
berkembang pesat pada saat ini telah merubah perhatian khusus pemberiannya, serta efek samping
penatalaksanaan penyakit tulang metastasis melalui obat yang dapat ditimbulkannya berdasarkan evidance
pencegahan terjadinya komplikasi pada tulang yang based clinical trials.
berhubungan dengan penyakit kanker. Namun

Daftar Pustaka

1. Van den Wyngaert T, Huizing MT, Fossion E, current status. Clin Cancer Res 2006;12 Suppl
Vermorken JB. Bisphosphonates in oncology: rising 20:S6222 –6230
stars or fallen heroes. Oncologist 2009;14(2):181-191 6. Pengelolaan osteoporosis: Panduan diagnosis dan
2. Aapro M, Abrahamsson PA, Body JJ, Coleman RE, pengelolaan osteoporosis. Jakarta: Pengurus Besar
Colomer R, Costa L, et al. Guidance on the use of Ikatan Reumatologi Indonesia (IRA); 2005
bisphosphonates in solid tumors: recommendations 7. Diel IJ, Bergner R, Grotz KA. Adverse effects of
of an international expert panel. Annals Oncol bisphosphonates: current issues. J Support Oncol
2008;19(3):420-32 2007; 5(10):475-82
3. Drake MT, Clark BL, Khesla S. Bisphosphonates: 8. Janjan NA, Declos ME, Crane CH. Palliative versus
Mechanism of action and role in clinical practice. curative care phylosophical and economic
Mayo Clin Proc 2008;83(9):1032-1045 differences. In: Cox JD, Ang KK, editors. Radiation
4. Green JR, Novartis Pharma AG. Bisphosphonates: oncology: rationale, technique, and result, 9th ed.
preclinical review. Oncologist 2004;9 Suppl 4:S3-13 Philadelphia (USA): Elsevier Mosby Inc; 2010
5. Roelofs AJ, Thompson K, Gordon S, Rogers MJ.
Molecular mechanisms of action of bisphosphonates:
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 26

Tinjauan Pustaka
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang
Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
Henry Kodrat1, Nana Supriana1, Gatot Purwoto2, Laila Nuranna2
1. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2. Divisi Onkologi Departemen Obstetri & Ginekologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Penatalaksanaan standar dari kanker endometrium adalah histerektomi abdominal
Diterima 10 September 2010 total dengan salfingo-ooforektomi bilateral (TAH/BSO) dengan atau tanpa biopsi
Disetujui 15 Januari 2011 kelenjar getah bening pelvis. Radiasi eksterna dan/atau brakiterapi merupakan
Telah dipresentasikan dalam Konas komponen utama pada terapi ajuvan pascabedah. Radioterapi definitif yang terdiri
VI Perhimpunan Onkologi dari radiasi eksterna dan brakiterapi intrakaviter harus dipertimbangkan pada
Indonesia, 29 September 2010 di pasien yang menolak tindakan pembedahan atau secara klinis tidak bisa dioperasi.
Malang Aplikator endometrial dapat memberikan radiasi yang lebih homogen pada
rongga endometrium dan dinding uterus.
Kata kunci: kanker endometrium, radioterapi, radiasi eksterna, brakhiterapi
intrakaviter

Alamat Korespondensi: The standard management of endometrial cancer is a total abdominal


Dr. Henry Kodrat hysterectomy with bilateral salpingo-oophorectomy (TAH/BSO) with or without
Departemen Radioterapi RSUPN removal of pelvic lymph nodes. External beam radiation therapy (EBRT) and/or
Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas brachytherapy are integral components in postoperative adjuvant therapy of
Kedokteran Universitas Indonesia, selected patients. Definitive radical radiation therapy comprising external beam
Jakarta irradiation and intracavitary brachytherapy should be offered to patients who are
Jl. Diponegoro No. 71 Jakarta Pusat clinically inoperable or refuse to have surgery. Endometrial applicators provide
Email: hkodrat_md@yahoo.com a better homogeneous irradiation of the endometrial cavity and uterine walls.
Key words: endometrial cancer, radiation therapy, external beam irradiation,
intracavitary brachytherapy

Hak cipta ©2010 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan Secara histologis, dinding korpus terdiri dari 3


lapisan, dari yang paling dalam menuju yang paling
Di negara maju kanker endometrium luar:
merupakan kanker keempat yang paling sering 1. Endometrium; terdiri dari lapisan basal dan
dijumpai pada wanita setelah kanker payudara, paru lapisan fungsional yang terdiri dari lapisan
dan rektum. Kanker ini menunjukkan peningkatan endometrium.5
insidensi yang mencolok di negara berkembang dan 2. Miometrium; terdiri dari otot polos dan
telah menjadi kanker ginekologi yang paling sering pembuluh ketah bening.5
setelah kanker leher rahim. Walaupun angka 3. Serosa; peritoneum yang melapisi korpus dari
kejadiannya tinggi, karena diagnosis dini dan dinding depan sampai dinding belakang dan
pengobatan yang lebih awal, angka kematian pada pada leher rahim hanya dinding posterior.5
kanker ini dapat ditekan.1-4
Drainase getah bening meliputi kelenjar getah
Anatomi bening inguinal (superfisial dan deep), kelenjar getah
bening pelvis (rantai iliaka interna, iliaka eksterna dan
Korpus adalah bagian utama dari uterus dan obturator) dan kelenjar getah bening paraaorta.
meluas ke fundus, di mana uterus bertemu dengan tuba Drainase dapat menyebar dari kelompok kelenjar getah
falopi. Ismus panjangnya 0,5 cm dan berlokasi antara bening yang satu ke yang lain. Karena itu, jika ada
leher rahim dan uterus.5 keterlibatan satu tingkat kelenjar getah bening maka
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi 27
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)

tingkat kelenjar getah bening di atasnya dimasukkan dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen.
dalam lapangan penyinaran.6 Neoplasma ovarium yang mensekresi estrogen (sel
granulosa atau fungsional tekoma) dan polycystic
ovarian syndrome (stein-leventhal syndrome), yang
mengakibatkan sekresi yang tinggi dari estrogen, yang
menyebabkan hiperplasia endometrium dan kemudian
menjadi kanker.5,7,8
Adenokarsinoma endometrium dibagi
menjadi 2 tipe berdasarkan gambaran histomorfologi,
patogenesis, dan prognosis.
Adenokarsinoma endometrium tipe 1,
umumnya timbul dari hiperplasia endometrium. Pada
tipe ini terdapat fokus hiperplasia di dalam karsinoma.
Adenokarsinoma endometrium tipe 1 tergolong
berdiferensiasi baik dan sulit untuk dibedakan dengan
kelenjar endometrium normal. Tipe ini disebut
Gambar 8. Anatomi Uterus. (Dikutip dari kepustakaan5
dengan modifikasi)
adenokarsinoma tipe endometrioid5,7,8 yang
mempunyai ciri khas yaitu:
Pada umumnya tipe ini tidak menginvasi
Aliran getah bening ovarium dan endometrium sampai bagian dalam miometrium, dan
bagian atas mengikuti aliran darah ovarium yang prognosisnya baik.
berakhir di kelenjar getah bening paraaorta setinggi Tipe ini dijumpai pada 80-95% dari semua
ginjal dan mengikuti ligamen rotundum yang akan karsinoma endometrium.
melibatkan kelenjar getah bening inguinal. Pola
drainase dari leher rahim dan pola drainase tambahan Adenokarsinoma endometrium tipe 2, tipe ini
dari uterus dan ovarium melalui rantai iliaka eksterna, tidak ada hubungannya dengan hiperplasia. Penderita
obturator dan iliaka interna. Drainase getah bening tipe ini biasanya lebih tua dari penderita tipe 1 dan
untuk vagina bagian atas mengikuti jalur leher rahim. diferensiasinya buruk. Ciri khasnya5,7,8 yaitu:
Drainase vagina bagian bawah mengikuti aliran vulva Terdiri dari 10-15% dari kanker endometrium,
menuju kelenjar getah bening inguinal.6 dan prognosisnya buruk.
Tidak ada hubungannya dengan estrogen.
Derajat keganasannya tinggi dan potensial
sangat ganas.
Karsinoma serosa dan clear cell termasuk
pada grup neoplasia ini.
Tipe selain dari adenokarsinoma mempunyai
resiko yang tinggi untuk terjadinya
Iliaka Komunis
kekambuhan dan metastasis jauh.
Iliaka Internal Prognosis jelek pada adenoskuamosa, clear
Iliaka Eksternal cell dan tipe papiler.

Tabel 1. Tabel Klasifikasi Seluler dari Karsinoma


Endometrium. (Dikutip dari kepustakaan5 dengan
modifikasi)

Klasifikasi Seluler
Endometrioid (75-80%)
Gambar 9. Gambar Aliran Limfe Dari Uterus. (Dikutip dari Ciliary adenocarcinoma
kepustakaan5 dengan modifikasi) Secretory adenocarcinoma
Papillary or villoglandular
Squamous differentiated adenocarcinoma
Adenochantoma
Patologi
Adenosquamosa
Uterine papillary serous carcinoma (<10%)
Kanker endometrium pada umumnya adalah Mucinous (1%)
adenokarsinoma. Mekanisme dasar terjadinya kanker Clear Cell (4%)
endometrium merupakan periode panjang dari Squamous Cell (<1%)
ketidakseimbangan hormon estrogen dengan hormon Mixed (10%)
progesteron. Ketidakseimbangan hormonal dapat Undifferentiated
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 28

Faktor Risiko Papsmear mempunyai sensitivitas yang


terbatas.
Kanker endometrium adalah penyakit pada Pencitraan: foto toraks, CT-Scan atau MRI
wanita pascamenopause. Median usia pada saat abdomen dan pelvis atau USG transvaginal
diagnosis adalah 61 tahun. Kira-kira 25% dari kanker untuk evaluasi.
muncul pada wanita premenopause, termasuk 5% yang Sistoskopi dan rektoskopi.
didiagnosa pada wanita di bawah 40 tahun. Faktor
risiko untuk kanker endometrium termasuk obesitas,
diabetes, menarche yang dini dan/atau menopause Stadium
yang terlambat, pengobatan sulih hormon estrogen
atau tamoxifen, dan nulliparitas. Di antara wanita Ukuran kavum uteri, penemuan kuretase
penderita kanker endometrium premenopause dengan endoservikal, penemuan sistoskopi dan rektoskopi
berat badan normal terdapat peningkatan insidensi dari digunakan untuk menentukan stadium klinis pada
infertilitas, siklus menstruasi irregular, riwayat dari kanker endometrium sampai tahun 1988. Akan tetapi
sindroma polikistik ovarium, dan tumor dari sistem ini tidak dapat menentukan faktor prognosis
endometrium maupun ovarium.7-9 yang penting seperti kedalaman invasi miometrium
dan metastase kelenjar getah bening. Sistem tersebut
Gambaran Klinis telah menurunkan stadium tumor, 22% mempunyai
stadium yang lebih rendah dari stadium
Lebih dari 90% penderita dengan karsinoma pembedahan.5,7-11
endometrium mengeluhkan adanya perdarahan dari
vagina. Pada umumnya perdarahan dijumpai pada Tabel 2. Sistim staging pembedahan berdasarkan FIGO
penderita pascamenopause. Pada premenopause tahun 1998. (Dikutip dari kepustakaan5 dengan modifikasi)
mempunyai siklus haid yang abnormal. Jarang sekali Stage & Grade Description
pasien mempunyai keluhan penekanan atau rasa tidak IA G1,G2, G3 Tumor limited to endometrium
nyaman pada pelvis, yang merupakan tanda dari IB G1,G2, G3 Invasion limited to <50% of the
ekstensi penyakit ekstra uterus.5,7-11 myometrium
Pada umumnya pada wanita usia lanjut, IC G1,G2, G3 Invasion of >50% of the
myometrium
stenosis servikal menyebabkan hematometra dan
IIA G1,G2, G3 Endocervical glandular
piometra yang menyebabkan tidak ada tanda involvement only
perdarahan dari vagina. Tanda ini mempunyai IIB G1,G2, G3 Cervical stromal invasion
prognosis yang buruk. Lebih dari 50% kasus piometra IIIA G1,G2, G3 Tumor invades serosa and/or
mempunyai karsinoma sewaktu dilakukan dilatase dan adnexa and/or positive peritoneal
kuretase, dan kebanyakan merupakan karsinoma cytology
skuamosa, yang sangat jarang dijumpai pada IIIB G1,G2, G3 Vaginal metastases
karsinoma endometrium.5 IIIC G1,G2, G3 A metastases to pelvic and/or
Sebanyak 5-17% penderita adalah para-aortic lymph nodes
asimptomatis. Pada keadaan ini, penyakit sering kali IVA G1,G2, G3 Tumor invasion to bladder and/or
bowel mucosa
ditemukan melalui pemeriksaan pap smear, atau secara
IVB G1,G2, G3 Distant metastases including intra-
tidak sengaja pada spesimen histerektomi atau pada abdominal and/or inguinal lymph
gambaran radiologis abnormal pada uterus berupa nodes
penebalan dinding endometrium pada tampilan USG FIGO Histologic Grading
pelvis. 5,7-11 G1 < 5% non-squamous of non-morular solid
growth pattern
Tindakan yang dilakukan untuk mendiagnosa G2 5%-50% non-squamous of non-morular solid
kanker endometrium5,7-11 adalah: growth pattern
Pada anamnesa dan pemeriksaan fisik harus G3 >50% non-squamous of non-morular solid
diperhatikan ukuran dari uterus, keterlibatan growth pattern
dari leher rahim dan vagina, asites dan
kelenjar getah bening.
Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, Parameter prognosis seperti kedalaman invasi
kimia darah, tes fungsi hati, Ca-125 (meninggi miometrium, sitologi peritoneal, keterlibatan kelenjar
pada 60% penderita), dan analisa urin. getah bening, perluasan ke leher rahim dan adneksa
ditambahkan ke sistem staging 1988. International
Biopsi endometrium merupakan diagnosis
Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) baru
baku emas dengan sensitivitas 90% dan
spesifisitas > 85%. saja mengubah sistem staging kanker endometrium
pada 2009.5,10
Dilatase dan kuretase jika biopsi tidak bernilai
Penentuan stadium secara pembedahan pada
diagnostik.
kanker endometrium harus meliputi kumbah peritoneal
untuk pemeriksaan sitologi, biopsi semua lesi yang
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi 29
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)

mencurigakan dengan eksplorasi pelvis dan Reseptor progesteron lebih menentukan


abdominal, histerektomi radikal, salfingo oforektomi prognosis daripada reseptor estrogen.5,7
bilateral dan diseksi kelenjar getah bening pelvis dan Progesteron cukup penting untuk mencegah
paraaorta bilateral.5,7,10 kanker endometrium.7
Uterus diperiksa untuk menentukan ukuran 10. Umur.
tumor, kedalaman invasi miometrium, stroma servikal Umur muda mempunyai faktor prognosis yang
dan ekstensi glandular. Semua kelenjar getah bening baik. Pada penderita dengan usia lanjut
pelvis dan paraaorta yang mencurigakan harus cenderung mempunyai tipe histologis dan
diperiksa patologinya.5,7,10 derajat keganasan yang buruk.5,7

Tabel 3. Sistim staging FIGO 2010. (Dikutip dari


kepustakaan5)

Faktor Prognostik

1. Invasi miometrium. Gambar 10. Staging Kanker Endometrium. (Dikutip dari


Invasi miometrium yang dalam dapat kepustakaan5)
meningkatkan risiko penyebaran ke kelenjar
getah bening, perluasan ekstra uterus dan Radioterapi
kekambuhan.5,7
2. Patologi. Pada pasien dengan kanker endometrium yang
Selain tipe endometrioid, tipe yang lain tidak laik operasi atau menolak operasi dianjurkan
meningkatkan risiko kekambuhan dan untuk mendapat radiasi definitif dengan radiasi
metastasis jauh.5,7 eksterna dan brakiterapi.1,2,12-14
3. Differensiasi histologis (derajat keganasan). Simulasi dilakukan dalam posisi terlentang,
Selalu dihubungkan dengan peningkatan penderita diberikan penanda rektum dan vagina.
resiko kekambuhan.5,7 Pemberian kontras oral dapat berguna untuk visualisasi
4. Invasi limfovaskular. dari usus.5,10
Dijumpai kira-kira 15% pada kanker
endometrium awal, tetapi resiko ini meningkat Batas-batas lapangan anterior-posterior:
dengan peningkatan kedalaman invasi Superior: antara vertebrae lumbal 4 dan 5
miometrium dan derajat keganasan tumor.5,7 (pada keterlibatan kelenjar getah bening
5. Metastasis kelenjar getah bening. iliaka komunis batas atas dinaikkan setinggi
Ini merupakan faktor prognostik yang paling L3-4).
penting pada kanker endometrium pada tahap Inferior: jika vagina tidak terlibat dibawah
awal.5,7 foramen obturator, jika vagina terlibat
6. Sitologi peritoneum. dibawah tuberositas ischium.
7. Penyebaran ke adneksa. Lateral: Dinding pelvis ditambah 2 cm.
Mempunyai resiko tinggi untuk kambuh.5,7
8. Ukuran tumor. Batas-batas lapangan lateral:
Pada ukuran tumor > 2 cm, penyebaran ke Superior dan inferior sama seperti lapangan
kelenjar getah bening lebih tinggi.5,7 anterior posterior.
9. Reseptor hormonal. Anterior: sampai pertengahan simfisis pubis.
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 30

Posterior: antara vertebrae sakrum 2 dan Tidak laik operasi.


sacrum 3 (atau 2 cm posterior dari perluasan Radiasi seluruh pelvis 45-50 Gy dan
tumor). brakhiterapi 3 x 6-7 Gy (HDR).5,10

Keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta/ Pada lapangan radiasi extended field, batas
pelvis bagian atas dilakukan radiasi paraaorta dengan atas sampai di atas lumbal 1, dianjurkan menggunakan
lapangan radiasi extended-field.5,10 perencanaan CT untuk menghindari ginjal dan
dianjurkan menggunakan metode IMRT. Pada IMRT
harus diberikan perhatian terhadap deliniasi target dan
mempertimbangkan internal treated volume (ITV).
Volume vagina pada saat dilakukan CT kosong atau
penuh.5

Brakiterapi

Indikasi Brakhiterapi
Brakhiterapi endovaginal mencegah
Gambar 11. Foto Simulator Lapangan Seluruh Pelvis AP kekambuhan lokal di vagina. Indikasi spesifik dari
dan Lateral brakhiterapi setelah total abdominal histerektomi-
bilateral salfongoovorektomi (TAH-BSO) dan eksisi
puntung vagina tergantung dari berbagai faktor resiko
untuk kekambuhan vagina, yang biasanya terdiri dari
stadium, derajat keganasan, kedalaman invasi
miometrium, invasi ke leher rahim, histolopatologi dan
batas sayatan. Indikasi untuk radiasi eksterna pelvis
tergantung dari faktor resiko untuk kekambuhan
pelvis, pada umumnya terdiri dari keterlibatan kelenjar
getah bening, derajat keganasan, kedalaman dari invasi
miometrium penyebaran ekstra uterin dan
Gambar 12. Foto Simulator Lapangan Extended Field histolopatologi.1,4,15

Fraksinasi dosis: Radiasi Pascaoperasi:


Radiasi pascaoperasi. 1. Stadium I FIGO
Radiasi pelvis 45 Gy/1,8Gy. Jika ditemukan Brakhiterapi pascaoperasi dilakukan
perluasan ke rongga pelvis, dosis total 50,4 berdasarkan faktor resiko individual untuk
Gy. Brakhiterapi puntung vagina (vaginal cuff) kekambuhan vagina.15
dosis 3 x 6-7 Gy (high dose rate/HDR). 2. Stadium II/III FIGO
Brakhiterapi sebagai modalitas tunggal, dosis Pada semua kasus, pembedahan diikuti oleh
6 x 5,5-6 Gy (HDR). 5,10 radiasi eksterna dan brakhiterapi pada puntung
Radiasi preoperasi. vagina.15
Radiasi pelvis 45 Gy/1,8 Gy. Jika ada
perluasan ke vagina, dosis total 50,4 Gy. Tabel 4. Indikasi umum untuk brakhiterapi dan radiasi
eksterna tambahan dipengaruhi oleh derajat keganasan
Brakhiterapi intrakaviter 3 x 6-7 Gy (HDR).5,10
dan kedalaman infiltrasi pada FIGO stadium 1
Keterlibatan kelenjar getah bening paraaorta.
Radiasi pelvis/paraaorta 45-50 Gy dilanjutkan Stadium Kedalaman
brakhiterapi puntung vagina. Kelenjar getah FIGO infiltrasi
bening besar yang tidak direseksi harus di (pT1)
booster sampai 60 Gy. Intensity modulated A B C
radiotherapy (IMRT) dianjurkan pada keadaan Grade 1 - BT EBT + BT atau
ini.5,10 BT
Grade 2 - BT EBT + BT
Radiasi seluruh abdomen. Grade 3 BT BT atau EBT + BT
Dosis 30 Gy/ 1,5 Gy, lalu diikuti dengan BT+EBT
radiasi pelvis dan paraaorta sampai 45 Gy
untuk kanker serosa papiler (stadium 3-4). Pre-operatif Brakhiterapi
Batas atas dari lapangan seluruh abdomen 1 Dulunya, brakhiterapi preoperatif pada
cm di atas diafragma. Perlu dipertimbangkan puntung vagina dilakukan secara rutin. Untuk stadium
IMRT untuk meningkatkan jangkauan target klinis FIGO II/III, ada 2 kemungkinan brakhiterapi
dan menghindari sumsum tulang (marrow vagina atau uterovagina. Brakhiterapi kemudian diikuti
sparing).5,10
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi 31
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)

dengan radiasi eksterna postoperasi jika ada faktor CTV, termasuk didalamnya endometrium, lapisan
prognostik yang buruk (invasi miometrium, G2/3, yang berbeda dari miometrium dan serosa. Tergantung
stadium II/III, histolopatologi yang kurang disukai).15 dari pola penyebaran, sebagian dari jaringan
parametrium dapat dimasukkan sebagai target pada
Radioterapi Definitif penderita dengan stadium I lanjut, II, dan III.15 CTV
Jika pembedahan merupakan kontra indikasi, untuk brakhiterapi vagina adalah punting vagina dan
brakhiterapi seluruh uterus dan bagian atas dari vagina dinding vagina yang bersebelahan dengan sepertiga
merupakan bagian yang penting dari pengobatan untuk atas vagina.15
tujuan kuratif. Radiasi eksterna diberikan jika ada Untuk penentuan CTV yang ideal, informasi
faktor prognostik yang buruk pada stadium 1 (invasi dari kuretase leher rahim atau uterus, histeroskopi dan
miometrium > 50%, grade 3) dan selalu diberikan pada pencitraan harus tersedia (MRI, USG, atau CT).
stadium II/III.15 Histeroskopi dapat menentukan lokasi tumor lebih
akurat dalam rongga uterus, CT untuk deliniasi
Penentuan Volume Target pada Brakhiterapi anatomi uterus dan organ kritis. USG dan MRI untuk
lokasi, perkiraan volume tumor dan deliniasi dari
Brakhiterapi Pascaoperasi perluasan makroskopis ke dinding uterus.15
Target dari penyinaran adalah mukosa vagina Cara yang ideal untuk menentukan CTV
dari puntung vagina, termasuk didalamnya parut adalah dengan melakukan histeroskopi dan MRI
operasi, dan untuk sebagian penulis keseluruhan sebelum pemasangan aplikator, untuk mendapatkan
panjang dari dinding vagina. Akan tetapi, sekitar 90% perencanaan yang tepat untuk prosedur brakhiterapi
dari kekambuhan terjadi pada puntung vagina dan uterus. Sebagai tambahan, MRI atau CT sebaiknya
hanya 10% terjadi pada bagian distal, terutama di regio dilakukan pada saat aplikator terpasang di tempatnya.15
periuretra. Kedalaman yang dipilih pada beberapa mm American Brachytherapy Society
di bawah permukaan mukosa. Titik acuan adalah 5 mm merekomendasikan penentuan dari ketebalan dinding
di bawah permukaan vagina. Permukaan mukosa harus uterus menggunakan CT, MRI atau USG. MRI
kontak langsung terhadap permukaan aplikator. memberikan informasi tambahan mengenai kedalaman
Ketebalan dinding vagina (2-8 mm) dapat menjadi dari miometrium dan invasi leher rahim.1,15
pertimbangan, terutama jika dinding sangat tipis,
karena akan memberikan efek dosis pada dinding Teknik Brakiterapi
depan rektum. Perhatian khusus harus diberikan pada
puntung vagina dengan permukaan dan bentuk yang Aplikator standar untuk brakhiterapi vagina
iregular setelah pembedahan. Jika ada parut tebal atau pada kasus pascaoperasi adalah:
jarak tertentu antara aplikator dan mukosa , titik acuan Aplikator silinder (diameter 20-40 mm) dan
disesuaikan secara individual , tetapi lokasi puntung panjang (2,5-10 cm).15,16
vagina yang berdekatan secara langsung dengan usus
harus tetap dipertimbangkan.15

Brakhiterapi Preoperasi
Pada kasus brakhiterapi yang diberikan
sebelum operasi, 1/3 atas dari vagina dimasukkan
dalam volume target dengan kedalaman 5 mm ke
dalam dinding vagina, pada stadium I. Pada stadium
II, ismus uteri dan leher rahim dapat dimasukan dalam
target volume.15

Radiasi Definitif
Clinical target volume (CTV) pada
brakhiterapi uterus adalah tumor makroskopik dan Gambar 13. Gambar Aplikator Silinder
penyebaran mikroskopik ke dinding uterus. Jika tumor
terbatas pada dinding uterus (stadium I), seluruh uterus
dan bagian yang bersebelahan dengan leher rahim 2 ovoid dengan ukuran yang berbeda dengan 1
dianggap sebagai CTV. Jika tumor bersebelahan saluran pada tiap ovoid.15,16
dengan leher rahim dan meluas ke leher rahim
(stadium II), lokasi ini harus secara lengkap Aplikator standar untuk brakhiterapi vagina
dimasukkan sebagai CTV. Harus dilakukan deliniasi pada kasus preoperasi adalah:
gross tumor volume (GTV) pada lokasi dan kedalaman Aplikator 2 atau 3 tandem. Peralatan standar
tersebut dan CTV (seluruh kedalaman dinding uterus). ini terdiri dari 2 aplikator tandem dengan sudut
Untuk alasan praktis, diameter keseluruhan dari diujungnya untuk mencapai kedua ujung
dinding uterus biasanya diambil sebagai ketebalan dari uterus. Aplikator ke-3 dapat ditambahkan
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 32

untuk mencapai pertengahan dari fundus uteri. Teknik Pemasangan


Aplikator difiksasi bersama setelah
pemasangan. Teknik ini memberikan dosis Metode pemasangan tergantung dari ukuran
yang sesuai pada uterus berukuran kecil atau uterus dan besar dari uterus yaitu makin besar uterus
sedang dengan perluasan tumor superfisial.15,16 maka aplikator yang kaku akan kurang sesuai.1,15
Untuk definisi target yang adekuat, anatomi dari
korpus uteri, leher rahim dan rongga uteri (ketebalan
dari dinding uterus) harus didokumentasikan dalam
hubungannya dengan posisi aplikator.1,15
Cara yang paling mudah untuk memasang
aplikator ini adalah dalam anastesi umum atau anastesi
spinal, tetapi ini dapat juga dilaksanakan menggunakan
Gambar 14. Gambar Aplikator Rotte kombinasi analgetik sistemik dan sedasi. 1,15 Pasien
diposisikan di meja ginekologi pada posisi litotomi.
Aplikator 1 tandem. Aplikator ini terdiri dari 1 Kandung kemih dikosongkan dengan menggunakan
tabung metalik yang bersudut dengan flange kateter. Pemasangan dimulai dengan pemeriksaan fisik
(menunjukkan panjang dari rongga uterus) untuk menilai posisi dan ukuran dari uterus.1,15
yang terfiksasi pada silinder vagina. Aplikator Pemasangan dimulai dengan memasukkan
ini hanya memberikan dosis yang adekuat inspekulo. Kemudian dilakukan sondase untuk
pada uterus yang kecil dengan tumor menentukan panjang dari rongga uterus dan
superfisial.15,16 menentukan arah kurvatura dari uterus. Tergantung
dari teknik pemasangan, dilatasi dari ostium dan
saluran leher rahim diindikasikan berdasar jumlah
kateter yang akan dimasukkan.1,15 Jika pada saat
pemasangan aplikator di diagnosis piometra,
penanganan khusus perlu dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi (misalnya perforasi). Pada
brakhiterapi low dose rate (LDR), piometra merupakan
kontraindikasi temporer.1
Gambar 15. Gambar aplikator 1 tandem dengan Pada aplikator 2 tandem (bentuk Y), 1 dari 2
diameter yang berbeda aplikator dimasukkan dengan arah ke 1 sisi dari
fundus. Aplikator ke-2 ke sisi yang berseberangan.
Aplikator Martinez. Aplikator ini dibuat oleh Kemudian ke-2 aplikator ini digabung dan difiksasi.
Dr. Martinez di William Beaumont Hospital, Aplikator ini distabilisasi oleh vaginal packing.1,2,15
Detroit, Michigan. Untuk mengobati Pada aplikator 1 tandem, aplikator dimasukkan
karsinoma endometrium, aplikator ini ke rongga uterus sedalam yang diukur dengan sondase.
mempunyai 2 tandem bersudut yang mengarah Panjang ini ditandai dengan flange sehingga aplikator
ke luar. Untuk mengurangi dosis mukosa ini terfiksasi pada ujung dari portio. Fiksasi vagina
vagina, aplikator ini dilengkapi dengan diperoleh dengan silinder yang dimasukkan ke
silinder vagina, untuk menjauhkan mukosa aplikator dan menekan flange.1,15
vagina dari sumber radiasi.15-17 Untuk dokumentasi dari posisi aplikator dalam
hubungannya dengan uterus, buli dan rektum dan
sebagai dasar untuk perhitungan dosis, 2 foto radiologi
orthogonal isocenter (AP dan lateral) diambil segera
pada akhir pemasangan di mana dalam posisi yang
sama dengan pada saat akan dilakukan prosedur
brakhiterapi (supine, kaki rapat).1,15

Perencanaan Radiasi

Perencanaan radiasi bersifat individual untuk


tiap pasien tergantung ukuran uterus, bentuk dan lokasi
tumor. Perencanaan dimulai berdasarkan radiografi
orthogonal dan dosis diberikan pada “uterine point”
yang didefinisikan titik yang terletak 2 cm di bawah
pertengahan garis yang ditarik antara ujung dari ke-2
tandem, yang melebar ke lateral sampai setengah
ketebalan maksimal uterus, titik A, dan pada
kedalaman 0,5 cm sepanjang 3 cm proksimal vagina.
Gambar 16. Gambar Aplikator Martinez
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi 33
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)

Keseluruhan panjang uterus dimasukkan dalam


volume target untuk memastikan cakupan sepenuhnya
dari fundus uteri.2 Titik referensi ICRU untuk buli dan
rektum harus dihitung untuk setiap pasien.2,18
Tidak ada konsensus untuk titik referensi
isodosis yang dapat dianut, ada yang mengusulkan
agar dosis diberikan ke titik “My” (miometrium). Titik
ini terletak 2 cm lateral dari axis sentral uterus dan 2
cm dibawah ujung proksimal, yang berarti 2 cm di
bawah fundus uterus. Karena bentuk uterus tidak
kelihatan pada radiografi konvensional dan karena titik
“My” hanya perkiraan, MRI mulai digunakan untuk
perencanaan radiasi.15,19 Gambar 19. Potongan koronal menunjukkan aplikator Y
Walaupun saat ini belum ada konsensus untuk pada tempatnya dengan garis isodose 100% (merah)
titik referensi namun berdasarkan rekomendasi ABS, meliputi CTV (merah). (Dikutip dari kepustakaan2)
titik referensi harus disebutkan secara jelas dengan
dosis yang diberikan. 20
Pada saat akan dimulai brakhiterapi, aplikator
dihubungkan dengan saluran dari mesin afterloading.
Setelah brakhiterapi selesai dan saluran dari mesin
afterloading dilepaskan, pasien dikembalikan ke
ruangan pemasangan, diposisikan dalam posisi
litotomi dan aplikator dilepaskan. Dilakukan
pemeriksaan terhadap leher rahim dan vagina. Pasien
dirawat untuk observasi. Pada umumnya nyeri
abdomen, tekanan darah, suhu, perdarahan vagina
harus dimonitor.1,15

Gambar 17. Contoh dari distribusi isodose pada kasus


kanker endometium inoperable dengan aplikator berbentuk
Y. (Dikutip dari kepustakaan2)

Gambar 20. DVH pada tenik brakiterapi 3D. (Dikutip dari


kepustakaan2)

Referensi dosis pada organ kritis5,10 yaitu:


Gambar 18. Titik referensi untuk buli dan rektum
berdasarkan ICRU-38 (Dikutip dari kepustakaan5)
Mukosa vagina bagian atas 150 Gy, mukosa
vagina 1/3 tengah 80-90 Gy, mukosa vagina
Saat ini, sistem perencanaan berkembang bagian bawah 60-70 Gy.
menjadi teknik 3 dimensional (3D) menggunakan Kegagalan fungsi ovarium 5-10 Gy. Sterilisasi
gambaran CT-Scan. CTV termasuk didalamnya dengan dosis 2-3 Gy.
seluruh uterus, leher rahim dan vagina bagian atas. Usus halus < 45-50,4 Gy. Pada brakhiterapi,
Volume organ kritis termasuk rektum, buli dan kolon dosis bladder point < 75 Gy, bladder point <
sigmoid. Optimisasi planning dilakukan untuk 70 Gy berdasarkan planning 2D.
meningkatkan cakupan daripada CTV dan membatasi Untuk radiasi seluruh abdomen, penggunaan
dosis organ kritis dengan volume kurang atau sama blok untuk ginjal untuk membatasi dosis pada
dengan 2 cm3 kurang dari 80% dosis yang ginjal < 15 Gy, blok hepar untuk memblok
diberikan.2,21-23 hepar lobus kanan setelah 25 Gy.
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:26-36 34

Komplikasi5,10 yang tinggi.25,28 Petereit juga menyarankan morbiditas


perioperatif dapat dikurangi dengan menggunakan
Komplikasi TAH/BSO – mortalitas < 1%, aplikator tandem dan silinder sebagai pengganti
infeksi, penyembuhan luka yang lambat, aplikator tandem dan ovoid untuk mengurangi waktu
fistula dan perdarahan. pasien dalam posisi litotomi yang sering dihubungkan
Frekuensi dan urgensi dari miksi dan BAB. dengan peningkatan insidensi dari deep venous
Stenosis vagina dapat dicegah dengan thrombosis (DVT).25,29
pengunaan dilator. Wegner dkk, melakukan penelitian pada
Trombositipenia dengan whole abdominal penderita kanker endometrium usia lanjut yang secara
radiation therapy (WART). klinis tidak dapat dioperasi. Penderita hanya diterapi
dengan radioterapi definitif. Hasil dari penelitian ini
Prognosis overall survival rates 89% pada tahun ke-1 dan 28%
pada tahun ke-2. Disease specific survival rates 93%
Penelitian retrospektif menunjukkan cancer pada tahun ke-1 dan 73% pada tahun ke-3.30
specific survival rates pada pemberian radiasi sebagai
modalitas tunggal dapat mencapai 80-85% dalam 5 Follow-up
tahun.11,24
Disease-specific survival rates 75-85% dan Pemeriksaan fisik tiap 3 bulan selama 2 tahun
recurrence rate lokal 10-20% telah dilaporkan pada pertama, kemudian tiap 6 bulan selama 3 tahun
penderita kanker endometrium dengan stadium klinis I berikutnya, kemudian tiap tahun setelah tahun ke-5.
atau II yang diterapi dengan radiasi saja. Prognosis Sitologi vagina dilakukan setiap 6 bulan selama 2
pada pasien ini dihubungkan dengan stadium klinis tahun, kemudian tiap tahun. Penanda tumor Ca-125
dan histopatologi derajat keganasan.25 dapat dipertimbangkan pada setiap follow-up.
Kucera dkk, menggunakan terapi brakhiterapi Pemeriksaan foto roentgen dada dilakukan tiap tahun.
intrakaviter untuk mengobati 228 pasien dengan Pemeriksaan CT-Scan atau MRI dilakukan jika
kanker endometrium stadium I yang secara medis diindikasikan.5,11
kontraindikasi untuk menjalani pembedahan. Overall
survival rates untuk 5 dan 10 tahun adalah 59,7% dan
30,2%, dan specific survival rates untuk penyakit pada Rangkuman
5 dan 10 tahun adalah 85,4% dan 75,1%.25,26
Rose dkk, melakukan studi retrospektif radiasi Penderita kanker endometrium yang menolak
definitif pada kanker endometrium didapatkan hasil tindakan pembedahan atau secara klinis tidak bisa
tidak ada perbedaan yang bermakna untuk survival dioperasi dapat diberikan radiasi kuratif definitif
antara radioterapi definitif pada penderita dengan dengan menggunakan radiasi eksterna dan
resiko tinggi pembedahan dibandingkan dengan brakhiterapi. Brakhiterapi pada kasus ini menggunakan
penderita yang mendapat pembedahan dan radiasi
aplikator khusus. Angka keberhasilan dari pengobatan
pascabedah.27
Nguyen dan Petereit melaporkan brakhiterapi kanker endometrium dengan radiasi saja pada kasus
HDR memberikan kontrol lokal yang baik (88%) yang menolak tindakan pembedahan atau secara klinis
namun dihubungkan dengan kecacatan perioperasi tidak bisa dioperasi cukup menjanjikan.

Daftar Pustaka

1. Nag S, Erickson B, Parikh S, et al. The american 5. Beyzadeoglu M, Ebruli C, Ozyigit G. Gynecological
brachytherapy society recommendations for high- cancers. In: Beyzadeoglu M, Ozyigit G, Ebruli C,
dose-rate brachytherapy for carcinoma of the editors. Basic radiation oncology. Berlin: Springer
endometrium. Int J Radiat Oncol Biol Phys Verlag; 2010
2000;48:779–790 6. Uschold GM, Andersen JE. Gynecological tumors.
2. Coon D, Beriwal S, Heron DE, et al. High dose rate In: Washington CM, Leaver D, editors. Principles and
“Y” applicator brachytherapy for definitive treatment practice of radiation therapy. 3rd ed. St. Louis:
of medically inoperable endometrial cancer: 10-year Mosby Elsevier; 2010
results. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2008;71:779– 7. Creasman WT. Adenocarcinoma of the uterus. In:
783 Creasman WT, Disaia PJ, editors. Clinical
3. Solhjem MC, Petersen IA, Haddock MG. Vaginal gynecologic oncology 7th ed. St. Louis: Mosby
brachytherapy alone is sufficient adjuvant treatment Elsevier; 2007
of surgical stage I endometrial cancer. Int J Radiat 8. Chu CS, Lin LL, Rubin SC. Cancer of the uterine
Oncol Biol Phys 2005; 62:1379–1384 body. In: Devita VT, Lawrence TS, Rosenberg SA
4. Wong FCS, Wong JSY, Sze WK, Tung SY. Adjuvant editors. Devita, Hellman & Rosenberg’s Cancer:
treatment for endometrial carcinoma. J HK Coll principles & practice of oncology 8th ed.
Radiol 2008:11:3-12 Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008
Radioterapi Kanker Endometrium pada Pasien yang Menolak Operasi atau Secara Klinis Tidak Bisa Dioperasi
(Hendry Kodrat, Nana Supriana, Gatot Purwoto, Laila Nuranna)
35

9. Cardenes HR, Look K, Michael H, Cerezo L. rate and pulse-dose-rate. In: Halperin EC, Perez CA,
Endometrium. In: Halperin EC, Perez CA, Brady Brady LW, editors. Principles and practice of
LW, editors. Principles and practice of radiation radiation oncology 5th ed. Philadelphia: Lippincott
oncology 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Williams & Wilkins; 2008
Wilkins; 2008 21. Gao M, Albuequerque K, Chi A, Rusu I. 3D CT-
10. Bermudez RS, Huang K, Hsu IC. Endometrial cancer. based volumetric dose assessment of 2D pans using
In: Hansen EK, Roach M, editors. Handbook of GEC-ESTRO guidelines for cervical cancer
evidence-based radiation oncology 2nd ed. Berlin: brachytherapy. Brachytherapy 2010; 9: 55-60
Springer Verlag; 2010 22. Potter R, Meder CH, Limbergen EV, Barillot I,
11. Lee KM. Endometrial cancer. In: Lu JJ, Brady LW, Brabandere MD et al. Recommendations from
editors. Radiation oncology an evidence-based gynecological GEC ESTRO working group (II):
approach. Berlin: Springer Verlag; 2008 Concepts and terms in 3D image-based treatment
12. Niazi TM, Souhami L, Portelance L, et al. Long-term planning in cervix cancer brachytherapy-3D dose
results of high-dose-rate brachytherapy in the primary volume parameters and aspects of 3D image-based
treatment of medically inoperable stage I-II anatomy, radiation physics, radiobiology. Radiother
endometrial carcinoma. Int J Radiat Oncol Biol Phys Oncol 2006; 78: 67-77
2005;63:1108–1113 23. Viswanathan AN, Erickson BA. Three-dimensional
13. Citron JR, Sutton H, Yamada SD, Mehta N, Mundt imaging in gynecologic brachytherapy: A Survey of
AJ. Pathologic stage I-II endometrial carcinoma in The American Brachytherapy Society. Int J Radiat
the elderly: radiotherapy indications and outcome. Int Oncol Biol Phys 2010;76:104–109
J Radiat Oncol Biol Phys 2004;13:1432–1438 24. Fishman DA, Roberts KB, Chambers JT et al.
14. Knocke TH, Kucera H, Weidinger B, et al. Primary Radiation therapy as exclusive treatment for
treatment of endometrial carcinoma with high-dose- medically inoperable patient with stage I and II
rate brachytherapy: Results of 12 years of experience endometrioid carcinoma wih endometrium. Gynecol
with 280 patients. Int J Radiat Oncol Biol Phys Oncol 61: 189-196
1997;37:359–365 25. Jhingran A, Eifel PJ. The Endometrium. In: Cox JD,
15. Potter R, Gerbaulet A, Meder CH. Endometrial Ang KK, editors. Radiation oncology rationale,
cancer. In: Gerbaulet A, Puller R, Mazeron JJ, technique, results 9th ed. Philadelphia: Mosby
Meertens H, Umbergen EV, editors. The GEC Elsevier; 2010
ESTRO handbook of brachytherapy. Brussels: 26. Kucera H, Knocke TH, Kucera E, et al. Treatment of
ESTRO; 2002 endometrial carcinoma with high-dose-rate
16. Visnawathan AN, Petereit DG. Gynecologic brachytherapy alone in medically inoperable stage I
brachytherapy. In: Devlin PM, editor. Brachytherapy patients. Acta Obstet Gynecol Scand 1998;77: 1008-
applications and techniques. Philadelphia: Lippincott 1012
Williams & Wilkins; 2007 27. Rose PG, Baker S, Kern M, et al. Primary radiation
17. Martinez endometrial applicator set [internet]. 2010 therapy for endometrial carcinoma: A case controlled
[cited 2010 Sept]. Available from: study. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1993;27:585–590
http://www.nucletron.com/en/ProductsAndSolutions/ 28. Nguyen TV, Petereit DG. High-dose-rate
Pages/MartinezEndometrialApplicatorSet.aspx. brachytherapy for medically inoperable stage I
18. Dose and volume specification for reporting endometrial cancer. Gynecol Oncol 1998; 71:196-203
intracavitary therapy in gynecology. ICRU report. 29. Petereit DG, Sakaria JN, Chappel RJ. Perioperative
Bethesda: International Commission on Radiation morbidity and mortality of high dose rate gynecologic
Units and Measurements; 1985. Report No.: 38 bracytherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys. 1998; 42:
19. Ladner HA, Pfleiderer A, Ladner S, Karck AU. 1025-1031
Brachytherapy for treating endometrial cancer. In: 30. Wegner RE, Beriwal S, Heron DE et al. Definitive
Joslin CA, Flynn A, Hall EJ, editors. Principles and radiation therapy for endometrial cancer in medically
practice of brachytherapy. London : Arnold; 2001 inoperable elderly patients. Brachytherapy. 2010; 9:
20. Montemaggi P, Guerrieri P, Federico M, Montellaro 260-265
G. Clinical applications of brachytherapy: Low-dose-
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:36-41 36

Laporan Kasus
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker
Laring
Dian Bajora Nasution1, R. Susworo2
1. Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP Adam Malik , Medan
2. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Kanker pada kehamilan merupakan kasus jarang, namun adanya penderita kanker
Diterima 18 Desember 2010 saat masa reproduksi meningkatkan kemungkinan adanya kasus kanker dengan
Disetujui 18 Februari 2011 kehamilan. Penentuan terapi radiasi dengan dosis tinggi pada kasus-kasus kanker
dengan kehamilan seyogyanya memperhatikan dosis yang akan diterima oleh
janin. Disamping itu perencanaan radiasi diharapkan mengurangi paparan dosis
pada janin elama radiasi. Dilaporkan kasus kanker laring dengan kehamilan yang
memperoleh radiasi pada daerah kepala-leher.
Kata kunci: radiasi, kanker, kehamilan, janin

Alamat Korespondensi: Cancer in pregnancy is a rare case, but the existence of cancer patients during
Dr. Dian Bajora Nasution, SpRad the reproductive period increases the likelihood of cancer cases with pregnancy.
Departemen Radiologi Fakultas Determination of high-dose radiation therapy in cancer cases with pregnancy
Kedokteran USU, RSUP Adam should pay attention to the doses received by the fetus. Besides, plans are
Malik, Medan expected to reduce the radiation exposure of radiation dose to the fetus. Reported
Jl. Dr. T. Mansur No. 5, Medan case of laryngeal cancer with radiation to obtain pregnancies in the head-neck
Email: dbn301067@yahoo.com region.
Key words: irradiation, cancer, pregnancy, fetus

Hak cipta ©2010 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan maupun metabolik dan gangguan ini telah terlihat


sewaktu lahir. Efek genetik adalah efek maupun
Kanker bersamaan dengan kehamilan perubahan genetik yang diberikan kepada turunan
merupakan kasus yang jarang terjadi, diperkirakan individu yang mendapatkan radiasi sebelum terbentuk
insidensi kebersamaan ini sekitar 0,02-0,1 % dari konsepsi dari turunannya.
seluruh kehamilan.1 Beberapa laporan menyatakan,
kemungkinan terjadi peningkatan insidensi Laporan Kasus
kebersamaan ini sekarang maupun masa akan datang.
Peningkatan ini disebabkan karena meningkatnya Seorang wanita umur 37 tahun dikirim dari
insidensi kanker pada masyarakat, termasuk pada Departemen Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala dan
wanita yang masih berusia reproduksi, disertai Leher (THT-KL) ke Departemen Radioterapi RSUPN
perubahan gaya hidup yang menunda kehamilan ke Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tanggal 29
usia lebih tua.2 Umumnya jenis kanker yang terjadi April 2008 dengan diagnosis Karsinoma Sel Skuamosa
bersamaan dengan kehamilan adalah kanker dengan (KSS) Laring T4N0M0 pasca laringektomi total. Dari
insidensi cukup tinggi pada usia reproduksi, seperti anamnesis didapatkan suara serak sejak 6 bulan
kanker payudara, leher rahim, limfoma dan lekemia. sebelum ke RSCM kemudian disertai sesak nafas yang
Radiasi setelah konsepsi dapat mengakibatkan semakin memberat. Pemeriksaan CT Scan tanggal 26
efek somatik, teratogenik dan genetik.2 Efek somatik Februari 2008 didapatkan kesan lesi yang menyangat
merupakan efek yang terjadi pada seseorang sepanjang kontras pada dinding laring setinggi glotis dan
hidupnya setelah terpapar radiasi, seperti efek subglotis yang melibatkan pita suara sampai ke daerah
karsinogenesis, sterilitas, kekeruhan lensa mata, dan paralaring dan menyebabkan penyempitan lumen
pemendekan usia kehidupan. Efek teratogenik adalah laring di daerah tersebut. Tidak tampak pembesaran
efek malformasi atau anomali kongenital yang dapat KGB regional. Telah dilakukan trakeostomi pada
terjadi dalam bentuk gangguan struktur, fungsi Januari 2008 dan laringektomi total pada Maret 2008.
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 37
(Dian Bajora Nasution)

Hasil pemeriksaan histopatologi tanggal 12 Maret dosis dan laju dosis. Probabilitas terjadi malformasi
2008 adalah KSS berkeratin berdiferensiasi sedang. meningkat dengan bertambahnya dosis diterima dan
Batas sayatan trakea bebas tumor. Massa tumor hubungan ini diawali dengan dosis ambang.3,4,6 3.
menginfiltrasi tiroid. Retardasi mental berat. Efek retardasi mental pada
Dilakukan radiasi eksterna portal laterolateral periode janin merupakan efek deterministik. Retardasi
33 x 2 Gy menggunakan 60Co. Radiasi dimulai 18 Juni mental beresiko tertinggi di periode awal janin (8-15
2010. Pasca radiasi ke-24 (20 Juli 2008) pasien kontrol minggu). Dosis ambang efek ini 0,3 Gy7 dengan
ke poliklinik dengan keluhan amenorhoe sejak 2 bulan penurunan IQ hingga 30 point per Gy pada usia
yang lalu. Dilakukan USG fetomaternal (22 Juli 2008) kehamilan 8-5 minggu.3,4 4. Retardasi pertumbuhan.
dengan kesan kehamilan tunggal hidup sesuai dengan Retardasi pertumbuhan ditandai dengan penurunan
kehamilan 12-13 minggu. tinggi dan berat badan, umumnya terjadi akibat radiasi
Dilakukan pengukuran dosis yang diterima di periode organogenesis dan awal janin.3,4 5.
janin (22 juli 2008), jarak dari sentrasi lapangan ke Sterilitas. Pada keadaan sel gonial imatur selama
fundus 39 cm, ketebalan anteroposterior dan lateral di periode organogenesis maupun janin, efek sterilitas
setinggi fundus 18 dan 29 cm. Dilakukan perhitungan terjadi dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan perkiraan dosis di fundus adalah 0,054 Gy pada orang dewasa.3,4 6. Induksi kanker. Diperkirakan
setelah pemberian dosis 66 Gy di daerah laring. resiko absolut untuk fatal cancer pada usia 0-15 tahun
Radiasi diputuskan untuk dilanjutkan dan pasien setuju setelah radiasi intrauterin sekitar 0,006%/mGy dan
melanjutkan radiasi setelah dilakukan informed untuk sepanjang hidup sekitar 0,015%/mGy.2,3,4
consent. Pasca radiasi 66 Gy pasien tidak kontrol ke American Association of Physicists in
poliklinik Radioterapi maupun poliklinik Telinga Medicine (AAPM report No. 50) secara umum
Hidung dan Tenggorokan, Kepala dan Leher (THT- membagi dosis radiasi berdasarkan kemungkinan
KL) RSCM. Pada tanggal 23 Maret 2009 suami resiko terhadap janin4, sebagai berikut:
pasien dapat dihubungi melalui telefon dan < 0,05 Gy kecil risiko terjadi kerusakan
menyatakan pasien saat ini masih dalam keadaan baik. 0,05-0,10 Gy risiko tidak dapat dipastikan
Anak lahir dengan Sectio Caesarea (SC) karena tali 0,10-0,50 Gy risiko signifikan untuk terjadi
pusat melilit leher, lahir dalam keadaan sehat dan saat kerusakan selama trisemester I
ini pada usia 3 bulan perkembangan anak baik. >0,50 risiko tinggi untuk terjadi kerusakan
. pada semua trisemester
Diskusi
The International Commission on
Perkembangan prenatal dimulai dari Radiological Protection (ICRP) dalam rekomendasi
preimplantasi - embrionik sampai perkembangan janin tahun 2007 kembali menegaskan dosis ambang untuk
bersifat radiosensitif. Hal ini disebabkan, karena dalam terjadinya malformasi adalah sekitar 100 mGy dan
perkembangan ini sel-sel mempunyai laju proliferasi risiko untuk terjadinya kanker selama kehidupan pada
tinggi dan pengaruh proses diferensiasi serta migrasi radiasi intrauterin adalah sama dengan risiko pada
sel yang terjadi selama perkembangan prenatal. radiasi yang diberikan setelah usia awal anak.7 Saat
Perbedaan tingkat laju proliferasi, proses diferensiasi, dilakukan radioterapi pada penderita kanker bersamaan
dan migrasi sel yang terjadi selama kehamilan dengan kehamilan, janin dapat terpapar radiasi karena
menyebabkan perbedaan sensitivitas dan perbedaan divergensi radiasi, kebocoran berasal dari machine
efek yang dapat terjadi akibat radiasi selama head sumber radiasi, dan radiasi hambur (hambur
kehamilan.3 Efek yang dapat terjadi setelah radiasi: 1. kolimator, beam modifier, hambur internal pasien,
Letal. Efek letal paling dominan terjadi apabila radiasi hambur ruangan).
dilakukan pada periode preimplantasi dan awal Batasan kebocoran source housing yang masih
embrionik karena sulitnya perbaikan sel yang telah diperbolehkan dapat dilihat dari NRCP report 102,
mengalami kerusakan pada periode ini. Data letal pada untuk pesawat teleterapi 60Co pada posisi digunakan,
embrio manusia, terutama pada awal kehamilan, masih kebocoran tidak boleh melebihi 0,1% dari dosis yang
sedikit yang diketahui karena tingginya frekwensi digunakan di jarak satu meter dari sumber.9 Radiasi
embryonic loss di populasi umum. Data yang ada dihamburkan ke segala arah dengan jumlah hamburan
adalah data letalitas primer janin manusia pada pasien tergantung dari intensitas radiasi awal, kualitas radiasi,
wanita hamil yang mendapatkan radioterapi daerah luas area (ukuran lapangan radiasi), dan sudut
abdomen selama periode embrionik atau hamburan. Rasio dosis hamburan terhadap dosis awal
organogenesis dengan dosis 3,6 dan 5 Gy telah dapat biasanya dalam α dan untuk radiasi megavolt, α
mengakibatkan aborsi.3,4,5 2. Malformasi anatomi. biasanya diasumsikan sebesar 0,1% untuk hamburan
Insidensi malfomasi dominan terjadi setelah embrio 900. Besar dosis radiasi di luar lapangan atau dosis
berada di periode embrionik sampai awal janin, periferal dapat diperoleh dengan cara perhitungan
sedangkan selama periode janin sampai lahir maupun pengukuran.
kemungkinan terjadinya malformasi lebih kecil dan Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis
ringan. Efek malformasi akibat radiasi tergantung periferal adalah: 1. Jarak. Penurunan dosis periferal di
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:36-41 38

suatu tempat berbanding eksponensial dengan jarak faktor kondisi sinar-x, menghindari potongan (slice)
dari tepi lapangan ke tempat tersebut. Dalam yang tidak perlu atau berulang.4,13 2. Modifikasi
perhitungan dosis janin, jarak dapat berubah sesuai teknik radiasi. Penggunaan pesawat teleterapi 60Co
dengan usia kehamilan. Selain itu besar sudut sentral sebaiknya dihindarkan karena dosis radiasi pada jarak
sinar primer terhadap janin (scatering angle from di atas 10 cm dari tepi lapangan lebih besar pada
central ray) juga mempengaruhi besarnya rasio dosis pesawat 60Co dibandingkan menggunakan pesawat
hamburan terhadap dosis sinar primer. Jarak gantry ke sinar-x (Linear Accelerator). Penggunaan sinar foton
janin dan jarak gantry ke sentrasi lapangan dengan energi lebih tinggi dapat mengurangi
menentukan besar sudut.9,10 2. Profil dosis ke luar hamburan radiasi ke luar lapangan, tetapi penggunaan
lapangan, yaitu energi radiasi, ukuran lapangan, energi lebih dari 10 MV tidak dianjurkan karena
kedalaman, dan design accelerator.9,10 menghasilkan hamburan neutron. Pemilihan sudut
Dilakukan perhitungan dosis periferal pada gantry dan sudut hambur dengan tujuan menjauhkan
pasien dengan kehamilan di Departemen Radioterapi gantry dari janin dapat mengurangi paparan dosis ke
RSCM menggunakan rumus11, sebagai berikut: janin. Membatasi luas lapangan dapat mengurangi
Radiasi foton: radiasi hambur internal. Menghindari penggunaan
DLR = d X PDD fundus/PDD tumor X (100 wedge dapat mengurangi hamburan radiasi ke luar
cm/L)2XAXF lapangan14 dan penggunaan tertier multi leaves
DISR = d X α X PDD fundus x (100cm/L)2 collimator (MLC) dapat mengurangi radiasi hambur
Dosis yang diterima = DLR + DSR dari kolimator primer dan sekunder. Pada metode
radiasi dengan intensity modulated radiation therapy
Keterangan (IMRT) biasanya Monitor Unit (MU) yang digunakan
DLR : Dose Leakage Radiation (Dosis Radiasi lebih besar dibandingkan radiasi konformal biasa,
Kebocoran)
DISR : Dose Internal Scatter Radiation (Dosis mengakibatkan dosis periferal pada IMRT lebih besar
Radiasi Hamburan Internal) dibandingkan konformal biasa.4,13,15-17 3. Penggunaan
PDD : Percentage Depth Dose (Persentase Dosis pelindung khusus (special shields).4 Pelindung
Kedalaman) (shielding) dapat digunakan sebagai pelindung
L : Jarak fokus ke fundus
F : Faktor konversi, dimana energi lebih besar
terhadap radiasi di atas diafragma dan ekstremitas
atau sama dengan 1 MV adalah 1 bawah dari arah anterior, posterior, dan lateral. Tetapi
A : Batas kebocoran yang diizinkan, untuk untuk perlindungan radiasi dari lapangan oblik sulit
megavolt adalah 0,1% dosis primer pada dilakukan karena beratnya konstruksi pelindung.
jarak satu meter Keamanan adalah faktor yang harus diperhatikan
α : Rasio dosis hamburan terhadap dosis awal
disudut hambur 900 adalah 0,1% dalam penggunaan pelindung, karena beratnya
pelindung maka kekuatan kontruksi dan pendukung
Besar dosis periferal dapat diperoleh dengan harus diperhatikan. Penggunaan pelindung dapat
pengukuran, seperti menggunakan alat pengukur mengurangi dosis radiasi yang diterima janin sampai
dosimetri Thermo Luminenscent Dosimetri (TLD). sekitar 50%. Sebelum penggunaan pelindung juga
Sebelum digunakan, TLD terlebih dahulu dikaliberasi harus dipertimbangkan faktor-faktor yang paling
dengan alat ukur absolut Ionization Chamber. mempengaruhi dosis periferal.4 Faktor-faktor tersebut
Pengukuran biasanya dilakukan di fantom dan dapat antara lain: a. Dalam jarak 10 cm dari tepi lapangan
juga dilakukan di permukaan kulit pasien pada tiga hamburan kolimator dan hamburan internal merupakan
titik, yaitu fundus, umbilikus, dan pertengahan simfisis komponen besar pembentuk dosis periferal. b. Jarak
pubis. Tetapi pengukuran kadang-kadang memerlukan 10-20 cm dari tepi lapangan hamburan kolimator
banyak waktu karena luasnya pengukuran dosimetrik berkurang, sedangkan komponen besar pembentuk
dan diperlukannya kontruksi fantom yang sesuai dosis periferal adalah hamburan interna. Pada jarak ini
dengan geometri anatomi pasien, dalam keadaan hamburan kolimator dan kebocoran machine head
seperti ini dapat digunakan data yang telah ada.12,13 ikut membentuk dosis periferal. c. Jarak sekitar 30 cm
dari tepi lapangan komponen hamburan interna dan
Upaya mengurangi dosis janin kebocoran machine head mempunyai kontribusi yang
Untuk mengurangi dosis pada janin dapat sama dalam pembentukan dosis periferal. d. Jarak
dilakukan: 1. Proteksi di simulator: Memperhatikan lebih dari 30 cm dari tepi lapangan kebocoran dari
masalah proteksi radiasi pada saat simulator, seperti: machine head yang paling berperanan dalam
menggunakan fluoroskopi seminimal mungkin guna pembentukan dosis periferal.
mengurangi terpajannya pasien pada sinar-x secara Pemahaman tersebut perlu karena pelindung
berlebihan, hindari pembukaan kolimator yang terlalu hanya dapat mengurangi dosis periferal yang berasal
lebar saat memulai simulator. Pemakaian apron dapat dari hamburan kolimator dan kebocoran machine head,
melindungi pasien dari sinar hambur dan kebocoran sedangkan hamburan interna tidak dapat dikurangi
dari sumber sinar-x, tetapi tidak dapat mengurangi dengan pelindung.
sinar hambur internal. Sedangkan pada simulator
berbasis CT dapat dilakukan dengan memperhatikan Jenis-jenis pelindung
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 39
(Dian Bajora Nasution)

Terdapat tiga rancangan pelindung: 1. Bridge Akibat dari penundaan terapi


over patient, merupakan alat pelindung yang mudah, Efek yang diharapkan terhadap penyakit
memakai timah dengan ketebalan 5-7 cm atau maternal dan risiko terhadap janin
cerrobend dengan ketebalan 6-8 cm, diletakkan pada Stadium dan jumlah kehamilan
pasien (seperti lapangan mantel) yang akan mendapat Pemeriksaan keadaan janin dan monitoring
radiasi dari anterior. Posisi pasien terlentang, alat Bagaimana dan kapan janin dapat dilahirkan
pelindung diletakkan di atas, batas superior diletakkan dengan selamat
2 cm lebih rendah dari batas bawah lapangan radiasi Kapan kehamilan sebaiknya diterminasi
untuk mengurangi kebocoran dan sinar hambur Isu legal, etik, dan moral
kolimator. Kerugian metode ini adalah pada saat 2. Selama radioterapi:
radiasi dari arah posterior, maka posisi pasien harus Teleterapi daerah luar pelvis relatif dapat
terlungkup dengan pelindung diletakkan di atas.4 2. dilakukan selama kehamilan. Dianjurkan
Table over treatment couch, dapat dipakai untuk perhitungan dan pengukuran dosis janin yang teliti
lapangan anterior, posterior, dan lateral dengan disertai penggunaan pelindung tambahan. AAPM
bantuan rak kayu untuk meletakkan timah. Untuk
dan ICRP telah merekomendasikan:
lapangan posterior posisi pasien tetap terlentang, timah
Selesaikan seluruh rencana seperti keadaan
diletakkan di bawah abdomen tanpa bantuan rak kayu.
pasien tidak hamil. Apabila janin berada di
Pada lapangan lateral: timah diletakkan di samping.
dekat lapangan terapi, hindari pengambilan
Kelebihan metode ini posisi pasien tetap. Sedangkan
film portal lokalisasi dengan kolimator terbuka
kekurangannya adalah beban yang sangat berat (200
dan hindari blok.
kg), melebihi berat yang dianjurkan untuk meja terapi.
Posisi timah setiap hari harus diposisikan sebagaimana Pertimbangkan modifikasi rencana terapi yang
seharusnya supaya tidak melukai pasien maupun dapat mengurangi dosis di janin dengan
mengubah ukuran lapangan, sudut, energi
petugas.4 3. Mobile shield. Kelebihan metode ini
radiasi, dan field trimmers.
mudah diletakkan di atas pasien tanpa membebani
meja terapi. Berat satu unit 200 kg, ketebalan timah Perkirakan dosis janin tanpa pelindung khusus,
setiap sisi 4 cm. Untuk terapi lapangan posterior dibuat gunakan fantom untuk mengukur dosis di
satu pelindung posterior, dapat dipindahkan dengan simfisis pubis, fundus, dan titik tengah
mudah, namun harganya mahal.4 umbilikus
Apabila dosis janin lebih dari 50-100 mGy,
Cara mengurangi dosis radiasi pada janin pelindung dikonstruksi dengan 4-5 half value
Dari American Association of Physicists in layer of lead. Ukur dosis janin di fantom untuk
Medicine (AAPM report No. 50)4 dan The simulasi terapi dengan menggunakan
International Commission on Radiological Protection pelindung, atur kuantitas radiasi dan lokasi
(ICRP publication 84)13direkomendasikan: Dokumentasikan rencana terapi dan
1. Sebelum radioterapi diskusikan dengan staf yang terlibat dalam
Sebelum radioterapi, sangat penting memastikan penataan (set up) pasien. Dokumentasikan
status kehamilan pasien dalam usia reproduksi. pelindung (seperti dengan fotografi).
Status kehamilan didapatkan dari anamnesis, Periksa berat dan keterangan spesifikasi
riwayat terdahulu, maupun dengan pemeriksaan penyanggah beban atau aspek lainnya dari
test kehamilan. Apabila pasien tidak hamil, tetapi pendukung pelindung
dalam usia reproduksi, sebaiknya pasien Hadir selama awal terapi untuk memastikan
dianjurkan menghindari kehamilan sampai efek pelindung terpasang dengan benar
samping akut radioterapi dan terapi lainnya Monitor ukuran dan pertumbuhan janin selama
berakhir serta kontrol tumor yang adekuat. Apabila terapi dan kalau perlu pemeriksaan ulang dosis
pasien diketahui hamil, tidak terdapat peraturan janin
pasti dan cepat, keputusan biasanya tergantung Di akhir terapi, dokumentasi dosis total
dari hasil informed consent pasien beserta termasuk rentang dosis janin selama terapi
pasangannya dan hasil pembicaraan tim yang Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke
melibatkan profesi onkologi yang menangani institusi lain apabila peralatan atau personal
(radioterapi, ginekologi, bedah, dll.), obstetri, tidak dapat memperkirakan dan menguragi
psikolog, pekerja sosial dan rohaniawan. Faktor- dosis janin.
faktor yang dipertimbangkan sebelum radioterapi Selain itu terdapat tambahan rekomendasi sebagai
adalah: berikut:
Stadium dan agresifitas tumor Profesi medik yang melakukan radiasi
Efek potensial dari sistem hormonal kehamilan sebaiknya telah memahami efek radiasi
terhadap tumor terhadap janin dan embrio. Pada level
Ragam dan lamanya terapi, keberhasilan dan diagnostik memahami efek risiko kanker di
komplikasi terapi usia anak dan apabila dosis melebihi 100-200
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 2(1) Mar 2011:36-41 40

mGy berefek abnormalitas sistem saraf, jurnal, tetapi sebaiknya juga dipertimbangkan
malformasi, retardasi pertumbuhan dan penggunaan data-data pengukuran yang telah ada
kematian janin. sebelumnya sebagai pembanding. Sedangkan untuk
Semua petugas, termasuk radiografer, kehamilan yang telah diketahui sebelum radioterapi,
sebaiknya memahami manfaat radiasi untuk sebaiknya masih dipertimbangkan membandingkan
medik dan risikonya terhadap janin. hasil perhitungan dengan pengukuran, walaupun
3. Setelah radioterapi biasanya perbedaan hanya sedikit atau tidak
Setelah radioterapi rekam teknik dan perkiraan bermakna.12,18 Pada kasus ini dosis yang diterima janin
dosis janin. Karena kemungkinan terdapat adalah 0,054 Gy dan pada saat diketahui pasien telah
konsekuensi terhadap janin, dianjurkan konseling mendapatkan radiasi ke-24 dengan usia kehamilan 12-
dan pemeriksaan rutin dengan cermat. Walaupun 13 minggu. Hal ini berarti paling cepat janin mulai
terdapat peraturan batasan lama penyimpanan mendapatkan radiasi pada usia kehamilan 39 hari atau
rekam medik, sebaiknya rekam medik kasus ini dimulai pada periode embrionik sampai ke periode
disimpan selama bertahun-tahun sampai anak awal janin. Pada periode ini radiasi berefek teratogenik
menjadi dewasa. dengan resiko mengalami malformasi anatomi. Sesuai
dengan AAPM TG 36 risiko signifikan pada
Umumnya petugas medik dalam menghadapi trisemester pertama adalah apabila janin menerima
pasien kanker lebih terfokus kepada masalah dosis radiasi 0,1-0,5 Gy, sedangkan pada kasus ini
pemeriksaan dan penanganan onkologi, begitu juga janin menerima dosis 0,054 Gy yang berati masih
perhatian pasien beserta keluarganya lebih tertuju dalam batas risiko yang belum dapat dipastikan.
kepada masalah penyakit yang sedang dideritanya. Berdasarkan pertimbangan ini, dilakukan informed
Perhatian terhadap keadaan pasien wanita yang masih consent kepada pasien dengan keputusan melanjutkan
berusia reproduksi dengan kemungkinan berisiko radiasi. Karena pasien tidak pernah kontrol dan sulit
hamil saat diterapi menjadi berkurang, sehingga jarang dihubungi, evaluasi baru dapat dilakukan melalui
anamnesis yang menanyakan riwayat menstruasi atau telefon tujuh bulan setelah radiasi dan diketahui bayi
pertanyaan-pertanyaan lain untuk memastikan lahir dalam keadaan baik dan sehat sampai saat
pasiennya tidak dalam keadaan hamil. Keadaan ini dihubungi.
dapat terjadi karena kasus kanker bersamaan dengan Pada pasien ini modifikasi teknik radiasi tidak
kehamilan memang sangat jarang. Selain pada kasus dilakukan karena pasien telah mendapatkan radiasi ke-
ini, di kepustakaan juga dibahas kejadian yang sama, 24 dan perkiraan dosis diterima janin masih dalam
sehingga dalam ICRP publication 84 dinyatakan batas toleransi. Pada kasus kehamilan yang telah
pentingnya untuk memastikan apakah pasien wanita diketahui sebelum radioterapi sebaiknya modifikasi
dalam keadaan tidak hamil sebelum mendapatkan teknik tetap menjadi perhatian, karena dengan memilih
radioterapi. AAPM TG 36 dan ICRP publication 84 pesawat dan energi disertai upaya-upaya lainnya dapat
telah merekomendasikan sikap yang dilakukan apabila mengurangi dosis radiasi yang diterima janin. Hal ini
berhadapan dengan kasus ini, seperti menyelesaikan penting karena selain malformasi anatomi, perlu
seluruh rencana terapi seperti keadaan pasien tidak mendapat perhatian mengenai efek stokastik yang
hamil, perkirakan dosis yang diterima janin, dan dapat terjadi tanpa dosis ambang dengan probabilitas
pertimbangkan risiko terhadap janin. meningkat sesuai dosis yang diterima janin, walaupun
Dalam kasus ini telah dilakukan perhitungan persentase untuk resiko ini kecil. Saat terakhir
dosis total yang diterima janin dengan menggunakan dihubungi keadaan ibu dan perkembangan bayi baik.
perhitungan yang biasa dilakukan di Radioterapi Evaluasi lanjut dengan menyimpan rekam medik untuk
RSCM. Pengukuran belum dilakukan karena jangka lama perlu menjadi pertimbangan sesuai
memerlukan waktu dan persiapan, sedangkan pasien dengan rekomendasi ICRP yang menganjurkan
telah mendapatkan radiasi yang ke-24. Hal ini penyimpanan rekam medik sampai anak berusia
diperbolehkan dalam AAPM TG 36 dan beberapa dewasa walaupun pasien tidak pernah kontrol kembali.

Tabel 2. Efek paparan radiasi pada janin


8
Tabel 1. Rasio hamburan terhadap radiasi awal (dikutip dari kepustakaan dengan modifikasi)
9
(dikutip dari kepustakaan dengan modifikasi)
Efek Periode Studi Studi Insidensi
Sensitif Pasca Hewan Manusia Absolut
Sudut scatter hambur
60 Konsepsi (TD mGy) (TD mGy)
(dari pusat radiasi) Co 4 MV 6 MV
Kematian prenatal 0-8 Data (-) Data (-)
-3 Preimplantasi - 50-100 -
15 9 x 10 Postimplantasi - 250 -
30 6.0 x 10-3 7 x 10-3 Retardasi 8-56 10 200 Data (-)
45 3.6 x 10-3 2.7 x 10-3 1.8 x 10-3 pertumbuhan
Malformasi organ 14-56 250 250 Data (-)
60 2.3 x 10-3 1.1 x 10-3
Ukuran kepala kecil 14-105 100 - 0.05%-
90 0.9 x 10-3 0.6 x 10-3 0.1%
135 0.6 x 10-3 0.4 x 10-3 Retardasi mental 56-105 Data (-) 100 0.04%
Penurunan IQ 56-105 Data (-) 100 Data (-)
Induksi kanker Trimester 1 - - 0.017%
Radioterapi pada Kehamilan: Laporan pada Kasus Kanker Laring 41
(Dian Bajora Nasution)

Rangkuman risiko yang belum dapat dipastikan sehingga belum


ada indikasi untuk dilakukan terminasi kehamilan.
Tindakan radioterapi pada pasien kanker yang Pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik radiasi
bersamaan dengan kehamilan bukan merupakan dan faktor yang mempengaruhi dosis janin,
kontraindikasi absolut. Pada kasus kanker yang kepentingan terapi terhadap ibu, risiko radiasi terhadap
berlokasi jauh dari janin, radioterapi masih dapat janin, dan perkiraan dosis serta faktor-faktor yang
dilakukan. Setelah melakukan perkiraan dosis yang mempengaruhi besarnya dosis terhadap janin sangat
diterima janin, mempertimbangkan kepentingan terapi penting untuk penanganan terapi terhadap pasien
ibu, dan resiko yang diterima janin, serta upaya-upaya dengan kehamilan. Dengan pemahaman ini, informed
memperkecil dosis pada janin, radioterapi dapat consent yang terbaik dapat diberikan kepada pasien
dilakukan. Sesuai dengan kebanyakan rekomendasi, dan keluarganya sehingga keputusan yang cepat dan
dosis janin dibawah 0,1 Gy7,13 masih mempunyai terbaik dapat dilakukan pasien dan keluarganya.

Daftar Pustaka

1. Weisz B, Schiff E, Lishner M. Cancer in pregnancy: 11. Handayani L, Terapi radiasi pada pasien keganasan
maternal and fetal implications. Hum Reproduction dengan kehamilan, ilustrasi kasus dengan tinjauan
Update 2001; 7: 384-393 kepustakaan [Unpublished case report]. Jakarta:
2. Orecchia R, Lucignani G, Tosi B. Prenatal irradiation Departemen Radioterapi RSCM; 2006
and pregnancy: the effects of diagnostic imaging and 12. Bradley B, Fleck A, Osel EK. Normalized data for the
radiation therapy. In: Surbone A, Paceatoni F, Pavlidis estimation of fetal radiation dose from radiotherapy of
N, editors. Cancer and pregnancy. New York: Springer; the breast. Br J Radiol 2006;79:818-827
2008 13. Pregnancy and medical radiation. ICRP Publication 84.
3. Biological effect after prenatal irradiation (embryo and Ottawa (Canada): The International Commision on
fetus). ICRP publication 90. Ottawa (Canada): The Radiological Protection; 2000
International Commision on Radiological Protection; 14. Sherazi S, Kase KR. Measurements of dose from
2003 secondary radiation outside a treatment field: effects of
4. Fetal dose from radiotherapy with photon beams. wedges and blocks. Int J Radiat Oncol Biol Phys 1985;
AAPM report. Maryland (US): American Association 11:2171-2176
of Physicist in Medicine by the American Institute of 15. Sharma DS, Amimesh, Desphande SS. Peripheral dose
Physic; 1995. Report No.: 60 from uniform dynamic multileaf collimation fields:
5. Arnon J, Meidrow D, Rones HL. Genetic and implication for sliding window intensity modulated
teratogenic effects of cancer treatments on gametes and radiotherapy. Br J Radiol 2006; 79:331-335
embryos, Hum Reproduction Update 2001;7: 394-403 16. Broderick M, Leech M, Coffey M. Review direct
6. A Primer on low level ionizing radiation and its aperture optimization as a mean of reducing the
biological effect. AAPM report. Maryland (US): complexity of intensity modulated radiation therapy
American Association of Physicist in Medicine by the plans. Radiat Oncol 2009;4:8
American Institute of Physic; 1986. Report No.: 18 17. Lindsay KA, Wheldon EG, Deehan C, Wheldon TE.
7. Wrixon AD, Review New ICRP Recommendations. J Radiation carcinogenesis modelling for risk of
Radiol Prot 2008; 28:161-168 treatment-related second tumours following
8. Mc Collough CH, Shelder BA, Atwell TD. Radiation radiotherapy. Br J Radiol 2001;74:529-536
exposure and pregnancy: when should we be concerned. 18. Prado KL, Nelson SJ, Nhyteens JS, William TE.
Radiographics 2007; 27:908-918 Clinical implementation of the AAPM Task Group 36
9. Khan FM. Physics of radiation therapy. Philadelphia: Recommendations on fetal dose from radiotherapy with
Lippincott Williams & Wilkins; 2003 photon beams: a head and neck irradiation case report. J
10. Uselmann A, Thomadson B. Effective dose to non- Appl Clin Med Physics 2000; 1:1-7
target organs from radiotherapy [slide power point].
Rochester (US): NCCAAPM Spring Meeting; 2008
Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

P ENGUMUMAN

Bersamaan dengan terbitnya volume 2 ini, majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia melakukan
beberapa perubahan yaitu: perubahan format tampilan majalah yang disesuaikan dengan Pedoman
Penampilan Majalah Ilmiah Indonesia terbitan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) tahun 2005, perubahan susunan dewan redaksi, singkatan
nama majalah dan informasi lain pada halaman judul. Perubahan tampilan majalah tidak banyak
merubah gaya selingkungan penulisan artikel dan ciri khas dari majalah Radioterapi & Onkologi
Indonesia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Redaksi majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia mengucapkan terimakasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Mitra Bestari atas kontribusinya pada penerbitan volume 2 issue 1 tahun
2011:
Prof. DR. Dr. Soehartati, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. Dr. H.M. Djakaria, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. R. Susworo, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Prof. DR. Dr. S. Maesadji T., SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Gadjah Mada/
RSUP Prof. Dr. Sardjito, Yogyakarta

Volume 2 Issue 1 March 2011 iv ISSN 2086-9223


Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society

INDEKS PENULIS

D
Dian Bajora Nasution Radiat Onkol Indones 2011;2(1):37-41
H
Hendrik Radiat Onkol Indones 2011;2(1):16-25
Henry Kodrat Radiat Onkol Indones 2011;2(1):26-36
S
Siti Khotimah Radiat Onkol Indones 2011;2(1):1-4
R
Rafiq Sulistyo Nugroho Radiat Onkol Indones 2011;2(1):5-15

INDEKS PENULIS VOLUME 1

A
Angela Giselvania Radiat Onkol Indones 2010;1(1):20-25
Arie Munandar Radiat Onkol Indones 2010;1(2):67-72
Arundito Widikusumo Radiat Onkol Indones 2010;1(1):30-34
E
Enrico Napitupulu Radiat Onkol Indones 2010;1(2):59-66
G
Gregorius Ben Prajogi Radiat Onkol Indones 2010;1(1):6-19
J
Julijamnasi Radiat Onkol Indones 2010;1(1):26-29
N
Nana Supriana Radiat Onkol Indones 2010;1(2):73-78
R
Rafiq Sulistyo Nugroho Radiat Onkol Indones 2010;1(2):40-42
Ratnawati Soediro Radiat Onkol Indones 2010;1(2):43-47
Rd. Riyani Sabariani Radiat Onkol Indones 2010;1(2):54-58
Rosmita Ginting Radiat Onkol Indones 2010;1(1):1-5
Rudiyo Radiat Onkol Indones 2010;1(1):35-39
S
Sri Rahayu Subandini Radiat Onkol Indones 2010;1(2):48-53
Y
Yoke Surpri Marlina Radiat Onkol Indones 2010;1(2):79-83

Volume 2 Issue 1 March 2011 v ISSN 2086-9223


RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Departemen Radioterapi
P
SA ERTA Stereotactic Radiosurgery (SRS)

High-Tech
TU
NY MA da Stereotactic Radiosurgery (SRS)
Ad
i IN n SAT
DO U
NE -
SIA

Radiotherapy
!

Stereotactic Radiosurgery
(SRS)
✓Stereotactic Radiosurgery (SRS) adalah suatu bentuk radiasi
eksterna yang menggunakan
✓Stereotactic Radiotherapy (SRT) dosis tinggi dalam satu kali
✓Intensity-modulated Radiotherapy (IMRT) Di Departemen kami, SRS telah penyinaran untuk
menghancurkan jaringan tumor
dilakukan sejak Februari 2009,
✓Image-guided Radiotherapy (IGRT) dan hingga kini kami telah dan malformasi vaskular.
melayani lebih dari 50 pasien.

Stereotactic Radiotherapy (SRT)

“Awal tahun lalu kami


melakukan suatu
lombatan dalam
teknologi radiasi dan
sejak saat itu kami
SRT with HeadFix
terus mengembangkan
teknik SRS, SRT, IMRT,
SRT with BodyFix Stereotactic Radiotherapy (SRT) memiliki prinsip yang
dan IGRT.” sama dengan SRS, hanya saja pemberiannya diberikan
secara fraksinasi dalam beberapa sesi.

Intensity-Modulated Radiotherapy
(IMRT)

IMRT merupakan pengembangan dari 3D-CRT


dimana digunakan berkas sinar yang dibagi menjadi
berkas-berkas yang lebih kecil sehingga tercapai
intensitas sinar yang akurat pada tiap titik pada
jaringan tumor. Hal ini dicapa dengan modulasi atau
pengaturan intensitas berkas sinar dengan bantuan
komputer.

IMRT telah diterima menjadi pilihan utama terapi


radiasi bermacam-macam kanker di negara maju.

Departemen Radioterapi
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Alamat : Jl. Diponegoro No. 71, Jakarta
Telepon : +62 21 3921155; Fax : +62 21 3926288
Email : info@radioterapi-cm.org
Website : www.radioterapi-cm.org

Anda mungkin juga menyukai