Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA (SC)

OLEH :

ANASTASIA INDRIYANI GIRSANG

113063J118003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

BANJARMASIN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus.
Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk
melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena
keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran
dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak memungkinkan.
2. Etiologi
a. Disproporsi chepalopelvik atau kelainan panggul.
b. Plasenta previa
c. Gawat janin
d. Pernah seksio sesarea sebelumnya
e. Kelainan letak janin
f. Hipertensi
g. Rupture uteri mengancam
h. Partus lama (prolonged labor)
i. Partus tak maju (obstructed labor)
j. Distosia serviks
k. Ketidakmampuan ibu mengejan
l. Malpresentasi janin
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya
jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio
caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
a. Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
b. Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1. Sayatan memanjang (longitudinal)
2. Sayatan melintang (tranversal)
3. Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih memanjang
2. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor -
faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :


1. Luka kandung kemih
2. Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
6. Prognosis
1. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman
dari pada dahulu.
2. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
3. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal
yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
(Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik
akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

PAHTWAY

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasentaTerputusnya
previa sentralis / lateralis, panggul
inkonuitas
sempit, disproporsi jaringan,
cephalo pelvic, ruptur uteri
Merangsang
mengancam, pembuluh
partus darah,
lama dan
/ tidak maju, preeklamsia, Defisit
pengeluaran
saraf
distonia - saraf
Insisi histamin
di
dinding
serviks, sekitar
malpresentasi janin Intoleransi
Perawatan
Tindakan anastesi
Luka post op. SC Kurang Imobilisasi
Informasi
Risiko Infeksi Sectio Caesarea
dandaerah insisi(SC)
prostaglandin
Nyeri Akut
abdomen Aktivitas Diri
Ansietas

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

(Manuaba, 1999)
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mempengaruhi
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian pilihan /
dengan pelepasan selama … x 24 jam secara pengawasan
mediator nyeri diharapkan nyeri klien komprehensif keefektifan
(histamin, berkurang / terkontrol tentang nyeri intervensi.
prostaglandin) dengan kriteria hasil : meliputi lokasi,
akibat trauma 1. Klien melaporkan karakteristik,
jaringan dalam nyeri berkurang / durasi, frekuensi,
pembedahan terkontrol kualitas, 2. Tingkat ansietas
(section caesarea) 2. Wajah tidak intensitas nyeri dapat
tampak meringis dan faktor mempengaruhi
3. Klien tampak presipitasi. persepsi / reaksi
rileks, dapat 2. Observasi respon terhadap nyeri.
berisitirahat, dan nonverbal dari
beraktivitas sesuai ketidaknyamana
kemampuan n (misalnya
wajah meringis) 3. Mengetahui sejauh
terutama mana pengaruh
ketidakmampuan nyeri terhadap
untuk kualitas hidup
berkomunikasi pasien.
secara efektif. 4. Memfokuskan
3. Kaji efek kembali perhatian,
pengalaman meningkatkan
nyeri terhadap kontrol dan
kualitas hidup meningkatkan
(ex: beraktivitas, harga diri dan
tidur, istirahat, kemampuan koping
rileks, kognisi, 5. Memberikan
perasaan, dan ketenangan kepada
hubungan sosial) pasien sehingga
4. Ajarkan nyeri tidak
menggunakan bertambah
teknik
nonanalgetik
(relaksasi 6. Analgetik dapat
progresif, latihan mengurangi
napas dalam, pengikatan
imajinasi, mediator kimiawi
sentuhan nyeri pada reseptor
terapeutik.) nyeri sehingga
5. Kontrol faktor - dapat mengurangi
faktor rasa nyeri
lingkungan yang
yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamana
n (ruangan,
suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan
kontrol
analgetik, jika
perlu.
Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terhadap infeksi asuhan keperawatan kondisi dasar / seperti diabetes /
berhubungan selama … x 24 jam faktor risiko yang hemoragi
dengan trauma diharapkan klien tidak ada sebelumnya. menimbulkan
jaringan / luka mengalami infeksi Catat waktu pecah potensial risiko
bekas operasi dengan kriteria hasil : ketuban. infeksi /
(SC) 1. Tidak terjadi penyembuhan luka
tanda - tanda yang buruk. Pecah
infeksi (kalor, 2. Kaji adanya tanda ketuban yang
rubor, dolor, infeksi (kalor, terjadi 24 jam
tumor, fungsio rubor, dolor, sebelum
laesea) tumor, fungsio pembedahan dapat
2. Suhu dan nadi laesa) menimbulkan
dalam batas koriamnionitis
normal ( suhu sebelum intervensi
= 36,5 -37,50 C, 3. Lakukan bedah dan dapat
frekuensi nadi perawatan luka mempengaruhi
= 60 - 100x/ dengan teknik proses
menit) aseptik penyembuhan luka
3. WBC dalam 2. Mengetahui secara
batas normal 4. Inspeksi balutan dini terjadinya
(4,10-10,9 abdominal infeksi sehingga
10^3 / uL) terhadap eksudat / dapat dilakukan
rembesan. pemilihan
Lepaskan balutan intervensi secara
sesuai indikasi tepat dan cepat
3. Meminimalisir
adanya kontaminasi
pada luka yang
5. Anjurkan klien dapat menimbulkan
dan keluarga untuk infeksi
mencuci tangan 4. Balutan steril
sebelum / sesudah menutupi luka dan
menyentuh luka melindungi luka
6. Pantau dari cedera /
peningkatan suhu, kontaminasi.
nadi, dan Rembesan dapat
pemeriksaan menandakan
laboratorium terjadinya
jumlah WBC / sel hematoma yang
darah putih memerlukan
intervensi lanjut
5. Cuci tangan
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial

6. Peningkatan suhu,
nadi, dan WBC
7. Kolaborasi untuk merupakan salah
pemeriksaan Hb satu data penunjang
dan Ht. Catat yang dapat
perkiraan mengidentifikasi
kehilangan darah adanya bakteri di
selama prosedur dalam darah. Proses
pembedahan tubuh untuk
melawan bakteri
8. Anjurkan intake
akan meningkatkan
nutrisi yang cukup
produksi panas dan
frekuensi nadi. Sel
darah putih akan
meningkat sebagai
kompensasi untuk
9. Kolaborasi melawan bakteri
penggunaan yang menginvasi
antibiotik sesuai tubuh.
indikasi 7. Risiko infeksi
pasca melahirkan
dan proses
penyembuhan akan
buruk bila kadar Hb
rendah dan terjadi
kehilangan darah
berlebihan.
8. Mempertahankan
keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung perpusi
jaringan dan
memberikan nutrisi
yang perlu untuk
regenerasi selular
dan penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik dapat
menghambat proses
infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan sistem
berhubungan asuhan keperawatan psikologis pendukung klien
dengan kurangnya selama … x 6 jam terhadap kejadian (misalnya
informasi tentang diharapkan ansietas dan ketersediaan pasangan) dapat
prosedur klien berkurang sistem pendukung memberikan
pembedahan, dengan kriteria hasil : dukungan secara
penyembuhan, 1. Klien terlihat psikologis dan
dan perawatan lebih tenang membantu klien
post operasi dan tidak dalam
gelisah 2. Tetap bersama mengungkapkan
2. Klien klien, bersikap masalahnya
mengungkapka tenang dan 2. Keberadaan
n bahwa menunjukkan rasa perawat dapat
ansietasnya empati memberikan
berkurang dukungan dan
perhatian pada
klien sehingga
3. Observasi respon klien merasa
nonverbal klien nyaman dan
(misalnya: gelisah) mengurangi
berkaitan dengan ansietas yang
ansietas yang dirasakannya
dirasakan 3. Ansietas seringkali
tidak dilaporkan
4. Dukung dan secara verbal
arahkan kembali namun tampak
mekanisme koping pada pola perilaku
klien secara
nonverbal
5. Berikan informasi 4. Mendukung
yang benar mekanisme koping
mengenai prosedur dasar,
pembedahan, meningkatkan rasa
penyembuhan, dan percaya diri klien
perawatan post sehingga
operasi menurunkan
ansietas
6. Diskusikan 5. Kurangnya
pengalaman / informasi dan
harapan kelahiran misinterpretasi
anak pada masa klien terhadap
lalu informasi yang
dimiliki
sebelumnya dapat
mempengaruhi
ansietas yang
7. Evaluasi dirasakan
perubahan ansietas 6. Klien dapat
yang dialami klien mengalami
secara verbal penyimpangan
memori dari
melahirkan. Masa
lalu / persepsi yang
tidak realistis dan
abnormalitas
mengenai proses
persalinan SC akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramed

Anda mungkin juga menyukai