KARAKTERISTIK FUNGI
MATA KULIAH :
PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN
DOSEN PENGAMPU :
ZUNIDRA,SKM.,M.Kes
NIP.196305241989032003
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. ABDUL RONNY PO71330174576
2. BEBBY KUSUMACAHYA PO71330174581
3. GUSTRIANA PUTRI PO71330174591
4. MIFTHA HUL JANNAH PO71330174596
5. PUTRI AJENG KIRANA PO71330174602
6. PUTRI AYU RAHMAYANTI PO71330174603
7. PUTRI DEVI YANTI GINTING PO71330174604
8. RADA NABILA HUSNA PO71330174606
9. SAFIRHA MEDYANA FAJRIN PO71330174612
10. SYA’ADAH KURNIA PUTRI PO71330174618
11. TERESIA MEGA SANTASIA SIHOMBING PO71330174619
12. ULFA YULIANA PO71330174621
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang KARAKTERISTIK FUNGI. Dalam penyusunan makalah ini,
kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai
pihak, dan dari teman sekelompok dengan mencari berbagai materi-materi yang bisa di
jadikan sebagai isi di dalam makalah ini dan akhirnya tantangan itu bisa teratasi dengan baik
dan lancar. Olehnya itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan kepada semuanya.
Kelompok Empat
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Fungi ..................................................................................................... 5
2.2 Struktur tubuh jamurr .................................................................................................. 6
2.3 Peranan Jamur bagi Pangan ........................................................................................ 8
2.4 Cemaran Jamur pada Pangan Tersimpan dan Pangan Olahan .................................. 10
2.5 Cemaran Jamur pada Pangan Segar .......................................................................... 12
2.6 Potensi Bahaya Cemaran Jamur bagi Makanan ........................................................ 12
2.7 Pencegahan Cemaran Jamur pada Makanan ............................................................. 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jamur Saprofit
2. Jamur Parasit
Banyak sekali penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh jamur, dan penyakit
tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi sakit, bahkan
mati. Jamur-jamur parasit ini juga menyerang tanaman pertanian dan menyebabkan
tanaman tersebut rusak, dan bisa menyebabkan gagal panen. Jamur parasit umumnya
hidup (menyerang) pada inang yang spesifik. Selain itu jamur parasit adalah faktor utama
yang memperpendek usia penyimpanan bahan pangan dan makanan di dunia, terkecuali
jika diawetkan (Pacioni, 1981).
5
3. Asosiasi Mutualistik
Banyak jamur yang terlibat hubungan yang sukses dengan serangga dan tumbuhan,
mereka berpartner yang saling menguntungkan, sebuah fenomena yang disebut
mutualisme. Kira-kira 10% dari seluruh jenis fungi yang diketahui adalah anggota dari
asosiasi mutualistik yang disebut lichens. Lichens tersusun dari jamur dan algea dan
cynobakter. Jamur juga membentuk asosiasi mutualisme yang bermanfaat dengan akar
tanaman, membentuk mikoriza. Jamur ini mengkoloni buluh akar dan berfungsi
memperluas permukan sentuh antara akar tumbuhan dengan permukaan tanah. Mikoriza
mempengaruhi kemampuan tumbuhan untuk menyerap air dan nutrien dari tanah, dan
meningkatkan aktifitas metabolisme tumbuhan, angka pertumbuhan, dan peningkatan
hasil (Mc-Kane, 1996). Fungi bersifat khemoorganotrof dan memperoleh nutrisinya
secara absorpsi dengan bantuan enzim ekstraseluler untuk memecah biomolekul
kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi monomernya yang akan
diasimilasi menjadi sumber karbon dan energi (Madigan et al., 2012). Bahan makanan
ini akan diurai dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa menjadi senyawa yang
dapat diserap dan digunakan untuk tumbuh dan berkembang (Sinaga, 2000). Penyerapan
makanan dilakukan oleh hifa yang terdapat pada permukaan tubuh fungi (Lockwood,
2011).
Khamir (Yeast)
Yeast merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa
(Webster dan Weber, 2007). Hifanya panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan
tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual dengan
cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat bereproduksi secara
seksual dengan membentuk aski atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota
dan Basidiomycota. Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan
berfungsi dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus
hidupnya (Hoog et al., 2007). Sel khamir biasanya berbentuk telur, beberapa memanjang
atau bentuk bola. Khamir tidak dilengkapi flagelum atau organ penggerak lainnya.
Kapang (mold)
Kapang adalah jenis lain dari fungi, sebagian besar memiliki tekstur yang tidak jelas
dan biasanya ditemukan pada permukaan makanan yang membusuk atau hangat, dan
tempat-tempat lembab. Sebagian besar kapang berreproduksi secara aseksual, tetapi ada
beberapa spesies yang bereproduksi secara seksual dengan menyatukan dua jenis sel
untuk membentuk zigot dengan produk uniselular sel (Viegas, 2004). Talusnya terdiri
dari filamen panjang yang bergabung bersama membentuk hifa. Hifa dapat tumbuh
banyak sekali, hifa fungi tunggal di oregon dapat mencapai 3,5 mm. Sebagian besar
kapang, hifanya bersepta dan bersifat uniseluler.
6
Hifanya disebut hifa bersepta. Pada beberapa kelas fungi, hifanya tidak bersepta dan
di sepanjang selnya terdapat banyak nukleus yang disebut coenocytic hyphae.
Cendawan (Mushroom)
Cendawan merupakan salah satu kelompok dalam phylum fungi yang biasa disebut
dengan mushroom. Cendawan (mushroom) adalah fungi makroskopis yang memiliki
tubuh buah dan sering digunakan untuk konsumsi. Cendawan memiliki bagian yang
disebut dengan tubuh buah. Tubuh buah tersebut terdiri dari holdfast atau bagian yang
menempel pada substrat, lamella, dan pileus (Dwidjoseputro, 1994). Menurut Schlegel
dan Schmidt (1994), cendawan merupakan organisme yang berinti, mampu
menghasilkan spora, tidak mempunyai klorofil karena itu jamur mengambil nutrisi secara
absorbsi. Pada umumnya bereproduksi secara seksual dan aseksual, struktur somatiknya
terdiri dari filamen yang bercabang-cabang. Cendawan memiliki dinding sel yang terdiri
atas kitin atau selulosa ataupun keduanya.
2. Oomycotina
Contoh spesies:
a. Saprolegnia sp.: hidup saprofit pada bangkai ikan , serangga darat maupun
serangga air.
b. Phytophorainfestans: penyebab penyakit busuk pada kentang.
3. Zygomycotina
Contoh spesies:
a. Mucormucedo : biasa hidup di kotoran ternak dan roti.
b. Rhizopus oligosporus: jamur tempe.
4. Ascomycotina
Contoh spesies:
a. Sacharomycescerevisae:
1. Berguna untuk membuat bir, roti maupun alkohol.
2. Mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2 dengan proses fermentasi.
b. Neuro spora sitophila: jamur oncom.
c. Peniciliium noJaJum dan Penicillium chrysogenum penghasil antibiotika penisilin.
d. Penicillium camemberti dan Penicillium roqueforti berguna untuk mengharumkan
keju.
e. Aspergillus oryzae untuk membuat sake dan kecap.
f. Aspergillus wentii untuk membuat kecap.
g. Aspergillus flavus menghasilkan racun aflatoksin hidup pada biji -bijian. Flatoksin
salah satu penyebab kanker hati.
h. Clavicepspurpurea hidup sebagai parasit pada bakal buah Gramineae.
5. Basidomycotina
7
Contoh spesies:
a. Volvariellavolvacea :jamur merang, dapat dimakan dan sudah di budidayakan.
b. Auriculariapolytricha :jamur kuping, dapat dimakan dan sudah di budidayakan.
c. Exobasidiumvexans : parasit pada pohon the penyebab penyakit cacar daun the
atau blister blight.
d. Amanita muscaria dan Amanita phalloides : jamur beracun, habitat di daerah
subtropics.
e. Ustilagomaydis : jamur api, parasit pada jagung.
f. Pucciniagraminis : jamur karat, parasit pada gandum.
6. Deuteromycotina
Contoh spesies:
Jamur Oncom sebelum diketahui pembiakan generatifnya
dinamakanMoniliasitophila tetapi setelah diketahui pembiakan generatifnya yang
berupa askus namanya diganti menjadi Neurosporasitophila dimasukkan ke dalam
Ascomycotina.
Jamur yang menguntungkan meliputi berbagai jenis antara lain sebagai berikut:
8
Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan
dalam produksi etanol, antara lain pertumbuhan yang cepat, pemanfaatan glukosa
yang efisien dan tahan terhadap etanol dengan kadar 12-18%.
2. Saccaromyces roxii, adalah khamir yang digunakan dalam pembuatan kecap dan
berkontribusi pada pembentukan aroma.
3. Aspergillus niger.
Jamur ini digunakan dalam pembuatan asam sitrat. Asam sitrat merupakan salah
satu asam organik yang banyak digunakan dalam bidang pangan, misalnya pada
pembuatan permen dan minuman kemasan. Jamur ini mengontaminasi makanan,
misalnya roti tawar.Asam sitrat adalah asam organik yang secara alami terdapat pada
buah-buahan seperti jeruk, nenas dan pear. Asam sitrat pertama kali diekstraksi dan
dikristalisasi dari buah jeruk, sehingga asam sitrat hasil ektraksi dari buah-buahan ini
dikenal sebagai asam sitrat alami.
Wehner (1893) pertama kali melaporkan produksi asam sitrat sebagai hasil
sampingan pada fermentasi produksi asam oksalat dengan menggunakan Penicillium
glaucum. Tahun 1917, Currie juga melaporkan bahwa Aspergillus niger dapat
menghasilkan asam sitrat pada medium pH rendah dengan kadar gulatinggi. Sejak
saat itu asam sitrat diproduksi secara komersial dengan menggunakan kapang A.
niger.
9
7. Penicillium sp. Jamur ini paling terkenal karena kemampuannya menghasilkan
antibiotika yang disebut penisilin. Sejak pertama kali dikenal terus sampai sekarang.
Jamur penghasil antibiotika saat ini telah banyak diketahui sehingga ragam
antibiotikapun semakin banyak. Selain untuk pembuatan antibiotika, spesies yang lain
juga digunakan dalam pembuatan keju khusus.
10
tercemar oleh Rhizopus orzae sedangkan 24 spesies Penicillium yang tidak umum terdapat
pada pangan tropis ternyata telah mencemari komoditi tersebut.
Sebanyak 75 spesies jamur berhasil diisolasi dari jagung dan Aspergilus flavus
merupakan cemaran terbesar, yakni sebanyak 80% sampel telah tercemar dengan tingkat
cemaran 47%. Kelompok Fusarium menempati urutan kedua, yakni F. moniliformae
sebanyak 73% dengan tingkat cemaran 23% dan F. semitectum sebanyak 34% dengan
tingkat cemaran 5%. Cemaran ini memiliki korelasi positif dengan penelitian tentang
mikotoksin pada jagung dari Asia Tenggara, termasuk sampel dari Indonesia (Yamasita,
A. dkk, 1995). Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa aflatoksin dan toksin Fusarium
(Fumonisin) terdapat bersama-sama pada jagung tersebut. Untuk sampel dari Indonesia
kadar rerata fumonisin B1 adalah 843 ng/g, fumonisin B2 442 ng/g; Aflatoksin B1 352
ng/g dan aflatoksin B2 90 ng/g. seperti halnya pada kacang tanah, Eurotium merupakan
jamur xerofilik yang dominan pada jagung.
Cemaran pada kemiri didominasi oleh Aspergilus, A. niger, A. wentii dan A.
tamarii, berturut-turut mencemari sebanyak 95%, 84%, 37% dan 32% sampel, dengan
tingkat cemaran 53%, 29%, 18% dan 16%. Eurotium rubrum mendominasi jamur xerofilik
dengan mencemari sebanyak 53% sampel dengan tingkat cemaran 15%. Beberapa spesies
Aspergilus, Rhizopus dan Nigrospora juga diketemukan jamur pencemar kemiri.
Cemaran pada gabah dan beras memiliki profil yang berbeda dengan kacang
tanah maupun bijian berminyak lainnya. Namun demikian Aspergilus flavus masih
mendominasi dengan mencemari sebanyak 80% sampel, dengan tingkat cemaran 24%
disusul oleh Trichoconiella padwickii, suatu spesies yang secara eksklusif berasosiasi
dengan gabah (Pitt dan Hocking, 1997), yang semula sering diidentifikasi sebagai
Alternaria. Spesies ini mencemari 71% sampel dengan tingkat cemaran 11%. Beberapa
spesies dari genera Culvaria Alternaria, Bipolaris, Macrophomina dan Phoma terdapat
sebagai pencemar yang tidak begitu tinggi cemarannya. Jamur penyimpanan ternyata
jarang dijumpai pada gabah, hal ini disebabkan karena pada umumnya gabah tidak
disimpan lama sebelum digiling.
Tingkat pencemaran pada beras cukup rendah, dan 23% sampel dari 139 sampel
diamati, bebas dari cemaran jamur. Demikian juga Aspergillus flavus dan Penicillium
islandicum sangat rendah tingkat cemarannya.Kedelai dan kacang hijau memiliki profil
cemaran yang hampir sama, didominasi oleh Aspergillus flavus dan Fusarium samitectum
dengan tingkat cemaran yang cukup rendah. Beberapa jamur lapangan juga terlihat
sebagai pencemar, diantaranya spesies dari genera Chaetomium, Culvaria, Lasiodiplodia
dan Nigrospora.
Suatu hal yang mengejutkan adalah cemaran Aspergilus flavus pada merica yang
mencemari lebih dari 90% sampel dengan tingkat cemaran 45% demikian pula A. tamrii
yang jarang pada komoditi lainnya, ternyata mencemari 90% sampel, dengan tingkat
cemaran 75%. Eurotium chevalieri mencemari 70% sampel dengan tingkat cemaran 20%.
Jenis jamur yang mencemari pangan hasil oleh dicirikan oleh cara-cara pengolahan atau
pengawetan yang dilakukan terhadap pangan tersebut, namun umumnya dapat
dikelompokkan sebagai pangan kering atau pangan aw, rendah, baik karena pengulangan
maupun penggaraman pangan yang diawetkan dengan bahan pengawet dan “head
processed acid floods”.
11
udara untuk aerasi, ruang fermentasi dan peralatan. Beberapa contoh kasus telah terjadi
pada beberapa industri fermentasi yaitu pada sebuah pabrik tempe di Yogyakarta yang
diakibatkan oleh tercemarnya inokulum oleh jamur Penicillium sp. Cemaran tersebut
cukup parah sehingga diperlukan penghentian produk untuk beberapa lamanya, guna
memusnahkan spora kontaminan pada ruang proses dan peralatan. Demikian juga cemaran
oleh jamur penghasil mikotoksin juga dimungkinkan pada proses fermentasi kecap
(Sardjono, dkk, 1995) yang terjadi pada tahapan fermentasi jamur. Pemilihan strain yang
mampu bersaing dengan jamur kontaminan dan mampu mendegredasi toksin yang telah
terbentuk akan sangat membantu pada usaha terbebasnya produk dari mikotoksin.
12
serangga, proses produksi, panen dan penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan
tingginya konsentrasi mikotoksin pada bahan baku pangan/pakan yang dapat menyebabkan
timbulnya wabah penyakit.
Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia melalui
makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju karena
proses fermentasi keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin. Pada
manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya dapat terjadi
akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang
berperandalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu
timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang
terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat
kontaminasi aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun
kalangan industri hasil pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang
terlalu tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis.
Aflatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin ini pertama kali diketahui
berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus
sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2
(AFB1 dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2.
A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-
12 0C sampai 42-43 0C dengan suhu optimum 32-33 0C dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi.
Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian
badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu,
aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk
pertanian dan hasil olahan (Muhilal dan Karyadi 1985, Agus et al. 1999). Selain itu, residu
aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu (Bahri et al.
1995), telur (Maryam et al. 1994), dan daging ayam (Maryam 1996). Sudjadi et al (1999)
melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita)
menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang,
kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58 % pasien
tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
Okratoksin
Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada
manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini pertama
kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami A. ochraceus
terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan
buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum
(Kuiper-Goodman 1996) yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang
(temperate), seperti pada gandum di eropa bagian utara.P. viridicatum tumbuh pada suhu
antara 0-31 0C dengan suhu optimal pada 20 0C dan pH optimum 6-7. A.ochraceus tumbuh
pada suhu antara 8-37 0C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu
Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling
toksik dan paling banyak ditemukan di alam, terupama pada komoditas kopi selain itu OA
juga banyak ditemukan pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam.
13
Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang
berlemak. Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.
Zearalenon
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.
tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20-25 0C dan
kelembaban 40-60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini
cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi.Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam
turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat
daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-
hidroksi zearalenon, 3-hidroksi zearalenon, 7-dehidro zearalenon, dan 5- formil zearalenon.
Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras
dan serelia lainnya.
Fumonisin
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp.,
terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan
pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al. 1988). Selain
F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu
memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5-27,5 0C dengan suhu maksimum 32-
37 0C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara
beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah
jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1
(FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis
fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama
Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1
juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi
pertanian, terutama jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi
(1996), Ali et al. 1998 dan Maryam (2000b). Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan
dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai
mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat
meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut (Maryam 2000a).
Trikotesena
Setelah tubuh terpapar trikotesena maka mikotoksin tersebut akan dimetabolisme di
dalam tubuh. Secara umum, terdapat tiga jalur utama metabolisme trikotesena, yaitu
konjugasi, deepoksidasi, dan deasetilasi. Deepoksidasi merupakan langkah penting dalam
detoksikasi trikotesena yang dilakukan oleh mikroorganisme di dalam saluran pencernaan
manusia.Trikotesena menghambat sintesis protein, DNA dan RNA, serta berinteraksi dengan
selaputsel.Trikotesena juga mengikat polisom dan ribosom sehingga terjadi penghentian
inisiasi hubungan peptida. Mekanisme pencemaran kapang pada jagung. dan mengganggu
siklus ribosomal.
14
Mengingat mudahnya pangan tercemar oleh jamur, maka salah satu langkah untuk mencegah
pencemaran lanjut yakni menghambat pertumbuhan dan inaktivasi. Usaha ini dapat dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya dengan menggunakan fungisida pada saat sebelum panen,
untuk bijian dan kacangan dilakukan proses pengeringan yang baik dan menjaga kondisi
dalam penyimpanan tetap kering. Pada buah dilakukan pembungkusan dengan kertas lilin
yang mengandung fungisida seperti biphenyl. Namun penggunaan fungisida ini harus
mempertimbangkan residu fungsida ini harus mempertimbangkan residu pada bahan.
Penyimpanan buah pada suhu lebih rendah dari 5ºC juga merupakan langkah yang dapat
dipergunakan untuk tujuan tersebut. Penggunaan pengawet asam organik efektif untuk
menghambat pertumbuhan jamur pada beberapa produk jam, roti dan beberapa produk
berebntuk pasta. Perlakuan pasteurisasi cukup untuk inaktivasi sebagian besar jenis jamur dan
harus segera dikemas yang baik untuk mencegah terjadinya rekontaminasi.
1. Bahan diproses agar ber-Aw rendah (dengan penambahan gula, garam, dan
pengeringan)
2. Penambahan pengawet (antifungi)
3. Disimpan pada suhu rendah
4. Dipanaskan (pasteurisasi)
5. Perlakuan dengan tekanan tinggi
6. Kemasan modifikasi atmosfir
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga cara hidupnya sebagai
parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa,
kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak secara aseksual dan seksual.Berdasarkan
struktur dasarnya, fungi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu khamir (yeast), kapang (mold) dan
cendawan (mushroom).
Jamur atau fungi ada yang menguntungkan dan merugikan. Mikotoksin merupakan
kontaminan alami yang memiliki dampak yang negatif tehadap keamanan pangan dan pakan
secara global. Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti
bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. Ada lima jenis mikotoksin
yang berbahaya bagi kesehatan.
Pencegahan pencemaran pangan oleh jamur yaitu : Menghambat pertumbuhan dan inaktivasi,
Pencegahan kontaminasi selama proses produksi.
16
Daftar Pustaka
17