Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“MIKROBIOLOGI PANGAN”

Dosen pembimbing:

Zunidra, SKM, M.Kes


NIP. 196305241989032003

Disusun Oleh :
Gustriana Putri

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN DIII KESEHATAN LINGKUNGAN

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Mikrobiologi Pangan
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih pada
Zunidra,SKM, M.Kes selaku Dosen mata kuliah Penyehatan makanan minuman yang telah
memberikan tugas ini kepada saya .
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Mikrobiologi Pangan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di
waktu yang akan datang.

Jambi, Desember 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................1

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ..................................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah ............................................................................................................5

1.3 Tujuan ..............................................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan .........................................................6

2.2 Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan ........................................................7

2.3 Peran Negatif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan .......................................................9

2.4 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme ............................................11

2.5 Pengawetan Makanan ......................................................................................................15


2.6 Pengemasan Makanan ......................................................................................................16

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................17

3.2 Saran ................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia membutuhkan makanan untuk melakukan dan melaksanakan semua
aktivitasnya. Berbagai macam makanan dikonsumsi oleh manusia. Mulai dari makanan yang
berasal dari bahan alami dan langsung dimasak sampai makanan yang harus diolah oleh
pabrik terlebih dahulu. Banyak makanan yang memanfaatkan mikroba untuk proses
pembutannya entah itu bakteri maupun jamur. Kebanyakan, makanan produk olahan
menggunakan mikroba sebagai organisme yang memfermentasi. Jadi apabila, selama ini kita
selalu menganggap bahwa mikroba identik dengan kata bahaya dan penyakit, hal tersebut
salah.
Karena banyak mikroba yang berguna sebagai bahan pembuatan makanan
berfermentasi. Beberapa makanan yang memanfatkan mikroba adalah tempe, yogurt, susu,
nata de coco, tape dan masih banyak lagi. Oleh karena banyak sekali makanan yang
memanfaatkan mikroba dalam pembuatannya, maka terdapat ilmu yang khusus untuk
mempelajari mikroba-mikroba yang bermanfaat dalam pembuatan makanan olahan, yaitu
mikrobiologi pangan.
Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari mikrobiologi
yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan,
pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/ penangkapan/ pemotongan,
penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran, penghidangan sampai siap
dikonsumsi.

Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya bersamaan dengan kehadiran manusia di


muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak manusia dapat
memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan makanan dan timbulnya
keracunan makanan.

4
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa masalah, yaitu
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan?
2. Bagaimanakah peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan ?
3. Bagaimanakah peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan?

1.3. Tujuan
Dalam makalah ini diharapkan mencapai beberapa tujuan, yaitu
1. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan.
2. Untuk mengetahui peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan.
3. Untuk mengetahui peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan


Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba, baik memacu maupun menghambat pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH, aktivitas air (aw), potensial
oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa antimikrobia, dan struktur biologis.
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang berasal dari luar bahan pangan, baik
dari lingkungan penyimpanan, yang dapat mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan
mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH
= relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
Faktor ekstrinsik dapat dimanfaatkan untuk mengontrol pertumbuhan mikroorganisme
yang kurang menguntungkan. Menurut Nani (2010), Suhu penyimpanan bahan pangan dapat
mempengaruhi mutu bahan pangan tersebut. Suhu penyimpanan yang tepat dapat
menghambat kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan enzimatis. Penyimpanan
bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak selalu merupakan cara terbaik
untuk menghindari proses kerusakan bahan pangan. Sebagai contoh, buah pisang lebih baik
disimpan pada suhu 13 – 17°C dari pada suhu 5 – 7°C. Sebagian besar sayuran sebaiknya
disimpan pada suhu sekitar 10°C seperti kentang, seledri, kubis, dan lain-lain.
Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang
sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan bahan
pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan RH tinggi,
maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada lingkungan sehingga
tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan aw tinggi disimpan pada
lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan suhu, yaitu semakin tinggi
suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin rendah suhu, RH semakin tinggi.

6
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada
permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh yang tidak
dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami kerusakan pada
permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah
dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus menurunkan
RH lingkungan.
Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-lain.
Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia.
Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan mikrobia
yang tidak membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan CO2 disebut
obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2 untuk
pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada pengemasan
bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere Packaging) dan
modifikasi atmosfer (modified atmosphere).

2.2. Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan

Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan tertentu telah diketahui


semenjak beberapa abad yang lalu, terutama penggunaan beberapa jenis khamir dalam
industri alkohol, pembuatan roti, keju dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan cara-cara
pembuatan makanan fermentasi secara singkat untuk menjelaskan peranan mikroorganisme
yang memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia.

a). Pembuatan Oncom


Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan utama berupa
limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas singkong dan
ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat dipergunakan kapang tempe atau jamur
dengan bahan utama yaitu Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan oncom berwarna
hitam. Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora sitophila yang dapat
menghasilkan oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses pembuatan
oncom, Neurospora sitophila berperan untuk menguraikan pati, protein, dan lemak dengan

7
pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai gizi dari oncom sangat tergantung dari bahan
mentah yang dipergunakan (Tarigan, 1988).

b). Pembuatan Tempe


Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan protein,
mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopus didalam proses pembuatannya.
Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein, lemak
dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta protein
yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang dipengaruhi
oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh dengan cepat kapang
membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat pembuatan tempe juga perlu
memperhatikan kadar uap air. Uap air yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen ke
dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan kapang. Seperti yang sudah
dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang terlibat dalam proses
pembuatan tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat menghasilkan tempe
kedelai yang baik yaituRhizopus oryzae dan Rhizopus arrhizus, sedangkan untuk tempe
gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari komponen
kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar vitamin B (Tarigan, 1988).
c). Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang bersifat
menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya adalah
mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan kecap. Mikroorganisme yang
berguna dalam proses pembuatan kecap adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae, Aspergilus
wentii dan Monilia sitophia (Tarigan, 1988).
d). Pembuatan Tape
Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dengan bahan utama ketan
ataupun singkong dan ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro (1989) ragi

8
untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies
genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenula, dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangn Saccharomyces,
Candida danHansenula dapat menguraikan gula menjadi alkoholdan bermacam-macam zat
organic lainnya.Acetobacter dapat merombak alcohol menjadi asam. Bahan utama dari tape
ini merupakan bahan yang kaya akan amilum.
Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang mampu
merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh enzim yang
dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya akan menjadi asam
karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses perombakan molekul-molekul
zat yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh aktivitas-
aktivitas mikroba tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut dapat
dinamakan fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak
memerlukan oksigen sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.
e). Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis untuk merombak
subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas enzim yang
menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia yang terjadi di dalam
makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba, dihasilkan gas yan mudah dicium
baunya. Seperti yang ada pada prose pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak oleh golongan
bakteri proteolitik yakniAchromobacter dan Flavobacterium. Dengan demikian derajat
keasaman atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir fermentasi pembuatan
terasi tersebut (Tarigan, 1988).
2.3. Peran Negatif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya yang
menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit

9
atau keracunan pangan (menghasilkan toksin). Sebagai contoh adalah pertumbuhan jamur
pada roti dan kacang-kacangan selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan sayur-
sayuran, penyakit tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui air
yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan,
terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran, melalui
debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap
penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari sejak
ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan tanah.
Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan manusia,
termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan. Tanah
merupakan sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama bakteri
pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani (2010), Secara
umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus bakteri yang berasal
dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter, Clostridium,
Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus, Pseudomonas, Serratia,
Streptomyces, dan lain-lain. Genus jamur yang berasal dari tanah adalah Aspergillus,
Rhizopus, Penicillium, Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain. Sebagian besar
genus yeast berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan bulu
hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran dari lingkungan
di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena penyakit dengan
sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan penyakit.
Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka atau
infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu Staphylococcus,
dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang menderita atau baru
sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera dan disenteri, juga

10
merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai beberapa hari atau
beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat menjadi sumber
pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan
oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan yg
mengandung toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.
2. Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg mengandung
mikroorganisme patogen.

2.4. Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme


1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu
memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin.
Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini, dikenal ada 5 macam enterotoksin
yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak semua Strain S. aureus menghasilkan enterotoksin namun
semua strain berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang diperoleh dari ayam
menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella. Ada tiga varietas yang
berbeda daribakteri salmonella. (Salmonella typhimurium, salmonella suis kolera,
salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu, produk susu dan telur. Gejala
keracunan makanan ini termasuk mual, muntah dan diare.
Demam juga umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi
akan lebih cepat pada keadaan aerobik namun akan menurun apabila konsentrasi HNO2
meningkat. Gejala klinis keracunan Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan
dapat menjadi kasus serius tergantung respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang
termakan, dan status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureus yang
menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis
pada manusia. Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit pada manusia
adalah 20 ng dan toksin ini menyebabkan peradangan pada permukaan usus sehingga
memunculkan gejala-gejala klinis.

11
2. Keracunan makanan oleh Clostridium
Clostridium adalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan endospora.
Salah satu contoh bakteri Clostridium yang menyebabkan terjadinya keracunan
yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah nama bakteri yang biasanya
ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia. Clostridium
botulinum merupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval subterminal dibentuk
pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe
bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D,
E, F. Dan G.
Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada
daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga 30 persen. Toksin
dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya toksisitasnya sangat kuat
sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian. Toksin dapat
diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting
adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC
selama 6 menit, sedangkan tipe B pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora bakteri ini sering
ditemukan di permukaan buah-buahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk
batang tumbuh baik dalam kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak
berbahaya, yang berbahaya adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika
mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai, bicara
melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot. Gejala
botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot
lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan
dan gangguan pernafasan.
3. Infeksi oleh Salmonella
Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri
fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena mempunyai
flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006). Salmonella dapat
menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan (gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).

12
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang
tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah
peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita
akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan
baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan oleh
bakteriSalmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang
sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan
penyakit salmonella ini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air
panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah kemungkinan
besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri
telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-penyelidik.
Dengan menggunakan air minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan
dengan tidak memakan makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging
atau makanan-makanan lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada
Salmonella. Menghindari kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella
(contohnya, kura-kura, ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah tidak
kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara intravena, diperlukan. Jenis-
jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan (resisten)obat antibiotik karena
beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan menjadi resisten pada banyak antibiotik-
antibiotik (juga diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik yang biasanya dipilih
untuk merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones dan cephalosporins.
4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli
Eschericia coli merupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli patogen
dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah besar. Racun Ini adalah
racun-racun yang menyebabkan diare berdarah, gangguan pencernaan, sindrom hemolitik
uremik, gagal ginjal dan komplikasi medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan
Penyakit ringan sampai penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada tempat
infeksi dan kekuatan pasien.

13
Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan makanan, diare, penyakit saluran
kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan colangitis. Gejala E. coli adalah
diare, kram perut, mual dan muntah, mirip gejala pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada
anak-anak dan orang-orang dengan imunitas yang lemah, hal ini dapat memperburuk diare
parah dan masalah ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
 Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin. Menyebabkan
hemorhagic diarhea, gagal ginjal
 Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah
jenis Escherichia coli dan bakteri penyebab utama diare di negara berkembang.
Setiap tahun, sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi, terutama pada
anak-anak akibat ETEC.
 Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak menghasilkan
Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.
 Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat
invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke
sel-sel usus. Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat merusak dinding usus
melalui penghancuran sel mekanis.

5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)


Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillus sp., Fusarium sp.,
Penicillium sp., danMucor sp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan penyusunnya
terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh kapang, tetapi juga
oleh toksin yang dihasilkan kapang tersebut. Beberapa faktor yang mendukung terjadinya
kontaminasi kapang dan toksin pada makanan terutama adalah kelembapan dan suhu. Di
Indonesia, Aspergillus sp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang dominan mencemari
makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan cemaran kapang dan mikotoksin bisa
dilakukan melalui deteksi dini dengan inspeksi visual pada makanan dan bahan pangan,
serta manajemen yang baik adalah pilihan terbaik dibandingkan dengan pengobatan.

14
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis
mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin,
trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan A.
parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin. Faktor
ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat keracunan
mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit, zeolit, arang
aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk mengurangi
racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula digunakan. Sebaiknya
selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan elektrolit, vitamin, dan
gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif ketika
mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan pengemasan makanan.
2.5 Pengawetan Makanan
Cara dan usaha mengawetkan makanan telah lama dikenal dan dilakukan oleh
penghuni daerah dingin maupun daerah panas. Hal demikian dilakukan agar dapat mengatasi
musim dingin dan musim paceklik. Cara paling murah dan paling sederhana ialah dengan
cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah terik
matahari atau pemanasan dengan api. Contohnya kacang-kacangan, padi, kerupuk dll
dijemur terlabuh dahulu sampai kering kemudian disimpan di tempat yang kering pula.
Jelaslah, makanan yang mengalami pengeringan seperti contoh tersebut, merupakan kondisi
yang tdak baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan makanan dan
usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan. Mikroorganisme-
mikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi garam dapur yang berbeda-beda.
Maka secara eksperimental dapat diketahui bahwa pada umumnya mikroorganisme tidak
dapat hidup dalam larutan NaCl 5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati dalam

15
konsentrasi garam 30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan
menggunakan gula.
Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi bakteri yang osmofil
bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan dengan menggunakan asam-
asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang dari 6 atau lebih dari 8. Jamur tidak dapat
tumbuh dalam lingkungan basa lebih dari pH 8. Banyak jenis makanan cukup
dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kaleng. Pasteurisasi tidak
membunuh spora, akan tetapi dengan proses ini rasa dan aroma makanan tidak akan banyak
berkurang. Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam lemari es dimana suhunya kira-
kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).
2.6. Pengemasan Makanan
Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi oksigen
sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan dengan nitrogen atau karbon
dioksida. CAP dapat digunakan untuk pengemasan daging proses iris yang sulit dipisah-
pisahkan bila dikemas vakum. Sedangkan pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP)
adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan
keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini
menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak
digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta bahan-bahan
pangan yang siap santap (ready-to eat).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari segi
mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru dalam industri
kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak mahal (relatif
terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai estetika yang
dapat diterima dan sesuai untuk sistem distribusi.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
2. Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan makanan
berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya
3. Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan atau
kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan
(menghasilkan toksin).
3.2 Saran
1. Sebelum mengkonsumsi makanan, sebaiknya konsumen mengecek keadaan makanan,
apakah makanan tersebut masih layak dimakan ataukah tidak, layak di sini dalam artian
terdapat mikroba yang merugikan atau tidak. Karena makanan yang telah ditumbuhi
miroba yang merugikan, akan bersifat racun dan membahayakan bagi kesehatan
2. Janganlah selalu beranggapan bahwa semua mikroba adalah merugikan, namun ada
beberapa mikroba yang bermanfaat dalam pembuatan makanan berfermentasi

17
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Moch Agus Kresno. 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang. Penerbit : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Hanafi. Linda. 2011. Mikrobiologi Pangan. Dari http://linda-
haffandi.blogspot.com/2011/12/mikrobiologi-pangan.html (26/05/15)
Iqbalali.2008. Peran Mikroorganisme dalam Kehidupan.
Dari http://iqbalali.com/2008/02/18/peran-mikroorganisme-dlm-kehidupan/ (26/05/15)
Volk, Wesley A dan Wheeler, Margaret F. 1990. Basic Microbilogy fifth edition. Jakarta.
Penrbit Erlangga. (diterjemahkan oleh Soenartono Adisoemarto. 1990. Mikrobiologi Dasar
edisi kelima jilid 2).

18

Anda mungkin juga menyukai