Anda di halaman 1dari 12

TUGAS BIOREMEDIASI

TEKNIK BIOREMEDIASI (BIOREAKTOR MEMBRAN)

Disusun Oleh:
Kelas B1 / Kelompok 7
Oktavia Leily I. (J3M116102)
Widyana Ikhtiyari (J3M116131)
Hasna (J3M216151)
Femi A. Arisandi (J3M216161)

Dosen:
Ivone Wulandari Budiharto SSi MSi

Asisten Dosen:
Febram Gumari AMd
Monica Ayu R AMd
Restu Ihsan AMd

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran lingkungan merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi.
Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena adanya suatu kegiatan. Meningkatnya
kegiatan produksi kelapa sawit menyebabkan semakin banyak limbah yang dihasilkan
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Salah satu
metode pengolahan limbah yang dapat dilakukan untuk menanggulangi air yang
tercemar kelapa sawit adalah dengan teknik bioremediasi. Bioremediasi adalah proses
penguraian limbah (pencemar) menggunakan agen biologi (mikroba) yang dilakukan
dalam kondisi terkendali (controlled condition) (Komarawidjaja, 2009). Proses
bioremediasi dapat terjadi secara alamiah oleh mikroba yang terdapat pada
lingkungan tercemar (intrinsict bioremediation).
Metode atau teknik dalam bioremediasi kelapa sawit beraneka ragam salah
satunya yaitu bioreaktor. Bioreaktor merupakan suatu alat atau sistem berbentuk
bejana yang dapat mendukung aktivitas agensia biologis. Bioreaktor adalah operasi
unit utama untuk transformasi biokimia industri di mana bahan yang diolah
memodifikasi biotransformasi oleh aksi sel hidup atau oleh komponen seluler seperti
enzim (Pandey et al, 2008 dalam Saraswati, 2012). Bioreaktor yang digunakan
biasanya terbuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan aktivitas biokimia yang terjadi
di dalam bioreaktor seperti gelas atau stainless steel (Saraswati, 2012). Bioreaktor
dikenal juga dengan nama fermentor. Proses reaksi kimia yang berlangsung dapat bersifat
aerobik ataupun anaerobik. Pada proses penanggulangan kelapa sawit ini
menggunakan proses anaerob. Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ dan
in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik bahan-
bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut (Vidali,
2001 dalam Hardiani H, dkk 2011).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses bioreaktor membran
pada skala industri, macam-macam bioreaktor membran, kelebihan penggunaan
bioreaktor membran skala industri.

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini yaitu mengetahui penggunaan teknologi bioreaktor
dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit.
BAB II
METODE KERJA

Metoda penelitian yang diuraikan di bawah ini mencakup karakteristik limbah cair
pabrik kelapa sawit, sumber biomassa, bioreaktor anaerob, peralatan bioreaktor,
pengoperasian bioreaktor serta metoda analisa.

2.1 Sumber dan Karakteristik Limbah Cair


Limbah cair yang akan digunakan dalam penelitian ini berasal dari pabrik kelapa
sawit PT. Sei Pagar PTPN V Riau berlokasi di Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Di
samping itu, limbah padat berupa tandan kosong sawit dan pelepah sawit dimanfaatkan
sebagai media imobilisasi sel bakteri anaerob dalam bioreaktor.

2.2 Sumber Biomassa


Bakteri anaerob yang digunakan berasal dari lumpur bakteri anaerob pada kolam
kedua dan keempat Instalasi Pengolah Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar
PTPN V Riau. Lumpur biomassa kolam kedua IPAL diambil sebanyak 1 m3 dan
lumpur biomassa kolam keempat IPAL diambil sejumlah 1,5 m3 dimasukkan kedalam
bioreaktor. Lumpur bibit bakteri anaerob dimasukkan ke dalam ruang berpenyekat
sebanyak 0,5 m3 pada ruang sekat pertama dan kedua serta 1,5 m3 pada ruang sekat
ketiga. Bibit bakteri anaerob sebanyak 2,5 m3 tersebut diaklimatisasi dengan cara
menginjeksikan gas nitrogen kedalam bioreaktor. Proses ini dilakukan selama 20 hari
untuk memastikan bahwa bibit telah teraklimatisasi dengan baik terhadap limbah cair
tersebut.

2.3 Peralatan Bioreaktor Hybrid Anaerob


Bioreaktor hybrid anaerob yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai
volume total 4,5 m3 yang terdiri dari dua ruang sekat dengan volume masing- masing
sebesar 0,75 m3 dan satu ruang sekat dengan volume 3 m3, sedangkan volume cairan
efektif adalah sebesar 2,5 m3. Ruang sekat pertama dan kedua diperuntukkan sebagai
bioreaktor pertumbuhan bakteri anaerob tersuspensi, sedangkan ruang sekat ketiga
diperuntukkan sebagai bioreaktor pertumbuhan bakteri melekat yang dilengkapi
dengan media padat sebagai media imobilisasi sel. Media padat tersebut diisikan
sebanyak sepertiga dari ruang sekat. Ruang aliran arah kebawah dirancang sepertiga
dari ruang aliran keatas pada setiap ruang berpenyekat. Rancangan bioreaktor tersebut
secara rinci ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bioreaktor Hybrid Anaerob (BIOHAN)

Penyekat-penyekat yang dipasang secara vertikal memaksa agar aliran limbah cair
yang masuk dari bagian atas mengalir sesuai dengan bentuk pola aliran di dalam ruang
berpenyekat. Perjalanan aliran limbah cair tersebut kembali memaksa melewati bagian
atas penyekat dan begitu seterusnya sehingga mengalir keluar dari bioreaktor. Bakteri
anaerob di dalam bioreaktor cenderung terangkat dan terendapkan kembali akibat
terbentuk biogas selama proses biokonversi secara anaerob. Bakteri anaerob tersebut
akan bergerak secara perlahan ke arah horizontal sehingga terjadi kontak antara
biomassa aktif dan limbah cair yang masuk serta aliran keluar relatif bebas dari
padatan biomassa.

2.4 Tahap Penentuan Laju Alir Umpan Optimum Fasa Tunggal


Variabel proses yang digunakan adalah laju alir umpan limbah cair pabrik kelapa
sawit yakni 500 L/hari; 625 L/hari; 714 L/hari; 830 L/hari; 1000 L/hari; 1250 L/hari;
1667 L/hari dan 2500 L/hari dengan waktu tinggal hidraulik 1 ;1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4
dan 5 hari. Kondisi operasi bioreaktor hybrid anaerob pada suhu. ruang dan kontinu.
Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan
sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS,
volume gas dan komposisi biogas.

2.5 Lokasi dan Frekuensi Sampel


Parameter yang dikaji pada penelitian ini antara lain pH, suhu, COD, VSS, total
asam lemak volatil (TAV), alkalinitas, produksi biogas dan komposisinya. Jenis dan
frekuensi pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Parameter, lokasi dan frekuensi sampel

2.6 Metoda Analisa


Parameter yang diamati antara lain pH, suhu, asam lemak volatil yang dinyatakan
sebagai asam asetat, alkalinitas, COD total, konsentrasi biomassa sebagai VSS.
Parameter tersebut dianalisa sesuai dengan metoda standar (APHA, AWWA, WCF,
1992), sedangkan volume gas dengan metoda penampungan dengan larutan NaCl
jenuh.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Bioreaktor
Bioreaktor merupakan suatu alat atau sistem berbentuk bejana yang dapat
mendukung aktivitas agensia biologis. Bioreaktor yang digunakan biasanya terbuat
dari bahan yang tidak bereaksi dengan aktivitas biokimia yang terjadi di dalam
bioreaktor seperti gelas atau stainless steel (Saraswati 2012). Fungsi dari bioreaktor
yaitu menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba agar
menghasilkan produk yang diinginkan. Aktivitas mikroba yang perlu dikontrol
tersebut seperti mikroba dalam menghasilkan biomassa, menghasilkan enzim, dan
menghasilkan metabolit. Selain itu bioreaktor hendaknya mencegah adanya
kontaminasi lingkungan pada kultur.
Bioreaktor dapat diterapkan di skala lab dan skala industri. Jenis bioreaktor pada
skala industri diantaranya yaitu biorektor membran, bioreaktor berpengaduk (STR),
air-lift, fluidisasi, dan microcarrier. Bioreaktor membran merupakan kombinasi
antara proses pengolahan limbah secara biologis dengan proses membran. Bioreaktor
membran dikelompokkan menjadi tiga yaitu bioreaktor membran untuk pemisahan
biomassa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor membran ekstraktif. Ketiga
jenis bioreaktor membran ini memiliki fungsi masing-masing yang disesuaikan
dengan jenis limbah.

Gambar 1. Skema Tiga Tipe Bioreaktor Membran


(a.Bioreaktor membran pemisahan biomassa ; b. Bioreaktor membran aerasi ; c. Bioreaktor membran
ekstraksi)
Secara definitif membran memiliki arti sebagai lapisan tipis yang berada di antara
dua fasa dan berfungsi sebagai pemisah yang selektif. Pemisahan pada membran
bekerja berdasarkan perbedaan koefisien difusi, perbedaan potensial listrik,
perbedaan tekanan, atau perbedaan konsentrasi. Proses membran mikrofiltrasi (MF),
ultrafiltrasi (UF), reverse osmosis (RO), dan piezodialisis menggunakan perbedaan
tekanan sebagai gaya dorong (driving force). Proses membran lainnya menggunakan
perbedaan konsentrasi (pemisahan gas, pervaporasi, membran cair, dialisis),
perbedaan suhu (membran distilasi, termo-osmosis), dan perbedaan potensial listrik
(elektrodialisis) sebagai gaya dorongnya. Sebagai salah satu teknik pemisahan,
teknologi membran dalam aplikasinya dapat ditujukan untuk pemekatan, pemurnian,
fraksionasi, dan perantara reaksi (Wenten, 1994).
Saat ini aplikasi membran telah merambah ke berbagai industri diantaranya
industri logam (pengambilan kembali logam), industri makanan, bioteknologi
(pemisahan, pemurnian, sterilisasi, pengambilan produk samping), serta industri kulit
dan tekstil (pengambilan kembali bahan kimia dan panas). Pada industri pulp dan
kertas, membran berperan dalam pengambilan serat dan bahan kimia dan sebagai
pengganti proses evaporasi. Industri- industri lainnya yang juga telah menerapkan
teknologi membran adalah industri berbasis proses kimia (pemisahan materi organik,
pemisahan gas), industri farmasi dan kesehatan (organ buatan, control release,
fraksionasi darah, sterilisasi, pemurnian air) dan proses penanganan limbah (Wenten,
1994).
Bioreaktor hibrid anaerob pada pengolahan air limbah kelapa sawit ini termasuk
gabungan antara bioreaktor membran pemisahan biomassa dan bioreaktor membran
aerasi. Bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa merupakan bioreaktor
membran yang aplikasinya paling luas dibandingkan dua bioreaktor membran
lainnya. Saat ini bioreaktor membran untuk pemisahan biomassa telah diaplikasikan
hingga skala industri. Sedangkan bioreaktor membran aerasi membutuhkan media
sebagai pelekat mikroorganisme (Wenten, 1994). Bioreaktor hibrid anaerob
digunakan pada air limbah kelapa sawit karena energi yang dibutuhkan relatif tinggi
jika hanya menggunakan salah satu dari sistem bioreaktor. Dan diharapkan dari sitem
bioreaktor tersuspensi dapat mendegradasi senyawa organik menjadi asam asetat
yang kemudian sistem bioreaktor melekat mendegradasi asam asetat menjadi gas
metan dan karbondioksida.
Bioreaktor hibrid anaerob merupakan penggabungan antara sistem pertumbuhan
tersuspensi dan pertumbuhan melekat. Pada sistem tersuspensi, mikroorganisme
tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi di dalam fasa cair (Ahmad, 1994
dalam Rio, dkk 2015). Sedangkan pada sistem pertumbuhan melekat, biomassa yang
terbentuk melekat pada media pendukung dan tetap tinggal dalam unit proses
(Widjaja, 2012 dalam Rio, dkk 2015). Mikroorganisme tumbuh dan berkembang
pada permukaan media pendukung tersebut dengan membentuk lapisan biofilm.
Media pendukung tempat melekatnya mikroorganisme terdapat berbagai jenis bahan
padat yaitu batu kerikil, karbon aktif, pasir, ring polivinil klorida (PVC) dan bahan
padat lainnya dalam berbagai bentuk (Ahmad, 1994 dalam Rio, dkk 2015).
Di dalam bioreaktor telah dimanfaatkan tandan kosong kelapa sawit sebagai
media pertumbuhan mikroorganisme. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
merupakan limbah pertanian dengan kadar selulosa yang tinggi, sehingga berpotensi
untuk dikonversi menjadi berbagai macam produk. Salah satu senyawa kimia yang
dapat dihasilkan dari selulosa TKKS adalah asam laktat. Asam laktat merupakan
bahan baku utama dalam pembuatan polimer biodegradable berupa polilactic acid
(PLA). Salah satu sumber selulosa yang sangat berlimpah di Indonesia adalah tandan
kosong kelapa sawit. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan
dihasilkan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebanyak 22 – 23% atau sebanyak
220 – 230 kg. Menurut Sudayani, dkk (2013) dalam Rahmayyety (2015) komposisi
kimiawi tandan kosong kelapa sawit adalah 37,26 % selulosa, 14,62% hemiselulosa,
31,68% lignin, 1,34% zat ekstraktif dan 6,69% abu (Sudiyani, dkk, 2013 dalam
Rahmayyety, dkk 2015 ). Melihat kandungan selulosa dan hemiselulosa yang cukup
tinggi, maka tandan kosong kelapa sawit mempunyai potensi yang besar sebagai
sumber glukosa, dimana glukosa dapat dikonversikan menjadi asam laktat dan asam
laktat dapat dipolimerisasi menjadi PLA (Poly lactic acid). Polylactic acid (PLA)
merupakan polimer yang sebaguna, biodegradable, alifatik poliester yang berasal
dari 100 % sumber daya terbarukan (Lopes & Jardini, 2012 dalam Rahmayyety 2015
). PLA dapat dijadikan alternatif pengganti polimer konvensional seperti
polyethylene (PE), polypropylene (PP), polyethylene terephthalate (PET) dan
polystyrene (PS) (Carrasco, 2010 dalam Rahmayyety 2015). PLA diperoleh dari
asam laktat yang berasal dari gula, pati-patian, selulosa dan gliserin sisa biodiesel
(Lasprilla,dkk.,2012 dalam Rahmayyety, 2015). Selulosa merupakan biomassa yang
sangat berlimpah.

3.2 Jenis-jenis Bioreaktor Berdasarkan Penambahan Substrat


Bioreaktor memiliki 3 jenis berdasarkan pengoperasiannya diantaranya yaitu
bireaktor kontinyu, batch, dan semi batch (Yuwono, dkk 2013). Berikut merupakan
penjelasan pada masing-masing jenis bioreaktor :
a. Bioreaktor Continous
Pemberian nutrisi secara kontinyu atau berkala dalam jangka waktu
tertentu.Volume nutrisi dalam reaktor harus tepat antara nutrisi yang dikeluarkan
dan dimaukkan (eqivalen).
b. Bioreaktor Batch
Bioreaktor batch ini terjadi pada sistem anaerob. Pada bioreaktor batch
inokulen dan nutrisi yag akan digunakan untuk pertumbuhan mikroba dicampur
dalam satu bejana yang memiliki kondisi suhu, pH, dan pencampuran optimum.
c. Bioreaktor Fed Batch
Pemberian nutrisi pada saat fase yang dibutuhkan.

3.3 Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Mikroorganisme pada Bioreaktor
1. Temperature
Proses pembentukan metana bekerja pada rentang temperatur 30-40°C.
2. pH (keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang
pH optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang
tidak menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan
dapat bekerja pada pH antara 5 hingga 8,5.
Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu tahap pambentukan
asam dan tahap pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat
penting. Tahap pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan
ini cukup besar akan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil
metana. Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan penambahan kapur.
3. Konsentrasi substrat
Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur
dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme,
unsur-unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substart). Konsentrasi
substrat dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang
optimum dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi
substrat.
Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga
mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi
akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat
kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim.
4. Racun
Bakteri metanogen tidak dapat betahan terhadap senyawa sulfida karena
konsentrai senyawa lebih dari 2000 mg/l akan meracuni bakteri metanogen.

3.4 Pengaplikasian Bioreaktor dalam Skala Industri


3.4.1 Karakteristik Limbah Limbah Kelapa Sawit
Pada bagian ini dikaji tentang karakteristik limbah cair yang akan
digunakan sebagai umpan bioreaktor hybrid anaerob. Limbah cair yang digunakan
adalah limbah cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V Riau dengan
karakteristik seperti ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sei Pagar PTPN V

Parameter Besaran Satuan


pH - 5,6
Asam Lemak Volatil mg/L 250,8
Alkalinitas mg/L 114
Padatan Total (TS) mg/L 7.100
Padatan Tersuspensi Total (TSS) mg/L 7.000
Padatan Tersuspensi Volatil mg/L 1.700
(VSS)
COD total mg/L 50.000

Tabel 2 menunjukkan bahwa limbah cair pabrik kelapa sawit yang akan diolah
dengan bioreaktor hybrid anaerob mempunyai kandungan organik yang tinggi dan
bersifat asam. Berdasarkan kandungan senyawa organik tersebut maka proses
biokonversi yang sesuai adalah proses anaerob. Menurut Malina dan Pohland
(1992) dalam Ahmad, dkk (2011) bahwa limbah cair yang mengandung COD di
atas 3000 mg/L lebih baik diolah secara anaerob dibandingkan dengan proses
aerob. Hal ini disebabkan bahwa biokonversi limbah cair dengan kandungan COD
di atas 3000 mg/L secara aerob membutuhkan energi yang besar untuk proses
aerasi.

3.4.2 Lokasi yang Sesuai pada Penggunaan Bioreaktor Membran


Metode yang dikembangkan mengacu pada prinsip penentuan tata letak
lokasi industri. Memperhatikan faktor ketersediaan bahan baku, kemudahan
akses, serta urgensi bagi masyarakat sekitar yang sangat membutuhkan bioenergi
sebagai bahan bakar dengan memperhatikan faktor lingkungan strategis.

3.4.3 Kelebihan
1. Teknologi memiliki potensi yang besar dalam aplikasi yang luas
Aplikasi luas tersebut termasuk kota, pengolahan air limbah industri,
dan pencernaan limbah padat.
2. Dapat diaplikasikan di lahan yang sempit
3. Membran filtrasi mampu menahan konsentrasi biomassa lebih tinggi
dengan menggunakan bioreaktor berukuran lebih kecil
4. Dapat mengurangi kontaminan yang tinggi

3.4.4 Kekurangan
1. Biaya operasional yang tinggi, serta tidak dapat menerima toksik
2. Memiliki hambatan dalam proses penumbuhan jenis mikroorganisme
yang sesuai dan tepat akan syarat desain fisik bangunan.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Bioreaktor membran merupakan Bioreaktor adalah operasi unit utama untuk
transformasi biokimia industri di mana bahan yang diolah memodifikasi
biotransformasi oleh aksi sel hidup atau oleh komponen seluler seperti enzim.
Bioreaktor membran dikelompokkan menjadi bioreaktor membran pemisahan
biomasa, bioreaktor membran aerasi, dan bioreaktor membran ekstraksi. Bioreaktor
membran ini telah diaplikasikan di berbagai jenis industri seperti industri kelapa
sawit. Bioreaktor efektif digunakan karena mampu mengurangi umlah kontaminan
yang tinggi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, dkk. 2011. Biokonversi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan
Bioreaktor Hybrid Anaerob Fasa Tunggal. Jurnal Prosiding Sntk Topi.
ISSN.1907-0500.
Hardiani H, dkk. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah
Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Jurnal
Selulosa. Vol 1(1).
Komarawidjaja. 2009. Karakteristik Dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal
Dalam Media Mengandung Minyak Bumi. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol
10(1).
Rahmayyety. 2015. Sintesa Asam Laktat Berbahan Baku Tandan Kosong Kelapa
Sawit Menggunakan Trichoderma Reseei Dan Lactobacillus
Acidipillus. Jurnal Ftumj. ISSN : 2407 – 1846.
Rio, dkk. 2015. Uji Kinerja Bioreaktor Hibrid Anaerob Dua Tahap Pada Pengolahan
Limbah Cair Industri Sagu Dengan Variabel Beban Kejut (Shock Loading).
Jom Fteknik. Vol 2(2).
Saraswati. 2012. Kajian Potensi Penggunaan Bioreaktor Senyawa Ajmalisin Suatu
Contoh Produksi Metabolit Sekunder Tanaman Obat. Jurnal Kefarmasian
Indonesia. Vol 2(1).
Wenten. 1994. Teknologi Membran Dalam Pengolahan Air Dan Limbah Industri.
Bandung (ID) : Departemen Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung.
Yuwono, dkk. 2013. Perancangan Sistem Pengaduk Pada Bioreaktor Batch untuk
Meningkatkan Produksi Biogas. Jurnal Teknik Pomits. Vol 2(1).

Anda mungkin juga menyukai