Dokumen - Tips - Data-Sungai Jangkok
Dokumen - Tips - Data-Sungai Jangkok
PENDAHULUAN
1
kawasan Jangkok berkisar antara 1.339 mm sampai dengan 2.729 mm,
dengan curah hujan maksimum adalah 63 mm sampai dengan 116 mm.
2
Tabel 1.2 Hujan Total Tahunan Pada DAS Jangkok
(Metode Thiessen)
No. Tahun Curah Hujan Tahunan (mm)
1 2006 2,042
2 2005 2,729
3 2004 2,460
4 2003 2,749
5 2002 1,387
6 2001 1,820
7 2000 2,202
8 1999 2,490
9 1998 2,045
10 1997 1,339
Sumber : Hasil Perhitungan
BAB II
ANALISA HIDROLOGI
2.2 HIDROKLIMATOLOGI
2.2.1 CURAH HUJAN RERATA DAERAH
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
hidrologi, karena nilai curah hujan ini yang diproses menjadi aliran di
sungai, baik melalui limpasan permukaan (runoff), aliran antara (interflow)
3
maupun aliran air tanah (groundwater flow). Data hujan yang digunakan
adalah data hujan rerata daerah yaitu hujan yang berpengaruh terhadap suatu
DAS yang diperoleh dari satu atau lebih stasiun penakar hujan yang terdapat
di sekitar DAS. Untuk menghitung besaran hujan rerata daerah dapat
ditempuh dengan berbagai cara yang lazim digunakan, yaitu :
Rerata Hujan
Merupakan cara perhitungan yang paling sederhana, namun hasil yang
diberikan tidak teliti. Hal ini dikarenakan setiap stasiun dianggap memiliki
bobot yang sama. Cara ini hanya dapat digunakan bila hujan yang terjadi
pada suatu DAS adalah homogen dan variasi tahunannya tidak terlalu besar.
Dengan :
P : hujan rerata daerah (mm)
P1 ,P2,Pn : curah hujan masing-masing stasiun (mm)
n : jumlah stasiun hujan
karena curah hujan di Indonesia sangat bersifat setempat dengan variasi ruang
yang sangat besar, maka cara ini tidak dapat digunakan.
Polygon Thiessen
Prinsip dari cara poligon thiessen adalah memberikan bobot tertentu
untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan
dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu. Luas
tersebut merupakan faktor koreksi (weighing factor) bagi hujan di stasiun
yang bersangkutan.
Perhitungan curah hujan daerah dengan cara ini dirumuskan sebagai berikut:
4
𝐴1.𝑃1+𝐴2.𝑃2+⋯+𝐴𝑛.𝑃𝑛
P = 𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛
𝐴1.𝑅1+𝐴2.𝑅2+⋯+𝐴𝑛.𝑅𝑛
R = 𝐴1+𝐴2+⋯+𝐴𝑛
R = W1.R1+W2.R2+…+Wn.Rn
dengan :
R : Curah hujan daerah
R1,R2, …,Rn : Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah
titik- titik pengamatan
A1,A2, …,An : Bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
W1,W2, …,Wn : A1/A,A2/A, …An/A
Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki
curah
hujan yang sama pada saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara
perhitungannya sama dengan cara poligon thiessen, kecuali dalam penetapan
besaran faktor koreksinya. Hujan ditetapkan sebagai hujan rerata antara dua
buah isohyet. Faktor koreksi dihitung sebagai luas relatif bagian DAS yang
dibatasi oleh isohyes derhadap luas DAS. Kesulitan dari cara ini adalah
kesulitan dalam setiap kali harus menggambar kan garis isohyet dan juga
masuknya unsur subyektifitas dalam penggambaran isohyet.
Dalam perakteknya, cara yang terbaik yang digunakan dalam penghitungan
curah hujan rerata daerah adalah dengan cara poligon thiessen karena cara ini
mempertimbangkan/memperhitungkan daerah pengaruh tiap-tiap titik
5
pengamatan yang notabene tiap titik pengamatan didalam daerah studi tidak
tersebar merata.
Sk = ∑ (Yi – Yrerata)2
Sk ** = Sk / Dy
Dy2 = ∑ (Yi – Yrerata)2 / n
Q = / Sk ** maks/
R = Sk ** maks - Sk ** min
6
Tabel berikut ini merupakan batasan yang diberikan untuk metode
RAPS, yakni menunjukkan hubungan antara jumlah runtun data “ n “
(tahun) dengan nilai Q/n0.5 dan R/n0.5.
Tabel 2.1 Hubungan Antara Jumlah Runtun Data dengan Nilai Q/n0.5 dan
R/n0.5
Q/n0.5 R/n0.5
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1.050 1.140 1.290 1.210 1.280 1.380
20 1.100 1.220 1.420 1.340 1.430 1.600
30 1.120 1.240 1.480 1.400 1.500 1.700
40 1.140 1.270 1.520 1.440 1.550 1.780 Hasil
100 1.170 1.290 1.550 1.500 1.620 1.850 uji
konsistensi data dengan metode Rescalled Adjusted Partial Sums (RAPS)
untuk data hujan pada DAS Jangkok adalah seperti ditabelkan berikut ini.
Tabel 2.2 Hasil perhitungan uji konsistensi data pada DAS jangkok (metode
RAPS)
Hasil Uji
No. Uraian C.H. Total C.H. Max.
Tahunan Tahunan
1 Jumlah data (n) 10 10
2 Dy 476.95 19.57
7
3 Sk ** mak 1.306 1.829
4 Sk ** min -1.651 -1.693
5 Q 1.306 1.829
6 R 2.957 0.136
7 Q/n0.5 hitung 0.413 0.578
8 R/n0.5 hitung 0.935 0.136
9 Q/n0.5 kritis 1.05 1.05
10 Q/n0.5 kritis 1.21 1.21
Keputusan diterima diterima
Dari hasil pengujian terlihat bahwa data hujan total tahunan dan maksimum
tahunan dapat diterima karena nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis,
sehingga data tersebut dinyatakan tidak mengalami penyimpangan terhadap
nilai rata-ratanya dan bisa digunakan sebagai dasar perhitungan selanjutnya.
Metode Uji F
Uji F dengan analisa variansi yang bersifat dua arah,dengan hipotesa sebagai
berikut :
Hipotesa 1 : H0 = hujan homogen dari bulan ke bulan
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan
Hipotesa 2 : H0 = hujan homogen dari tahun ke tahun
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun
dengan :
X’i : harga rata-rata untuk bulan i
X’j : harga rata-rata untuk tahun j
8
X’ : harga rata-rata untuk keseluruhan
Xij : harga pengamatan untuk bulan i pada tahun j
n : banyaknya pengamatan perbulan (tahun)
k : banyak bulan
Hasil uji konsistensi data dengan metode uji F untuk data hujan pada DAS
jangkok ditabelkan berikut ini :
Tabel 2.3 Hasil perhitungan uji-F terhadap data hujan pada DAS
jangkok
Hasil Uji
No. Uraian
C.H. Total Tahunan C.H. Max. Tahunan
1 Jumlah tahun (n) 10 10
2 Jumlah bulan (k) 12 12
3 a 0.05 0.05
Hasil uji-F sebagaimana terlihat pada tabel di atas menunjukkan bahwa data
curah hujan total tahunan adalah tidak homogen untuk data anyar bulan
sedangkan untuk data antar tahunannya adalah homogeny. Untuk data curah
hujan maksimum tahunan bahwa baik data antar tahun maupaun antar
bulannya merupakan data yang tidak homogen.
9
Sebagai kesimpulan bahwa data hujan untuk semua stasiun hujan dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan sebagaimana telah disimpulkan pada
pengujian RAPS.
10
δ = standar deviasi
K = factor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang
(return periode) dan tipe distribusi frekuensi.
𝑌𝑡−𝑌𝑛
𝐾= 𝑆𝑛
dengan,
Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln (- Ln (T-1) / T)
Yn = reduced mean sebagai fungsi banyaknya data n
Sn = reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data
11
Koefisien asimetri :
𝑛 𝛴 (log 𝑋 − 𝑙𝑜𝑔𝑋̅)3
𝐶𝑠 =
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2)(𝛿 log 𝑋)3
Nilai x dibagi setiap tingkat probablitas daihitung dari persamaan :
log 𝑋̅ = log 𝑋 + 𝐾. 𝛿 log 𝑋
Dstribusi frekuensi kumulatif akan tergambar sebagai garis lurus
pada kertas log normal jika koefisien asimetri Cs = 0
Pada table di bawah ini disajikan hasil perhitungan curah hujan
rancangan dari kedua metode tersebut di atas.
Tabel 2.4 Curah Hujan Rancangan Daeraah Sliran Sungai
Jangkok
Curah Hujan Rancangan (mm)
No Kala Ulang (tahun) E.J. Gumbel Log Pearson III
1 2 76.996 78.214
2 5 101.612 96.745
3 10 117.910 107.484
4 25 138.503 119.755
5 50 153.780 128.128
6 100 168.944 135.928
7 200 184.052 143.322
8 500 203.985 149.153
9 1000 219.050 159.405
Sumber : Hasil Perhitungan
12
Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui
suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi.
Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui :
Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi
yang diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.
Kebenaran hipotesa (diterima/ditolak)
Hipotesa adalah perumusan sementara terhadap suatu hal untuk
menjelaskan hal tersebut, ke arah penyelidikan selanjutnya. Untuk
mengadakan pemeriksaan uji diawali dengan ploting data dari hasil
pengamatan pada kertas probabilitas dan durasi yang sesuai.
Tahapan plotting data dan garis durasi pada kertas probabilitas
sebagai berikut :
Data hujan maksimum harian rerata tiap tahun disusun dari
kecil ke besar.
Probabilitas dihitung dengan Persamaan Weibul.
𝑚
𝑃= 𝑥 100%
𝑛+1
Dengan,
P = probabilita(%)
m = nomor urut data dari seri data yan telah disusun
n = jumlah data
Plot data hujan Xi dan probabilitas
Plot persamaan analisis frekuensi yang sesuai
2
(𝐸𝑓 − 𝑂𝑓)2
𝑋 =∑
𝐸𝑓
dengan,
13
𝑋 2 = harga Chi – Square
𝐸𝑓 = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai
dengan pembagian kelasnya.
Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Nilai 𝑋 2 yang didapat, harus lebih kecil dari harga 𝑋 2 kritis untuk
suatu derajat nyata tertentu (level og significance), yang diambil
sebsar 5%.
Derajat kebebasan ini secara umun dapat dihitung dengan
persamaan :
DK = K − (P + 1)
dengan:
DK = Derajat kebebasan
K = Banyak kelas
P = Banyaknya keterikatan atau parameter, untuk sebaran Chi-Square
14
2 Derajat Chi-Square
5% 5% 5.991 5.991
signifikan, a hitung
3 Kritis, Derajat
0.410 0.410 1 1
Pkritis bebas, v
4 Derajat
5% 5%
signifikasi, a
Keputusan ditolak diterima Keputusan ditolak diterima
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari hasil pengujian terlihat bahwa curah hujan rancangan untuk metode
E.J.Gumbel tidak dapat diterima atau dipakai dalam perhitungan debit
banjir rancangan.
15
T = waktu hujan dari permulaan hujan sampai jam ke (jam)
R24 = besarnya hujan selama 24 jam (mm)
(Angka 4, merupakan lamanya hujan terpusat di DAS Jangkok).
Tabel 2.6 Rasio Distribusi Hujan Tiap Jam Pada DAS Jangkok
Jam Ke- Rasio (%) Komulatif rasio (%)
1 63.00 63.00
2 16.37 79.37
3 11.49 90.86
4 9.14 100.00
Sumber: Hasil Perhitungan
15,7
f= 1−( 4 )
Rt3
dengan:
Rt = besarnya curah hujan rancangan pada kala ulang 1 tahun.
Dalam hal ini, koefisien pengaliran akan mengikuti ketentuan dari Dr.
Kawakami karena selain memperhatikan kondisi sungai, nilai koefisiennya
tidak konstan atau terdapat perubahan dimasing-masing kala ulang
tergantung dari besarnya hujan rancangan pada kala ulang tersebut.
16
Tabel berikut ini menunjukkan besarnya nilai koefisien pengaliran untuk
Daerah Aliran Sungai Jangkok.
17
besarnya hujan netto (Rn) adalah koefisien pengaliran (f) dikalikan dengan
intesitas hujan (R) pada masing-masing kala ulang.
18
Karakteristik daerah pengaliran sungai yang diperlukan dalam metode
Nakayasu adalah:
1. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time
to peak magnitude).
2. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf.
3. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph).
4. Panjang alur sungai utama yang terpanjang (length of the longest
channel).
5. Koefisien pengaliran.
Tg adalah time log, yaitu waktu antara hujan sampai dengan debit puncak
banjir (jam).
19
𝑇𝑔 = 0,40 + 0,058𝐿
2. Sungai dengan panjang kurang dari 15 km
tg = 0,21 ∙ L0,70
∝ = parameter hidrograf
tr = satuan waktu (1 jam)
Qt = Qmax ∙ 0,3[(t−Tp)⁄T0,3 ]
Untuk, (Tp + T0,3 ) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + T0,3 2 ) maka
Qt = Qmax ∙ 0,3[(t−Tp+0,5∙T0,3)⁄(1,5∙T0,3)]
Untuk, t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5 ∙ T0,3 ) maka
Qt = Qmax ∙ 0,3[(t−Tp+0,5∙T0,3)⁄(2∙T0,3 )]
Hasil perhitungan debit banjir rancangan untuk berbagai kala ulang pada
Daerah Aliran Sungai Jangkok dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 2.9 Debit Banjir Rancangan Untuk Berbagai Kala Ulang Pada
Daerah Aliran Sungai Jangkok.
Kala Ulang Q Banjir
No.
(Tahun) Rancangan (m3/dt)
1 2 125.037
2 5 182.030
3 10 216.136
4 25 255.895
5 50 283.443
20
6 100 309.378
7 200 334.182
8 500 353.887
9 1000 388.803
10 PMP 1139.173
Sumber: Hasil Perhitungan
BAB III
ANALISA HIDROLIKA
21
Dasar perhitungan yang ideal untuk mengetahui profil aliran ini adalah
dengan mengacu pada teori bahwa kehilangan tinggi tekan pada suatu
penampang sama seperti pada aliran seragam dengan kecepatan dan jari-jari
hidrolik yang sama. Namun, kelemahan dari anggapan ini adalah jika pada
suatu section penampang mengalami suatu penurunan kecepatan yang di
akibatkan oleh besar kecilnya penampang sungai ataupun teejadi ketidak
seragaman elevasi dasar sungai, maka anggapan ini akan menyebabkan
kesuliatan seorang perancana dalam menganalisa profil aliran.
22
Pada saluran alam (sungai) biasanya perlu dilakuakan penelitian lapangan
untuk mengumpulkan data yang di perluakan pada setiap penampang yang
perlu dihitung. Perhitungan di lakukan tahap demi tahap dari suatu pos
pengmat ke pos berikutnunya yang sifat-sifat hidroliknya telah di tetapkan.
Dalam hal ini jarak setiap pos diketahui dan dilakukan penentuan kedalaman
aliran di tiap pos. cara seperti ini biasanya dibuat dengan melakukan
perhitungan coba-coba (trial and eror). Untuk menjelasakan hal ini
dianggap bahwa permukaan air terletak pada suatu ketinggian dari bidang
datar.
Dari Gambar 3.1 di atas, tinggi muka air diatas bidang pada kedua ujung
penampang adalah :
Z1 = So ∆x + y1 + z2 dan Z2 = y1 + z2
Kehilangan tekanan akibat gesekan adalah :
h1 = Sf ∆x = 0.5 (S1 + S2 ) ∆x
dengan kemiringan gesekan Sf diambil sebagai kemirngan rata-rata pada
kedua ujung penampang, atau Sf.
23
Persamaan di atas dapat digabungkan dengan ditulis sebagai berikut :
Z1 + β1 (V12/2g) = Z2+ β2 (V22/2g) + hf + he
Dengan he ditambahkan untuk kehilangan tekanan akibat pusaran, yang
cukup besar pada saluran tak prismatic. Sampai kini belum ada metode
rasional untuk menghitung kehilangan tekanan akibat pusaran . untuk
mempermudah perhitungan , he dianggap seagai bagian dari kehilangan
tekanan akibat gesekan dan nilai n dari manning akan meningkat pula dalam
menghitung hf. lalu dalam menghitung he di ambil nol. Tinggi tekanan total
pada kedua ujung penampang adalah :
H1 = Z1 + β1 (V12/2g) dan H2 = Z2+ β2 (V22/2g)
Maka persamaan tersebut menjadi : H1 = H2 + hf + he
24
𝑰𝟏 +𝑰𝟐 .𝒕 𝑸𝟏 +𝑸𝟐 .𝒕
− = 𝑺𝟏 − 𝑺𝟐
𝟐 𝟐
Mengingat debit dan besarnya penampungan dapat dinyatakan sebagai
fungsi dari dalamnya air, maka hubungan antara besarnya penampungan “S”
dan debit “Q” dinyatakan sebagai berikut:
S=K.Q
Umpamanya angka perbandingan aliran masuk dan aliran keluar yang
mempengaruhi besarnya penampungan itu berturut-turut X dan (1-X), maka:
S= K . {X + (1 – X) . O}
Pada sungai alam, 0 < X < 0,50
Biasanya pada X berkisar antara 0,1 s/d 0,3, kadang-kadang harga X
menunjukkan harga negatif, yang mana makin curam kemiringan sungai
maka makin besar harga X nya.
Apabila permulaan dan akhir waktu adalah “t” dan besarnya penampungan
adalah “S1” dan “S2”, maka :
S1= K . {X . I1+(1-X).O1}
S2= K . {X . I2+(1-X).O2}
Dengan menghilangkan S1 dan S2, didapat :
Q2 = Co . I2 + C1 . I1 + C2 . Q
dengan :
𝑲. 𝑿 − 𝟎, 𝟓. 𝒕
𝑪𝟎 = −
𝑲 − 𝑿 + 𝟎, 𝟓 . 𝒕
𝑲. 𝑿 − 𝟎, 𝟓. 𝒕
𝑪𝟏 =
𝑲 − 𝑲. 𝑿 + 𝟎, 𝟓 . 𝒕
𝑲 − 𝑲. 𝑿 − 𝟎, 𝟓. 𝒕
𝑪𝟐 =
𝑲 − 𝑲. 𝑿 + 𝟎, 𝟓 . 𝒕
K adalah harga satuan waktu sebagai koefisien penampungan yang kira-kira
sama dengan waktu perpindahan banjir dalam bagian sungai. Harga K dan X
dapat diperoleh dari harga-harga debit I dan O yang diukur Berhubung
kelangkaan data-data debit otomatis pada daerah studi, maka waktu
perambatan banjir dianggap sama dengan periode hujan yang akan
menyebabkan debit banjir, dengan rumus t = K.
25
T= L / V
dengan :
L = Panjang sungai (m)
V = Kecepatan perambatan (m/dt)
T = K = Waktu perambatan banjir (detik)
Berikut ini disajikan hasil perhitungan penelusuran banjir untuk Sungai
Jangkok.
Langkah-langkah perhitungan:
1. Dicari Nilai K dan X
2. Hitung nilai C0, C1, dan C2 dengan rumus berikut :
𝐾. 𝑋 − 0,5. 𝑡
𝐶0 = −
𝐾 − 𝑋 + 0,5 . 𝑡
𝐾. 𝑋 − 0,5. 𝑡
𝐶1 =
𝐾 − 𝐾. 𝑋 + 0,5 . 𝑡
𝐾 − 𝐾. 𝑋 − 0,5. 𝑡
𝐶2 =
𝐾 − 𝐾. 𝑋 + 0,5 . 𝑡
3. Selanjutnya Kontrol : C0 + C1 + C2 = 1
4. Selanjutnya hitung (Co . I2) , (C1 . I1) dan (C2 . Q2)
5. Selanjutnya hitung (Outflow) Q2 = Co . I2 + C1 . I1 + C2 . Q2
Nilai hasil perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel-tabel yang
ada di lampiran.
26
Akan tetapi pada beberapa sungai, seperti pada lokasi embung, tidak didapatkan
alat tersebut. Maka untuk mengetahui besaran debit yang mengalir maka bisa
dilakukan perhitungan secara empiris. Di indonesi metode yang sering dilakukan
adalah metode dari DR. FJ Mock, metode NRECA dan metode Tanki (Tank
model). Metode DR FJ Mock paling sering digunakan terutama di daerah dengan
intensitas tinggi sampai sedang seperti daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa dan
Bali. Sedangkan metode NRECA banyak dilakukan di daerah dengan curah hujan
rendah seperti di daerah nusa tenggara. Sedangkan metode Tanki jarang digunakan
karena dibutuhkan data yang sangat komplek/detail terutama mengenai jenis tanah
dan vegetasinya. Dalam analisa ini dipakai metode dari DR FJ Mock.
Metode Simulasi Mock
Metode simulasi mock ini memperhitungkan data curah hujan,
evapotranspirasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai, dengan
asumsi dan data yang diperlukan sebagai berikut:
1. Evapotranspirasi terbatas
Evapotranspirasi terbatas adalah evapotraspirasi aktual dengan mempertimbangkan
kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta curah hujan.
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas ini diperlukan data:
- Curah hujan setengah bulanan (P)
- Jumlah hari hujan setengah bulanan (n)
- Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa
tanah dalam satu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap
sebesar 4 mm.
- Exposed surface (m %), ditaksir dari peta tata guna tanah, atau dengan asumsi:
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk
lahan sekunder
m = 10-40% untuk lahan yang terisolasi
m = 20-50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Persamaan Evapotranspirasi terbatas sebagai berikut:
Et = Ep – E ………………….(1)
Er = Ep (d/30) ………………….(2)
Dari data n dan d stasiun hujan disekitar proyek akan diperoleh persamaan sebagai
berikut:
27
d = an+b ………………….(3)
Dimana a dan b adalah konstanta akibat hubungan n (jumlah hari hujan) dan d
(jumlah permukaan kering)
Substitusi dari persamaan (3) dan (2), diperoleh:
Er/Ep = m/30 . (a.n + b) ……….(4)
2. Keseimbangan Air di permukaan Tanah
Keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh jumlah air yang masuk ke dalam
permukaan tanah dan kondisi tanah itu sendiri. Data yang diperlukan adalah:
P – Et , adalah perubahan air yang akan masuk ke permukaan tanah.
Soil storage, adalah perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang
besarnya tergantung pada (P-Et), soil storage bulan sebelumnya.
Soil Moisture, adalah volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya
tergantung (P-Et), soil storage, dan soil moisture bulan sebelumnya.
Kapasitas soil moisture, adalah volume air yang diperlukan untuk mencapai
kapasitas kelengasan tanah.
Water Surplus, adalah volume air yang akan masuk kepermukaan tanah,
yaitu water surplus = (P-Et) – soil storage, dan 0 jika (P-Et)< soil storage.
3. Ground Water Storage
Nilai run off dan ground water besarnya tergantung dari keseimbangan air dan
kondisi tanahnya. Data yang diperlukan adalah:
Koefisien infiltrasi = I diambil 0,2 – 0,5
Faktor resesi aliran air tanah = k, diambil 0,4-0,7
Initial storage, adalah volume air tanah yang tersedia di awal perhitungan.
Persamaan:
In = Water Surplus x I
V = k. V(n-1) + 0,5 (1+k) In
A = Vn – Vn-1
dimana:
In = infiltrasi volume air yang masuk ke dalam tanah
V = volume air tanah
dVn = perubahan volume air tanah bulan ke-n
V(n-1)= volume air tanah bulan ke (n-1)
I = koefisien infiltrasi
A = volume tampungan per bulan
28
4. Aliran sungai
Interflow = Infiltrasi – Volume air tanah (mm)
Direct Run Off = Water Surplus – Infiltrasi (mm)
Base Flow = Aliran sungai yang selalu ada sepanjang tahun (m3/dt)
Run Off = Interflow + Direct Run Off + Base Flow (m3/dt)
BAB IV
PERMASALAHAN UMUM PADA DAS
29
Pengelolaan DAS Jangkok kurang diperhatikan, kegiatan penata-gunaan
lahan dalam ruang lingkup DAS selalu akan melibatkan sumber daya alam
dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya.
BAB V
KESIMPULAN
30