Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN EVALUASI MESO

DI RUMAH SAKIT BETHESDA

Oleh :

Arif Rahman, S.Farm


Universitas Ahmad Dahlan

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RS BETHESDA YOGYAKARTA
PERIODE FEBRUARI-MARET 2019
I. PENDAHULUAN

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap


respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim, yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Sedangkan, Efek
Samping Obat (ESO) adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi (Anonim, 2016).
MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary
reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal
sebagai form kuning. Dalam praktiknya, sebagian besar tenaga kesehatan dapat
melakukan kegiatan pelaporan MESO, mulai dari dokter, dokter spesialis, dokter gigi,
apoteker, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lain (Anonim, 2012).
Tujuan dilakukan kegiatan MESO adalah seperti menemukan ESO sedini
mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang; menentukan frekuensi
dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan; mengenal semua
faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya
ESO; meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki; dan mencegah
terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (Anonim, 2016).
Kegiatan pemantauan dan pelaporan secara umum yang dilakukan dalam kegiatan
monitoring efek samping obat meliputi kejadian yang dicurigai sebagai efek samping
obat, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya maupun yang sudah
pasti merupakan suatu ESO. Namun lebih luas pelaporan lain yang dilakukan antara lain
mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO),mengidentifikasi
obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO, mengevaluasi
laporan ESO dengan algoritma Naranjo, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di
Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi, melaporkan ke Pusat Monitoring Efek
Samping Obat Nasional (Anonim, 2012).
Informasi ESO yang hendak dilaporkan dapat diisi ke dalam formulir pelaporan
ESO / formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan ESO, para pelapor dari
kalangan tenaga kesehatan dapat menggali informasi terlebih dahulu dari pasien atau
keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan
dapat diperoleh dari catatan medis pasien. (Anonim, 2012).
II. PEMBAHASAN

Pasien Nn. A dengan no. resep R5510 datang dengan keluhan mendapat reaksi
obat yang tidak dihendaki atau dengan kata lain mendapat efek samping obat berupa
gatal-gatal dan bentol diseluruh badan. Diketahui obat yang digunakan pasien
sebelum terjadi reaksi adalah Cefixime 100 mg dan Ketoprofen. Kemudian oleh
Apoteker diberikan pengobatan terhadap reaksi yang muncul tersebut dengan
pemberian antihistamin (Cetirizine) dan pasien sembuh dari efek samping obat.
Selanjutnya dilakukan kegiatan pemantauan dan pelaporan secara umum yang
dilakukan dalam kegiatan monitoring efek samping obat meliputi kejadian yang
dicurigai sebagai efek samping obat, baik efek samping yang belum diketahui
hubungan kausalnya maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO.
III. ANALISA EFEK SAMPING OBAT

1. Data pasien
No RM 0070XXXX
No Resep R5510
Nama Pasien Nona A.
Jenis Kelamin Perempuan
Usia 23 tahun
BB -
Alamat Palembang
No. telp 081XXXXXXXXX
Dokter dr.H
Diagnosa -

2. Efek Samping Obat yang terjadi


Manifestasi klinis Saat/mulai terjadi Kesudahan ESO
(Sembuh) setelah deiberikan Antihistamin
Gatal-gatal dan bentol seluruh badan -
(Cetirizine)

3. Obat (yang digunakan sebelum ESO terjadi)


Pemberian
Nama Obat Bentuk Nama Generik Indikasi
Cara Dosis/Waktu Tgl. mulai Tgl. akhir
Cefixime 100 mg Kapsul - p.o 2 x sahari 1 kapsul - - Antibiotic
Osteoarthritis &
Ketoprofen Tablet - p.o 2 x sehari 1 tablet - -
arthritis rheumatoid
Nama Obat Efek Samping obat

Cefixime

 Ulasan pasien yang catatannya diserahkan ke Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS mengungkapkan
bahwa agen generasi ketiga, cefoperazone, cefotaxime, ceftizoxime, dan moxalactam memiliki insiden efek
samping yang rendah. sefalosporin generasi pertama. Ini termasuk rasa sakit dan flebitis di tempat suntikan,
reaksi hipersensitifitas segera dan tertunda, berbagai gangguan hematologis, nefrotoksisitas,
hepatotoksisitas, gangguan pencernaan, dan demam. Tingkat di mana ini diamati berkisar antara <1-12%
dan tidak berbeda secara signifikan di antara agen generasi ketiga.
 > 10 % : Gastrointestinal : Diarrhea (16 %)
2 % to 10% : Gastrointestinal : abdominal pain, nausea, dyspepsia, flatulence, loose stools
< 2% (Limited to important or life-threatening) : acute renal failure, anaphylactic/anahylactoid reactions,
angioedema, BUN increased, candidiasis, vreatinin increased, dizziness, drug fever, headache, hepatitis,
hyperbilirubinemia, jaundice, leukopenia, neutropenia, pruritus, pseudomembranous colitis, PT prolonged,
rash, seizure, serum sickness-like reaction, stevens-johnson syndrome, thrombocytopenia, toxic epidermal
necrolysis, transaminases increased, urticarial, vaginitis, vomiting.

(DIH, 22th edition)

Ketoprofen  Pada individu yang peka, reaksi yang dimediasi IgE, termasuk anafilaksis, dapat terjadi dalam beberapa
menit setelah terpapar dan umumnya dalam 30 menit hingga 1 jam. Reaksi terutama urtikaria (manifestasi
dari reaksi yang dimediasi IgE) atau ruam makulopapular (reaksi Tipe IV), mungkin memerlukan beberapa
jam hingga beberapa hari sebelum gejala dicatat. Biasanya, urtikaria dimulai dalam 48 jam setelah memulai
sefalosporin, sedangkan reaksi makulopapular terjadi 7 hingga 10 hari setelah dimulainya terapi.
(Lexi-Comp)

 Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) telah dikaitkan dengan berbagai reaksi obat yang merugikan
(ADR), termasuk reaksi hipersensitivitas. Dalam studi kohort retrospektif dari 62.719 pasien yang
diresepkan OAINS, 1,7% dari pasien memiliki ADR; 18,3% ADR adalah reaksi hipersensitivitas. Reaksi
hipersensitivitas yang dilaporkan termasuk ruam, angioedema / pembengkakan, urtikaria / gatal-gatal, gatal,
sesak napas, mengi atau asma, anafilaksis, dan hipotensi. Faktor risiko yang diidentifikasi termasuk riwayat
reaksi hipersensitivitas, jenis kelamin perempuan, penyakit autoimun, dan dosis NSAID yang tinggi
(Blumenthal 2017). (Lexi-Comp)
 belum ditemukan adanya efek
samping yang signifikan berupa hypersensitive, pruritus terhadap obat Ketoprofen
4. Kesimpulan :
Efek samping yang muncul yaitu gatal-gatal dan bentol diseluruh badan atau dengan kata lain terjadi pruritus, urtikaria disebabkan oleh
penggunaan terhadap obat antibiotic golongan sefalosporin yaitu Cefixime.
5. Referensi :
Journal of Antimicrobial Chemotherapy 10, Suppl. C, 135-1
Drug Information Handbook, 22th edition.
Lexi-Comp for the American Pharmacist Association.

Anda mungkin juga menyukai