Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR PUSTAKA

 Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi
4. Salemba Medika : Jakarta
 Saryono dan Anggriyana Tri Widianti. 2010. Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia
(KDM). Yogyakarta: Nuha Medika
 Hidayat, AAA dan Uliyah. 2011. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika
 Fhatimfhatim (2012), LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT, terdapat
di: http://fhatimfhatim.wordpress.com/2012/07/24/cairan-dan-elektrolit/ diakses pada
Selasa, 4 Juni 2013 pk. 09.00 WITA
 Lencana, Putra Satya (2012), Laporan Pendahuluan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit, terdapat di :http://satyaexcel.blogspot.com/2012/07/laporan-pendahuluan-
kebutuhan-eliminasi.html diakses pada Minggu, 2 Juni 2013 pk. 09.57 WITA
 Lencana, Putra Satya (2012), Laporan Pendahuluan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit,
terdapat di : http://satyaexcel.blogspot.com/2012/07/laporan-pendahuluan-kebutuhan-
eliminasi.html diakses pada Minggu, 2 Juni 2013 pk. 09.57 WITA
LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

A. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis
dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan
sistemikengan syok sepsis.(Nuzulul,2012).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membrane serosa rongga
abdomen) dan organ didalamnya. (Arif Muttaqin,2010)
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya
akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis, pankreatitis, dll) reputra
saluran cerna dan luka tembus abdomen.(Gibson,2002)

B. Anatomi Fisiologi
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga
terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi
usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga
mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu
peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang
melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen.Ruang yang terdapat diantara
dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa
kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke
dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong.
Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan
lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung
berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Fungsi peritoneum :
a. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.
b. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan.
c. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen.
d. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap
infeksi.

(Nuzulul.2012).

C. Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi.
c. Tukak peptik (lambung/dudenum).
d. Tukak thypoid.
e. Tukak disentri amuba/colitis.
f. Tukak pada tumor.
g. Salpingitis.
h. Divertikulitis.
Faktor Presipitasi
Invasi kuman ke peritoneum dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada system
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ lain didalam abdomen (Rostein,1997)
atau perforasi organ pasca trauma abdomen (Ivanty,1998) Penyebab terjadinya peritonitis
adalah invasi kuman bakteri kedalam rongga peritoneum.kuman yang paling sering
menyebabkan infeksi,meliputi gram negative:Escherichia coli (40%).Klebsiella
pneumonia (7%),Pseudomonas species,Proteus species,dan gram negative
lainnya(20%),dan gram positif seperti Streptococcus pneumonia
(15%),Streptococcuslainnya (15%),dan Staphylococcus (3%). (Arif Muttaqin,2010)
1. Secara langsung dari luar.
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitis yang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati.
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus. Bentuk peritonitis yang paling sering ialah
Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena
infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi
hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut
atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi
bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan
asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal
terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi
SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada
pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses
inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn). (Nuzulul,2012)

D. Manifestasi Klinik
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi
takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan
nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan
peritonium.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.

Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral)
yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis
relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi
hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat
biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding
perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada
wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic
inflammatoru disease. Pemeriksaan- pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.(Nuzulul,2012)

E. Patofisiologi
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolik intra-abdomen.produksi
eksudat fibrinosa merupakan pertahanan tubuh.Reaksi awal peritoneum terhadap invasi
oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus.
Faktor-faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga
menyebabkan peningkatan infeksi dan pembentukan abses.Selanjutnya abses yang
terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya.Bila bahan yang menginfeksi tersebar kepermukaan peritoneum, maka aktivitas
motilitas usus menurun dan meningkatkan resiko ileus paralitik. Peradangan menimbulkan
akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan
tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan
berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi kemudian akan segera terjadi bradikardia begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ
tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi
usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau
parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis. (Arif Muttaqin,2010)
F. Patways
G. Pemeriksaan Penunjang
Test laboratorium
1. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari
3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi
peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma
yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolic
dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis didapatkan PH =7.31,
PCO2= 40, BE= -4
4. X. Ray
Dari tes X Ray didapat: Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan:
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk


pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis
dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi


anteroposterior.

2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal
proyeksi anteroposterior.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm.
Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus)
obstruktif maka pada foto polos abdomen tiga posisi didapatkan gambaran radiologis
antara lain:

1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).

2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus
letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang
diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.

3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid
level dan step ladder appearance.

H. Penatalaksaaan
Therapy umum
1. Istirahat

· Tirah baring dengan posisi fowler

· Penghisapan nasogastrik, kateter

2. Diet

· Cair → nasi

· Diet peroral dilarang

3. Medikamentosa

· Obat pertama Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin.
· Obat alternatif Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien.

Therapy Komplikasi

Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber infeksi. Prinsip umum
pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai dekompresi saluran cerna dengan
penghisapan nasogastrik atau intestinal penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara
intravena, pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya bila mungkin
dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Pertimbangan dilakukan pembedahan

1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika
meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis
(panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).

2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi


bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.

3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.

4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengeliminasi sumber infeksi.

2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal

3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah :

1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.

2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.

3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.


4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.

5. Pemberian antibiotic.

Terapi bedah pada peritonitis :

1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.

2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning, kain kassa, lavase,
irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis.

3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.

4. Irigasi kontinyu pasca operasi.

Terapi post operasi:

1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.

2. Pemberian antibiotic

3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya,
bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting.Pengembalian volume intravaskular
memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan.Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.

Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.Antibiotika
berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi
yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh
abdomen dan mudah dibuka serta ditutup.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan
kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal.Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,
mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan
kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka
dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan
irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera
akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan
eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal
fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

Pengobatan yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat
apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis.Pada peradangan
pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan biasanya
tidak dilakukan.

I. Fokus Pengkajian Keperawatan


a. Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
kanan dan menjalar ke pinggang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal
diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonitis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi
Appendisitis, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan
oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada
e. Pemeriksaan Fisik
Menurut Arif Muttaquin,2010 pada Pemeriksaan Fisik focus akan didapatkan :
Inspeksi : Pasien terlihat kesakitan dan lemah.Ada distensi abdomen,pasien
akan sering menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk
mengurangi ketegangan dinding perut.Perut sering menggembung disertai tidak
adanya bising usus.temuan ini mencerminkan ileus umum.Terkadang,pemeriksaan
perut juga mengungkapkan peradangan massa.
Auskultasi : Penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda
ileus obstruktif.
Palpasi : Nyeri tekan abdomen(tenderness),peningkatan suhu tubuh.
Perkusi : Nyeri ketuk dan bunyi timpani terjadi akibat adanya flatulen.
a. Sistem Respirasi
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.adanya peningkatan tekanan intraabdomen
membuat usaha pernafasan menjadi sulit.
b. Sistem kardiovaskuler
Pasien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia
vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular
akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin,
banyak berkeringat dan pucat.
c. Sistem Persarafan
Pasien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran
d. Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan produksi urine.pasien biasanya mengalami penuruna
kemampuan untuk berkemih.
e. Sistem Pencernaan
Pasien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomitus atau muntah dapat
muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising
usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
g. Pengkajian Psikososial
terdiri dari interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas
sosial yang sering dilakukan.
h. Personal Hygiene

J. Fokus Intervensi Keperawatan

Kekurangan volume NOC NIC


cairan
v Fluid balance Fluid management
Definisi : penurunan
v Hydratioon · Timbang popok atau pembalut
cairan
jika diperlukan
intravaskular,interstisial, v Nutritional status : food
dan/ atau intraseluler. and fluid · Pertahankan catatan intake dan
Ini mengacu pada output yang akurat
dehidrasi,kehilangan v Intake
cairan tanpa perubahan · Monitor status hidrasi
Kriteria hasil
pada natrium (kelembaban membran mukosa,
v Mempertahankan urine nadi adekuat, tekanan darah
Batasan karakteristik output sesuai dengan usia ortostatik), jika diperlukan
· Perubahan status dan BB, BJ urine normal,
· Monitor vital sign
mental HT normal
· Monitor masukan makanan /
· Penurunan tekanan cairan dan hitung intake kalori
darah harian
· Penurunan tekanan v Tekanan darah, nadi, · Kolaborasi pemberian cairan IV
nadi suhu tubuh dalam batas
· Monitor status nutrisi
normal
· Penurunan turgor kulit
· Berikan cairan IV pada suhu
v Tidak ada tanda tanda
· Penurunan turgor ruangan
dehidrasi
lidah
· Dorong masukan oral
v Elastisitas turgor kulit
· Penurunan huluran
baik, membran mukosa · Berikan penggantian nesogatrik
urine
lembab, tidak ada rasa sesuai output
· Penurunan pengisian haus yang berlebih
· Dorong keluarga- untuk
vena
v Mampu mengata-si menbantu pa-sien makan
· Membran mukosa masalah keluarga
· Tawarkan snack
kering
v Mencari bantuan
keluarga jika perlu · Kolaborasi dengan dokter
· Kulit kering
v Mencapai stabilitas · Atur kemungkinan transfusi
· Peningkatan
hematokrit finansial untuk memenuhi Hypovolemia management
kebutuhan anggota
· Peningkatan suhu keluarga · Monitor status cairan termasuk
badan intake dan output cairan
· Peningkatan frekuensi · Pelihara IV line
nadi
· Monitor tingkat Hb dan
· Peningkatan hematokrit
konsentrasi urine
· Monitor tanda vital
· Penurunan berat
badan · Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
· Haus

· Kelemahan

Faktor yang
berhubungan

· Kehilangan cairan aktif

· Kegagalan mekanisme
regulasi

· Gaya koping yang


tidak sesuai antara
orang terdekatdan klien
untuk menangani tugas
adatil
· Gaya koping yang
tidak sesuai diantara
orang terdekat

· Hubungan keluarga
yang sangat ambivalen

· Orang terdekat lama


tidak mengungkaokan
perasaan

Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC


kurang dari kebutuhan
v Nutritional status : Nutritional
tubuh
management
v Nutritional status : food and fluid
Definisi: asupan nutrisi
· Kaji adanya alergi
tidak cukup untuk v Intake
makanan
memenuhu kebutuhan
metabolik v Nutritional status : nutrient
· Kolaborasi dengan
intake
ahli gizi untuk
Batasan karekteristik :
v Wight control menentukan jumlah
· Kram abdomen kalori dan nutrisi
Kriteria hasil : yang dibutuhkan
· Nyeri abdomen
v Adanya peningkatan berat badan pasien
· Menghindari makanan sesuai dengan tujuan · Anjurkan pasien
· Berat badan 20% atau untuk meningkatkan
lebih dibawah intake Fe

· Anjurkan pasien
untuk meningkatkan

Nyeri akut NOC NIC

Definisi : pengalaman v Pain level Pain management


sensori dan emosional
v Pain control · Lakukan
yang tidak menyenangkan
pengkajian nyeri
yang muncul akiba-t v Comfrot level
secara komprehensif
kerusakan jaringan yang
Kriteria hasil : termasuk lokasi,
aktual atau potensial atau
karakteristik, durasi,
digambarkan dalam hal v Mampu mengontrol nyeri frekuensi, kualitas
keruskan sedemikian rupa
v Melaporkan bahwa nyeri dan fakto presipitasi
Batasan karakteristik : berkurang dengan menggunakan · Observasi reaksi
· Perubahan selera manajemen nyeri nonverbal dari
makan v Mampu mengenali nyeri ketidaknyamanan
· Perubahan tekanan v Menyatakan rasa nyaman · Gunakan teknik
darah setelah nyeri berkurang komunikasi
terapeutik untuk
· Perubahan frekuwensi
mengetahui
jantung
pengalaman nyeri
· Laporan isyarat pasien

· Diaforesis · Evaluasi
pengalaman nyeri
· Perilaku distraksi masa lampau

· Bantu asien dan


keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan

· Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan

Resiko ketidakseimbangan NOC NIC


elektrolit
v Fluid balance Fluid management
Definisi : berisiko
v Hydration · Timbang popok
mengalami perubahan
atau pembalut jika
kadar elektrolit serum v Nutritional status : food a-nd
diperlukan
yang dapat menganggu fluid
kesehatan · Pertahankan
v Intake
catatan intake dan
Faktor resiko :
Karakteristik hasil output yang akurat
· Defisiensi volume
v Mempertahankan urine output · Monitor status
cairan
sesuai dengan usia dan BB, BJ hidrasi (kelembaban
· Diare urine normal, HT nrmal membran mukosa,
nadi adekuat,
· Disfungsi endokrin v Tekanan darah, nadi, suhu tubuh tekanan darah
dalam batas normal ortostatik), jika
· \kelebihan volume
cairan v Tidak ada tanda dehidrasi diperlukan

· Gangguan mekanisme · Monitor vital sign


regulasi
· Disfungsi ginjal v Elastisitas turgor kulit baik, · Monitor masukan
membran mukosa lembab, tidak makanan / cairan
· Efek samping obat
ada rasa haus berlebih dan hitung intake
· Muntah kalori harian

· Kolaborasi
pemberian cairan IV

· Monitor status
nutrisi

· Berikan cairan IV
pada suhu ruangan

· Dorong masukan
oral

· Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output

· Dorong keluarga-
untuk menbantu pa-
sien makan

· Tawarkan snack

· Kolaborasi dengan
dokter

· Atur kemungkinan
transfusi

Hypovolemia
management

· Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan

· Pelihara IV line

· Monitor tingkat
Hb dan hematokrit

· Monitor tanda
vital
Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
DAFTAR PUSTAKA

 Muttaqin, Arif.2010.Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medical


Bedah.Salemba Medika : Jakarta.
 http://www.dewinuryanti.com/2010/03/askep-peritonitis.html
 Saifuddin, Abdul Bari. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
 Brian, J. 2011, Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diakses pada 6 Juni 2012.
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa
 Wilkinson, M.Judith.2012.Buku Saku Diagnosa keperawatan Edisi 9.EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai