Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit

bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010).

Logam berat yang berada di perairan bisa menyebabkan pencemaran

terhadap lingkungan jika kandungan logam berat yang terdapat

didalamnya melebihi ambang batas serta mempunyai sifat racun yang

sangat berbahaya. Selain itu dapat menyebabkan penyakit serius bagi

manusia apabila terakumulasi di dalam tubuh (Danarto, 2007).

Kadar Cu yang tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap

lingkungan biotik maupun abiotik. Hal ini karena Cu termasuk dalam

golongan logam berat. Logam berat merupakan unsur yang stabil dan tidak

mudah rusak, sehingga Cu yang masuk ke tanah akan cenderung

terakumulasi dan kandungannya akan meningkat secara terus menerus.

Perubahan lingkungan tersebut akan berdampak nyata pada tumbuhan

karena tumbuhan merupakan organisme yang memiliki respon paling

cepat terhadap perubahan lingkungan dibandingkan dengan manusia dan

hewan (Sumiyati dkk. 2009). Menurut Palar (2004) pada konsentrasi 0,01

ppm fitoplankton akan mati karena Cu menghambat aktivitas enzim dalam

pembelahan sel fitoplankton. Konsentrasi Cu dalam kisaran 2,5-3,0 ppm

dalam badan perairan akan membunuh ikan-ikan. Berbagai penanganan

dapat dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan tembaga

(Cu), salah satunya adalah dengan metode Adsorbsi. Adsorpsi merupakan


terserapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben

(Ashraf, 2010)

Menurut Savitri et al. (2006), pada umumnya pengolahan limbah

dilakukan dengan cara koagulasi, flokulasi kemudian sedimentasi. Namun

metode tersebut kurang efektif apabila diterapkan pada larutan yang

memiliki konsentrasi logam berat antara 1–1000 mg/L dan membutuhkan

bahan kimia dalam jumlah besar. Dibandingkan dengan metode-metode

yang lain, adsorpsi merupakan metode yang paling banyak digunakan

karena metode ini aman, tidak memberikan efek samping yang

membahayakan kesehatan, tidak memerlukan peralatan yang rumit dan

mahal, mudah pengerjaaannya dan dapat didaur ulang (Erdawati, 2008).

Dalam proses adsorpsi terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi kecepatan adsorpsi antara lain yaitu luas permukaan

adsorben, sifat dan konsentrasi adsorben, sifat dan konsentrasi adsorbat,

suhu atau temperatur, kecepatan pengadukan serta pengaruh pH dan

adsorpsi hidrolitik (Adamson, 1990: 89-92)

Biosorben merupakan media yang sangat baik digunakan dalam

penanganan limbah logam berat karena memiliki banyak keunggulan

seperti harga yang relatif murah, mudah didapat, dan sifatnya ramah

lingkungan. Biosorben yang dapat digunakan dalam pengolahan limbah

logam berat adalah rumput laut, serbuk gergaji, hasil samping pertanian,

limbah industri makanan, bakteri, dan mikroalga (Sudiarta, 2012).

Menurut Fatoni (2014), ternyata limbah hasil pertanian atau perkebunan

dapat digunakan sebagai biosorben karena mengandung selulosa.


Salah satu yang dapat digunakan sebagai adsorben adalah biji salak

(Salacca edulis). Biji salak merupakan limbah dari buah salak yang

memiliki porsi yang lebih besar daripada kulit salak. Biji salak porsinya

sebesar 25-30% dari buah salak utuh, sedangkan kulit salak 10-14%

(Supriyadi dkk., 2002). Berdasarkan perbandingan tersebut, biji salak

memiliki potensi yang lebih besar untuk dimanfaatkan. Beberapa pihak

memanfaatkan limbah salak sebagai bahan untuk kerajinan, seperti

pemanfaatan kulit salak untuk industri keramik (Hendri, Arianingrum, dan

Zuhdi, 2010). Sedangkan Aji dan Kurniawan (2012) memanfaatkan biji

salak sebagai adsorben. Biji salak mengandng Selulosa yang mempunyai

kemampuan untuk mengadsorpsi logam berat. Selain itu menurut afrizal

(2008), berdasarkan percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa kayu

dan komponenya, seperti selulosa, lignin, hemiselulosa, dan sebagainya,

telah digunakan dalam industri penjernihan air untuk menghilangkan

logam berat seperti Cu(II), Pb(II), Cd(II), Cr(III) dan sebagainya.

Penelitian yang dilakukan ooleh Wahyu, dkk (2016) didapatkan efisiensi

penyerapan biji salak sebagai adsorben terhadap ion logam Cd pada

limbah industri sebesar 79,44 %.

Desa Kaliori yang berada dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Kaliori terkena dampak dari sisa pembuangan air lindi dari sampah

TPA Kaliori. Air yang sudah tercampur dengan air lindi tersebut mengalir

ke saluran air, ke sawah-sawah serta meresap kedalam sumur yang dekat

dengan kawasan TPA Kaliori tersebut. Air lindi dari sisa TPA

mengandung logam berat tembaga (Cu) seperti yang dilakukan oleh Bali
(2013) air lindi pada TPA Muara Fajar Pekan Baru sebesar 0,084 mg/L.

Pada studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan mengambil sampel

air yang mengalir di saluran air tersebut didapatkan kandungan logam

berat tembaga (Cu) sebanyak 2,09 mg/l dimana menurut PP No. 82 Tahun

2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

kamdungan maksimal tembaga yang diperbolehkan yaitu 0,02 mg/l. Pada

penelitian ini peneliti mencoba menggunakan arang biji salak (Salacca

edulis) dalam menurunkan kadar Cu dengan berbagai variasi ukuran

adsorben dan lama pengadukan.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti ingin

mengetahui efektivitas adsorbsi Cu oleh arang biji salak (Salacca edulis)

dengan variasi ukuran adsorben dan kecepatan pengadukan.

3. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas adsorbsi Cu oleh arang biji salak (Salacca

edulis) dengan variasi ukuran adsorben dan kecepatan pengadukan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh variasi ukuran adsorben yang efektif

adsorbsi logam Tembaga (Cu) oleh arang biji salak.

b. Untuk mengetahui pengaruh variasi lama pengadukan dalam

proses adsorbsi logam Tembaga (Cu) oleh arang biji salak.

4. Manfaat

1. Bagi Masyarakat
a. Memberikan wawasan tentang pemanfaatan biji salak sehingga

meningkatkan nilai ekonomis.

b. Mengurangi pencemaran lingkungan logam dengan pemanfaatan

biji salak sebagai adsorben dalam menurunkan kadar logam berat.

2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat

Memberikan pustaka tetrbaru di bidang Kesehatan Lingkungan

mengenai manfaat biji salak sebagai adsorben dalam menurunkan

kadar logam berat serta sebagai literatur/tambahan referensi bagi

peneliti lain.

3. Bagi Peneliti

Menambah ilmu, pengetahuan dan tambahan informasi serta

memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan teori dalam bidang

Kesehatan Lingkungan di lapangan.

5. Keaslian Penelitian

No. Penelitian Terdahulu Perbandingan


1. a. Judul Penelitian: Analisis Persamaan
Variasi Waktu dan 1. Menggunakan variasi lama
Kecepatan Pengaduk Pada pengadukan
Proses Adsorpsi Limbah 2. Menurunkan kadar logam berat
Logam Berat dengan Arang Perbedaan
Aktif 1. Variabel dependen yaitu
b. Penulis : Isna Syauqiah, penurunan kadar Fe
dkk. 2. Menggunakan adsorben arang
c. Tahun Penelitian : 2011 aktif
d. Hasil Penelitian : Penurunan
kadar Fe terbesar pada
kecepatan pengadukan 90
rpm dan waktu aduk 60
menit dimana Fe yang
terkandung dalam sample
adalah 0,24 ppm. Semakin
lama waktu kontak maka
penurunan Fe semakin baik.
Semakin cepat pengadukan
penyerapan Fe semakin
meningkat. Adsorpsi pada
kecepatan aduk 120 rpm
lebih kecil ibandingkan
dengan kecepatan aduk 90
rpm.
2. a. Judul Penelitian : Pengaruh Persamaan
Variasi Ukuran Adsorben 1. Adanya pengaruh variasi ukuran
dan Debit Aliran Terhadap adsorben
Penurunan Khrom (Cr) dan 2. Mengetahui penuruan logam
Temmbaga (Cu) dengan berat Cu
Arang Aktif dari Limbah Perbedaan
Cair Industri Pelapisan 1. Adsorben yang digunakan yaitu
Logam (Elektroplating) kulit pisang
Krom 2. Variabel dependen yaitu Cu dan
b. Penulis : Rahma Shafirina, Cr
dkk.
c. Tahun : 2016
d. Hasil Penelitian : efisiensi
kandungan logam berat
khususnya Tembaga pada
limbah cair industri
pelapisan logam sebesar 85-
96% pada proses batch.
Ukuran adsorben yang
optimum sebesar 40-100
mesh pada percobaan batch.

Anda mungkin juga menyukai